Anda di halaman 1dari 9

Desain Sekolah Inklusi Bagi Anak Berkebutuhan Khusus

Attention Deficit Hyperactivity Disorder

Oleh:
Chozzanus Syifa
18040693
“Gangguan Perilaku”

Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah


Sekolah Tinggi Agama Islam Sunan Pandanaran
A. Pendahuluan
Sesuai dengan undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun
2003 yang mengatur sistem pendidikan yang ada di Indonesia. Pendidikan
diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan
menjunjung tinggi nilai hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai budaya, dan
kemajemukan bangsa dengan satu kesatuan yang sistemis dengan sistem terbuka dan
multimakna.1 Dalam bidang pendidikan, Indonesia juga memiliki regulasi yang khusus
untuk mengatur tentang Pendidikan Inklusi pada tingkat pendidikan dasar hingga
menengah, yang tercantum dalam Peraturan Mentri Pendidikan Nasional No. 70 Tahun
2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi peserta didik yang memiliki hambatan dan
memiliki potensi kecerdasan atau bakat istimewa.2
Pendidikan inklusi merupakan suatu pendidikan yang dimana semua siswa
dengan kebutuhan khusus diterima di sekolah reguler yang berlokasi di daerah tempat
tinggal mereka dan mendapatkan berbagai pelayanan pendukung dan pendidikan sesuai
dengan kebutuhanya. Sebagaimana yang sudah ditegaskan melalui surat edaran Dirjen
Dikdasmen No.380 tahun 2003 yang menyatakan pendidikan inklusif merupakan
pendidikan yang mengikut sertakan anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus untuk
belajar bersama-sama dengan anak normal lainya 3 Anak yang memiliki gangguan
perilaku pun juga banyak masuk dalam sekolah inklusi yang berada di daerah tempat
tinggal mereka. Gangguan ini adalah gangguan serius dalam tingkah laku dan emosi yang
dapat terjadi pada anak-anak maupun remaja. Anak-anak dengan gangguan ini dapat
menunjukkan pola tingkah laku yang mengganggu dan penuh kekerasan. Lalu bagaimana
cara mereka belajar? Bagaimana kondisi kelas yang terjadi jika anak tersebut berlajar
dengan anak yang non ABK? Sekolah inklusi telah menyiapkan layanan dan kebutuhan
khusus yang akan dibutuhkan anak tersebut untuk melaksanakan kegiatan belajar agar
tetap berjalan dengan lancar. Dalam hal tersebut saya juga membuat desain sekolah
inklusi untuk anak yang memiliki gangguan perilaku Attention Deficit Hyperactivity
Disorder (ADHD).
1
Wikipedia, id.wikipedia.org, diakses tanggal 4 April 2020, pukul 10:35.
2
Ari Pratiwi, dkk, Disabilitas dan Pendidikan Inklusif di Perguruan Tinggi, (Malang: UB Press, 2018), hal.
9.
3
Rona Fitria, Proses Pembelajaran dalam Setting Inklusi di Sekolah Dasar, Jurnla Ilmiah Pendidikan
Inklusi, Vol. 1, No.1, Januari 2012, hal. 90.

1
B. Karakteristik Anak ADHD
Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) dicirikan dengan pola
gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif-impulsif yang terus menerus dan menetap.
ADHD adalah kondisi psikiatrik yang paling umum dan mengganggu pada masa kanak-
kanak yang diperkirakan mempengaruhi 5- 10% anak-anak usia sekolah. 4 Penyebab dari
ADHD sendiri belum diketahui secara pasti, namun terdapat beberapa faktor yang diduga
menjadi kontribusi penyebab terjadinya ADHD, yakni faktor genetik, terdapat kelainan
anatomi otak (difisit fungsi otak bagian depan), gangguan Neurotransmiter, dan gangguan
pada masa kehamilan (ibu hamil yang memiliki strees berat saat hamil dan banyak
mengkonsumsi alkhohol dan rokok). Bahkan ADHD juga beresiko pada anak yang lahir
secara premature. Untuk mengetahui anak ADHD terdapat 3 gejala yang terjadi, yakni
Inttention (sulit berkonsentrasi, sering lupa, dan tidak teliti), Hyperactivity (tidak bisa
diam, berlari berlebihan, dan sangat aktif), dan Implusivity (sulit menunda keingingan,
tidak sabaran, dan sering mengganggu anak yang lain). ADHD berdampak negative
untuk umur anak sekolah karena prestasi belajarnya dapat menurun, sulit bergaul, dan
merasa rendah diri.5
Tidak semua anak yang berperilaku aktif dapat dikatakan ADHD, perlu adanya
beberapa langkah dalam mengatagorikan anak ADHD:
 Menggali riwayat perjalanan penyakit pengidap, riwayat penyakit pada
keluarga, serta catatan sekolah pengidap.
 Melakukan serangkaian pemeriksaan fisik dan psikologis yang akan dilakukan
oleh dokter ahli terhadap pengidap.
 Melakukan wawancara atau kuesioner terhadap anggota keluarga, guru,
pengasuh, atau orang yang mengenal baik pengidap.
 Melakukan beberapa tes gambar dan tes laboratorium untuk mencari
penyebab lain.6

