psikologis pada anak agak susah dikenali. Berikut antara lain ciri-ciri yang dapat menjadi
pedoman para orang tua dalam melakukan diagnosis terhadap anak yang mengalami
gangguan psikologis pada fungsi fisik dan kinerja mental. 1. ADHD ( attention deficit
hyperactivity disorder) Menurut Psikolog Klinis Adriana S Ginanjar, Anak yang mengalami
ADHD (attention deficit hyperactivity disorder), ciri-cirinya antara lain tidak bisa
memusatkan perhatian, impulsif, dan hiperaktif. Anak-anak semacam ini akan mudah bosan
dan cenderung agresif. Bahkan bisa memiliki reaksi berlebihan terhadap frustasi. 2. Autisme
Autisme adalah gangguan perkembangan yang terjadi pada anak yang mengalami kondisi
menutup diri. Gangguan ini mengakibatkan anak mengalami keterbatasan dari segi
komunikasi, interaksi social, dan perilaku. Gejala anak autis termasuk anak tidak berinteraksi
atau berkomunikasi dengan orang lain. Gangguan ini biasanya terlihat sebelum anak
mencapai usia 3 tahun, dan dapat membuat anak-anak bertindak sangat tidak tepat, seperti
membenturkan kepala mereka pada hal-hal. Pada anak-anak Autistik beberapa cirinya adalah
gangguan yang jelas pada perlaku non verbal seperti tidak bisa berbagi minat dengan orang
lain dan suka menyendiri, terlambat untuk bisa berbicara, dan terikat pada ritual yang tidak
fungsional. 3. Sindrom Asperger Anak yang mengalami Sindrom Asperger, pada umumnya
tidak jauh berbeda dengan penderita autistik. Hanya saja pada anak autistik tidak mengalami
keterlambatan bicara, tetapi cenderung menggunakan bahasa formal. Selain itu anak dengan
Sindrom Asperger juga memiliki prestasi akademik dan kemampuan yang baik pada bidang
tertentu.Syndrome asperger merupakan gangguan kejiwaan pada diri seseorang yang ditandai
dengan rendahnya kemampuan bersosialisasi dan berkomunikasi. 4. Retardasi Mental Pada
anak yang mengalami Retardasi Mental, ciri utamanya adalah memiliki skor yang rendah
pada tes intelegensi formal. Anak tersebut juga memiliki hambatan dalam menyelesaikan
tugas sehari-harinya. Gangguan psikologisdi dunia saat ini sangat luas, dan begitu juga
jumlah anak-anak yang terkena gangguan tersebut setiap hari. Ada juga berbagai gejala untuk
setiap gangguan. Sangat penting bagi orangtua untuk mengetahui tentang gangguan
psikologis yang dapat mempengaruhi anak-anak dan gejala untuk mengidentifikasi mereka,
sehingga mereka dapat membantu anak-anak mereka dengan cara yang cepat dan efisien.
Berikut ini adalah masalah psikologi anak berupa perubahan emosi: a. Gangguan Kecemasan
Kecemasan adalah jenis yang paling umum dari gangguan psikologis yang mempengaruhi
anak-anak. Gejala utama dari gangguan kecemasan adalah kekhawatiran yang berlebihan,
ketakutan atau kegelisahan.Ada berbagai jenis gangguan kecemasan, seperti ketakutan yang
tidak beralasan situasi, paling sering disebut sebagai fobia, gangguan kecemasan umum, yang
cenderung membuat anak-anak khawatir berlebihan tentang hal-hal yang tidak realistis,
serangan panik, gangguan obsesif kompulsif, yang menyebabkan anak-anak mengulangi pola
pikiran dan perilaku, seperti mencuci tangan, dan gangguan stres pasca-trauma, yang
biasanya terjadi pada anak-anak yang mengalami peristiwa traumatis dalam hidup. Gangguan
stres pasca-trauma menyebabkan kilas balik yang menyakitkan dan menakutkan dari
peristiwa traumatik. b. Depresi parah Depresi adalah gangguan psikologis lain yang sangat
umum pada anak-anak. Depresi mempengaruhi emosi anak, membuat mereka merasa sedih
atau tidak berharga. Mereka mungkin kehilangan motivasi untuk kegiatan yang mereka
gunakan untuk sangat menikmati, dan mungkin memiliki perubahan nafsu makan dan pola
tidur. Mereka mungkin mulai melihat dunia sebagai tempat yang putus asa, dan mereka
tampaknya tidak peduli tentang apa pun. Semua gejala ini penting untuk menyadari karena
ketika mereka menggabungkan, seorang anak dapat mempertimbangkan bunuh diri dan
hidupnya mungkin dalam bahaya. c. Bipolar Disorder Gangguan bipolar sering terlihat pada
gejala perubahan suasana hati berlebihan yang tampaknya berubah dengan cepat dan pergi
dari rendah ke tinggi dengan cepat. Saat-saat perubahan suasana hati berlebihan kadangkadang dimoderatori oleh suasana hati biasa di antara, tapi selama periode suasana hati yang
intens, anak-anak mungkin menunjukkan tanda-tanda seperti berbicara non-stop,
menunjukkan penilaian buruk dan tidak tampak membutuhkan sangat banyak tidur. Jika tidak
diobati tanpa obat, gangguan bipolar dapat menyebabkan depresi berat. d. Hiperaktif Ini
merupakan sebuah gangguan psikologi anak yang cukup sering terjadi. Seorang anak akan
mendapatkan sebuah gangguan perilaku dimana mereka cenderung bergerak aktif bahkan
super aktif di dalam rumah atau di lingkungan permainan bersama dengan teman-temannya.
Anak-anak yang hiperaktif bisa membahayakan teman-temannya akibat perilaku yang terjadi
secara spontan dan tanpa pikir panjang. e. Pemurung dan penyendiri Ketika kita telah
membahas mengenai anak-anak yang ceria bahkan hiperaktif, ada pula anak yang berperilaku
sebaliknya. Mereka sangat sulit bergaul dan cenderung merasa malu dengan keadaan mereka
sendiri. Anak-anak seperti ini juga tidak boleh dibiarkan berlarut karena jiwa sosial mereka
tidak bisa berkembang jika selalu dibiarkan. Selain itu, masalah psikologi pada anak berupa
perilaku dalam kehidupan sehari-hari antara lain sebagai berikut: 1. Anak suka berbohong
Kemungkinan besar anak berbohong disebabkan oleh karena orang tua acap kali melarang
anak untuk mengatakan atau menceritakan sesuatu peristiwa atau kejadian yang benar.
