Anda di halaman 1dari 14

PENGUATAN KARAKTER PESERTA DIDIK

SD MUHAMMADIYAH SAPEN

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah


Pendidikan Karakter Berbasis Budaya

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Wuri Wuryandani, M.Pd.

Oleh:
Amalia Rizki Ardiansyah (22106261084)

PROGRAM STUDI S3 PENDIDIKAN DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN DAN PSIKOLOGI

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2023

Lembar Kegiatan Mahasiswa

Nama : Amalia Rizki Ardiansyah


NIM : 22106261084
1. Mata Kuliah
Pendidikan Karakter Berbasis Budaya
2. Bentuk Kegiatan
Observasi kegiatan penguatan karakter peserta didik di SD
3. Hasil Observasi (tuliskan secara deskripsi hasil observasi yang anda temui)

Penguatan karakter peserta didik di sekolah dasar sangat penting


dilakukan karena ini adalah tahap awal dalam pembentukan nilai-nilai moral,
etika, dan kepribadian anak. Penguatan karakter membantu mereka
mengembangkan dasar moral yang kuat, memahami nilai-nilai seperti
kejujuran, integritas, rasa tanggung jawab, dan empati. Atas dasar pentingnya
penguatan karakter peserta didik tersebut, penulis melaksanakan observasi di
sekolah dasar sehingga dapat diketahui secara langsung kegiatan atau program
yang ada di sekolah dasar saat ini.
Observasi dilakukan pada hari Jumat, tanggal 22 September 2022 di SD
Muhammadiyah Sapen Yogyakarta. Observasi meliputi kegiatan penguatan
karakter peserta didik sejak sebelum jam pelajaran dimulai hingga masuk kelas
pada pukul 06.00-07.00 WIB. Setelah observasi, kegiatan dilanjutkan dengan
wawancara kepada guru kelas dan penyampaian materi oleh kepala sekolah.
Penguatan karakter di SD Muhammadiyah Sapen mengacu pada
karakter sekolah tersebut yaitu (1) adaptif; (2) peduli; (3) empati; dan (4)
naluriah. Selain itu, SD Muh Sapen juga memiliki visi misi sekolah yang
menjadi acuan dalam penguatan karakter yaitu “terbentuknya pribadi muslim
yang unggul, berakhlak mulia, berbudaya, dan berwawasan global”.
SD Muhammadiyah Sapen memiliki beragam program inovasi layanan,
diantaranya: (1) Sekolah multitalent; (2) Sekolah berkarakter, dan (3) Sekolah
digital. Di sekolah tersebut, kelas dibagi menjadi tiga jenis, yaitu: kelas
CIMIPA (Cerdas Istimewa Matematika IPA), kelas digital, dan kelas reguler.
Meskipun memiliki karakteristik yang berbeda di masing-masing kelas,
penguatan pendidikan karakter di SD Muhammadiyah Sapen dilaksanakan
secara holistik dna berkelanjutan. Terdapat beberapa kegiatan dan program
yang dilakukan dalam rangka pembentukan dan penguatan karakter peserta
didik di SD Muhammadiyah Sapen, dapat dilihat pada tabel 3.1.
Tabel 3.1 Bentuk-bentuk Pembentukan dan Penguatan Pendidikan
Karakter di SD Muhammadiyah Sapen

No. Bentuk penguatan Hasil observasi

1. Program Patroli Salah satu program penguatan pendidikan


Keamanan karakter yaitu PKS. PKS merupakan
Sekolah (PKS) singkatan dari patroli keamanan sekolah.
PKS dilaksanakan seminggu sekali. Siswa
yang bertugas di dalam program PKS itu
disebut dengan polisi cilik. Polisi cilik
dilatih ketika siswa duduk di kelas 4 dan
akan dilantik ketika mereka duduk di
bangku kelas 5. Saat observasi dilakukan,
di pagi hari sebelum pelajaran dimulai
polisi cilik berdiri di beberapa titik yang
sudah ditentukan. Biasanya mereka berdiri
di halaman sekolah. Polisi cilik
mengingatkan teman-temannya untuk
masuk ke gedung dengan kaki kanan,
turun kendaraan dengan kaki kanan, dan
kebiasaan baik lainnya.

