(EIPIC)', program 'Junior' untuk anak usia 7-12 tahun serta program 'Care' untuk anak usia 10-18
tahun.
"Mereka diterapi sesuai kebutuhan dan sebelumnya dikonsultasikan dengan medis dan psikolog.
Jika telah mampu bersosialisasi di masyarakat umum, akan segera dilepas. Namun, sekolah
khusus ini mengakomodasi anak dengan kebutuhan khusus yang tidak bisa mengikuti kehidupan
normalnya."
Rencananya sekolah yang segera dibuka awal Juli 2010 di Cibubur, Depok dan Pulomas, Jakarta
Timur tersebut masing-masing mampu menampung 40 dan 100 anak berkebutuhan khusus.
"Paduan terapi-edukasi rencananya akan segera kami sebarkan di kota-kota lain di Indonesia,"
kata Dr. Hardiono. (umi)
(1)
anak berkebutuhan khusus (autis) di
sekolah umum
January 21, 2012Uncategorized
Di kelasku terdapat seorang anak berkebutuhan khusus karena dia mengidap autisme.
orangtuanya telah menterapinya dengan sangat baik sehingga ketika dia masuk di kelas kami,
perilaku autismenya -walau masih sangat nampak- tapi setidaknya dia sudah bisa berkomunikasi
dengan kami. dia bisa menjawab pertanyaan kami walau masih belum adanya kontak mata
darinya. dia juga mampu mengikuti instruksi yang kami berikan dan menjawab soal-soal yang
kami berikan dalam waktu yang cepat walau kadang pada saat mengajar dia terlihat sibuk
menggambar ataupun meraut pensil, spidol ataupun alat tulisnya. dia tertarik untuk melihat
berbagai alat tulis milik temannya, untuk kemudian dia bawa kemana-mana, tidak bermaksud
untuk merusaknya, hanya ingin melihatnya saja. terkadang dia mencoret wajahnya karena
katanya dia ingin membuat face deco.. hes so special for us with his special needs.
definisi anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda
dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau
fisik. Yang termasuk kedalam ABK antara lain: tunanetra (individu yang memiliki hambatan
dalam penglihatan), tunarungu( individu yang memiliki hambatan dalam pendengaran baik
permanen maupun tidak permanen), tunagrahita ( individu yang memiliki intelegensi yang
signifikan berada dibawah rata-rata dan disertai dengan ketidakmampuan dalam adaptasi
prilaku), tunadaksa(individu yang memiliki gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainan
neuro-muscular dan struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan), tunalaras
(individu yang mengalami hambatan dalam mengendalikan emosi dan kontrol sosial), kesulitan
belajar(individu yang memiliki gangguan pada satu atau lebih kemampuan dasar psikologis yang
mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa, berbicara dan menulis yang dapat memengaruhi
kemampuan berfikir, membaca, berhitung, berbicara yang disebabkan karena gangguan persepsi,
brain injury, disfungsi minimal otak, dislexian dan afasia perkembangan), gangguan perilaku,
anak berbakat, anak dengan gangguan kesehatan (sumber dari wikipedia).
memahaminya tentulah bukan perkara mudah bagi aku dan partnerku di kelas karena diantara
kami tidak ada yang memiliki latar belakang sekolah psikologi ataupun memiliki standar seorang
terapis autis, sehingga kamipun berusaha bekerja sama dengan orangtuanya agar kami dapat
mengetahui treatment apa yang sedang dijalankan oleh keluarga dan apa yang dapat kami
lakukan di sekolah. kami juga beruntung karena memiliki psikolog sekolah, dan beberapa teman
juga merupakan lulusan psikologi. kamipun pada akhirnya juga berusaha untuk menambah
informasi dengan membaca di situs-situs tertentu ataupun buku refrensi untuk mengajar anak
berkebutuhan khusus terutama autisme.
kadang aku bertanya dalam hati. bisakah anak berkebutuhan khusus ini masuk ke dalam kelas
reguler seperti layaknya anak biasa? standar yang diterapkan di sekolah normal umumnya
mengacu pada standar anak dengan kemampuan normal. di sekolahku yang memiliki aspek
penilaian akademis maupun life skill, jelas kurang memungkinkan anak ini memperoleh nilai
yang baik terutama di bagian life skill karena memang life skill inilah yang menjadi masalah
utamanya. latar belakang pendidikan guru SD juga kebanyakan bukan berlatar belakang sarjana
psikologi.bagaimana seharusnya sikap sekolah terhadap anak berkebutuhan khusus ini??
