Anda di halaman 1dari 9

Penanganan Retardasi Mental.

Penanganan anak dengan retardasi mental memerlukan integrasi multidisiplin untuk membantu anak-anak

ini:

 Remedial Teaching

Perlu pengulangan secara terus menerus di berbagai situasi dan kesempatan untuk membantu mereka

memahami hal-hal yang baru dipelajari.

 Pelayanan Pendidikan

Pendidikan merupakan aspek yang paling penting berkaitan dengan treatment pada anak penderita

retardasi mental. Pencapaian hasil yang “baik” bergantung pada interaksi antara guru dan murid. Program

pendidikan harus berkaitan dengan kebutuhan anak dan mengacu pada kelemahan dan kelebihan

anak. Target pendidikan tidak hanya berkaitan dengan bidang akademik saja. Secara umum, anak penderita

retardasi mental membutuhkan bantuan dalam memperoleh pendidikan dan keterampilan untuk mandiri.
 Kebutuhan-kebutuhan Kesenangan dan Rekreasi

Idealnya, anak penderita retardasi mental dapat berpartisipasi dalam aktivitas bermain dan rekreasi. Ketika

anak tidak ikut dalam aktivitas bermain, pada saat remaja akan kesulitan untuk dapat berinteraksi sosial

dengan tepat dan tidak kompetitif dalam aktivitas olahraga. Partisipasi dalam olahraga memiliki beberapa

keuntungan, yaitu pengaturan berat badan, perkembangan koordinasi fisik, pemeliharaan kesehatan

kardiovaskular, dan peningkatan self-image (gambaran diri).


 Kontrol Gangguan Tingkah laku

Gangguan tingkah laku dapat dihasilkan dari ekspektasi/harapan orang tua yang tidak tepat, masalah

organik, dan atau kesulitan keluarga. Kemungkinan lain, gangguan tingkah laku dapat muncul sebagai

usaha anak untuk memperoleh perhatian atau untuk menghindari frustrasi. Dalam mengukur tingkah laku,
kita harus mempertimbangkan apakah tingkah lakunya tidak sesuai dengan usia mental anak, daripada

dengan usia kronologisnya. Pada beberapa anak, mereka memerlukan teknik manajemen tingkah laku dan

atau penggunaan obat.

 Mengatasi Gangguan

Jika terdapat gangguan lain- Cerebral palsy; gangguan visual & pendengaran; gangguan epilepsi; gangguan

bicara dan gangguan lain dalam bahasa, tingkahlaku dan persepsi- maka yang harus dilakukan untuk

mencapai hasil yang optimal adalah diperlukan terapi fisik terus menerus, terapi okupasi, terapi bicara-

bahasa, perlengkapan adaptif seperti kaca mata, alat bantu dengar, obat anti epilepsi dan lain

sebagainya. Perlu diagnosa yang tepat untuk menetapkan gangguan, diluar hanya masalah taraf intelegensi.
 Konseling Keluarga
Banyak keluarga yang dapat beradaptasi dengan baik ketika memiliki anak yang menderita retardasi mental,

tetapi ada pula yang tidak. Diantaranya karena faktor-faktor yang berkaitan dengan kemampuan keluarga

dalam menghadapi masalah perkawinan, usia orang tua, self-esteem (harga diri) orang tua, banyaknya

saudara kandung, status sosial ekonomi, tingkat kesulitan, harapan orang tua & penerimaan diagnosis,

dukungan dari anggota keluarga dan tersedianya program-program dan pelayanan masyarakat.