2. Program petugas Selain polisi cilik, juga ada siswa yang


kedisiplinan memakai rompi hijau. Mereka bertugas
dengan rompi untuk mengatur keamanan sekolah
hijau maupun mengatur peserta didik. Kegiatan-
kegiatan tersebut terbukti dapat membantu
anak-anak dalam menerapkan karakter di
dalam diri

mereka seperti karakter kedisiplinan,


karakter mandiri, karakter tanggung jawab,
integritas, dan kepercayaan diri. Selain
bermanfaat bagi diri mereka sendiri
kegiatan tersebut juga dapat bermanfaat
bagi teman mereka karena mereka
mengingatkan teman
temannya. Contoh kegiatan yang mereka
lakukan yaitu mengatur shaf saat sholat
berjamaah.

3. Program Pendidikan karakter juga ditanamkan


penguatan melalui ekstrakurikuler yang dapat
karakter berbasis menguatkan sikap tanggungjawab,
budaya melalui disiplin, integritas, kepercayaan diri dan
Ekstrakurikuler cinta budaya. Misalnya, pada
dan Muatan ekstrakurikuler karawitan, siswa diajarkan
Lokal untuk mencintai budayanya sekaligus
dapat melestarikan budaya mereka
masing-masing. Hal tersebut merupakan
merupakan perwujudan dari pembelajaran
berbasis budaya melalui seni.
Contoh muatan lokal berbasis budaya yaitu
membatik. Dengan kegiatan membatik,
siswa dapat mengetahui apa saja yang
merupakan corak batik di Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta selama sekaligus
mereka dapat belajar bagaimana cara
membatik.

4. Menjadi guru Untuk penanaman karakter di dalam kelas,


yang adaptif, juga terdapat beberapa kegiatan yang dapat
ramah, dan membantu siswa dalam menguatkan
mengajar dengan karakter mereka. Sebagai contoh, di SD
hati, serta Muhammadiyah Sapen guru harus bersikap
menciptakan suasana

kelas yang adaptif, guru harus menunggu hadirnya


nyaman siswa datang ke sekolah bukan siswa yang
selayaknya menunggu guru. Guru mendidik dengan
rumah hati, mereka mereka menciptakan
kenyamanan kepada siswa dengan
mengusap kepala siswa, menepuk bahu
mereka, mengusap tangan mereka, atau
tindakan-tindakan lainnya serta bicara
secara verbal yang dapat meningkatkan
kenyamanan bagi siswa. Di dalam kelas
guru memberikan ruang bagi siswa untuk
kreatif tidak membatasi siswa. Di SD
Muhammadiyah Sapen, kelas merupakan
rumah bagi anak. Kelas juga diciptakan
sedemikian rupa, meskipun sederhana,
namun nyaman bagi semua siswa. Di
setiap sudut terdapat pojok baca yang
berisi bahan bacaan yang menarik.

5. Menjadikan Selain itu penguatan karakter dapat


orang tua dilakukan dengan cara menjadikan
sebagai role orangtua sebagai role model, orang tua
model dalam adalah contoh bagi anak-anak mereka.
pendidikan karakter Dengan demikian pihak sekolah secara
intens berkomunikasi dengan orang tua
untuk memberikan bimbingan kepada
orang tua bahwa orang tua merupakan
role model pertama bagi anak anak
mereka.. Selain berperan sebagai model,
orang tua juga diberikan kesempatan
seluas-luasnya untuk menyampaikan
gurahan hati mereka, mencari feedback
dari guru, serta memberikan masukan
terhadap terhadap program-program yang
sudah

dicanangkan oleh sekolah tidak boleh anti


kritik demi membangun sekolah yang lebih
baik.