4
Erry Nur Rahmawati, dkk, Binge Eating dan Status Gizi pada Anak Penyandang Attention Deficit
Hyperactivity Disorder (ADHD), IJHN, Vol. 1, Juni 2014, hal. 2.
5
Channel Youtube Halosehat, ADHD-Gejala-dr.Maria Irene Hendrata, Sp, KJ,
https://youtu.be/rUUKX0sgQfM.
6
Kesehatan ADHD, halodoc.com.

2
Meski tidak dapat disembuhkan, anak ADHD dapat ditangani dengan beberapa
hal, yakni:
 Penanganan dengan menggunakan obat khusus anak ADHD ketika gejala
sedang terjadi.
 Penanganan melalui psikoterapi,
- Terapi perilaku kognitif, untuk mengubah pola pikir dan perilaku saat
menghadapi masalah atau situasi tertentu.
- Terapi psikoedukasi, dengan cara mengajak anak ADHD untuk
berbagi cerita.
- Pelatihan interaksi sosial, untuk membantu anak ADHD dalam
memahami perilaku sosial yang layak.
Hal diatas perlu didukung dengan perhatian dari orang tua, keluarga, dan guru,
serta mereka perlu diberikan program pelatihan khusus untuk mengetahui cara
menerapkan pujian menyemangati anak, cara menghukum anak ketika berperilaku buruk
dan kasar, dan cara mengarahkan aktivitas anak sesuai dengan kemampuannya.7

C. Layanan dan Kurikulum Anak ADHD


1. Layanan Anak ADHD
Pendidikan inklusi mempercayai bahwa semua anak berhak mendapatkan
pelayanan pendidikan yang baik sesuai dengan usia atau perkembangannya, tanpa
memandang derajat, kondisi ekonomi, ataupun kelainannya. Layanan ini bertujuan
untuk memenuhi kebutuhan dalam proses belajar di sekolah agar tercapainya
kompetensi sekolah. Maka dari itu terdapat beberapa upaya layanan yang harus ada
yakni, membuat desain pembelajaran yang sesuai dengan anak ADHD. Hal yang
perlu dilakukan pertama kali adalah mengidentifikasi anak ADHD dengan mengenali
gejala-gejala yang terjadi, bisa juga diketahui oleh informasi dari orang tua,
prosesnya dapat dilakukan oleh guru dan tenaga professional yang terkait. Setelah
melakukan identifikasi dapat melakukan proses asesmen yang harus melibatkan
tenaga professional, seperti dokter, ahli perkembangan anak, tenaga medis, tenaga
ahli lainnya. Setelah itu baru membentuk kurikulum yang dapat menyesuaikan

7
Penanganan ADHD, Alodokter.com.

3
keadaan anak ADHD (kurikulum modifikasi) dan Non-ADHD (kurikulum reguler).
Bagian kurikulum yang perlu di modifikasi adalah materi yang akan disampaikan,
metode pembelajaran di kelas, dan penilaian. Dapat dilihat seperti gambar di bawah.

Identifikasi anak
ADHD

Asesmen anak ADHD

Kurikulum Reguler
dengan Modifikasi
Modifikasi (Materi, Metode,
dan Penilaian)

2. Kurikulum
Kurikulum yang digunakan untuk desain sekolah inklusi pada anak ADHD
yang sesuai menggunakan kurikulum reguler dan modifikasi. Modifikasi ini
disesuaikan dengan tahap perkembangan anak ADHD, yakni melakukan perubahan
pada materi, metode, dan penilaian. Untuk membantu kelancaran pembelajaran maka
setiap guru wajib membuat rancangan berupa RPP (Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran) dan juga RPP khusus untuk anak ADHD. RPP khusus hanya guru
pembimbing anak ADHD yang membuatkannya. RPP yang dirancang untuk anak
Non-ADHD dibuat dengan aturan yang sudah sesuai dengan aturan pemerintah.
Sedangkan RPP khusus untuk anak ADHD dibuat berbeda, perlu dicantumkan jenis
hambatan yang terjadi serta berbagai modifikasi dalam RPP tersebut. Kenapa harus
dibedakan? Karena penting sekali untuk dapat merancang proses pembelajaran untuk
anak ADHD dengan Non-ADHD.