aku pernah membaca dalam sebuah buku mengenai autisme (aku lupa judul bukunya), yang
pernah menyatakan bahwa jika anak autis ini sudah diterapi dengan cukup baik sehingga dia
dapat berkomunikasi dengan baik dan menunjukkan perilaku yang -cukup- normal, maka dia
dapat bersekolah di sekolah umum karena pada dasarnya sekolah umum yang akan membantu
kebutuhannya untuk meningkatkan kemampuan sosialisasinya. sudah beberapa kali aku
menjumpai adanya anak autis yang bersekolah di sekolah umum. walau perilaku autisnya masih
nampak, namun tampaknya ada sedikit perubahan yang dapat diamati. hal ini aku lihat dalam diri
muridku. perilaku autisnya masih sangat nampak, dia akan berlari-lari di dalam kelas saat kami
mengajar, dia terkadang menggunting2 kertas dan kadang menggunting spidol ataupun marker
kami untuk melihat seperti apa bentuk marker kami setelah digunting. namun dia menyadari
kehadiran teman-temannya di kelas. dia ingin selalu berada bersama teman-teman kelasnya
walau terkadang dia hanya bermain sendiri. teman-temanpun mendukungnya dengan
mengajaknya bercanda ataupun bermain bersama. terkadang mereka mengajaknya bermain
bersama. kebersamaan yang muridku ciptakan sunggu lucu dan mengharukan.. tapi tetap saja,
pergumulan tak pernah usai karena kami masih harus berjuang keras untuk membantunya.
kami pernah bertanya pada psikolog sekolah, apakah ini dapat disembuhkan, dia menyatakan
tidak karena ini bukanlah termasuk dalam definisi penyakit, tetapi perilaku orang autis ini dapat
diusahakan untuk semirip mungkin dengan perilaku orang pada umumnya dengan melalui terapi
dan diet yang ketat. bagaimanapun jika, seorang yang memiliki kecenderungan autis, jika
disekolahkan pada sekolah umum bagai menjadi dilema karena :
1. tidak semua guru memiliki latar belakang untuk mengajar anak berkebutuhan khusus
2. tidak banyak sekolah yang memiliki standar ganda bagi anak berkebutuhan khusus. contohnya
adalah apabila anak autis ini dapat dikategorikan pintar maka tidaklah menjadi masalah yang
besar bagi nilai akademis mereka, namun jika anak autis ini mempunyai kemampuan akademis
yang kurang, ditunjang lagi dengan kebutuhan khususnya, maka akan menjadi sulit bagi anak
tersebut untuk dapat melanjutkan ke jenjang berikutnya
3. di lain pihak memang ada kebutuhan bagi anak autis ini untuk dapat bersekolah di sekolah
umum agar dapat membantu dia dalam kebutuhan interaksi sosialnya dengan teman sebaya
lalu bagaimanakah sekolah harus menyikapinya? apa yang harus kami lakukan sebagai seorang
guru?
(2)
Pengertian SD
Sekolah dasar (disingkat SD) adalah jenjang paling dasar pada pendidikan formal di Indonesia.
Sekolah dasar ditempuh dalam waktu 6 tahun, mulai dari kelas 1 sampai kelas 6. Lulusan
sekolah dasar dapat melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Pertama (atau sederajat).
Pelajar sekolah dasar umumnya berusia 7-12 tahun. Di Indonesia, setiap warga negara berusia 715 tahun tahun wajib mengikuti pendidikan dasar, yakni sekolah dasar (atau sederajat) 6 tahun
dan sekolah menengah pertama (atau sederajat) 3 tahun.
Sekolah dasar diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta. Sejak diberlakukannya otonomi
daerah pada tahun 2001, pengelolaan sekolah dasar negeri (SDN) di Indonesia yang sebelumnya
berada di bawah Kementerian Pendidikan Nasional, kini menjadi tanggung jawab Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota. Sedangkan Kementerian Pendidikan Nasional hanya berperan sebagai
regulator dalam bidang standar nasional pendidikan. Secara struktural, sekolah dasar negeri
merupakan unit pelaksana teknis dinas pendidikan kabupaten/kota.
Dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Nomor 20 Tahun 2001) Pasal 17
mendefinisikan pendidikan dasar sebagai berikut:
(1) Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan
menengah.
(2) Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk
lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs),
atau bentuk lain yang sederajat.
sumber: http://www.kemdiknas.go.id/kemdikbud/peserta-didik-sekolah-dasar
bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan
datang.