Salah satu bagian yang tidak kalah pentingnya adalah pendidikan bagi keluarga penderita retardasi mental,

agar keluarga dapat tetap menjaga rasa percaya diri dan mempunyai harapan-harapan yang realistik tentang

penderita. Perlu penerimaan orang tua mengenai taraf kemampuan yang dapat dicapai anak. Orang tua

disarankan untuk menjalani konsultasi dengan tujuan mengatasi rasa bersalah, perasaan tidak berdaya,

penyangkalan dan perasaan marah terhadap anak. Selain itu orang tua dapat berbagi informasi mengenai

penyebab, pengobatan dan perawatan penderita baik dengan ahli maupun dengan orang tua lain.
 Evaluasi Secara Berkala

Walaupun retardasi mental adalah suatu gangguan statis, kebutuhan-kebutuhan anak dan keluarga berubah

setiap waktu. Seiring perkembangan anak, informasi tambahan harus diberikan kepada orang tua, dan

tujuan harus ditetapkan kembali, serta program perlu diatur.

Tujuan Penanganan
Tujuan penanganan anak retardasi mental yang utama adalah mengembangkan potensi anak semaksimal

mungkin. Sedini mungkin diberikan pendidikan dan pelatihan khusus, yang meliputi pendidikan dan

pelatihan kemampuan sosial untuk membantu anak berfungsi senormal mungkin.

Pencarian bakat dan minat juga perlu digali dan dikenali agar anak dapat diarahkan pada latihan dan

keterampilan yang dapat menunjang kehidupan mereka selanjutnya. Banyak cara dan variasi yang dapat

dilakukan untuk mengatasi kesulitan adaptasi pada penderita retardasi mental, baik intervensi pribadi atau
kombinasi. Terapi perilaku berguna untuk membentuk tingkah laku sosial, mengontrol perilaku agresif atau

tingkah laku yang merusak.


https://indigrow.wordpress.com/tag/penanganan-anak-mental-retardasi/

Latihan dan Pendidikan

Pendidikan anak dengan retardasi mental secara umum :

– Mempergunakan dan mengembangkan sebaik-baiknya kapasitas yang ada.

– Memperbaiki sifat-sifat yang salah atau yang anti sosial.

– Mengajarkan suatu keahlian agar dapat mencari nafkah kelak.

Dalam latihan mereka lebih sukar dari anak biasa karena perhatian mereka mudah sekali berubah. Harus
diusahakan untuk mengikat perhatian mereka dengan merangsang panca indera, misalnya dengan alat
permainan yang berwarna atau yang berbunyi, dan harus konkrit. Mereka juga diajari dan diberi
pekerjaan yang praktis (tidak memerlukan intelegensi tinggi).

Latihan diberikan secara kronologis dan meliputi :

Latihan di rumah : makan sendiri, berpakaian sendiri, kebersihan badan.

Latihan di sekolah : pengembangan rasa sosial.

Latihan teknis : diberikan sesuai minat, jenis kelamin dan kedudukan sosial, misalnya peternakan
dan menjahit.

Latihan moral : pelajaran tentang yang baik dan tidak baik. Agar mengerti tiap pelanggaran
disiplin disertai hukuman, dan tiap perbuatan baik disertai hadiah.

Selain itu lingkungan anak tersebut harus memberi contoh yang baik.

http://www.penerjemahkharisma.com/2012/02/makalah-perawatan-retardasi-mental.html

Terapi Retardasi Mental


Terapi yang digunakan adalah mengunakan beberapa cara, yaitu diantaranya sebagai berikut :
1. Terapi baca (dengan pendekatan montesoori)
Guru atau orang tua tidak secara langsung mengubah anak tetapi sebaliknya guru mencoba memberi peluang pada
anak menyelesaikan tugas dengan usaha sendiri, tanpa bantuan orang dewasa. Tujuan ini bertujuan untuk
memberikan edukasi secara dini kepada pasien.
2. Pilihan bebas (anak diberi kebebasan untuk memilih kebutuhan yang sesuai dengan minatnya)
Dengan cara ini, aktivitas kehidupan sehari-hari pasien menjadi bagian dari kurikulum yang diberikan.

3. Terapi perilaku
Konselor memberikan pengetahuan tentang cara pandang si anak tersebut, misalnya tidak mau bermain games, cara
pandang terhadap sesuatu dan lain-lain. Terapi ini bertujuan untuk mengubah perilaku yang cenderung agresif dan
menciptakan self injury.