D. Pembelajaran dan Lingkungan


1. Pembelajaran

4
Perlu dipahami bahwa anak-anak yang mengalami ADHD akan lebih
sulit berkonsentrasi atau memerhatikan saat belajar di sekolah. Selain itu, hal-
hal umum lainnya seputar anak ADHD adalah disleksia, kesulitan belajar, dan
impulsivitas yang bisa mengganggu hubungan sosial dengan teman-temannya.
Dalam proses pembelajaran dikelas tidak ada pembedaan antara siswa ADHD
dengan Non-ADHD jadi semua akan disamaratakan. Metode yang cocok digunakan
adalah menggunakan metode pembelajaran kooperatif yang dimana proses
pembelajaran dibuat berkelompok tempat duduknya bervariasi, hal ini bertujuan
untuk menghindari sifat bosan pada anak dan ketertarikan belajar pada anak ADHD
meningkat. Bahkan metode ini dapat menimbulkan kerja sama antara anak ADHD
dan Non-ADHD dalam belajar menyelesaikan tugas. Anak Non-ADHD perlu
mengetahui kekurangan yang ada pada temannya, untuk menanggulangi terjadinya
tindakan pengasingan antara keduanya. Apabila saat di tengah-tengah proses belajar
anak ADHD mengalami kambuh sampai teriak-teriak, perlu adanya penangan cepat
oleh pendamping khusus dalam peredaanya dan memerintahkan anak yang lain agar
fokus kembali dalam belajar.
Dalam proses pembelajaran, materi yang disampaikan antara anak ADHD dan
Non-ADHD tidak ada perbedaan, akan tetapi materi tersebut perlu disesuaikan
diantara keduanya, jadi tidak ada kesulitan dalam memahami isi materi. Dalam
proses penyampaian guru tidak boleh terlalu fokus pada salah satu diantara anak
ADHD dan Non-ADHD, agar tidak ada sifat iri diantara keduanya. Materi harus
dapat tersampaikan sesuai waktu yang dirancang dan dapat dipahami oleh peserta
didik. Kemudian media yang digunakan dalam proses belajar perlu menggunakan
media-media menarik dan disesuaikan oleh kebutuhan materi yang akan
disampaikan.
Hal yang terpenting yakni evaluasi proses pembelajaran harus dilakukan oleh
guru kelas dan guru khusus untuk anak ADHD, karena dengan evaluasi proses
pengumpulan informasi oleh guru tentang perkembangan dan pencapaian
pembelajaran yang dilakukan peserta didik melalui berbagai teknik yang mampu
mengungkapkan, membuktikan atau menunjukkan secara tepat bahwa tujuan
pembelajaran dan kemampuan (kompetensi) telah benar-benar dikuasai dan dicapai.

5
Guru juga dapat mengetahui efisien dan efektivitas strategi pembelajaran yang
digunakan pendidik, baik yang menyangkut metode, media maupun sumber-sumber
belajar.8
2. Lingkungan
Dampak lingkungan sosial bagi perkembangan anak ADHD harus benar-benar
disadari oleh semua pihak terkait. Sekolah sebagai salah satu lingkungan yang
bernuansa pendidikan harus menerapkan prinsip-prinsip kesamaan hak bagi semua
siswanya tak terkecuali bagi anak ADHD. Nuansa pendidikan yang diciptakan di
sekolah harus berlandaskan dengan nilai-nilai yang tidak bertentangan dengan
konsep mendidik itu sendiri. Bahwa mendidik seorang anak sama halnya seperti
membentuk karakternya. Saat seorang anak di didik dengan kekerasan maka dalam
diri siswa akan tertanam karakter sebagai seorang yang pemarah dan mudah
melakukan kekerasan.9
Selain lingkungan sosial, lingkungan sekitar sekolah inklusi perlu diperhatikan,
termasuk kelas yang digunakan. Kelas yang memiliki ruang besar, tempat duduk
yang di desain variatif, tembok kelas yang tidak terkesan monoton membantu sekali
dalam proses belajar siswa di sekolah inklusi. Di bagian luar kelas seperti halaman
atau lapangan olahraga di desain dengan semenarik mungkin. Ruang yang luas dapat
membantu ketenangan anak ADHD karena mereka tidak terlalu menyukai hal-hal
yang sempit. Selain itu, semua siswa akan senang juga dengan lingkungan sekolah
yang luas, dan terfasilitasi dengan baik untuk semua siswa.