Pengertian pendidikan di sekolah dasar mempunyai makna yang sama
dengan devinisi yang terurai di atas, namun saja letak audience atau siswanya saja
yang membedakannya. Artinya, bahwa pendidikan di sekolah dasar titik tekannya
terpusat pada siswa kelas dasar antara kelas 1 sampai dengan kelas 6 yang
ketentuan materi dan pokok bahasannya diatur tersendiri dalam GBPP (Garis-garis
Besar Program Pengajaran). Sehingga pendidikan di sekolah dasar dengan ruang
lingkupnya mencakup materi ke SD-an yang diselenggarakan sepanjang hayat
sebagai pendidikan lanjutan dengan tujuan yang sama seperti uraian pada Undangundang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan.
Tujuan pendidikan nasional adalah mengarahkan berkembangnya potensi
siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta memiliki tanggung jawab. Sedangkan tujuan
pendidikan sekolah dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan,
kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti
pendidikan lebih lanjut. dengan demikian siswa dapat memiliki dan menanamkan
sikap budi pekerti terhadap sesama.
Dalam amandemen, dijelaskan bahwa Tujuan Pendidikan Nasional yang meliputi
tentang tujuan pendidikan di sekolah dasar, dalam Undang-undang Dasar 1945
disebutkan sebagaimana berikut.
(1). Pasal 31, ayat 3 menyebutkan, Pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan
dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
yang diatur dengan undang-undang, (2). Pasal 31, ayat 5 menyebutkan,
Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menunjang tinggi
nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta
kesejahteraan umat manusia.
Tujuan pendidikan di sekolah dasar, seperti pada tujuan pendidikan nasional, yang
juga telah tertuang dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 adalah seperti pada
penjabaran dalam Undang-undang Dasar 1945 Pasal 3 menyebutkan, Pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.
Dari kutipan Undang-undang tersebut di atas sebagaimana landasannya,
maka tujuan pendidikan di sekolah dasar sendiri dapat diuraikan meliputi beberapa
hal yaitu, (1). Beriman dan bertaqwa terhadap TuhanNya, (2). Mengarahkan dan
membimbing siswa ke arah situasi yang berpotensi positif, berjiwa besar,
kritis,cerdas dan berakhlak mulia, (3). Memiliki rasa cinta tanah air, bangga dan
mampu mengisi hal yang bertujuan membangun diri sendiri bangsa dan negara, (4).
Membawa siswa sekolah dasar mampu berprestasi ke jenjang selanjutnya.
Inti pokok pendidikan sekolah dasar, berupaya menanamkan keimanan terhadap
Tuhan sesuai dengan agama masing-masing yang dianutnya. Dengan harapan
tentunya siswa dapat menanamkan sikap yang berakhlak, sopan dan santun antar
sesama umat manusia tanpa membedakan ras, suku, dan agama. Sehingga pada
akhirnya siswa dapat menjadi individu yang bertanggung jawab, cakap, berdedikasi
tinggi terhadap bangsa dan negaranya. Pengertian pendidikan di sekolah dasar
benar-benar mendidik dan menumbuhkembangkan ilmu pengetahuan pada siswa di
sekolah dasar untuk memiliki sikap kebersamaan dalam upaya mencetak generasi
muda yang bertanggung jawab.
insan yang menjunjung budaya bangsa seperti yang tertuang pada amanat undangundang tersebut di atas. Alhamdulillah, Hal itu nampak jelas tertanam pada jiwa
siswa ketika siswa bertemu dengan guru di jalan dan menyapa guru tersebut
sembari mencuim tangan guru tersebut. contoh lain dari latar belakang bahwa
pendidikan di sekolah dasar mengacu pada budaya bangsa adalah pembacaan doa
sebelum pelajaran dimulai, menghormati guru sebagai orang tua kandung sendiri,
gotong royong sesama teman dalam bentuk kerja sama, dan masih banyak lagi
contoh kasus lain seperti pemberian materi pelajaran bahasa daerah, berpakaian
rapi dan sopan dan lain sebagainya.
Dari uraian tersebut di atas, maka pendidikan di sekolah dasar sebagai pendidikan
formal bagi anak generasi penerus bangsa di kemas berdasarkan karakter dan
budaya bangsa yang kemudian ditetapkan melalui kurikulum. kemudian dari
kurikulum inilah roda pendidikan dipacu serta dijalankan.