4. Terapi bicara
Konselor memberikan contoh perilaku bicara yang baik, karena pada dasarnya, anak retardasi mental akan terlihat
dalam mengucapkan sebuah kata-kata

5. Terapi sosialisasi
Pasien diajak untuk dapat berkomunikasi dengan orang lain, yaitu tetap menjalin komunikasi dengan orang lain atau
individu di sekitarnya dengan cara bersosialisasi, melakukan interaksi secara verbal sehingga disini akan
menumbuhkan rasa percaya diri, perasaan diterima oleh lingkungan, dan motivasi pada diri pasien agar tetap survive
dalam menghadapi kehidupan sehari-hari.

6. Terapi bermain
Pasien dibimbing untuk dapat mengerjakan sesutu hal berupa hasil karya, atau sebuah permainan. Terapi ini
bertujuan untuk dapat mengasah kemampuan pasien di bidang kognitif yaitu dengan cara merangsang proses
berpikir pasien tentang pola sebuah bentuk sehingga disini pasien diajak untuk dapat merangkai sebuah konstruksi
bangunan, kemudian dapat meningkatkan imanjinasi dengan cara merangsang kemampuan imajinasi tentang sesuatu
hal yang berada di pikirannya, selain itu dalam segi kreatifitas, yaitu dengan cara meningkatkan dan mengolah
kreatifitas pasien dengan paduan warna, pola, bentuk yang berbeda-beda sehingga pasien mempunyai pengetahuan,
pemahaman dan keanekaragaman tentang macam-macam jenis permainan atau hasil karya yang dia temui.
7. Terapi menulis
Cara ini digunakan untuk dapat mempermudah proses berjalannya terapi yaitu dengan cara pasien diajak untuk
menulis di selembar kertas berupa serangkaian kata-kata. Tujuan daripada terapi ini adalah untuk melemaskan otot
atau syarat tangan dalam beraktivitas sehingga tubuh pasien tidak kaku dan lebih fleksibel dalam menanggapi respon
atau stimulus yang berada di sampingnya.

8. Terapi okupasi
Terapi ini dilakukan dengan cara memijat-mijat bagian syaraf anak tersebut seperti pada bagian pergelangan tangan,
kaki dan daerah tubuh lainnya. Terapi ini dilakukan pada saat pasien berusia muda, karena pada masa muda sendi-
sendi dalam tubuh pasien masih bersifat elastis dan dapat menyesuaikan dengan bentuk perlakuan yang diberikan.

9. Terapi musik
Terapi ini dilakukan dengan cara pasien diarahkan untuk dapat mendengarkan dan memaknai sebuah alunan musik.
Terapi ini bertujuan untuk dapat mengasah fungsi auditory pasien akan stimulus suara yang di dengarkannya.

https://autismecare.wordpress.com/2012/12/19/terapi-retardasi-mental/
Minggu, 17 November 2013

Treatmen Bagi Anak Retardasi Mental

Treatmen yang dapat diberikan kepada anak retardasi mental adalah:

a. Occuppasional Therapy (okupasi terapi)

American Occupational Therapy Assosiation (Muryanto: 1989 dalam Sujarwanto: 2005)


mengemukakan Terapi Okupasi adalah suatu perpaduan antara seni dan ilmu pengetahuan untuk
menunjukkan jalan dari respon penderita menderita kelainan fisik, mental serta fungsi sosialnya.
Sesuai dengan problema yang dialami anak retardasi mental yaitu pada aspek sensori motorik, fisik,
kognitif, intrapersonal-interpersonal, parawatan diri/ Activity Daily Living (ADL), produktivitas, maka
kegiatan terapi okupasi diarahkan untuk membantu mengatasi permasalahan tersebut.dalam bentuk
kegiatan yang sudah diseleksi yang digunakan untuk membantu dan memelihara kesehatan,
menanggulangi kecacatan, menganalisa tingkah laku, memberikan latihan dan melatih pasien

