Anda di halaman 1dari 24

1

VIVAnews - Gangguan perkembangan adalah salah satu penghambat pertumbuhan anak-anak


secara fisik, perilaku maupun sosial. Sebesar 30 persen anak atau sekitar 40 juta anak Indonesia
diperkirakan memiliki gangguan perkembangan serta memiliki kebutuhan khusus.
Masalah gangguan perkembangan anak, seperti down syndrome, hiperaktif, dan autisme, belum
diketahui penyebab pastinya. Untuk Autisme saja, angka normal penderita mencapai 6/1000
anak. Beberapa penelitian beberapa tahun terakhir menunjukkan angka autisme di beberapa
daerah tertentu bahkan lebih tinggi, hingga 2/100 anak.
"Di Indonesia, diperkirakan jumlah penderita autisme mencapai dua juta anak," kata Neurolog
Anak Dr Hardiono D Pusponegoro SpA(K) di Jakarta, Senin 14 Juni 2010.
Yang menjadi permasalahan, menurut Dr Hardiono, tidak semua anak yang telah menjalani terapi
dapat langsung terjun ke kehidupan normal. "Ada anak autis yang setelah terapi dapat langsung
sekolah di sekolah negeri. Tetapi, ada juga yang membutuhkan sekolah berkebutuhan khusus,
sekolah peralihan dan sekolah inklusi," katanya.
Gabungan antara terapi dan edukasi yang tepat membuat anak berkebutuhan khusus mampu
tumbuh dan belajar sesuai kemampuan dan keadaan mereka. "Sistem pendidikan khusus
dibentuk bagi anak berkebutuhan khusus lengkap dengan terapi, medis dan edukasi memberi
perubahan besar terhadap perkembangan mereka," katanya.
Masalahnya, di Indonesia sendiri, sekolah inklusif untuk gangguan perilaku seperti halnya
autisme masih sulit ditemukan.
Prof Eric Lim, Pakar pendidikan khusus anak mengungkapkan, intervensi sejak dini bagi anak
berkebutuhan khusus memperbaiki perkembangan anak 'spesial' seperti pengidap autisme,
hiperaktif dan down syndrome.
Memenuhi kebutuhan tersebut, Klinik 'Anakku' dan lembaga pendidikan khusus 'Kits4kids'
mengembangkan sebuah terapi-edukasi bagi anak dengan gangguan perilaku. Di 'Anakku
Kits4Kids', anak diberi terapi dan pendidikan yang efektif seperti membangun komunikasi,
kognisi, latihan, bahasa, sentuhan dan pijat, hingga terapi musik dan instrumen sesuai dengan
tingkatan usia dan kemampuan.
"Program pendidikan kebutuhan khusus melibatkan afeksi, perilaku dan kognisi anak. Hasilnya
akan dievaluasi dalam waktu tertentu untuk melihat kemajuan anak," ungkap Lim.
Untuk anak usia 2-6 tahun terdapat program 'Early Intervention Program for Infant and Children

(EIPIC)', program 'Junior' untuk anak usia 7-12 tahun serta program 'Care' untuk anak usia 10-18
tahun.
"Mereka diterapi sesuai kebutuhan dan sebelumnya dikonsultasikan dengan medis dan psikolog.
Jika telah mampu bersosialisasi di masyarakat umum, akan segera dilepas. Namun, sekolah
khusus ini mengakomodasi anak dengan kebutuhan khusus yang tidak bisa mengikuti kehidupan
normalnya."
Rencananya sekolah yang segera dibuka awal Juli 2010 di Cibubur, Depok dan Pulomas, Jakarta
Timur tersebut masing-masing mampu menampung 40 dan 100 anak berkebutuhan khusus.
"Paduan terapi-edukasi rencananya akan segera kami sebarkan di kota-kota lain di Indonesia,"
kata Dr. Hardiono. (umi)

(1)
anak berkebutuhan khusus (autis) di
sekolah umum
January 21, 2012Uncategorized
Di kelasku terdapat seorang anak berkebutuhan khusus karena dia mengidap autisme.
orangtuanya telah menterapinya dengan sangat baik sehingga ketika dia masuk di kelas kami,
perilaku autismenya -walau masih sangat nampak- tapi setidaknya dia sudah bisa berkomunikasi
dengan kami. dia bisa menjawab pertanyaan kami walau masih belum adanya kontak mata
darinya. dia juga mampu mengikuti instruksi yang kami berikan dan menjawab soal-soal yang
kami berikan dalam waktu yang cepat walau kadang pada saat mengajar dia terlihat sibuk
menggambar ataupun meraut pensil, spidol ataupun alat tulisnya. dia tertarik untuk melihat
berbagai alat tulis milik temannya, untuk kemudian dia bawa kemana-mana, tidak bermaksud
untuk merusaknya, hanya ingin melihatnya saja. terkadang dia mencoret wajahnya karena
katanya dia ingin membuat face deco.. hes so special for us with his special needs.
definisi anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda
dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau
fisik. Yang termasuk kedalam ABK antara lain: tunanetra (individu yang memiliki hambatan
dalam penglihatan), tunarungu( individu yang memiliki hambatan dalam pendengaran baik
permanen maupun tidak permanen), tunagrahita ( individu yang memiliki intelegensi yang
signifikan berada dibawah rata-rata dan disertai dengan ketidakmampuan dalam adaptasi
prilaku), tunadaksa(individu yang memiliki gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainan
neuro-muscular dan struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan), tunalaras
(individu yang mengalami hambatan dalam mengendalikan emosi dan kontrol sosial), kesulitan