Sejalan dengan itu, untuk menghadapi tantangan global dimasa mendatang
pemerintah telah menyiapkan dan mencetak tunas-tunas bangsa untuk menjadi
atau memiliki sumber daya manusia yang handal, tentunya dibarengi dengan
berbagai cara dan upaya yang telah banyak ditempuh pemerintah untuk
mengupayakan agar mutu dan kualitas pendidikan di sekolah dasar di indonesia ini
dapat meningkat seiring dengan perkembangan jaman, ilmu dan teknologi. Salah
satu cara yang saat ini telah dilakukan adalah dengan upaya meningkatkan kinerja
guru sebagai pendidik dan sebagai sarana sumber belajar bagi siswa dengan
memberikan bekal dan pelatihan, penambahan gaji pokok bagi para guru yang
sering kita dengar dengan "sertifikasi", dan pemberian dana BOS untuk
kelangsungan dan kelancaran kegiatan pembelajaran di tiap-tiap sekolah.
Hal-hal tersebut merupakan bentuk peduli pemerintah terhadap pendidikan. perlu
disadari bahwa pendidikan merupakan tulang punggung kemajuan suatu bangsa.
Artinya bahwa pendidikan menyumbang peran yang sangat signifikan dalam
mencetak tunas bangsa agar nantinya dapat menggantikan generasi yang sudah
tua dengan kepribadian yang menjunjung tinggi nilai-nilai pancasila sebagai falsafat
bangsa indonesia.
Pada satuan tingkat sekolah dasar, siswa merupakan anak didik yang perlu
untuk di arahkan, dikembangkan, dan dijembatani ke arah perkembangannya yang
bersifat komplek. Maka dari itu pendidikan di sekolah dasar pada hakekatnya
merupakan pendidikan yang lebih mengarahkan dan lebih banyak memotivasi siswa
untuk belajar. Hal tersebut karena siswa sekolah dasar merupakan anak yang unik
dan perlu perhatian. Latar belakang keunikan mereka terlihat pada perubahan
berbagai aspek baik sikap, gerak, dan inteligennya sehingga mempengaruhi
perkembangannya.
dasar berkembang secara optimal. siapa yang tidak ingin memiliki anak yang
pintar, cakap, kreatif dan juga berakhlak mulia.
Dari kesemuanya, pengertian pendidikan di sekolah dasar itu merupakan
lembaga yang bergerak dalam bidang kependidikan yang berupa sekolah tingkat
dasar yang mata pelajarannya beragam dan harus mampu dikuasai oleh siswa.
Keberagaman ini menyebabkan siswa harus lebih fokus dalam mengikuti proses
kegiatan pembelajaran di dalam kelas. tentunya hal ini menjadi tantangan bagi guru
untuk mampu merubah paradigma lama dan membuat paradigma baru yang dapat
dan mampu diterima siswa di sekolah dan juga dapat diterima oleh masyarakat.
Sehingga siswa dan masyarakat beranggapan bahwa sekolah bukan hanya tempat
untuk belajar dan mencari ilmu saja tetapi yang lebih penting keberadaan sekolah
dapat membawa siswa nyaman, senang, dan menyenangkan dalam belajar
sehingga siswa merasa betah dan menumbuhkan motivasi belajar siswa. Dari itu
kemudian, diperlukan cara atau upaya menciptakansuasana sekolah dasar yang
kondusif bagi terbentuknya integrasi hubungan yang baik antara sesama warga
sekolah seperti yang dimaksud pada uraian di atas.
Sebagai makhluk sosial, yang dilimpahkan akal, pikiran, rasa, dan karsa oleh
Tuhan. manusia tentunya membutuhkan yang diantaranya makan, minum,
pakaian, rumah atau tempat tinggal. Selain kebutuhan sandang dan papan
tersebut, manusia juga membutuhkan pendidikan sebagai bekal dalam upaya
membentuk pengetahuannya dalam menghadapi permasalahan hidup yang
semakin rumit menuju akhir tuanya.
Sejalan dengan itu pula, maka pendidikan dapat dikatakan sebagai suatu
kebutuhan primer. yang artinya menunjukkan kebutuhan yang harus dimiliki oleh
manusia sejak ia lahir sampai ke liang kubur. Pendidikan menjadi pedoman diri bagi
tiap individu untuk menjalani hidup yang lebih baik, baik dikehidupan duniawi
maupun akhirat.
