Anda di halaman 1dari 7

METODE PENELITIAN PERKEMBANGAN ANAK USIA DINI

Metode penelitian perkembangan anak usia dini mencakup metode penelitian kualitatif dan
kuantitatif. Metode penelitian kualitatif yang dapat digunakan dalam pengumpulan data
perkembangan anak usia dini antara observasi, wawancara, dan studi dokumen. Metode
observasi telah pernah digunakan Piaget dalam melakukan penelitian tentang perkembangan
kognitif dan perkembangan moral anak usia dini. Hasil observasi yang dilakukan Piaget
bertahun-tahun telah menghasilkan teori perkembangan kognitif dan perkembangan moral
anak usia dini yang digunakan sampai sekarang. Metode wawancara telah pernah digunakan
Kohlberg dalam melakukan penelitian tentang perkembangan moral anak usia dini. Hasil
wawancara yang dilakukan Kohlberg dengan berbagai bangsa telah menghasilkan teori
perkembangan moral anak usia yang digunakan sampai sekarang. Metode kuantitatif yang
dapat digunakan dalam pengumpulan data perkembangan anak usia dini antara lain metode
eksprimen, angket, atau tes. Eksprimen telah pernah digunakan Bandura untuk mengetahui
perkembangan moral anak usia dini. Eksprimen juga pernah digunakan Pavlov dan Skinner
untuk mengetahui perkembangan belajar pada manusia termasuk pada anak-anak. Tes pernah
digunakan Binet dalam mengembangkan ukuran kecerdasan pada manusia termasuk pada
anak-anak. Angket pernah digunakan Malighy untuk meneliti perkembangan agama pada
anak dan remaja.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa semua metode penelitian yang bersifat
kuantitatif dan kualitatif dapat digunakan untuk mengumpulkan dan menganalisis data
perkembangan anak usia dini. Oleh sebab itu penggunaan metode penelitian dalam
pengembangan ilmu perkembangan anak usia dini dapat dilakukan secara variatif.

MANFAAT MEMPELAJARI PSIKOLOGI PERKEMBANGAN ANAK USIA DINI


BAGI GURU PAUD

Sebagaimana dijelaskan di atas, psikologi perkembangan anak usia dini telah berkembang
dari waktu ke waktu. Oleh sebab itu teori-teori perkembangan anak juga mengalami
perkembangan yang pesat. Berbagai profesi yang membutuhkan pengetahuan tentang
psikologi perkembangan anak usia dini, di antaranya dokter anak dan guru Pendidikan Anak
Usia Dini. Di dalam pasal 20 Undang-undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
dinyatakan bahwa dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, seorang guru berkewajiban:

a. merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta


menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran;

b. meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara


berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;

c. bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama,
suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi
peserta didik dalam pembelajaran;

d. menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru, serta nilai-
nilai agama dan etika; dan
e. memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa. Pengetahuan tentang psikologi
perkembangan anak usia dini dapat membantu guru merencanakan, melaksanakan, dan
menilai hasil pembelajaran sesuai dengan perkembangan anak.

Dalam upaya meningkatkan keprofesionalan guru, khususnya guru PAUD, di dalam


Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi
Akademik dan Kompetensi Guru dinyatakan bahwa seorang guru PAUD harus memiliki 4
(empat) kompetensi agar dapat menjadi guru profesional. Keempat kompetensi tersebut
mencakup kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional,

dan kompetensi sosial. Salah satu indikator dari kompetensi pedagogik pada guru PAUD
adalah menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, sosial, kultural,
emosional, dan intelektual. Dengan mempelajari psikologi perkembangan anak usia dini
calon guru PAUD dapat mendapatkan manfaat antara lain:

pertama, memahami dan menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, sosial,
kultural, emosional, dan intelektual sehingga dapat memberikan materi pembelajaran yang
sesuai dengan perkembangan anak.

Kedua, dapat memilih solusi yang tepat dalam permasalahan pembelajaran yang dihadapi
anak di sekolah.

Ketiga, dapat menjadi tempat bertanya para wali murid jika menghadapi masalah anak di
rumah.

Keempat dapat mengembangkan berbagai strategi pembelajaran yang sesuai dengan


perkembangan anak.

Kelima, guru dapat melakukan penilaian yang tepat bagi perkembangan kemajuan belajar
anak. Keenam guru dapat menggabungkan pengasuhan dan pembelajaran.

