Anda di halaman 1dari 17

TUGAS PEKERJA SOSIAL DALAM DUNIA INDUSTRI

Dosen Pengampu
Drs. Almisar Hamid, M.Si

Disusun Oleh
Era Estu Uswandhian 2018110005
Yulia Herman Damayanti 2018110013
Desi Khairani 2018110015

PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2020
A. Penyakit Akibat Kerja
Penyakit akibat kerja masih belum mendapat perhatian di Indonesia. Hal ini bisa dilihat
dari tingginya angka kecelakaan akibat kerja. Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang
disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan kerja. Dunia kerja tidak bisa lepas dari bahaya,
semua pekerjaan tentunya memiliki resiko mulai dari pekerjaan berisiko rendah hingga
berisiko tinggi.
Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER01/MEN/1981
dan Keputusan Presiden RI No 22/1993 terdapat 31 jenis penyakit akibat kerja. Faktor risiko
yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit akibat kerja adalah sebagai berikut :
1. Golongan Fisik
a. Kebisingan dapat mengakibatkan gangguan pada pendengaran sampai dengan Non-
induced hearing loss
b. Radiasi (sinar radio aktif) dapat mengakibatkan kelainan darah dan kulit
c. Suhu udara yang tinggi dapat mengakibatkan heat stroke, heat cramps, atau
hyperpyrexia. Sedangkan suhu udara yang rendah dapat mengakibatkan frostbite,
trenchfoot atau hypothermia.
d. Tekanan udara yang tinggi dapat mengakibatkan caison disease
e. Pencahayaan yang tidak cukup dapat mengakibatkan kelahan mata. Pencahayaan
yang tinggi dapat mengakibatkan timbulnya kecelakaan.
2. Golongan Kimia
a. Debu dapat mengakibatkan pneumokoniosis
b. Uap dapat mengakibatkan metal fume fever, dermatitis dan keracunan
c. Gas dapat mengakibatkan keracunan CO dan H2S
d. Larutan dapat mengakibatkan dermatitis
e. Insektisida dapat mengakibatkan keracunan
3. Golongan Infeksi
a. Anthrax
b. Brucell
c. HIV/AIDS
4. Golongan Fisiologis
Dapat disebabkan oleh kesalahan kontruksi, mesin, sikap badan yang kurang baik, salah
cara melakukan suatu pekerjaan yang dapat mengakibatkan kelelahan fisik bahkan
lambat laun dapat menyebabkan perubahan fisik pada tubuh pekerja.
5. Golongan Mental
Dapat disebabkan oleh hubungan kerja yang tidak bai k atau keadaan pekerjaan yang
monoton yang menyebabkan kebosanan.

B. Konflik di Tempat Kerja

Konflik adalah suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) di
mana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau
membuatnya tidak berdaya. KonflikKonflik biasanya timbul dalam organisasi sebagai hasil
adanya masalah-masalah komunikasi, hubungan pribadi, atau struktur organisasi.

Setiap manusia adalah individu yang unik, artinya, setiap orang memiliki pendirian dan
perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan
sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial,
sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan
kelompoknya.

1. Penyebab Terjadinya Konflik Kerja

Penyebab terjadinya konflik dalam lingkungan kerja, antara lain :

a. Koordinasi kerja yang tidak dilakukan.


b. Ketergantungan dalam pelaksanaan tugas.
c. Tugas yang tidak jelas (tidak ada deskripsi jabatan).
d. Perbedaan dalam otorisasi pekerjaan.
e. Perbedaan dalam memahami tujuan organisasi.
f. Perbedaan persepsi.
g. Sistem kompetensi insentif ( reward ).
h. Strategi pemotivasian tidak tepat.

2. Akibat konflik

Hasil dari sebuah konflik adalah sebagai berikut :


a. Meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok (ingroup) yang mengalami
konflik dengan kelompok lain.
b. Keretakan hubungan antar kelompok yang bertikai.
c. Perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa dendam, benci,
saling curiga dll.
d. Kerusakan harta benda dan hilangnya jiwa manusia.
e. Dominasi bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik.

