Anda di halaman 1dari 10

MASALAH BIOPSIKOSOSIAL DI LINGKUNGAN KERJA DAN PERAN

PEKERJA SOSIAL

Mata Kuliah : Pekerja Sosial dalam Dunia Industri

Dosen Pengampu :
Drs. Almisar Hamid, M. Si.

Disusun Oleh

Nama : Yulia Herman Damayanti


NPM : 2018110013

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PRODI ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Dewasa ini kebutuhan akan dunia kerja hampir terjadi di segala bidang. Banyak hal
baru membutuhkan sumber daya manusia untuk dipekerjakan. Lapangan-Iapangan kerja
bermunculan dan memicu ketertarikan yang semakin besar terhadap pekerjaan itu sendiri.
Pada kenyataan selanjutnya dapat dilihat banwa ketidakseimbangan antara jumlah sumber
daya manusia dan lapangan kerja temyata menciptakan ketergantungan pada faktor pekerja
terhadap perusahaan atau organisasi di mana mereka di pekerjakan. Ketergantungan dan
kompetisi yang tinggi dalam memperebutkan pekerjaan sering kali menutup mata dan
menimbulkan kekurang pedulian pekerja terhadap apa yang seharusnya ia dapatkan dalam
pekerjaan, khususnya yang berkaitan dengan lingkungan kerja.
Banyak orang berpikir bahwa mempertanyakan keadaan tersebut, apalagi sampai
melakukan komplain akan mengancam kelangsungan masa depan mereka dalam bekerja. Di
sisi lain, tidak banyak pula perusahaan atau organisasi yang memperhatikan keadaan
Iingkungan kerja karyawannya secara adil, teratur dan penuh pertimbangan kemanusiaan.
Banyak perusahaan lupa bahwa manusia memiliki suatu ciri khas tertentu yang tidak dapat
disamakan begitu saja dengan faktor-faktor produksi yang lain seperti material, mesin,
metode, uang dan informasi (Sitaniapessy, 2006). Pekerja atau karyawan pada akhimya
menjadi pihak yang paling dirugikan atas kekurang perhatian perusahaan terhadap hal ini.
Salah satu hal yang tidak diperhatikan secara cukup menonjol oleh pihak perusahaan adalah
faktor biopsikososial dalam lingkungan kerja.
Faktor biopsikososial ialah gabungan dari faktor biologis, psikologis (yang mencakup
pikiran, emosi, dan perilaku), dan sosial yang memainkan peran penting dalam keberfungsian
dan ketidak berfungsian sosial manusia1, dalam hal ini faktor biopsikososial juga
mempengaruhi kinerja dan kualitas seseorang dalam lingkungan kerjanya. Biopsikososial
juga merupakan istilah teknis untuk konsep popular dari koneksi pikiran-tubuh-lingkungan
sosial yang secara filosofis lebih berkembang daripada paradigma biomedis serta
menekankan pada eksplorasi empiris dan aplikasi klinis.

1
Adi Fahrudin, Perspektif BIOPSIKOSOSIAL Untuk Asesmen Keberfungsian Sosial, (Bandung: PT. Refika Aditama,
2018), hal. 22.
Pekerjaan Sosial Industri adalah lapangan praktik Pekerja Sosial yang secara khusus
menangani kebutuhan-kebutuhan kemanusiaan dan sosial di dunia kerja melalui berbagai
intervensi dan penerapan metode pertolongan yang bertujuan untuk memelihara
keseimbangan antara individu dan lingkungan kerja dalam konteks ini. Konsep pekerjaan
sosial industri lebih luas dari konsep tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) maupun
pengembangan masyarakat (community development). Pekerjaan sosial industri mencangkup
pelayanan sosial yang bersifat internal dan eksternal, pekerjaan sosial industri melibatkan
program-program bantuan bagi pegawai, seperti pelayanan konseling, K3 (Keselamatan dan
Kesehatan Kerja), perencanaan sebelum dan sesudah pensiun, pembelaan karyawan dan
keluarga (affirmatif), terapi kelompok, dan pengembangan sumber daya manusia.
Secara eksternal Pekerjaan Sosial Industri berwujud dalam berbagai bentuk program
CSR, termasuk di dalamnya strategi dan program pengembangan masyarakat, pengembangan
kebijakan sosial, dan advokasi sosial. Pendekatan Pekerjaan Sosial perlu mengintegrasikan
pengetahuannya mengenai sejarah, dimensi sosial, dan politik kesehatan dan keselamatan
kerja dengan asesmen dan penyembuhan masalah-masalah biopsikososial yang ditimbulkan
dari kondisi lingkungan dan tempat kerja yang berbahaya.2