Di samping manfaat di atas bagi guru-guru PAUD yang ingin melaksanakan penelitian
pengembangan kemampuan anak dapat menentukan indikator ketercapaian perkembangan
yang sesuai dengan teori. Penelitian reflektif tersebut akan membantu guru mengatasi
berbagai masalah pembelajaran yang berkaitan dengan perbedaan individu anak usia dini.
1. Gangguan Kecemasan

Jenis gangguan psikologi pada anak yang paling sering terjadi adalah gangguan kecemasan.
Hal ini dapat menimbulkan perasaan takut, khawatir, hingga cemas yang terus-menerus.

Jika dibiarkan, kemampuan anak dalam bermain, belajar, hingga bergaul dengan teman-
temannya bisa bermasalah. Beberapa turunan dari gangguan kecemasan ini, yaitu kecemasan
sosial, kecemasan umum, hingga gangguan obsesif-kompulsif.

2. ADHD

Attention-deficit/hyperactivity disorder (ADHD) juga rentan terjadi pada anak-anak dan


remaja. Seseorang dengan kondisi ini dapat mengalami kesulitan dalam memperhatikan
sesuatu atau konsentrasi, perilaku impulsif, hiperaktif, bahkan kombinasi dari semua hal
tersebut.

3. Gangguan Spektrum Autisme

Gangguan psikologi pada anak ini merupakan kondisi yang memengaruhi neurologis,
biasanya terjadi pada anak-anak sebelum usianya 3 tahun. Tingkat keparahan dari kondisi ini
bervariasi, tetapi umumnya dapat menyebabkan anak-anak mengalami kesulitan dalam
berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang di sekelilingnya.

4. Gangguan Makan

Kondisi ini disebabkan masalah pikiran terkait berat badan, bahkan bisa melakukan kebiasaan
makan dan diet yang tidak aman. Gangguan makan, seperti anoreksi nervosa, bulimia
nervosa, dan gangguan makan berlebihan, dapat mengganggu kesehatan pengidapnya.
Gangguan psikologi ini juga dapat mengakibatkan disfungsi emosional dan sosial, hingga
komplikasi yang mengancam nyawa.

5. Depresi dan Gangguan Mood

Depresi juga termasuk gangguan psikologi pada anak dan remaja yang rentan terjadi. Hal ini
ditandai dengan perasaan sedih yang terus-menerus disertai kehilangan minat pada sesuatu
yang disenangi. Kondisi ini dapat memengaruhi kecerdasan anak dan kemampuan sosialnya.

Selain itu, gangguan mood atau bipolar dapat menyebabkan perubahan suasana yang ekstrim
dan terjadi secara tiba-tiba. Hal ini bisa jadi menimbulkan masalah yang lebih besar jika tidak
mendapatkan perawatan.

6. Skizofrenia

Gangguan persepsi dan pikiran ini juga rentan terjadi pada para remaja hingga seseorang di
usia 20-an. Kondisi ini dapat menyebabkan seseorang kesulitan untuk membedakan realitas
dan khayalan (psikosis). Pengidap skizofrenia kerap mengalami halusinasi, delusi, serta
pemikiran dan perilaku yang tidak wajar.

Itulah beberapa gangguan psikologi pada anak dan remaja yang rentan terjadi. Alangkah
lebih baiknya untuk segera memeriksakan Si Kecil jika terlihat mengalami perubahan
perilaku yang tidak biasa atau bahkan kebalikan dari biasanya. Semakin cepat masalahnya
terdeteksi, penanganan yang dilakukan semakin efektif.

Berikut beberapa gangguan psikologis pada anak:


1. Selective Mutism
Selective mutism merupakan salah satu gangguan psikologis, khususnya gangguan adaptasi
yang bisa dialami oleh anak-anak.

merupakan kondisi psikologis di mana anak-anak memilih diam di suatu kondisi atau suatu
tempat, namun tidak di kondisi lainnya.

Misalnya, dia di sekolah pendiam, namun jika berada di rumah atau di luar lingkungan
sekolah si kecil akan aktif secara verbal.

2. Gangguan Makan
Ada beberapa jenis gangguan makan yang cukup umum dialami bayi, balita, atau anak-anak.
Mulai dari anoreksia, bulimia, binge-eating, hingga gangguan makan yang bersifat menjauhi
makanan atau avoidant/restrictive food intake disorder (ARFID).
Selain itu, picky eater atau kebiasaan pilih-pilih makanan juga bisa memicu terjadinya
gangguan mental pada anak.
Namun, tidak semua anak yang picky eater akan memiliki gangguan mental. Hanya saja,
kemungkinan untuk mengalami gangguan mental lebih besar terjadi pada anak picky
eater dibanding pada anak dengan pola makan normal.
3. Gangguan Kecemasan
Gangguan kecemasan juga bisa dialami oleh anak-anak. Menurut Psikolog Iswan, awalnya
tampak seperti tantrum atau mengamuk, namun ciri yang paling umum adalah menghindari
atau menjaga jarak dari sumber atau penyebab yang membuat si kecil cemas.
Misalnya, seperti ketakutan pada tempat tertentu, orang tertentu, atau bahkan benda-benda
tertentu.