6. Pembiasaan Di pagi hari, ketika siswa datang mereka


kegiatan membaca Iqro maupun Al-Quran. Setelah
keagamaan itu dilanjutkan dengan kegiatan literasi
pada pukul 06.40 WIB yaitu membaca
buku bacaan yang mereka senangi.
Selanjutnya mereka melakukan kegiatan
berdoa, hafalan, kemudian mereka masuk
ke dalam pembelajaran di hari itu.
Dalam rangka pembiasaan kegiatan
keagamaan untuk membentuk karakter
religius, selain membaca kitab suci, juga
terdapat beragam kegiatan seperti
pembinaan khusus membaca Al-Quran
bagi yang belum mampu membaca lancar,
sholat dhuha, dan sholat dhuhur
berjamaah.
7. Pembiasaan Secara lisan, guru menanamkan berulang
gotong royong kepada siswa terkait dengan karakter yang
dengan piket harus mereka tingkatkan. Contohnya
kelas dan terkait dengan kebersamaan di dalam
menonjolkan kelas. Siswa diajarkan untuk saling
kebersamaan membantu sesama teman. Mereka juga
diajarkan terkait dengan gotong royong
piket membersihkan kelas. Selain itu jika
tugas dari siswa sudah selesai mereka
tidak diperkenankan untuk pulang terlebih
dahulu, mereka harus pulang bersama-
sama dengan teman sekelasnya.

8. Pembiasaan Guru menanam karakter agar siswa


karakter mandiri memiliki kemandirian dan menjaga
dan kebersihan serta bertanggung jawab
tanggungjawab terhadap apa yang sudah mereka lakukan
masing-masing. Tempat sampah yang
disediakan itu tidak masing
masing kelas tetapi diminimalisir dibuat
kelas terdapat satu tempat sampah,
sehingga mereka dapat berinteraksi
dengan teman di luar kelas mereka

9. Pemberian pesan Sebelum dan sesudah pelajaran, guru


afektif kepada memberikan pesan-pesan afektif kepada
siswa siswa. Siswa sekolah dasar merupakan
siswa dalam tahap operasional konkret,
sehingga pesan-pesan yang baik perlu
disampaikan berulang secara lisan, bukan
secara tersirat. Dengan demikian siswa
dapat mengingat dan
mengimplementasikan pesan-pesan yang
mereka dapatkan dari guru mereka. Tidak
hanya di dalam kelas, setiap ada kegiatan
kegiatan di luar pembelajaran, misalnya
kegiatan sholat Dhuha, guru juga
memberikan pesan afektif kepada siswa.

4. Analisis Hasil Observasi (tuliskan hasil analisis anda terhadap temuan


observasi, kemudian dialogkan dengan referensi yang relevan)