E. Hubungan Psikososial Guru


Dalam proses pendampingan anak ADHD perlu ada pendampingan oleh guru khusus
saat proses belajar di sekolah, sedangkan saat mereka dirumah orang tua, keluarga, dan
pendamping khususlah yang harus mendampingi mereka. Jika dalam kedua situasi
tersebut tidak ada yang mau mendampingi dan memperhatikan anak ADHD akan
mengalami banyak kesulitan yang dihadapi oleh mereka. Penyebabnya mereka akan
depresi berlebihan, tidak percaya diri, dan akan sulit bergaul. Selain guru dan pihak

8
Ihsana El Khuluqa, Belajar dan Pembelajaran, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2017), hal.169-170.
9
Triyanto dan Desty Ratna Permatasari, Pemenuhan Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah Inklusi, Vol.
25, No. 2, November 2016, hal. 177.

6
keluarga, teman dan masyarakat sekitar juga dapat membantu sosial anak ADHD. Dalam
hal ini, perlu adanya kesadaran dan sosialisasi terhadap pemenuhan kebutuhan khusus
anak ADHD. Psikososial guru dengan siswa sebaiknya terjalin dengan baik, dengan sikap
guru yang tidak lelah menasehati anak didiknya, dan mencontohkan banyak hal positif
kepada mereka. Selain guru, siswa juga harus memiliki sifat sopan, santun, dan teladan
terhadap guru mereka. Pembina dapat membantu anak ADHD menuju perubahan
yang positif. Terutama anak ADHD yang duduk di bangku sekolah, mereka akan
merasa lebih dihargai dan membuat anak tetap bertanggung jawab. Dengan kerja
sama antara orangtua, guru, dan semua pihak terkait, anak ADHD dapat dibantu
dan mendapat penanganan yang terbaik.

F. Pendisiplinan dan Penghargaan


1. Pendisiplinan
Proses pendisiplinan peserta didik perlu dilakukan untuk membentuk perilaku
anak dan membantu anak mempelajari bagaimana mengendalikan diri melalui
motivasi, tidak menyakitkan, dan tidak menimbulkan konsekuensi negative. Tujuan
utama kedisiplinan adalah agar anak memahami tingkah lakunya sendiri, berinisiatif,
bertanggung jawab, dan menghormati dirinya sendiri dan orang lain. Dengan kata
lain, disiplin menanamkan proses pemikiran dan perilaku positif sepanjang hidup
anak. Langkah-langkah dalam pendisiplinan anak dengan mencontohkan perilaku
yang baik, memberikan alasaan yang jelas, dan jika melakukan kesalah tegur dengan
bahasa yang baik tidak menyakitkan. Hal ini ditujukan untuk seluruh siswa anak
ADHD maupun Non-ADHD.
2. Penghargaan
Dalam proses belajar disekolah tentu ada yang namanya berkompetisi, siswa yang
satu dengan yang lain akan saling menunjukkan kemampuan yang mereka miliki.
Untuk memberi apresiasi kepada anak yang unggul perlu adanya penghargaan.
Penghargaan ini tidak untuk dijadikan bahan kecemburuan diantara beberapa siswa,
tapi bertujuan untuk dijadikannya motivasi dalam belajar di sekolah. Dalam
pemberian penghargaan guru harus adil, dan memberi hadiah yang sesuai dengan

7
perjanjian awal oleh siswa. Penghargaan ini pun dapat diperoleh oleh seluruh siswa,
dari anak ADHD maupun Non-ADHD, jadi tidak ada pembedaan.

Daftar Pustaka

Wikipedia, id.wikipedia.org, diakses tanggal 4 April 2020, pukul 10:35.

Ari Pratiwi, dkk, Disabilitas dan Pendidikan Inklusif di Perguruan Tinggi, Malang: UB Press,
2018.

Rona Fitria, Proses Pembelajaran dalam Setting Inklusi di Sekolah Dasar, Jurnla Ilmiah
Pendidikan Inklusi, Vol. 1, No.1, Januari 2012.

Erry Nur Rahmawati, dkk, Binge Eating dan Status Gizi pada Anak Penyandang Attention
Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD), IJHN, Vol. 1, Juni 2014.

Channel Youtube Halosehat, ADHD-Gejala-dr.Maria Irene Hendrata, Sp, KJ,


https://youtu.be/rUUKX0sgQfM.

Kesehatan ADHD, halodoc.com.

Penanganan ADHD, Alodokter.com.

Ihsana El Khuluqa, Belajar dan Pembelajaran, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2017.

Triyanto dan Desty Ratna Permatasari, Pemenuhan Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah
Inklusi, Vol. 25, No. 2, November 2016.

Anda mungkin juga menyukai