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah dari makalah
ini ialah :
1. Apa itu faktor biopsikososial pekerja?
2. Apa saja yang termasuk ke dalam faktor biopsikososial dalam lingkungan kerja?
3. Bagaimana peran Pekerja Sosial Industri di lingkungan kerja?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi dari biopsikososial pekerja
2. Untuk mengetahui faktor-faktor biopsikososial
3. Untuk mengetahui apa saja peran Pekerja Sosial Industri di lingkungan kerja

2
Edi Suharto, Pekerjaan Sosial di Dunia Industri, (Bandung: Alfabeta, 2007), hal.70.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Faktor Biopsikososial Di Lingkungan Kerja


Menurut Kementerian Kesehatan (2011) faktor biopsikososial dapat mengakibatkan
perubahan dalam kehidupan individu, baik bersifat biologis, psikologis maupun sosial
yang mempunyai pengaruh cukup besar sebagai faktor penyebab terjadiya gangguan
fisik, psikis, ataupun sosial pada diri individu tersebut. Faktor biopsikososial sering tidak
disadari kehadirannya oleh para pekerja. Kajian mengenai faktor psikososial di tempat
kerja juga masih belum banyak dilakukan.

Faktor biopsikososial adalah salah satu bahaya di tempat kerja yang kerap kali tidak
disadari oleh para pekerja maupun pihak manajemen di perusahaan. Ada beberapa aspek
yang merupakan penyebab faktor biopsikososial di tempat kerja yang dapat menimbulkan
gangguan kesehatan fisik, mental maupun emosional pada pekerja, yaitu pekerja yang
sering mengalami situasi dan lingkungan kerja yang tidak kondusif, seperti bekerja dalam
shift, beban kerja yang berlebihan, bekerja secara monoton, adanya mutasi dalam
pekerjaan, tidak jelasnya peran kerja serta konflik dengan teman kerja. Sehingga, dari
aspek tersebut dapat menimbulkan gangguan kesehatan seperti gangguan
musculoskeletal, stres kerja, dan penyakit psikomatis yang menjadi penyebab semakin
meningkatnya penyakit akibat hubungan pekerjaan.

Bahaya psikososial yang berhubungan dengan keadaan pekerjaan yang dapat


menimbulkan stres dan berpotensi membahayakan pekerja. Hal ini mencakup beban
kerja, desain tugas, jadwal kerja, serta peralatan kerja.

a. Beban Kerja
Beban kerja kuantitatif dapat diartikan ke jumlah pekerjaan yang harus dilakukan,
sedangkan beban kerja secara kualitatif merujuk kepada kesulitan dalam
melakukan pekerjaan tersebut. Dua jenis beban kerja tersebut secara tersendiri
dapat menyebabkan bahaya bagi pekerja dan sangat mungkin untuk mempunyai
pekerjaan yang melibatkan beban kerja berlebih secara kuantitatif dan kurangnya
beban kerja secara kualitatif. Beban kerja “berlebih atau terlalu sedikit kuantitatif”
timbul sebagai akibat dari tugas-tugas yang terlalu banyak atau terlalu sedikit
diberikan kepada pekerja untuk diselesaikan dalam waktu tertentu, dan beban
kerja “berlebih atau sedikit kualitatif”, yaitu jika seseorang merasa tidak mampu
untuk melakukan suatu tugas, atau tugas tidak menggunakan keterampilan dan
potensi dari tenaga kerja.

b. Desain Kerja
Ada beberapa aspek dari pekerjaan yang dapat menyebabkan bahaya potensial
meliputi pekerjaan yang rutin dan membosankan, ketidakjelasan jenis pekerjaan,
keterampilan kerja yang rendah. Misalnya kurangnya variasi kerja atau kerja
monoton, pekerjaan yang kurang menantang, kurang menggunakan keterampilan,
ketidakpastian yang tinggi. Terdapat beberapa aspek dari desain tugas yang
mempunyai potensi menimbulkan hazard atau bahaya misalnya rendahnya nilai
pekerjaan, tidak ada keterampilan, pekerjaan yang monoton, ketidakpastian
pekerjaan, tidak ada kesempatan untuk belajar, perintah bekerja yang menuntut
lebih dan kurangnya sumber daya.

c. Jadwal Kerja
Ada 2 masalah utama yang berhubungan dengan rencana kerja, sehingga dapat
berpengaruh terhadap kesehatan yaitu shift kerja dan jam kerja yang panjang atau
kerja jangka panjang. Jadwal kerja yang tidak fleksibel, jam kerja yang tidak
dapat diperkirakan dan jam kerja yang panjang adalah salah satu pokok yang
termasuk dalam jadwal kerja. Para pekerja shift lebih sering mengeluh tentang
kelelahan dan gangguan perut daripada pekerja pagi atau siang dan dampak dari
kerja shift terhadap kebiasaan makan yang mungkin menyebabkan gangguan-
gangguan perut.