Melangkah dari latar belakang tersebut, pendidikan selalu membuat perubahan
sejalan dengan pengetahuan dan penemuan-penemuan baru. Pendidikan sekolah
dasar sebagai lembaga yang mendidik dan memberi bekal pengetahuan di tingkat
dasar sebagai pencetak generasi dan penerus bangsa yang dapat diandalkan
dikemudian hari dalam menghadapi tantangan dan persoalan baik di lingkungan
masyarakat maupun berbangsa dan bernegara.
Hal itu kiranya perlu dikupas dan diketahui oleh para guru khususnya,
sebagai ujung keberhasilan pendidikan dan umumnya seluruh jajaran Dinas
Pendidikan beserta pemerintah untuk meraih cita-cita tersebut, membutuhkan
pemikiran yang objektif untuk melaksanakannya. Langkah awal yang perlu
sumber : http://www.blogwahyu.com/2013/11/pusat-pendidikan-anak.html
Sumber Berita: http://disdik.bekasikab.go.id/berita-pengertian-dan-tujuanpendidikan-di-sekolah-dasar.html#ixzz3t2GWgi4c
(3)
Tips Belajar Autisme: 6 Teknik Mengajar Anak Autis
Baca juga
Ada yang hanya sedikt berbicara, sementara yang lainnya menunjukkan perilaku kompulsif yang
ekstrim.
Di sekolah khusus, anak-anak autis juga belajar aritmatika, tata bahasa, dan lain-lain sama seperti
anak lainnya.
Berbagai teknik dilakukan untuk mengajar anak-anak autis di sekolah khusus.
Diperlukan kesabaran dan ketekunan ketika menghadapi anak-anak dengan autisme.
Perilaku agresi, agitasi, dan mudah marah dari guru akan berpengaruh negatif terhadap proses
pengajaran.
Berikut adalah beberapa teknik yang bisa dilakukan untuk mengajar anak-anak dengan autisme:
1. Tidak Melakukan Modifikasi Jadwal
Anak-anak autis tidak suka variasi karena lebih menyukai rutinitas yang sama serta kebiasaan
berulang.
Oleh karena itu, sebaiknya tidak melakukan perubahan jadwal untuk anak dengan autisme.
Namun, bukan tidak mungkin untuk melakukan sedikit modifikasi jadwal bila memang
dibutuhkan.
2. Memilih Gaya Belajar
Setiap anak memiliki gaya belajar tertentu.
Beberapa anak mungkin lebih cepat menyerap informasi dengan cara mendengar, sementara anak
yang lain lebih cenderung pada gaya belajar visual.
Pada beberapa anak, media gambar menjadi bahasa pengantar utama dalam belajar.
Sebagai guru atau orangtua, Anda perlu mencari tahu metode mana yang membantu anak untuk
fokus pada apa yang diajarkan.
Anak autis cenderung kehilangan minat bila mereka tidak mengerti apa yang diajarkan.
Jadi, memilih gaya belajar yang sesuai akan membuat anak mampu beradaptasi lebih baik.
3. Menggunakan Bahasa Sederhana
Menggunakan kata-kata sederhana serta kalimat pendek ketika berkomunikasi dengan anak-anak
autis sangat dianjurkan.
Kalimat yang panjang dan kompleks hanya akan membuat anak bingung.
Kalimat yang pendek lebih mudah dibaca, ditulis ulang, serta dipahami oleh anak.
4. Menggunakan Objek Menarik ketika Belajar
Anak-anak autis biasanya memiliki mainan favorit. Gunakan mainan favoritnya sebagai salah
satu teknik untuk mengajar mereka.
Bila mainan favorit anak adalah mobil, Anda bisa bercerita tentang kisah-kisah yang melibatkan
mobil.
Bisa juga menggunakan mainan mobil kecil untuk mendapatkan perhatian anak.
5. Menangani Masalah Menulis
Sebagian besar anak autis menghadapi masalah dengan keterampilan motorik mereka.
Anak autis tidak dapat mengendalikan tangan sehingga kesulitan untuk menulis rapi. Hal ini bisa
membuat anak merasa putus asa.
Untuk mengatasi hal ini, minta anak untuk mengetik di komputer atau di laptop.
Mengetik di komputer bisa membantu anak belajar lebih cepat tanpa merasa kecewa saat melihat
hasil tulisan mereka.
Selain itu, cara ini bisa memotivasi anak untuk menikmati proses menulis.
6. Mengenali Bakat
Anak-anak dengan autisme biasanya sedikit lebih lambat dalam berkomunikasi dan proses
belajar dibandingkan dengan anak-anak lain seusia mereka.