1) Sensori motorik
Terapi okupasi bertujuan untuk membantu mengembangkan aspek sensori motor. Kegiatan yang dapat
dilakukan misalnya:

 Meraba benda keras dan lunak


Tujuan umum : mengembangkan kemampuan sensori perabaan agar dapat berkembang seoptimal
mungkin.
Tujuan khusus : melatih anak membedakan benda keras, lunak.
Kegiatan : membedakan benda keras dan lunak
Waktu : 1 x pertemuan 30 menit
Pelaksanaan : anak disuruh meraba benda keras maupun lunak/ halus sesuai bimbingan guru.
Evaluasi : evaluasi dilakukan melalui pengamatan sejak awal sampai latihan berakhir. Apakah anak
dapat membedakan benda keras dengan benda lunak atau tidak? Apakah selama mengikuti latihan anak
senang atau tidak?
Revisi program : berdasarkan evaluasi apabila selama mengikuti latihan tidak ada perkembangan dan
anak-anak tidak merasa senang, maka program harus ditinjau ulang/ direvisi.
 Fisik
Terapi okupasi bertujuan untuk membantu mengembangkan aspek fisik. Kegiatan yang dapat dilakukan
misalnya:

 Naik sepeda statis


Tujuan umum : mengembangkan kemampuan kesegaran fisik agar dapat berkembang seoptimal
mungkin.
Tujuan khusus : melatih kekuatan otot kaki, tangan.
Kegiatan : mengayuh sepeda
Waktu : 1 x pertemuan 30 menit

Pelaksanaan : dilakukan tes kekuatan otot (muscle test), anak disuruh mengayuh sepeda statis dibimbing
guru. Pada saat pelaksanaan latihan mengayuh sepeda diselingi istirahat.
Evaluasi : dilakukan test kekuatan otot (muscle test). Selama mengikuti kegiatan ada peningkatan
kekuatan otot kaki, otot tangan atau tidak?
Revisi program : berdasarkan evaluasi apabila kekuatan otot kaki, otot tangan tidak meningkat, maka
program harus ditinjau ulang/ direvisi.

 Kognitif
Terapi okupasi bertujuan untuk membantu mengembangkan aspek kognitif. Kegiatan yang dapat
dilakukan misalnya:

 Senam diiringi musik


Tujuan umum : mengembangkan kemampuan kognitif
Tujuan khusus : memusatkan perhatian pada focus (senam diiringi musik).
Kegiatan : senam irama
Waktu : 1 x pertemuan 30 menit
Pelaksanaan : guru memberi contoh gerakan senam diiringi musik, anak disuruh melakukan senam
diiringi musik dibimbing guru.
Evaluasi : evaluasi dilakukan melalui pengamatan sejak awal sampai latihan berakhir. Apakah anak
dapat senam diiringi musik atau tidak? Apakah selama mengikuti latihan anak senang atau tidak?
Revisi program : berdasarkan evaluasi apabila anak tidak mengikuti senam diiringi musik, maka program
harus ditinjau ulang/ direvisi.

 Intrapersonal-Interpersonal
Terapi okupasi bertujuan untuk membantu mengembangkan aspek intrapersonal-interpersonal. Kegiatan
yang dapat dilakukan misalnya:

 Bermain layang-layang
Tujuan umum : mengembangkan interpersonal-intrapersonal
Tujuan khusus : menghilangkan rendah diri, melatih sosialisasi
Kegiatan : Bermain layang-layang
Waktu : 1 x pertemuan 30-45 menit
Pelaksanaan : guru memberi contoh cara memainkan layang-layang, anak disuruh bermain laying-
layang.
Evaluasi : evaluasi dilakukan melalui pengamatan sejak awal sampai latihan berakhir. Apakah anak
dapat memainkan laying-layang atau tidak? Apakah selama mengikuti latihan anak senang atau tidak?
Apakah anak dapat berkomunikasi dengan teman atau tidak?
Revisi program : berdasarkan evaluasi apabila anak tidak dapat memainkan laying-layang dan tidak
dapat berkomunikasi dengan temanya, maka program harus ditinjau ulang/ direvisi