belajar(individu yang memiliki gangguan pada satu atau lebih kemampuan dasar psikologis yang
mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa, berbicara dan menulis yang dapat memengaruhi
kemampuan berfikir, membaca, berhitung, berbicara yang disebabkan karena gangguan persepsi,
brain injury, disfungsi minimal otak, dislexian dan afasia perkembangan), gangguan perilaku,
anak berbakat, anak dengan gangguan kesehatan (sumber dari wikipedia).
memahaminya tentulah bukan perkara mudah bagi aku dan partnerku di kelas karena diantara
kami tidak ada yang memiliki latar belakang sekolah psikologi ataupun memiliki standar seorang
terapis autis, sehingga kamipun berusaha bekerja sama dengan orangtuanya agar kami dapat
mengetahui treatment apa yang sedang dijalankan oleh keluarga dan apa yang dapat kami
lakukan di sekolah. kami juga beruntung karena memiliki psikolog sekolah, dan beberapa teman
juga merupakan lulusan psikologi. kamipun pada akhirnya juga berusaha untuk menambah
informasi dengan membaca di situs-situs tertentu ataupun buku refrensi untuk mengajar anak
berkebutuhan khusus terutama autisme.
kadang aku bertanya dalam hati. bisakah anak berkebutuhan khusus ini masuk ke dalam kelas
reguler seperti layaknya anak biasa? standar yang diterapkan di sekolah normal umumnya
mengacu pada standar anak dengan kemampuan normal. di sekolahku yang memiliki aspek
penilaian akademis maupun life skill, jelas kurang memungkinkan anak ini memperoleh nilai
yang baik terutama di bagian life skill karena memang life skill inilah yang menjadi masalah
utamanya. latar belakang pendidikan guru SD juga kebanyakan bukan berlatar belakang sarjana
psikologi.bagaimana seharusnya sikap sekolah terhadap anak berkebutuhan khusus ini??
aku pernah membaca dalam sebuah buku mengenai autisme (aku lupa judul bukunya), yang
pernah menyatakan bahwa jika anak autis ini sudah diterapi dengan cukup baik sehingga dia
dapat berkomunikasi dengan baik dan menunjukkan perilaku yang -cukup- normal, maka dia
dapat bersekolah di sekolah umum karena pada dasarnya sekolah umum yang akan membantu
kebutuhannya untuk meningkatkan kemampuan sosialisasinya. sudah beberapa kali aku
menjumpai adanya anak autis yang bersekolah di sekolah umum. walau perilaku autisnya masih
nampak, namun tampaknya ada sedikit perubahan yang dapat diamati. hal ini aku lihat dalam diri
muridku. perilaku autisnya masih sangat nampak, dia akan berlari-lari di dalam kelas saat kami
mengajar, dia terkadang menggunting2 kertas dan kadang menggunting spidol ataupun marker
kami untuk melihat seperti apa bentuk marker kami setelah digunting. namun dia menyadari
kehadiran teman-temannya di kelas. dia ingin selalu berada bersama teman-teman kelasnya
walau terkadang dia hanya bermain sendiri. teman-temanpun mendukungnya dengan
mengajaknya bercanda ataupun bermain bersama. terkadang mereka mengajaknya bermain
bersama. kebersamaan yang muridku ciptakan sunggu lucu dan mengharukan.. tapi tetap saja,
pergumulan tak pernah usai karena kami masih harus berjuang keras untuk membantunya.
kami pernah bertanya pada psikolog sekolah, apakah ini dapat disembuhkan, dia menyatakan
tidak karena ini bukanlah termasuk dalam definisi penyakit, tetapi perilaku orang autis ini dapat
diusahakan untuk semirip mungkin dengan perilaku orang pada umumnya dengan melalui terapi
dan diet yang ketat. bagaimanapun jika, seorang yang memiliki kecenderungan autis, jika
disekolahkan pada sekolah umum bagai menjadi dilema karena :
1. tidak semua guru memiliki latar belakang untuk mengajar anak berkebutuhan khusus

2. tidak banyak sekolah yang memiliki standar ganda bagi anak berkebutuhan khusus. contohnya
adalah apabila anak autis ini dapat dikategorikan pintar maka tidaklah menjadi masalah yang
besar bagi nilai akademis mereka, namun jika anak autis ini mempunyai kemampuan akademis
yang kurang, ditunjang lagi dengan kebutuhan khususnya, maka akan menjadi sulit bagi anak
tersebut untuk dapat melanjutkan ke jenjang berikutnya
3. di lain pihak memang ada kebutuhan bagi anak autis ini untuk dapat bersekolah di sekolah
umum agar dapat membantu dia dalam kebutuhan interaksi sosialnya dengan teman sebaya
lalu bagaimanakah sekolah harus menyikapinya? apa yang harus kami lakukan sebagai seorang
guru?

(2)
Pengertian SD
Sekolah dasar (disingkat SD) adalah jenjang paling dasar pada pendidikan formal di Indonesia.
Sekolah dasar ditempuh dalam waktu 6 tahun, mulai dari kelas 1 sampai kelas 6. Lulusan
sekolah dasar dapat melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Pertama (atau sederajat).
Pelajar sekolah dasar umumnya berusia 7-12 tahun. Di Indonesia, setiap warga negara berusia 715 tahun tahun wajib mengikuti pendidikan dasar, yakni sekolah dasar (atau sederajat) 6 tahun
dan sekolah menengah pertama (atau sederajat) 3 tahun.
Sekolah dasar diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta. Sejak diberlakukannya otonomi
daerah pada tahun 2001, pengelolaan sekolah dasar negeri (SDN) di Indonesia yang sebelumnya
berada di bawah Kementerian Pendidikan Nasional, kini menjadi tanggung jawab Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota. Sedangkan Kementerian Pendidikan Nasional hanya berperan sebagai
regulator dalam bidang standar nasional pendidikan. Secara struktural, sekolah dasar negeri
merupakan unit pelaksana teknis dinas pendidikan kabupaten/kota.
Dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Nomor 20 Tahun 2001) Pasal 17
mendefinisikan pendidikan dasar sebagai berikut:
(1) Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan
menengah.
(2) Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk
lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs),
atau bentuk lain yang sederajat.
sumber: http://www.kemdiknas.go.id/kemdikbud/peserta-didik-sekolah-dasar

(2) Pengertian Dan Tujuan Pendidikan Di Sekolah Dasar


Admin | Minggu, 01 Maret 2015 - 12:07:34 WIB | dibaca: 8984 pembaca

Berdasar pada amanat Undang-undang Dasar 1945, maka pengertian


pendidikan di sekolah dasar merupakan upaya untuk mencerdaskan dan mencetak
kehidupan bangsa yang bertaqwa, cinta dan bangga terhadap bangsa dan negara,
terampil, kreatif, berbudi pekerti yang santun serta mampu menyelesaikan
permasalahan di lingkungannya. Pendidikan di sekolah dasar merupakan pendidikan
anak yang berusia antara 7 sampai dengan 13 tahun sebagai pendidikan di tingkat
dasar yang dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi
daerah/karakteristik daerah, sosial budaya masyarakat setempat bagi siswa.
Disinilah siswa sekolah dasar ditempa berbagai bidang studi yang kesemuanya
harus mampu dikuasai siswa. Tidaklah salah bila di sekolah dasar disebut sebagai
pusat pendidikan. bukan hanya di kelas saja proses pembelajaran itu terjadi akan
tetapi di luar kelas pun juga termasuk ke dalam kegiatan pembelajaran.
Dalam (Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional) dijelaskan pengertian pendidikan adalah usaha sadar dan terencana yang
tertuang ke dalam tujuan pendidikan nasional dan pendidikan di sekolah dasar
yaitu, untuk mewujudkan suasana belajar dan proses kegiatan pembelajaran
dengan tujuan agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat, dalam
berbangsa dan bernegara. Sedangkan Menurut Kamus Bahasa Indonesia, Kata
pendidikan berasal dari kata didik dan mendapat imbuhan pe dan akhiran an,
dari devinisi tersebut, maka dapat dijelaskan bahwa pendidikan mempunyai arti
sebuah cara mendidik siswa atau memotivasi siswa untuk berperilaku baik dan
membanggakan. bila dijelaskan secara spesifik, maka devinisi pendidikan adalah
suatu proses pengubahan sikap dan perilaku seseorang atau kelompok orang dalam
usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran atau pembelajaran. atau
dapat disimpulkan usaha sadar untuk menyiapkan siswa melalui kegiatan

bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan
datang.
Pengertian pendidikan di sekolah dasar mempunyai makna yang sama
dengan devinisi yang terurai di atas, namun saja letak audience atau siswanya saja
yang membedakannya. Artinya, bahwa pendidikan di sekolah dasar titik tekannya
terpusat pada siswa kelas dasar antara kelas 1 sampai dengan kelas 6 yang
ketentuan materi dan pokok bahasannya diatur tersendiri dalam GBPP (Garis-garis
Besar Program Pengajaran). Sehingga pendidikan di sekolah dasar dengan ruang
lingkupnya mencakup materi ke SD-an yang diselenggarakan sepanjang hayat
sebagai pendidikan lanjutan dengan tujuan yang sama seperti uraian pada Undangundang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan.
Tujuan pendidikan nasional adalah mengarahkan berkembangnya potensi
siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta memiliki tanggung jawab. Sedangkan tujuan
pendidikan sekolah dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan,
kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti
pendidikan lebih lanjut. dengan demikian siswa dapat memiliki dan menanamkan
sikap budi pekerti terhadap sesama.
Dalam amandemen, dijelaskan bahwa Tujuan Pendidikan Nasional yang meliputi
tentang tujuan pendidikan di sekolah dasar, dalam Undang-undang Dasar 1945
disebutkan sebagaimana berikut.
(1). Pasal 31, ayat 3 menyebutkan, Pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan
dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
yang diatur dengan undang-undang, (2). Pasal 31, ayat 5 menyebutkan,
Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menunjang tinggi
nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta
kesejahteraan umat manusia.
Tujuan pendidikan di sekolah dasar, seperti pada tujuan pendidikan nasional, yang
juga telah tertuang dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 adalah seperti pada
penjabaran dalam Undang-undang Dasar 1945 Pasal 3 menyebutkan, Pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.
Dari kutipan Undang-undang tersebut di atas sebagaimana landasannya,
maka tujuan pendidikan di sekolah dasar sendiri dapat diuraikan meliputi beberapa
hal yaitu, (1). Beriman dan bertaqwa terhadap TuhanNya, (2). Mengarahkan dan
membimbing siswa ke arah situasi yang berpotensi positif, berjiwa besar,
kritis,cerdas dan berakhlak mulia, (3). Memiliki rasa cinta tanah air, bangga dan

mampu mengisi hal yang bertujuan membangun diri sendiri bangsa dan negara, (4).
Membawa siswa sekolah dasar mampu berprestasi ke jenjang selanjutnya.
Inti pokok pendidikan sekolah dasar, berupaya menanamkan keimanan terhadap
Tuhan sesuai dengan agama masing-masing yang dianutnya. Dengan harapan
tentunya siswa dapat menanamkan sikap yang berakhlak, sopan dan santun antar
sesama umat manusia tanpa membedakan ras, suku, dan agama. Sehingga pada
akhirnya siswa dapat menjadi individu yang bertanggung jawab, cakap, berdedikasi
tinggi terhadap bangsa dan negaranya. Pengertian pendidikan di sekolah dasar
benar-benar mendidik dan menumbuhkembangkan ilmu pengetahuan pada siswa di
sekolah dasar untuk memiliki sikap kebersamaan dalam upaya mencetak generasi
muda yang bertanggung jawab.

LATAR BELAKANG PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR

Pendidikan di sekolah dasar merupakan lembaga yang dikelola dan diatur


oleh pemerintah yang bergerak di bidang pendidikan yang diselenggarakan secara
formal yang berlangsung selama 6 tahun dari kelas 1 sampai kelas 6 untuk anak
atau siswa-siswi di seluruh indonesia tentunya dengan maksud dan tujuan yang
tidak lain agar anak indonesia menjadi seorang individu yang telah diamanatkan
atau yang sudah dicita-citakan dalam Undang-undang Dasar 1945. Dalam
pelaksanannya, pendidikan di sekolah dasar diberikan kepada siswa dengan
sejumlah materi atau mata pelajaran yang harus dikuasainya. Mata pelajaran
tersebut antara lain seperti pendidikan agama (diberikan sesuai dengan agama dan
kepercayaan siswa masing-masing, yaitu agama islam, kristen, katolik, hindu, dan
bhuda), pendidikan kewarganegaraan, bahasa indonesia, ilmu pengetahuan alam,
ilmu pengetahuan sosial, matematika, pendidikan jasmani dan olahraga, seni
budaya dan kerajinan, serta ditambah dengan mata pelajaran yang bersifat muatan
lokal pilihan yang disesuaikan dengan daerah masing-masing yaitu seperti mata
pelajaran bahasa inggris, bahasa daerah (sesuai dengan daerah masing-masing),
dan baca tulis alquran. Pemberian materi yang bersifat lokal dimaksudkan agar
budaya dan tradisi di daerah mereka (siswa) tidak terkikis oleh perkembangan
budaya asing atau budaya-budaya baru yang hadir di lingkungan siswa. Sehingga
dengan demikian, penanaman budaya lokal di setiap daerah di seluruh indonesia
tetap lestari dan terjaga keasliannya sebagai aset bangsa sebagai bangsa yang
kaya akan keberagaman budaya.
Dengan keanekaragaman budaya yang dimiliki bangsa indonesia itulah maka
latar belakang pendidikan di sekolah dasar indonesia mengacu pada akar budaya
bangsa, dimana hal itu dapat dipertegas berdasar Undang-undang No 20 Tahun
2003 pasal 31 ayat 3 dan ayat 5 yang akan di urai penulis pada bagian selanjutnya.
Selain mengajar, guru sekolah dasar juga sebagai pendidik yang berkewajiban
untuk selalu menanamkan kepada anak didik atau siswanya menjadi jiwa dan insan-

insan yang menjunjung budaya bangsa seperti yang tertuang pada amanat undangundang tersebut di atas. Alhamdulillah, Hal itu nampak jelas tertanam pada jiwa
siswa ketika siswa bertemu dengan guru di jalan dan menyapa guru tersebut
sembari mencuim tangan guru tersebut. contoh lain dari latar belakang bahwa
pendidikan di sekolah dasar mengacu pada budaya bangsa adalah pembacaan doa
sebelum pelajaran dimulai, menghormati guru sebagai orang tua kandung sendiri,
gotong royong sesama teman dalam bentuk kerja sama, dan masih banyak lagi
contoh kasus lain seperti pemberian materi pelajaran bahasa daerah, berpakaian
rapi dan sopan dan lain sebagainya.
Dari uraian tersebut di atas, maka pendidikan di sekolah dasar sebagai pendidikan
formal bagi anak generasi penerus bangsa di kemas berdasarkan karakter dan
budaya bangsa yang kemudian ditetapkan melalui kurikulum. kemudian dari
kurikulum inilah roda pendidikan dipacu serta dijalankan.
Sejalan dengan itu, untuk menghadapi tantangan global dimasa mendatang
pemerintah telah menyiapkan dan mencetak tunas-tunas bangsa untuk menjadi
atau memiliki sumber daya manusia yang handal, tentunya dibarengi dengan
berbagai cara dan upaya yang telah banyak ditempuh pemerintah untuk
mengupayakan agar mutu dan kualitas pendidikan di sekolah dasar di indonesia ini
dapat meningkat seiring dengan perkembangan jaman, ilmu dan teknologi. Salah
satu cara yang saat ini telah dilakukan adalah dengan upaya meningkatkan kinerja
guru sebagai pendidik dan sebagai sarana sumber belajar bagi siswa dengan
memberikan bekal dan pelatihan, penambahan gaji pokok bagi para guru yang
sering kita dengar dengan "sertifikasi", dan pemberian dana BOS untuk
kelangsungan dan kelancaran kegiatan pembelajaran di tiap-tiap sekolah.
Hal-hal tersebut merupakan bentuk peduli pemerintah terhadap pendidikan. perlu
disadari bahwa pendidikan merupakan tulang punggung kemajuan suatu bangsa.
Artinya bahwa pendidikan menyumbang peran yang sangat signifikan dalam
mencetak tunas bangsa agar nantinya dapat menggantikan generasi yang sudah
tua dengan kepribadian yang menjunjung tinggi nilai-nilai pancasila sebagai falsafat
bangsa indonesia.
Pada satuan tingkat sekolah dasar, siswa merupakan anak didik yang perlu
untuk di arahkan, dikembangkan, dan dijembatani ke arah perkembangannya yang
bersifat komplek. Maka dari itu pendidikan di sekolah dasar pada hakekatnya
merupakan pendidikan yang lebih mengarahkan dan lebih banyak memotivasi siswa
untuk belajar. Hal tersebut karena siswa sekolah dasar merupakan anak yang unik
dan perlu perhatian. Latar belakang keunikan mereka terlihat pada perubahan
berbagai aspek baik sikap, gerak, dan inteligennya sehingga mempengaruhi
perkembangannya.

