Anda di halaman 1dari 44

7 MANAJEMEN LALU LINTAS

Tujuan Instruksional Umum :

Setelah mengikuti kuliah dan mengerjakan latihan-latihan mata kuliah Teknik Lalu
Lintas selama 1 (satu) semester secara berurutan, peserta didik akan bisa mengetahui
dan memahami serta mampu menjelaskan tentang rekayasa lalu lintas dan
manajemen lalu lintas.

Tujuan Instruksional Khusus :


Setelah mempelajari bab ini dan mengerjakan soal latihannya, diharapkan mahasiswa
mampu:
 Menjelaskan tentang tujuan dan sasaran manajemen lalu lintas.
 Menjelaskan tentang konsep, identifikasi dan strategi manajemen lalu lintas,
yang meliputi:
a. Kriteria identifikasi masalah, yakni identifikasi masalah dan pendekatan
b. Mobilitas
c. Aksesibilitas
 Manajemen arus dan batasan lalu lintas, yang meliputi: arus pejalan kaki,
batasan lalu lintas, dan masalah-masalah tehnis
 Manajemen angkutan dan batasan lalu lintas.
7.1. Konsep, Identifikasi, Strategi Manajemen Lalu Lintas
Teknik lalu lintas sangat berhubungan dengan disain teknis dan layout dari
komponen prasarana transportasi seperti: jalan, persimpangan, dan tempat parkir
kendaraan.
Sedangkan manajemen lalu lintas berhubungan dengan arus lalu lintas itu sendiri
beserta pengotrolannya dalam upaya mengoptimumkan penggunaan prasarana
transportasi dan juga sumber daya yang digunakan secara efisien dan terpadu.
Jadi dapat dikatakan bahwa tujuan dari strategi manajemen lalu lintas adalah
efisiensi, keselamatan, dan lingkungan. Sedangkan sasarannya adalah pengaturan
arus lalu lintas, yang difokuskan pada fungsi jalan dan diarahkan pada kecepatan,
akses, kapasitas, fungsi dan hirarki.

7.2. Tujuan dan Sasaran


7.2.1. Tujuan
Manajemen lalu lintas adalah suatu teknik perencanaan transportasi yang sifatnya
langsung diterapkan di lapangan dan biasanya berjangka waktu yang tidak terlalu
lama. Hal ini menyangkut kondisi dari arus lalu lintas dan juga sarana penunjangnya,
baik pada saat sekarang maupun yang akan direncanakan. Namun demikian perlu
diingat juga bentuk organisasi, guna mendapatkan suatu unjuk kerja yang terbaik.
Tujuan dari pengaturan dimaksud di atas adalah untuk:
1. Mendapatkan tingkat efisiensi dari pergerakan lalu lintas secara menyeluruh
dengan tingkat aksesibilitas yang baik, yang tentunya dengan mempertimbangkan
keseimbangan antara permintaan pergerakan dengan sarana penunjang yang
tersedia.
2. Meningkatkan tingkat keselamatan dari pengguna yang dapat diterima oleh
semua pihak, dan memperbaiki tingkat keselamatan sebaik mungkin
3. Melindungi dan memperbaiki keadaan dari kondisi lingkungan dimana arus lalu
lintas tersebut berada.
4. Mempromosikan penggunaan energi secara efisien, ataupun penggunaan bahan
energi lain yang dampak negatifnya lebih kecil dari pada energi yang ada.

Semua tujuan yang tersebut di atas akan dapat dicapai jika kontrol terhadap kondisi
arus lalu lintas dilakukan dengan membatasi pergerakan atau aksesibilitas, yaitu
dengan menggunakan berbagai teknik lalu lintas yang terkoordinasi antara prasarana
penunjangnya seperti jalan, persimpangan, dan tempat parkir, dan juga usaha untuk
mendapatkan pola arus lalu lintas yang diinginkan untuk segala macam tujuan secara
efisien serta tingkat keselamatan dari pergerakan serta tujuan individu.

7.2.2. Efisiensi dan Keselamatan Pergerakan


Efisiensi dan pergerakan lalu lintas sangat berhubungan dengan tingkat kecepatan
dari pergerakannya. Pengguna sarana transportasi tidak berkeinginan membuang
waktunya secara percuma di jalan, dan biasanya mereka ingin menyelesaikan
perjalanannya secara cepat, aman, dan tanpa keterlambatan. Keterlambatan adalah
suatu faktor yang paling utama dalam pergerakan lalu lintas, karena hampir setiap
orang yang terjebak dalam kemacetan (dalam bentuk berhenti/stop) atau seseorang
yang bergerak lamban dengan kecepatan maksimum 30 km/jam khususnya di pusat
perkotaan sudah cukup merasa senang, namum tidak demikian untuk jalan antar kota.
Keterlambatan yang disebabkan oleh lambannya kendaraan di depan, akan membuat
pengendara merasa tidak senang.
Kecelakaan atau bahaya keselamatan, biasanya dihubungkan dengan tingginya
kecepatan kendaraan, namun bertentangan dengan prinsip efisiensi yang hendak
dicapai. Makin tinggi kecepatan kendaraan, makin sulit untuk mengontrolnya,
apalagi jika diminta untuk berhenti.
Bergerak dengan kecepatan 100 km/jam pada suatu jalan antar kota masih bisa
diterima, namun untuk jalan di daerah dan dekat dengan pusat kota, akan menjadi
sangat berbahaya karena kecenderungan untuk terjadi kecelakaan kemungkinannya
akan lebih tinggi di daerah perkotaan. Jadi keseimbangan harus dipikirkan untuk
mempertemukan dua target yang diinginkan secara bersamaan, yaitu efisiensi dan
keselamatan.

7.2.3. Lingkungan
Lingkungan juga merupakan suatu faktor yang berhubungan dengan setiap hal yang
dapat merubah kondisi alamiah, yang pada umumnya menjelma menjadi hal yang
tidak diinginkan. Hal yang terkait dengan keadaan lingkungan biasanya adalah polusi
yang dapat dirangkum sebagai berikut:

1. Polusi udara yang mengakibatkan hal-hal seperti:


- Berkurangnya kadar oksigen di udara.
- Keracunan kimiawi, yakni udara mengandung zat-zat seperti timah, CO, NO,
dan CO2.
- Masalah debu dan bau.
2. Polusi air dan tanah, yakni peracunan sumber air, makanan dan tumbuhan.
3. Polusi suara, yakni dapat mengakibatkan kerusakan alat pendengaran pada
manusia dan binatang.
4. Vibrasi, yaitu dapat mengakibatkan kerusakan fisik pada struktur tubuh manusia.
5. Gangguan pandangan, yaitu dari orang, kendaraan atau prasarana lain.
6. Pemisahan, yaitu pembangunan suatu jalan bisa menjadi alat pembatas seperti
dilarangnya kendaraan atau orang yang menyeberang, sementara pada lokasi
yang lain, karena volume arus lalu lintas yang tinggi menyebabkan kesulitan
praktis sewaktu menyeberang. Akibatnya salah satu sisi jalan harus dipisahkan
dari yang lain.

Efek dari macam-macam polusi tersebut di atas, terutama untuk orang atau problem
lingkungan dapat di sebut sebagai ketidak-nyamanan, serta menimbulkan
ketegangan, maupun bahaya keracunan.
Dampak terhadap lingkungan dalam manajemen lalu lintas, timbul terutama
disebabkan oleh kecepatan, baik untuk kecepatan yang sangat tinggi ataupun yang
sangat rendah, akan menghasilkan suara, gas buangan, getaran yang berlebihan,
karena kendaraan bergerak diluar kondisi rencana. Akan tetapi, masalah utama yang
timbul adalah adanya variasi dalam kecepatan, percepatan dan rem, yang
menghasilkan polusi baik suara, udara, maupun vibrasi (sebagai contoh: seseorang
yang berjalan diantara 2 atau beberapa bus kota pasti akan merasakan adanya
getaran). Oleh karena itu, pertimbangan lingkungan akan menghasilkan suatu tujuan
yang ideal dalam mempertemukan efisiensi dan keselamatan, meminimumkan
gangguan arus lalu lintas, oleh sebab itu mengurangi adanya variasi dalam kecepatan.

7.2.4. Energi
Faktor efisiensi dalam hal penggunaan energi adalah salah satu faktor yang ada
dalam pembahasan mengenai hal-hal yang menyangkut efisiensi arus lalu lintas.
Bensin adalah merupakan bahan bakar utama dan merupakan komoditi yang mahal.
Oleh sebab itu, bahan bakar merupakan faktor ekonomi yang penting dalam
mempertimbangkan bentuk transportasi perkotaan yang paling efisien.
Secara umum kecepatan kendaraan yang tinggi maupun rendah adalah tidak efisien
dalam pemakaian bahan bakar. Akan tetapi dengan batasan lingkungan, variasi
dalam kecepatan tersebut betul-betul merupakan pertimbangan, dan sekali lagi tujuan
utamanya adalah arus lalu lintas yang stabil, dengan gangguan yang minimum.
Nilai dan ketersedian transportasi adalah suatu faktor politis yang utama, dan sangat
tergantung dari harga dan ketersediaan bahan bakar. Sementara itu, bahan bakar pada
saat ini merupakan suatu komoditi yang sangat sulit untuk diperoleh, meskipun di
Brazil sejak beberapa tahun belakangan ini telah membuat bahan bakar dari alkohol
yang dibuat dari gula. Akan tetapi, sampai saat ini belum ada suatu sistempun (alat
transportasi) yang dapat dioperasikan (dalam hal biaya) lebih murah dibandingkan
dengan mengunakan bahan bakar minyak. Hal ini yang membuat penggunaan bahan
bakar minyak menjadi semakin penting.

7.2.5. Sasaran
Sasaran yang dijelaskan di atas, yakni: efisiensi, keselamatan, dan lingkungan,
diperoleh dengan menetapkan kecepatan operasi pada suatu jalan, dan mengontrol
kendaraan untuk bergerak pada kecepatan tersebut dengan gangguan seminimum
mungkin. Oleh karena itu, dengan kondisi arus lalu lintas seperti pada saat sekarang ,
sasaran dari manajemen lalu lintas adalah sebagai berikut:
1. Mengatur dan menyederhanakan arus lalu lintas, terutama dengan memisahkan
berdasarkan tipe, kecepatan dan pemakai jalan yang berbeda, guna
meminimumkan gangguan demi lancarnya arus lalu lintas.
2. Mengurangi tingkat kemacetan dengan menaikkan kapasitas atau mengurangi
volume lalu lintas dari suatu jalan.