 Parawatan diri/ activity daily living (ADL)


Terapi okupasi bertujuan untuk membantu mengembangkan aspek Parawatan diri/ activity daily living
(ADL). Kegiatan yang dapat dilakukan misalnya:
 Memakai baju
Tujuan umum : mengembangkan kemampuan merawat diri sendiri
Tujuan khusus : meningkatkan kemampuan memakai baju sendiri
Kegiatan : memakai baju
Waktu : 1 x pertemuan 15-20 menit
Pelaksanaan : guru memberi contoh cara menanam bunga, anak disuruh menanam bunga di kebun
Evaluasi : evaluasi dilakukan melalui pengamatan sejak awal sampai latihan berakhir. Apakah anak
dapat melakukan pekerjaan berkebun atau tidak? Selam mengikuti kegiatan anak merasa senang atau
tidak?
Revisi program : berdasarkan evaluasi apabila anak tidak melakukan kegiatan berkebun, maka program
harus ditinjau ulang/ direvisi

 Produktivitas
Terapi okupasi bertujuan untuk membantu mengembangkan aspek produktivitas. Kegiatan yang dapat
dilakukan misalnya:
Berkebun
Tujuan umum : mengembangkan kemampuan ketrampilan produktif
Tujuan khusus : mengembangakan kemampuan berkebun
Kegiatan : menanam bunga
Waktu : 1 x pertemuan 30-45 menit
Pelaksanaan : guru memberi contoh cara memakai baju dengan benar, anak disuruh memakai baju
dengan benar.
Evaluasi : evaluasi dilakukan melalui pengamatan sejak awal sampai latihan berakhir. Apakah anak
dapat memakai baju atau tidak?
Revisi program : berdasarkan evaluasi apabila anak tidak dapat memakai baju dengan benar, maka
program harus ditinjau ulang/ direvisi.

 Play therapy (Terapi bermain)


Terapi yang diberikan kepada anak retardasi mental dengan cara bermain, misalnya: memberikan
pelajaran tentang hitungan, anak diajarkan dengan cara sosiodrama, bermain jual-beli.
 Life Skill (Keterampilan hidup)
Anak yang memerlukan layanan khusus, terutama anak dengan IQ di bawah rata-rata biasanya tidak
diharapkan bekerja sebagai administrator. Bagi anak retardasi mental yang memiliki IQ dibawah rata-
rata, mereka juga diharapkan untuk dapat hidup mandiri. Oleh karena itu, untuk bekal hidup, mereka
diberikan pendidikan keterampilan. Dengan keterampilan yang dimilikinya mereka diharapkan dapat
hidup di lingkungan keluarga dan masyarakat serta dapat bersaing di dunia industri dan usaha.

 Vocational Therapy (Terapi Bekerja)


Selain diberikan latihan keterampilan. Anak retardasi mental juga diberikan latihan kerja. Dengan bekal
keterampilan yang telah dimilikinya, anak retardasi mental diharapkan dapat bekerja.

http://candra-k5113010-plbuns13.blogspot.co.id/2013/11/treatmen-bagi-anak-retardasi-mental.html

Pencegahan dan Penanganan Retardasi


Mental
Pencegahan retardasi mental tergantung pada pemahaman terhadap berbagai penyebabnya.
Bidang genetika medis belum mampu mencegah penyebab genetik yang lebih parah dalam
retardasi mental, namun kemajuan yang menakjubkan dalam ilmu genetika dapat mengubah
situasi ini dalam waktu yang tidak terlalu lama. Bila penyebab retardasi tidak diketahui, maka
pencegahan tidak mungkin dilakukan. Namun, penanganan untuk meningkatkan kemampuan
orang yang bersangkutan untuk hidup mandiri dapat menjadi pilihan.
Bila lingkungan miskin menjadi sumber retardasi ringan, program-program pengayaan, seperti
Head Start, dapat mencegah semakin buruknya kelemahan yang dialami dan kadang dapat
mengatasi kelemahan yang sudah terjadi.

