Anda di halaman 1dari 5

REVIEW JURNAL

UTS KONSELING PEKERJAAN SOSIAL (B)


Nama Jurnal The International Journal of Indian Psychology
Judul Jurnal A Case Study Using Cognitive-Behavioral Therapy
Management of ADHD
Volume Volume 3, Issue 3, No. 8, DIP: 18.01.140/20160303
ISSN 2348-5396 (e) | ISSN: 2349-3429 (p)
ISBN: 978-1-365-12176-0
Tahun 2016
Penulis Thyagarajan R
Reviewer Yulia Herman Damayanti (2018110013)
Tanggal 03 November 2020

Latar Belakang Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memerlukan


Masalah penanganan khusus sehubungan dengan gangguan perkembangan
dan kelainan yang dialami anak. Mereka yang digolongkan pada
anak yang berkebutuhan khusus dapat dikelompokkan berdasarkan
gangguan atau kelainan pada aspek : 1. Fisik/motorik: cerebral palsi,
polio. 2. Kognitif : mental retardasi, anak unggul (berbakat). 3.
Bahasa dan bicara. 4. Pendengaran. 5. Penglihatan. 6. Sosial emosi.
Salah satu contoh kasus dari anak berkebutuhan khusus yaitu anak
ADHD. Attention-Deficit/ Hyperactivity Disorder (ADHD) adalah
yang paling sering didiagnosis emosional/perilaku gangguan
kesehatan pada anak-anak. Dalam menangani anak penderita ADHD
konselor akan bekerja sama dengan orang tua, guru, dan profesional
pendidikan.

Yang dimaksud anak ADHD yaitu anak yang mengalami


gangguan konsentrasi untuk menerima pelajaran dari gurunya,
terutama ketidakmampuan untuk memfokuskan dan menjaga
perhatiannya pada satu hal. Beberapa perilaku yang nampak seperti;
cenderung bertindak ceroboh, mudah tersinggung, lupa pelajaran
sekolah dan tugas rumah, kesulitan mengerjakan tugas di sekolah
maupun di rumah, kesulitan dalam menyimak, kesulitan dalam
menjalankan beberapa perintah, melamun, sering keceplosan dalam
berbicara, tidak memiliki kesabaran yang tinggi, sering membuat
gaduh, berbelit-belit dalam berbicara, dan suka memotong serta ikut
campur pembicaraan orang lain adalah bentuk perilaku umum
lainnya yang menjadi ciri khas ADHD.

Subjek dalam penelitian ini ialah seorang anak laki-laki


berumur 9 tahun yang menderita ADHD. Ketika ia berusia 3 tahun
orang tuanya baru menyadari bahwa anaknya memiliki gejala
ADHD, karena melihat dari perilakunya sehari-hari yang terlalu
aktif, impulsif, dan sulit konsentrasi. Lalu pada usia 5 tahun ia
dibawa oleh orang tuanya ke psikolog dan ia pun didiagnosis
ADHD.