7.2.6. Pemisahan Berdasarkan Kecepatan, Akses, dan Kapasitas


Arus lalu lintas di suatu ruas jalan mempunyai jumlah gangguan yang berbeda, dan
tergantung dari hal-hal berikut:
- Tipe dan jenis kendaraan yang menggunakan suatu ruas jalan, terutama
kendaraan yang tidak bermotor.
- Perilaku/kelakuan pengendara, contoh: angkutan umum yang berhenti semaunya.
- Persyaratan akses ke daerah yang berdekatan (aksesibilitas tergantung dari hal-
hal: persimpangan dengan jalan pinggir, on-street parking, jalan yang menuju ke
off-street parking, dan fasilitas pejalan kaki.
7.2.7. Menentukan Hirarki Jalan
Suatu kota memerlukan jalan arteri untuk menggerakkan arus lalu lintas yang besar,
dan juga memerlukan jaringan jalan lokal yang memungkinkan kendaraan
menuju/mencapai tujuannya. Jaringan ini harus memiliki hubungan yang banyak.
Dalam penentuan klasifikasi jalan sebetulnya tidaklah rumit. Berikut adalah hal-hal
yang harus diperhatikan:
1. Mulai dengan jalan arteri pada batas kota. Semua jalan antar kota yang utama,
yang memotong batas kota adalah jalan arteri.
2. Jalan ini biasanya menuju ke pusat kota.
3. Dekat batas pusat kota, jaringan jalan lokal yang rumitsering dijumpai, dan rute
jalan antar kota sering menjadi kabur. Problem utamanya adalah menentukan
jalan mana yang berada di pusat kota yang berfungsi sebagai jalan erteri.
Pemecahannya adalah: coba gabungkan jalan antar kota secara langsung, jika
mungkin hanya dengan beberapa belokan.
4. Jaringan jalan lainnya dianggap sebagai jalan lokal, dan proposal manajemen lalu
lintas dapat dibuat berdasarkan fungsi jalan tertentu.

7.3. Identifikasi Masalah


Dalam sub bab ini akan dibahas mengenai mengidentifikasi masalah dan
strategi penanganannya. Yang menjadi kriteria identifikasi masalah adalah: waktu
tempuh, keselamatan, mobilitas, aksesibilitas, biaya, kenyamanan, lingkungan, dan
energi. Sedangkan masalah yang diidentifikasi adalah dalam skala waktu, dengan
pendekatan manajemen lalu lintas, operasi angkutan umum, perencanaan jaringan,
kuantifikasi dan ranking. Untuk kriteria mobilitas, yang menjadi sasaran adalah
kecepatan, faktor pembebanan, penumpang, keselamatan, dan masalah ranking.
Sedangkan untuk aksesibilitas adalah ruang jalan arteri, ratio kecepatan, dan
keselamatan.

7.3.1. Idetifikasi Masalah


Tujuan dari sistem transportasi adalah memindahkan orang dan/atau barang dari
suatu tempat ke tempat yang lain secara efisien dan aman. Efisiensi biasanya
dipertimbangkan dalam bentuk faktor kecepatan dan biaya, sehingga dapat dievaluasi
berdasarkan performance (unjuk kerja) dari sistem transportasi tersebut, bagaimana
problem-problemnya dapat diidentifikasi guna pemecahan masalah, dan bagaimana
problem-problem tersebut diurut berdasarkan urutan kepentingannya (skala prioritas)

7.3.1.1. Keluhan Subjektif


Masalah biasanya diidentifikasi dari persepsi seseorang mengenai apa yang terjadi,
dan apakah kejadian tersebut dapat diterima dan diinginkan atau tidak. Masalah
dimaksud biasanya berkaitan dengan kemacetan, kecepatan, keselamatan, biaya atau
kenyamanan suatu perjalanan, dimana hal-hal tersebut biasanya dievaluasi oleh
orang secara subjektif (tidak secara kuantitatif) dan bersifat pribadi (dimana situasi
ini merupakan masalah seseorang, dan pada kondisi ini sesorang tersebut tidak mau
perduli dengan orang lain). Keluhan seseorang sering menimbulkan masalah lain
dalam pemecahan suatu masalah (misalnya: kenapa jalan harus dilebarkan? Apabila
keluhannya adalah kemacetan).
Masalah sering disampaikan melalui surat khabar atau radio, atau keluhan yang
disampaikan langsung ke suatu badan yang bertanggung jawab. Kadang-kadang juga
disampaikan melalui badan lainnya, seperti Polisi, departemen Pekerjaan Umum,
Badan Perencanaan Lokal dan Regional, atau bahkan ke operator angkutan umum.
Pada kondisi ini, setiap badan akan mempunyai opini yang berbeda-beda dalam
menjawab keluhan-keluhan dimaksud.
Lebih jauh lagi, solusi tidak hanya tergantung dari perbaikan situasi perorangan
saja, tetapi harus memperbaiki situasi untuk keperluan masyarakat umum secara luas.

7.3.1.2. Kriteria Objektif Untuk Pengidentifikasian Problem


Kriteria Dasar
Bagaimana suatu masalah dikuantifikasi dalan usaha untuk mengidentifikasi dan
merangkingnya? Pada tahapan awal dari pengidentifikasian masalah adalah
performance dari sistem transportasi pada kondisi existing haruslah dievaluasi,
terutama bagaimana pemakai jalan melihat performance tersebut. Tiga kriteria dasar
yang diperlukan adalah:
1. Total waktu perjalanan, hal-hal yang ditinjau adalah sebagai berikut:
a. Mobilitas (kecepatan pada jaringan jalan yang ditentukan oleh kecepatan di
ruas jalan, dan keterlambatan dipersimpangan).
b. Aksesibilitas, ditentukan oleh lokasi jaringan dan ruasnya, yang akan
mempengaruhi rute yang dipakai dalam perjalanan.
2. Keselamatan, menyangkut resiko kecelakaan (hal ini dapat dengan mudah
diperoleh yakni diukur melalui tingkat kecelakaan).
3. Biaya, yang dimaksudkan disini adalah biaya perjalanan, dimana meruoakan hal
yang penting sebab berhubungan langsung dengan efisiensi dan keselamatan
operasi.

Mobilitas berhubungan dengan operasi, yakni mencoba mengurangi keterlambatan


yang tidak diinginkan. Dalam manajemen lalu lintas, problem dihubungkan dengan
operasi persimpangan dan ruas jalan secara efisien.
Konsep ini dapat diaplikasikan pada semua moda angkutan umum, seperti bus, taksi,
kereta api dan lain-lain.
Waktu perjalanan dengan angkutan umum meliputi: waktu jalan kaki, menunggu,
dan waktu berada di kendaraan. Waktu tunggu ditentukan oleh frekuensi pelayanan,
keputusan manajemen operasi, mobilitas (yang ditentukan oleh kemacetan dan
operasi awak bus, terutama berhenti untuk menaikan/menurunkan penumpang).

Kriteria Lain
Hal-hal yang dipertimbangkan dalam kriteria lain adalah:
- Kenyamanan
Penumpang membutuhkan kenyamanan, dan mau membayar lebih atau memilih
cara lain untuk mendapatkannya.
- Lingkungan
Lingkungan adalah hal yang penting, tetapi merupakan pertimbangan kedua.
Pertama rencana operasi yang efisien harus dibuat, dan kemudian dampak
lingkungan dievaluasi, sebab operasi yang efisien akan menguntungkan
lingkungan
- Konservasi Energi
Hal ini juga menjadi pertimbangan utama karena adanya ketebatasan
ketersediaan bahan bakar. Sistem operasi transportasi yang efisien (terutama
pemecahan masalah kemacetan dan peningkatan penggunaan moda yang efisien
untuk transportasi perkotaan) akan berdampak positif pada penghematan energi.
Akan tetapi efisiensi energi sangat tergantung dari kebijakan pemerintah,
dibandingkan dengan adanya manajemen lalu lintas.
Skala Waktu
Terbukti bahwa solusi yang berbeda akan menghasilkan skala implementasi yang
berbeda. Skala waktu dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
- Seketika
Hanya meliputi perbaikan kontrolyang ada (persimpangan, parkir dan lain-lain)
- Jangka Pendek
Perubahan arah lalu lintas dengan manajemen lalu lintas dan sarana penunjang
lainnya
- Jangka Menengah
Meningkatkan kapasitas jaringan jalan, dan perubahan arah lalu lintas, pelebaran
jalan, dan konstruksi jalan baru.
- Jangka Panjang
Merubah arus lalu lintas (dengan melihat pertumbuhan lalu lintas) dengan
mengontrol pengembangan rencana perkotaan.

Telah terbukti bahwa mobilitas dapat dipecahkan dengan program jangka


pendek dan seketika, dengan memperbaiki operasi.
Manajemen lalu lintas dapat diimplementasikan segera, jika ada badan pelaksana
yang kompeten. Oleh karena itu, mobilitas terutama ditentukan oleh manajemen lalu
lintas dan operasi angkutan umum.
Solusi problem aksesibilitas memerlukan pengembangan jaringan yang lebih
lama, dimana konstruksi jalan baru memerlukan waktu sekitar 5 tahun. Sedangkan
pengembangan jaringan jalan memerlukan periode waktu 20 tahun atau lebih.
Kemudian dengan skala waktu tertentu, tidaklah cukup untuk merencanakan
mengembangkan jaringan dengan hanya berdasarkan pada informasi pada saat
sekarang saja (existing).
Permintaan untuk masa depan perlu juga dievaluasi, yang mana tentunya
membutuhkan proses yang lebih kompleks dalam hal analisa (yaitu memprediksi
kebutuhan transportasi untuk beberapa tahun kedepan), yang meliputi aspek-aspek
berikut:
 Bangkitan (trip generation)
 Distribusi (distribution)
 Pemilihan moda (modal choice) kendaraan
 Pemilihan rute (route choice), dan lain-lain.
7.4. Strategi
7.4.1. Menentukan Strategi
Untuk ruas-ruas jalan dengan performance yang sangat jelek, analisa penyebab
kemacetan dimulai dari statement berikut ini:
 Kemacetan disebabkan oleh karena volume lalu lintas melebihi kapasitas yang
ada.
 Solusi bisa didapat dengan menaikkan kapasitas, atau mengurangi volume lalu
lintas.

Solusi sederhana yang selalu diusulkan pertama adalah: kapasitas tidak cukup
sehingga jalan atau persimpangan perlu diperlebar untuk menambah kapasitas.
Kapasitas dapat diperbaiki dengan jalan mengurangi penyebab gangguan, misalnya
dengan cara berikut:
- Memindahkan tempat parkir,
- Mengontrol pejalan kaki, atau dengan
- Mengalihkan lalu lintas ke rute lainnya, atau
- Cara pengaturan yang lain seperti membuat jalan menjadi satu arah.

7.4.2. Strategi dan Teknik


Ada dua strategi manajemen lalu lintas secara umum yang dapat dikombinasikan
sebagai bagian dari rencana manajemen teknik lalu lintas. Strategi dan teknik dalam
manajemen lalu lintas, secara detail disajikan dalam Tabel 7.1 berikut.