SEJARAH PENDIDIKAN DI SEKOLAH DASAR

Sekilas potret kelam sejarah pendidikan di Indonesia, dimulai pada masa


penjajahan, jumlah sekolah di Indonesia ini dapat dihitung dengan hitungan jari.
Dan bahkan, sekolah yang ada pada waktu itu hanya Sekolah Dasar saja. menurut
kata Pak Guru waktu saya masih sekolah dasar sekitar Tahun 1992, Beliau
menceritakan bahwa Sekolah pada waktu itu (masa penjajahan) adanya hanya
sampai pada kelas 3. dimana dulunya bukan bernama sekolah dasar, melainkan
sekolah rakyat (SR) yang diperuntukan bagi warga pribumi. Sekarang, Alhamdulillah
sekolah-sekolah sudah banyak berdiri bahkan dalam satu desa sudah ada 2 sampai
3 sekolah. apalagi sekolah dasar, ditambah lagi sekolah yayasan, tinggal milih
sekolah mana yang disukai untuk sekolah. Sekarang, saatnya untuk
mempertahankan dan meningkatkan taraf kualitas dan kuantitas sekolah sendiri.
agar dapat membawa manfaat bagi generasi selanjutnya yang lebih baik.
Pemberian pendidikan secara non formal atau formal pada anak bukan hanya
dilakukan dalam pendidikan keluarga saja, akan tetapi pemberian dan pemahaman
pendidikan kepada anak yang lainnya juga bertumpu di tingkat Sekolah Dasar.
Pendidikan di sekolah dasar merupakan faktor yang sangat penting. Mengapa
demikian? Pada tingkat sekolah dasar inilah, pondasi perkembangan kemampuan
berpikir dan belajar anak berpengaruh dan mempengaruhi pada jenjang yang
selanjutnya. Artinya, perkembangan mental, fisik, serta inteligensi anak terpusat
pada usia antara 0 tahun sampai dengan 12 tahun. masa-masa tersebut merupakan
masa keemasan bagi pertumbuhan anak, baik fisik maupun psikisnya. Oleh
karenanya, dimasa sekolah dasar, perlu diupayakan kepada anak agar dapat leluasa
untuk menerima pengetahuannya dengan sebaik-sebaiknya dan sebenar-benarnya.
lingkungan sekolah adalah tempat yang sangat berpengaruh terhadap potensi
perkembangan belajar anak sekolah dasar ke ranah yang lebih baik seperti yang
telah ditetapkan oleh pemerintah terhadap tujuan pendidikan di sekolah dasar
maupun di sekolah lanjutan dapat terwujud. Setiap orang tua pasti menginginkan
dan mendambakan anak yang dapat membanggakan orang tua. Bagaimana dengan
anak kita? Anak merupakan generasi penerus bangsa. Sebagai orang tua tentunya
mengharap kelak anak dapat menjadi penopang hidup yang dapat berguna bagi
bangsa, agama, negara dan keluarga. Disini peran penting sekolah dasar sebagai
ujung tombak pencetak keberhasilan tunas-tunas bangsa yang mampu menghadapi
persoalan bangsanya di masa yang akan datang. Oleh karenanya, di setiap satuan
sekolah masing-masing di seluruh Indonesia, sedikit demi sedikit sudah banyak
mengalami perkembangan dan peningkatan baik dibidang sarana maupun
prasarana. Mari dukung program pemerintah dengan iktikad baik dengan penuh
harapan, semoga pendidikan di negeri yang kita cintai lebih baik hari demi hari.
Pada anak usia sekolah dasar antara 7 tahun sampai dengan 12 tahun, nalar
berpikir mereka cenderung ingin tahu dan mencoba-coba. Hal ini yang mendasari,
bahwa di sekolah dasar merupakan pusat dinamika pendidikan anak yang utama.
Anak sekolah dasar akan lebih peka dan tajam dalam menyerap segala
pengetahuannya. Oleh karena itu, agar tahap perkembangan belajar anak sekolah
dasar dapat berjalan dengan optimal, diperlukan kedisiplinan pembelajaran yang
berkesinambungan. Sehingga pada nantinya perkembangan belajar anak di sekolah

dasar berkembang secara optimal. siapa yang tidak ingin memiliki anak yang
pintar, cakap, kreatif dan juga berakhlak mulia.
Dari kesemuanya, pengertian pendidikan di sekolah dasar itu merupakan
lembaga yang bergerak dalam bidang kependidikan yang berupa sekolah tingkat
dasar yang mata pelajarannya beragam dan harus mampu dikuasai oleh siswa.
Keberagaman ini menyebabkan siswa harus lebih fokus dalam mengikuti proses
kegiatan pembelajaran di dalam kelas. tentunya hal ini menjadi tantangan bagi guru
untuk mampu merubah paradigma lama dan membuat paradigma baru yang dapat
dan mampu diterima siswa di sekolah dan juga dapat diterima oleh masyarakat.
Sehingga siswa dan masyarakat beranggapan bahwa sekolah bukan hanya tempat
untuk belajar dan mencari ilmu saja tetapi yang lebih penting keberadaan sekolah
dapat membawa siswa nyaman, senang, dan menyenangkan dalam belajar
sehingga siswa merasa betah dan menumbuhkan motivasi belajar siswa. Dari itu
kemudian, diperlukan cara atau upaya menciptakansuasana sekolah dasar yang
kondusif bagi terbentuknya integrasi hubungan yang baik antara sesama warga
sekolah seperti yang dimaksud pada uraian di atas.

MENGETAHUI KEBUTUHAN SISWA DI SEKOLAH DASAR

Sebagai makhluk sosial, yang dilimpahkan akal, pikiran, rasa, dan karsa oleh
Tuhan. manusia tentunya membutuhkan yang diantaranya makan, minum,
pakaian, rumah atau tempat tinggal. Selain kebutuhan sandang dan papan
tersebut, manusia juga membutuhkan pendidikan sebagai bekal dalam upaya
membentuk pengetahuannya dalam menghadapi permasalahan hidup yang
semakin rumit menuju akhir tuanya.
Sejalan dengan itu pula, maka pendidikan dapat dikatakan sebagai suatu
kebutuhan primer. yang artinya menunjukkan kebutuhan yang harus dimiliki oleh
manusia sejak ia lahir sampai ke liang kubur. Pendidikan menjadi pedoman diri bagi
tiap individu untuk menjalani hidup yang lebih baik, baik dikehidupan duniawi
maupun akhirat.
Melangkah dari latar belakang tersebut, pendidikan selalu membuat perubahan
sejalan dengan pengetahuan dan penemuan-penemuan baru. Pendidikan sekolah
dasar sebagai lembaga yang mendidik dan memberi bekal pengetahuan di tingkat
dasar sebagai pencetak generasi dan penerus bangsa yang dapat diandalkan
dikemudian hari dalam menghadapi tantangan dan persoalan baik di lingkungan
masyarakat maupun berbangsa dan bernegara.
Hal itu kiranya perlu dikupas dan diketahui oleh para guru khususnya,
sebagai ujung keberhasilan pendidikan dan umumnya seluruh jajaran Dinas
Pendidikan beserta pemerintah untuk meraih cita-cita tersebut, membutuhkan
pemikiran yang objektif untuk melaksanakannya. Langkah awal yang perlu

diperhatikan adalah dengan mengetahui akan kebutuhan siswa di sekolah dasar.


Apa saja kebutuhan siswa di sekolah dasar? Ada dua aspek kebutuhan, yakni
kebutuhan eksternal dan internal.
Kebutuhan eksternal lebih mengarah kepada kebutuhan peralatan alat-alat sekolah
seperti seragam, buku, tas, sepatu, pensil, dan alat-alat sekolah lainnya. Sedangkan
kebutuhan yang kedua yang juga sangat penting adalah kebutuhan internal.
Kebutuhan ini lebih mengacu kepada semangat yang timbul pada dalam diri siswa
itu sendiri untuk menumbuhkan prestasi belajar, bakat dan minat yang terpendam
pada diri masing-masing siswa untuk lebih terpacu dan termotivasi. Hal ini berarti
membutuhkan bantuan orang lain yang dalam hal ini tentunya adalah guru. Sekali
lagi tugas para guru di sekolah dasar di kelas bukan hanya sebagai pemberi
materi/narasumber atau pengajar saja, akan tetapi lebih dari itu seorang guru di
kelas juga menjadi motivator dan pemberi bimbingan bagi semangat siswasiswanya ke arah prestasi yang membanggakan. Oleh karenanya, bimbingan adalah
layanan yang wajib diberikan guru kepada semua siswa di sekolah dasar dan
seyogyanya guru harus mampu mengetahui kebutuhan yang dibutuhkan siswanya
dalam memberikan layanan bimbingan agar tahap perkembangan belajarnya
terlampaui secara baik.
Bimbingan adalah bentuan yang diberikan kepada individu untuk
memperoleh penyesuaian diri dalam menelaah pengalaman belajarnya yang
diperoleh di sekolah agar mencapai perkembangan yang optimal. bimbingan
merupakan suatu proses, dimana bentuk kegiatannya dilakukan secara terus
menerus, berkelanjutan dan bukan sebuah kegiatan yang seketika atau kebetulan.
Maka, bimbingan bagi siswa di sekolah dasar merupakan suatu kegiatan yang
dilakukan secara sistematis dan berencana. karena pada usia sekolah dasar,
merupakan tahap perkembangan yang dinamis, holistik dan unik. pemberian
bimbingan tentunya dengan mempertimbangkan keragaman dan keunikan individu
tersebut. Tidak ada teknik pemberian bimbingan yang berlaku umum bagi semua
siswa. Namun bimbingan ini dimaknai secara individual yang didasarkan sesuai
dengan pengalaman dan tingkat kebutuhan siswa.

sumber : http://www.blogwahyu.com/2013/11/pusat-pendidikan-anak.html
Sumber Berita: http://disdik.bekasikab.go.id/berita-pengertian-dan-tujuanpendidikan-di-sekolah-dasar.html#ixzz3t2GWgi4c

(3)
Tips Belajar Autisme: 6 Teknik Mengajar Anak Autis

Amazine.co - Online Popular Knowledge

Baca juga

Tips Sehat Keluarga: Mengenal Lebih Dekat Autisme

Tips Memahami Gejala & Penanganan Autism Spectrum Disorder (ASD)

Sejarah Teddy Bear: Asal-usul Boneka Beruang Teddy Bear


Mengajar anak autis merupakan tugas yang menantang, terutama bagi yang belum pernah
memiliki pengalaman menangani anak-anak dengan ketidakmampuan belajar.
Meskipun lambat, anak autis bisa dilatih untuk membaca, menulis, dan belajar.
Autisme mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara
efektif.
Autisme merupakan kelainan genetik dan tidak dapat disembuhkan.
Namun tidak berarti anak autis tidak dapat menjalani kehidupan normal.
Pengaruh autisme akan bervariasi antara satu anak dengan yang lainnya.

Ada yang hanya sedikt berbicara, sementara yang lainnya menunjukkan perilaku kompulsif yang
ekstrim.
Di sekolah khusus, anak-anak autis juga belajar aritmatika, tata bahasa, dan lain-lain sama seperti
anak lainnya.
Berbagai teknik dilakukan untuk mengajar anak-anak autis di sekolah khusus.
Diperlukan kesabaran dan ketekunan ketika menghadapi anak-anak dengan autisme.
Perilaku agresi, agitasi, dan mudah marah dari guru akan berpengaruh negatif terhadap proses
pengajaran.
Berikut adalah beberapa teknik yang bisa dilakukan untuk mengajar anak-anak dengan autisme:
1. Tidak Melakukan Modifikasi Jadwal
Anak-anak autis tidak suka variasi karena lebih menyukai rutinitas yang sama serta kebiasaan
berulang.
Oleh karena itu, sebaiknya tidak melakukan perubahan jadwal untuk anak dengan autisme.
Namun, bukan tidak mungkin untuk melakukan sedikit modifikasi jadwal bila memang
dibutuhkan.
2. Memilih Gaya Belajar
Setiap anak memiliki gaya belajar tertentu.
Beberapa anak mungkin lebih cepat menyerap informasi dengan cara mendengar, sementara anak
yang lain lebih cenderung pada gaya belajar visual.
Pada beberapa anak, media gambar menjadi bahasa pengantar utama dalam belajar.
Sebagai guru atau orangtua, Anda perlu mencari tahu metode mana yang membantu anak untuk
fokus pada apa yang diajarkan.
Anak autis cenderung kehilangan minat bila mereka tidak mengerti apa yang diajarkan.
Jadi, memilih gaya belajar yang sesuai akan membuat anak mampu beradaptasi lebih baik.
3. Menggunakan Bahasa Sederhana
Menggunakan kata-kata sederhana serta kalimat pendek ketika berkomunikasi dengan anak-anak
autis sangat dianjurkan.
Kalimat yang panjang dan kompleks hanya akan membuat anak bingung.

Kalimat yang pendek lebih mudah dibaca, ditulis ulang, serta dipahami oleh anak.
4. Menggunakan Objek Menarik ketika Belajar
Anak-anak autis biasanya memiliki mainan favorit. Gunakan mainan favoritnya sebagai salah
satu teknik untuk mengajar mereka.
Bila mainan favorit anak adalah mobil, Anda bisa bercerita tentang kisah-kisah yang melibatkan
mobil.
Bisa juga menggunakan mainan mobil kecil untuk mendapatkan perhatian anak.
5. Menangani Masalah Menulis
Sebagian besar anak autis menghadapi masalah dengan keterampilan motorik mereka.
Anak autis tidak dapat mengendalikan tangan sehingga kesulitan untuk menulis rapi. Hal ini bisa
membuat anak merasa putus asa.
Untuk mengatasi hal ini, minta anak untuk mengetik di komputer atau di laptop.
Mengetik di komputer bisa membantu anak belajar lebih cepat tanpa merasa kecewa saat melihat
hasil tulisan mereka.
Selain itu, cara ini bisa memotivasi anak untuk menikmati proses menulis.
6. Mengenali Bakat
Anak-anak dengan autisme biasanya sedikit lebih lambat dalam berkomunikasi dan proses
belajar dibandingkan dengan anak-anak lain seusia mereka.
Namun, banyak diantara anak-anak autis yang memiliki bakat melukis, memainkan alat musik,
membuat kerajinan, bahkan pemrograman komputer.
Pikiran mereka sangat kreatif dan seringkali menghasilkan karya seni yang luar biasa.
Penting bagi guru atau orang tua untuk mengidentifikasi bakat anak autis serta membantu
mengembangkannya.
Bakat ini bisa dipoles sehingga dapat digunakan sebagai keterampilan untuk kehidupan maupun
karir mereka di masa depan.[]

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam pendidikan luar biasa kita banyak mengenal macam-macam Anak Berkebutuhan
Khusu. Salah satunya anak autis. Anak autis juga merupakan pribadi individu harus diberi
pendidikan baik itu keterampilan, maupun akademik. Permasalahan di setiap lapangan terkadang
tidak semua orang mengetahui tentang anak autis tersebut. Oleh karena itu kita harus kaji lebih
dalam tentang anak autis. Dalam pengkajian tersebut kita butuh banyak informasi tentang siapa
anak autis, penyebab dan lainnya.
Dengan adanya bantuan baik itu secara umum. Dalam masyarakat nantinya anak-anak
tersebut dapat lebih mandiri dan anak-anak tersebut bisa mengembangkan potensi yang ada dan
dimilikinya yang selama ini terpendam karena ia belum bisa mandiri. Oleh karena itu makalah
ini dapat membantu kita untuk mengetahui anak autis tersebut.
B.

Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan autis?


2. Apa saja penyebab dan gejala autis?
3. Bagaimana penanganan untuk anak autis?
4. Pendidikan seperti apa untuk anak autis?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian autis.
2. Untuk mengetahui penyebab dan gejala anak autis.
3. Untuk mengetahui penanganan anak autis.
4. Untuk mengetahui pendidikan seperti apa untuk anak autis.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Autis
Autisme berasal dari kata auto yang berarti sendiri. Penyandang Autisme seakan-akan
hidup di dunianya sendiri. Istilah Autisme baru diperkenalkan sejak tahun 1943 oleh Leo Kanner,
sekalipun kelainan ini sudah ada sejak berabad-abad lampau (Handojo, 2003).
Kartono (2000) berpendapat bahwa Autisme adalah gejala menutup diri sendiri secara
total, dan tidak mau berhubungan lagi dengan dunia luar keasyikan ekstrim dengan fikiran dan
fantasi sendiri.
Supratiknya (1995) menyebutkan bahwa penyandang autis memiliki ciri-ciri yaitu
penderita senang menyendiri dan bersikap dingin sejak kecil atau bayi, misalnya dengan tidak
memberikan respon ( tersenyum, dan sebagainya ), bila di liling, diberi makanan dan
sebagainya, serta seperti tidak menaruh perhatian terhadap lingkungan sekitar, tidak mau atau
sangat sedikit berbicara, hanya mau mengatakan ya atau tidak, atau ucapan-ucapan lain yang
tidak jelas, tidak suka dengan stimuli pendengaran ( mendengarkan suara orang tua pun
menangis ), senang melakukan stimulasi diri, memukul-mukul kepala atau gerakan-gerakan aneh
lain, kadang-kadang terampil memanipulasikan obyek, namun sulit menangkap.
Kartono (1989) berpendapat bahwa Autisme adalah cara berpikir yang dikendalikan oleh
kebutuhan personal atau diri sendiri, menanggapi dunia berdasarkan penglihatan dan harapan
sendiri dan menolak realitas, oleh karena itu menurut Faisal Yatim (2003), penyandang akan
berbuat semaunya sendiri, baik cara berpikir maupun berperilaku.
Autisme adalah gangguan yang parah pada kemampuan

komunikasi

yang

berkepanjangan yang tampak pada usia tiga tahun pertama, ketidakmampuan berkomunikasi ini
diduga mengakibatkan anak penyandang autis menyendiri dan tidak ada respon terhadap orang
lain (Sarwindah, 2002).

Yuniar (2002) menambahkan bahwa Autisme adalah gangguan perkembangan yang


komplek, mempengaruhi perilaku, dengan akibat kekurangan kemampuan komunikasi,
hubungan sosial dan emosional dengan orang lain, sehingga sulit untuk mempunyai ketrampilan
dan pengetahuan yang diperlukan sebagai anggota masyarakat. Autisme berlanjut sampai dewasa
bila tak dilakukan upaya penyembuhan dan gejala-gejalanya sudah terlihat sebelum usia tiga
tahun. Yuniar mengatakan bahwa Autisme tidak pandang bulu, penyandangnya tidak tergantung
dari ras, suku, strata-ekonomi, strata sosial, tingkat pendidikan, geografis tempat tinggal, maupun
jenis makanan. Perbandingan antara laki-laki dan perempuan penyandang Autisme ialah 4 : 1.
Dari keterangan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Autisme adalah gejala menutup
diri sendiri secara total, dan tidak mau berhubungan lagi dengan dunia luar, merupakan gangguan
perkembangan yang komplek, mempengaruhi perilaku, dengan akibat kekurangan kemampuan
komunikasi, hubungan sosial dan emosional dengan orang lain dan tidak tergantung dari ras,
suku, strata-ekonomi, strata sosial, tingkat pendidikan, geografis tempat tinggal, maupun jenis
B.

makanan.
Penyebab dan Gejala Autis
Penyebab yang pasti dari autisme tidak diketahui, yang pasti hal ini bukan disebabkan
oleh pola asuh yang salah. Penelitian terbaru menitikberatkan pada kelainan biologis dan
neurologis di otak, termasuk ketidakseimbangan biokimia, faktor genetik dan gangguan

kekebalan.
Beberapa kasus mungkin berhubungan dengan penyebab autis:
Infeksi virus (rubella kongenital atau cytomegalic inclusion disease)
Fenilketonuria (suatu kekurangan enzim yang sifatnya diturunkan)
Sindroma X yang rapuh (kelainan kromosom).
Gejala Autisme Untuk memeriksa apakah seorang anak menderita autis atau tidak,
digunakan standar internasional tentang autisme. ICD-10 (International Classification of
Diseases) 1993 dan DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual) 1994 merumuskan kriteria
diagnosis untuk Autisme Infantil yang isinya sama, yang saat ini dipakai di seluruh dunia.
a. Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik.

Minimal harus ada 2 dari gejala di bawah ini:


1. Tak mampu menjalin interaksi sosial yang cukup memadai : kontak mata sangat kurang, ekspresi
2.
3.
4.
b.
1.
2.
3.
4.
5.
c.
1.
2.
3.
4.
a.

muka kurang hidup, gerak gerik kurang tertuju.