a. Penanganan Residensial. Sejak tahun 1960-an, sebagian besar orang yang mengalami
retardasi dapat menguasai kompetensi yang dibutuhkan untuk berfungsi secara efektif di
masyarakat. Trend yang berlaku adalah memberikan pelayanan pendidikan dan layanan
masyarakat bagi para individu tersebut dan bukan perawatan yang sangat bersifat pengawasan
seperti di rumah-rumah sakit jiwa besar. Sejak tahun 1975, individu yang mengalami retardasi
mental berhak untuk mendapatkan penanganan yang sesuai dalam lingkungan dengan batasan
yang sangat minimal. Anak-anak yang mengalami retardasi mental dapat tinggal di rumah atau
di rumah-rumah perawatann yang dilengkapi dengan layanan pendidikan dan psikologis. Hanya
orang-orang yang mengalami retardasi mental berat dan sangat berat serta memiliki cacat fisik
yang cenderung tetap tinggal di berbagai institusi mental ( Cunningham & Mueller, 1991 ).

b. Intervensi Behavioral Berbasis Pengkondisian Operant. Program ini dikembangkan untuk


meningkatkan tingkat fungsi para individu dengan retardasi berat. Beberapa proyek pelopor
telah melakukan intervensi pada anak-anak dengan sindroma Down semasa bayi dan kanak-
kanak awal sebagi upaya meningkatkan fungsi mereka. Program-program tersebut umumnya
mencakup instruksi sistematis yang dilakukan di rumah dan pusat penanganan terkait
perkembangan sosial. Ditetapkan berbagia sasarann behavioral spesifik; dan dalam mode
operant, anak-anak diajari berbagai keterampilan selangkah demi selangkah dan berurutan (
a,l., Clunies-Ross, 1979; Reid, Wilson, & Faw, 1991 ).
Anak-anak dengan retardasi mental berat biasanya membutuhkan instruksi intensif agar
mampu makan, menggunakan toilet, dan berpakaian sendiri. Prinsip-prinsip pengkondisian
operant kemudian diterapkan untuk mengajarkan berbagai komponen aktivitas makan tersebut
kepada si anak. Contohnya, si anak dapat diberi penguat untuk terus-menerus mencoba
mengambil sendok sampai ia mampu melakukannya. Pendekatan operant kadang disebut
analisis perilaku terapan, juga digunakan untuk mengurangi perilaku yang tidak pada
tempatnya dan perilaku mencederai diri sendiri. Gerakan maladaptif dan tindakan mencederai
diri tersebut sering kali dapat dikurangi dengan memberi penguat pada respons-respons
pengganti.

c. Intervensi Kognitif. Banyak anak yang mengalami retardasi mental tidak mampu
menggunakan berbagai strategi untuk menyelesaikan masalah, dan bila mereka memiliki
strategi, mereka sering kali tidak menerapkannya secara efektif. Latihan Instruksional Diri
mengajari anak-anak tersebut untuk memandu upaya penyelesaian masalah mereka melalui
kata-kata yang diucapkan. Meichenbaum dan Goodman ( 1971 ) merinci prosedur lima langkah:
1. Guru melakukan tugas terkait, mengucapkan instruksi dengan keras kepada dirinya sendiri
sementara si anak mengamati dan mendengarkannya.
2. Anak mendengarkannya dan melakukan tugas tersebut sementara guru mengucapkan
instruksinya kepada si anak.
3. Si anak mengulang tugas tersebut seraya mengucapkan instruksi kepada dirinya sendiri
dengan keras.
4. Si anak mengulang kembali tugas tersebut seraya membisikkan instruksinya kepada dirinya
sendiri.
5. Anak siap melakukan tugas tersebut seraya memberikan instruksi tanpa bersuara kepada diri
sendiri.
Anak-anak yang mengalami retardasi mental berat menggunakan berbagai tanda alih-alih
bicara untuk memandu dirinya melakukan tugas terkait. Latihan instruksional diri telah
digunakan untuk mengajarkan pengendalian diri dan cara memusatkan perhatian serta cara
menguasai berbagai tugas akademik kepada anak-anak yang mengalami retardasi. Anak-anak
dengan retardasi berat dapat secara efektif menguasai keterampilan mengurus diri sendiri
melalui teknik ini.