Untuk penanganan Anak ADHD dapat menggunakan


pendekatan perilaku kognitif (cognitive-behavior), melalui berbagai
keterampilan kognitif dan kemampuan dapat menemukan unsur-
unsur dan stimulus dari lingkungannya, belajar peran menjadi
dirinya sendiri dan memahami peran orang lain, mengidentifikasi
budaya, bahasa, nilai-nilai dan moral masyarakat, dan menjadi
mampu membedakan sifat sekitarnya dan hubungan mereka dengan
fungsi dan pentingnya mereka, dan memperkaya mental dengan
pengetahuan yang berbeda tentang dunia di sekitar terutama
keterampilan anak-anak yang menderita ADHD.
Teori atau Terapi yang Pada case study yang terdapat dalam jurnal ini menggunakan
Digunakan terapi perilaku kognitif (cognitive-behavioral therapy). Bush
mengungkapkan bahwa konseling Cognitive Behavior merupakan
perpaduan dari dua pendekatan dalam psikoterapi yaitu Cognitive
Therapy dan Behavior Therapy. Terapi kognitif memfokuskan pada
pikiran, asumsi dan kepercayaan. Terapi kognitif memfasilitasi
individu belajar mengenali dan mengubah kesalahan dalam berpikir
atau pikiran yang irasional menjadi rasional. Sedangkan terapi
tingkah laku membantu individu untuk membentuk perilaku baru
dalam memecahkan masalahnya. Pendekatan Cognitive Behavior
tidak berfokus pada kehidupan masa lalu dari individu akan tetapi
memfokuskan pada masalah saat ini dengan tidak mengabaikan
masa lalu.
Terapi perilaku kognitif (CBT) bertujuan untuk mengajarkan
anak-anak dengan gangguan Attention Deficit Hyperactivity
Disorder (ADHD) untuk membantu mereka meningkatkan
pengendalian diri dan kemampuan memecahkan masalah, melalui
pemodelan, bermain peran dan instruksi diri. Perawatan perilaku
kognitif telah menunjukkan efektivitas yang beragam terkait
perilaku ADHD. (Hinshaw & Melnick, 1992). Terapi perilaku
kognitif (CBT) dapat mengatasi hambatan pengobatan melalui
penekanan psiko-edukasi, dan pengembangan konteks pengobatan
kolaboratif. (Abikoff, 1987; Abikoff, 1991).
Metode Penelitian Penelitian ini termasuk dalam penelitian kuasi-eksperimen.
Kuasi-eksperimen yang dilakukan dalam penelitian ini menyangkut
subjek individu, yang menjadi subjek dalam penelitian ini ialah
seorang anak laki-laki berusia 9 tahun. Jadi, penelitian ini termasuk
dalam kuasi-eksperimen tunggal. Desain dari kuasi-ekperimen ini
termasuk dalam kategori penelitian single-case experimental design
yaitu merupakan sebuah desain penelitian untuk mengevaluasi efek
suatu perlakukan (intervensi) dengan kasus tunggal (Kazdin, 1992).
Kasus tunggal dapat berupa beberapa subjek dalam satu
kelompok atau subjek yang diteliti adalah tunggal (N=1).
Sedangkan dalam rancangan penelitian dalam penelitian ini
menggunakan A-B yang melibatkan fase baseline (A) dan fase
perlakuan (B). Dalam penelitian ini, selain mendapatkan data
langsung melalui subjek, peneliti juga berusaha mencari informan
sebagai sumber data sekunder. Informan adalah orang-orang yang
dekat dengan subjek dan mengetahui tentang permasalahan yang
ingin diteliti.
Hasil Penelitian Dalam jurnal ini dijelaskan proses bimbingan pada anak
ADHD menggunakan pendekatan terapi perilaku kognitif (CBT),
yang dilakukan secara berulang-ulang sampai anak berespons
sendiri tanpa bantuan (prompt). Respon anak itu selanjutnya dicatat
dan dievaluasi sesuai dengan kondisi objektif anak. Respons
sederhana secara sistematik dibangun menjadi respons yang
kompleks, berkombinasi, dan bervariasi sesuai umur anak, lalu
dilakukan perluasan dan generalisasi terhadap kemampuan dan
keterampilan yang sudah dikuasai oleh anak dalam situasi yang
kurang atau tidak terstruktur (misalnya kesempatan yang insidental
atau “alamiah”). Setelah itu, secara bertahap dialihkan dari instruksi
satu-pembimbing-satu-anak ke kelompok kecil sampai masuk
kelompok besar. Hal ini dimaksudkan untuk mengajarkan pada anak
ADHD memahami bagaimana belajar dari lingkungan yang alami
atau wajar, bagaimana memberikan respons terhadap lingkungan,
dan mengajarkan perilaku yang sesuai agar anak dapat membedakan
berbagai hal tertentu dari bermacam-macam stimulasi (rangsangan)
atau hal lainnya. Jadi hal yang terpenting adalah menangani anak
penderita ADHD dengan menggunakan terapi perilaku kognitif
untuk meningkatkan kemampuan kognitif dan perilaku adaptif
mereka secara optimal.

Yang termasuk pendekatan CBT contohnya ialah seperti :


pelatihan instruksi mandiri untuk kegiatan akademik, mengontrol
amarah dalam situasi provokasi teman sebaya, dan belajar evaluasi
diri melalui instruksi. Efektivitas pengobatan perilaku kognitif pada
anak-anak dengan ADHD, yang diukur, ditentukan oleh efek
interaktif (pra vs. pasca intervensi). Interaksi yang signifikan
ditemukan di ketiga area perilaku tertentu, tetapi hal ini
kemungkinan disebabkan oleh pengobatan 'alternatif' yang aktif
(pelatihan perilaku orang tua).
Hasil dari penelitian jurnal ini menunjukan bahwa anak
penderita ADHD yang diberikan intervensi terapi perilaku kognitif
mengalami penurunan angka kurang fokus/kurang perhatian dan
angka impulsivitas/hiperaktif. Sebelum diberi intervensi poin
kurang fokus/kurang perhatian memiliki skor 9, dan poin
impulsivitas/hiperaktif memiliki skor 9. Namun, setelah dilakukan
intervensi dengan terapi perilaku kognitif angka itu menurun, poin
kurang fokus/kurang perhatian skornya menjadi 3, dan poin
impulsivitas/hiperaktif skornya menjadi 3.

Dengan begitu, menurut hasil dari penelitian ini dapat dilihat


bahwa terapi perilaku kognitif (CBT) efektif dalam menangani anak
dengan gangguan ADHD. Namun, terapi ini harus dilakukan secara
rutin dan dengan benar, serta harus bekerja sama dengan orang tua
dan juga pihak-pihak yang terkait agar sama-sama dapat membantu
anak dengan ADHD ini untuk dapat beraktivitas normal dan seperti
anak-anak lainnya.
Kesimpulan Gejala ADHD, terutama gejala hiperaktif-impulsif, cenderung
menurun melalui masa anak-anak hingga dewasa. Idealnya,
perawatan medis dan psikologis harus disesuaikan dengan
patofisiologi yang mendasari klien. Secara teoritis, ini harus
dimungkinkan dengan menggunakan literatur ilmiah tentang
neurobiologi ADHD dengan studi hasil pengobatan melalui terapi,
karena ada kemungkinan bahwa pasien dengan kelainan syaraf otak
tertentu atau varian genetik akan memiliki respons yang berbeda
terhadap pemberian terapi.

Anda mungkin juga menyukai