3. Strategi penyelesaian konflik

Pendekatan penyelesaian konflik oleh pemimpin dikategorikan dalam dua dimensi


ialah kerjasama/tidak kerjasama dan tegas tidak tegas. Dengan menggunakan kedua
macam dimensi tersebut ada 5 macam pendekatan penyelesaian konflik ialah :

a. Menghindar

Menghindari konflik dapat dilakukan jika isu atau masalah yang memicu
konflik tidak terlalu penting atau jika potensi konfrontasinya tidak seimbang
dengan akibat yang akan ditimbulkannya. Penghindaran merupakan strategi yang
memungkinkan pihak-pihak yang berkonfrontasi untuk menenangkan diri. Manajer
perawat yang terlibat didalam konflik dapat menepiskan isu dengan mengatakan
“Biarlah kedua pihak mengambil waktu untuk memikirkan hal ini dan menentukan
tanggal untuk melakukan diskusi”.

b. Mengakomodasi

Memberi kesempatan pada orang lain untuk mengatur strategi pemecahan


masalah, khususnya apabila isu tersebut penting bagi orang lain. Hal ini
memungkinkan timbulnya kerjasama dengan memberi kesempatan pada mereka
untuk membuat keputusan. Perawat yang menjadi bagian dalam konflik dapat
mengakomodasikan pihak lain dengan menempatkan kebutuhan pihak lain di
tempat yang pertama.

c. Kompetisi

Gunakan metode ini jika anda percaya bahwa anda memiliki lebih banyak
informasi dan keahlian yang lebih dibanding yang lainnya atau ketika anda tidak
ingin mengkompromikan nilai-nilai anda.Metode ini mungkin bisa memicu konflik
tetapi bisa jadi merupakan metode yang penting untuk alasan-alasan keamanan.

d. Kompromi atau Negosiasi

Masing-masing memberikan dan menawarkan sesuatu pada waktu yang


bersamaan, saling memberi dan menerima, serta meminimalkan kekurangan semua
pihak yang dapat menguntungkan semua pihak.

e. Memecahkan Masalah atau Kolaborasi

Pemecahan sama-sama menang dimana individu yang terlibat mempunyai


tujuan kerja yang sama. Perlu adanya satu komitmen dari semua pihak yang terlibat
untuk saling mendukung dan saling memperhatikan satu sama lainnya.

Mengendalikan konflik berarti menjaga tingkat konflik yang kondusif bagi


perkembangan lingkungan kerja sehingga dapat berfungsi untuk menjamin efektivitas dan
dinamika lingkungan kerja yang optimal.

Adanya konflik tentu akan membawa pengaruh bagi individu, pengaruh positif pasti
akan berdampak meningkatkan produktivitas/kinerja. Contoh konflik yang menimbulkan
pengaruh positif yaitu : jika pada masing-masing bagian terjadi persaingan dalam
menunjukkan kualitasnya maka itu sudah bisa dinyatakan terjadi konflik. Persaingan ini
ditanggapi positif masing-masing bagian dengan berlomba-lomba menghasilkan produk
yang berkualitas. Dengan demikian konflik berpengaruh terhadap kinerja / produktivitas
karyawan.
C. Undang – Undang No 1 Tahun 19970

UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja disahkan di Jakarta oleh Presiden
Jenderal Soeharto pada tanggal 12 Januari 1970. UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan
Kerja diundangkan di Jakarta oleh Sekretaris Negara Mayjend TNI Alamsjah pada tanggal
12 Januari 1970. Penjelasan atas UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
ditempatkan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2918.

UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja adalah Undang-undang yang


mengatur tentang keselamatan kerja dalam segala tempat kerja, baik di darat, di dalam
tanah, di permukaan air, di dalam air, maupun di udara yang berada di dalam wilayah
kekuasaan hukum Republik Indonesia. dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja mengatur tentang: Keselamatan Kerja yang didalamnya memuat tentang
istilah-istilah, ruang lingkup, syarat-syarat keselamatan kerja, pengawasan, pembinaan,
Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja; kecelakaan; kewajiban dan hak tenaga
kerja; dan kewajiban pengurus. Undang-undang ini disahkan dengan mencabut
Veiligheidsreglement Tahun 1910 (Stbl. No. 406). Dalam Undang-undang ini diadakan
perubahan prinsipil untuk diarahkan menjadi pada sifat preventif. Peraturan baru ini
dibandingkan dengan yang lama, bannyak mendapatkan perubahan-perubahan yang penting,
baik dalam isi, maupun bentuk dan sistematikanya. Pembaruan dan perluasannya mengenai:

1. Perluasan ruang lingkup;


2. Perubahan pengawasan represif menjadi preventif;
3. Perumusan teknis yang lebih tegas;
4. Penyesuaian tata usaha sebagaimana diperlukan bagi pelaksanaan pengawasan;
5. Tambahan pengaturan pembinaan Keselamatan Kerja bagi management dan Tenaga
Kerja;
6. Tambahan pengaturan mendirikan Panitia Pembina Keselamatan Kerja dan Kesehatan
Kerja; dan
7. Tambahan pengaturan pemungutan retribusi tahunan.

Latar Belakang pertimbangan dalam UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan


Kerja adalah (1) bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas
keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan
produkksi serta produktivitas Nasional; (2) bahwa setiap orang lainnya yang berada di
tempat kerja perlu terjamin pula keselamatannya; (3) bahwa setiap sumber produksi perlu
dipakai dan dipergunakan secara aman dan efisien; (4) perlu diadakan segala upaya untuk
membina norma-norma perlindungan kerja; (5) bahwa pembinaan norma-norma itu perlu
diwujudkan dalam Undang-undang yang memuat ketentuan umum tentang keselamatan
kerja yang sesuai dengan perkembangan masyarakat, industrialisasi, teknik, dan teknologi.
Dasar Hukum Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja:
1. Pasal 5, 20, dan 27 Undang-undang Dasar 1945;
2. Pasal 9 dan 10 Undang-undang No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
mengenai Tenaga Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 No. 55,
Tambahan Lembaran Negara No. 2912).
BAB I
TENTANG ISTILAH-ISTILAH
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksudkan dengan :
1) Membahas tentang tempat kerja yang berupa ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka,
bergerak atau tetap, dimana tenaga bekerja atau yang sering dimasuki tebaga kerja untuk
keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber berbahaya.
2) Menyebutkan pengurus adalah orang yang mempunyai tugas memimpin langsung suatu
tempat kerja atau bagiannya yang berdiri sendiri.
3) Membahas tentang yang dimaksud dengan pengusaha, terdapat tiga pengertian yaitu
a) orang atau badan hukum yang menjalankan suatu usaha milik sendiri dan untuk
keperluan mempergunakan tempat kerja;
b) orang atau badan hukum yang berdiri sendiri menjalankan suatu usaha bukan miliknya
dan untuk keperluan itu mempergunakan tempat kerja; dan
c) orang atau badan hukum, yang di Indonesia mewakili orang atau badan hukum
berkedudukan di luar Indonesia.
4) Membahas tentang direktur adalah pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja untuk
melaksanakan Undang-undang ini.
5) Membahas tetang pegawai pengawas yang merupakan pegawai teknis berkeahlian khusus
dari Departemen Tenaga Kerja.
6) Membahas tentang ahli keselamatan kerja yang berarti tenaga teknis berkeahlian khusus dari
luar Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja untuk mengawasi
ditaatinya Undang-undang ini.