c. Instruksi dengan Bantuan Komputer


Instruksi dengan bantuan computer semakin sering digunakan di seluruh lokasi semua jenis
pendidikan. Instruksi ini sangat cocok diterapkan dalam pendidikan bagi individu yang
mengalami retardasi mental. Komponen visual dan auditori dalam komputer mempertahankan
konsentrasi para siswa yang sulit berkonsentrasi, tingkat materi dapat disesuaikan dengan
individu sehingga memastikan keberhasilan pembelajaran, dan komputer dapat memenuhi
kebutuhan akan banyaknya pengulangan materi tanpa menjadi bosan atau tidak sabar seperti
yang dapat terjadi pada guru. Program instruksi dengan bantuan computer telah terbukti lebih
baik dari berbagai metode tradisional untuk mengajarkan cara mengeja, menggunakan uang,
aritmetika, membaca teks, pengenalan kata, menulis, dan diskriminasi visual kepada orang-
orang yang mengalami retardasi mental ( Corners, Caruso, & Detterman, 1986 ).
http://yulierizkiutami.blogspot.co.id/2010/03/4-pencegahan-dan-penanganan-retardasi.html

Terapi Penderita Retardasi Mental


Pendekatan yang dapat diberikan kepada anak retardasi mental adalah:

1. Occuppasional Therapy (Terapi Gerak)


Terapi ini diberikan kepada anak retardasi mental untuk melatih gerak funsional anggota tubuh
(gerak kasar dan halus).

2. Play therapy (Terapi bermain)


Terapi yang diberikan kepada anak retardasi mental dengan cara bermain, misalnya: memberikan
pelajaran tentang hitungan, anak diajarkan dengan cara sosiodrama, bermain jual-beli.

3. Activity Daily Living (ADL) atau Kemampuan Merawat Diri


Untuk memandirikan anak retardasi mental, mereka harus diberikan pengetahuan dan keterampilan
tentang kegiatan kehidupan sehari-hari (ADL) agar mereka dapat merawat diri sendiri tanpa bantuan
orang lain dan tidak tergantung kepada orang lain.

4. Life Skill (Keterampilan hidup)


Anak yang memerlukan layanan khusus, terutama anak dengan IQ di bawah rata-rata biasanya
tidak diharapkan bekerja sebagai administrator. Bagi anak retardasi mental yang memiliki IQ
dibawah rata-rata, mereka juga diharapkan untuk dapat hidup mandiri. Oleh karena itu, untuk bekal
hidup, mereka diberikan pendidikan keterampilan. Dengan keterampilan yang dimilikinya mereka
diharapkan dapat hidup di lingkungan keluarga dan masyarakat serta dapat bersaing di dunia
industri dan usaha.

5. Vocational Therapy (Terapi Bekerja)


Selain diberikan latihan keterampilan. Anak retardasi mental juga diberikan latihan kerja. Dengan
bekal keterampilan yang telah dimilikinya, anak retardasi mental diharapkan dapat bekerja.
http://percikcahaya.blogspot.co.id/2009/07/terapi-penderita-retardasi-mental.html

Anda mungkin juga menyukai