“Kemudian, anak juga bisa menimbulkan reaksi fisik, seperti menangis, memuntahkan
makanan, atau keringat dingin. Selain itu, biasanya juga diikuti dengan kondisi emosional
yang lain, seperti takut atau marah,” tutur Psikolog Iswan.

4. ADHD
Attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) merupakan gangguan perilaku yang sering
ditemui pada anak-anak. Kondisi ini biasanya ditandai dengan perilaku hiperaktif dan sulit
berkonsentrasi.
Ciri-ciri penyakit mental pada anak ini biasanya ditandai dengan perhatian yang mudah
teralihkan oleh hal lain, sulit mengerjakan tugas sampai selesai, sangat aktif di dalam atau di
luar rumah, tidak bisa diam, bicara terus-menerus, hingga emosi yang sering meledak-ledak.

5. Autisme
Autisme merupakan salah satu penyakit mental yang bisa dialami oleh anak-anak. Gangguan
perkembangan fungsi otak ini umumnya ditandai dengan beberapa hal, seperti keterlambatan
berbicara dari anak-anak seusianya, serta perilaku acuh tak acuh atau cemas.
Kebiasaan yang di luar perilaku normal ini biasanya terlihat saat anak berusia 3 tahun. Bila
tidak dilakukan terapi, kondisi ini bisa membuat perkembangan anak akan berhenti atau
mundur.

6. Depresi
Selain menyerang orang dewasa, depresi juga bisa dialami oleh buah hati. Ini bisa ditandai
dengan perasaan sedih dan kehilangan minat secara terus-menerus, sehingga bisa
mengganggu kemampuan anak untuk belajar dan bersosialisasi.
Selain itu, ada juga gejala lain yang mungkin bisa dialami balita depresi, seperti sering
menangis, menarik diri dari lingkungan sekitar, mengeluhkan rasa berat atau sakit pada
bagian tubuh tertentu, serta sulit berkonsentrasi.
7. Gangguan Bipolar
Bipolar adalah perubahan atau gangguan mood yang terjadi secara ekstrem. Sering kali,
kondisi ini ditandai dengan adanya perubahan suasana hati yang ekstrem, pola tidur, tingkat
energi, dan sulit berpikir jernih.
Gejala gangguan bipolar dapat membuat anak kesulitan untuk berprestasi di sekolah atau
bersosialisasi dengan orang lain.
8. Gangguan Stres Akibat Trauma
Balita dan anak-anak mungkin bisa mengalami gangguan cemas akibat trauma atau post-
traumatic stress disorder (PTSD).
Kondisi ini dapat terjadi ketika si kecil melihat atau mengalami kejadian yang mengerikan,
sehingga berdampak pada psikologis anak. Penyebab PTSD pada anak bisa terjadi akibat
kekerasan fisik, kecelakaan, kehilangan orang terdekat, atau pelecehan seksual.

Gejalanya bisa ditandai dengan sering berteriak, bersembunyi, atau berkelahi. Trauma ini bisa
membuat anak takut untuk berhubungan dengan orang lain dan enggan untuk
mengungkapkan emosi.

9. Skizofrenia
Penyakit skizofrenia mungkin lebih sering terjadi pada orang dewasa. Akan tetapi, kondisi
gangguan jiwa yang berat ini juga bisa dialami oleh anak-anak. Penyakit ini bisa terjadi pada
anak di bawah usia 13 tahun dan meningkat ketika memasuki usia remaja antara usia 13-18
tahun.
Skizofrenia sendiri merupakan penyakit yang ditandai dengan ketidakmampuan seseorang
untuk menilai kenyataan atau realita. Biasanya, gangguan mental ini memiliki gejala
halusinasi, delusi, dan gangguan sosial lain.