Namun, banyak diantara anak-anak autis yang memiliki bakat melukis, memainkan alat musik,
membuat kerajinan, bahkan pemrograman komputer.
Pikiran mereka sangat kreatif dan seringkali menghasilkan karya seni yang luar biasa.
Penting bagi guru atau orang tua untuk mengidentifikasi bakat anak autis serta membantu
mengembangkannya.
Bakat ini bisa dipoles sehingga dapat digunakan sebagai keterampilan untuk kehidupan maupun
karir mereka di masa depan.[]
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam pendidikan luar biasa kita banyak mengenal macam-macam Anak Berkebutuhan
Khusu. Salah satunya anak autis. Anak autis juga merupakan pribadi individu harus diberi
pendidikan baik itu keterampilan, maupun akademik. Permasalahan di setiap lapangan terkadang
tidak semua orang mengetahui tentang anak autis tersebut. Oleh karena itu kita harus kaji lebih
dalam tentang anak autis. Dalam pengkajian tersebut kita butuh banyak informasi tentang siapa
anak autis, penyebab dan lainnya.
Dengan adanya bantuan baik itu secara umum. Dalam masyarakat nantinya anak-anak
tersebut dapat lebih mandiri dan anak-anak tersebut bisa mengembangkan potensi yang ada dan
dimilikinya yang selama ini terpendam karena ia belum bisa mandiri. Oleh karena itu makalah
ini dapat membantu kita untuk mengetahui anak autis tersebut.
B.
Rumusan Masalah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Autis
Autisme berasal dari kata auto yang berarti sendiri. Penyandang Autisme seakan-akan
hidup di dunianya sendiri. Istilah Autisme baru diperkenalkan sejak tahun 1943 oleh Leo Kanner,
sekalipun kelainan ini sudah ada sejak berabad-abad lampau (Handojo, 2003).
Kartono (2000) berpendapat bahwa Autisme adalah gejala menutup diri sendiri secara
total, dan tidak mau berhubungan lagi dengan dunia luar keasyikan ekstrim dengan fikiran dan
fantasi sendiri.
Supratiknya (1995) menyebutkan bahwa penyandang autis memiliki ciri-ciri yaitu
penderita senang menyendiri dan bersikap dingin sejak kecil atau bayi, misalnya dengan tidak
memberikan respon ( tersenyum, dan sebagainya ), bila di liling, diberi makanan dan
sebagainya, serta seperti tidak menaruh perhatian terhadap lingkungan sekitar, tidak mau atau
sangat sedikit berbicara, hanya mau mengatakan ya atau tidak, atau ucapan-ucapan lain yang
tidak jelas, tidak suka dengan stimuli pendengaran ( mendengarkan suara orang tua pun
menangis ), senang melakukan stimulasi diri, memukul-mukul kepala atau gerakan-gerakan aneh
lain, kadang-kadang terampil memanipulasikan obyek, namun sulit menangkap.
Kartono (1989) berpendapat bahwa Autisme adalah cara berpikir yang dikendalikan oleh
kebutuhan personal atau diri sendiri, menanggapi dunia berdasarkan penglihatan dan harapan
sendiri dan menolak realitas, oleh karena itu menurut Faisal Yatim (2003), penyandang akan
berbuat semaunya sendiri, baik cara berpikir maupun berperilaku.
Autisme adalah gangguan yang parah pada kemampuan
komunikasi
yang
berkepanjangan yang tampak pada usia tiga tahun pertama, ketidakmampuan berkomunikasi ini
diduga mengakibatkan anak penyandang autis menyendiri dan tidak ada respon terhadap orang
lain (Sarwindah, 2002).
makanan.
Penyebab dan Gejala Autis
Penyebab yang pasti dari autisme tidak diketahui, yang pasti hal ini bukan disebabkan
oleh pola asuh yang salah. Penelitian terbaru menitikberatkan pada kelainan biologis dan
neurologis di otak, termasuk ketidakseimbangan biokimia, faktor genetik dan gangguan
kekebalan.
Beberapa kasus mungkin berhubungan dengan penyebab autis:
Infeksi virus (rubella kongenital atau cytomegalic inclusion disease)
Fenilketonuria (suatu kekurangan enzim yang sifatnya diturunkan)
Sindroma X yang rapuh (kelainan kromosom).