d. Peralatan Kerja
Kurangnya sarana dan fasilitas kerja, adanya masalah dengan perlengkapan dan
peralatan kerja yang dipakai serta kurang terjaminnya pemeliharaan peralatan
kerja menjadi suatu stressor tersendiri bagi karyawan. Ketersediaan maupun
pemeliharaan alat dalam melaksanakan pekerjaan merupakan hal yang sangat
penting yang harus diperhatikan karena dengan kurangnya alat serta pemeliharaan
yang tidak sesuai dengan banyaknya tugas yang harus diselesaikan dapat
menimbulkan potensi hazard atau bahaya yang nantinya menimbulkan risiko
injury atau kecelakaan kerja serta menurunkan produktifitas pekerja.

B. Peran Pekerja Sosial Industri Di Lingkungan Kerja


Menurut Edi Suharto (2007), model pelayanan sosial bagi karyawan merupakan
bentuk atau tipe intervensi Pekerjaan Sosial yang paling umum dilakukan para Pekerja
Sosial di perusahaan. Peranan-peranan Pekerja Sosial, seperti konselor, mediator,
konfrontator konstruktif, pembela dan broker adalah beberapa yang paling sering
dimainkan oleh pekerja sosial.

a. Konselor
Sebagai konselor, Pekerja Sosial memberikan assesmen dan konseling terhadap
individu, keluarga atau kelompok. Sosiater membantu mereka mengartikulasikan
kebutuhan, mengidentifikasi dan mengklarifikasi masalah, memahami dinamika atau
penyebab masalah, menggali berbagai alternatif dan solusi, serta mengembangkan
kemampuan mereka secara lebih efektif dalam menghadapi permasalahan yang timbul.
Yang membedakan konseling di dunia industri dengan setting lainnya adalah bahwa
konseling dalam konteks perusahaan memerlukan pemahaman sistemik mengenai
dunia kerja, pengetahuan mengenai berbagai tugas manajemen dan kepegawaian, serta
dampak dunia kerja terhadap keberfungsian sosial para pegawainya.

b. Konfrontator Konstruktif
Ini merupakan peranan unik yang biasa dilakukan untuk membantu individu yang
mengalami kecanduan obat atau alkohol. Para pecandu obat atau alkohol seringkali
menyangkal perbuatannya. Diperlukan pendekatan konstruktif yang secara khusus
dikembangkan untuk menghadapi kenyataan ini. Misalnya, Pekerja Sosial memanggil
supervisor, perwakilan serikat buruh, dan anggota keluarga pecandu tersebut untuk
bersama-sama menghadapi si pecandu sambil membeberkan berbagai masalah yang
diakibatkannya secara komprehensif. Selanjutnya, Pekerja Sosial memberikan rencana
penyembuhan terhadap karyawan/pekerja yang mengalami kecanduan obat atau
alkohol tersebut. Penguasaan yang mendalam mengenai obat-obatan dan alkohol, serta
dinamika keluarga, hukum dan perundang-undangan, pengaruh lingkungan dan teman,
sangat penting dimiliki oleh Pekerja Sosial dalam menjalankan perannya sebagai
konfrontator.

c. Broker
Ketika menjalankan peranan broker, Pekerja Sosial menghubungkan pekerja yang
dibantunya dengan sumber-sumber yang terdapat di dalam maupun di luar perusahaan.
Sebagai contoh, dalam membantu karyawan/pekerja yang mengalami kecanduan
alkohol, Pekerja Sosial memberikan refeeral (rujukan) kepada lembaga rehabilitasi
alkohol, kepada bagian medis perusahaan atau kepada LSM atau kelompok
kemasyarakatan yang menangani permasalahan ini. Termasuk dalam peranan broker
ini adalah memberikan bimbingan lanjut (follow-up) setelah memberikan rujukan.

d. Advocator
Sebagai advocat, Pekerja Sosial membantu karyawan/pekerja memperoleh
pelayanan dan sumber, yang karena suatu sebab, tidak bisa diperolehnya sendiri. Atas
nama karyawan/pekerja yang dibelanya, Pekerja Sosial memimpin pengumpulan data
dan menghadapi peraturan-peraturan perusahaan untuk memodifikasi posisi-posisi
yang ada atau mengubah kebijakan-kebijakan yang berlaku.

e. Mediator
Tugas utama Pekerja Sosial dalam menjalankan peranan ini adalah menjembatani
konflik antar dua atau lebih individu atau sistem serta memberikan jalan keluar yang
dapat memuaskan semua pihak berdasarkan prinsip-prinsip sama-sama diuntungkan
(win-win solution).