BAB II

RUANG LINGKUP

Pasal 2

1) Membahas tentang apa saja yang diatur dalam Undang-undang ini adalah keselamatan kerja
dalam segala tenpat kerja, baik darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air maupun
di udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.
2) Membahas tentang ketentuan tempat kerja dalam ayat (1) :
a) Dibuat, dicoba, dipakai atau dipergunakan mesin, pesawat, alat, perkakas, peralatan atau
instalasi yang berbahaya atau dapat menimbulkan kecelakaan, kebakaran atau
peledakan;
b) Dibuat, diolah, dipakai, dipergunakan, diperdagangkan, diangkut atau disimpan bahan
atau barang yang : dapat meledak, mudah terbakar, menggigit, beracun, menimbulkan
infeksi, bersuhu tinggi;
c) Dikerjakan pembangunan, perbaikan, perawatan, pembersihan atau pembongkaran
rumah, gedung atau bangunan lainnya, termasuk bangunan pengairan, saluran atau
terowongan di bawah tanah dan sebagainya atau dimana dilakukan pekerjaan persiapan;
d) Dilakukan usaha : pertanian, perkebunan, pembukaan hutan, pengerjaan hutan,
pengolahan kayu atau hasil hutan lainnya, peternakan, perikanan dan lapangan
kesehatan;
e) Dilakukan usaha pertambangan dan pengolahan : emas, perak, logam atau bijih logam
lainnya, batu-batuan, gas, minyak atau mineral lainnya, baik di permukaan atau di
dalam bumi, maupun di dasar perairan; dilakukan pengangkutan barang, binatang atau
manusia, baik di daratan, melalui terowongan, di permukaan air, dalam air maupun di
udara;
f) Dikerjakan bongkar-muat barang muatan di kapal, perahu, dermaga, dok, stasiun atau
gudang;
g) Dilakukan penyelaman, pengambilan benda dan pekerjaan lain di dalam air;
h) Dilakukan pekerjaan dalam ketinggian di atas permukaan tanah atau perairan;
i) Dilakukan pekerjaan di bawah tekanan udara atau suhu yang tinggi atau rendah;
j) Dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun tanah, kejatuhan, terkena
pelantingan benda, terjatuh atau terperosok, hanyut atau terpelanting;
k) Dilakukan pekerjaan dalam tangki, sumur atau lobang;
l) Terdapat atau menyebar suhu, kelembaban, debu, kotoran, api, asap, uap, gas,
hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara atau getaran;
m) Dilakukan pembuangan atau pemusnahan sampah atau limbah;
n) Dilakukan pemancaran, penyiaran atau penerimaan radio, radar, televisi atau telepon;
o) Dilakukan pendidikan, pembinaan, percobaan, penyelidikan atau riset (penelitian) yang
menggunakan alat teknis;
p) Dibangkitkan, dirubah, dikumpulkan, disimpan, dibagi-bagikan atau disalurkan listrik,
gas, minyak atau air;
q) Diputar film, dipertunjukkan sandiwara atau diselenggarakan rekreasi lainnya yang
memakai peralatan, instalasi listrik atau mekanik.
3) Membahas bahwa dengan peraturan perundangan ini dapat ditunjuk sebagai tenpat kerja,
ruangan-ruangan atau lapangan-lapangan lainnya yang dapat membahayakan keselamatan
atau kesehatan yang bekerja dan atau yang berada di ruangan atau lapangan itu dan dapat
dirubah perincian tersebut dalam ayat sebelumnya.

BAB III

SYARAT-SYARAT KESELAMATAN KERJA

Pasal 3

1) Memaparkan tujuan dengan disahkannya peraturan perundangan keselamatan kerja :


a) mencegah dan mengurangi kecelakaan;
b) mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran;
c) mencegah dan mengurangi bahaya peledakan;
d) memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau
kejadian-kejadian lain yang berbahaya;
e) memberi pertolongan pada kecelakaan;
f) memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja;
g) mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebarluasnya suhu, kelembaban, debu,
kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan getaran;
h) mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik physik maupun
psychis, peracunan, infeksi dan penularan;
i) memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai;
j) menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik;
k) menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup;
l) memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban;
m) memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses
kerjanya;
n) mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau barang;
o) mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan;
p) mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar-muat, perlakuan dan penyimpanan
barang;
q) mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya;
r) menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya
kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.
2) Menjelaskan bahwa syarat-syarat dalam ayat (1) dapat dirubah perinciannya sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan, teknik dan teknologi serta pendapatan-pendapatan baru di
kemudian hari.