SD Muhammadiyah Sapen sebagai lembaga pendidikan formal mampu


menjadi tempat dimana peserta didik memperoleh pendidikan karakter secara
holistik dan berkelanjutan. Beragam kegiatan dan program yang dilaksanakan telah
mencerminkan bahwa lembaga tersebut mengimplementasikan pendidikan
karakter dengan baik dan sistematis. Hal ini sesuai dengan pendapat Khotimah
(2019) bahwa
tingkat pendidikan sekolah dasar merupakan masa-masa yang paling tepat untuk
menanamkan pendidikan karakter. Pendidikan dasar merupakan pendidikan
lanjutan dari pendidikan keluarga, karena itu kerjasama antara sekolah dengan
keluarga merupakan hal yang sangat penting. Analisis hasil observasi mengenai
penguatan karakter di SD Muhammadiyah Sapen disajikan dalam subbab berikut.
Penguatan Karakter Melalui Pembiasaan
Beragam pembiasaan di SD Muhammadiyah Sapen seperti pembiasaan
karakter religius, bertanggungjawab, mandiri, gotong royong, secara tidak
langsung membuat siswa yang awalnya dibiasakan menjadi kebiasaan, sehingga
mereka dapat melakukan hal-hal baik tanpa tekanan. Suprapto (2014) menyatakan
bahwa pendidikan karakter tidak sekadar mengajarkan mana yang benar dan mana
yang salah, tetapi juga menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal mana
yang baik. Dengan demikian, peserta didik menjadi paham tentang mana yang
baik dan salah, mampu merasakan nilai yang baik dan perilaku yang baik, serta
biasa melakukan (Kristiawan, 2016). Dalam hal ini, pembiasaan sebagai bagian
dari pendidikan karakter memiliki tujuan secara kognitif, afektif, dan psikomotor.
Karakter sudah ada dalam diri setiap individu, namun karakter tidak dapat
berkembang dengan sendirinya. Proses pembentukan karakter hal terpenting
adalah bagaimana pendidikan mampu memberikan kesadaran dari setiap peserta
didik. Lickona (2013) menyatakan pendidikan karakter sebagai upaya sungguh-
sungguh untuk membantu seseorang memahami, peduli, dan bertindak dengan
landasan inti nilai nilai etis. Penanaman karakter yang paling kuat adalah melalui
kegiatan pembiasaan. Lickona (2008) mengungkapkan bahwa pendidikan moral
untuk anak memerlukan kegiatan secara berulang ulang untuk melatih menjadi
orang yang baik dimana anak harus diberikan kesempatan secara terus menerus.
SD Muhammadiyah Sapen menanamkan nilai gotongroyong baik di dalam
maupun di luar kelas. Dalam kegiatan gotong royong siswa belajar untuk
menyelesaikan tugas secara bersama-sama dengan penuh tanggung jawab. Hal ini
sesuai dengan pendapat Sinta, Malaikosa dan Supriyanto (2022) bahwa.karakter
bangsa Indonesia yang terkenal dengan karakter jujur, bertoleransi antar umat
beragama, ramah, gotong-royong, rukun, saling menghargai satu sama lain yang
sesuai dengan azas kesatuan dan persatuan serta sesuai dengan nilai-nilai
Pancasila. Orangtua Sebagai Role Model
Program untuk menjadikan orangtua sebagai role model juga merupakan
hal yang sangat vital dalam pembentukan karakter siswa. Sebagaimana hasil
penelitian Khotimah (2019), karakter anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan
sekitar tempat anak tinggal, dalam hal ini keluarga sebagai peran utama. Orang tua
memiliki peran yang sangat penting dalam membina karakter anak. Orang tua
harus mampu membantu anak untuk membentuk dan mengembangkan karakter
mereka. Oleh karena itu, sekolah harus dapat memanfaatkan peran orang tua yang
sangat sentral dalam membina karakter siswa. Sekolah harus mampu menciptakan
kolaborasi yang baik dengan keluarga dalam hal ini adalah orang tua dalam
membina karakter siswa (Wulandari dan Kristiawan, 2017; Nakao, dkk. 2000).
Hal ini sejalan dengan teori pembelajaran sosial yang menyatakan bahwa anak
mempelajari suatu perilaku melalui pengamatan dan hubungan langsung dengan
orang lain yang berada di sekitarnya (Narvaez, 2008; Sanderse, 2013).
Penguatan Karakter Berbasis Budaya
Penguatan pendidikan karakter berbasis budaya juga termasuk dalam
program di SD Muhammadiyah Sapen. Melalui ekstrakurikuler dan muatan lokal,
siswa dikenalkan pada budaya sekaligus pembinaan karakter mereka agar sesuai
dengan nilai-nilai luhur bangsa, Indonesia merupakan negara yang menghargai
nilai-nilai luhur bangsa, menjunjung tinggi nilai akhlak dan budi pekerti. Hal ini
yang menjadikan Indonesia sebagai negara yang berbudaya. Penguatan pendidikan
karakter bertujuan untuk membangun dan membekali semua warga negara
terutama generasi muda dengan jiwa Pancasila. Pancasila sebagai dasar negara
Indonesia, merupakan gambaran akhlak dan budi pekerti yang baik sesuai dengan
budaya bangsa Indonesia.
Penguatan tersebut merupakan bagian dari pembentukan budaya sekolah,
sehingga akan tercermin dan menjadi kebiasaan di sekolah. Hal ini sejalan dengan
penelitian Indarwati (2020), bahwa pendidikan karakter pada tingkat satuan
pendidikan mengarah pada pembentukan budaya sekolah/madrasah, yaitu nilai-
nilai atau perilaku, tradisi, kebiasaan sehari-hari, serta simbol-simbol yang
dipraktikkan oleh semua warga sekolah/madrasah, dan masyarakat sekitarnya.
Penguatan Karakter Religius Melalui Kegiatan Keagamaan
Salah satu karakter utama yang ditonjolkan di SD Muhammadiyah Sapen
adalah karakter religius. Karakter religius merupakan salah satu yang ada dalam
nilai karakter. Nilai religius menekankan pada karakter seseorang yang
berhubungan dengan Tuhan. Namun nilai religius tersebut diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari terkait hubungan dengan manusia lainnya dan juga
lingkungan sekitarnya. Karakter religius merupakan karakter yang sangat penting
karena dapat mempengaruhi karakter lain. Penerapan nilai religius di sekolah dapat
memberikan dampak baik bagi peserta didik, karena pembiasaan yang dilakukan di
sekolah terbukti terbawa dalam kehidupan sehari-hari di rumah (Suprihatin, 2017).
Kebiasaan sholat dhuha dilakukan oleh siswa dan guru. Pada saat kegiatan
sholat, terdapat petugas berompi hijau yang akan mengatur shaf dengan baik.
Pendidikan karakter yang dirasakan dari pembiasaan shalat dhuha ini adalah
kepatuhan atau religius (Fauziah, dkk, 2021). Karakter religius juga nampak saat
siswa melakukan kegiatan membaca iqro dan Al-Quran. Kegiatan-kegiatan
tersebut menjadi kebiasaan siswa, sehingga siswa melakukan tanpa tekanan.
Melalui pembiasaan, terdapat proses yang berkesinambungan dalam memberikan
stimulus kesadaran para peserta didik agar memiliki kesadaran tanggung jawab
dengan sendirinya karakter yang baik akan terbentuk dalam diri setiap peserta
didik (Fauziah, Suhartono dan Pudjantoro, 2021).
Beragam penguatan karakter yang diimplementasikan di SD
Muhammadiyah Sapen sangat relevan untuk mengatasi permasalaha krisis moral
yang sedang terjadi saat ini. Hal ini sejalan dengan pemikiran tentan pendidikan
oleh Ki Hajar Dewantoro bahwa pendidikan adalah daya upaya untu memajukan
bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intellect) dan tubuh
peserta didik. Komponen-komponen budi pekerti, pikiran, dan tubuh anak tidak
boleh dipisah-pisahkan agar dapat memajukan kesempurnaan hidup anak.
(Hariyanto dan Samani, 2017). Melalui beragam program dan kegiatan di sekolah,
secara tidak langsung akan menciptakan budaya sekolah. Budaya sekolah adalah
pola nilai-nilai, prinsip-prinsip, tradisi-tradisi, kebiasaan-kebiasaan yang terbentuk
dalam perjalanan panjang sekolah, dikembangkan sekolah dalam jangka waktu
yang lama dan menjadi pegangan serta diyakini oleh seluruh warga sekolah
sehingga mendorong sikap dan perilaku warga sekolah (Zamroni, 2011).
SD Muhammadiyah Sapen terus mengembangkan diri untuk menciptakan
budaya sekolah yang positif. Hal ini sejalan dengan pendapat Fajri dan Mirsal
(2021) bahwa budaya sekolah yang positif akan mendorong semua warga sekolah
untuk bekerja sama yang didasarkan saling percaya, mengundang partisipasi
seluruh warga, mendorong munculnya gagasan-gagasan baru, dan memberikan
kesempatan untuk terlaksananya pembaharuan di sekolah yang semuanya ini
bermuara pada pencapaian hasil terbaik.