f. Educator
Pekerja Sosial memberikan informasi dan penjelasan-penjelasan mengenai opini
dan sikap-sikap tertentu yang diperlukan pekerja. Termasuk dalam peranan ini adalah
memberi pelatihan mengenai manajemen stress, cara-cara berhenti merokok atau
menunjukkan contoh-contoh perilaku positif yang dapat ditiru oleh karyawan/pekerja.

g. Analis atau Evaluator


Pekerja Sosial mengumpulkan informasi dan mengevaluasi dinamika organisasi,
lingkungan, kebijakan-kebijakan atau peraturan-peraturan dan dampaknya terhadap
perusahaan. Sebagai contoh Pekerja Sosial menganalisis posisi kelembagaan dalam
kaitannya dengan peraturan mengenai tempat kerja bebas obat-obatan terlarang
(narkoba) dan implikasinya terhadap organisasi perusahaan apabila menerapkan
prosedur pemeriksaan narkoba secara acak terhadap para pegawainya.

h. Pengembang Program
Dalam melakukan peranan ini, Pekerja Sosial mengidentifikasi dan menerapkan
program-program baru guna memenuhi kebutuhan perusahaan. Sebagai contoh, Pekerja
Sosial mengembangkan sebuah program pelatihan kerja melalui kerjasama dengan
Perguruan Tinggi setempat untuk memenuhi kebutuhan pegawai yang memenuhi
kualifikasi perusahaan.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Betapa faktor-faktor biopsikososial memang tidak bisa dihindari pengaruhnya
terhadap kelangsungan kesehatan dan keselamatan kerja karyawan. Faktor-faktor
biopsikososial ini jika tidak dipenuhi oleh perusahaan, setidaknya sebagian saja, akan
sernakin rnernperburuk keadaan yang diterima oleh para pekerja. Kenaikan gaji dan rekreasi
rnungkin saja menjadi wacana lebih lanjut, namun memperhatikan faktor-faktor
biopsikososial pekerjaan dan keselamatan kerja mereka yang bekerja dalam tekanan tinggi
apalagi juga terisolasi secara sosial tidak bisa menunggu untuk dilakukan. Jadi, dalam
perusahaan lingkungan kerjanya, karyawan/pekerja bukan hanya memerlukan gaji, tetapi
faktor biopsikososial yang dapat mempengaruhi kinerjanya di tempat kerja juga patut
diperhatikan oleh setiap perusahaan.
Pekerja Sosial Industri di Indonesia memiliki peran yang penting dalam
memanusiawikan dunia industri. Dengan banyaknya permasalahan dalam dunia industri di
Indonesia, seperti jumlah angkatan kerja yang besar namun kualitas kerja yang relatif rendah,
kesehatan dan keselamatan kerja yang belum sepenuhnya diterapkan perusahaan, kebijakan
yang tidak mendukung, serta hal-hal lain yang mengganggu dan mengahambat kesejahteraan
pekerja, membuka lapangan atau bidang garapan bagi Pekerja Sosial Industri. Hanya saja
kesadaran perusahaan dan stakeholder terkait yang berada dalam dunia industri belum paham
betul dan sadar akan kebutuhan Pekerja Sosial Industri di Indonesia. Oleh karena itu
diperlukan lebih banyak penyebaran informasi dan juga bukti nyata dari praktik Pekerja
Sosial Industri. Begitu pula dengan Pekerja Sosial Industri dan lembaga terkait yang
memiliki andil dalam eksistensi dari peran Pekerja Sosial industri. Perlu lebih banyak lagi
sosialisasi dan penyajian data pasti mengenai Pekerja Sosial. Lulusan atau mereka yang
memiliki dasar pendidikan Pekerjaan Sosial pun diharapkan memiliki kompetensi yang
cukup, diantaranya dengan mengikuti sertifikasi Pekerjaan Sosial, untuk bekerja dalam sektor
yang menjadi garapan Pekerjaan Sosial dan tentunya harus diiringi dengan percaya diri dan
bangga atas profesi Pekerja Sosial.
DAFTAR PUSTAKA

Fahrudin, Adi. 2018. Perspektif BIOPSIKOSOSIAL Untuk Asesmen Keberfungsian Sosial.


Bandung. PT Refika Aditama.

Kementerian Kesehatan. 2011. Seri Pedoman Tatalaksana Penyakit Akibat Kerja Bagi Petugas
Kesehatan: Gangguan Kesehatan Akibat Faktor Psikososial Di Tempat Kerja. Jakarta.

Sitaniapessy, R. dan Sitaniapessy, H.A.P. 2006. Kualitas Jasa Pelayanan dalam Upaya
Peningkatan Kepuasan Konsumen. Ambon. Jurnal Ekonomi dan Bisnis. No. 1, Jilid 11.

Suharto, Edi. 2007. Pekerjaan Sosial Di Dunia Industri. Bandung. Alfabeta.

Anda mungkin juga menyukai