Skizofrenia pada anak bisa ditandai dengan adanya beberapa kelainan, seperti bicara kacau,
ekspresi datar, mudah emosi, hingga tidak mau bicara. Ketika memasuki masa remaja,
mungkin anak akan menarik diri dari keluarga, sekolah, teman sebaya, dan sering marah.
10. Disleksia
Disleksia merupakan gangguan belajar yang memengaruhi kemampuan otak anak untuk
memproses tulisan dan bahasa lisan.
Ciri-ciri penyakit mental pada anak ini bisa dilihat sejak usia 1 tahun, di mana ia tidak
mengungkapkan kata pertama hingga usia 15 bulan sampai 2 tahun.

Seiring bertambahnya usia, ciri-ciri disleksia akan semakin bertambah, misalnya sulit
mengingat nama alfabet, mempelajari nama dan bunyi huruf, dan mempelajari kata-kata.
11. Gangguan Identitas Disosiatif
Gangguan identitas disosiatif alias kepribadian ganda adalah kondisi di mana seseorang
memiliki dua kepribadian atau lebih, yang berbeda-beda. Kondisi ini bisa dialami oleh semua
orang, termasuk si kecil.

Penderita gangguan identitas disosiatif biasanya mengalami perasaan tidak nyata, seolah-olah
berada di luar tubuhnya dan kehilangan ingatan ketika kepribadian lain yang muncul.

Pengalaman kecelakaan, bencana alam, situasi mencekam, korban tindakan kriminal, atau
korban pelecehan fisik maupun mental bisa menyebabkan trauma batin dan stres, sehingga
memicu terjadinya gangguan yang satu ini.

Tanda-tanda gangguan identitas disosiatif di antaranya sering merasa kehilangan waktu, sulit
bergaul, sering menyakiti diri sendiri, hingga cemas dan depresi.
12. Psikopat
Psikopat atau antisocial personality disorder merupakan istilah untuk menggambarkan
gangguan mental yang dialami seseorang yang tidak berperasaan, tidak peduli, dan suka
menipu.
Gejala psikopat ini bisa dideteksi sejak dini. Biasanya, ditandai dengan gejala kurang empati,
tidak memiliki belas kasih, mudah marah, dan tidak menunjukkan emosi atau penyesalan.
Semakin cepat orang tua menyadari sifat tersebut, maka semakin besar peluang untuk
menyelamatkan anak. Jika kondisi ini dibiarkan berkembang, nantinya anak akan tumbuh
menjadi seseorang yang tidak berperasaan dan antisosial.

13. Adjustment Disorder


Adjustment disorder atau gangguan penyesuaian merupakan kondisi di mana seseorang
mengalami reaksi berlebihan terhadap peristiwa yang membuat stres atau traumatis.
Gangguan yang satu ini cukup umum terjadi pada anak-anak dan remaja. Biasanya, ini
ditandai dengan munculnya rasa tertekan, menangis, putus asa, khawatir, dan gelisah.

Penting untuk mendeteksi gangguan penyesuaian sejak dini untuk mencegah terjadinya gejala
yang semakin parah.

14. Retardasi Mental


Gangguan intelektual atau retardasi mental merupakan salah satu kondisi di mana seseorang
memiliki kecerdasan di bawah rata-rata. Ini bisa disebabkan oleh terganggunya
perkembangan otak.

Gejalanya bisa dimulai sejak masa kanak-kanak, biasanya ditandai dengan terlambat bicara
atau kesulitan bicara, kesulitan mengingat sesuatu, lambat menguasai hal-hal seperti latihan
pispot, berpakaian, dan makan sendiri, sering mengamuk, hingga sulit memecah masalah atau
berpikir logis.

15. Gangguan Somatoform


Gangguan somatoform adalah gangguan mental yang menyebabkan seseorang mengalami
sejumlah penyakit tanpa ada penyebab medis.
Biasanya, penderita akan mengeluhkan kondisi sakit kepala, nyeri dada, dan kelelahan yang
mengganggu aktivitas sehari-hari. Namun, saat dilakukan pemeriksaan, hasilnya normal alias
tidak ada gangguan kesehatan yang dialami.
Selain itu, si anak yang mengalami gangguan ini juga bisa merasakan munculnya rasa cemas
berlebih yang dapat memengaruhi kehidupan sehari-hari.

16. Gangguan Juvenile Delinquency


juvenile delinquency atau kenakalan remaja yang dinilai sudah cukup parah.
Contohnya, melanggar norma hukum seperti mencuri, berbohong, merusak fasilitas umum,
atau yang sering diberitakan adalah tawuran. Jika dilakukan secara terus-menerus dan
berulang di usia remaja SMP menjelang SMA, ini termasuk kondisi psikologis yang harus
diwaspadai.

Anda mungkin juga menyukai