Tidak bisa bermain dengan teman sebaya.
Tak ada empati (tak dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain).
Kurang mampu mengadakan hubungan sosial dan emosional yang timbal balik
Gangguan kualitatif dalam bidang komunikasi.
Minimal harus ada 1 dari gejala di bawah ini:
Perkembangan bicara terlambat atau sama sekali tak berkembang.
Anak tidak berusaha untuk berkomunikasi secara non-verbal.
Bila anak bisa bicara, maka bicaranya tidak dipakai untuk berkomunikasi.
Sering menggunakan bahasa yang aneh dan diulang-ulang.
Cara bermain kurang variatif, kurang imajinatif, dan kurang dapat meniru.
Adanya suatu pola yang dipertahankan dan diulang-ulang dalam perilaku, minat, dan kegiatan.
Minimal harus ada 1 dari gejala di bawah ini:
Mempertahankan satu minat atau lebih dengan cara yang sangat khas dan berlebihan.
Terpaku pada suatu kegiatan yang ritualistik atau rutinitas yang tidak ada gunanya.
Ada gerakan-gerakan aneh yang khas dan diulang-ulang.
Seringkali sangat terpukau pada bagian-bagian benda.
Pendapat lain mengatakan bahwa gejala autisme antara lain:
Perkembangan terhambat, terutama dalam kelakuan dasar hidup bermasyarakat (misalnya :

tersenyum dan berbicara).


b. Bermain sendiri, tidak mau berkumpul dengan anggota keluarga atau orang lain.
c. Lesu dan tidak acuh terhadap orang lain yang mencoba berkomunikasi dengannya.
d. Sedikit atau tidak ada kontak mata.
e. Mengerjakan sesuatu yang rutin tanpa dipikir dan berperangai buruk jika dilarang akan
membangkitkan kemarahan.
f. Pada umumnya pertumbuhan jiwa terbelakang (cacat mental).
g. Pada beberapa kasus, anak tersebut mempunyai keahlian tertentu dan sangat pandai, misalnya :
menggambar, matematika, musik, melukis (Infokes, 2005).
Selain gejala-gejala seperti yang disebutkan di atas, beberapa sifat lainnya yang biasa
a.
b.
c.
d.
e.
f.

ditemukan pada anak autis antara lain:


Sulit bergabung dengan anak-anak yang lain.
Tertawa atau cekikikan tidak pada tempatnya.
Menghindari kontak mata atau hanya sedikit melakukan kontak mata.
Menunjukkan ketidakpekaan terhadap nyeri.
Jarang memainkan permainan khayalan.
Lebih senang menyendiri, menarik diri dari pergaulan, tidak membentuk hubungan pribadi yang

terbuka.
g. Memutar benda.

h.

Terpaku pada benda tertentu, sangat tergantung kepada benda yang sudah dikenalnya dengan

i.
j.
k.
l.
m.
n.
o.
p.
q.

baik.
Secara fisik terlalu aktif atau sama sekali kurang aktif.
Tidak memberikan respon terhadap cara pengajaran yang normal.
Tertarik pada hal-hal yang serupa, tidak mau menerima/mengalami perubahan.
Tidak takut akan bahaya.
Terpaku pada permainan yang ganjil.
Ekolalia (mengulang kata-kata atau suku kata).
Tidak mau dipeluk.
Tidak memberikan respon terhadap kata-kata, bersikap seolah-olah tuli.
Mengalami kesulitan dalam mengungkapkan kebutuhannya melalui kata-kata, lebih senang

meminta melalui isyarat tangan atau menunjuk.


r. Jengkel/kesal membabi buta, tampak sangat rusuh untuk alasan yang tidak jelas.
s. Melakukan gerakan dan ritual tertentu secara berulang (misalnya bergoyang-goyang atau
t.

mengepak-ngepakkan lengannya).
Anak autis mengalami keterlambatan berbicara, mungkin menggunakan bahasa dengan cara
yang aneh atau tidak mampu bahkan tidak mau berbicara sama sekali. Jika seseorang berbicara
dengannya, dia akan sulit memahami apa yang dikatakan kepadanya. Anak autis tidak mau
menggunakan kata ganti yang normal (terutama menyebut dirinya sebagai kamu, bukan sebagai

saya).
u. Pada beberapa kasus ditemukan perilaku agresif atau melukai diri sendiri.
v. Kemampuan motorik kasar/halusnya ganjil, tidak ingin menendang bola tetapi dapat menyusun
balok.
Gejala-gejala tersebut bervariasi, bisa ringan maupun berat. Selain itu, perilaku anak autis
biasanya berlawanan dengan berbagai keadaan yang terjadi dan tidak sesuai dengan usianya.
C. Penanganan Anak Autis
Tujuan dari penanganan pada penyandang autisme adalah:
a. Membangun komunikasi dua arah yang aktif,
b. Mampu melakukan sosialisasi ke dalam lingkungan yang umum dan bukan hanya dalam
c.
d.
e.

lingkungan keluarga,
Menghilangkan dan meminimalkan perilaku tidak wajar,
Mengajarkan materi akademik, serta
Meningkatkan kemampuan Bantu diri atau bina diri dan keterampilan lain.
Hal terpenting yang bisa dilakukan oleh orang tua adalah menemukan program intervensi
dini yang baik bagi anak autis. Tujuan pertama adalah menembus tembok penghalang interaksi

sosial anak dan menitikberatkan komunikasi dengan orang lain melalui cara menunjuk jari,
menggunakan gambar dan kadang bahasa isyarat serta kata-kata. Program intervensi dini
menawarkan pelayanan pendidikan dan penanganan untuk anak-anak berusia dibawah 3 tahun
yang telah didiagnosis mengalami ketidakmampuan fisik atau kognitif.
Ada empat terapi utama untuk anak autis. Semuanya harus dilakukan secara terpadu dan
terintegrasi, diantaranya adalah:
1. Terapi Perilaku
Gangguan perilaku diatasi dengan terapi perilaku (behavioral). Tujuannya agar perilaku
yang berlebihan dikurangi dan perilaku yang berkekurangan ditambahkan. Terapi perilaku yang
dikenal di seluruh dunia adalah Applied Behavioral Analysis (ABA) yang diciptakan oleh O. Ivar
Lovaas, PhD dari University of California Los Angeles (UCLA).
Terapi ini berupaya memberikan rewards positif jika anak merespons secara benar
sesuai dengan instruksi yang diberikan. Jika responnya tidak positif, anak tidak mendapatkan
hukuman melainkan tidak mendapatkan rewards positif. Terapi dilakukan untuk mengajari anak
tentang aturan.
2. Terapi Wicara
Terapi wicara dilakukan untuk mengatasi gangguan bicara pada anak autis. Terapi
dilakukan dengan rutin, teratur dan intensif. Sehingga gangguan bicara anak berkurang,
sementara kemampuan berbicara dan memahami kosakatanya meningkat.
3. Terapi Biomedik
Banyak pakar menemukan, anak penyandang autisma mengalami banyak gangguan
metabolisme dalam tubuhnya yang memengaruhi susunan saraf pusat sedemikian rupa, sehingga
fungsi otak terganggu. Gangguan tersebut bisa memperberat gejala autisme atau memicu
timbulnya gejala autisme.
Terapi berupaya mencari semua gangguan tersebut di atas dan bila ditemukan, harus
diperbaiki. Dengan demikian diharapkan fungsi susunan saraf pusat bisa bekerja dengan lebih
baik sehingga gejala-gejala autisme berkurang atau bahkan menghilang.

Pemeriksaan yang dilakukan biasanya adalah laboratorik yang meliputi pemeriksaan


darah, urine, rambut dan feses. Juga pemeriksaan colonoscopy dilakukan bila ada indikasi.
Terapi biomedik tidak menggantikan terapi-terapi yang telah ada, seperti terapi perilaku,
wicara, okupasi dan integrasi sensoris. Terapi biomedik melengkapi terapi yang telah ada dengan
memperbaiki dari dalam, sehingga diharapkan perbaikan akan lebih cepat terjadi.
4. Terapi Sensori Integrasi
Banyak gangguan integrasi sensori anak autis. Di antaranya: pengendalian sikap tubuh,
motorik halus, motorik kasar, dan lain-lain. Integrasi sensori berarti ketidakmampuan mengolah
rangsang sensori yang diterima.
Aktivitas fisik yang terarah, bisa menimbulkan respons yang adaptif yang makin
kompleks. Dengan demikian efisiensi otak makin meningkat. Terapi integrasi sensoris
meningkatkan kematangan susunan saraf pusat, sehingga ia lebih mampu untuk memperbaiki
struktur dan fungsinya. Aktivitas integrasi sensoris merangsang koneksi sinaptik yang lebih

1.

kompleks, dengan demikian bisa meningkatkan kapasitas untuk belajar.