Gejala Autisme Untuk memeriksa apakah seorang anak menderita autis atau tidak,
digunakan standar internasional tentang autisme. ICD-10 (International Classification of
Diseases) 1993 dan DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual) 1994 merumuskan kriteria
diagnosis untuk Autisme Infantil yang isinya sama, yang saat ini dipakai di seluruh dunia.
a. Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik.
terbuka.
g. Memutar benda.
h.
Terpaku pada benda tertentu, sangat tergantung kepada benda yang sudah dikenalnya dengan
i.
j.
k.
l.
m.
n.
o.
p.
q.
baik.
Secara fisik terlalu aktif atau sama sekali kurang aktif.
Tidak memberikan respon terhadap cara pengajaran yang normal.
Tertarik pada hal-hal yang serupa, tidak mau menerima/mengalami perubahan.
Tidak takut akan bahaya.
Terpaku pada permainan yang ganjil.
Ekolalia (mengulang kata-kata atau suku kata).
Tidak mau dipeluk.
Tidak memberikan respon terhadap kata-kata, bersikap seolah-olah tuli.
Mengalami kesulitan dalam mengungkapkan kebutuhannya melalui kata-kata, lebih senang
mengepak-ngepakkan lengannya).
Anak autis mengalami keterlambatan berbicara, mungkin menggunakan bahasa dengan cara
yang aneh atau tidak mampu bahkan tidak mau berbicara sama sekali. Jika seseorang berbicara
dengannya, dia akan sulit memahami apa yang dikatakan kepadanya. Anak autis tidak mau
menggunakan kata ganti yang normal (terutama menyebut dirinya sebagai kamu, bukan sebagai
saya).
u. Pada beberapa kasus ditemukan perilaku agresif atau melukai diri sendiri.
v. Kemampuan motorik kasar/halusnya ganjil, tidak ingin menendang bola tetapi dapat menyusun
balok.
Gejala-gejala tersebut bervariasi, bisa ringan maupun berat. Selain itu, perilaku anak autis
biasanya berlawanan dengan berbagai keadaan yang terjadi dan tidak sesuai dengan usianya.
C. Penanganan Anak Autis
Tujuan dari penanganan pada penyandang autisme adalah:
a. Membangun komunikasi dua arah yang aktif,
b. Mampu melakukan sosialisasi ke dalam lingkungan yang umum dan bukan hanya dalam
c.
d.
e.
lingkungan keluarga,
Menghilangkan dan meminimalkan perilaku tidak wajar,
Mengajarkan materi akademik, serta
Meningkatkan kemampuan Bantu diri atau bina diri dan keterampilan lain.
Hal terpenting yang bisa dilakukan oleh orang tua adalah menemukan program intervensi
dini yang baik bagi anak autis. Tujuan pertama adalah menembus tembok penghalang interaksi
sosial anak dan menitikberatkan komunikasi dengan orang lain melalui cara menunjuk jari,
menggunakan gambar dan kadang bahasa isyarat serta kata-kata. Program intervensi dini
menawarkan pelayanan pendidikan dan penanganan untuk anak-anak berusia dibawah 3 tahun
yang telah didiagnosis mengalami ketidakmampuan fisik atau kognitif.
Ada empat terapi utama untuk anak autis. Semuanya harus dilakukan secara terpadu dan
terintegrasi, diantaranya adalah:
1. Terapi Perilaku
Gangguan perilaku diatasi dengan terapi perilaku (behavioral). Tujuannya agar perilaku
yang berlebihan dikurangi dan perilaku yang berkekurangan ditambahkan. Terapi perilaku yang
dikenal di seluruh dunia adalah Applied Behavioral Analysis (ABA) yang diciptakan oleh O. Ivar
Lovaas, PhD dari University of California Los Angeles (UCLA).
Terapi ini berupaya memberikan rewards positif jika anak merespons secara benar
sesuai dengan instruksi yang diberikan. Jika responnya tidak positif, anak tidak mendapatkan
hukuman melainkan tidak mendapatkan rewards positif. Terapi dilakukan untuk mengajari anak
tentang aturan.
2. Terapi Wicara
Terapi wicara dilakukan untuk mengatasi gangguan bicara pada anak autis. Terapi
dilakukan dengan rutin, teratur dan intensif. Sehingga gangguan bicara anak berkurang,
sementara kemampuan berbicara dan memahami kosakatanya meningkat.
3. Terapi Biomedik
Banyak pakar menemukan, anak penyandang autisma mengalami banyak gangguan
metabolisme dalam tubuhnya yang memengaruhi susunan saraf pusat sedemikian rupa, sehingga
fungsi otak terganggu. Gangguan tersebut bisa memperberat gejala autisme atau memicu
timbulnya gejala autisme.