Pasal 4

1) Menjelaskan bahwa dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan


kerja dalam perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan,
pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang, produk teknik dan
aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.
2) Menjelaskan bahwa syarat-syarat ini memuat prinsip teknik ilmuah menjadi sutau kumpulan
ketentuan yang disusun secara teratur, jelas dan praktis yang mencakup bidang konstruksi,
bahan, pengolahan dan pembuatan, perlengkapan alat-alat perlindungan, pengujian dan
pengesyahan, pembungkusan, pemberian tanda-tanda pengenal atas bahan, barang, produk
teknis dan aparat produksi guna menjamin keselamatan barang-barang itu sendiri,
keselamatan tenaga kerja yang melakukannya dan keselamatan umum.
3) Menjelaskan bahwa perincian dalam ayat (1) dan (2) ditetapkan siapa yang berkewajiban
memenuhi dan mentaati syarat-syarat keselamatan kerja.

BAB IV

PENGAWASAN

Pasal 5
1) Menjelaskan bahwa direktur melakukan pelaksanaan umum terhadap Undang-undang ini,
sedangkan para pegawai pengawas dan ahli keselamatan kerja ditugaskan menjalankan
pengawasan langsung terhadap ditaatinya Undang-undang ini dan membantu pelaksanaanya.
2) Menjelaskan tentang wewenang dan kewajiban direktur, pegawai pengawas dan ahli
keselamatan kerja dalam melaksanakan Undang-undang ini diatur dengan peraturan
perundangan.

Pasal 6

1) Menjelaskan bahwa barangsiapa yang tidak dapat menerima keputusan direktur dapat
mengajukan permohonan banding kepada Panitia Banding.
2) Menjelaskan bahwa tata cara permohonan banding, susanan Panitia Banding, tugas Panitia
Banding dan lain-lainnya ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja.
3) Menegaskan bahwa keputusan dari Panitia Banding tidak dapat disbanding lagi.

Pasal 7

Menjelaskan bahwa untuk pengawasan berdasarkan Undang-undang ini pengusaha harus


membayar retribusi menurut ketentuan-ketentuan yang akan diatur dengan peraturan
perundangan.

Pasal 8

1) Menjelaskan bahwa pengurus diwajibkan memeriksa kesehatan badan, kondisi mental dan
kemampuan fisik dari tenaga kerja yang akan diterimanya maupun akan dipindahkan sesuai
dengan sifat-sifat pekerjaan yang diberikan padanya.
2) Menjelaskan bahwa pengurus diwajibkan memeriksakan semua tenaga kerja yang berada
dibawah pimpinannya, secara berkala pada dokter yang ditunjuk oleh pengusaha dan
dibenarkan oleh direktur.
3) Menegaskan bahwa norma-norma mengenai pengujian keselamatan ditetapkan dengan
peraturan perundangan.

BAB V

PEMBINAAN
Pasal 9

1) Memaparkan kewajiban pengurus dalam menunjuk dan menjelaskan kepada tenaga kerja
baru mengenai :
a) Kondisi dan bahaya yang dapat timbul dalam tempat kerjanya;
b) Semua pengamanan dan alat perlindungan yang diharuskan dalam tempat kerjanya;
c) Alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan;
d) Cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan pekerjaannya.
2) Menjelaskan bahwa pengurus hanya dapat mempekerjakan tenaga kerja yang bersangkutan
setelah ia yakin bahwa tenaga kerja tersebut telah memahami syarat-syarat dalam ayat (1).
3) Menjelaskan bahwa pengurus diwajibkan menyelenggarakan pembinaan bagi semua tenaga
kerja yang berada dibawah pimpinannya, dalam pencegahan kecelakaan dan pemberantasan
kebakaran serta peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja, pula dalam pemberian
pertolongan pertama pada kecelakaan.
4) Menjelaskan bahwa pengurus diwajibkan memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat dan
ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi usaha dan tempat kerja yang dijalankannya.

BAB VI

PANITIA PEMBINA KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

Pasal 10

1) Menjelaskan bahwa Menteri Tenaga Kerja berwenang membentuk Panitia Pembina


Keselamatan dan Kesehatan Kerja guna memperkembangkan kerjasama, saling pengertian
dan partisipasi efektif dari pengusaha atau pengurus dan tenaga kerja dalam tempat-tempat
kerja untuk melaksanakan tugas dan kewajiban bersama di bidang keselamatan dan
kesehatan kerja, dalam rangka melancarkan usaha berproduksi.
2) Menegaskan bahwa susunan Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja, tugas dan
lain-lainnya ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja.