Tabel 7.1: Strategi dan Teknik Dalam Manajemen Lalu Lintas

STRATEGI TEKNIK
Manajemen kapasitas 1. Perbaikan persimpangan
2. Manajemen ruas jalan, meliputi:
- Pemisahan tipe kendaraan
- Kontrol on-street parking (tempat,waktu)
- Pelebaran jalan
3. Area traffic control:
- Pembatasan tempat membelok
- Sistem jalan satu arah (one-way sistem)
- Koordinasi lampu lalu lintas
Manajemen Demand Kebijakan parkir
(restraint) Penutupan jalan
Area dan cordon licensing
Batasan fisik
7.4.3. Manajemen Kapasitas, Terutama dalam Pengorganisasian Ruang Jalan.
Langkah pertama dalam manajemen lalu lintas adalah membuat penggunaan
kapasitas dan ruas jalan seefektif mungkin. Hal ini dimaksudkan agar pergerakan lalu
lintas lancar, dimana hal ini merupakan persyaratan yang utama.
Arus di persimpangan harus disurvei, guna meyakinkan penggunaan kontrol dan
geometri yang optimum.
Right of way harus diorganisasikan sedemikian rupa sehingga setiap bagian
mempunyai fungsi sendiri, misalnya: parkir, jalur pejalan kaki, dan lain-lain.
Penggunaan ruang jalan sepanjang ruas jalan harus dikoordinasikan secara baik.
Jika akses dan parkir diperlukan, survei dapat dengan mudah dilakukan dalam
menentukan demandnya.
Fasilitas pejalan kaki juga dapat dengan mudah disurvei. Oleh sebab itu,
manajemen kapasitas adalah hal yang paling mudah dan merupakan teknik
manajemen lalu lintas yang paling efektif untuk diterapkan.

7.4.4. Manajemen Prioritas


Ada beberapa ukuran yang dapat dipakai untuk menentukan prioritas pemilihan
moda transportasi, terutama kendaraan umum (bus dan taksi), yaitu:
- Jalur khusus bus
- Prioritas persimpangan
- Jalur bus
Karena bus bergerak dengan jumlah penumpang yang banyak, maka setiap ukuran
untuk memperbaiki kecepatannya walaupun dalam jumlah sedikit, akan
menguntungkan banyak orang. Juga sering ditemui bahwa kendaraan umum yang
lain seperti taksi juga mendapat prioritas.
Kedaraan angkutan barang tidak begitu memerlukan prioritas, kecuali pada waktu
mengantar barang. Metode utama adalah dengan mengisinkan parkir (walaupun
dalam jangka pendek), untuk mengantar/menurunkan barang pada lokasi dimana
kendaraan lainnya tidak diperbolehkan berhenti.

7.4.5. Manajemen Demand


Manajemen demand terdiri dari hal-hal berikut:
 Merubah rute kendaraan pada jaringan, dengan tujuan untuk memindahkan
kendaraan dari daerah macet kr daerah yang tidak macet.
 Merubah moda perjalanan, terutama dari kendaraan pribadi ke angkutan umum
pada jam sibuk. Hal ini berarti penyediaan prioritas adalah ke angkutan umum.
 Mengeluarkan aturan/keputusan tentang perlunya pergerakan atau tidak, dengan
tujuan mengurangi arus lalu lintas, dan/atau kemacetan.
 Mengontrol pengembangan tata guna tanah/lahan.
Selanjutnya, teknik yang digunakan pada masing-masing strategi akan disajikan
lebih detail pada uraian selanjutnya.

7.4.6. Skala Waktu


Pemilihan strategi dipengaruhi oleh skala waktu, dan bisa didapatkan dalam skala
waktu seperti berikut.

1. Seketika
Strategi seketika dilakukan untuk memperbaiki arus lalu lintas dengan mengontrol
adanya gangguan, sebagai berikut:
a. Menentukan jaringa jalan arteri, dan tentukan kebijakan untuk
menghubungkan seluruh arus lalu lintas dalan jaringan jalan tersebut.
b. Untuk ruas jalan arteri, ambil semua parameter yang diperlukan untuk
menjamin adanya arus lalu lintas yang lancar, dengan memaksimumkan
kapasitas persimpamgan. Arus lalu lintas bisa di peroleh dengan:
 Mengontrol parkir baik untuk kendaraan pribadi maupun kendaraan
penumpang dan barang. Dalam hal ini, yang terutama adalah menentukan
tempat pemberhentian kendaraan angkutan umum seperti bus, bemo, taksi
dan becak.
 Memisahkan tipe kandaraan yang berbeda, dengan membatasi
penggunaan jalan untuk tipe kendaraan tertentu.
 Mengontrol penyiapan (overtaking)
 Memastikan penggunaan marka jalan dan rambu secara benar dan efektif.
 Mempertahankan kondisi jalan, dan memastikan bahwa tidak ada objek
yang membahayakan di jalan (galian kabel, median yang tidak teratur dan
lain-lain).
c. Untuk ruas jalan lainnya, ambil suatu parameter untuk menentukan akses
dengan mengontrol ruang parkir, terutama di daerah CBD (central business
district) untuk angkutan barang dan kendaraan komersil. Hal ini akan
menghasilkan ide kebijakan parkir, dan kebijakan pembatasan lalu lintas.
d. Untuk persimpangan yang macet, review metoda kontrol, geometrik, dan
pengaturan lampu, dan juga metode-metode yang memungkinkan untuk
meningkatkan kapasitas.

2. Manajemen Lalu Lintas Jangka Pendek


Skala waktu jangka pendek memungkinkan rencana manajemen lalu lintas
berubah. Jika jaringan jalan arteri diputuskan untuk dibangun, maka sirkulasi
jaringan yang sesuai harus ditentukan, terutama daerah CBD. Hal ini bisa berupa
perubahan sistem jalan dari two-way (dua arah) menjadi one-way (satu arah),
serta perubahan control parker dan persimpangan.

3. Pengembangan Jaringan Jangka Pendek


Pertimbangan ini menghasilkan identifikasi missing link dalam CBD, yang jika
dibangun akan memperbaiki aksesibilitas pada jaringan jalan tersebut. Walaupun
kita memasuki perencanaan transportasi yang memperhitungkan skala waktu,
ruas jalan tersebut diidentifikasi sebagai bagian dari proses step by step yang
dimulai dari problem seketika.
Kontrol ruas dan persimpangan perlu dievaluasi kembali (re-evaluasi) dengan
adanya perubahan arus lalu lintas.

4. Kontrol Tata Guna Lahan Jangka Panjang dan Pengembangan Perkotaan.


Hal ini merupakan suatu langkah maju dalam mempertimbangkan efek
penambahan atau pengurangan bangkitan lalu lintas dari suatu tata guna lahan
tertentu, seperti pasar, sekolah, perkantoran, terminal, dan mengevaluasi efeknya
pada arus lalu lintas. Tabel 7.2 memperlihatkan problem dan solusi yang
dihubungkan dengan skala waktu.

Tabel 7.2: Problem dan Solusi yang Dihubungkan dengan Skala Waktu
PROBLE
SOLUSI SKALA WAKTU
M
Kemacetan Penambahan kapasitas dengan memperbaiki Seketika
kontrol.
Meningkatkan kapasitas dengan manajemen Jangka pendek
lalu lintas (one-way sistem).
Mengurangi voleme lalu lintas pada ruas Jangka pendek
jalan dan persimpangan tertentu, dengan
merubah manajemen lalu lintas Jangka menengah
Meningkatkan kapasitas dengan pelebaran
jalan Jangka menengah
Mengurangi volume lalu lintas pada lokasi
tertentu dengan mengalihkan lalu lintas ke
jalan baru atau jalan bebas hambatan Jangka panjang
Merubah lalu lintas dengan kontrol
pengembangan dan perencanaan perkotaan.

7.5. Persimpangan
Karena ruas jalan pada persimpangan digunakan bersama-sama, maka
kapasitas ruas jalan biasanya dibatasi oleh kapasitas persimpangan masing-masing
pada ujungnya. Problem keselamatan juga biasanya timbul pada persimpangan.
Hasilnya adalah bahwa kapasitas jaringan dan keselamatan ditentukan oleh
persimpangan, dimana persimpangan adalah merupakan hal utama yang harus
diperhatikan dalam manajemen transportasi perkotaan.
Banyaknya problem pada persimpangan terjadi karena adanya pergerakkan yang
berkonflik satu sama lain, terutama kendaraan yang membelok ke kanan (kendaraan
yang berbelok ke kiri biasanya diberi pergerakan bebas). Solusinya adalah
meningkatkan kapasitas persimpangan dengan beberapa parameter tertentu, dan/atau
mengurangi volume lalu lintas.

Meningkatnya kapasitas memerlukan beberapa perubahan tentang layout


persimpangan dan sistem kontrolnya (biasanya dibutuhkan biaya yang cukup besar
untuk pelebaran jalan).
Untuk mengurangi volume pada persimpangan diperlukan penanggulangan berikut:
 Mengalihan arus lalu lintas ke rute lain
 Membatasi pergerakan.
Hal-hal tersebut di atas, tak satupun yang populer dalam penggunaannya, dan
keduanya akan menghasilkan waktu perjalanan yang lebih tinggi, yang tentunya
merugikan traveller.

7.5.1. Metoda Kontrol


Pemilihan metoda kontrol tergantung volume lalu lintas dan tingkat
keselamatan. Ada 4 (empat) tipe kontrol yang umum diterapkan, yaitu:
1. Prioritas 3. Bundaran
2. Lampu lalu lintas 4. Pertemun tidak sebidang
Kadang-kadang bundaran dan lampu lalu lintas digunakan bersama, tetapi hal ini
bukan merupakan teknik standard, dan hanya diperlukan pada beberapa kasus.
Persimpangan dengan prioritas adalah merupakan kontrol yang paling
umum. Right of way pada persimpangan dengan prioritas harus terlihat dengan jelas,
baik marka maupun rambu jalan, dimana secara umum, jalan utama mempunyai right
of way. Jika volume besar pada jalan yang lebih kecil, atau jika jalan utama tidak
lurus maka aspek efisiensi dan keselamatan memerlukan pertimbangan tertentu.
Lampu lalu lintas sering digunakan pada banyak persimpangan di daerah
CBD, dan pada persimpangan-persimpangan jalan utama di daerah pinggiran kota.
Peralihan antara persimpangan dengan prioritas menggunakan lampu lalu lintas, dan
biasanya dijustifikasi dengan pengurangan pada keterlambatan dan kecelakaan. Hal
utama yang menentukan peralihan ke lampu lalu lintas ditentukan berdasarkan arus
lalu lintas. Lampu lalu lintas adalah hal yang paling efektif jika volume turning
movement rendah, dan jumlah stage sedikit. Problem biasanya timbul pada
pemeliharaan peralatan, dan kontrak biasanya diberikan pada perusahaan komersil
untuk memperbaiki setiap kerusakan peralatan dalam waktu tertentu.
Jika problem kapasitas terjadi pada lampu lalu lintas, beberapa parameter berikut
diperlukan untuk meningkatkan kapasitas. Parameter dimaksud adalah:
 Menghitung kembali waktu siklus optimum
 Mereview pengaturan fase optimum
 Meningkatkan kapasitas jalur approach dan exit, dan menyediakan jalur turning
movement.
 Menentukan pengaturan optimum untuk arus pejalan kaki.
Bundaran adalah alternatif lain pengganti lampu lalu lintas. Lampu lalu lintas lebih
disukai apabila:
 Arus lebih tinggi pada beberapa lengan dibandingkan yang lain
 Ruang adalah terbatas dan biasanya mahal.
 Coordinated area traffic control bisa dimanfaatkan.

Sebaliknya, bundaran lebih disukai apabila:


 Arus pada 4 (empat) lengan seimbang
 Terdapat volume yang tinggi untuk lalu lintas membelok ke kanan
 Jika persimpangan mempunyai lebih dari 4 lengan.
Budaran sangat berguna di Indonesia, sebab bundaran dapat meningkatkan
pemilihan kontrol, dan menghasilkan antrian yang lebih kecil pada periode jam tidak
sibuk, dibandingkan dengan lampu lalu lintas.
Jika di Indonesia menggunakan metode prioritas Inggris, maka bundaran kecil akan
sangat berguna dengan penghematan ruang.
Parameter standard untuk meningkatkan kapasitas adalah:
 Memperlebar entry dan exit
 Memperbesar lebar dan panjang daerah weaving.

7.5.2. Layout Persimpangan


Parkir di dekat persimpangan mengurangi jarak pandang, dan harus dibatasi antara
10 – 50 meter dari persimpangan, tergantung pada kelas jalan.
Jika parkir mengurangi efektifitas lebar entry dan exit (mengurangi kapasitas
persimpangan dan jaringan), maka parkir dekat persimpangan harus dibatasi.
Seluruh marka jalan harus jelas terlihat dan harus sedekat mungkin dengan
persimpangan, tanpa mengganggu kendaraan lain atau pejalan kaki.
Pengaturan simpang dapat dilakukan dengan cara pengendalian berikut:

Geometrik dan Kanalisasi


Kanalisasi (channelisation) dimaksudkan untuk memperbaiki gerak kendaraan
secara efisien, dan meningkatkan kapasitas. Titik konflik harus diatur sedemikian
rupa sehingga proses crossing terjadi pada sudut arah kanan. Persimpangan dengan
lengan lebih dari 4 (empat), tidak disukai karena akan menghasilkan konflik yang
rumit.

Pelebaran Jalan dan Konstruksinya


Metoda sederhana untuk meningkatkan kapasitas persimpangan adalah
dengan memperbesar lebar exit dan entry. Jika batas kapasitas praktis pada tipe
kontrol ini telah dicapai dengan meningkatkan lebar jalan, maka pertemuan tidak
sebidang adalah merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kapasitas.

7.6. Manajemen Arus Dan Batasan Lalu Lintas


7.6.1. Manajemen Arus Lalu Lintas
Konsep manajemen lalu lintas adalah mengatur pergerakan kendaraan secara efisien,
termasuk didalamnya adalah pergerakan orang dan barang. Adapun hal-hal yang
menjadi fokus pada konsep ini adalah:
 Arus pejalan kaki, yang meliputi hal-hal: fasilitas, jalur pejalan kaki, dan
penyeberangan
 Batasan lalu lintas, meliputi: peningkatan volume lalu lintas, keseimbangan
antar produksi dan penggunaan lahan, serta konsep dan tujuan.
 Teknik, yang meliputi: manajemen jangka pendek, biaya, pajak, dan prosedur
administrasi.

7.6.2. Manajemen Pejalan Kaki


Pemakai jalan adalah berjalan kaki (pejalan kaki) sebagai bagian dari perjalanannya.
Biasanya awal dan akhir perjalanan dilakukan dengan berjalan kaki. Sebagai contoh,
di Kota London perjalanan orang yang menggunakan angkutan umum, terdiri dari:
- 30% dari seluruh trip dilakukan dengan berjalan kaki
- 90% dari seluruh trip, < 1,6 km adalah berjalan kaki, (pada kota-kota yang lebih
kecil, prosentase ini berkurang, dan rata-rata di Inggris adalah 60%).
Pejalan kaki merupakan bagian dari sistem tansportasi (bisa saja terdiri dari anak
kecil maupun orang dewasa) dan harus dimasukkan dalam pertimbangan.

Dalam manajemen pejalan kaki, aspek-aspek yang harus dipertimbangkan


antara lain adalah:

1. Fasilitas Pejalan Kaki


Banyak pejalan kaki berjalan di tepi jalan. Problem utamanya adalah adanya konflik
antara pejalan kaki dengan kendaraan.
Sehubungan dengan masalah ini, adalah penting untuk tidak menganggap bahwa
pejalan kaki adalah pemakai jalan kelas dua, dibandingkan dengan orang yang
menggunakan kendaraan.
Prioritas utama adalah untuk melihat apakah fasilitas pejalan kaki cukup tersedia,
dan selanjutnya adalah apakah fasilitas tersebut terpelihara dan beroperasi dengan
baik. Adanya pejalan kaki yang berjalan di jalan raya, dikarenakan oleh tidak
tersedianya jalur pejalan kaki yang memadai.
Setiap jalan didaerah perkotaan (kecuali jalan tol atau jalan bebas hambatan) harus
menyediakan jalur pejalan kaki pada kedua sisinya. Jalur tersebut harus tetap
terpelihara dan selalu beroperasi dengan baik.
Salah satu fasilitas pejalan kaki yang paling utama adalah: Penyeberang Jalan
Untuk penyeberang jalan, fasilitas yang harus disediakan hanya terbatas pada:
 Refugee, adalah pulau-pulau yang terdapat di atas jalan, baik pada tepi
maupun di tengah jalan. Refugee sentral diperlukan untuk jalan dengan 4
jalur, kadang-kadang juga untuk 2 jalur.
 Zebra cross, tidak digunakan pada jalan arteri primer.
 Pelican crossings
 Jembatan layang atau bawah tanah (under pass), digunakan jika dengan
adanya penyeberangan akan mengakibatkan penurunan kapasitas jalan,
seperti:
- Mengurangi keselamatan
- Meningkatkan keterlambatan.
Jembatan atau subway diperlukan untuk jalan dengan lebih dari 4 jalur.
Pertimbangan utama diberikan untuk orang yang lanjut usia, anak-anak dan orang
cacat (disable).

Tujuan utama dari adanya jalur pejalan kaki adalah untuk mengurangi konflik
dengan kendaraan.
Penyeberangan harus disediakan pada tempat-tempat dimana terdapat arus pejalan
kaki, biasanya yang dibangkitkan dengan adanya akses ke tepi jalan atau ke suatu
tata guna lahan utama.
Jumlah titik-titik penyeberangan harus dibatasi, tetapi prioritas pejalan kaki harus
ditingkatkan. Sistem pagar dapat digunakan untuk mengalihkan arus, dan membatasi
kesempatan untuk menyeberang pada lokasi yang lain. Jika perlu, kontrol tersebut
perlu diawasi.

2. Sistem Mekanis
Sistem mekanis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
- Sistem yang didesain untuk menggerakkan manusia yang berjalan kaki,
misalnya lift, eskalator, dan ban berjalan.
- People movers dengan menggunakan kendaraan.
Hal ini memerlukan suatu tipe kendaraan yang bergerak secara otomatis dalam suatu
koridor penunjang, seperti aeromovel di Taman Mini Indonesia Indah, monorail, dan
sebagainya.
Karena sistem-sistem tersebut di atas menjadi lebih rumit dan lebih besar, maka
sistem tersebut lebih mengarah ke Light Rail System (LRT).

3. Jalur Pejalan Kaki


Di banyak kota, jalur pejalan kaki harus disediakan. Ada 2 (dua) tipe daerah yang
diharuskan, yakni:
 Jalan pada daerah pertokoan utama
 Jalan di daerah pemukiman.

Tujuan penyediaan jalur pejalan kaki adalah kira-kira sama, yaitu:


- Menciptakan lingkungan yang bebas polusi udara, asap, dan lain-lain.
- Mengurangi kecelakaan
- Selanjutnya juga untuk memastikan terciptanya keselamatan dengan
memisahkan jalur pejalan kaki dari kendaraan yang berjalan cepat, terutama
untuk anak-anak kecil yang diawasi orang tua, atau bermain di dekat rumah.
Dalam pengimplementasian hal-hal di atas, yang menjadi problem utamanya adalah:
- Jalan masuk kendaraan ke daerah-daerah yang disebutkan di atas, yang
menjadi permasalahan terutama untuk angkutan barang.
- Adanya peningkatan jarak tempuh untuk kendaraan di luar daerah.
Hal-hal di atas menimbulkan dilema yang berkenaan dengan angkutan umum,
sehingga ada pemikiran apakah lebih baik:
- Mengabaikan angkutan umum untuk keselamatan dan lingkungan, atau
- Memberikan akses untuk meningkatkan aksesibilitas, kenyamanan dan
memperpendek waktu tempuh.
Jawabannya adalah tergantung pada pilihan kedua, tapi hal ini juga tidak selalu
benar.

7.7. Manajemen Demand


Dalam manajemen demand menitik beratkan pada hal-hal yang berkenaan dengan:
1. Kebutuhan lokasi parkir untuk kendaraan pribadi, umum, dan barang
2. Pemilihan daerah studi
3. Pengumpulan data supply
4. Demand, yang meliputi:
- Lokasi
- Durasi
- Maksud melakukan perjalanan
- Tujuan pergerakan
- Waktu berjalan
5. Penentuan luas ruang parkir yang dibutuhkan, yaitu:
- Prioritas dan batasan.
6. Juga menyangkut kebijakan parkir dan desainnya (tentang proposal, efek dan
problem).

7.7.1. Parkir
Sejauh ini parkir telah dibahas dalam bentuk lokasi, dimana kendaraan harus berhenti
demi keselamatan, dan juga alasan kapasitas ruas dan persimpangan.
Parkir bertujuan untuk mempermudah akses. Jika pengemudi tidak dapat memarkir
kendaraannya, maka dia tidak akan bisa melakukan perjalanan (pergerakan). Jika
tempat parkir terlalu jauh dari tujuan, maka pengemudi akan berpikir untuk beralih
ke tempat-tujuan yang lain. Sehingga tujuan utamanya adalah agar lokasi/tempat
parkir sedekat mungkin dengan tujuan perjalanan.
Akan tetapi, jumlah tempat parkir termasuk on-street dan off-street belum cukup
mengatasi demand, terutama pada pusat-pusat kota menengah dan besar. Hal ini
merupakan problem yang meningkat dengan sangat cepat, seiring dengan
meningkatnya kepemilikan kendaraan pribadi.
Alasan utama adalah begitu seseorang akan membeli kendaraan/mobil, pastilah akan
digunakan, terutama karena mobilitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan
menggunakan kendaraan umum.
Tetapi di pusat kota, mobil/kendaran tersebut akan mengunakan tempat parkir
sepanjang hari, tanpa memberi keuntungan untuk daerah tersebut. Sebagai contoh,
ruang untuk parkir akan lebih menghasilkan jika digunakan sebagai toko atau kantor.
Problem utama yang dihasilkan kendaraan pribadi bukan saja mengakibatkan
kemacetan pada jalan arteri, tetapi juga pada tempat parkir. Problem tersebut
meningkat dengan sangat pesat, dan menambah permasalahan daerah perkotaan.
Kebutuhan parkir dapat dipecah menjadi persyaratan untuk kendaraan pribadi,
angkutan umum dan angkutan barang, dimana masing-masing menggunakan ruang
secara bersama-sama. Jika demand melebihi supply, maka kebijakan parkir
diperlukan dengan prioritas untuk tipe tempat parkir tertentu. Namun ada juga
permasalahannya, yaitu:
 Apakah tempat parkir yang ada sudah cukup
 Jika diperlukan sejumlah ruang untuk parkir, dimana dan bagaimana
 Siapa yang tidak diperkenankan parkir pada tempat tersebut.
Kebijakan parkir juga menentukan metoda pengontrolan dan pengaturannya.

7.7.2. Penentuan Kebijakan Parkir


Perumusan kebijakan perparkiran merupakan salah satu tugas yang sulit yang harus
dikerjakan/diperhitungkan oleh seorang perencana. Kesulitannya terletak pada
pengkoordinasian kebijakan perparkiran dengan beberapa sasaran perencanaan
lainnya. Hal-hal yang diperhitungkan/dipertimbangkan dalam perencanaan
perparkiran adalah:
1. Menentukan suatu kompromi antara banyaknya ruang kerb (bagian tepi dari
badan jalan) yang diperuntukkan bagi ruang parkir, dan yang diperuntukkan bagi
kendaraan bergerak.
2. Menentukan ruang untuk parkir kendaraan pengantar barang (areal bongkar/
muat), parkir singkat dan lama.
3. Mendesain pelataran parkir dan jalan masuk sedemikian rupa, sehingga lalu lintas
jalan tidak diperburuk/terganggu oleh kendaraan yang masuk/keluar pelataran
parkir.
4. Memastikan bahwa kepentingan usaha-usaha bisnis di sepanjang jalan tersebut
diperbaiki/meningkat oleh penataan parkir yang baik.
5. Memastikan bahwa kebijakan parkir dan kebijakan transit umum saling
melengkapi, misalnya: fasilitas parkir mobil yang berdekatan dengan rute bus
cepat, akan memperbaiki tingkat tumpangan (jumlah penumpang bus meningkat).
6. Memelihara karakter lingkungan sekitar dengan membatasi parkir dan
menegakkan pengendalian tata guna lahan.
7. Mengendalikan penyediaan dan kebutuhan parkir melalui mekanisme pajak,
mendorong parkir singkat dan mempersulit parkir yang lama dapat berfungsi
untuk memperbaiki kawasan perdagangan utama (KPU) atau central business
district (CBD).
Strategi mekanisme pajak atau mekanisme pasokan untuk parkir di jalan dan luar-
jalan, dapat dilaksanakan seperti yang ditunjukkan pada Tabel 7.3 berikut.

Tabel 7.3: Pengendalian Parkir

Parkir
Kendali
Di jalan Luar-Jalan
Pajak - Memasang meteran Pajak parkir yang disusun
- Menaikkan harga meteran untuk mempersulit parkir yang
- Parkir di jalan lama (biaya parkir besar, agar
diperbolekan orang tidak berkeiginan parkir
dengan membayar biaya luar-jalan)
parkir
Pasokan - Melarang parkir sementara - Tidak menambah parkir baru
atau selamanya - Mengurani parkir yang ada
- Melarang parkir, kecuali - Mengendalikan parkir dimasa
untuk kelompok kendaraan datang
tertentu, seperti penghuni. - Meragamkan waktu
- Menyesuaiakan harga pembukaan dan penutupan.
meteran
Sumber: Ogden dan Bennet, 1984

Selanjutnya, penentuan kebijakan parkir, meliputi hal-hal berikut:


1. Kondisi Supply dan Demand
Persyaratan pertama adalah data supply dan demand. Survei harus dilakukan untuk
menentukan hal-hal:
 Supply daerah parkir yang tersedia (melalui survei). Tempat parkir dibagi
atas: - On-street dan off-street
- Parkir untuk kendaraan pribadi
- Angkutan umum atau angkutan barang
Kemudian hasil dirangkum dalam bentuk tabel ataupun peta.
 Penggunaan ruang parkir (demand) dalam bentuk volume, akumulasi, durasi
dan tujuan parkir.
2. Pemilihan Daerah Studi
Daerah studi dipilih berdasarkan problem yang ingin dipelajari. Daerah tinjauan bisa
sangat kecil dan terlokalisir seperti pasar atau tempat parkir bangunan kantor, atau
daerah tinjauan bisa juga daerah yang luas, misalnya CBD.
Prinsip penentuan lokasi kordon, harus mengelilingi daerah permasalahan, dan dapat
diperluas untuk dapat mencakup setiap daerah yang dapat terpengaruh pada masa
yang akan datang.
3. Karakteristik Demand
Karakteristik utama demand adalah:
 Akumulasi, meliputi jumlah total kendaraan yang memerlukan tempat parkir
pada waktu tertentu sepanjang hari, dimana maksimum akumulasi adalah
demand tertinggi. Data ini bisa didapat dengan perhitungan kordon.
 Durasi, bisa diperoleh di pintu tempat parkir
 Tujuan akhir pergerakan, yaitu maksud pergerakan dan waktu berjalan.
Lokasi tujuan akhir pergerakan serta waktu berjalan kaki dari daerah parkir.
Hal ini penting untuk konsumen, sebab makin pendek waktu parkir akan
makin pendek/kecil waktu berjalan yang bisa diterima/toleransi. Data ini bisa
diperoleh dari survei interview parkir.

Data ini dapat juga digunakan untuk menganalisa tingkat bangkitan kebutuhan parkir
untuk beberapa tipe tata guna lahan. Kebutuhan parkir dapat diekspresikan dalam X
ruang/m2 pengembangan lokasi, atau Y unit ruang. Tujuan penggolongan untuk
parkir jangka pendek dan jangka panjang, karena kebutuhan parkir bervariasi
tergantung dari lokasi, karakteristik jaringan jalan dan angkutan umum, dan
ketersediaan parkir disekitarnya.
4. Menentukan Jumlah Tempat Parkir yang Diperlukan
Sebagai langkah pertama, supply yang tersedia harus dibandingkan dengan
akumulasi maksimum. Jika supply tinggi, maka akan terdapat problem seketika,
tetapi dengan meningkatnya pemilikan kendaraan pribadi dan meningkatnya
kebutuhan akan tempat parkir, akan menimbulkan problem dimasa yang akan datang.
Jika demand melebihi supply, studi yang akan menentukan apakah mungkin
memperbanyak tempat parkir dengan:
 Memperbaiki manajemen lalu lintas pada ruas jalan, termasuk organisasi
daerah parkir, menggunakan rambu dan tanda, membuat ruang parkir pada
tepi jalan. Jumlah ruang parkir di tepi jalan bervariasi sepanjang hari.
 Memperluas daerah untuk parkir dengan mencari lokasi tempat parkir
lainnya.
5. Prioritas dan Batasan
Jika daerah CBD menjadi lebih macet, maka akan menjadi lebih sulit mencari ruang
parkir untuk memenuhi kebutuhan. Parkir untuk daerah CBD disebar ke daerah di
sekitar CBD, dengan menambah jarak. Kendaraan yang datang lebih dahulu di
daerah CBD, mempunyai peluang yang lebih tinggi untuk mendapatkan tempat
parkir. Suatu situasi dimana akan menguntungkan pengendara yang akan selalu
menggunakan ruang parkir sepanjang hari.
Hal tersebut di atas yang memungkinkan pentingnya adanya perbedaan antara parkir
jangka pendek dan jangka panjang. Oleh karena itu perlu ditentukan ruang berhenti
untuk angkutan umum dan angkutan barang, dan juga akses harus selalu dijaga untuk
tamu-tamu/pengunjung suatu daerah pertokoan yang biasanya parkir dengan jangka
pendek.
Disisi lain, kebutuhan pridadi akan terus meningkat sampai pada suatu kondisi
dimana batasan demand mulai diperlukan. Caranya dengan:
 Membuat kontrol waktu yang memisahkan kepentingan parkir jangka pendek
(tamu/pengunjung) yang mempunyai kontribusi pada aktifitas ekonomi di
daerah tersebut, dengan parkir jangka panjang. Parkir jangka panjang harus
dipaksa ke daerah pinggiran dari daerah tersebut.
 Meningktkan biaya parkir untuk mengurangi demand. Biasanya lebih dekat
ke pusat kota, makin tinggi biaya parkirnya.
 Kontrol lokasi, gunanya untuk mengurangi jumlah ruang yang tersedia,
terutama untuk batasan off-street parking yang akan mempengaruhi parkir
jangka panjang. Pola penggunaan mobil/kendaraan akan dapat dirubah, dan
daerah tersebut dapat dibuat lebih baik khususnya untuk kustomer parkir
jangka pendek yang mendapat jaminan bahwa akan mendapat tempat parkir.
Sebelum mengaplikasikan teknik di atas, diperlukan pernyataan yang jelas tentang
tujuan kebijakan parkir.

7.7.3. Desain Perparkiran Untuk Mobil


Umumnya terdapat dua jenis fasilitas parkir yang tersedia untuk mobil, yaitu:
 On-street atau parkir pada kerb
 Off-street atau parkir luar-jalan
Para ahli teknik biasanya menggunakan sejumlah standar desain dan kriteria operasi
guna menentukan susunan yang sebaik mungkin untuk suatu keadaan tertentu.
Beberapa istilah yang lasim digunakan dalam kaitannya dengan kajian dan
perancangan perparkiran adalah sebagai berikut:
- Penumpukan parkir, yaitu banyaknya kendaraan yang diparkir dalan suatu
fasilitas parkir (atau daerah kajian) untuk waktu tertentu lihat Gambar 7.1.
- Beban parkir, (lihat Gambar 7.1) adalah luas area dibawah kurva penumpukan
diantara dua waktu tertentu.
- Lamanya parkir, panjang waktu yang digunakan kendaraan tertentu diparkir
pada ruang parkir tertentu (umumnya dinyatakan sebagai suatu persentase)
- Efisiensi parkir, yaitu lama teoritis per lama sebenarnya
- Pergantian parkir, laju penggunaan ruang parkir yang dihitung: jumlah
kendaraan yang diparkir pada tempat tertentu rata-rata per hari.
- Volume parkir, adalah jumlah kendaraan yang menggunakan fasilitas parkir
selama waktu yang ditentukan (misalnya 24 jam)
- Jam ruang parkir, adalah penggunaan ruang parkir tunggal selama satu satuan
waktu (misalnya 1 jam).
- Kekurangan parkir, yaitu derajat kebutuhan parkir melebihi penyedian tempat
parkir, yang dinyatakan dalam banyaknya ruang parkir.
Gambar 7.1: Kurva Penumpukan pada Suatu Rumah Sakit Tinjauan
(Sumber: Khisty dan Lall, 2006)
Contoh Latihan
Suatu kantor memiliki karakteristik sebagai berikut:
- Jam operasi (6 pagi s/d 8 malam) = 14 jam
- Kapasitas ruang parkir = 500 kendaraan
- 80 % merupakan komuter dengan lama parkir rata-rata = 8 jam
- 10 % adalah tamu dengan lama parkir rata-rata = 2 jam
- Sisa parkir untuk orang yang berbelanja dengan lama rata-rata = 3 jam
Dari pengamatan, 15 % tamu selama jam puncak 10 s/d 12 siang dan 1 s/d 3 sore
tidak mendapat tempat parkir.
Hitung kapasitas parkir yang dibutuhkan lagi agar pada jam-jam puncak, semua
kendaraan mendapat tempat parkir.
Penyelesaian:
- komuter : 80% x 500 x 8 jam = 3200 jam-ruang
- Tamu : 10% x 500 x 2 jam = 100 jam-ruang
- Orang berbelanja : 10% x 500 x 3 jam = 150 jam-ruang
- Kebutuhan yang tidak terlayani : 15% x 500 x 4 jam = 300 jam-ruang
Jumlah = 3750 jam-ruang
Jumlah ruang yang tersedia = 3450 jam-ruang
Jadi, kapasitas tambahan yang dibutuhkan adalah 300 jam-ruang.

7.8. Manajemen Angkutan dan Batasan Lalu Lintas


Yang menjadi fokus pembahasan adalah mengenai hal-hal yang berhubungan
dengan:
1. Angkutan umum, yang meliputi:
 Ukuran prioritas bus
 Desain
 Operasi with-flow dan contra-flow.
2. Kontrol yang meliputi:
 Prioritas bus pada persimpangan dengan lampu lalu lintas
 Busway
 Tempat pemberhentian bus (bus stop).

7.8.1. Angkutan Umum


Pelayanan angkutan umum menggunakan sarana penunjang secara lebih
efisien dibandingkan dengan kendaraan pribadi, terutama pada jam-jam sibuk.
Terdapat 2 (dua) buah tipe ukuran yang dapat diambil agar pelayanan menjadi lebih
baik. Hal tersebut adalah:
1. Perbaikan operasi pelayanan frequensi, kecepatan dan kenyamanan (misalnya:
dial a ride, pelayanan sekolah dan lain-lain).
2. Perbaikan pada sarana penunjang jalan, seperti:
- Dengan penentuan lokasi dan desain tempat pemberhentian dan terminal yang
baik, terutama adanya moda transportasi yang berbeda-beda seperti jalan raya
dan jalan rel, atau antara transportasi perkotaan dan antar kota.
- Dengan memberikan prioritas yang lebih pada angkutan umum. Teknik yang
sering digunakan adalah jalur bus, prioritas bus, lampu lalu lintas, tempat
berhenti taksi dan lain-lain.

Prioritas Bus
Tujuan pemberian prioritas bus adalah untuk mengurangi waktu perjalanan,
dan membuat bus lebih diminati untuk penumpang tertentu.
Pengaturan ini biasanya diaplikasikan untuk bus-bus di kota-kota besar, karena bus
membawa penumpang dalam jumlah yang besar, sehingga pengurangan waktu
tempuh yang kecil akan memberikan keuntungan yang besar (akumulasi dari
pengurangan waktu tempuh dikalikan dengan jumlah penumpang). Sering juga
prioritas diperuntukkan bagi pelayanan taksi jika hal ini menguntungkan (misalnya
keuntungan secara menyeluruh meningkat).

Jalur Khusus Bus


Jika suatu ruas jalan atau persimpangan mengalami kemacetan, angkutan
umum dapat menggunakan satu jalur sendiri.
Bus/kendaraan angkutan umum akan mempunyai kecepatan yang lebih tinggi, karena
kemacetan dipindahkan dari jalur tersebut.
Masalah yang ada yaitu kendaraan angkutan umum dan mobil pribadi yang telah
mengalami kemacetan semakin dibatasi pergerakannya ke ruang yang lebih kecil,
sehingga meningkatkan kemacetan dan keterlambatan (salah satu efek adalah
penggunaan angkutan umum yang lebih atraktif).
Terdapat suatu keseimbangan antara keuntungan (karena peningkatan
kecepatan untuk penumpang angkutan umum) dengan biaya yang timbul karena
meningkatnya keterlambatan. Dengan alasan ini, jalur khusus bus hanya akan
digunakan pada saat kemacetan terjadi. Pada saat tersebut, keuntungan bisa didapat
dengan meningkatnya kecepatan kendaraan umum pada saat jam sibuk (pagi dan sore
hari).

Desain dan Operasi


Lebar jalur yang direkomendasikan adalah antara 3,30 m sampai 3,65 m.
Jalur bus harus dibatasi pada saat dimana keuntungan bisa dirasakan untuk semua
jenis pamakai jalan. Pada bagian yang lain, jalan tersebut dapat digunakan bersama
seperti semula.
Jalur bus biasanya berhenti 50 meter sebelum persimpangan. Ruang persimpangan
digunakan bersama dimana kapasitas suatu sistem jalan perkotaan biasanya
ditentukan, dan penggunaan ruang secara optimum diperlukan agar berfungsi secara
efisien. Membatasi ruang pada persimpangan adalah suatu tindakan pengendalian
yang tidak baik, sebab membatasi/mengurangi kapasitas sehingga tidak efisien

With-Flow dan Contra-Flow


Biasanya jalur khusus bus adalah with-flow, misalnya: lalu lintas lainnya
bergerak searah, tetapi pada jalur yang berbeda. Contra-flow mempunyai lalu lintas
yang bergerak kearah yang berlawanan, misalnya: suatu jalan satu arah dengan
pengecualian jalur khusus bus dan biasanya dipisahkan dengan median, dengan jalur
kendaraan lainnya karena alasan keamanan.

Kontrol
Jalur khusus bus memerlukan kontrol dengan penegakan hukum yang kuat.
Persyaratan yang paling penting guna terciptanya operasi yang efisien adalah:
a. Kontrol tempat pemberhentian bus (bus Stop):
Bus bay diperlukan untuk mengatasi jika suatu bus berhenti dan akan menghalangi
bus-bus lainnya yang tidak perlu berhenti.
b. Kontrol parkir angkutan pribadi dan barang
Setiap kendaraan yang menghalangi jalur akan menyebabkan keterlambatan utama
untuk bus. Seluruh tempat parkir harus dibatasi selama operasi.
c. Penegakan hukum
Lalu lintas umum dan barang harus dikeluarkan dari jalur tersebut. Hal ini
berpengaruh pada masalah psikologis, terutama jika jalur tersebut kosong dan jalur
lainnya sangat macet. Membiarkan kendaraan lain menggunakan jalur tersebut akan
mengurangi keuntungan angkutan umum. Hal yang wajar jika taksi juga
menggunakan jalur ini.

Prioritas di Persimpangan
Detektor biasanya diletakkan pada bus yang akan memberikan sinyal
elektronik dan akan diterima oleh penerima di persimpangan, dan akan melanjutkan
ke kontrol lampu lalu lintas, dengan memberikan fase hijau atau memperpanjang
waktu hijau. Hal ini akan mengurangi keterlambatan untuk kendaraan umum di
persimpangan. Sistem yang sama juga digunakan oleh polisi, pemadam kebakaran,
dan kendaraan ambulance.
Karena sistem tersebut menganggu waktu siklus yang telah ada, hal yang perlu
diperhatikan apakah kemacetan tidak akan meningkat secara pesat untuk jenis
kendaraan lainnya.

Bus Only Right of Way


Bus only right of way adalah mirip dengan sistem jalan/rel kereta api yang
mempunyai tingkat pelayanan yang sangat tinggi, dengan pemberhentian yang sangat
terbatas, dan dioperasikan untuk bus-bus dengan kecepatan yang tinggi.
Jalur tipe ini memerlukan pelayanan feeder dan distribusi dalam pengumpulan dan
mendistribusikan penumpang.
Dari hasil studi di Amerika, disarankan bahwa kapasitas busway adalah 720
bus/jam secara teoritis. Secara praktis, 450 bus/jam dicapai dengan membawa
penumpang sebesar 25.000 penumpang/jam. Sebagai perbandingan kereta api cepat
mengangkut 50.000 penumpang/jam/rel.
Probem dengan busway adalah biaya pembangunannya, juga harus dapat
digunakan secara intensif. Jalan biasa bisa efisien karena memakai ruang secara
bersama-sama. Akan tetapi disisi lain, busway juga mempunyai keuntungan
dibandingkan dengan jalur kereta api, sebab:
a) Bus dapat digunakan pada sistem jalan biasa, kendaraan lain juga bisa digunakan
pada busway, jika diperlukan.
b) Kendaraan lebih kecil, bertenaga sendiri, sehingga lebih fleksibel dalam operasi
dan mobilitas.
Beberapa sasaran yang melatar belakangi penentuan bus only right of way adalah
sebagai berikut:
1. Meningkatkan kualitas lingkungan
2. Memberikan keleluasaan bergerak pada transportasi umum/bus (peningkatan
kecepatan), dengan memisahkan arus lalu lintas umum dengan bus.
3. Membantu pejalan kaki untuk dapat bergerak lebih mudah dan aman.
4. Menciptakan ruang gerak yang lebih leluasa bagi bus untuk berhenti dan stand by
(menunggu penumpang) tanpa mengganggu pergerakan dari bus yang lain
sehingga jalan dapat berfungsi sebagai stasiun/terminal mini (tempat
menaikkan/menurunkan penumpang).

Tempat Pemberhentian Bus (Bus Stop)


Bus stop adalah suatu tempat dimana bus bisa berhenti dalam perjalanan
untuk menaikkan/menurunkan penumpang. Bus yang berhenti dekat persimpangan
atau di tengah pergerakan arus, akan menyebabkan gangguan terutama pada arus lalu
lintas, dan akan mengurangi kapasitas. Busway juga digunakan untuk
menurunkan/menaikkan penumpang pada saat berhenti di tempat pemberhentian.
Lokasi yang tepat untuk tempat pemberhentian bus dipengaruhi oleh
beberapa faktor yang harus diperhitungkan dalam menentukan titik yang tepat untuk
menempatkan bus stop. Faktor-faktor penting dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Lokasi bus stop harus kelihatan/terlihat dari semua sisi approach, terutama
terhadap bus approacing, dan tidak terhalang oleh pohon, papan reklame atau
bangunan fasilitas jalan lainnya.
2. Pada waktu malam, bus stop harus diberi penerangan yang memadai.
3. Disarankan untuk tidak menempatkan bus stop dimana pada seberang jalan juga
terdapat bus stop untuk arah yang berlawanan. Biasanya direkomendasikan, jika
terpaksa harus menempatkan bus stop pada dua sisi dari jalan, maka harus
memiliki jarak horisontal minimal 20 meter. Gambar 7.2 berikut memperlihatkan
layout dimaksud.
Bus stop

Bus stop

≥ 20 meter

Gambar 7.2: Jarak Lokasi Bus Stop yang Disarankan

4. Longitudinal gradient jalan di sekitar bus stop tidak boleh lebih besar dari 4%
guna menghindari ketidak nyamanan saat bus meninggalkan bus stop, dan
mengurangi kebisingan mesin kendaraan saat aselerasi.
5. Untuk bus-bus yang akan belok kanan setelah meninggalkan bus stop,
disyaratkan lokasi bus stop harus minimal 50 meter dari titik pergerakan bus
untuk membelok (turning bus movement). Selanjutnya jarak ini akan meningkat
menjadi 75 sampai 100 meter jika arus lalu lintas padat. Sedangkan untuk bus
yang belok ke kiri setelah meninggalkan bus stop, jarak minimum antara bus stop
dan turning point adalah 35 meter.
6. Berdasarkan tataguna lahan, pada lokasi-lokasi dimana terdapat fasilitas umum
seperti sekolah, rumah sakit dan lain-lain, sangat disarankan untuk menempatkan
bus stop.
7. Lokasi bus stop tidak ditempatkan dekat pohon (di Indonesia, kewenangan
menebang pohon disepanjang tepi jalan ada pada Dinas Tata Kota), atau objek
lain yang dapat mengganggu pergerakan bus saat memasuki/meninggalkan bus
stop.
Selanjutnya aspek-aspek penting lainnya yang perlu diperhitungkan adalah
penempatan lokasi bus stop pada daerah dekat/sekitar simpang. Ada 3 (tiga) lokasi
penempatan bus stop pada daerah dekat simpang yang disarankan CUTA (Canadian
Urban Transit Association), yaitu:
1. Near-side stopping, bus stop di tempatkan pada lokasi sebelum simpang
2. Far-side stopping, bus stop di tempatkan pada lokasi sesudah simpang
3. Mid-block stopping, bus stop di tempatkan pada lokasi di tengan diantara 2
simpang (biasanya untuk daerah CBD dengan penataan kota secara grid).