Sebagai ilusterasi, "Jagad secara terus terang mengatakan kepada ibunya bahwa ia pernah
mencubit adiknya sampai menangis meraung-raung." Mendengar pernyataan ini Ibunya
langsung mencubit paha Jagad bahkan menampar pihinya hingga memar memerah. Suatu
ketika Jagad marah pada adiknya karena mengganggu saat ia sedang belajar, ibunya datang,
hati Jagad masih bergolak menahan rasa marahnya, akan tetapi Jagad mengatakan pada
ibunya itu, bahwa ia sangat menyayangi adiknya. Mendengar penuturan ini ibunya langsung
merangkul Jagad dengan mencium pipinya dan mengusap-usap kepalanya.Dari contoh
ilusterasi di atas dapat kita tarik kesimpulan, bahwa berbicara benar membuat seorang anak ,
mendapat perlakuan yang kurang menyenangkan, merasakan kesakitan, dicubit dan ditampar
oleh ibunya, sedangkan dengan berbohong mengatakan yang bukan sebenarnya mendapatkan
sesuatu yang menyenangkan. Pengalaman itu mengajarkan kepada anak bahwa ibu lebih
menyukai kepada anaknya yang berbohong. Hal seperti inilah yang acap kali dikeluhkan oleh
seorang ibu karena anak-anaknya sering berbohong. Orang tua terutama seorang ibu sering
kali menyalahkan anak-anaknya yang sering kali berbohong. Padahal secara tak disadarinya,
kelakuan dan sikap anak untuk berbicara bohong itu akibat dari prilaku dan tindakannya
sendiri dalam menyikapi suatu kejadian di dalam keluarga berkait dengan anak-anaknya. Dan
berbicara bohong dari anak-anaknya tersebut merupakan hasil dari didikkannya sendiri.
Solusi:Berkait dengan masalah tersebut di atas, jika orang tua menginginkan anak-anaknya
bersikap jujur, dan tidak berbohong, maka seyogyanyalah harus bersedia untuk
mendengarkan suatu kebenaran baik kebenaran itu terasa manis atau pahit, baik ataupun
buruk yang dinyatakan oleh seorang anak. Jangan sampai anak merasa takut untuk
mengungkapkan segala isi hatinya. 2. Anak suka berkelahi Berdasarkan studi Gentile dan
Bushman mengatakan, ada enam faktor yang dapat menyebabkan anak menjadi pengganggu
atau bullying terhadap temannya. Ketika semua faktor-faktor risiko dialami oleh anak-anak,
risiko agresi dan perilaku intimidasi akan tinggi. 1-2 faktor risiko bukanlah masalah besar
bagi anak-anak, tetapi orangtua masih membutuhkan bantuan untuk mengatasi, kata Gentile.
Solusi: memberi teguran dan nasihat yang baik. Ini termasuk metode pendidikan yang sangat
baik dan bermanfaat untuk meluruskan kesalahan anak. 3. Anak suka mencuri Kadangkadang orang tua merasa terkejut dan bingung sewaktu pertama kali mengetahui anaknya
mencuri.Orang tua lantas mungkin berpikir bahwa ini merupakan hal yang wajar dalam
perkembangan anak.Anggapan ini tentu saja tidak benar.Jadi, sekecil apa pun pencurian yang
dilakukan anak, orang tua harus melarang dan menghentikannya.Boleh dikata hal ini kerap
kali terjadi, terutama dalam keluarga yang memiliki anak berusia empat sampai tujuh tahun.
Pada usia ini anak cenderung untuk mengambil apa yang bukan haknya. Sebenarnya,
perbuatan mencuri yang dilakukan anak-anak balita bukanlah tingkah laku yang
menyimpang. Tetapi bila orang tua tidak menanganinya dengan benar, tingkah laku yang
tidak berbahaya itu dapat mengarah menjadi perbuatan yang berakibat lebih jauh.Mencuri di
kalangan anak-anak balita sering terjadi. Ini disebabkan karena mereka belum mempunyai
konsep kemilikan. Anak-anak belum mempunyai batas yang tegas antara milik sendiri dan
milik orang lain. Bila mereka melihat sesuatu yang disukainya, mereka akan mengam-bilnya.
Bagi mereka seolah berlaku prinsip: Aku lihat, aku suka, aku mau, aku ambil. Anak kecil
belum mengerti bahwa dengan mengambil benda yang dinginkan tanpa izin si pemilik, ia
melanggar hak milik teman tersebut dan akan merugikan si teman itu. Pada umumnya,
orangtua pasti akan merasa kaget, kecewa, dan malu bila mengetahui bahwa anak mereka
telah mencuri sesuatu milik orang lain. Namun, janganlah orangtua bertindak tergesa-gesa,
langsung marah-marah kepada anak, apalagi menghukumnya dengan cara yang berlebihan.
Sebab, tidak semua anak mencuri karena niat yang sudah direncanakan. Solusi dari
permasalahan anak yang suka mencuri antara lain: a. Mendidiknya dalam kebenaran.
Bimbinglah anak dengan ajaran Agama, tingkatkan keimanan dengan mengajak anak
melakukan kegiatan ibadah bersama keluarga dan berilah pengertian dengan penuh kasih
sayang. b. Memasukkan konsep nilai yang benar. Sejak kecil orang tua sudah harus mendidik
perbedaan antara "ini milik kamu" dan "ini milik saya". Jangan membiarkan anak
sembarangan mengambil barang orang lain. Kalau dalam tas atau di saku ditemukan barang
milik teman, anak harus segera mengembalikannya. D. Kebutuhan Bimbingan Psikologi
Pendekatan-pendekatan digunakan dalam layanan bimbingan untuk memenuhi kebutuhan
bimbingan psikolog pada anak. Menurut Myrick (dalam Muro & Kottman, 1995) ada empat
pendekatan yang dapat dirumuskan sebagai suatu pendekatan dalam bimbingan, yaitu
pendekatan krisis, remedial, preventif dan perkembangan. 1. Pendekatan kritis Dalam
pendekatan krisis layanan bimbingan dilakukan bilamana ditemukan adanya suatu masalah
yang krisis yang harus segera ditanggulangi, dan guru atau pembimbing bertindak membantu
anak yang menghadapi masalah tersebut untuk menyelesaikannya. Teknik yang digunakan
dalam pendekatan ini adalah teknikteknik yang secara pasti dapat mengatasi krisis tersebut.