BAB VII

KECELAKAAN
Pasal 11

1) Menjelaskan bahwa pengurus diwajibkan melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi dalam
tempat kerja yang dipimpinnya pada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja.
2) Menegaskan bahwa tata cara pelaporan dan pemeriksaan kecelakaan oleh pegawai diatur
dengan peraturan perundangan.

BAB VIII

KEWAJIBAN DAN HAK TENAGA KERJA

Pasal 12

Kewajiban dan atau hak tenaga kerja

a) Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai pengawas dan atau ahli
keselamatan kerja;
b) Memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan;
c) Memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang
diwajibkan;
d) Meminta pada pengurus agar dilaksanakan semua syarat keselamatan dan kesehatan
kerja yang diwajibkan;
e) Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan dimana syarat keselamatan dan kesehatan
kerja serta alat-alat perlingungan diri yang diwajibkan diragukan olehnya kecuali dalam
hal-hal khusus ditentukan lain oleh pegawai pengawas dalam batas-batas yang masih
dapat dipertanggung-jawabkan.

BAB IX

KEWAJIBAN BILA MEMASUKI TEMPAT KERJA

Pasal 13

Menjelaskan tentang siapa saja yang akan memasuki suatu tempat kerja, diwajibkan mentaati
semua petunjuk keselamatan kerja dan memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan.
BAB X

KEWAJIBAN PENGURUS

Pasal 14

Pengurus diwajibkan :

a) Secara tertulis menempatkan dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua syarat
keselamatan kerja yang diwajibkan, sehelai Undangundang ini dan semua peraturan
pelaksanaannya yang berlaku bagi tempat kerja yang bersangkutan, pada tempat-tempat
yang mudah dilihat dan terbaca dan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli
keselamatan kerja;
b) Memasang dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua gambar keselamatan kerja
yang diwajibkan dan semua bahan pembinaan lainnya, pada tempat-tempat yang mudah
dilihat dan terbaca menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli Keselamatan Kerja;
c) Menyediakan secara cuma-cuma, semua alat perlindungan diri yang diwajibkan pada
tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang lain
yang memasuki tempat kerja tersebut, disertai dengan petunjuk-petunjuk yang
diperlukan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja.

BAB XI

KETENTUAN-KETENTUAN PENUTUP

Pasal 15

1) Menjelaskan bahwa pelaksanaan ketentuan pada pasal-pasal sebelumnya diatur lebih lanjut
dengan peraturan perundangan.
2) Menjelaskan bahwa peraturan perundangan pada ayat (1) dapat memberikan ancaman
pidana atas pelanggaran peraturannya dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 bulan
atau denda setinggi-tingginya Rp. 100.000,-
3) Menegaskan bahwa tindak pidana adalah pelanggaran.

Pasal 16
Menegaskan bahwa pengusaha yang mempergunakan tempat-tempat kerja yang sudah ada pada
waktu Undang-undang ini berlaku wajib mengusahakan dalam satu tahun sesudah Undang-
undang ini mulai berlaku, untuk memenuhi ketentuan berdasarkan Undang-undang.

Pasal 17

Menegaskan bahwa selama peraturan perundangan untuk melaksanakan ketentuan dalam


Undang-undang ini belum dikeluarkan, maka peraturan dalam bidang keselamatan kerja yang
ada pada waktu Undang-undang ini mulai berlaku, tetapi berlaku sepanjang tidak bertentangan
dengan Undang-undang ini.

Pasal 18

Menegaskan bahwa Undang-undang ini disebut “UNDANG-UNDANG KESELAMATAN


KERJA” dan mulai berlaku pada hari diundangkan.

Supaya seluruh masyarakat mengetahui disahkannya Undang-undang ini, memerintahkan


pengundangan Undang-undang dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai