Anda di halaman 1dari 49

makalah Masalah-masalah Psikologi pada Anak yang Sering Terjadi dan Kebutuhan

Bimbingan Psikologis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orangtua memiliki


peranan yang besar bagi anak terutama bagi psikologis anak. Selama ini yang diketahui
orangtua pada umumnya adalah peran mereka sebatas membesarkan dan melindungi anak
agar kelak menjadi individu yang mandiri dan kompeten. Namun seperti apa proses
membesarkan anak terutama perkembangan psikologi anak, kerap menjadi tanda tanya.
Maklum, setiap orangtua membawa sejumlah kualitas-kualitas pribadi dan berbagai
kebutuhan yang kompleks dalam peranannya sebagai orangtua dalam membangun psikologi
anak. Sama halnya seperti anak, orangtua juga memiliki jenis kelamin dan temperamen yang
berbeda, sehingga turut memberikan cara-cara yang berbeda dalam pengasuhan yang secara
tidak langsung berpengaruh pada psikologi anak. Hal lain yang mempengaruhi psikologi
anak, orangtua turut membawa pengalaman masa lalunya terdahulu saat diasuh oleh
orangtuanya di masa kecil dan sejumlah nilai-nilai budaya yang membentuk apa yang mereka
lakukan saat ini. Selain itu, orangtua juga memiliki pola-pola kehidupan sosial yang dapat
mempengaruhi psikologi anak seperti, hubungan bersama pasangan, keluarga besar, dan
dunia kerja. Orangtua perlu melakukan sejumlah penyesuaian agar sejumlah kualitas-kualitas
pribadi yang mereka bawa ke dalam pengasuhan anak, mampu memenuhi sejumlah
kebutuhan-kebutuhan psikologi anak. Dengan berkembangnya psikologi anak, akan terpenuhi
berbagai tuntutan perkembangannya, baik secara fisik dan motorik, kognitif alias kemampuan
berpikir dan kecerdasan, kebutuhan emosi dan sosial, hingga kebutuhan akan berbagai nilai
dan norma. Oleh karena itu, penulis membuat makalah dengan judul Masalah-masalah
Psikologi pada Anak yang Sering Terjadi dan Kebutuhan Bimbingan Psikologis. B.Rumusan
Masalah 1. Apa definisi psikologis ? 2. Apa yang dimaksud masalah psikologis pada anak ? 3.
Apa saja masalah psikologis pada anak yang sering terjadi? 4. Bagaimana kebutuhan
bimbingan psikologis pada anak ? C.Tujuan 1. Untuk mengetahui definisi psikologi 2. Untuk
mengetahui apa itu masalah psikologis pada anak 3. Untuk mengetahui apa saja masalah
psikologis yang sering terjadi pada anak 4. Untuk mengetahui apa saja kebutuhan bimbingan
psikologis pada anak BAB II PEMBAHASAN A. Definisi Psikologi Banyak ilmuan dan
dokter menemukan bahwa teknologi dapat menganalisa keadaan psikologis dan emosional
seseorang. Tanpa kita sadari bahwa sebenarnya reaksi emosional merupakan reaksi energi
terhadap suatu persepsi karena setiap orang memiliki persepsi psikologis tentang diri dan
lingkungannya dimana persepsi ini menjadi suatu proses mental, membentuk karakteristik
impuls suatu proses mental serta pembentukan karakteristik. Berikut ini adalah definisi
psikologi: 1. Wundt Psikologi itu merupakan ilmu tentang kesadaran manusia 2. Woodworth
dan Marquis Psikologi merupakan ilmutentang aktivitas-aktivitas individu. 3. Bianca
Psikologi merupakan ilmu tentang tingkah laku. 4. Morgan Psikologi adalah ilmu yang
mempelajari tingkah laku baik pada manusia maupun hewan. 5. Sartain Psikologi adalah ilmu
yang mempelajari tingkah laku manusia. Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli di atas
maka dapat disimpulkan bahwa yang di maksud dengan psikologi adalah merupakan suatu
ilmu yang menyelidiki serta mempelajari tentang tingkah laku atau aktivitas-aktivitas di mana
tingkah laku serta aktivitas-aktivitas itu sebagai manifestasi hidup kejiwaan (motorik,
kognitif dan emosional). B. Masalah Psikologi pada Anak Masalah atau gangguan psikologi
pada anak meliputi perubahan emosi, fungsi fisik, perilaku dan kinerja mental. Permasalahan
gangguan psikologis tersebut dapat disebabkan oleh faktor-faktor seperti gaya pengasuhan,
masalah keluarga, kurangnya perhatian, penyakit kronis atau cedera, dan rasa kehilangan atau
perpisahan. Anak biasanya tidak langsung bereaksi ketika masalah terjadi, tetapi akan
menunjukkan reaksi kemudian hari. Bimbingan yang tepat dapat membantu anak dapat
mempersiapkan diri jika dihadapkan pada masalah yang sifatnya traumatis pada anak. Orang
tua harus dapat memotivasi anak agar lebih ekspresif menghadapi ketakutan dan
kecemasannya. C.Masalah-masalah Psikologi pada Anak yang Sering Terjadi Gangguan

psikologis pada anak agak susah dikenali. Berikut antara lain ciri-ciri yang dapat menjadi
pedoman para orang tua dalam melakukan diagnosis terhadap anak yang mengalami
gangguan psikologis pada fungsi fisik dan kinerja mental. 1. ADHD ( attention deficit
hyperactivity disorder) Menurut Psikolog Klinis Adriana S Ginanjar, Anak yang mengalami
ADHD (attention deficit hyperactivity disorder), ciri-cirinya antara lain tidak bisa
memusatkan perhatian, impulsif, dan hiperaktif. Anak-anak semacam ini akan mudah bosan
dan cenderung agresif. Bahkan bisa memiliki reaksi berlebihan terhadap frustasi. 2. Autisme
Autisme adalah gangguan perkembangan yang terjadi pada anak yang mengalami kondisi
menutup diri. Gangguan ini mengakibatkan anak mengalami keterbatasan dari segi
komunikasi, interaksi social, dan perilaku. Gejala anak autis termasuk anak tidak berinteraksi
atau berkomunikasi dengan orang lain. Gangguan ini biasanya terlihat sebelum anak
mencapai usia 3 tahun, dan dapat membuat anak-anak bertindak sangat tidak tepat, seperti
membenturkan kepala mereka pada hal-hal. Pada anak-anak Autistik beberapa cirinya adalah
gangguan yang jelas pada perlaku non verbal seperti tidak bisa berbagi minat dengan orang
lain dan suka menyendiri, terlambat untuk bisa berbicara, dan terikat pada ritual yang tidak
fungsional. 3. Sindrom Asperger Anak yang mengalami Sindrom Asperger, pada umumnya
tidak jauh berbeda dengan penderita autistik. Hanya saja pada anak autistik tidak mengalami
keterlambatan bicara, tetapi cenderung menggunakan bahasa formal. Selain itu anak dengan
Sindrom Asperger juga memiliki prestasi akademik dan kemampuan yang baik pada bidang
tertentu.Syndrome asperger merupakan gangguan kejiwaan pada diri seseorang yang ditandai
dengan rendahnya kemampuan bersosialisasi dan berkomunikasi. 4. Retardasi Mental Pada
anak yang mengalami Retardasi Mental, ciri utamanya adalah memiliki skor yang rendah
pada tes intelegensi formal. Anak tersebut juga memiliki hambatan dalam menyelesaikan
tugas sehari-harinya. Gangguan psikologisdi dunia saat ini sangat luas, dan begitu juga
jumlah anak-anak yang terkena gangguan tersebut setiap hari. Ada juga berbagai gejala untuk
setiap gangguan. Sangat penting bagi orangtua untuk mengetahui tentang gangguan
psikologis yang dapat mempengaruhi anak-anak dan gejala untuk mengidentifikasi mereka,
sehingga mereka dapat membantu anak-anak mereka dengan cara yang cepat dan efisien.
Berikut ini adalah masalah psikologi anak berupa perubahan emosi: a. Gangguan Kecemasan
Kecemasan adalah jenis yang paling umum dari gangguan psikologis yang mempengaruhi
anak-anak. Gejala utama dari gangguan kecemasan adalah kekhawatiran yang berlebihan,
ketakutan atau kegelisahan.Ada berbagai jenis gangguan kecemasan, seperti ketakutan yang
tidak beralasan situasi, paling sering disebut sebagai fobia, gangguan kecemasan umum, yang
cenderung membuat anak-anak khawatir berlebihan tentang hal-hal yang tidak realistis,
serangan panik, gangguan obsesif kompulsif, yang menyebabkan anak-anak mengulangi pola
pikiran dan perilaku, seperti mencuci tangan, dan gangguan stres pasca-trauma, yang
biasanya terjadi pada anak-anak yang mengalami peristiwa traumatis dalam hidup. Gangguan
stres pasca-trauma menyebabkan kilas balik yang menyakitkan dan menakutkan dari
peristiwa traumatik. b. Depresi parah Depresi adalah gangguan psikologis lain yang sangat
umum pada anak-anak. Depresi mempengaruhi emosi anak, membuat mereka merasa sedih
atau tidak berharga. Mereka mungkin kehilangan motivasi untuk kegiatan yang mereka
gunakan untuk sangat menikmati, dan mungkin memiliki perubahan nafsu makan dan pola
tidur. Mereka mungkin mulai melihat dunia sebagai tempat yang putus asa, dan mereka
tampaknya tidak peduli tentang apa pun. Semua gejala ini penting untuk menyadari karena
ketika mereka menggabungkan, seorang anak dapat mempertimbangkan bunuh diri dan
hidupnya mungkin dalam bahaya. c. Bipolar Disorder Gangguan bipolar sering terlihat pada
gejala perubahan suasana hati berlebihan yang tampaknya berubah dengan cepat dan pergi
dari rendah ke tinggi dengan cepat. Saat-saat perubahan suasana hati berlebihan kadangkadang dimoderatori oleh suasana hati biasa di antara, tapi selama periode suasana hati yang
intens, anak-anak mungkin menunjukkan tanda-tanda seperti berbicara non-stop,

menunjukkan penilaian buruk dan tidak tampak membutuhkan sangat banyak tidur. Jika tidak
diobati tanpa obat, gangguan bipolar dapat menyebabkan depresi berat. d. Hiperaktif Ini
merupakan sebuah gangguan psikologi anak yang cukup sering terjadi. Seorang anak akan
mendapatkan sebuah gangguan perilaku dimana mereka cenderung bergerak aktif bahkan
super aktif di dalam rumah atau di lingkungan permainan bersama dengan teman-temannya.
Anak-anak yang hiperaktif bisa membahayakan teman-temannya akibat perilaku yang terjadi
secara spontan dan tanpa pikir panjang. e. Pemurung dan penyendiri Ketika kita telah
membahas mengenai anak-anak yang ceria bahkan hiperaktif, ada pula anak yang berperilaku
sebaliknya. Mereka sangat sulit bergaul dan cenderung merasa malu dengan keadaan mereka
sendiri. Anak-anak seperti ini juga tidak boleh dibiarkan berlarut karena jiwa sosial mereka
tidak bisa berkembang jika selalu dibiarkan. Selain itu, masalah psikologi pada anak berupa
perilaku dalam kehidupan sehari-hari antara lain sebagai berikut: 1. Anak suka berbohong
Kemungkinan besar anak berbohong disebabkan oleh karena orang tua acap kali melarang
anak untuk mengatakan atau menceritakan sesuatu peristiwa atau kejadian yang benar.
Sebagai ilusterasi, "Jagad secara terus terang mengatakan kepada ibunya bahwa ia pernah
mencubit adiknya sampai menangis meraung-raung." Mendengar pernyataan ini Ibunya
langsung mencubit paha Jagad bahkan menampar pihinya hingga memar memerah. Suatu
ketika Jagad marah pada adiknya karena mengganggu saat ia sedang belajar, ibunya datang,
hati Jagad masih bergolak menahan rasa marahnya, akan tetapi Jagad mengatakan pada
ibunya itu, bahwa ia sangat menyayangi adiknya. Mendengar penuturan ini ibunya langsung
merangkul Jagad dengan mencium pipinya dan mengusap-usap kepalanya.Dari contoh
ilusterasi di atas dapat kita tarik kesimpulan, bahwa berbicara benar membuat seorang anak ,
mendapat perlakuan yang kurang menyenangkan, merasakan kesakitan, dicubit dan ditampar
oleh ibunya, sedangkan dengan berbohong mengatakan yang bukan sebenarnya mendapatkan
sesuatu yang menyenangkan. Pengalaman itu mengajarkan kepada anak bahwa ibu lebih
menyukai kepada anaknya yang berbohong. Hal seperti inilah yang acap kali dikeluhkan oleh
seorang ibu karena anak-anaknya sering berbohong. Orang tua terutama seorang ibu sering
kali menyalahkan anak-anaknya yang sering kali berbohong. Padahal secara tak disadarinya,
kelakuan dan sikap anak untuk berbicara bohong itu akibat dari prilaku dan tindakannya
sendiri dalam menyikapi suatu kejadian di dalam keluarga berkait dengan anak-anaknya. Dan
berbicara bohong dari anak-anaknya tersebut merupakan hasil dari didikkannya sendiri.
Solusi:Berkait dengan masalah tersebut di atas, jika orang tua menginginkan anak-anaknya
bersikap jujur, dan tidak berbohong, maka seyogyanyalah harus bersedia untuk
mendengarkan suatu kebenaran baik kebenaran itu terasa manis atau pahit, baik ataupun
buruk yang dinyatakan oleh seorang anak. Jangan sampai anak merasa takut untuk
mengungkapkan segala isi hatinya. 2. Anak suka berkelahi Berdasarkan studi Gentile dan
Bushman mengatakan, ada enam faktor yang dapat menyebabkan anak menjadi pengganggu
atau bullying terhadap temannya. Ketika semua faktor-faktor risiko dialami oleh anak-anak,
risiko agresi dan perilaku intimidasi akan tinggi. 1-2 faktor risiko bukanlah masalah besar
bagi anak-anak, tetapi orangtua masih membutuhkan bantuan untuk mengatasi, kata Gentile.
Solusi: memberi teguran dan nasihat yang baik. Ini termasuk metode pendidikan yang sangat
baik dan bermanfaat untuk meluruskan kesalahan anak. 3. Anak suka mencuri Kadangkadang orang tua merasa terkejut dan bingung sewaktu pertama kali mengetahui anaknya
mencuri.Orang tua lantas mungkin berpikir bahwa ini merupakan hal yang wajar dalam
perkembangan anak.Anggapan ini tentu saja tidak benar.Jadi, sekecil apa pun pencurian yang
dilakukan anak, orang tua harus melarang dan menghentikannya.Boleh dikata hal ini kerap
kali terjadi, terutama dalam keluarga yang memiliki anak berusia empat sampai tujuh tahun.
Pada usia ini anak cenderung untuk mengambil apa yang bukan haknya. Sebenarnya,
perbuatan mencuri yang dilakukan anak-anak balita bukanlah tingkah laku yang
menyimpang. Tetapi bila orang tua tidak menanganinya dengan benar, tingkah laku yang

tidak berbahaya itu dapat mengarah menjadi perbuatan yang berakibat lebih jauh.Mencuri di
kalangan anak-anak balita sering terjadi. Ini disebabkan karena mereka belum mempunyai
konsep kemilikan. Anak-anak belum mempunyai batas yang tegas antara milik sendiri dan
milik orang lain. Bila mereka melihat sesuatu yang disukainya, mereka akan mengam-bilnya.
Bagi mereka seolah berlaku prinsip: Aku lihat, aku suka, aku mau, aku ambil. Anak kecil
belum mengerti bahwa dengan mengambil benda yang dinginkan tanpa izin si pemilik, ia
melanggar hak milik teman tersebut dan akan merugikan si teman itu. Pada umumnya,
orangtua pasti akan merasa kaget, kecewa, dan malu bila mengetahui bahwa anak mereka
telah mencuri sesuatu milik orang lain. Namun, janganlah orangtua bertindak tergesa-gesa,
langsung marah-marah kepada anak, apalagi menghukumnya dengan cara yang berlebihan.
Sebab, tidak semua anak mencuri karena niat yang sudah direncanakan. Solusi dari
permasalahan anak yang suka mencuri antara lain: a. Mendidiknya dalam kebenaran.
Bimbinglah anak dengan ajaran Agama, tingkatkan keimanan dengan mengajak anak
melakukan kegiatan ibadah bersama keluarga dan berilah pengertian dengan penuh kasih
sayang. b. Memasukkan konsep nilai yang benar. Sejak kecil orang tua sudah harus mendidik
perbedaan antara "ini milik kamu" dan "ini milik saya". Jangan membiarkan anak
sembarangan mengambil barang orang lain. Kalau dalam tas atau di saku ditemukan barang
milik teman, anak harus segera mengembalikannya. D. Kebutuhan Bimbingan Psikologi
Pendekatan-pendekatan digunakan dalam layanan bimbingan untuk memenuhi kebutuhan
bimbingan psikolog pada anak. Menurut Myrick (dalam Muro & Kottman, 1995) ada empat
pendekatan yang dapat dirumuskan sebagai suatu pendekatan dalam bimbingan, yaitu
pendekatan krisis, remedial, preventif dan perkembangan. 1. Pendekatan kritis Dalam
pendekatan krisis layanan bimbingan dilakukan bilamana ditemukan adanya suatu masalah
yang krisis yang harus segera ditanggulangi, dan guru atau pembimbing bertindak membantu
anak yang menghadapi masalah tersebut untuk menyelesaikannya. Teknik yang digunakan
dalam pendekatan ini adalah teknikteknik yang secara pasti dapat mengatasi krisis tersebut.
Contoh : seorang anak menangis ketika anak bermain di luar kelas karena tangannya berdarah
dilempar batu oleh teman sebayanya. Guru atau pembimbing yang menggunakan pendekatan
krisis akan meminta anak untuk membicarakan penyelesaian masalahnya dengan teman yang
telah melukainya. Bahkan mungkin guru atau pembimbing segera memanggil anak yang telah
bersalah tersebut untuk menghadap dan membicarakan penyelesaian masalah yang telah
dilakukannya. 2. Pendekatan Remidial Dalam pendekatan remedial, guru atau pembimbing
akan memfokuskan bantuannya kepada upaya penyembuhan atau perbaikan terhadap
kelemahan-kelemahan yang ditampakkan anak. Tujuan bantuan dari pendekatan ini adalah
untuk menghindarkan terjadinya krisis yang mungkin dapat terjadi. Berbagai strategi dapat
digunakan untuk membantu anak, seperti mengajarkan kepada anak keterampilan belajar,
keterampilan bersosial dan sejenisnya yang belum dimiliki anak sebelumnya. Guru atau
pembimbing yang menggunakan pendekatan remedial untuk contoh kasus di atas, akan
mengambil tindakan mengajarkan anak keterampilan berdamai sehingga anak dapat memiliki
keterampilan untuk mengatasi masalah-masalah hubungan antar pribadi. Misal guru atau
pembimbing meminta anak yang telah melempar temannya dengan batu untuk meminta maaf
atas perbuatannya, dan berjanji untuk tidak mengulanginya. Mereka diminta untuk
bersalaman dan bermain kembali. 3. Pendekatan Preventif Pendekatan preventif merupakan
pendekatan yang mencoba mengantisipasi masalah-masalah yang mungkin akan muncul pada
anak dan mencegah terjadinya masalah tersebut. Masalah-masalah pada anak taman kanakkanak dapat berupaperkelahian, pencurian, merusak, menyerang dan sebagainya. Pendekatan
preventif didasarkan pemikiran bahwa jika guru atau pembimbing dapat membantu anak
untuk menyadari bahaya dari berbagai aktivitas itu maka masalah dapat dihindari sebaikbaiknya. Pendekatan preventif ini dapat dilakukan dengan cara menyampaikan informasi
kepada anak tentang akibat dari suatu tindakan tertentu. Dalam contoh kasus di atas, guru

yang menggunakan pendekatan preventif akan mengajak anakuntuk mendengarkan cerita


guru atau pembimbing yang memuat pesan untuk menjaga atau mencegah terjadinya suatu
tindakan yang akan merugikan diri sendiri dan orang lain dan belajar untuk bersikap toleran
dan memahami orang lain. 4. Pendekatan Perkembangan Dalam pendekatan perkembangan,
kebutuhan akan layanan bimbingan di taman kanak-kanak muncul dari karakteristik dan
permasalahan perkembangan anak didik, baik permasalahanyang berkenaan dengan
perkembangan fisik motorik, kognitif, sosial, emosi, maupun bahasa. Pendekatan
perkembangan dalam bimbingan lebih berorientasi pada bagaimanamenciptakan suatu
lingkungan yang kondusif agar anak didik dapat berkembang secara optimal. Berbagai teknik
dapat digunakan dalam pendekatan ini seperti mengajar, tukar informasi, bermain peran,
melatih, tutorial dan konseling. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Masalah atau gangguan
psikologi pada anak meliputi perubahan emosi, fungsi fisik, perilaku dan kinerja mental.
Berikut ini adalah masalah atau gangguan psikologi pada anak pada fungsi fisik dan kinerja
mental: 1. ADHD ( attention deficit hyperactivity disorder) 2. Autisme 3. Sindrom Asperger
4. Retardasi Mental Berikut ini adalah masalah atau gangguan psikologi pada anak pada
perubahan emosi: 1. Gangguan Kecemasan 2. Depresi parah 3. Bipolar Disorder 4. Hiperaktif
5. Pemurung dan Penyendiri Berikut ini adalah masalah psikologi anak pada perilakunya: 1.
Anak suka berbohong 2. Anak suka berkelahi 3. Anak suka mencuri Pendekatan-pendekatan
digunakan dalam layanan bimbingan untuk memenuhi kebutuhan bimbingan psikolog pada
anak. Menurut Myrick (dalam Muro & Kottman, 1995) ada empat pendekatan yang dapat
dirumuskan sebagai suatu pendekatan dalam bimbingan, yaitu pendekatan krisis, remedial,
preventif dan perkembangan. B. Saran Sebaiknya orang tua menetahui masalah-masalah
psikologis pada anak yang sering terjadi agar dapat memberikan bimbingan yang sesuai
dengan kebutuhan bimbingan psikologinya. Today Deal $50 Off : https://goo.gl/efW8Ef
Today Deal $50 Off : https://goo.gl/efW8Ef Today Deal $50 Off : https://goo.gl/efW8Ef
Today Deal $50 Off : https://goo.gl/efW8Ef

LANDASAN PSIKOLOGI
DALAM PEMBELAJARAN

24

APR

A. Konsep Dasar
1. Pengertian Landasan Psikologi
Psikologi berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani yaitu psyche yang berarti jiwa
dan logos yang berarti ilmu Secara harfiah psikologi dapat diartikan sebagai ilmu tentang jiwa
atau ilmu jiwa. Menurut Branca (dalam Khodijah, 2006) menyatakaan bahwa psikologi sebagai
ilmu tentang perilaku. Woodworth dan Marquis menyatakan bahwa psikologi adalah ilmu
tentang aktivitas individu, baik aktivitas motorik, kognitif maupun emosional. Definisi ini, lebih
bersifat praktis karena langsung mengarah pada aktivitas kongkrit yang dilakukan manusia
sebagai manifestasi kondisi kejiwaannya. Psikologi atau ilmu jiwa yang mempelajari jiwa
manusia, jiwa itu sendiri adalah roh dalam keadaan mengendalikan jasmani yang dapat
dipengaruhi oleh alam sekitar, karena itu jiwa atau psikis dapat dikatakan inti dan kendali
kehidupan manusia yang berada dan melekat dalam manusia itu sendiri (Pidarta, 2007). Dari
pengertian diatas, dapat disimpulkan psikologi adalah ilmu pengetahuan tentang proses mental
dan perilaku seseorang yang merupakan manifestasi atau penjelmaan dari jiwa itu.
Pengertian landasan psikologis merupakan pemahaman terhadap peserta didik yang berkaitan
dengan aspek kejiwaan. Karena merupakan salah satu kunci keberhasilan pendidikan bagi
seorang pendidik. Oleh karena itu, hasil kajian dan penemuan psikologis sangat diperlukan
penerapannya dalam bidang pendidikan.
Pemahaman peserta didik yang berkaitan dengan aspek kejiwaan merupakan salah satu kunci
keberhasilan pendidikan. Oleh karena itu, hasil kajian dan penemuan psiologis sangat diperlukan
penerapannya dalam bidang pendidikan. Misalnya pengetahuan tentang aspek-aspek pribadi,
urutan, dan ciri-ciri pertumbuhan setiap aspek, dan konsep tentang cara-cara paling tepat untuk
mengembangkannya. Untuk itu psikologi menyediakan sejumlah informasi tentang kehidupan
pribadi manusia pada umumnya serta berkaitan dengan aspek pribadi. Individu memiliki bakat,
kemampuan, minat, kekuatan serta tempo, dan irama perkembangan yang berbeda satu dengan
yang lain.
Sebagai implikasinya pendidik tidak mungkin memperlakukan sama kepada setiap peserta didik,
sekalipun mereka mungkin memiliki beberapa persamaan. Penyusunan kurikulum perlu berhatihati dalam menentukan jenjang pengalaman belajar yang akan dijadikan garis-garis besar
program pengajaran serta tingkat keterincian bahan belajar yang digariskan.
Landasan psikologis pendidikan adalah suatu landasan dalam proses pendidikan yang
membahas berbagai informasi tentang kehidupan manusia pada umumnya serta gejala- gejala
yang berkaitan dengan aspek pribadi manusia pada setiap tahapan usia perkembangan tertentu
untuk mengenali dan menyikapi manusia sesuai dengan tahapan usia perkembangannya yang
bertujuan untuk memudahkan proses pendidikan. Kajian psikologi yang erat hubungannya
dengan pendidikan adalah yang berkaitan dengan kecerdasan, berpikit, dan belajar
(Tirtarahardja, 2005).

Menurut Pidarta (2007:194) landasan psikologis pendidikan merupakan suatu landasan dalam
proses pendidikan yang membahas berbagai informasi tentang kehidupan manusia pada
umumnya serta gejala-gejala yang berkaitan dengan aspek pribadi manusia pada setiap tahapan
usia perkembangan tertentu untuk mengenali dan menyikapi manusia sesuai dengan tahapan
usia perkembangannya yang bertujuan untuk memudahkan proses pendidikan.
Landasan psikologis pendidikan juga dapat dimaknai sebagai suatu landasan dalam proses
pendidikan yang membahas berbagai informasi tentang kehidupan manusia pada umumnya
serta gejala-gejala yang berkaitan dengan aspek pribadi manusia pada setiap tahapan usia
perkembangan tertentu untuk mengenali dan menyikapi manusia sesuai dengan tahapan usia
perkembangannya yang bertujuan untuk memudahkan proses pendidikan. Kajian psikologi yang
erat hubungannya dengan pendidikan adalah yang berkaitan dengan kecerdasan, berpikit, dan
belajar (Tirtarahardja, 2005: 106).
Dengan demikian landasan psikologis pendidikan merupakan salah satu landasan yang penting
dalam pelaksanan pendidikan karena keberhasilan pendidik dalam menjalankan tugasnya sangat
dipengaruhi oleh pemahamannya tentang peserta didik. Oleh karena itu pendidik harus
mengetahui apa yang harus dilakukan kepada peserta didik dalam setiap tahap perkembangan
yang berbeda mulai dari bayi hingga dewasa.
Landasan psikologi memberikan sumbangan dalam dunia pendidikan. Kita ketahui bahwa subjek
dan objek pendidikan adalah manusia (peserta didik). Setiap peserta didik memiliki keunikan
masing masing dan berbeda satu sama lain. Oleh sebab itulah, kita sebagai guru memerlukan
psikologi. Dengan adanya psikologi memberikan wawasan bagaimana memahami perilaku
individu dalam proses pendidikan dan bagaimana membantu individu agar dapat berkembang
secara optimal serta mengatasi permasalahan yang timbul dalam diri individu (siswa) terutama
masalah belajar yang dalam hal ini adalah masalah dari segi pemahaman dan keterbatasan
pembelajaran yang dialami oleh siswa. Psikologi dibutuhkan di berbagai ilmu pengetahuan untuk
mengerti dan memahami kejiwaan seseorang.
Psikologi memiliki peran dalam dunia pendidikan baik itu dalam belajar dan pembelajaran.
Pengetahuan tentang psikologi sangat diperlukan oleh pihak guru atau instruktur sebagai
pendidik, pengajar, pelatih, pembimbing, dan pengasuh dalam memahami karakteristik kognitif,
afektif, dan psikomotorik peserta secara integral. Pemahaman psikologis peserta didik oleh pihak
guru atau instruktur di institusi pendidikan memiliki kontribusi yang sangat berarti dalam
membelajarkan peserta didik sesuai dengan sikap, minat, motivasi, aspirasi, dan kebutuhan
peserta didik, sehingga proses pembelajaran di kelas dapat berlangsung secara optimal dan
maksimal.
Pengetahuan tentang psikologi diperlukan oleh dunia pendidikan karena dunia pendidikan
menghadapi peserta didik yang unik dilihat dari segi karakteristik perilaku, kepribadian, sikap,
minat, motivasi, perhatian, persepsi, daya pikir, inteligensi, fantasi, dan berbagai aspek
psikologis lainnya yang berbeda antara peserta didik yang satu dengan peserta didik yang
lainnya. Perbedaan karakteristik psikologis yang dimiliki oleh para peserta didik harus diketahui
dan dipahami oleh setiap guru atau instruktur yang berperan sebagai pendidik dan pengajar di
kelas, jika ingin proses pembelajarannya berhasil (Susilofy, 2013)

1.

B. Tahap-Tahap Perkembangan Manusia


Perkembangan merupakan suatu perubahan, dan perubahan ini tidak bersifat kuantitatif,
melainkan kualitatif (Dalyono, 1997). Perkembangan adalah proses terjadinya perubahan pada
manusia baik secara fisik mapun secara mental, sejak berada dalam kandungan sampai manusia
tersebut meningggal. Proses perkembangan pada manusia terjadi dikarenakan manusia
mengalami kematangan dan proses belajar dari waktu ke waktu. Pandangan lain menyatakan
bahwa perkembangan adalah proses perubahan yang berlangsung terus-menerus sejak
terjadinya pembuahan hingga meninggal dunia (Yelon and Weinstein, 1977). Perubahan dalam
perkembangan individu terjadi karena kematangan dan belajar.

Kematangan adalah perubahan yang terjadi pada individu dikarenakan adanya perkembangan
dan pertumbuhan fisik dari biologis, misalnya seorang anak yang beranjak dewasa akan
mengalami perubahan pada fisik dan mentalnya. Sedangkan belajar adalah sbuah proses yang
berkesinambungan dari sebuah pengalaman yang akan membuat suatu individu berubah dari
tidak tahu menjadi tahu (kognitif), dari tidak mau menjadi mau (afektif), dan dari tidak bisa
menjadi bisa (psikomotorik).
Pada seorang anak yang belajar mengendarai sepeda akan terlebih dahulu diberi pengarahan
oleh orang tuanya, lalu anak tersebut mencoba untuk mengendarai sepeda sampai dapat
mengendarai sediri terlepas dari orang tuanya. Proses kematangan dan belajar sangat
menentukan kesiapan belajar pada seorang, misalnya seseorang yang proses kematangan dan
belajarnya baik, akan memiliki kesiapan belajar yang jauh lebih baik dengan seseorang yang
proses kematangannya mengalami perubahan dalam berbagai aspek yang ada pada diri manusia.
Aspek-aspek yang ada pada diri manusia tersebut adalah aspek fisik, mental, emosional, dan
sosial yang saling berkaitan.
Semua manusia akan mengalami perkembngan dengan tingkat perkembangan yang berbeda, ada
yang berkembang dengan cepat, dan ada pula yang berkembang dengan lambat. Namun
demikian dalam proses perkembangan terdapat nilai-nilai inuversal yang dimiliki oleh semua
orang yaitu prinsip perkembangan. Prinsip-prinsip perkembangan tersebut diantaranya sebagai
berikut.
o
o
o
o
o

Perkembangan terjadi secara terus menerus hingga manusia meninggal dunia.


Kecepatan perkembangan setiap individu berbeda.
Semua aspek perkembangan saling berkaitan dan berhubungan satu sama lain.
Arah perkmbangan individu dapat diprediksi.
Perkembangan terjadi secara bertahap dan tiap tahapan mempunyai karakteristik
tertentu.
Prinsip-prinsip perkembangan menurut Yelon and Weinstein ada 5, yaitu:
Perkembangan individu berlangsung terus menerus sejak pembuahan hingga meninggal

o
dunia.
o
o
o
o

Kecepatan perkembangan setiap individu berbeda-beda, tetapi pada umumnya


mempunyai perkembangan yang normal.
Semua aspek perkembngan yang bersifat fisik, sosial, mental, dan emosional satu sama
lainnya saling berhubungan.
Arah perkembangan individu dapat diramalkan.
Perkembangan berlangsung secara bertahap dan setiap tahap memilki karakteristik
tertentu.
Perkembangan manusia memiliki tahapan tertentu dan setiap tahapan memiliki tugas
perkembangan tersendiri. Asumsi bahwa anak adalah orang dewasa dalam skala kecil (anak
adalah orang dewasa mini) telah ditinggalkan orang sejak lama. Sebagaimana dimaklumi bahwa
masa anak-anak adalah suatu tahap yang berbeda dengan orang dewasa. Anak menjadi dewasa
melalui suatu proses pertumbuhan terhadap keadaan fisik, sosial, emosional, moral, dan
mentalnya.

Menurut Rousseau dalam Dalyono (1997), perkembangan fungsi dan kapasitas kejiwaan manusia
berlangsung dalam 5 tahap. Tahap perkembangan masa bayi (sejak lahir 2 tahun),
perkembangan masa kanak-kanak (2-12 tahun), perkembangan pada masa preadolesen (12-15
tahun), perkembangan pada masa adolesen (15-20) tahun, dan masa pematangan diri (20
tahun). Havighurst (1953), membagi perkembangan individu menjadi empat tahap, yaitu: masa
bayi dan kanak-kanak kecil (6 tahun), masa kanak-kanak (6-12 tahun), masa remaja atau
adolesen (12-18), dan masa dewasa (18 tahun). Selain itu, Havighurst mendiskripsikan
tugas-tugas perkembangan (development taks) yang harus diselesaikan pada setiap tahap
perkebangan sebagai berikut.
1.
Tugas perkembangan masa bayi dan kanak-kanak kecil (6 tahun) meliputi:
2.
Tugas perkembangan masa kanak-kanak (6-12 tahun) terdiri atas:

3.
4.
5.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
1.
2.
3.
4.
1.
2.
1.
2.
3.

1.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
2.
3.
4.
1.
2.
3.
4.
1.
2.

Tugas perkembangan masa remaja (12-18 tahun), yaitu:


Tugas perkembangan pada masa dewasa (18 tahun) terdiri dari:
Tugas perkembangan usia lanjut, meliputi:
Belajar berjalan;
Belajar makan makanan yang padat;
Belajar berbicara/ berkata-kata;
Belajar mengontrol pembuangan kotoran tubuh;
Belajar tentang perbedaan kelamin dan kesopanan;
Mencapai stabilitas fisiologis/jasmaniah;
Belajar berhubungan diri secara emosional dengan orang tua, saudara, dan orang lain;
Belajar membedakan yang benar dan yang salah.
Belajar ketrampilan fisik yang perlu untuk permainan sehari-hari;
Pembentukan kesatuan sikap terhadap dirinya;
Belajar memahami peran (pria atau wanita);
Pengembangan kemahiran dasar dalam membaca, menulis, dan berhitung;
Pengembangan konsep-konsep yang perlu untuk kehidupan sehari-hari;
Pengembangan kesadaran diri moralitas, dan suatu skala nilai-nilai;
Pengembangan kebebasan pribadi;
Pengembang sikap-sikap terhadap kelompok sosial dan lembaga.
Mencapai peranan sosial dan hubungan yang lebih matang sebagai laki-laki/perempuan
serta kebebasan emosional dari orang tua;
Memperoleh jaminan kebebasan ekonomi dengan memilih dan mempersiapkan diri
untuk suatu pekerjaan;
Mempersiapkan diri untuk berkeluarga;
Mengembangkan kecakapan intelektual.
Masa dewasa awal: memilih pasangan hidup dan belajar hidup bersama, memulai
berkeluarga, mulai menduduki suatu jabatan/pekerjaan;
Masa dewasa tengah umur: mencapai tanggung jawab sosial, membantu anak,
menghubungkan diri sendiri pada suami/istri sebagai suatu pribadi, menyesuaikan diri kepada
orang tua.
Menyesuikan diri pada kekuatan dan kesehatan jasmani;
Menyesuaikan diri pada saat pendapatan semakin menurun;
Menyesuaikan diri terhadap kematian.
Yelon dan Weinstein (1997) sepakat bahwa perkembangan individu belangsung secara bertahap.
Pernyataan ini didasarkan pada karya tokoh-tokoh sebelumnya yang menerangkan
perkembangan jenis-jenis tingkah laku dalam kebudayaan barat pada umur yang bervariasi,
perkembangan tingkah laku tersebut sebagai berikut ini.
Perkembangan jenis tigkah laku masa anak kecil (toddler) meliputi:
Perkembangan fisiknya sangat aktif terutama untuk belajar menggerakkan
anggota tubuhnya,
Perkembangan bahasa percakapan kalimat, serta belajar konsep-konsep dari
benda yang dilihatnya,
Mulai menyua anak-anak lain, tetapi tidak bermain dengan mereka,
Memberikan respon dan mulai tergantung pada orang lain,
Perkembangan jenis tingkah laku masa pra sekolah (prescholler),
Perkembangan oot yang mantap,
Bahasa yang berkembang dengan baik,
Memusatkan diri pada perbedaan gender.
Perkembangan jenis tingkah laku masa kanak-kanak (childhood) terdiri atas:
Perkembangan jenis tingkah laku masa remaja awal (early adolescense):
Perkembangan jenis tingkah laku masa remaja akhir (late adolescense):
Keterampilan anggota tubuh cukup baik,
Menggunakan simbol bahasa untuk memecahkan masalah,
Mulai berorientasi pada kelompok yang mempengaruhi,
Banyak menggunakan waktu untuk membebaskan diri dari rumah.
Pertumbuhan tubuh dan muali dapat berpikir abstrak,
Menyesuaikan diri pada norma-norma,

3.
1.
2.
3.

Berteman dekat dengan sebaya, dan berusaha untuk lebih bebas serta emosi tidak stabil.
Mencapai kematangan fisik,
Egosentris hilang dan dapat berpikir abstrak,
Berminat kepada lawan, serta identitas diri mapan.
Implikasi perkembangan individu terhadap perlakuan pendidik (orang dewasa) yang
diharapkan, sebagaimana dikemukakan Yelon dan Weinstei (1977). Implikasi perkembangan
individu terhadap perlakuan pendidik (orang dewasa) yang diharapkan dalam rangka membantu
penyelesaian tugas-tugas perkembangan sebagai berikut ini.

1.

Perlakuan pendidik (orang dewasa) yang diharapkan bagi perkembangan peserta didik
pada masa kanak-kanak kecil yaitu:
Menyelenggarakan disiplin secara lemah lembut secara konsisten,
Menjaga keselaatan tanpa perlindungan yang berlebihan,
Bercakap-cakap dan memberikan respon terhadap pekataan peserta didik,
Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk aktif dan berekplorasi,
Menghargai hal-hal yang dapat dikerjakan peserta didik.
Perlakuan pendidik (orang dewasa) yang diharapkan bagi perkembangan peserta didik
pada masa prasekolah:
Memberikan tanggung jawab dan kebebasan kepada peserta didik secara
berangsur-angsur, dan terus menerus
Latihan harus ditekankan pada koordinasi; kecepatan; mengarangan
keseinbangan, dan lain-lain,
Menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan peserta didik,
Menediakan benda-benda untuk dieksplorasi,
Memberikan kesempatan untk berinteraksi sosial dan kerja kelompok kecil,
Menggunakan program aktif, seperti: bernyanyi dengan bergerak, dan
lain-lain,
Memperbanyak aktivitas berbahasa dalam bercerita.
Perlakuan pendidik (orang dewsa) yang diharapkan bagi perkembangan peserta didik
pada masa kanak-kanak:
Menerima kebutuhan-kebutuhan akan kebebasan anak dan menambah tanggung
jawab anak,
Mendorong pertemanan dengan menggunakan projek-projek dan permainan
kelompok,
Membangkitkan rasa ingin tahu, dan secara konsisten mengupayakan disiplin
yang tegas serta dapat dipahami,
Menghadapkan anak pada gagasan-gagasan dan pandangan-pandangan baru,
Bersama-sama menciptakan aturan dan kejujuran, serta memberikan contoh
model hubungan sosial, dan terbuka terhadap kritik.
Perlakuan pendidik (orang dewasa) yang diharapkan bagi perkembangan peserta didik
pada masa remaja awal:
Memberikan kesempatan berolahraga secara tim dan perorangan, tetapi tidak
mengutamakan tenagafisik yang besar,
Menerima kedewasaan peserta didik, dan memberikan tanggung jawab
berangsur-angsur, serta mendorong kebebasan dan tanggung jawab.
Perlakuan pendidik (orang dewasa) yang diharapkan bagi perkembangan peserta didik
pada masa remaja akhir:
Menghargi pandangan-pandangan, dan menerima kematangan peserta didik;
Memberkan kesempatan luas kepada peserta didik untuk berolahraga dan
bekerja secara cermat,
Memberikan keempatan yang luas untuk pendidikan karir,
Menggunakan kerjasama kelompok untuk memecahkan masalah,
Berkreasi bersama dan nenegakkan berbagai aturan.

1.
2.
3.
4.
5.
2.
1.
2.
3.
4.
5.
1.
2.
3.
1.
2.
3.
4.
5.
4.
1.
2.
5.
1.
2.
3.
4.
5.
1.

C. Aliran Filsafat Pendidikan: Nativisme Empirisme


Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan individu berbeda-beda
sesuai dengan aliran filsafat pendidikan berikut.

1.

2.

3.

4.

5.

1.

o
o
o

1.

Individu. Setiap perkembangan pribadi seseorang meurpakan hasil interaksi antara


heriditas dan lingkungan. Pengaruh heriditas berasal dari kombinasi-kombinasi genes.
Genes adalah molekul-molekul protein submikrokopis yang terdapat dalam sel-sel germ.
Perubahan kombinasi dan perubahangenes yang komplek dan unik inilah menentukan hereditas
masing-masing idividu.
Nativisme. Tokohnya adalah Schopenhauer dan Arnold Gessel. Aliran ini berpandangan
bahwa bayi itu lahir dengan pembawaan baik dan buruk. Pembawaan baik dan buruk tidak dapat
diubah oleh kekuatan dari luar. Keberhasilan pendidikan ditentukan oleh anak sendiri yang
sudah dibawa sejak lahir. Menurut Subrata (2008), para ahli pengikut teori nativisme
berpendapat bahwa perkembangan individu itu semata-mata ditentukan oleh faktor-faktor yang
dibawa sejak lahir. Sehingga dapat disimpulkan bahwa teori nativisme adalah teori yang
berasumsi bahwa setiap individu dilahirkan ke dunia dengan membawa faktor-faktor turunan
dari orang tuanya dan faktor tersebut yang menjadi faktor penentu perkembangan individu.
Implikasi teori nativisme terhadap pendidikan yaitu kurang memberikan kemungkinan bagi
pendidik untuk mengubah kepribadian peserta didik.
Empirisme. Tokoh teori ini adalah John Lock dan J.B. Watson. Teori ini terkenal dengan
sebutan Tabularasa, yaitu anak lahir bagaikan kertas putih dan tergantung lingkungan yang
menuliskannya. Pendidik memegang peran yang sangat penting. Pengalaman yang sesuai dengan
tujuan pendidikan. Aliran ini berat sebelah karena hanya mementingkan peran lingkungan.
Teori empirisme adalah teori yang berasumsi bahwa setiap individu yang terlahir ke dunia dalam
keadaan bersih, sedangkan faktor penentu perkembangan individu tersebut adalah lingkungan
dan pengalaman. Dalam Suryabrata (2008) dinyatakan bahwa para pengikut aliran empirisme
berpendapat bahwa perkembangan itu semata tergantung kepada faktor lingkungan, sedangkan
dasar keturunan tidak memainkan peran sama sekali. Implikasinya teori empirisme terhadap
pendidikan yaitu dapat memberikan kemungkinan sepenuhnya bagi pendidik untuk membentuk
kepribadian peserta didik.
Konvergensi. Tokohnya adalah William Stern dan Robert J Havighurst. Aliran ini
berpandangan bahwa anak lahir dengan potensi bawaan baik dan buruk. Potensi bawaan dan
lingkungan sama-sama mempunyai peran penting. Bakat bawaan tidak akan berkembang tanpa
dukungan lingkungan yang sesuai dengan perkembangan bakat itu. Teori konvergensi adalah
teori yang berasumsi bahwa perkembangan individu ditentukan oleh faktor-faktor keturunan
dan faktor lingkungan serta pengalaman (Suryabrta, 2008). Teori ini adalah gabungan dari teori
empirisme dan teori nativisme. Implikasinya teori konvergensi terhadap pendidikan yaitu dapat
memberikan kemungkinan kepada pendidik untuk membentuk kepribadian individu sesuai yang
diharapkan, akan tetapi tetap memperhatikan faktor-faktor heriditas yang ada pada individu.
Aliran Naturalisme. Tokohnya adalah J.J. Rousseau. Aliran ini berpandangan bahwa
semua anak dilahirkan dengan pembawaan buruk. Pembawaan baik menjadi rusak karena
karena dipengaruhi lingkungan. Pendidikan wajib membiarkan pertumbuhan anak pada alam.
D. Aliran Filsafat Pendidikan: non-Positivisme
Aliran filsafat non-Positivisme adalah satu cara pandang open mind untuk mendapatkan
keunikan informasi serta tidak untuk generalisasi, yang entry pointpendekatannya berawal dari
pemaknaan untuk menghasilkan teori dan bukan mencari pembenaran terhadap suatu teori
ataupun menjelaskan suatu teori, dikarenakan kebenaran yang diperoleh ialah pemahaman
terhadap teori yang dihasilkan. Untuk ini dalam non positivisme terdapat tiga hal penyikapan,
yaitu:
Memusatkan perhatian pada interaksi antara aktor dengan dunia nyata
Aktor manusia perlu dipandang sebagai proses dinamis dan bukan sebagai struktur yang
statis
Arti penting yang terkait dengan kemampuan aktor pelaku aktifitas untuk menafsirkan
kehidupan sosialnya.
Dalam interaksi sosial, non-positivistik mengakomodir perhatian pada kajian penjelasan aktor
pelaku maupun cara-cara penjelasannya dapat diterima atau ditolak oleh fihak lain.

E. Aliran Filsafat Pendidikan: Pragmatik

Istilah Pragmatisme berasal dari kata Yunani pragma yang berarti perbuatan (action) atau
tindakan (practice). Isme di sini sama artinya dengan isme-isme lainnya, yaitu aliran atau ajaran
atau paham. Dengan demikian Pragmatisme berarti ajaran yang menekankan bahwa pemikiran
itu menuruti tindakan. Pragmatisme memandang bahwa kriteria kebenaran ajaran adalah faedah
atau manfaat. Suatu teori atau hipotesis dianggap oleh Pragmatisme benar apabila membawa
suatu hasil. sebagaimana yang nampak menonjol dalam pandangan William James, terutama
dalam bukunya The Meaning Pragmatisme adalah aliran yang mengukur kebenaran suatu ide
dengan kegunaan praktis yang dihasilkannya uintuk memenuhi kebutuhan manusia. Sedang
penetapan kepuasan manusia dalam pemenuhan kebutuhannya adalah sebuah identifikasi
instinktif.
Identifikasi instinktif dapat menjadi ukuran kepuasan manusia dalam pemuasan hajatnya, tapi
tak dapat menjadi ukuran kebenaran sebuah ide. Maka, Pragmatisme berarti telah menafikan
aktivitas intelektual dan menggantinya dengan identifikasi instinktif. Atau dengan kata lain,
Pragmatisme telah menundukkan keputusan akal kepada kesimpulan yang dihasilkan dari
identifikasi instinktif. Pragmatisme menimbulkan relativitas dan kenisbian kebenaran sesuai
dengan perubahan subjek penilai ide baik individu, kelompok, dan masyarakat dan perubahan
konteks waktu dan tempat. Dengan kata lain, kebenaran hakiki Pragmatisme baru dapat
dibuktikan menurut Pragmatisme itu sendiri setelah melalui pengujian kepada seluruh
manusia dalam seluruh waktu dan tempat. Dan ini mustahil dan tak akan pernah terjadi. Maka,
Pragmatisme berarti telah menjelaskan inkonsistensi internal yang dikandungnya dan menafikan
dirinya sendiri.
Asal-usul Pragmatik dapat dijelaskan bahwa setelah melalui Abad Pertengahan (abad V-XV M)
yang gelap dengan ajaran gereja yang dominan, Barat mulai menggeliat dan bangkit dengan
Renaissance, yakni suatu gerakan atau usaha yang berkisar antara tahun 1400-1600 M untuk
menghidupkan kembali kebudayaan klasik Yunani dan Romawi. Berbeda dengan tradisi Abad
Pertengahan yang hanya mencurahkan perhatian pada masalah metafisik yang abstrak, seperti
masalah Tuhan, manusia, kosmos, dan etika, namun Renaissance telah membuka jalan ke arah
aliran Empirisme. William Ockham (1285-1249) dengan filsafat Gulielmus-nya yang
mendasarkan pada pengenalan inderawi, telah mulai menggeser dominasi filsafat Thomisme,
ajaran Thomas Aquinas yang menonjol di Abad Pertengahan, yang mendasarkan diri pada
filsafat Aristoteles. Ide Ockham ini dianggap sebagai benih awal bagi lahirnya Renaissance.
Semangat Renaissance sesungguhnya terletak pada upaya pembebasan akal dari kekangan dan
belenggu gereja dan menjadikan fakta empirik sebagai sumber pengetahuan, tidak terletak pada
filsafat Yunani itu sendiri. Dalam hal ini Barat hanya mengambil karakter utama pada filsafat
dan seni Yunani, yakni keterlepasannya dari agama, atau dengan kata lain, adanya kebebasan
kepada akal untuk berkreasi. Ini terbukti antara lain dari ide beberapa tokoh Renaissance,
seperti Nicolaus Copernicus (1473-1543) dengan pandangan heliosentriknya, yang didukung oleh
Johanes Kepler (1571-1630) dan Galileo Galilei (1564-1643) . Juga Francis Bacon (1561-1626)
dengan teknik berpikir induktifnya, yang berbeda dengan teknik deduktif Aristoteles (dengan
logika silogismenya) yang diajarkan pada Abad Pertengahan. Jadi, Barat tidak mengambil filsafat
Yunani apa adanya, sebab justru filsafat Yunani itulah yang menjadi dasar filsafat Kristen pada
Abad Pertengahan, baik periode Patristik (400-1000 M) dengan filsafat Emanasi Neoplatonisme
yang dikembangkan oleh Augustinus (354-430), maupun periode Scholastik (1000 1400 M)
dengan filsafat Thomisme yang bersandar pada Aristoteles. Semua filsafat Yunani ini membahas
metafisika, tidak membahas fakta empirik sebagaimana yang dituntut oleh Renaissance. Jadi,
semangat Renaissance itu tidak bersumber pada filsafat Yunaninya itu sendiri, tetapi pada
karakternya yang terlepas dari agama.

LANDASAN PSIKOLOGIS
PENGEMBANGAN KURIKULUM
A. LATAR BELAKANG
Dalam proses pengembangan sebuah kurikulum banyak hal yang perlu diperhatikan, diantaranya
landasan dalam pengembangannya. Landasan pengembangan kurikulum diantaranya, landasan
fisiologis, landasan psikologis, landasan sosial dan budaya, maupun landasan filosofis
pengembangan kurikulum. Dari sekian landasan tadi, saya mencoba mengembangkan dan
memaparkan landasan psikologis dalam pengembangan suatu kurikulum.
Kurikulum sebagai suatu program dan alat untuk mencapai tujuan pendidikan, mempunyai
hubungan dengan proses perubahan perilaku peserta didik. Dalam hal ini kurikulum merupakan
suatu program pendidikan yang berfungsi sebagai alat untuk mengubah perilaku peserta didik
(peserta didik) ke arah yang diharapkan oleh pendidikan. Oleh sebab itu, proses pengembangan
kurikulum perlu memperhatikan asumsiasumsi yang bersumber dalam bidang kajian psikologi.
Landasan psikologis pengembangan kurikulum menuntut kurikulum untuk memperhatikan dan
mempertimbangkan aspek peserta didik dalam pelaksanaan kurikulum sehingga nantinya pada
saat pelaksanaan kurikulum apa yang menjadi tujuan kurikulum akan tercapai secara optimal.
Sehingga unsur psikologis dalam pengembangan kurikulum mutlak perlu diperhatikan.
B. PEMBATASAN MASALAH
Dalam pemaparan makalah ini, beberapa permasalahan yang melatarbelakangi penyusunan
makalah ini, antara lain;
1.

Bagaimana unsur psikologis mempengaruhi proses pengembangan kurikulum?

2.

Mengapa aspek psikologis perlu diperhatikan dalam pengembangan kurikulum?, dan

3.

Cabang psikologis apa saja yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kurikulum?

4.

Apa saja implikasi landasan psikologis pada proses pengembangan maupun pelaksanaan
kurikulum?

C. LANDASAN PSIKOLOGIS PENGEMBANGAN KURIKULUM

Psikologi dapat diartikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dalam
hubungan dengan lingkungan[1], pengertian sejenis menyebutkan bahwa psikologi merupakan
suatu ilmu yang berkaitan dengan proses mental, baik normal maupun abnormal dan pengaruhnya
pada perilaku, ilmu pengetahuan tentang gejala dan kegiatan jiwa[2].
Peserta didik merupakan individu yang sedang berada dalam proses perkembangan (fisik,
intelektual, social emosional, moral, dan sebagainya). Tugas utama seorang guru sebagai pendidik
adalah membantu untuk mengoptimalkan perkembangan peserta didiknya berdasarkan tugas
tugas perkembangannya.
Dengan menerapkan landasan psikologi dalam proses pengembangan kurikulum diharapkan dapat
diupayakan pendidikan yang dilaksanakan relevan dengan hakikat peserta didik, baik penyesuaian
dari segi materi/bahan yang harus diberikan/dipelajari peserta didik, maupun dari segi
penyampaian dan proses belajar serta penyesuaian dari unsurunsur upaya pendidikan lainnya.
Pada dasarnya terdapat dua cabang ilmu psikologi yang berkaitan erat dalam proses
pengembangan kurikulum, yaitu psikologi perkembangan dan psikologi belajar. Psikologi
perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu berkenaan dengan
perkembangannya. Dalam psikologi perkembangan dikaji tentang hakekat perkembangan,
pentahapan perkembangan, aspek-aspek perkembangan, tugas-tugas perkembangan individu,
serta hal-hal lainnya yang berhubungan perkembangan individu, yang semuanya dapat dijadikan
sebagai bahan pertimbangan dan mendasari pengembangan kurikulum. Psikologi belajar
merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam konteks belajar. Psikologi
belajar mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar, serta berbagai aspek perilaku
individu lainnya dalam belajar, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan
sekaligus mendasari pengembangan kurikulum[3].
Karakteristik perilaku tiap individu pada tiap tingkat perkembangan merupakan kajian yang
terdapat dalam cabang psikologi perkembangan. Oleh sebab itu, dalam pengembangan kurikulum
yang senantiasa berhubungan dengan program pendidikan untuk kepentingan peserta didik, maka
landasan psikologi mutlak harus dijadikan dasar dalam proses pengembangan kurikulum.
Perkembangan yang dialami oleh peserta didik pada umumnya diperoleh melalui proses belajar.
Guru sebagai pendidik harus mengupayakan cara/metode yang lebih baik untuk melaksanakan
proses pembelajaran guna mendapatkan hasil yang optimal, dalam hal ini proses pembelajaran
mutlak diperlukan pemikiran yang mendalam dengan memperhatikan psikologi belajar.
Psikologi perkembangan diperlukan terutama dalam hal penentuan isi kurikulum yang
diberikan/dipelajari peserta didik, baik tingkat kedalaman dan keluasan materi, tingkat kesulitan
dan kelayakannya serta manfaatnya yang disesuaikan dengan tahap dan tugas perkembangan

peserta didik. Psikologi belajar memberikan sumbangan terhadap pengembangan kurikulum


terutama berkenaan dengan bagaimana kurikulum itu diberikan kepada peserta didik dan
bagaimana peserta didik harus mempelajarinya, berarti berkenaan dengan strategi pelaksanaan
kurikulum.
1. Psikologi Perkembangan dan Kurikulum
Anak sejak dilahirkan sudah memperlihatkan keunikankeunikan yang berbeda satu sama lainnya,
seperti pernyataan dirinya dalam bentuk tangisan dan gerakangerakan tubuhnya. Hal ini
menggambarkan bahwa sejak lahir anak telah memiliki potensi untuk berkembang. Di dalam
psikologi perkembangan terdapat banyak pandangan ahli berkenaan dengan perkembangan
individu pada tiaptiap fase perkembangan.
Pandangan tentang anak sebagai makhluk yang unik sangat berpengaruh terhadap
pengembangan kurikulum pendidikan. Setiap anak merupakan pribadi tersendiri, memiliki
perbedaan di samping persamaannya. Implikasi dari hal tersebut terhadap pengembangan
kurikulum, antara lain;
1.

Tiap anak diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat, minat, dan
kebutuhannya,

2.

Di samping disediakan pembelajaran yang bersifat umum (program inti) yang harus
dipelajari peserta didik di sekolah, disediakan pula pembelajaran pilihan sesuai minat dan
bakat anak,

3.

Kurikulum selain menyediakan bahan ajar yang bersifat kejuruan juga menyediakan bahan
ajar yang bersifat akademik,

4.

Kurikulum memuat tujuan yang mengandung pengetahuan, nilai/sikap, dan ketrampilan


yang menggambarkan keseluruhan pribadi yang utuh lahir dan bathin.

Implikasi lain dari pengetahuan tentang anak sebagai peserta didik terhadap proses pembelajaran
(actual curriculum) dapat diuraikan sebagai berikut;
1.

Tujuan pembelajaran yang dirumuskan secara operasional selalu berpusat pada perubahan
tingkah laku anak didik,

2.

Bahan/materi pembelajaran yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan, minat dan
perhatian anak, bahan tersebut mudah diterima oleh anak,

3.

Strategi pembelajaran yang digunakan harus sesuai dengan tahap perkembangan anak,

4.

Media yang digunakan selalu menarik perhatian dan minat anak didik, dan

5.

Sistem evaluasi berpadu dalam satu kesatuan yang menyeluruh dan berkesinambungan
dari satu tahap ke tahap berikutnya dan dilaksanakan secara terus menerus.

2. Psikologi Belajar dan Kurikulum


Merupakan suatu cabang ilmu yang mengkaji bagaimana individu belajar. Belajar dapat diartikan
sebagai perubahan perilaku yang terjadi melalui pengalaman. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia belajar berasal dari kata ajar yang berartisuatu petunjuk yang diberikan kepada orang
supaya diketahui/diturut[4]. Segala perubahan perilaku yang trejadi karena proses pengalaman
dapat dikategorikan sebagai perilaku belajar. Perubahan yang terjadi secara insting/terjadi karena
secara kebetulan bukan termasuk belajar.
Psikologi belajar yang berkembang sampai saat ini, pada dasarnya dapat dikelompokan menjadi 3
kelas, antara lain[5] ;
a. Teori disiplin daya/disiplin mental (faculty theory)
Menurut teori ini anak sejak dilahirkan memiliki potensi atau daya tertentu (faculties) yang
masingmasing memiliki fungsi tertentu, seperti potensi/daya mengingat, daya berpikir, daya
mencurahkan pendapat, daya mengamati, daya memecahkan masalah, dan sejenisnya. Potensi
potensi tersebut dapat dilatih agar dapat berfungsi secara optimal,daya berpikir anak sering dilatih
dengan pembelajaran berhitung misalnya, daya mengingat dilatih dengan menghapal sesuatu.
Daya yang telah terlatih dipindahkan ke dalam pembentukan lain. Pemindahan (transfer) ini mutlak
dilakukan melalui latihan (drill), karena itu pengertian pembelajaran dalam konteks ini melatih
anak didik dalam daya-daya itu, cara pembelajaran pada umumnya melalui hafalan dan latihanlatihan.
b. Behaviorisme
Dalam aliran behaviorisme ini, terdapat 3 rumpun teori yang mencakup teori
koneksionisme/asosiasi, teori kondisioning, dan teori operant conditioning (reinforcement).
Behaviorisme muncul dari adanya pandangan bahwa individu tidak membawa potensi sejak lahir.
Perkembangan individu dipengaruhi oleh lingkungan (keluarga, lembaga pendidikan, masyarakat.
Behaviorisme menganggap bahwa perkembangan individu tidak muncul dari hal yang bersifat
mental, perkembangan hanya menyangkut hal yang bersifat nyata yang dapat dilihat dan diamati.
Menurut teori ini kehidupan tunduk pada hukum S R (stimulus respon) atau aksi-reaksi. Menurut
teori ini, pada dasarnya belajar merupakan hubungan respon stimulus. Belajar merupakan upaya

untuk membentuk hubungan stimulus respon seoptimal mungkin. Tokoh utama teori ini
yaitu Edward L. Thorndike yang memunculkan tiga teori belajar yaitu, law of readiness, law of
exercise, dan law of effect. Menurut hukum kesiapan (readiness) hubungan antara stimulus dengan
respon akan terbentuk bila ada kesiapan pada system syaraf individu. Hukum
latihan/pengulangan (exercise/repetition) stimulus dan respon akan terbentuk apabila sering dilatih
atau diulang ulang. Hukum akibat(effect) menyatakan bahwa hubungan antara stimulus dan
respon akan terjadi apabila ada akibat yang menyenangkan.
c. Organismic/Cognitive Gestalt Field
Menurut teori ini keseluruhan lebih bermakna daripada bagian-bagian, keseluruhan bukan
kumpulan dari bagian-bagian. Manusia dianggap sebagai makhluk yang melakukan hubungan
timbal balik dengan lingkungan secara keseluruhan, hubungan ini dijalin oleh stimulus dan respon.
Stimulus yang hadir diseleksi menurut tujuannya, kemudian individu melakukan interaksi
dengannya terus-menerus sehingga terjadi suatu proses pembelajaran. Dalam hal ini guru lebih
berperan sebagai pembimbing bukan sumber informasi sebagaimana diungkapkan dalam
pandangan koneksionisme, peserta didik lebih berperan dalam hal proses pembelajaran, belajar
berlangsung berdasarkan pengalaman yaitu kegiatan interaksi antara individu dengan
lingkungannya. Belajar menurut teori ini bukanlah sebatas menghapal tetapi memecahkan
masalah, dan metode belajar yang dipakai adalah metode ilmiah dengan cara anak didik
dihadapkan pada suatu permasalahan yang cara penyelesaiannya diserahkan kepada masingmasing anak didik yang pada akhirnya peserta didik dibimbing untuk mengambil suatu kesimpulan
bersama dari apa yang telah dipelajari.
Prinsip-prinsip maupun penerapan dari organismic/cognitive gestalt field, antara lain ;

Belajar berdasarkan keseluruhan

Prinsip ini mempunyai pandangan sebagaimana proses pembelajaran terpadu. Pelajaran yang yang
diberikan kepada peserta didik bersumber pada suatu masalah atau pkok yang luas yang harus
dipecahkan oleh peserta didik, peserta didik mengolah bahan pembelajaran dengan reaksi seluruh
pelajaran oleh keseluruhan jiwanya.

Belajar adalah pembentukan kepribadian

Anak dipandang sebagai makhluk keseluruhan, anak diimbing untuk mendapat pengetahuan,
sikap, dan ketrampilan secara berimbang. Ia dibina untuk menjadi manusia seutuhnya yang
memiliki keseimbangan lahir dan batin antara pengetahuan dengan sikapnya. Seluruh
kepribadiannya diharapkan utuh melalui program pembelajaran yang terpadu.

Belajar berkat pemahaman

Belajar merupakan proses pemahaman. Pemahaman mengandung makna penguasaan


pengetahuan, dapat menyelaraskan sikap dan ketrampilannya. Ketrampilan menghubungkan
bagian-bagian pengetahuan untuk diperoleh sesuatu kesimpulan merupakan wujud pemahaman.

Belajar berdasarkan pengalaman

Proses belajar adalah bekerja, mereaksi, memahami, dan mengalami. Dalam proses pembelajaran
peserta didik harus aktif dengan pengolahan bahan pembelajaran melalui diskusi, Tanya jawab,
kerja kelompok, demonstrasi, survey lapangan, dan sejenisnya

Belajar adalah proses berkelanjutan

Belajar adalah proses sepanjang masa. Manusia tidak pernah berhenti untuk belajar, hal ini
dilakukan karena faktor kebutuhan. Dalam pelaksanaannnya dianjurkan dalam pengembangannya
kurikulum tidak hanya terpaku pada proses pembelajaran yang ada tetapi mengembangkan proses
pembelajaran yang bersifat ekstra untuk memenuhi kebutuhan peserta didik. Keberhasilan belajar
tidak hanya ditentukan oleh kemampuan anak didik tetapi menyangkut minat, perhatian, dan
kebutuhannya. Dalam kaitan ini motivasi sangat menentukan dan diperlukan.
D. KESIMPULAN
Pengembangan kurikulum yang ada di Indonesia, saat ini telah banyak mengalami perubahan.
Banyak hal yang dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum di suatu negara termasuk
Indonesia. Diantara landasan pengembangan kurikulum yang perlu dipertimbangkan yaitu
landasan psikologi dalam pengembangan kurikulum.
Dalam pengembangan kurikulum aspek psikologi patut dipertimbangkan, pada proses pelaksanaan
kurikulum faktor psikologi dari pebelajar perlu diperhatikan. Psikologi yang dimaksud di sini,
terdapat dua aspek psikologi antara lain; psikologi perkembangan dan psikologi belajar.
Psikologi perkembangan memandang aspek kesiapan peserta didik dalam proses pelaksanaan
kurikulum, beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum perlu
memandang dan memperhatikan faktor psikologi perkembangan dari tiap-tiap peserta didik.
Psikologi belajar merupakan bagian dari psikologi, yang mengkaji bagaimana seseorang melakukan
kegiatan belajar, cara dia menerima suatu rangsang/informasi sehingga terjadi suatu proses
belajar. Terdapat tiga bagian dari psikologi belajar, antara lain; teori disiplin daya/disiplin mental
(faculty theory), behaviorisme, dan organismic/cognitive gestalt field.

DAFTAR PUSTAKA
Desmita. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2005
http://ahmadsudrajat.wordpress.com/2009/08/pengembangan-kurikulum
http://apadefinisinya.blogspot.com/2008/09/landasan-pengembangan-kurikulum.html
http://zularman.wordpress.com/2007/08/04/psikologi-belajar
Papalia, Diane E., et. al. Human Development. Mc. Graw Hill Companies. 2008
Purwanto, Ngalim. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktiscet. kedelapanbelas.Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya. 2007
Pusat Bahasa Depdiknas. Kamus Besar Bahasa IndonesiaEdisi ketiga, cetakan ketiga. Jakarta:
Balai Pustaka. 2005
Sukarman, Dadang. Pengembangan Kurikulum electronic book Kurikulum dan Teknologi
Pendidikan UPI. Bandung: Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan UPI. 2007
Syaodih, Nana. Pengembangan Kurikum: Teori dan Praktek. Bandung: P.T. Remaja Rosdakarya.
1997

Landasan Psikologi Pengembangan


Kurikulum

Di Susun oleh : Bayu Satrya


Semester : IV

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

LATAR

BELAKANG

Berdasarkan Permendiknas Nomor 22 tahun 2006 Kurikulum Tingkat Satuan


Pendidikan (KTSP) jenjang pendidikan dasar dan menengah dikembangkan oleh
sekolah dan komite sekolah yang berpedoman pada standar isi dan standar
kompetensi lulusan, serta panduan penyusunan kurikulum yang dibuat oleh Badan
Nasional Standar Pendidikan (BNSP). Salah satu prinsip pengembangan KTSP
adalah berpusat pada potensi, perkembangan, serta kebutuhan peserta didik dan
lingkungannya, kurikulum mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam
keseluruhan proses pendidikan. Kurikulum mengarahkan segala bentuk aktivitas
pendidikan pada tercapainya tujuan-tujuan pendidikan. Mauritz Johnson
mengemukakan bahwa kurikulum prescribes (or at least anticipates) the result of
instruction.

Kurikulum sebagai rancangan dari pendidikan, mempunyai kedudukan yang cukup


sentral dalam keseluruhan kegiatan pendidikan, menentukan proses pelaksanaan
dan hasil daripada pendidikan. Mengingat begitu pentingnya peranan kurikulum
dalam pendidikan dan di perkembangan kehidupan manusia, maka pengembangan
kurikulum
tidak
dapat
dirancang
sembarangan.
Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) membutuhkan
landasan yang kuat, didasarkan atas hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam.
Di dalam Landasan pengembangan kurikulum ada 4 (empat) diantaranya, landasan
Fisiologis, landasan Psikologis, landasan Sosiologis, landasan Teknologi. Dari
keempat landasan, penulis mencoba mengembangkan dan memaparkan landasan
psikologis
dalam
pengembangan
suatu
kurikulum.
Landasan Psikologis merupakan salah satu landasan yang berkaitan dengan
peranan anak dalam pengembangan kurikulum adalah landasan psikologis.
Implikasi psikologis merupakan salah satu landasan pengembangan kurikulum,
secara khusus implikasi psikologis bagi guru membantu guru sebagai desainer,
developer dan sekaligus sebagai barisan paling depan yakni sebagai implementor
kurikulum.

1.2

RUMUSAN

MASALAH

Dalam Makalah ini ada beberapa permasalahan yang melatarbelakangi penyusunan


makalah
ini,
diantaranya
adalah:
Bagimankah

Landasan

Psikolgi

dalam

Pengembangan

Kurikulum?

Bagaimana implikasi Psikologi Perkembangan dalam Pengembangan Kurikulum?


Bagaimanakah

Psikologi

Belajar

dalam

Pengembangan

1.3

Kurikulum?

TUJUAN

Tujuan penulisan Makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Program Pengembangan Kurikulum di Sekolah Tinggi Agama Hindu (STAH) Dharma
Nusantara Jakarta sekaligus mengetahui dan memahami tentang Landasan
Pengembangan Kurikulum, khususnya dalam Landasan Psikologi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1

Landasan

Psikologi

Pengembangan

Kurikulum

Psikologi dapat diartikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia
dalam hubungan dengan lingkungan, pengertian sejenis menyebutkan bahwa
psikologi merupakan suatu ilmu yang berkaitan dengan proses mental, baik normal
maupun abnormal dan pengaruhnya pada perilaku, ilmu pengetahuan tentang gejala
dan
kegiatan
jiwa.
Psikologi merupakan salah satu landasan dalam pengembangan kurikulum yang
harus dipertimbangkan oleh para pengembang. Hal ini dikarenakan posisi kurikulum
dalam proses pendidikan memegang peranan yang sentral. Dalam proses
pendidikan terjadi interaksi antar manusia, yaitu antara anak didik dengan pendidik,
dan juga antara anak didik dengan manusia-manusia lainnya. Manusia berbeda
dengan makhluk lainnya karena kondisi psikologisnya. Menurut Nana Syaodih
Sukmadinata (2006 : 50) kondisi psikologis adalah kondisi karakteristik psikofisik
manusia sebagai individu, yang dinyatakan dalam berbagai bentuk perilaku dalam
interaksinya dengan lingkungan. Perilaku-perilaku tersebut merupakan manifestasi
dari ciri-ciri kehidupannya, baik yang nampak maupun yang tidak nampak; baik
perilaku kognitif, afektif maupun psikomotor. Interaksi yang tercipta didalam situasi
pendidikan harus sesuai dengan kondisi psikologis dari anak didik dan pendidik.
Interaksi pendidikan di rumah berbeda dengan di sekolah. Interaksi antara anak
dengan guru pada tingkat sekolah dasar berbeda dengan pada tingkat sekolah
menengah
pertama
dan
atas.
Aspek psikologis anak merupakan salah satu yang harus menjadi perhatian dalam
pengembangan kurikulum. Hal ini karena kurikulum merupakan pedoman untuk
mengantarkan anak didik sesuai dengan harapan dan tujuan pendidikan. Sementara
itu anak didik secara psikologis memiliki keunikan dan perbedaan-perbedaan baik
perbedaan minat, bakat, maupun potensi yang dimilikinya sesuai dengan tahapan
perkembangannya. Pemahaman tentang anak sangat penting bagi pengembang
kurikulum, karena kesalahan pesepsi atau kedangkalan pemahaman tentang anak,
dapat menyebabkan kesalahan arah dan kesalahan praktik pendidikan.
Anak didik merupakan individu yang sedang berada dalam proses perkembangan.
Tugas utama guru adalah membantu mengoptimalkan perkembangan peserta didik
tersebut. Oleh karena itu, melalui penerapan landasan psikologi dalam
pengembangan kurikulum, tiada lain agar upaya pendidikan yang dilakukan dapat
menyesuaikan dengan hakikat peserta didik. Penyesuaian yang dimaksud berkaitan
dengan segi materi atau bahan yang harus disampaikan, penyesuaian dari segi
proses penyampaian atau pembelajarannya, dan penyesuaian dari unsur-unsur
upaya
pendidikan
lainnya.
Dengan menerapkan landasan psikologi dalam proses pengembangan kurikulum
diharapkan dapat diupayakan pendidikan yang dilaksanakan relevan dengan hakikat
peserta didik, baik penyesuaian dari segi materi/bahan yang harus
diberikan/dipelajari peserta didik, maupun dari segi penyampaian dan proses belajar
serta
penyesuaian
dari
unsurunsur
upaya
pendidikan
lainnya.
Pada dasarnya terdapat dua cabang ilmu psikologi yang berkaitan erat dalam proses
pengembangan kurikulum, yaitu psikologi perkembangan dan psikologi belajar.
Psikologi perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu

berkenaan dengan perkembangannya. Dalam psikologi perkembangan dikaji


tentang hakekat perkembangan, pentahapan perkembangan, aspek-aspek
perkembangan, tugas-tugas perkembangan individu, serta hal-hal lainnya yang
berhubungan perkembangan individu, yang semuanya dapat dijadikan sebagai
bahan pertimbangan dan mendasari pengembangan kurikulum. Psikologi belajar
merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam konteks belajar.
Psikologi belajar mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar, serta
berbagai aspek perilaku individu lainnya dalam belajar, yang semuanya dapat
dijadikan sebagai bahan pertimbangan sekaligus mendasari pengembangan
kurikulum.
Karakteristik perilaku tiap individu pada tiap tingkat perkembangan merupakan kajian
yang terdapat dalam cabang psikologi perkembangan. Oleh sebab itu, dalam
pengembangan kurikulum yang senantiasa berhubungan dengan program
pendidikan untuk kepentingan peserta didik, maka landasan psikologi mutlak harus
dijadikan dasar dalam proses pengembangan kurikulum. Perkembangan yang
dialami oleh peserta didik pada umumnya diperoleh melalui proses belajar. Guru
sebagai pendidik harus mengupayakan cara/metode yang lebih baik untuk
melaksanakan proses pembelajaran guna mendapatkan hasil yang optimal, dalam
hal ini proses pembelajaran mutlak diperlukan pemikiran yang mendalam dengan
memperhatikan
psikologi
belajar.
Psikologi perkembangan diperlukan terutama dalam hal penentuan isi kurikulum
yang diberikan/dipelajari peserta didik, baik tingkat kedalaman dan keluasan materi,
tingkat kesulitan dan kelayakannya serta manfaatnya yang disesuaikan dengan
tahap dan tugas perkembangan peserta didik. Psikologi belajar memberikan
sumbangan terhadap pengembangan kurikulum terutama berkenaan dengan
bagaimana kurikulum itu diberikan kepada peserta didik dan bagaimana peserta
didik harus mempelajarinya, berarti berkenaan dengan strategi pelaksanaan
kurikulum.
Apa yang dididikan dan bagaimana cara mendidiknya perlu disesuaikan dengan
tingkat dan pola-pola perkembangan anak. Karakteristik perilaku pada berbagai
tingkat serta pola-pola perkembangan anak menjadi bagian dari psikologi
perkembangan. Sementara itu, model-model atau pendekatan pembelajaran mana
yang dapat memberikan yang optimal, dan bagaimana proses pelaksanaannya
memerlukan studi yang sistematik dan mendalam. Studi yang demikian merupakan
bidang pengkajian dari psikologi belajar. Dengan demikian, paling tidak ada dua
bidang psikologi yang harus mendapat perhatian para pengembang kurikulum, yakni
psikologi perkembangan dan psikologi belajar. Keduanya sangat diperlukan
terutama di dalam proses pemilihan dan penyusunan isi pendidikan serta proses
mendidik atau mengajar. Hal ini dimaksudkan agar anak didik dapat dilayani secara
proporsional.

Landasan psikologis merupakan aumsi asumsi yang bersumber dari psikologi


yang dijadikan titik tolak dalam mengembangkan kurikulum. Ada dua jenis psikologi
yang harus menjadi acuan yaitu psikologi perkembangan dan psikologi belajar.
psikologi perkembangan mempelajari proses dan karakteristik perkembangan
peserta didik sebagai subjek pendidikan, sedangkan psikologi belajar mempelajari
tingkah
laku
peserta
didik
dalam
situasi
belajar.

2.2

Implikasi Psikologi Perkembangan dalam Pengembangan Kurikulum

Psikologi perkembangan membahas perkembangan individu sejak masa konsepsi,


yaitu masa pertemuan sel telur dengan spermatosoid sampai dengan masa dewasa.
Informasi tentang perkembangan individu diperoleh melalui studi yang bersifat
longitudinal, cross sectional, psikoanalitik, sosiologik dan studi kasus. Individu
apakah itu seorang anak ataupun orang dewasa, merupakan kesatuan jasmanirohani yang tidak dapat dipisah-pisahkan, dan menunjukkan karakteristikkarakteristik tertentu yang khas. Individu manusia adalah sesuatu yang sangat
kompleks tetapi unik, yakni memiliki banyak aspek seperti aspek jasmani, intelektual,
sosial, emosional, moral dan sebagainya, tetapi keseluruhannya membentuk satu
kesatuan.
Anak sejak dilahirkan sudah memperlihatkan keunikankeunikan yang berbeda satu
sama lainnya, seperti pernyataan dirinya dalam bentuk tangisan dan gerakan
gerakan tubuhnya. Hal ini menggambarkan bahwa sejak lahir anak telah memiliki
potensi untuk berkembang. Di dalam psikologi perkembangan terdapat banyak
pandangan ahli berkenaan dengan perkembangan individu pada tiaptiap fase
perkembangan.
Pandangan tentang anak sebagai makhluk yang unik sangat berpengaruh terhadap
pengembangan kurikulum pendidikan. Setiap anak merupakan pribadi tersendiri,
memiliki perbedaan di samping persamaannya. Implikasi dari hal tersebut terhadap
pengembangan kurikulum, antara lain:
1.

Tiap anak diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat, minat,
dan kebutuhannya,

2.

Di samping disediakan pembelajaran yang bersifat umum (program inti) yang


harus dipelajari peserta didik di sekolah, disediakan pula pembelajaran pilihan
sesuai minat dan bakat anak,

3.

Kurikulum selain menyediakan bahan ajar yang bersifat kejuruan juga


menyediakan bahan ajar yang bersifat akademik,

4.

Kurikulum memuat tujuan yang mengandung pengetahuan, nilai/sikap, dan


ketrampilan yang menggambarkan keseluruhan pribadi yang utuh lahir dan
bathin.
Implikasi terhadap pengembangan kurikulum menurut Rudi Susilana dkk. yaitu:

1.

Setiap anak diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat,


minat dan kebutuhannya.

2.

Di samping disediakan pelajaran yang sifatnya umum (Program inti) yang


wajib dipelajari setiap anak di sekolah, disediakan pula pelajaran pilihan yang
sesuai dengan minat anak.

3.

Kurikulum di samping menyediakan bahan ajar yang bersifat kejuruan juga


menyediakan bahan ajar yang bersifat akademik. Bagi anak yang berbakat
dibidang akademik diberi kesempatan untuk melanjutkan studi ke jenjang
pendidikan selanjutnya.

4.

Kurikulum memuat tujuantujuan yang mengandung pengetahuan, nilai atau


sikap, dan keterampilan yang menggambarkan keseluruhan pribadi yang utuh
lahir dan bathin.
Implikasi lain dari pengetahuan tentang anak terhadap pelaksanaan pembelajaran
(actual curriculum) dapat diuraikan sebagai berikut:
1.
Tujuan pembelajaran yang dirumuskan secara operasional selalu berpusat
pada perubahan tingkah laku peserta didik.
2.

Bahan atau materi yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan, minat dan
perhatian anak, bahan tersebut mudah diterima oleh anak.

3.

Strategi belajar mengajar yang digunakan harus sesuai dengan taraf


perkembangan anak.

4.
5.

2.3

Media yang dipakai senantiasa dapat menarik perhatian dan minat anak.
Sistem evaluasi berpadu dalam satu kesatuan yang menyeluruh dan
berkesinambungan dari satu tahap ke tahap yang lainnya dan dijalankan secara
terus menerus.

Psikologi

Belajar

dalam

Pengembangan

kurikulum

Psikologi belajar merupakan studi tentang bagaimana individu belajar. Secara


sederhana belajar dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku yang terjadi
melalui pengalaman. Segala perubahan tingkah laku, baik yang berbentuk kognitif,
afektif maupun psikomotor yang terjadi karena proses pengalaman dapat
dikategorikan sebagai perilaku belajar. Menurut Gagne, perubahan tersebut
berkenaan dengan disposisi atau kapabilitas individu. Sementara itu, menurut
Hilgard dan Bower (1966) dinyatakan bahwa perubahan itu terjadi karena individu
berinteraksi dengan lingkungan, sebagai reaksi terhadap situasi yang dihadapinya.
Mengetahui tentang psikologi belajar merupakan bekal bagi para guru dalam
menjalankan tugas pokoknya, yaitu membelajarkan anak. Menurut
Morris L.
Bigge dan Maurice P. Hunt (1980), psikologi atau teori belajar yang berkembang
pada
dasarnya
dapat
dikelompokkan
kedalam
tiga
rumpun,
yaitu:
a.

Teori

disiplin

daya/disiplin

mental

(faculty

theory)

Menurut teori ini anak sejak dilahirkan memiliki potensi atau daya tertentu (faculties)
yang masingmasing memiliki fungsi tertentu, seperti potensi/daya mengingat, daya
berpikir, daya mencurahkan pendapat, daya mengamati, daya memecahkan
masalah, dan sejenisnya. Karena itu pengertian mengajar menurut teori ini adalah
melatih peserta didik dalam daya-daya itu, cara mempelajarinya pada umumnya
melalui hafalan dan latihan. Potensipotensi tersebut dapat dilatih agar dapat
berfungsi secara optimal,daya berpikir anak sering dilatih dengan pembelajaran
berhitung misalnya, daya mengingat dilatih dengan menghapal sesuatu. Daya yang
telah terlatih dipindahkan ke dalam pembentukan lain. Pemindahan (transfer) ini
mutlak dilakukan melalui latihan (drill), karena itu pengertian pembelajaran dalam
konteks ini melatih anak didik dalam daya-daya itu, cara pembelajaran pada
umumnya
melalui
hafalan
dan
latihan-latihan
b.
Behaviorisme
Menurut teori ini kehidupan tunduk pada hukum S R (stimulus respon) atau aksireaksi. Menurut teori ini, pada dasarnya belajar merupakan hubungan respon
stimulus. Belajar merupakan upaya untuk membentuk hubungan stimulus respon
seoptimal mungkin. Tokoh utama teori ini yaitu Edward L. Thorndike yang
memunculkan tiga teori belajar yaitu, law of readiness, law of exercise, dan law of
effect. Menurut hukum kesiapan (readiness) hubungan antara stimulus dengan
respon akan terbentuk bila ada kesiapan pada system syaraf individu. Hukum
latihan/pengulangan (exercise/repetition) stimulus dan respon akan terbentuk
apabila sering dilatih atau diulang ulang. Hukum akibat (effect) menyatakan bahwa
hubungan antara stimulus dan respon akan terjadi apabila ada akibat yang
menyenangkan.
Rumpun teori Behavorisme mencakup tiga teori, yaitu teori Koneksionisme atau teori
Asosiasi, teori Kondisioning, dan teori Reinforcement (Operent Conditioning),
Rumpun teori Behaviorisme berangkat dari asumsi bahwa individu tidak membawa
potensi sejak lahir. Perkembangan individu dipengaruhi oleh lingkungan (keluarga,
lembaga
pendidikan,
masyarakat).
Behaviorisme
menganggap
bahwa
perkembangan individu tidak muncul dari hal yang bersifat mental, perkembangan
hanya menyangkut hal yang bersifat nyata yang dapat dilihat dan diamati. Teori
Koneksionisme atau teori Asosiasi adalah teori tentang kehidupan yang tunduk
kepada hukum stimulus-respon atau aksi-reaksi. Belajar pada dasarnya merupakan
hubungan antara stimulus-respon. Belajar merupakan upaya untuk membentuk
hubungan
stimulus-respon
sebanyak-banyaknya.
c.
Organismic/Cognitive
Gestalt
Field
Menurut teori ini keseluruhan lebih bermakna daripada bagian-bagian, keseluruhan
bukan kumpulan dari bagian-bagian. Manusia dianggap sebagai makhluk yang
melakukan hubungan timbal balik dengan lingkungan secara keseluruhan, hubungan
ini dijalin oleh stimulus dan respon. Stimulus yang hadir diseleksi menurut tujuannya,
kemudian individu melakukan interaksi dengannya terus-menerus sehingga terjadi
suatu proses pembelajaran. Dalam hal ini guru lebih berperan sebagai pembimbing
bukan sumber informasi sebagaimana diungkapkan dalam pandangan
koneksionisme, peserta didik lebih berperan dalam hal proses pembelajaran, belajar
berlangsung berdasarkan pengalaman yaitu kegiatan interaksi antara individu
dengan lingkungannya. Belajar menurut teori ini bukanlah sebatas menghapal tetapi
memecahkan masalah, dan metode belajar yang dipakai adalah metode ilmiah

dengan cara anak didik dihadapkan pada suatu permasalahan yang cara
penyelesaiannya diserahkan kepada masing-masing anak didik yang pada akhirnya
peserta didik dibimbing untuk mengambil suatu kesimpulan bersama dari apa yang
telah dipelajari.
Teori Cognitive Gestalt Field atau organismik mengacu kepada pengertian bahwa
keseluruhan lebih bermakna dari pada bagian-bagian, keseluruhan bukan kumpulan
dari bagian-bagian. Manusia dianggap sebagai mahluk organisme yang melakukan
hubungan timbal balik dengan lingkungan secara keseluruhan, hubungan ini dijalin
oleh stimulus dan respon. Teori ini banyak mempengaruhi praktek pengajaran di
sekolah
karena
memiliki
prinsip-prinsip
sebagai
berikut:
a.
Belajar
berdasarkan
keseluruhan
Dalam belajar siswa mempelajari bahan pelajaran secara keseluruhan, bahan-bahan
dirinci ke dalam bagian-bagian itu kemudian dipelajari secara keseluruhan,
dihubungkan satu dengan yang lain secara terpadu. Prinsip ini mempunyai
pandangan sebagaimana proses pembelajaran terpadu. Pelajaran yang yang
diberikan kepada peserta didik bersumber pada suatu masalah atau pkok yang luas
yang harus dipecahkan oleh peserta didik, peserta didik mengolah bahan
pembelajaran dengan reaksi seluruh pelajaran oleh keseluruhan jiwanya.
b.
Belajar
adalah
pembentukan
kepribadian
Anak dipandang sebagai makhluk keseluruhan, anak dibimbing untuk memperoleh
pengetahuan, sikap, dan keterampilan secara berimbang. Ia dibina untuk menjadi
manusia seutuhnya yaitu manusia yang memiliki keseimbangan lahir dan batin
antara pengetahuan dengan sikapnya dan antara sikap dengan keterampilannya.
Seluruh kepribadiannya diharapkan utuh melalui program pembelajaran yang
terpadu.
c.
Belajar
berkat
pemahaman
Menurut aliran Gestalt bahwa belajar itu adalah proses pemahaman. Pemahaman
mengandung makna penguasaan pengetahuan, dapat menyelaraskan sikap dan
ketrampilannya. Ketrampilan menghubungkan bagian-bagian pengetahuan untuk
diperoleh
sesuatu
kesimpulan
merupakan
wujud
pemahaman.
d.
Belajar
berdasarkan
pengalaman
Belajar itu adalah pengalaman. Proses belajar itu adalah bekerja, mereaksi,
memahami dan mengalami. Dalam belajar itu siswa aktif. Siswa mengolah bahan
pelajaran melalui diskusi, tanya jawab, kerja kelompok, demonstrasi, survey
lapangan, karyawisata atau belajar membaca di perpustakaan dan sejenisnya.
e.
Belajar
adalah
suatu
proses
perkembangan
Ada tiga teori yang perlu diketahui guru, yaitu: perkembangan anak merupakan hasil
dari pembawaan, perkembangan anak merupakan hasil lingkungan, dan

perkembangan

anak

merupakan

hasil

keduannya.

f.
Belajar
adalah
proses
berkelanjutan
Belajar itu adalah proses kegiatan interaksi antara dirinya dengan lingkungannya
yang dilakukan dari sejak lahir sampai menginggal, karena itu belajar merupakan
proses berkesinambungan. Manusia tidak pernah berhenti untuk belajar, hal ini
dilakukan karena faktor kebutuhan. Dalam pelaksanaannnya dianjurkan dalam
pengembangannya kurikulum tidak hanya terpaku pada proses pembelajaran yang
ada tetapi mengembangkan proses pembelajaran yang bersifat ekstra untuk
memenuhi kebutuhan peserta didik. Keberhasilan belajar tidak hanya ditentukan
oleh kemampuan anak didik tetapi menyangkut minat, perhatian, dan kebutuhannya.
Dalam kaitan ini motivasi sangat menentukan dan diperlukan.
BAB III
PENUTUP
3.1
KESIMPULAN
Landasan Psikologi ini sangatlah penting untuk dipertimbangkan oleh para
pengembangnya dalam, karena posisi kurikulum dalam proses pendidikan
memegang peranan yang sentral. Dalam proses pendidikan terjadi interaksi antar
manusia, yaitu antara anak didik dengan pendidik, dan juga antara anak didik
dengan manusia-manusia lainnya. Manusia berbeda dengan makhluk lainnya
karena
kondisi
psikologisnya.
Anak adalah sebagai makhluk yang unik dan sangat berpengaruh terhadap
pengembangan kurikulum pendidikan. Setiap anak mempunyai kepribadian
tersendiri, memiliki perbedaan di samping persamaannya, dengan begitu tiap anak
diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat, minat, dan
kebutuhannya. Kurikulum memuat tujuan yang mengandung pengetahuan,
nilai/sikap, dan ketrampilan yang menggambarkan keseluruhan pribadi yang utuh
lahir
dan
bathin.
Dalam psikologi atau teori belajar yang berkembang pada dasarnya dapat
dikelompokkan kedalam tiga rumpun, yaitu Teori disiplin daya/ disiplin mental (faculty
theory), Teori Behaviorisme, dan Teori Organismic/ cognitive gestalt field. Prinsipprinsip maupun penerapan dari organismic/cognitive gestalt field, antara lain: belajar
berdasarkan keseluruhan, belajar adalah pembentukan kepribadian, belajar berkat
pemahaman, belajar berdasarkan pengalaman, belajar adalah suatu proses
perkembangan,
dan
belajar
adalah
proses
berkelanjutan.
DAFTAR

PUSTAKA

Fajri, Muhammad. Landasan Psikologi Pengembangan Kurikulum. Diunduh pada Kamis,


28
Maret
2013
http://vhajrie27.wordpress.com/2009/10/08/landasan-psikologispengembangan-kurikulum-revisi/

Landasan
Kurikulum.
Diunduh
pada
Kamis,
28
Maret
2013
http://riedushine.wordpress.com/tag/landasan-psikologis-pengembangan-kurikulum/
Yuliawati, Lilis. Pentingnya Landasan Psikologi dalam Pengembangan Kurikulum
Tingkat
Satuan
Pendidikan.
Diunduh
pada
kamis,
28
Maret
2013
http://hipkin.or.id/pentingnya-landasan-psikologis-dalam-pengembangan-kurikulumtingkat-satuan-pendidikan/

LANDASAN PSIKOLOGIS
PENDIDIKAN
LATAR BELAKANG
Pendidikan selalu melibatkan kejiwaan manusia, sehingga landasan psikologi
merupakan salah satu landasan yang penting dalam bidang pendidikan. Sementara
itu, keberhasilan pendidik dalam melaksanakan berbagai peranannya antara lain
akan dipengaruhi oleh tentang pemahamannya dalam pendidikan perkembangan
peserta didik. Oleh karena itu agar sukses dalam mendidik, kita perlu memahami
perkembangan, sebab hal ini membantu kita dalam memahami tingkah laku.
Tingkah laku siswa sendiri dipelajari dalam suatu ilmu yang disebut sebagai
psikologi. Psikologi adalah ilmu yang mempelajari jiwa manusia.
Perbedaan individual terjadi karena adanya perbedaan berbagai aspek kejiwaan
antar peserta didik, bukan hanya yang berkaitan dengan kecerdasan dan bakat
tetapi juga perbedaan pengalaman dan tingkat perkembangan, perbedaan aspirasi
dan citacita bahkan perbedaan kepribadian secara keseluruhan. Oleh sebab itu,
pendidik perlu memahami perkembangan individu peserta didiknya baik itu prinsip
perkembangannya maupun arah perkembangannya. Sehingga, psikologi dibutuhkan
di berbagai ilmu pengetahuan untuk mengerti dan memahami kejiwaan seseorang.
Psikologi juga merupakan suatu disiplin ilmu berobjek formal perilaku manusia, yang
berkembang pesat sesuai dengan perkembangan perilaku manusia dalam berbagai
latar.
LANDASAN PSIKOLOGI
Psikologi berasal dari kata Yunani psyche yang artinya jiwa. Logos berarti ilmu
pengetahuan. Jadi secara etimologi psikologi berarti : ilmu yang mempelajari
tentang jiwa, baik mengenai gejalanya, prosesnya maupun latar belakangnya.
Namun pengertian antara ilmu jiwa dan psikologi sebenarnya berbeda atau tidak
sama (menurut Gerungan dalam Khodijah : 2006) karena :

Ilmu jiwa adalah : ilmu jiwa secara luas termasuk khalayan dan spekulasi
tentang jiwa itu.
Ilmu psikologi adalah ilmu pengetahuan mengenai jiwa yang diperoleh secara
sistematis dengan metode-metode ilmiah

Psikologi adalah ilmu yang mempelajari gejala kejiwaan yang ditampakkan dalam
bentuk perilaku baik manusia ataupun hewan yang pemanfaatannya untuk
kepentingan manusia ataupun aktivitas-aktivitas individu baik yang disadari ataupun
yang tidak disadari yang diperoleh melalui suatu proses atau langkah-langkah ilmiah
tertentu serta mempelajari penerapan dasar-dasar atau prinsip-prinsip, metode,
teknik, dan pendekatan psikologis untuk memahami dan memecahkan masalahmasalah dalam pendidikan. Kondisi psikologis adalah kondisi karakteristik
psikofisik manusia sebagai individu, yang dinyatakan dalam berbagai
bentuk perilaku dalam interaksinya dengan lingkungan. Perilaku merupakan
manifestasi dari ciri-ciri kehidupan baik yang tampak maupun tidak tampak
perilaku kognitif, afektif, psikomotor.
LANDASAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN
Psikologi memiliki berbagai cabang, Namun dalam pendidikan lebih memprioritaskan
psikologi perkembangan dan psikologi belajar, karena pendidikan lebih membahas
tentang tingkah laku atau subjek dari peserta didik.
1. Psikologi Perkembangan
Karakteristik perilaku atau pola-pola perkembangan untuk menyesuaikan apa yang
dididik dan bagaimana cara mendidik.
Psikologi perkembangan membahas perkembangan individu sejak masa konsepsi
sampai dengan dewasa (proses belajar dan pematangan) melalui interaksi dengan
lingkungan, meliputi :
Kemampuan belajar melalui persepsi
Mencapai pertimbangan berdasarkan pengalaman
Berpikir imajinatif, kreatif, dan mencari sendiri
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam psikologi perkembangan :

Siswa selalu berkembang (developing, changing, becoming, ongoing) dalam


situasi opened spiral
Manusia merupakan mahluk unik, memiliki sejumlah kemampuan yang
terintegrasi menjadi sesuatu yang khas

Perkembangan siswa dinamis, pada dasarnya manusia unpredictable


Dalam perkembangan tiap aspek tidaklah selalu sama. Ada tiga teori atau
pendekatan tentang Perkembangan (Nana Syaodih, 1988) :

Pendekatan Tahapan
Pendekatan diferensial
Pendekatan ipsatif

Pendekatan Tahapan
Perkembangan individu berjalan melalui tahap-tahap perkembangan. Dari 3
pendekatan yang ada, yang paling banyak dilaksanakan dalam pendidikan
adalah pendekatan tahapan. Pendekatan tahapan ada 2 macam, bersifat
menyeluruh (umum) dan bersifat khusus.

1. Bersifat Menyeluruh
Yang berkembang adalah keseluruhan pribadi yang merupakan kesatuan, totalitas,
dan terintegrasi :

Fisik, motorik
Intelek
Sosial dan bahasa

Afektif (sikap, minat, motif, nilai, moral)


Ada beberapa tokoh yang mengemukakan teori perkembangan :

Crijns (tt)

periode atau tahap

Umur 0 2

Umur 2 4 :

Umur 5 8 :

Umur 9 13
petualang)

perkembangan manusia secara umum adalah:


: tahun disebut masa bayi
tahun disebut masa kanak-kanak
tahun disebut masa dongeng
: tahun disebut Masa Robinson Crusoe (nama seorang

13
: tahun disebut masa Pubertas pendahuluan.
14 18 : tahun disebut masa Puber
19 21 : tahun disebut masa adolesen.
21 tahun ke atas disebut masa dewasa

J.J. Rousseau 4 tahap perkembangan

Masa bayi (0 2 tahun) perkembangan fisik

Masa anak (2 12 tahun) perkembangan sebagai manusia


primitif

Masa remaja awal (12 15 tahun) perkembangan intelektual


dan nalar pesat

Masa remaja (15 25 tahun) masa hidup sebagai manusia


beradab

G. Stanley Hall teori rekapitulasi


Perkembangan individu merupakan rekapitulasi dari perkembangan
spesiesnya. Teori ini pun memiliki 4 tahapan perkembangan :

Umur
Umur
Umur
Umur

Masa kanak (0 4 tahun) masa kehidupan sebagai binatang melata


(merangkak) & berjalan

Masa anak (4 8 tahun) masa manusia pemburu

Masa puber (8 12 tahun) masa manusia belum beradab

Masa remaja (12/13 tahun dewasa) masa manusia beradab

R.J. Havighurst problema yang harus dipecahkan tiap fase


Tugas perkembangan masa kanak-kanak.
Tugas perkembangan masa anak.
Tugas perkembangan masa remaja.
Tugas perkembangan masa dewasa awal.
Tugas perkembangan masa setengah baya.
Tugas perkembangan orang tua.

1. Bersifat Khusus

Mendeskripsikan salah satu segi atau aspek perkembangan saja sebagai dasar
menyusun tahap-tahap perkembangan anak.
Ada beberapa tokoh yang mengemukakan teori perkembangan yang bersifat
khusus :

Piaget perkembangan dari kemampuan kognitif


Ada 4 tahapan perkembangan berdasarkan kemampuan kognitif anak :

Tahap sensorimotor, usia 0 2 tahun


Tahap praoperasional, usia 2 4 tahun

Tahap konkret operasional, usia 7 11 tahun


Tahap formal operasional, usia 11 15 tahun

L. Kohlberg perkembangan moral kognitif


Ada 3 tahap dalam perkembangan moral :
Tahap Pra konvensi : menghindari hukuman mendapat ganjaran ; sebagai
alat kepentingan pribadi
Tahap konvensi : berupaya menjadi orang baik ; mengikuti peraturan / hukum
formal
Tahap pasca konvensi : menganut norma berdasarkan persetujuan
masyarakat ; mengikuti kata hati

Erik H. Erikson perkembangan psikososial/aspek afeksi


Ada 8 aspek perkembangan psikososial :

Bersahabat vs menolak pada umur 0 1 tahun.


Otonomi vs malu dan ragu-ragu pada umur 1 3 tahun.
Inisiatif vs perasaan bersalah pada umur 3 5 tahun.
Perasaan produktif vs rendah diri pada umur 6 11 tahun.
Identitas vs kebingungan pada umur 12 18 tahun.
Intim vs mengisolasi diri pada umur 19 25 tahun.
Generasi vs kesenangan pribadi pada umur 25 45 tahun.
Integritas vs putus asa pada umur 45 tahun ke atas.

Pendekatan diferensial
Pendekatan ini memandang individu-individu itu memiliki kesamaankesamaan dan perbedaan-perbedaan. Atas dasar inilah kemudian individu
dibuat menjadi beberapa kelompok yang berbeda.

Pendekaran ipsatif
Pendekatan yang berusaha melihat karakteristik individual dari individu.

Dari beberapa teori di atas sebenarnya memberikan kemudahan kepada para


pendidik pada setiap jenjang dan tingkat pendidikan untuk:
1. Menentukan arah pendidikan.

2. Menentukan metode atau model belajar anak-anak agar mereka mampu


menyelesaikan tugas perkembangannya.
3. Menyiapkan materi pelajaran yang tepat.
4. Menyiapkan pengalaman belajar yang cocok dengan tugas perkembangan itu.

1. Psikologi Belajar
Belajar diartikan terjadinya perubahan perilaku ke arah positif melalui pengalaman.
Perkembangan belajar melalui proses peniruan, pengingatan, latihan, pembiasaan,
pemahaman, penerapan, pemecahan masalah.
Menurut Gagne prinsip belajar dapat dilakukan perubahan yang berkenaan dengan
kapabilitas individu. Sedangkan menurut Hilgard & Bower, perubahan terjadi karena
interaksi dengan lingkungan sebagai reaksi terhadap siatuasi yang dihadapi.
Morris L. Bigge membagi menjadi 3 teori belajar :

Teori disiplin mental (disiplin mental theistik, disiplin mental humanistik,


naturalisme, apersepsi)

Secara herediter anak mempunyai potensi tertentu

Belajar merupakan upaya mengembangkan potensi-potensi tersebut


Teori behaviorisme (Teori S-R Bond (Thorndike), Conditioning (Guthrie),
Reinforcement (Skinner)

Anak tidak membawa potensi apapun dari lahirnya

Perkembangan ditentukan oleh faktor yang berasal dari lingkungan

Bersifat pasif
Cognitive Gestalt Field (Insight / Gestalt Field, Goal Insight,
Cognitive Field)

Menekankan pada unity, wholeness, integrity (keterpaduan)

Bersifat aktif

1. Psikologi Sosial
Psikologi Sosial adalah psikologi yang mempelajari psikologi seseorang di
masyarakat, yang mengkombinasikan cirri-ciri psikologi dengan ilmu sosial
untuk mempelajari pengaruh masyarakat terhadap individu dan antar individu
(Hollander, 1981).
Pembentukan kesan pertama terhadap orang lain memilki tiga kunci utama
yaitu:
Kepribadian orang itu
Perilaku orang itu
Latar belakang situasi
Menurut Klinger (Savage, 1991) factor-faktor yang menentukan motivasi belajar
adalah:
Minat dan kebutuhan individu
Persepsi kesulitan akan tugas-tugas
Harapan sukses
1. KESIAPAN BELAJAR DAN ASPEK-ASPEK INDIVIDU
Kesiapan belajar secara umum adalah kemampuan seseorang untuk
mendapatkan keuntungan dari pengalaman yang ia temukan. Pelengkap peserta
didik atau warga belajar sebagai subjek garis besarnya dapat dibagi menjadi lima
kelompok yaitu:

Watak, ialah sifat yang dibawa sejak lahir


Kemampuan umum(IQ), ialah kecerdasan yang bersifat umum
Kemampuan khusus atau bakat, ialah kemampuan tertentu yang dibawa
sejaklahir
Kepribadian, ialah penampilan seseorang secara umum
Latar belakang, ialah lingkungan tempat dibesarkan terutamam lingkungan
keluarga
Aspek-aspek individu yang akan dikembangkan adalah
a. Rohani

Umum: Agama, perasaan, kemauan, pikiran


Sosial : Kemasyarakatan, cinta tanah air

b. Jasmani

Keterampilan
Kesehatan
Keindahan tubuh

Referensi :
Pidarta, Made.(2009). Landasan Kependidikan. Jakarta:Rineka Cipta
Sobour, Alex.(2003). Psikologi Umum. Bandung:Pustaka Setia
Winkel, W.S.(1996). Psikologi Pengajaran. Jakarta:Grisindo.
http://arerariena.wordpress.com/2011/03/09/landasan-psikologi-pendidikan/
http://junaedi2008.blogspot.com/2009/01/landasan-psikologi-pendidikan.html
http://amrull4h99.wordpress.com/2009/12/24/landasan-psikologi-pendidikan/
http://lela68.wordpress.com/2009/05/24/tugas-5-bab-6-landasan-psikologi/

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan adalah hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia, dengan
pendidikan manusia dapat memaksimalkan potensi yang ada pada dirinya. Banyak para
pendidik yang memaksakan kehendaknya kepada peserta didik untuk melakukan hal yang
mereka inginkan sedangkan peserta didik sendiri tidak membutuhkanya., maka setiap guru
dituntut untuk memahami teori psikologi pendidikan agar potensi yang ada pada peserta
didik dapat dikembangkan berdasarkan tahap perkembangannya. Banyak para ahli yang

memaparkan tentang perkembangan peserta didik diantaranya Piaget, Carl R. Rogers,


Kohnstamm.
Karena pentingnya landasan psikologi pendidikan dalam proses pembelajaran maka pada
kesempatan ini kami akan membahas makalah tentang pengertian landasan pendidikan,
bagaimana situasi pergaulan pendidikan setiap individu, apa saja dimensi dalam proses
pendidikan, apa saja tugas-tugas pokok perkembangan, bagaimana pemahaman guru terhadap
perkembangan pribadi anak, apa saja teori-teori belajar dalam pendidikan, dan apa saja jenisjenis upaya dalam proses pendidikan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Landasan Psikologis Pendidikan?
2. Bagaimana situasi Pergaulan Pendidikan setiap individu?
3. Apa saja dimensi dalam proses pendidikan?
4. Apa saja tugas-tugas pokok perkembangan?
5. Bagaimana pemahaman guru terhadap perkembangan pribadi anak?
6. Apa saja teori-teori belajar dalam pendidikan?
7. Apa saja jenis-jenis upaya dalam proses pendidikan?

C. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui pengertian landasan psikologis pendidikan.
2. Untuk mengetahui situasi pergaulan pendidikan pada setiap individu.
3. Untuk megetahui dimensi-dimensi dalam proses pendidikan.
4. Untuk mengetahui apa saja tugas-tugas pokok perkembangan.
5. Untuk memberikan pemahaman kepada guru terhadap perkembangan pribadi anak.
6. Untuk mengetahui teor-teori belajar dalam pendidikan.
7. Untuk mengetahui jenis-jenis upaya dalam proses pendidikan.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Landasan Psikologis Pendidikan
Proses kegiatan pendidikan melibatkan proses interaksi psikho-fisik dalam sosio-kultural
yang antropologis- filosofis normative. Artinya pendidikan adalah suatu kegiatan yang
menyangkut interaksi kejiwaan antara pendidik dan peserta didik dalam suasana nilai- nilai
budaya suatu masyarakat yang didasarkan pada nilia-nilai kemanusiaan. Pendidikan selalu
melibatkan

aspek-

aspek

yang

tidak

dipisahkan

satu

sama

lain

yaitu

aspek

kejiwaan,kebudayaan, kemasyarakatan, norma- norma, dan kemanusiaan.


Landasan Psikologis Pendidikan adalah kajian tentang dasar- dasar psikologi yang dapat
menjadi landasan teori maupun praktek pendidikan. Adapun tujuan pendidikan adalah
mencerdaskan kehidupan bangsa, yaitu pendidik tidak saja mencerdaskan intelektualnya
saja tetapi pendidik juga harus mengembangkan kecerdasan spiritual, emosional, sosial, dan
tingkatan yang lebih tinggi adalah kecerdasan kognitif.
Manusia mempunyai banyak kebutuhan dalam hidupnya merurut A.H Maslow dalam
Individual and society mengkategorikan 5 kebutuhan ( krech,dkk.1992:76) yaitu:
a. Kebutuhan fisik, contoh lapar, haus.
b. Kebutuhan keamanan, contoh keamanan, aturan.
c. Kebutuhan memiliki & rasa cinta, contoh kasih sayang.
d. Kebutuhan penghargaan, contoh prestasi, harga diri.
e. Kebutuhan aktualisasi diri, contoh kebutuhan untuk menyempurnakan diri.
Menurut Maslow kebutuhan yang lebih tinggi dapat di penuhi jika kebutuhan dasar
terpenuhi dan sampai kemampuan untuk merealisasikan/ mengaktualisasikan diri seseorang
dapat terwujud dalam kehidupan sehari- hari.
B. Situasi Pergaulan Pendidikan
Pergaulan pendidikan adalah hubungan antara dua pihak yang mempunyai maksud yang
disengaja untuk mempengaruhi anak didik sehingga anak didik tersebut berkembang menuju
kedewasaan. Proses pendidikan tidak langsung menghasilkan kekedewasaan melainkan

peserta didik akan secara bertahap menuju kekedewasaan. Karena kedewasaan merupakan
suatu proses yang berkesinambungan, saling berbuhungan terus menerus.
Manusia adalah makluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri, manusia hidup di lingkungan
sesuai dengan aktualisasinya ,keluarga merupakan pendidikan pertama bagi anak yang dapat
mempengaruhi kepribadian anak . misalnya anak hidup di keluarga yang ceria, soleh, akrab
ramai, maka anak akan bersikap seperti itu, dan sebaliknya. Peserta didik itu merupakan
individu yang unik mempunyai potensi dan sikap yang berbeda maka pendidik harus
memahami perkembangannya agar perkembangan anak didik bisa secara tepat, baik
kebutuhannya, cita- cita, dan tujuan hidup.

C. Beberapa Dimensi Proses Pendidikan


Pendidikan pada dasarnya mempunyai dimensi tujuan untuk memperbaiki perilaku.
Berbeda dengan hewan, manusia makhluk yang berakal yang bisa dididik dan perlu
pendidikan, maka pendidikan berlaku bagi manusia sepanjang hayat.
Inti dari pendidikan bukan memperbaiki keterampilan seperti pada hewan tetapi kita
mendidik anak agar anak memiliki integritas kepribadian dan mampu untuk bertanggung
jawab. Untuk menumbuhkan sikap tanggung jawab membutuhkan memilih nilai kesusilaan,
agar dapat berbuat kebaikan, karena manusia mempunyai kata hati yang mampu
membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, antara yang jelek dan tidak, dsb.
Prof. Dr. Kohnstamm tokoh pendidik Belanda, mengadakan pembedaan antara berbagai
lapisan perilaku pada berbagai jenis makhluk yang disebut nevous van gedringen yaitu :
1. Lapisan perilaku anorganis, seperti peristiwa jatuh baik pada makhluk
Hidup maupun mati, yang keduanya tunduk pada hukum alam yang berupa
gaya tarik bumi atau gravitasi.
2. Lapisan Vegetatif /nabati, yaitu lapisan tentang segala proses yang terdapat dalam tubuh
untuk memelihara kehidupan jasmani, seperti pernapasan, pertukaran zat-zat dalam tubuh
yang diambil dari alam sekitar.
3. Perilaku animal atau hewani, yaitu lapisan yang sifatnya sudah berupa dorongan yang
bersifat instinktif /naluriah, misalnya nafsu makan, dorongan seks, berkelahi, dll.
4. Perilaku Human/Insani atau manusawi, yaitu lapisan perilaku yang hanya dimiliki
manusia. Lapisan ini meliputi potensi-potensi manusiawi yaitu :

a. Adanya kemauan yang dapat menguasai hawa nafsu, sehingga manusia dapat
menunda perbuatannya. Kemampuan ini berimplikasi pada kemampuan membuat
perencanaan untuk kegitan yang akan dilakukan.
b. Adanya kesadaran intelektual, sehingga manusia dapat mengembangkan
ilmunya, memecahkan persoalan-persoalan dengan kemampuan logikanya dan kritisisme.
c. Adanya kesadaran diri, yaitu kemampuan menyadari terhadap sifat-sifat yang
ada pada dirinya, menilai diri dan mengembangkan diri.
d. Manusia sebagai makhluk sosial, dapat mengatur hidupnya dengan orang lain,
mengadakan komunikasi, persabatan, perkawinan, dan kehidupan bersama dengan sesama
manusia lain dalam masyarakat.
e. Manusia mempunyai bahasa simbolis
f. .Manusia dapat menyadari nilai-nilai seperti kesusilaan, kebenaran, keadilan,
keindahan, dll.
5. Lapisan mutlak (Absolut), dalam lapisan ini manusia dapat menghayati kehidupan
beragama dan religius, sehingga dapat berkomunikasi dengan Tuhan dan dapat menghayati
nilai-nilai kehidupan manusia yang tertinggi, yaitu kehidupan ketuhannan dan nilai-nilai
keberagamaan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa proses pendidikan dapat berlangsung dalam berbagai jenis
dimensi perilaku, dan menyangkut aspek kognitif yang dapat berlangsung di sekolah, aspek
afektif, religious dan kepribadian yang utuh dapat dilakukan di rumah atau lingkungan
keluarga., sedangkan aspek motorik dapat didapatkan dari koordinasi tubuh.

D. Tugas- Tugas Pokok Perkembangan


Proses pendewasaan manusia itu adalah pertemuan antara pertumbuhan potensi dari dalam
pada anak, dari pengaruh lingkungan, yang sebagian diatur dengan sengaja yang disebut
pendidikan.
Pendidikan terdiri atas pelaksanaan tugas- tugas perkembangan, yaitu memperhatikan
tahap- tahap pertumbuhan, dan perkembangan anak yang mempunyai dasar pemikiran teori
sendiri sesuai dengn konsep yang dipakai untuk melaksanakan periodesasi itu.

Adapun tugas perkembangan menurut Robert Havinghurst adalah suatu tugas yang berada
pada tahap kehidupan seseorang yang akan membawa individu kepada kebahagiaan dan
keberhasilan tugas- tugas perkembangan berikutnya, yaitu pada tahap kehidupan tersebut
dijalani dengan berhasil. Sedangkan dalam kegagalan dalam perkembangan dapat
mengakibatkan kehidupan tidak bahagia dan kesulitan- kesulitan lain dalam kehidupannya
kelak.
Tahapan- tahapan perkembngan menurut Erikson yang diadopsi oleh Sikun Pribadi
(1984;156-159) sbb.
1. The sense of trust ( kemampuan mempercayai) kira- kira umur 0-12 bulan.
Kemampuan ini mulai berkembang sejak lahir, karena diliputi oleh suasana yang hangat,
mesra, dan kasih sayang orang tua terhadap anak dan semua anggota keluarga, sehingga
mempercayai bahwa kebutuhan hidupnya terpenuhi. Kemampuan ini merupakan dasar
kepercayaan pada orang lain, diri sendiri, dan percaya bahwa hidup ini penuh dengan
kebaikan.
2. The sence of authonomy ( kemampuan berdiri sendiri) kira-kira umur 1,5-3
tahun. Pada masa ini anak bukan berarti tidak memerlukan orang lain tetapi anak mempunyai
kemauan sendiri serta dapat berdiri sendiri. Seorang pendidik tidak boleh meremehkan anak
dan jangan sampai dipermalukan. Kita harus mendukung perasaan anak bahwa ia adalah
pribadi yang mempunyai harga diri yang harus kita perlakukan adalah menghargai, toleransi
dan memberi penghargaan. Kepribadian anak merupakan pantulan dari orang tuanya, seorang
ibu yang mempunyai jiwa penyayang dan penuh kepercayaan diri maka anak akan percaya
diri secara mantap.
3. The tense of initiative ( kemampuan berprakarsa) kira- kira umur 3,5- 5,5
tahun. Anak pada umur ini ingin menemukan kemampuan yang tersimpan dalam dirinya. Dia
ingin melakukan kebebasan untuk mengetahui sesuatu hal dengan cara meniru, dan
bereksplorasi dan mengembangkan daya fantasinya, dalam hal ini anak membutuhkan
dukungan, motivasi, bukan kritikan atau penekanan.
4. The tense ofaccomplisment ( kemampuan menyelesaikan tugas) kira- kira
umur 6-12 tahun. Anak ada keinginan dalam dirinya untuk meyelesaikan tugas, sehingga
anak akan kelihatan rajin, aktif, maka sebagi pendidik kita harus bisa menjaga perasaanya
agar anak tidak rendah diri dan merasa tidak berprestasi dan sikap putus asa.

5. The sense of identity ( kemampuan mengenali identitasnya) kira- kira


umur 12-18 tahun. Pada masa ini anak sudah menginjak masa remaja dimana dia akan
mencari siapa aku, bagaimana sifat dan sikap baiknya, bagaimana pergaulan dengan orang
lain. Biasanya mengalami masa ombang- ambing dan merasa masih kanak- kanak dan dia
mencoba memainkan pberbagai peran.
6. Tahap kedewasaan, ada 3 tahap periode ini yaitu:
a. keakraban ( intimacy)
b. kemampuan mengurus (generativity), pada periode ini akan menujukan dapat mengurisi
orang lain.
c. tahap keutuh an kepribadian (integrity).

E. Pemahaman terhadap Perkembangan Anak


Kita sebagai calon guru bukan hanya dituntut untuk hanya memahami perkembangan
pribadi anak dari segi biologisnya saja, melainkan kita juga harus paham bahwa selain
sebagain makhluk biologis anak juga sebagai makhluk psikis dan spiritual. Sebagai makhluk
biologis artinya anak itu dapat dikenali dari segi fisik dan instinktifnya, misal instink
mempertahankan diri, instink seks, berkelahi, lari dan berasosiasi dengan orang lain.
Sedangkan dari aspek psikisnya kita dapat mengenali dimensi jiwa anak seperti motivasinya,
emosinya, kognisinya, serta kehidupan psikomotornya. Pemahaman terhadap diri ini adalah
dalam rangka untuk mengembangkan potensi anak agar memahami kemampuan dirinya, dan
mencapai kedewasaan. Selain dengan observasi pemahaman terhadap dunia anak juga dapat
dilakukan dengan intropeksi dan empati yaitu kemampuan menempatkan diri dalam diri anak.
Secara umum perkembangan kehidupan anak dibagi dalam empat periodisasi, yaitu :
1. Anak bayi (0-1 tahun)
Periode ini disebut dengan periode vital. Periode ini mempunyai makna mempertahankan
hidup, anak dibekali dengan beberapa kemampuan terutama instink. Instink ini adalah
kemampuan untuk terhadap lingkungan yang telah ada sejak lahir. Instink ini meliputi segi
kognitif, afektif, dan konatif serta kejasmanian yang terjadi secara spontan, tanpa belajar
terlebih dahulu. Misalnya perilaku instink pada anak ialah saat menyusu. Pada anak juga
telah nampak instink sosial, yaitu sebagai alat komunikasi dengan lingkungannya. Misalnya
ketika seorang ibu mengajak bicara anak, kadang anak tersebut mereaksi dengan senyum.

Selain itu, jika anak merasa kurang nyaman terhadap sesuatu dia akan menangis. Pada anak
juga telah ada instink meniru yaitu anak suka meniru perbuatan ibunya, misal menirukan kata
kata mama dan papa. Ada juga instink refleks yang dibawa sejak lahir misal refleks biji mata,
lutut, terkejut, menggenggam, jari kaki dll. Selain instink releks, anak usia 0-1 tahun juga
memiliki kemampuan untuk belajar. Bayi dapat meningkatkan keterampilan-keterampilan
yang menyangkut gerak-gerik badan dan anggota tubuh lainnya seperti tangan dan kakinya.
Dia juga dapat belajar memegang benda, berbaring dengan sisi badannya, merangkak, duduk,
berdiri, menelungkup, dll. Belajar pada anak juga bisa dalam bentuk pembiasaan misalnya
tidur, makan, bangun pada waktu dan tempat tertentu.
Dalam hal yang berkaitan dengan psikis anak dapat dilihat dengan adanya kesadaran
sensorik, artinya anak dapat mereaksi terhadap rangsangan luar melalui alat indranya
yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan dan cita rasa. Anak juga dilengkapi
dengan potensi perkuasan dunia yaitu dengan penjelajahan ruang. Saat anak sudah mulai
belajar berjalan, ia dapat mengenali tempat dan lingkungan sekitar, mereka dapat menemukan
benda, orang/hal-hal lain yang akalnya tidak dipahami oleh anak.

Pada perode ini juga

adanya perkembangan bahasa pada anak. Apabila pada usia ini anak belum belajar
bercakap/berjalan, ada indikasi anak tersebut terhambat perkembangannya.
2. Masa kanak-kanak (3-5 tahun)
Disebut juga masa peralihan dari masa bayi ke masa anak sekolah (pra sekolah). Biasanya
anak yang dimasukan ke TK/TPA terlebih dahulu, maka jiwanya telah matang untuk
bersekolah. Seorang ahli benama Kohnstamm menyebut periode ini dengan periode estetis
yang berarti keindahan karena pada periode ini anak mempunyai 3 ciri khas yang tidak
terdapat pada periode lain yaitu : perkembangan emosi, kegembiraan hidup, kebebasan dan
adaptasi. Ketiga ciri itu berkembang dengan berbagai bentuk ekspresi seperti permainan,
dongeng, nyanyian dan menggambar. Masa yang bebas dan gembira merupakan unsur yang
penting dalam kehidupan anak. Masa ini merupakan reaksi yang dapat mengimbangi
kehidupan intelektual dalam mencari daya guna dari segala kehidupan manusia. Seperti yang
dikemukakan oleh J.J Rousseau dari Prancis bahwa masa kanak-kanak adalah masa bahagia
sebagai hak setiap anak dalam susasana kebebasan dan kegembiraan hidup. Dengan
mengembangkan keempat jenis

kegiatan yaitu bermain, menyanyi, mendongeng,

menggambar dapat mengembangkan kreativitasnya dengan mengggunaka daya fantasinya.

Selain itu pada periode ini terjadi perkembangan daya pengindraan meliputi pembedaan
warna, pendengaran termsuk nyanyian meraba, mencium, mencicipi dsb. Juga terjadi
perkembangan bahasa yang mempunyai 3 fungsi yaitu untuk menyatakan isi hati dan
perasaan, mengadakan komunikasi dengan oranglain, dan sebagai fungsi berpikir. Fungsi
bahasa sebagai alat berpikir adalah fungsi yang paling sulit karena menggunakan symbolsimbol dan lambang. Oleh karena itu pembelajaran yang dimulai sejak kanak-kanak
merupakan cara yang paling efektif dalam rangka mengembangkan daya piker, berimajinasi,
kreasi sosial dan emosi. Pada masa kanak-kanak anak sedang berada pada periode egosentris
dan ceria.
3. Masa Sekolah (6-12 tahun)
Menurut Kohnstamm periode ini disebut perode intelektual karena sebagian besar
waktunya dipergunakan untuk pengembangan kemampuan intelektualnya. Anak pada usia ini
telah ada pada sekolah dasar yang mulai belajar tentang alam dan masyarakat. Minat pada
periode ini disebut periode objektif yang perhatiannya lebih ditujukan kepada dunia
kenyataan yang dianalisis dan memahami adanya hubungan sebab akibat. Anak pada usia ini
mudah melaksanakan tugas yang kita berikan dan bila mereka berada pada lingkungan yang
penuh pengertian, maka dia akan mudah beajar berbagai kebiasaan misalnya tidur dan
bangun tepat waktu. Pada usia ini anak juga mudah diajak bekerja sama dan patuh. Jika pada
usia ini terjadi kesalahan pemberian pendidikan maka akan timbul berbagai masalah perillaku
seperti mengompol, berbohong, nakal, suka berkelahi, tidak naik kelas dll.
4. Masa Remaja ( pubertas dan Adolensi)
Pubertas adalah periode antara 12-15 tahun saat anak duduk di sekolah lanjutan pertama.
Sesudah itu tiba waktu adolensi sampai usia 21 tahun saat anak sudah memasuki Perguruan
Tinggi. Nah pada periode ini anak sudah mulai menunjukkan sifat-sifat kedewasaan, lebih
stabil, lebih besar tanggung jawabnya, tertarik pada pekerjaan dan cita-cita yang mantap.
Prestasi sekolah yang baik akan membawa stabilitas kepribadian anak yang lebih matap,
sebaliknya bila terjadi kegagalan dalam sekolah akan menimbulkan berbagai jenis masalah
dan tidak sesuai perilaku.
Kohnstamm menyebut periode ini dengan periode :
a. Periode sosial karena anak mulai memilki minat terhadap hal-hal
Kemasyarakatan.

b. Remaja sangat menonjol perkembangan nafsu birahinya karena aktifnya


kelenjar-kelenjar hormone seks, dan mulai tertarik pada lawan jenis.
c. Pada usia inti anak juga mengalami pertumbuha jasmani yang cepat.
d. Moral anak pada usia ini juga berkembang. Anak mulai mengenal nilai-nilai
rohani sperti kebenaran, keadailan, kebaikan, keindahan dan ketuhanan.
e. Masa ini anak sedang mencari identitas jati dirinya.
Apabila pada masa ini terjadi kegagalan, baik disekolah/dalam berpacaran, jika anak tidak
punya kompensasi dalam berbagai bidang seperti olahraga, kesenian dan organisasi, maka
akan timbul pelarian/agresi pada hal-hal yang buruk seperti kekerasan (ganja, meroko, judi,
kenakalan, bahkan sakit saraf/neuritis).

F. Beberapa Teori Belajar dalam Anak


1. Teori Psikologi Kognitif (Kognitivisme)
Psikologi kognitif yang dipengaruhi oleh Kurt Lewin, John Dewey, dan Kohler
mempunyai pandangan bahwa proses belajar pada manusia melibatkan proses pengenalan
yang bersifat kognitif. Jean Piaget membagi tapan-tahtan kognisi dari usia anak dan remaja
menjadi 4, yaitu :
a. Tahap sensori-motorik (0,0 - 2,0);
b. Tahap operasi awal (2,0 - 6,0);
c. Tahap Operasi Konkret (7,0 - 11,0);
d. Tahap Operasi Formal (12,0 sampai ke atas).
Menurut Brunner, perkembangan intelektual dapat dielaskan kepada 3 sistem/tahapan,
yaitu :
a. Tahap enactive, yaitu tahap perkambangan kognisi anak dalam memahami lingkungan
melalui reaksi-reaksi motorik;
b. Tahap iconic, yaitu perkembangan kognisi anak yang mulai mampu berpikir atas model
gambar atau hal-hal konkret;
c. Tahap Simbolik yaitu tahap berpikir anak yang tidak terbatas pada hal-hal konkrit, anak
mampu berpikir atas dasar symbol bahasa mampu menggunakan bahasa sebagai alat berpikir,
hingga dapat diketahui tingkat struktur pengetahuan seseorang atau sebaliknya.

Guru harus memilki rancangan materi yang memungkinkan anak dapat mengembangkan
kesadaran terhadap masalahnya sendiri. Guru mempunyai peranan penting dalam aktifitas
belajar mengajar yaitu guru harus lebih aktif dalam kegiatan belajar mengajar, memilih
materi belajar,dan menciptakan situasi belajar, sehingga anak terlibat secara aktif.
Peranan guru dalam proses belajar mengajar berdasarkan teori Piaget :
Merancang program menata lingkungan yang kondusif, memilih materi pembelajaran, dan
mengendalikan aktifitas murid untuk melakukan inkuiri dan interaksi dengan ligkungan
Mendiagnosa tahap perkembangan murid, menyajikan permasalahan kepada murid yang
sejajar dengan tingkat perkembangannya
Mendorong perkembangan murid kea rah perkembangan berikutnya dengan cara
memberikan latihan, bertanya dan mendorong murid untuk melakukan eksplorasi.
Redja Mudyahardo mengemukakan bahwa pengaruh teori belajar kognitif terhadap
pendidikan adalah sebagai berikut:
a. Individuslisasi: perlakuan individual di dasarkan pada tingkat perkembangan anak
b. Motivasi: motivasi belajar bersifat instrinsik.
c. Metodologi: menggunakan kurikulum dan metode yang mengembangkan keterampilan dasar
berfikir dan bahan pelajaran
d. Tujuaan kulikuler: memusatkan diri pada kemampuan secara keseluruhan
e. Bentuk pengelolaan kelas: berpusat pada anak
f. Efektifitas pengajaran: disusun dalam bentuk pengetahuan yang terpadu, konsep dan
keteram[pilan dirancang secara hierarkis
g. Partisipasi siswa: siswa dituntut untuk melakukan pengembangan kemampuan berfikir dan
melalui belajar dan bekerja
h. Kegiatan belajar siswa: mengutamakan metode tilikan dan pemahaman
i. Tujuan umum pendidikan: mengembangkan fungsi-fungsi kognitif secara optimal
2. Teori psikologi humanistik
Tokoh yang mempelopori teori ini adalah Abraham H.maslow dan carl R. Rogers menurut
aliran ini bahwa perilaku manusia itu ditentukan oleh dirinya sendiri, faktor internal, dan
bukan oleh kondisi lingkungan ataupun pengetahuannya. Manusia yang mencapai punck
perkembangannnya adalah yang mampu mengaktualisasikan dirinya, mengembangkan
potensinya, dan merasa dirinya itu utuh, bernakna, dan berfungsi (full functioning person)

Carl R. Rogers dalam dasar- dasar kependidikan mengemukakan prinsip- prinsip belajar
yaitu:
a. Manusia mempunyai dorongan untuk belajar, ingin tau, melakukan eksplorasi, dan
mengasimilasi pengalaman baru
b. Belajar akan bermakna bila yang dipelajari itu relevan dengan kebutuhan anak.
c. Belajar di perkuat dengan mengurangi ancaman eksternal seperti hukuman, merendahkan
murid.dsb.
d. Belajar dengan insiatif sendiri akan melibatkan keseluruhan pribadi
e. Sikap berdiri sendiri, kreatifitas dan percaya diri diperkuat dengan penilaian diri sendiri.
Pandangan kaum humanistik tentang proses belajar mengimplikasikan perlunya penataan
prioritas kegiatan pendidikan dan peranan guru.Pendidikan yang bersifat humanistik
menekankan pada pertumbuahan yang seimbang antara kognitif dan afektif dari pada isi yang
dipelajari, peran guru lebih pada sebagai fasilitator yang menurut Carl R. Rogers memiliki
tugas yaitu :
a. Membantu menciptakan iklim kelas yang kondusif
b. Membantu siswa mengklasifikasikan tujuan belajar
c. Membantu siswa mengembangkan dorongan dan tujuannya sebagai kekuatan untuk belajar
d. Menyediakan sumber-sumber belajar.
Menurut Carl R. Rogers menyarakan beberapa teknik untuk membantu guru menciptakan
iklim kelas yang memungkinkan terjadinya proses belajar bermakna yaitu:
a. Terimalah kondisi siswa sebagai mana apa adanya.
b. Kenali dan biua minat siswa
c. Usahakan sumberbelajar yang dapat diperoleh siswa dan memungkinkan siswa dapat
memilih dan menggunakannyaGunakan pendekatan Discovery
d. Tekankanlah pentingnya penilaian diri sendiri dan biarkan siswa mengambil tanggung jawab
untuk memenuhi tujaunnya itu.
Redja Mudyahardjo menguraikan tentang pengaruh teori belajar humanistic terhadap
pendidikan
a. Individualisasi: Perlakuan individual didasarkan pada kebutuhan dan perkembangan
individualitas/kepribadian anak;
b. Motivasi: belajar bersifat instinktif dan menekankan pada pemuassan kebutuhan individu;

c. Metodologi: lebih menekankan pada pendekatan proyek dan kehidupan sosial;


d. Tujuan Kurikuler: Lebih menekankan pada pengembangan sosial, keterampilan komuniakasi,
tanggap pada kebutuhan kelompok dan individu
e. Usaha mengefektifkan mengajar: Pengajaran disusun dalam bentuk topic yang terpadu
berdasarkan kebutuhan individual anak
f. Partisipasi siswa: Partsisipasi aktif siswa sangat diutamakan.
g. Kegiatan belajar siswa: Belajar melalui pemahaman dan pengertian, bukan hanya
memperoleh pengetahuan belaka
h. Tujuan umum pendidikan: Mencapai kesemurnaan diri dan pemahaman.
3. Teori Belajar Behavioristik
Tokoh pelopor teori ini adalah E.L. Thordike dan B.F Skinner yang memandang bahwa
perilaku manusia adalah hasil pembentukan melalui kondisi lingkungan.
Asumsi pokok yang melandasi teori ini menurut M.I. Soelaeman (1985; 335) adalah:
a. Perilaku ini dipelajari dan dibentuk dengan adanya ikatan asosiatif antara stimulus dan
respon (S-R)
b. Manusia pada dasarnya mencari kesenangan dan menghindari hal-hal yang menyakitkan
c. Perilaku pada dasarnya ditentukan oleh lingkungan
Menurut teori ini, ada tiga hal yang mempengaruhi proses belajar seseorang yaitu
stimulus, respon, dan akibat. Tujuan Pendidikan aliran ini bersifat eksternal yaitu ditentukan
berdasarkan pengaruh lingkungan yang berorientasi pada pengembangan kompetensi,
penguasaan secara tuntas terhadap apa-apa yang dipelajari. Peranan guru dalam proses belajar
adalah sebagai pengambil inisiatif dan pengendali proses belajar, yaitu:
a. Mengidentifikasi perilaku yang dipelajari dan merumuskannya dalam rumusan yang spesifik
b. Mengidentifikasi perilaku yang diharapkan dari proses belajar
c. Mengidentifikasi reinorcer yang memadai
d. Menghindarkan perilaku yang tidak diharapkan
Ada dua hal pokok yang merupakan implikasi dari teori ini yaitu:

Modifikasi perilaku menggunakan cara-cara spesifik menggunakan system ganjaran

Pengajaran berprogram
Menurut Redja Mudyahardjo, pengaruh teori behaviorisme terhadap pendidikan, yaitu:

a. Individualisasi : Perlakuan individu didassrkan pada tugas, ganjaran, dan disiplin.

b. Motivasi: Bersifat ekstrinsik melalui pembiasaan terus menerus.


c. Metode: Dijabarkan secara rinci.
d. Tujuan-tujaun kurikuler: Memusatkan diri pada pada pengetahuan dan keterampilan
akademis serta tingkah laku sosial.
e. Bentuk pengelolaan kelas: bersusat pada guru.
f. Usaha mengefektifkan kelas: Disusun secara rinci dan bertingkat dan lebih mengutamakan
penguasaan bahan.
g. Partisipasi siswa: Siswa menunjukan perilaku pasif.
h. Kegiatan belajar siswa: Pemahiran keterampilan melalui pembiasaan bertaha.
i. Tujuan umum pendidikan: Mencapai kemampuan mengerjakan sesuatu/mencapai tingkat
kompetensi tertentu.

G. Jenis-jenis Upaya pendidikan


Upaya pendidikan adalah suatu cara usaha pendidikan untukk membimbing anak
mencapai kedewasaannya. Usaha itu dapat berbentuk pendidikan atau situasi yang dengan
sengaja diadakan untuk mendidik anak.
Setiap upaya pendidikan dilaksanakan behubungan dengan empat hal yaitu:
1. Untuk mencapai suatu tujuan pendidikan.
2. Dihubungkan dengan siapa yang menggunakan upaya itu, walaupun upaya itu jelas
tujuannya belum tentu seseorang memakainya secara efektif
3. Dihubungkan dengan cara/bentuk upaya yang dipergunakan seperti larangan dsb.
4. Bagaimana efeknya terhadap anak.
Berdasarkan uraian tersebut mempunyai implikasi bahwa setiap upaya atau pelaksanaan
proses pendidikan sebenarnya adalah suatu perbuatan wibawa, dimana nilai atau maksud
yang dinginkan harus sesuai dengan kenyataan. Pendidikan pada hakikatnya tidak
dilaksanakan dalam kepura-puraan, pendidik harus jujur, murni dan otentik. Pendidik juga
dituntut untuk berbuat sesuai asas kepatuhan artinya setiap perbuatan mendidik akan
mengandung konsekuensi logis baik dari segi logika, praktika, etika, dan estetika. Oleh
karena itu, guru selalu dipandang sebagai panutan, idola, dan sebagai orang yang
menjalankan berbagai perilaku yang bermoral. Manakala guru berlaku tidak sesuai dengan

harapan masyarakat maka akan dianggap sebagai guru yang tidak patut, tidak layak jadi
panutan, dsb.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Landasan Psikologis Pendidikan adalah kajian
tentang dasar- dasar psikologi yang dapat menjadi landasan teori maupun praktek pendidikan.
Dalam praktek pendidikan ini seorang guru terlebih dahulu harus mengetahui dan mengenal
tentang situasi pergaulan pendidikan yang akan terjadi pada setiap individu, be bera dimensi
dalam proses pendidikan, tugas-tugas pokok perkembangan, pemahaman terhadap
perkembangan pribadi anak, teori-teori belajar dalam pendidikan, dan jenis-jenis upaya
pendidikan, agar guru tersebut ketika dia terjun ke dalam bisa mengatasi berbagai
permasalahan-permasalahan yang terjadi pada anak didiknya sehingga potensi-potensi yang
ada pada diri anak dapat dibantu untuk dikembangkan.
B. Saran
Makalah yang kami buat ini masih banyak kekuranggannya, dan masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu Kami mohon kritik, saran serta masukan-masukan dari rekanrekan yang membaca makalah kami, agar kedepannya dalam pembuatan makalah kami bisa
lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Dahlan, MD. (1984). Model-Model Mengajar; Beberapa Alternatif Interakasi Belajar. Bandung: CV.
Diponegoro.
Joyce, Bruce and Weil, Marsha. (1980). Models of Teaching. Englewood Clifs: Prentice Hall
International.

Noor, Madjid. (1987). Filsafat dan Teori Pendidikan. Bandung: Subkoordinar Mata Kuliah Filsafat
dan Teori Pendidikan, Falsafat Ilmu Pendidikan, IKIP Bandung.
Pribadi, Sikun. (1984). Landasan Kependidikan. Bandung: Jurusan Filsafat dan Sosiologi Pendidikan
IKIP Bandung.
Yelon, L. Stephen and Weinsten, W. Grace. (1977). A Teacher World; Psychology in the Classroom.
Aucland, Bogota, etc., McGraw-Hill Kogakusha.

Anda mungkin juga menyukai