Contoh : seorang anak menangis ketika anak bermain di luar kelas karena tangannya berdarah
dilempar batu oleh teman sebayanya. Guru atau pembimbing yang menggunakan pendekatan
krisis akan meminta anak untuk membicarakan penyelesaian masalahnya dengan teman yang
telah melukainya. Bahkan mungkin guru atau pembimbing segera memanggil anak yang telah
bersalah tersebut untuk menghadap dan membicarakan penyelesaian masalah yang telah
dilakukannya. 2. Pendekatan Remidial Dalam pendekatan remedial, guru atau pembimbing
akan memfokuskan bantuannya kepada upaya penyembuhan atau perbaikan terhadap
kelemahan-kelemahan yang ditampakkan anak. Tujuan bantuan dari pendekatan ini adalah
untuk menghindarkan terjadinya krisis yang mungkin dapat terjadi. Berbagai strategi dapat
digunakan untuk membantu anak, seperti mengajarkan kepada anak keterampilan belajar,
keterampilan bersosial dan sejenisnya yang belum dimiliki anak sebelumnya. Guru atau
pembimbing yang menggunakan pendekatan remedial untuk contoh kasus di atas, akan
mengambil tindakan mengajarkan anak keterampilan berdamai sehingga anak dapat memiliki
keterampilan untuk mengatasi masalah-masalah hubungan antar pribadi. Misal guru atau
pembimbing meminta anak yang telah melempar temannya dengan batu untuk meminta maaf
atas perbuatannya, dan berjanji untuk tidak mengulanginya. Mereka diminta untuk
bersalaman dan bermain kembali. 3. Pendekatan Preventif Pendekatan preventif merupakan
pendekatan yang mencoba mengantisipasi masalah-masalah yang mungkin akan muncul pada
anak dan mencegah terjadinya masalah tersebut. Masalah-masalah pada anak taman kanakkanak dapat berupaperkelahian, pencurian, merusak, menyerang dan sebagainya. Pendekatan
preventif didasarkan pemikiran bahwa jika guru atau pembimbing dapat membantu anak
untuk menyadari bahaya dari berbagai aktivitas itu maka masalah dapat dihindari sebaikbaiknya. Pendekatan preventif ini dapat dilakukan dengan cara menyampaikan informasi
kepada anak tentang akibat dari suatu tindakan tertentu. Dalam contoh kasus di atas, guru
LANDASAN PSIKOLOGI
DALAM PEMBELAJARAN
24
APR
A. Konsep Dasar
1. Pengertian Landasan Psikologi
Psikologi berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani yaitu psyche yang berarti jiwa
dan logos yang berarti ilmu Secara harfiah psikologi dapat diartikan sebagai ilmu tentang jiwa
atau ilmu jiwa. Menurut Branca (dalam Khodijah, 2006) menyatakaan bahwa psikologi sebagai
ilmu tentang perilaku. Woodworth dan Marquis menyatakan bahwa psikologi adalah ilmu
tentang aktivitas individu, baik aktivitas motorik, kognitif maupun emosional. Definisi ini, lebih
bersifat praktis karena langsung mengarah pada aktivitas kongkrit yang dilakukan manusia
sebagai manifestasi kondisi kejiwaannya. Psikologi atau ilmu jiwa yang mempelajari jiwa
manusia, jiwa itu sendiri adalah roh dalam keadaan mengendalikan jasmani yang dapat
dipengaruhi oleh alam sekitar, karena itu jiwa atau psikis dapat dikatakan inti dan kendali
kehidupan manusia yang berada dan melekat dalam manusia itu sendiri (Pidarta, 2007). Dari
pengertian diatas, dapat disimpulkan psikologi adalah ilmu pengetahuan tentang proses mental
dan perilaku seseorang yang merupakan manifestasi atau penjelmaan dari jiwa itu.
Pengertian landasan psikologis merupakan pemahaman terhadap peserta didik yang berkaitan
dengan aspek kejiwaan. Karena merupakan salah satu kunci keberhasilan pendidikan bagi
seorang pendidik. Oleh karena itu, hasil kajian dan penemuan psikologis sangat diperlukan
penerapannya dalam bidang pendidikan.
Pemahaman peserta didik yang berkaitan dengan aspek kejiwaan merupakan salah satu kunci
keberhasilan pendidikan. Oleh karena itu, hasil kajian dan penemuan psiologis sangat diperlukan
penerapannya dalam bidang pendidikan. Misalnya pengetahuan tentang aspek-aspek pribadi,
urutan, dan ciri-ciri pertumbuhan setiap aspek, dan konsep tentang cara-cara paling tepat untuk
mengembangkannya. Untuk itu psikologi menyediakan sejumlah informasi tentang kehidupan
pribadi manusia pada umumnya serta berkaitan dengan aspek pribadi. Individu memiliki bakat,
kemampuan, minat, kekuatan serta tempo, dan irama perkembangan yang berbeda satu dengan
yang lain.
Sebagai implikasinya pendidik tidak mungkin memperlakukan sama kepada setiap peserta didik,
sekalipun mereka mungkin memiliki beberapa persamaan. Penyusunan kurikulum perlu berhatihati dalam menentukan jenjang pengalaman belajar yang akan dijadikan garis-garis besar
program pengajaran serta tingkat keterincian bahan belajar yang digariskan.
Landasan psikologis pendidikan adalah suatu landasan dalam proses pendidikan yang
membahas berbagai informasi tentang kehidupan manusia pada umumnya serta gejala- gejala
yang berkaitan dengan aspek pribadi manusia pada setiap tahapan usia perkembangan tertentu
untuk mengenali dan menyikapi manusia sesuai dengan tahapan usia perkembangannya yang
bertujuan untuk memudahkan proses pendidikan. Kajian psikologi yang erat hubungannya
dengan pendidikan adalah yang berkaitan dengan kecerdasan, berpikit, dan belajar
(Tirtarahardja, 2005).
Menurut Pidarta (2007:194) landasan psikologis pendidikan merupakan suatu landasan dalam
proses pendidikan yang membahas berbagai informasi tentang kehidupan manusia pada
umumnya serta gejala-gejala yang berkaitan dengan aspek pribadi manusia pada setiap tahapan
usia perkembangan tertentu untuk mengenali dan menyikapi manusia sesuai dengan tahapan
usia perkembangannya yang bertujuan untuk memudahkan proses pendidikan.
Landasan psikologis pendidikan juga dapat dimaknai sebagai suatu landasan dalam proses
pendidikan yang membahas berbagai informasi tentang kehidupan manusia pada umumnya
serta gejala-gejala yang berkaitan dengan aspek pribadi manusia pada setiap tahapan usia
perkembangan tertentu untuk mengenali dan menyikapi manusia sesuai dengan tahapan usia
perkembangannya yang bertujuan untuk memudahkan proses pendidikan. Kajian psikologi yang
erat hubungannya dengan pendidikan adalah yang berkaitan dengan kecerdasan, berpikit, dan
belajar (Tirtarahardja, 2005: 106).
Dengan demikian landasan psikologis pendidikan merupakan salah satu landasan yang penting
dalam pelaksanan pendidikan karena keberhasilan pendidik dalam menjalankan tugasnya sangat
dipengaruhi oleh pemahamannya tentang peserta didik. Oleh karena itu pendidik harus
mengetahui apa yang harus dilakukan kepada peserta didik dalam setiap tahap perkembangan
yang berbeda mulai dari bayi hingga dewasa.