Gambar 7.3 menunjukkan lokasi bus stop seperti yang dibicarakan pada poin 1 dan 2,
dan Gambar 7.4 menunjukkan lokasi bus stop seperti yang dimaksud pada poin 3.

near-side stopping far-side stopping

Gambar 7.3: Lokasi Near-Side dan Far-Side Stopping Pada Sekitar Simpang

Bus stop

Gambar 7.4: Lokasi Mid-Block Stopping Pada Sekitar Simpang

Ada 3 (tiga) tipe bus stop berdasarkan posisinya terhadap jalur arus lalu lintas, yaitu:
a. Pada curb-side, yaitu ditempatkan pada sisi jalan tanpa merubah kondisi jalan
atau jalur pejalan kaki.
Gambar 7.5 memperlihatkan tipe bus stop dimaksud, dimana posisi bus stop bisa
berada pada 1, 2, atau 3 (lihat gambar).
b. Pada lay-by, yaitu pada cerukkan yang dibentuk pada sisi jalan (lihat Gambar 7.6)
c. Pada bus-bay, yaitu pada area yang berdekatan dengan arus lalu lintas utama.
Gambar 7.7 memperlihatkan tipe bus stop tersebut.
1

Gambar 7.5: Posisi Bus Stop Pada Curb-Side

Gambar 7.6: Posisi Bus Stop Pada Lay-By


Bus stop

Gambar 7.7: Posisi Bus Stop Pada Bus-Bay

Selanjutnya, pengaturan penempatan terminal dapat dipertimbangkan pada


ujung rute bus.
Ada beberapa tipe yang umum diaplikasikan sehubungan dengan pengaturan
penempatan terminal dimaksud, yaitu:
1. Cross town or cross city, terminal tidak di tempatkan di tengah kota (penumpang
turun setelah bus melalui pusat kota)
2. Terminate near side of city, terminal ditempatkan pada lokasi sebelum pusat kota,
jadi bus tidak masuk/melalui pusat kota
3. Terminate in city, lokasi terminal berada/ditempatkan di tengah kota
4. Terminate far side of city, terminal ditempatkan pada lokasi di ujung rute (di luar
pusat kota), yakni setelah bus melewati/melalui pusat kota.
Beberapa fasilitas yang perlu dipersiapkan dalam merencanakan terminal,
diantaranya adalah sebagai berikut:
- Tempat menunggu untuk bus
- Tempat parkir bus yang terisolasi
- Tempat tunggu untuk penumpang.
- Jadwal kedatangan dan keberangkatan bus
- Fasilitas lainnya, seperti: toilet, telpon umum, dan lain-lain.

7.8.2. Angkutan Barang


7.8.2.1. Pendahuluan
Problem lalu lintas tertentu timbul karena adanya kendaraan angkutan barang
pada daerah seperti berikut:
d. Pusat kota, terutama pada daerah pertokoan
e. Daerah pemukiman
f. Daerah industri
Problem lain juga dapat timbul karena adanya lalu lintas yang melintas (through)
dan berhenti (stopping), biasanya terkait dengan:
- Kendaraan yang berhenti akan menyebabkan gangguan arus lalu lintas.
- Parkir pada jalur pejalan kaki, akan menyebabkan kerusakan pada jalan tersebut
dan gangguan pada pejalan kaki.
- Problem lingkungan karena suara, getaran, asap, dan gangguan pandangan
(kecepatan dan ukuran), terutama dimensi kendaraan menjadi lebih besar
belakangan ini.
- Kondisi jalan yang rusak akibat beban yang terlalu tinggi.
Truck yang tidak didesain dengan baik akan menyebabkan kerusakan pada jalan,
sehingga memerlukan banyak pemeliharaan, dan ketidak-nyamanan pada daerah
pemukiman dan pemakai jalan lainnya jika ada pekerjaan perbaikan jalan.
Ukuran manajemen lalu lintas yang utama dalam menentukan masalah diatas
adalah:
- Waktu parkir dan lokasi pemberhentian on-street
- Fasilitas yang cukup untuk akses dan off-street (jalan akses, persimpangan
dengan goemetri yang sesuai terutama untuk membelok, dan jalur bongkar/muat).
- Rute truck, terutama yang melalui daerah perkotaan, dan daerah yang terisolasi
dari truck dengan ukuran dan beban tertentu
- Proteksi terhadap daerah sekitarnya dan efek kerusakan lingkungan oleh
kendaraan berat
- Membuat manajemen depot perpindahan dan parkir (overnight)

7.8.2.2. Route Truck dan Area Wide Control


Daerah terbatas dan Area Alternatif
Dalam identifikasi masalah, maka teknik dan prosedur yang digunakan adalah
sebagai berikut:

1. Menentukan problem yang sebenarnya, yaitu:


 Akses
 Parkir
 Kerusakan lingkungan dan jalan.
2. Menentukan daerah yang harus diproteksi, dan alternatif route yang akan
digunakan. Proteksi tergantung dari ketersediaan route alternatif.
3. Menentukan dimensi, berat, dan/atau batas waktu untuk truck jika ingin
memasuki daerah proteksi
4. Menentukan rambu jalan dan batasan fisik, yakni tinggi dan lebar pembatas.
Menentukan apakah tanda masuk dengan memperhitungkan tujuan dan efektifitas
dari pergerakan.
5. Menentukan metoda penegakan hukum, yaitu:
 Kebijakan
 Sanksi
 Hukum.

Tujuan dari keseluruhan proses adalah untuk membatasi kendaraan yang akan
menimbulkan masalah seperti kerusakan lingkungan, jalan dan lain-lain. Hal
dimaksud meliputi:
a. Pembatas Lebar
Pembatas ini adalah untuk melindungi masuknya kendaraan lebar. Akan tetapi,
hal ini akan juga membatasi pelayanan tertentu seperti antaran untuk daerah
pemukiman dan lain-lain. Oleh karena itu pembatas tersebut harus diletakkan
pada tempat tertentu, tanda yang cukup untuk rute alternatif, dan adanya
konsultasi dengan masyarakat setempat.
b. Penanganan Jangka Panjang
Untuk jangka panjang, efek yang sama bisa didapat melalui proses perencanaan
transportasi, dengan:
- Konstruksi jalan baru, untuk memdapatkan jalan yang lebih atraktif dan
efektif untuk truck
- Kontrol penggunaan tata guna lahan, terutama untuk pengembangan daerah
industri dan komersil.

Muatan Berbahaya
Beberapa muatan kadang sangat berat dan besar, untuk itu muatan ini
ditransportasikan dengan kendaraan khusus dan harus meminta bantuan polisi untuk
mengatur perjalanan.
Muatan berbahaya seperti bahan kimia diklasifikasikan sebagai muatan dengan
kategori:
 Mudah terbakar,
 Mudah meledak,
 Korosi,
 Radioaktif.
Jenis muatan seperti ini harus diidentifikasi dan rencana yang berkaitan dengan
keadaan darurat harus dipersiapkan.

7.8.2.3. On-Street dan Off-Street Bongkar dan Muat


Setiap lokasi memerlukan akses. Parkir di atas badan jalan (on-street)
biasanya bebas akan tetapi menimbulkan masalah lalu lintas, terutama di pusat kota.
Akses off-street (parkir di luar badan jalan) adalah mahal ditinjau dari segi
tanah/lahan, konstruksi, operasi serta pemeliharaan, tetapi lebih nyaman dan
terkontrol.
Untuk setiap akses, dimensi kendaraan adalah suatu pertimbangan yang kritis
dalam mendesain lebar jalan , geometri persimpangan, dan layout daerah bongkar /
muat barang..

Parkir On-Street dan Kontrol di Daerah CBD


Untuk akses, penggunaan ruang jalan secara bersama-sama adalah suatu metoda
yang paling efisien. Karena jam sibuk biasanya antara pukul 7.30 – 9.30 pagi, dan
antara pukul 4.30 – 6.30 sore. Oleh sebab itu berhenti untuk parkir biasanya tidak
diperbolehkan antara pukul 7 – 10 pagi dan antara pukul 4 – 7 sore.
Memarkir truck di daerah terlarang adalah merupakan penyebab utama kemacetan
lalu lintas, karenanya peraturan parkir harus selalu dilakukan.
Salah satu metoda pemecahannya yaitu dengan menentukan zona bongkar/muat bagi
truck, dimana truck diperbolehkan untuk parkir bongkar/muat barang dengan
ketentuan tertentu, misalnya:
- Truck tidak boleh berhenti lebih dari jangka waktu tertentu, misalnya 20 menit.
- Truck tidak boleh ditinggal oleh pengemudi

Daerah Bongkar/Muat Off-Street dan Aksesnya


Jika akses ke suatu bangunan diperlukan, daerah khusus parkir harus juga
dipersiapkan. Salah satu fungsi perencanaan perkotaan adalah memastikan
tersedianya daerah parkir yang cukup.
Pertokoan memerlukan antaran barang secara teratur, dan jelas memerlukan suatu
jalur bongkar/muat barang yang biasanya berlokasi di gang. Jika jalur tersebut tidak
mungkin, maka harus dicarikan suatu tempat sehingga proses bongkar/muat dapat
berlangsung dengan cepat dan aman.
Daerah Industri
Jalur jalan dan parkir daerah industri harus didesain sedemikian rupa karena adanya
penggunaan kendaraan berat. Persyaratan akses dan bongkar/muat mirip dengan
pertokoan. Dimensi kendaraan dan standar perencanaan geometri jalan harus
tertentu.

Jalur Bongkar/Muat
Jalur bongkar/muat harus mempunyai lebar dan radius pembelokan yang cocok
untuk desain pergerakan kendaraan.
Banyak kendaraan barang dimuat dari gang, walaupun beberapa mempunyai akses ke
tepi juga. Jalur harus mempunyai lebar 3,5 meter, dengan panjang 16 meter untuk
kendaraan gandeng, dan 12 meter untuk kendaraan biasa. Minimum tinggi yang
disarankan adalah 4,65 meter.

7.9. Batasan lalu Lintas


7.9.1. Pendahuluan
Pada bagian ini akan dibahas tentang beberapa hal yang berhubungan dengan
faktor penyebab meningkatnya volume lalu lintas, keseimbangan antara produksi dan
tata guna lahan, konsep batasan, tujuan pembatasan lalu lintas, serta teknik-teknik
pembatasan lalu lintas.

Peningkatan Volume Lalu Lintas


Volume lalu lintas di jalan raya akan terus meningkat karena hal-hal berikut:
- Peningkatan populasi, setiap orang yang berumur lebih dari 5 tahun akan
merupakan bagian dari bangkitan lalu lintas.
- Berkembangnya ekonomi dan peningkatan pendapatan, yang akan berakhir pada
keinginan untuk mendapatkan tambahan kenyamanan, yaitu berupa usaha untuk
melepaskan diri dari ketergantungan pada kendaraan umum dan beralih pada
kendaraan pribadi yang nyaman.

Keseimbangan Antara Produksi Dengan Tata Guna Lahan/Tanah


Daerah perkotaan dapat dibagi menjadi beberapa tata guna lahan, yang biasa
diklasifikasikan sebagai daerah ’produksi’ dan ’pelayanan’. Transportasi adalah
pelayanan yang berkompetisi dalam mencari ruang dengan ’produksi’.
Keseimbangan harus dicapai, jalan baru tidak bisa terus dibangun untuk memenuhi
permintaan. Prosentase daerah perkotaan yang digunakan untuk transportasi sangat
bervariasi di kota-kota didunia.

Konsep Batasan
Konsep batasan (restraint) sulit untuk dijustifikasi. Karena disatu pihak, akses harus
diperbaiki jangan dikurangi, sementara disatu pihak jalan baru tidak dapat terus
dibangun. Dapat dikatakan bahwa sistem transportasi akan mencapai kapasitasnya,
sehingga kemacetan akan terjadi, dan waktu perjalanan akan menjadi lebih lama,
yang pada akhirnya sistem transportasi tidak akan menyediakan akses yang efisien.
Pada jangka panjang, konsentrasi dan pengembangan perkotaan harus dirubah untuk
merefleksi peningkatan mobilitas orang. Akan tetapi perubahan tersebut tidak dapat
dilakukan seketika, sehingga kebutuhan akan transpotasi harus dibatasi sedemikian
rupa sehingga akses efektif dan maksimal ke pusat kota bisa diperoleh.

Tujuan Pembatasan Lalu Lintas


Tujuan pembatasan lalu lintas adalah untuk memaksa seseorang untuk merubah hal-
hal berikut:
- Moda perjalanan ke arah penggunaan ruang jalan dan parkir yang lebih efisien
- Saat perjalanan, diluar jam sibuk
- Rute perjalanan menggunakan rute yang tidak macet
- Tujuan akhir ke tempat yang tidak macet
- Keinginan untuk melakukan perjalanan dikurangi

Walaupun kendaraan pribadi efisien dalam arti waktu pribadi, namun angkutan
pribadi menggunakan ruang jalan per kendaraan yang lebih banyak dibandingkan
dengan angkutan umum, dan juga memerlukan ruang parkir pada tujuan akhir.

Efek secara keseluruhan adalah ruang jalan yang menjadi macet dan waktu tempuh
akan lebih tinggi. Seseorang akan berpikir bahwa meningkatnya kemacetan akan
menyebabkan orang merubah moda perjalanannya. Akan tetapi ada beberapa hal
yang harus diperhitungkan, yaitu:
- Kemacetan akan berakibat sama keseluruh kendaraan, baik kendaraan pribadi
maupun kendaraan umum dan barang. Akibatnya hanya sedikit yang berpikir
untuk merubah moda.
- Merubah waktu perjalanan dari rumah ke tempat kerja memerlukan suatu
perjanjian dengan yang memberi kerja.
- Kerja dan tinggal pada daerah yang sama adalah mungkin, tetapi memerlukan
biaya untuk pindah rumah.

7.9.2. Teknik Pembatasan Lalu Lintas


Teknik ini terdiri dari manajemen lalu lintas jangka pendek termasuk
didalamnya pajak pemerintah dan hal-hal lainnya.

Teknik Manajemen Lalu Lintas


Teknik ini meliputi kontrol daerah, kordon dan akses. Area traffic control
menganggap bahwa suatu daerah mempunyai tata guna lahan tertentu, dan kendaraan
yang melayani daerah tersebut harus mempunyai prioritas akses sehingga through
trip dilarang. Berikut ini dijelaskan salah satu contoh teknik manajemen lalu lintas,
yaitu:
Pengelak Lalu Lintas (Polisi Tidur)
Sebagian besar pola jalan hunian baru, menyadari bahwa lalu lintas yang tidak
memiliki tujuan di titik terdekatnya harus dibatasi pada jalan kolektor dan arteri.
Jalan-jalan di permukiman itu sendiri harus direncanakan dan didesain untuk lalu
lintas setempat.
Pengelak lalu lintas atau yang umum dikenal dengan ”polisi tidur” dimaksudkan
untuk mencapai satu atau lebih dari pengaruh-pengaruh berikut:
- Pengurangan lalu lintas kendaraan menyeluruh
- Pengurangan kecepatan rata-rata lalu lintas
- Pengurangan yang bersesuaian dengan faktor-faktor gangguan seperti kebisingan
dan pencemaran udara (yang dikenal dengan polusi suara dan udara). Kebisingan
dan pencemaran uadara yang diciptakan oleh lalu lintas menimbulkan akibat
yang tidak disukai oleh penghuni daerah permukiman.
- Perlindungan yang lebih tinggi bagi pengendara sepeda dan pejalan kaki.
- Meningkatnya angka keselamatan
- Meningkatnya kenyaman pada daerah permukiman.
Akses juga dapat dibatasi dengan beberapa batasan, seperti:
 Batasan fisik
 Batasan waktu, dan
 Batasan biaya.
Sering pengaturan ini dikombinasikan dengan prioritas bus dan perbaikan lainnya,
dengan akses angkutan umum.
Prioritas angkutan umum, misalnya: mini bus lane, prioritas pada persimpangan
dengan lampu lalu lintas
Car pooling, menggunakan suatu kendaraan secara bersama-sama oleh beberapa
orang ke tempat kerja.
Batasan kelas kendaraan pada daerah tertentu, misalnya angkutan umum yang hanya
dapat beroperasi pada daerah tertentu saja (bus dan taksi), batasan kendaraan barang.
Batasan fisik dapat berupa pengaplikasian dengan lampu lalu lintas, penyempitan dan
penutupan jalan.

Kontrol Administrasi dan Legislatif


Bermacam-macam kontrol administrasi dan peraturan dapat diterapkan oleh
pemerintah, secara nasional, daerah ataupun setempat yang akan mempengaruhi
terjadinya pergerakan.
Test pengendara dan SIM menunjukkan kemampuan (skill) dan pengetahuan
pengendara. Test dilakukan dibawah pengawasan Departemen Perhubungan. Jika
pengendara melanggar peraturan, dia akan mendapat peringatan pada kepemilikan
SIM-nya untuk periode waktu tertentu, dia akan kehilangan SIM-nya. Test
pengendara yang berbeda dilakukan untuk tipe kendaraan yang berbeda.
Test kendaraan dan SIM mempengaruhi kondisi kendaraan di jalan raya. Surat izin
untuk kendaraan berarti bahwa kendaraan tersebut dapat diregulasi, misalnya truck
dapat dilarang masuk untuk suatu daerah tertentu. Konstruksi kendaraan dan izin
penjualan mempengaruhi kondisi kendaraan yang dapat dijual pada suatu negara.

Rangkuman
 Manajemen lalu lintas adalah berhubungan dengan arus lalu lintas dan
pengotrolannya, dalam upaya mengoptimumkan penggunaan prasarana
transportasi dan juga sumber daya yang digunakan secara efisien dan terpadu.
 Tujuan dari strategi manajemen lalu lintas adalah efisiensi, keselamatan, dan
lingkungan.
 Sedangkan sasarannya adalah pengaturan arus lalu lintas, yang difokuskan pada
fungsi jalan dan diarahkan pada kecepatan, akses, kapasitas, fungsi dan hirarki.
 Efisiensi dan pergerakan lalu lintas berhubungan dengan tingkat kecepatan dari
pergerakan arus lalu lintas.
 Dalam manajemen lalu lintas, hal yang terkait dengan keadaan lingkungan
biasanya adalah polusi yang dapat dirangkum sebagai berikut:
Polusi udara
Polusi air dan tanah
Polusi suara
Vibrasi
Gangguan pandangan
Pemisahan
 Untuk ruas-ruas jalan dengan performance yang sangat jelek, analisa penyebab
kemacetan bertolak dari:
 Kemacetan disebabkan oleh karena volume lalu lintas melebihi kapasitas
yang ada.
 Solusi bisa didapat dengan menaikkan kapasitas, atau mengurangi volume
lalu lintas.
 Solusi yang diusulkan untuk mengatasi kemacetan, adalah: kapasitas tidak cukup
sehingga jalan atau persimpangan perlu diperlebar untuk menambah kapasitas.
 Kapasitas dapat diperbaiki dengan jalan mengurangi penyebab gangguan, yaitu
dengan cara:
 Memindahkan tempat parkir,
 Mengontrol pejalan kaki, atau dengan
 Mengalihkan lalu lintas ke rute lainnya, atau
 Cara pengaturan yang lain seperti membuat jalan menjadi satu arah.
 Dua strategi manajemen lalu lintas yang dapat dikombinasikan sebagai bagian
dari rencana manajemen teknik lalu lintas, yaitu: manajemen kapasitas dan
manajemen demand
 4 metode kontrol yang umum digunakan dalam pengaturan persimpangan,
tergantung volume lalu lintas dan tingkat keselamatan, yaitu:
 Prioritas
 Lampu lalu lintas
 Bundaran
 Pertemun tidak sebidang
 Pengaturan simpang dapat dilakukan dengan cara pengendalian berikut:
 Geometrik dan Kanalisasi
 Pelebaran Jalan dan Konstruksinya
 Konsep manajemen lalu lintas adalah mengatur pergerakan kendaraan secara
efisien, termasuk didalamnya adalah pergerakan orang dan barang. Hal-hal yang
menjadi fokus pada konsep ini adalah:
 Arus pejalan kaki
 Batasan lalu lintas
 Teknik
 Manajemen demand menitik beratkan pada hal-hal yang berkenaan dengan:
 Kebutuhan lokasi parkir untuk kendaraan pribadi, umum, dan barang
 Pemilihan daerah studi
 Pengumpulan data supply
 Demand, yang meliputi:
- Lokasi
- Durasi
- Maksud melakukan perjalanan
- Tujuan pergerakan
- Waktu berjalan
 Penentuan luas ruang parkir yang dibutuhkan
 Prioritas dan batasan.
 Kebijakan parkir dan desainnya
 Beberapa istilah yang lasim digunakan dalam kaitannya dengan kajian dan
perancangan perparkiran adalah sebagai berikut:
 Penumpukan parkir
 Beban parkir
 Lamanya parkir
 Efisiensi parkir
 Pergantian parkir
 Volume parkir
 Jam ruang parkir
 Kekurangan parkir

Latihan Soal
1. Jelaskan tujuan dan sasaran manajemen lalu lintas!
2. Sebutkan dan jelaskan aspek-aspek yang digunakan dalam kaitannya dengan
kajian dan perancangan perparkiran!
3. Jelaskan konsep manajemen lalu lintas!
4. Sebutkan hal-hal yang berkenaan dengan manajemen demand!
5. Jelaskan tipe kontrol yang umum digunakan dalam pengaturan simpang, dan
penggunaannya!

Anda mungkin juga menyukai