5. Daftar Referensi.

Fajri, N., & Mirsal, M. (2021). Implementasi Penguatan Pendidikan Karakter di


Satuan Pendidikan Sekolah Dasar. At-Tarbiyah Al-Mustamirrah: Jurnal
Pendidikan Islam, 2(1), 1-10.

Fauziah, H. U., Suhartono, E., & Pudjantoro, P. (2021). Implementasi penguatan


pendidikan karakter religius. Jurnal Integrasi dan Harmoni Inovatif Ilmu
Ilmu Sosial (JIHI3S), 1(4), 437-445.

Hariyanto, M.S., & Samani, M. (2017). Konsep dan model pendidikan karakter,
Bandung: Rosdakary

Indarwati, E. (2020). Implementasi penguatan pendidikan karakter siswa sekolah


dasar melalui budaya sekolah. Media Manajemen Pendidikan, 3(2), 163-
174.

Khotimah, D. N. (2019). Implementasi program penguatan pendidikan karakter


(PPK) melalui kegiatan 5s di sekolah dasar. INOPENDAS: Jurnal Ilmiah
Kependidikan, 2(1).

Kristiawan, M. (2016). Telaah Revolusi Mental Dan Pendidikan Karakter Dalam


Pembentukkan Sumber Daya Manusia Indonesia Yang Pandai dan
Berakhlak Mulia. Ta'dib, 18(1), 13-25.

Lickona, T. (1992). Educating for character: How our schools can teach respect
and responsibility. Bantam.
Lickona, T. (2013). Pendidikan karakter panduan lengkap mendidik siswa
menjadi pintar dan baik. Bandung: Nusa Media.

Nakao K, Takaishi J, Tatsuta K, Katayama H, Iwase M, Yorifuji K, Takeda M.


(2000). The Influences of Family Environment on Personality Traits.
Psychiatry and Clinical Neurosciences. 54: 91-95.

Narvaez D. (2008). Human Flourishing and Moral Development: Cognitive and


Neurobiological Perspectives of Virtue Development. Dalam Nucci LP,
Narvaez D. Handbook of Moral and Character Education. New York (US):
Routledge.

Nuh, Muhammad. (2011) Desain induk pendidikan karakter. Kememterian


Pendidikan Nasional.

Ryan, K., & Bohlin, K. E. (1999). Building character in schools: Practical ways to
bring moral instruction to life. Jossey-Bass

Sanderse W. (2013). The Meaning of Role Modelling in Moral and Character


Education. Journal of Moral Education. 42(1): 28-42.Sinta, L., Malaikosa,
Y. M. L., & Supriyanto, D. H. (2022). Implementasi Penguatan Pendidikan
Karakter pada Siswa Kelas Rendah di Sekolah Dasar. Jurnal Obsesi:
Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 6(4), 3193-3202.

Sinta, L., Malaikosa, Y. M. L., & Supriyanto, D. H. (2022). Implementasi


Penguatan Pendidikan Karakter pada Siswa Kelas Rendah di Sekolah
Dasar. Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 6(4), 3193-3202.

Sujatmiko, I. N., Arifin, I., & Sunandar, A. (2019). Penguatan pendidikan karakter
di SD. Jurnal Pendidikan: Teori, Penelitian, Dan Pengembangan, 4(8),
1113-1119.

Wulandari, Y., & Kristiawan, M. (2017). Strategi sekolah dalam penguatan


pendidikan karakter bagi siswa dengan memaksimalkan peran orang tua.
JMKSP (Jurnal Manajemen, Kepemimpinan, dan Supervisi Pendidikan),
2(2), 290-302.

Zamroni (2012) Dinamika peningkatan mutu. Yogyakarta: Gavin Kalam Utama


6. Lampiran

Gambar 1. Polisi cilik sedang bertugas

Gambar 2. Guru menyambut siswa di pagi hari


Gambar 3 Suasana kelas pagi hari

Gambar 4. Pemaparan materi dari kepala sekolah

Anda mungkin juga menyukai