Selain terapi utama tadi, ada juga beberapa terapi alternatif, yaitu:
Terapi akupunktur
Akupunktur adalah menusuk titik-titik persarafan pada bagian tubuh dengan jarum. Titiktitik yang ditusuk tentu yang berhubungan dengan organ-organ yang sakit. Nah, bagi penyandang
autisma, yang ditusuk adalah bagian tubuh yang berhubungan dengan otak. Ini karena gangguan
autisma berkaitan dengan otak. Terapi ini berusaha membuat stimulasi sistem saraf agar dapat
berfungsi optimal. Agar mendapatkan hasil perkembangan, terapi tusuk jarum harus disertai
terapi lainnya secara terpadu. Termasuk terapi wicara, okupasi, integrasi, sensori, dan terapi

biomedik. Anak pun harus mendapatkan diet yang sesuai.


2. Terapi musik
Terapi ini bertujuan mempertajam daya konsentrasi anak autis. Pun mengasah
kemampuan berkomunikasi anak. Anak-anak autis diberi materi pengenalan nada, ketukanketukan, bunyi drum, dan sebagainya. Jika sudah dikuasai, maka penyandang dapat menguasai
keterampilan lebih lanjut seperti belajar piano.

Stimulasi ini bertalian erat dengan fungsi pengaturan otak pada tubuh. Konsentrasi anak
meningkat, fungsi tubuh lainnya juga otomatis membaik. Hal yang jelas, untuk terapi ini
dibutuhkan bantuan minimal dua orang ahli, ahli musik dan terapis.
3.

Terapi lumba-lumba
Jeri Novaro Sumual dari Kompartemen 99 Dolphin Therapy mengungkapkan, terapi
lumba-lumba (TLL) untuk anak-anak berkebutuhan khusus telah lama diselenggarakan di
Amerika. Penelitian di Miami dan Florida menunjukkan adanya dampak positif dari terapi
lumba- umba ini. Salah satunya adalah yang dilakukan psikolog Prof. David Nathanson dan ahli
saraf David Cole dari Florida International University.
Dalam situsnya, Nathanson dan Cole mengungkapkan adanya perubahan yang cukup
signifikan pada otak manusia sebelum dan sesudah ia berinteraksi dengan lumba-lumba. Sel-sel
saraf otak yang awalnya tegang akan menjadi lebih relaks ketika mendengar suara lumba-lumba.
Di dalam tubuh, gelombang suara lumba-lumba yang diterima mampu melepaskan hormon
endorfin yang berfungsi menghalau ketegangan. Kondisi inilah yang membuat TLL dinilai
efektif untuk anak berkebutuhan khusus. Selain itu, gelombang suara yang dikeluarkan lumbalumba juga cukup berpengaruh terhadap terapi dengan cara memengaruhi perubahan susunan
metabolisme tubuh manusia.
Untuk memulainya, tentu penyandang autis harus dikenalkan terlebih dahulu dengan air.

Selanjutnya secara bertahap anak dapat bermain dengan lumba-lumba.


4. Terapi Hiperbarik
Terapi oksigen hiperbarik adalah suatu cara pengobatan dimana pasien menghirup
oksigen murni pada tekanan udara lebih besar daripada tekanan udara atmosfer normal. Anak
yang mengalami autis dapat menjalani terapi hiperbarik. Tentunya bukan sebagai terapi utama,
melainkan terapi tambahan. Seperti diketahui, anak autis cenderung memiliki imunitas tubuh
yang menurun. Lantaran itu, faktor alergi dan risiko infeksi cukup tinggi. Nah, terapi hiperbarik

dapat mengurangi gangguan alergi yang dialami. Selain itu, terapi ini dapat membantu mengatasi
gangguan metabolisme otaknya menuju perkembangan yang lebih baik. Namun perlu diingat,
hasil yang didapat anak autis tentu akan berbeda satu dengan lainnya.
D. Pendidikan Bagi Anak Autis
Pada prinsipnya, sekolah yang tepat ditentukan oleh kemampuan dan kebutuhan anak.
Menentukan sekolah tidak bisa dilakukan hanya dengan berdasarkan cerita orang lain, tetapi
harus datang ke sekolah, bicara dari hati ke hati dengan orang tua anak lain yang sudah masuk di
sekolah tersebut, serta bertemu dan berdiskusi dengan kepala sekolah dan guru kelas. Dari situ
anda akan memiliki gambaran yang lebih baik tentang sekolah tersebut.
Berikut adalah beberapa kriteria yang dapat dijadikan acuan apakah sekolah tersebut
1.

ideal atau tidak untuk anak autis :


Pertama, sekolah dan para pengajar memiliki semangat dan kepercayaan bahwa tiap anak

mampu belajar (presume intellect).


2. Kedua, sekolah memiliki pengetahuan yang memadai tentang autisme.
3. Ketiga, para guru di sekolah tersebut memiliki pengetahuan yang memadai tentang pendidikan
anak autis dimana para guru mendapatkan pelatihan secara berkala.
4. Keempat, ruang kelas sebaiknya tidak berisik, tidak banyak gambar gambar di dinding.
5. Kelima, sekolah dan guru memiliki semangat untuk menerima saran dari orang tua dan para ahli
di luar sekolah.
6. Keenam, jumlah murid di dalam kelas tidak terlalu banyak.
7. Ketujuh, sekolah dan guru memprioritaskan kepentingan, kebutuhan dan kemampuan anak
diatas target kurikulum.
Beberapa lembaga pendidikan (sekolah) yang selama ini menerima anak autis adalah

sebagai berikut:
Anak Autis di sekolah Normal dengan Integrasi penuh
Anak Autis di sekolah Khusus
Anak Autis di SLB
Anak Autis hanya menjalani terapi.
Biasanya sebelum sekolah anak-anak ini sudah mendapatkan penanganan dari berbagai
ahli seperti : dokter syaraf, dokter specialis anak (Pediatri), Psikologi, Terapi wicara, OT,
Fisioterapi,Orthopedagog (Guru khusus). dengan perkembangan dan perubahan sendirisendiri,

ada yang maju pesat tapi ada yang sebaliknya. Menurut saya, kebanyakan orang tua penyandang
autisme menginginkan sekolah sebagai status anak, tetapi jangan bersikap tidak realistis dengan
tidak berbuat apa-apa karena mengintegrasikan anak autisme dengan anak normal secara penuh
harus dengan suatu konsep, perhitungan yang matang dan kerja keras.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Autisme adalah gejala menutup diri sendiri secara total, dan tidak mau berhubungan lagi
dengan dunia luar, merupakan gangguan perkembangan yang komplek, mempengaruhi perilaku,
dengan akibat kekurangan kemampuan komunikasi, hubungan sosial dan emosional dengan
orang lain dan tidak tergantung dari ras, suku, strata-ekonomi, strata sosial, tingkat pendidikan,
geografis tempat tinggal, maupun jenis makanan.

Anda mungkin juga menyukai