Terapi berupaya mencari semua gangguan tersebut di atas dan bila ditemukan, harus
diperbaiki. Dengan demikian diharapkan fungsi susunan saraf pusat bisa bekerja dengan lebih
baik sehingga gejala-gejala autisme berkurang atau bahkan menghilang.
1.
Stimulasi ini bertalian erat dengan fungsi pengaturan otak pada tubuh. Konsentrasi anak
meningkat, fungsi tubuh lainnya juga otomatis membaik. Hal yang jelas, untuk terapi ini
dibutuhkan bantuan minimal dua orang ahli, ahli musik dan terapis.
3.
Terapi lumba-lumba
Jeri Novaro Sumual dari Kompartemen 99 Dolphin Therapy mengungkapkan, terapi
lumba-lumba (TLL) untuk anak-anak berkebutuhan khusus telah lama diselenggarakan di
Amerika. Penelitian di Miami dan Florida menunjukkan adanya dampak positif dari terapi
lumba- umba ini. Salah satunya adalah yang dilakukan psikolog Prof. David Nathanson dan ahli
saraf David Cole dari Florida International University.
Dalam situsnya, Nathanson dan Cole mengungkapkan adanya perubahan yang cukup
signifikan pada otak manusia sebelum dan sesudah ia berinteraksi dengan lumba-lumba. Sel-sel
saraf otak yang awalnya tegang akan menjadi lebih relaks ketika mendengar suara lumba-lumba.
Di dalam tubuh, gelombang suara lumba-lumba yang diterima mampu melepaskan hormon
endorfin yang berfungsi menghalau ketegangan. Kondisi inilah yang membuat TLL dinilai
efektif untuk anak berkebutuhan khusus. Selain itu, gelombang suara yang dikeluarkan lumbalumba juga cukup berpengaruh terhadap terapi dengan cara memengaruhi perubahan susunan
metabolisme tubuh manusia.
Untuk memulainya, tentu penyandang autis harus dikenalkan terlebih dahulu dengan air.
dapat mengurangi gangguan alergi yang dialami. Selain itu, terapi ini dapat membantu mengatasi
gangguan metabolisme otaknya menuju perkembangan yang lebih baik. Namun perlu diingat,
hasil yang didapat anak autis tentu akan berbeda satu dengan lainnya.
D. Pendidikan Bagi Anak Autis
Pada prinsipnya, sekolah yang tepat ditentukan oleh kemampuan dan kebutuhan anak.
Menentukan sekolah tidak bisa dilakukan hanya dengan berdasarkan cerita orang lain, tetapi
harus datang ke sekolah, bicara dari hati ke hati dengan orang tua anak lain yang sudah masuk di
sekolah tersebut, serta bertemu dan berdiskusi dengan kepala sekolah dan guru kelas. Dari situ
anda akan memiliki gambaran yang lebih baik tentang sekolah tersebut.
Berikut adalah beberapa kriteria yang dapat dijadikan acuan apakah sekolah tersebut
1.
sebagai berikut:
Anak Autis di sekolah Normal dengan Integrasi penuh
Anak Autis di sekolah Khusus
Anak Autis di SLB
Anak Autis hanya menjalani terapi.
Biasanya sebelum sekolah anak-anak ini sudah mendapatkan penanganan dari berbagai
ahli seperti : dokter syaraf, dokter specialis anak (Pediatri), Psikologi, Terapi wicara, OT,
Fisioterapi,Orthopedagog (Guru khusus). dengan perkembangan dan perubahan sendirisendiri,
ada yang maju pesat tapi ada yang sebaliknya. Menurut saya, kebanyakan orang tua penyandang
autisme menginginkan sekolah sebagai status anak, tetapi jangan bersikap tidak realistis dengan
tidak berbuat apa-apa karena mengintegrasikan anak autisme dengan anak normal secara penuh
harus dengan suatu konsep, perhitungan yang matang dan kerja keras.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Autisme adalah gejala menutup diri sendiri secara total, dan tidak mau berhubungan lagi
dengan dunia luar, merupakan gangguan perkembangan yang komplek, mempengaruhi perilaku,
dengan akibat kekurangan kemampuan komunikasi, hubungan sosial dan emosional dengan
orang lain dan tidak tergantung dari ras, suku, strata-ekonomi, strata sosial, tingkat pendidikan,
geografis tempat tinggal, maupun jenis makanan.