Landasan psikologi memberikan sumbangan dalam dunia pendidikan. Kita ketahui bahwa subjek
dan objek pendidikan adalah manusia (peserta didik). Setiap peserta didik memiliki keunikan
masing masing dan berbeda satu sama lain. Oleh sebab itulah, kita sebagai guru memerlukan
psikologi. Dengan adanya psikologi memberikan wawasan bagaimana memahami perilaku
individu dalam proses pendidikan dan bagaimana membantu individu agar dapat berkembang
secara optimal serta mengatasi permasalahan yang timbul dalam diri individu (siswa) terutama
masalah belajar yang dalam hal ini adalah masalah dari segi pemahaman dan keterbatasan
pembelajaran yang dialami oleh siswa. Psikologi dibutuhkan di berbagai ilmu pengetahuan untuk
mengerti dan memahami kejiwaan seseorang.
Psikologi memiliki peran dalam dunia pendidikan baik itu dalam belajar dan pembelajaran.
Pengetahuan tentang psikologi sangat diperlukan oleh pihak guru atau instruktur sebagai
pendidik, pengajar, pelatih, pembimbing, dan pengasuh dalam memahami karakteristik kognitif,
afektif, dan psikomotorik peserta secara integral. Pemahaman psikologis peserta didik oleh pihak
guru atau instruktur di institusi pendidikan memiliki kontribusi yang sangat berarti dalam
membelajarkan peserta didik sesuai dengan sikap, minat, motivasi, aspirasi, dan kebutuhan
peserta didik, sehingga proses pembelajaran di kelas dapat berlangsung secara optimal dan
maksimal.
Pengetahuan tentang psikologi diperlukan oleh dunia pendidikan karena dunia pendidikan
menghadapi peserta didik yang unik dilihat dari segi karakteristik perilaku, kepribadian, sikap,
minat, motivasi, perhatian, persepsi, daya pikir, inteligensi, fantasi, dan berbagai aspek
psikologis lainnya yang berbeda antara peserta didik yang satu dengan peserta didik yang
lainnya. Perbedaan karakteristik psikologis yang dimiliki oleh para peserta didik harus diketahui
dan dipahami oleh setiap guru atau instruktur yang berperan sebagai pendidik dan pengajar di
kelas, jika ingin proses pembelajarannya berhasil (Susilofy, 2013)
1.
Kematangan adalah perubahan yang terjadi pada individu dikarenakan adanya perkembangan
dan pertumbuhan fisik dari biologis, misalnya seorang anak yang beranjak dewasa akan
mengalami perubahan pada fisik dan mentalnya. Sedangkan belajar adalah sbuah proses yang
berkesinambungan dari sebuah pengalaman yang akan membuat suatu individu berubah dari
tidak tahu menjadi tahu (kognitif), dari tidak mau menjadi mau (afektif), dan dari tidak bisa
menjadi bisa (psikomotorik).
Pada seorang anak yang belajar mengendarai sepeda akan terlebih dahulu diberi pengarahan
oleh orang tuanya, lalu anak tersebut mencoba untuk mengendarai sepeda sampai dapat
mengendarai sediri terlepas dari orang tuanya. Proses kematangan dan belajar sangat
menentukan kesiapan belajar pada seorang, misalnya seseorang yang proses kematangan dan
belajarnya baik, akan memiliki kesiapan belajar yang jauh lebih baik dengan seseorang yang
proses kematangannya mengalami perubahan dalam berbagai aspek yang ada pada diri manusia.
Aspek-aspek yang ada pada diri manusia tersebut adalah aspek fisik, mental, emosional, dan
sosial yang saling berkaitan.
Semua manusia akan mengalami perkembngan dengan tingkat perkembangan yang berbeda, ada
yang berkembang dengan cepat, dan ada pula yang berkembang dengan lambat. Namun
demikian dalam proses perkembangan terdapat nilai-nilai inuversal yang dimiliki oleh semua
orang yaitu prinsip perkembangan. Prinsip-prinsip perkembangan tersebut diantaranya sebagai
berikut.
o
o
o
o
o
o
dunia.
o
o
o
o
Menurut Rousseau dalam Dalyono (1997), perkembangan fungsi dan kapasitas kejiwaan manusia
berlangsung dalam 5 tahap. Tahap perkembangan masa bayi (sejak lahir 2 tahun),
perkembangan masa kanak-kanak (2-12 tahun), perkembangan pada masa preadolesen (12-15
tahun), perkembangan pada masa adolesen (15-20) tahun, dan masa pematangan diri (20
tahun). Havighurst (1953), membagi perkembangan individu menjadi empat tahap, yaitu: masa
bayi dan kanak-kanak kecil (6 tahun), masa kanak-kanak (6-12 tahun), masa remaja atau
adolesen (12-18), dan masa dewasa (18 tahun). Selain itu, Havighurst mendiskripsikan
tugas-tugas perkembangan (development taks) yang harus diselesaikan pada setiap tahap
perkebangan sebagai berikut.
1.
Tugas perkembangan masa bayi dan kanak-kanak kecil (6 tahun) meliputi:
2.
Tugas perkembangan masa kanak-kanak (6-12 tahun) terdiri atas:
3.
4.
5.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
1.
2.
3.
4.
1.
2.
1.
2.
3.
1.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
2.
3.
4.
1.
2.
3.
4.
1.
2.
3.
1.
2.
3.
Berteman dekat dengan sebaya, dan berusaha untuk lebih bebas serta emosi tidak stabil.
Mencapai kematangan fisik,
Egosentris hilang dan dapat berpikir abstrak,
Berminat kepada lawan, serta identitas diri mapan.
Implikasi perkembangan individu terhadap perlakuan pendidik (orang dewasa) yang
diharapkan, sebagaimana dikemukakan Yelon dan Weinstei (1977). Implikasi perkembangan
individu terhadap perlakuan pendidik (orang dewasa) yang diharapkan dalam rangka membantu
penyelesaian tugas-tugas perkembangan sebagai berikut ini.
1.
Perlakuan pendidik (orang dewasa) yang diharapkan bagi perkembangan peserta didik
pada masa kanak-kanak kecil yaitu:
Menyelenggarakan disiplin secara lemah lembut secara konsisten,
Menjaga keselaatan tanpa perlindungan yang berlebihan,
Bercakap-cakap dan memberikan respon terhadap pekataan peserta didik,
Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk aktif dan berekplorasi,
Menghargai hal-hal yang dapat dikerjakan peserta didik.
Perlakuan pendidik (orang dewasa) yang diharapkan bagi perkembangan peserta didik
pada masa prasekolah:
Memberikan tanggung jawab dan kebebasan kepada peserta didik secara
berangsur-angsur, dan terus menerus
Latihan harus ditekankan pada koordinasi; kecepatan; mengarangan
keseinbangan, dan lain-lain,
Menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan peserta didik,
Menediakan benda-benda untuk dieksplorasi,
Memberikan kesempatan untk berinteraksi sosial dan kerja kelompok kecil,
Menggunakan program aktif, seperti: bernyanyi dengan bergerak, dan
lain-lain,
Memperbanyak aktivitas berbahasa dalam bercerita.
Perlakuan pendidik (orang dewsa) yang diharapkan bagi perkembangan peserta didik
pada masa kanak-kanak:
Menerima kebutuhan-kebutuhan akan kebebasan anak dan menambah tanggung
jawab anak,
Mendorong pertemanan dengan menggunakan projek-projek dan permainan
kelompok,
Membangkitkan rasa ingin tahu, dan secara konsisten mengupayakan disiplin
yang tegas serta dapat dipahami,
Menghadapkan anak pada gagasan-gagasan dan pandangan-pandangan baru,
Bersama-sama menciptakan aturan dan kejujuran, serta memberikan contoh
model hubungan sosial, dan terbuka terhadap kritik.
Perlakuan pendidik (orang dewasa) yang diharapkan bagi perkembangan peserta didik
pada masa remaja awal:
Memberikan kesempatan berolahraga secara tim dan perorangan, tetapi tidak
mengutamakan tenagafisik yang besar,
Menerima kedewasaan peserta didik, dan memberikan tanggung jawab
berangsur-angsur, serta mendorong kebebasan dan tanggung jawab.
Perlakuan pendidik (orang dewasa) yang diharapkan bagi perkembangan peserta didik
pada masa remaja akhir:
Menghargi pandangan-pandangan, dan menerima kematangan peserta didik;
Memberkan kesempatan luas kepada peserta didik untuk berolahraga dan
bekerja secara cermat,
Memberikan keempatan yang luas untuk pendidikan karir,
Menggunakan kerjasama kelompok untuk memecahkan masalah,
Berkreasi bersama dan nenegakkan berbagai aturan.
1.
2.
3.
4.
5.
2.
1.
2.
3.
4.
5.
1.
2.
3.
1.
2.
3.
4.
5.
4.
1.
2.
5.
1.
2.
3.
4.
5.
1.
1.
2.
3.
4.
5.
1.
o
o
o
1.
Istilah Pragmatisme berasal dari kata Yunani pragma yang berarti perbuatan (action) atau
tindakan (practice). Isme di sini sama artinya dengan isme-isme lainnya, yaitu aliran atau ajaran
atau paham. Dengan demikian Pragmatisme berarti ajaran yang menekankan bahwa pemikiran
itu menuruti tindakan. Pragmatisme memandang bahwa kriteria kebenaran ajaran adalah faedah
atau manfaat. Suatu teori atau hipotesis dianggap oleh Pragmatisme benar apabila membawa
suatu hasil. sebagaimana yang nampak menonjol dalam pandangan William James, terutama
dalam bukunya The Meaning Pragmatisme adalah aliran yang mengukur kebenaran suatu ide
dengan kegunaan praktis yang dihasilkannya uintuk memenuhi kebutuhan manusia. Sedang
penetapan kepuasan manusia dalam pemenuhan kebutuhannya adalah sebuah identifikasi
instinktif.
Identifikasi instinktif dapat menjadi ukuran kepuasan manusia dalam pemuasan hajatnya, tapi
tak dapat menjadi ukuran kebenaran sebuah ide. Maka, Pragmatisme berarti telah menafikan
aktivitas intelektual dan menggantinya dengan identifikasi instinktif. Atau dengan kata lain,
Pragmatisme telah menundukkan keputusan akal kepada kesimpulan yang dihasilkan dari
identifikasi instinktif. Pragmatisme menimbulkan relativitas dan kenisbian kebenaran sesuai
dengan perubahan subjek penilai ide baik individu, kelompok, dan masyarakat dan perubahan
konteks waktu dan tempat. Dengan kata lain, kebenaran hakiki Pragmatisme baru dapat
dibuktikan menurut Pragmatisme itu sendiri setelah melalui pengujian kepada seluruh
manusia dalam seluruh waktu dan tempat. Dan ini mustahil dan tak akan pernah terjadi. Maka,
Pragmatisme berarti telah menjelaskan inkonsistensi internal yang dikandungnya dan menafikan
dirinya sendiri.
Asal-usul Pragmatik dapat dijelaskan bahwa setelah melalui Abad Pertengahan (abad V-XV M)
yang gelap dengan ajaran gereja yang dominan, Barat mulai menggeliat dan bangkit dengan
Renaissance, yakni suatu gerakan atau usaha yang berkisar antara tahun 1400-1600 M untuk
menghidupkan kembali kebudayaan klasik Yunani dan Romawi. Berbeda dengan tradisi Abad
Pertengahan yang hanya mencurahkan perhatian pada masalah metafisik yang abstrak, seperti
masalah Tuhan, manusia, kosmos, dan etika, namun Renaissance telah membuka jalan ke arah
aliran Empirisme. William Ockham (1285-1249) dengan filsafat Gulielmus-nya yang
mendasarkan pada pengenalan inderawi, telah mulai menggeser dominasi filsafat Thomisme,
ajaran Thomas Aquinas yang menonjol di Abad Pertengahan, yang mendasarkan diri pada
filsafat Aristoteles. Ide Ockham ini dianggap sebagai benih awal bagi lahirnya Renaissance.
Semangat Renaissance sesungguhnya terletak pada upaya pembebasan akal dari kekangan dan
belenggu gereja dan menjadikan fakta empirik sebagai sumber pengetahuan, tidak terletak pada
filsafat Yunani itu sendiri. Dalam hal ini Barat hanya mengambil karakter utama pada filsafat
dan seni Yunani, yakni keterlepasannya dari agama, atau dengan kata lain, adanya kebebasan
kepada akal untuk berkreasi. Ini terbukti antara lain dari ide beberapa tokoh Renaissance,
seperti Nicolaus Copernicus (1473-1543) dengan pandangan heliosentriknya, yang didukung oleh
Johanes Kepler (1571-1630) dan Galileo Galilei (1564-1643) . Juga Francis Bacon (1561-1626)
dengan teknik berpikir induktifnya, yang berbeda dengan teknik deduktif Aristoteles (dengan
logika silogismenya) yang diajarkan pada Abad Pertengahan. Jadi, Barat tidak mengambil filsafat
Yunani apa adanya, sebab justru filsafat Yunani itulah yang menjadi dasar filsafat Kristen pada
Abad Pertengahan, baik periode Patristik (400-1000 M) dengan filsafat Emanasi Neoplatonisme
yang dikembangkan oleh Augustinus (354-430), maupun periode Scholastik (1000 1400 M)
dengan filsafat Thomisme yang bersandar pada Aristoteles. Semua filsafat Yunani ini membahas
metafisika, tidak membahas fakta empirik sebagaimana yang dituntut oleh Renaissance. Jadi,
semangat Renaissance itu tidak bersumber pada filsafat Yunaninya itu sendiri, tetapi pada
karakternya yang terlepas dari agama.
LANDASAN PSIKOLOGIS
PENGEMBANGAN KURIKULUM
A. LATAR BELAKANG
Dalam proses pengembangan sebuah kurikulum banyak hal yang perlu diperhatikan, diantaranya
landasan dalam pengembangannya. Landasan pengembangan kurikulum diantaranya, landasan
fisiologis, landasan psikologis, landasan sosial dan budaya, maupun landasan filosofis
pengembangan kurikulum. Dari sekian landasan tadi, saya mencoba mengembangkan dan
memaparkan landasan psikologis dalam pengembangan suatu kurikulum.
Kurikulum sebagai suatu program dan alat untuk mencapai tujuan pendidikan, mempunyai
hubungan dengan proses perubahan perilaku peserta didik. Dalam hal ini kurikulum merupakan
suatu program pendidikan yang berfungsi sebagai alat untuk mengubah perilaku peserta didik
(peserta didik) ke arah yang diharapkan oleh pendidikan. Oleh sebab itu, proses pengembangan
kurikulum perlu memperhatikan asumsiasumsi yang bersumber dalam bidang kajian psikologi.
Landasan psikologis pengembangan kurikulum menuntut kurikulum untuk memperhatikan dan
mempertimbangkan aspek peserta didik dalam pelaksanaan kurikulum sehingga nantinya pada
saat pelaksanaan kurikulum apa yang menjadi tujuan kurikulum akan tercapai secara optimal.
Sehingga unsur psikologis dalam pengembangan kurikulum mutlak perlu diperhatikan.
B. PEMBATASAN MASALAH
Dalam pemaparan makalah ini, beberapa permasalahan yang melatarbelakangi penyusunan
makalah ini, antara lain;
1.
2.
3.
Cabang psikologis apa saja yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kurikulum?
4.
Apa saja implikasi landasan psikologis pada proses pengembangan maupun pelaksanaan
kurikulum?
Psikologi dapat diartikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dalam
hubungan dengan lingkungan[1], pengertian sejenis menyebutkan bahwa psikologi merupakan
suatu ilmu yang berkaitan dengan proses mental, baik normal maupun abnormal dan pengaruhnya
pada perilaku, ilmu pengetahuan tentang gejala dan kegiatan jiwa[2].
Peserta didik merupakan individu yang sedang berada dalam proses perkembangan (fisik,
intelektual, social emosional, moral, dan sebagainya). Tugas utama seorang guru sebagai pendidik
adalah membantu untuk mengoptimalkan perkembangan peserta didiknya berdasarkan tugas
tugas perkembangannya.
Dengan menerapkan landasan psikologi dalam proses pengembangan kurikulum diharapkan dapat
diupayakan pendidikan yang dilaksanakan relevan dengan hakikat peserta didik, baik penyesuaian
dari segi materi/bahan yang harus diberikan/dipelajari peserta didik, maupun dari segi
penyampaian dan proses belajar serta penyesuaian dari unsurunsur upaya pendidikan lainnya.
Pada dasarnya terdapat dua cabang ilmu psikologi yang berkaitan erat dalam proses
pengembangan kurikulum, yaitu psikologi perkembangan dan psikologi belajar. Psikologi
perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu berkenaan dengan
perkembangannya. Dalam psikologi perkembangan dikaji tentang hakekat perkembangan,
pentahapan perkembangan, aspek-aspek perkembangan, tugas-tugas perkembangan individu,
serta hal-hal lainnya yang berhubungan perkembangan individu, yang semuanya dapat dijadikan
sebagai bahan pertimbangan dan mendasari pengembangan kurikulum. Psikologi belajar
merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam konteks belajar. Psikologi
belajar mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar, serta berbagai aspek perilaku
individu lainnya dalam belajar, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan
sekaligus mendasari pengembangan kurikulum[3].
Karakteristik perilaku tiap individu pada tiap tingkat perkembangan merupakan kajian yang
terdapat dalam cabang psikologi perkembangan. Oleh sebab itu, dalam pengembangan kurikulum
yang senantiasa berhubungan dengan program pendidikan untuk kepentingan peserta didik, maka
landasan psikologi mutlak harus dijadikan dasar dalam proses pengembangan kurikulum.
Perkembangan yang dialami oleh peserta didik pada umumnya diperoleh melalui proses belajar.
Guru sebagai pendidik harus mengupayakan cara/metode yang lebih baik untuk melaksanakan
proses pembelajaran guna mendapatkan hasil yang optimal, dalam hal ini proses pembelajaran
mutlak diperlukan pemikiran yang mendalam dengan memperhatikan psikologi belajar.
Psikologi perkembangan diperlukan terutama dalam hal penentuan isi kurikulum yang
diberikan/dipelajari peserta didik, baik tingkat kedalaman dan keluasan materi, tingkat kesulitan
dan kelayakannya serta manfaatnya yang disesuaikan dengan tahap dan tugas perkembangan
Tiap anak diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat, minat, dan
kebutuhannya,
2.
Di samping disediakan pembelajaran yang bersifat umum (program inti) yang harus
dipelajari peserta didik di sekolah, disediakan pula pembelajaran pilihan sesuai minat dan
bakat anak,
3.
Kurikulum selain menyediakan bahan ajar yang bersifat kejuruan juga menyediakan bahan
ajar yang bersifat akademik,
4.
Implikasi lain dari pengetahuan tentang anak sebagai peserta didik terhadap proses pembelajaran
(actual curriculum) dapat diuraikan sebagai berikut;
1.
Tujuan pembelajaran yang dirumuskan secara operasional selalu berpusat pada perubahan
tingkah laku anak didik,
2.
Bahan/materi pembelajaran yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan, minat dan
perhatian anak, bahan tersebut mudah diterima oleh anak,
3.
Strategi pembelajaran yang digunakan harus sesuai dengan tahap perkembangan anak,
4.
Media yang digunakan selalu menarik perhatian dan minat anak didik, dan
5.
Sistem evaluasi berpadu dalam satu kesatuan yang menyeluruh dan berkesinambungan
dari satu tahap ke tahap berikutnya dan dilaksanakan secara terus menerus.
untuk membentuk hubungan stimulus respon seoptimal mungkin. Tokoh utama teori ini
yaitu Edward L. Thorndike yang memunculkan tiga teori belajar yaitu, law of readiness, law of
exercise, dan law of effect. Menurut hukum kesiapan (readiness) hubungan antara stimulus dengan
respon akan terbentuk bila ada kesiapan pada system syaraf individu. Hukum
latihan/pengulangan (exercise/repetition) stimulus dan respon akan terbentuk apabila sering dilatih
atau diulang ulang. Hukum akibat(effect) menyatakan bahwa hubungan antara stimulus dan
respon akan terjadi apabila ada akibat yang menyenangkan.
c. Organismic/Cognitive Gestalt Field
Menurut teori ini keseluruhan lebih bermakna daripada bagian-bagian, keseluruhan bukan
kumpulan dari bagian-bagian. Manusia dianggap sebagai makhluk yang melakukan hubungan
timbal balik dengan lingkungan secara keseluruhan, hubungan ini dijalin oleh stimulus dan respon.
Stimulus yang hadir diseleksi menurut tujuannya, kemudian individu melakukan interaksi
dengannya terus-menerus sehingga terjadi suatu proses pembelajaran. Dalam hal ini guru lebih
berperan sebagai pembimbing bukan sumber informasi sebagaimana diungkapkan dalam
pandangan koneksionisme, peserta didik lebih berperan dalam hal proses pembelajaran, belajar
berlangsung berdasarkan pengalaman yaitu kegiatan interaksi antara individu dengan
lingkungannya. Belajar menurut teori ini bukanlah sebatas menghapal tetapi memecahkan
masalah, dan metode belajar yang dipakai adalah metode ilmiah dengan cara anak didik
dihadapkan pada suatu permasalahan yang cara penyelesaiannya diserahkan kepada masingmasing anak didik yang pada akhirnya peserta didik dibimbing untuk mengambil suatu kesimpulan
bersama dari apa yang telah dipelajari.
Prinsip-prinsip maupun penerapan dari organismic/cognitive gestalt field, antara lain ;
Prinsip ini mempunyai pandangan sebagaimana proses pembelajaran terpadu. Pelajaran yang yang
diberikan kepada peserta didik bersumber pada suatu masalah atau pkok yang luas yang harus
dipecahkan oleh peserta didik, peserta didik mengolah bahan pembelajaran dengan reaksi seluruh
pelajaran oleh keseluruhan jiwanya.
Anak dipandang sebagai makhluk keseluruhan, anak diimbing untuk mendapat pengetahuan,
sikap, dan ketrampilan secara berimbang. Ia dibina untuk menjadi manusia seutuhnya yang
memiliki keseimbangan lahir dan batin antara pengetahuan dengan sikapnya. Seluruh
kepribadiannya diharapkan utuh melalui program pembelajaran yang terpadu.
Proses belajar adalah bekerja, mereaksi, memahami, dan mengalami. Dalam proses pembelajaran
peserta didik harus aktif dengan pengolahan bahan pembelajaran melalui diskusi, Tanya jawab,
kerja kelompok, demonstrasi, survey lapangan, dan sejenisnya
Belajar adalah proses sepanjang masa. Manusia tidak pernah berhenti untuk belajar, hal ini
dilakukan karena faktor kebutuhan. Dalam pelaksanaannnya dianjurkan dalam pengembangannya
kurikulum tidak hanya terpaku pada proses pembelajaran yang ada tetapi mengembangkan proses
pembelajaran yang bersifat ekstra untuk memenuhi kebutuhan peserta didik. Keberhasilan belajar
tidak hanya ditentukan oleh kemampuan anak didik tetapi menyangkut minat, perhatian, dan
kebutuhannya. Dalam kaitan ini motivasi sangat menentukan dan diperlukan.
D. KESIMPULAN
Pengembangan kurikulum yang ada di Indonesia, saat ini telah banyak mengalami perubahan.
Banyak hal yang dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum di suatu negara termasuk
Indonesia. Diantara landasan pengembangan kurikulum yang perlu dipertimbangkan yaitu
landasan psikologi dalam pengembangan kurikulum.
Dalam pengembangan kurikulum aspek psikologi patut dipertimbangkan, pada proses pelaksanaan
kurikulum faktor psikologi dari pebelajar perlu diperhatikan. Psikologi yang dimaksud di sini,
terdapat dua aspek psikologi antara lain; psikologi perkembangan dan psikologi belajar.
Psikologi perkembangan memandang aspek kesiapan peserta didik dalam proses pelaksanaan
kurikulum, beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum perlu
memandang dan memperhatikan faktor psikologi perkembangan dari tiap-tiap peserta didik.
Psikologi belajar merupakan bagian dari psikologi, yang mengkaji bagaimana seseorang melakukan
kegiatan belajar, cara dia menerima suatu rangsang/informasi sehingga terjadi suatu proses
belajar. Terdapat tiga bagian dari psikologi belajar, antara lain; teori disiplin daya/disiplin mental
(faculty theory), behaviorisme, dan organismic/cognitive gestalt field.
DAFTAR PUSTAKA
Desmita. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2005
http://ahmadsudrajat.wordpress.com/2009/08/pengembangan-kurikulum
http://apadefinisinya.blogspot.com/2008/09/landasan-pengembangan-kurikulum.html
http://zularman.wordpress.com/2007/08/04/psikologi-belajar
Papalia, Diane E., et. al. Human Development. Mc. Graw Hill Companies. 2008
Purwanto, Ngalim. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktiscet. kedelapanbelas.Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya. 2007
Pusat Bahasa Depdiknas. Kamus Besar Bahasa IndonesiaEdisi ketiga, cetakan ketiga. Jakarta:
Balai Pustaka. 2005
Sukarman, Dadang. Pengembangan Kurikulum electronic book Kurikulum dan Teknologi
Pendidikan UPI. Bandung: Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan UPI. 2007
Syaodih, Nana. Pengembangan Kurikum: Teori dan Praktek. Bandung: P.T. Remaja Rosdakarya.
1997
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR
BELAKANG
1.2
RUMUSAN
MASALAH
Landasan
Psikolgi
dalam
Pengembangan
Kurikulum?
Psikologi
Belajar
dalam
Pengembangan
1.3
Kurikulum?
TUJUAN
Tujuan penulisan Makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Program Pengembangan Kurikulum di Sekolah Tinggi Agama Hindu (STAH) Dharma
Nusantara Jakarta sekaligus mengetahui dan memahami tentang Landasan
Pengembangan Kurikulum, khususnya dalam Landasan Psikologi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Landasan
Psikologi
Pengembangan
Kurikulum
Psikologi dapat diartikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia
dalam hubungan dengan lingkungan, pengertian sejenis menyebutkan bahwa
psikologi merupakan suatu ilmu yang berkaitan dengan proses mental, baik normal
maupun abnormal dan pengaruhnya pada perilaku, ilmu pengetahuan tentang gejala
dan
kegiatan
jiwa.
Psikologi merupakan salah satu landasan dalam pengembangan kurikulum yang
harus dipertimbangkan oleh para pengembang. Hal ini dikarenakan posisi kurikulum
dalam proses pendidikan memegang peranan yang sentral. Dalam proses
pendidikan terjadi interaksi antar manusia, yaitu antara anak didik dengan pendidik,
dan juga antara anak didik dengan manusia-manusia lainnya. Manusia berbeda
dengan makhluk lainnya karena kondisi psikologisnya. Menurut Nana Syaodih
Sukmadinata (2006 : 50) kondisi psikologis adalah kondisi karakteristik psikofisik
manusia sebagai individu, yang dinyatakan dalam berbagai bentuk perilaku dalam
interaksinya dengan lingkungan. Perilaku-perilaku tersebut merupakan manifestasi
dari ciri-ciri kehidupannya, baik yang nampak maupun yang tidak nampak; baik
perilaku kognitif, afektif maupun psikomotor. Interaksi yang tercipta didalam situasi
pendidikan harus sesuai dengan kondisi psikologis dari anak didik dan pendidik.
Interaksi pendidikan di rumah berbeda dengan di sekolah. Interaksi antara anak
dengan guru pada tingkat sekolah dasar berbeda dengan pada tingkat sekolah
menengah
pertama
dan
atas.
Aspek psikologis anak merupakan salah satu yang harus menjadi perhatian dalam
pengembangan kurikulum. Hal ini karena kurikulum merupakan pedoman untuk
mengantarkan anak didik sesuai dengan harapan dan tujuan pendidikan. Sementara
itu anak didik secara psikologis memiliki keunikan dan perbedaan-perbedaan baik
perbedaan minat, bakat, maupun potensi yang dimilikinya sesuai dengan tahapan
perkembangannya. Pemahaman tentang anak sangat penting bagi pengembang
kurikulum, karena kesalahan pesepsi atau kedangkalan pemahaman tentang anak,
dapat menyebabkan kesalahan arah dan kesalahan praktik pendidikan.
Anak didik merupakan individu yang sedang berada dalam proses perkembangan.
Tugas utama guru adalah membantu mengoptimalkan perkembangan peserta didik
tersebut. Oleh karena itu, melalui penerapan landasan psikologi dalam
pengembangan kurikulum, tiada lain agar upaya pendidikan yang dilakukan dapat
menyesuaikan dengan hakikat peserta didik. Penyesuaian yang dimaksud berkaitan
dengan segi materi atau bahan yang harus disampaikan, penyesuaian dari segi
proses penyampaian atau pembelajarannya, dan penyesuaian dari unsur-unsur
upaya
pendidikan
lainnya.
Dengan menerapkan landasan psikologi dalam proses pengembangan kurikulum
diharapkan dapat diupayakan pendidikan yang dilaksanakan relevan dengan hakikat
peserta didik, baik penyesuaian dari segi materi/bahan yang harus
diberikan/dipelajari peserta didik, maupun dari segi penyampaian dan proses belajar
serta
penyesuaian
dari
unsurunsur
upaya
pendidikan
lainnya.
Pada dasarnya terdapat dua cabang ilmu psikologi yang berkaitan erat dalam proses
pengembangan kurikulum, yaitu psikologi perkembangan dan psikologi belajar.
Psikologi perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu
2.2
Tiap anak diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat, minat,
dan kebutuhannya,
2.
3.
4.
1.
2.
3.
4.
Bahan atau materi yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan, minat dan
perhatian anak, bahan tersebut mudah diterima oleh anak.
3.
4.
5.
2.3
Media yang dipakai senantiasa dapat menarik perhatian dan minat anak.
Sistem evaluasi berpadu dalam satu kesatuan yang menyeluruh dan
berkesinambungan dari satu tahap ke tahap yang lainnya dan dijalankan secara
terus menerus.
Psikologi
Belajar
dalam
Pengembangan
kurikulum
Teori
disiplin
daya/disiplin
mental
(faculty
theory)
Menurut teori ini anak sejak dilahirkan memiliki potensi atau daya tertentu (faculties)
yang masingmasing memiliki fungsi tertentu, seperti potensi/daya mengingat, daya
berpikir, daya mencurahkan pendapat, daya mengamati, daya memecahkan
masalah, dan sejenisnya. Karena itu pengertian mengajar menurut teori ini adalah
melatih peserta didik dalam daya-daya itu, cara mempelajarinya pada umumnya
melalui hafalan dan latihan. Potensipotensi tersebut dapat dilatih agar dapat
berfungsi secara optimal,daya berpikir anak sering dilatih dengan pembelajaran
berhitung misalnya, daya mengingat dilatih dengan menghapal sesuatu. Daya yang
telah terlatih dipindahkan ke dalam pembentukan lain. Pemindahan (transfer) ini
mutlak dilakukan melalui latihan (drill), karena itu pengertian pembelajaran dalam
konteks ini melatih anak didik dalam daya-daya itu, cara pembelajaran pada
umumnya
melalui
hafalan
dan
latihan-latihan
b.
Behaviorisme
Menurut teori ini kehidupan tunduk pada hukum S R (stimulus respon) atau aksireaksi. Menurut teori ini, pada dasarnya belajar merupakan hubungan respon
stimulus. Belajar merupakan upaya untuk membentuk hubungan stimulus respon
seoptimal mungkin. Tokoh utama teori ini yaitu Edward L. Thorndike yang
memunculkan tiga teori belajar yaitu, law of readiness, law of exercise, dan law of
effect. Menurut hukum kesiapan (readiness) hubungan antara stimulus dengan
respon akan terbentuk bila ada kesiapan pada system syaraf individu. Hukum
latihan/pengulangan (exercise/repetition) stimulus dan respon akan terbentuk
apabila sering dilatih atau diulang ulang. Hukum akibat (effect) menyatakan bahwa
hubungan antara stimulus dan respon akan terjadi apabila ada akibat yang
menyenangkan.
Rumpun teori Behavorisme mencakup tiga teori, yaitu teori Koneksionisme atau teori
Asosiasi, teori Kondisioning, dan teori Reinforcement (Operent Conditioning),
Rumpun teori Behaviorisme berangkat dari asumsi bahwa individu tidak membawa
potensi sejak lahir. Perkembangan individu dipengaruhi oleh lingkungan (keluarga,
lembaga
pendidikan,
masyarakat).
Behaviorisme
menganggap
bahwa
perkembangan individu tidak muncul dari hal yang bersifat mental, perkembangan
hanya menyangkut hal yang bersifat nyata yang dapat dilihat dan diamati. Teori
Koneksionisme atau teori Asosiasi adalah teori tentang kehidupan yang tunduk
kepada hukum stimulus-respon atau aksi-reaksi. Belajar pada dasarnya merupakan
hubungan antara stimulus-respon. Belajar merupakan upaya untuk membentuk
hubungan
stimulus-respon
sebanyak-banyaknya.
c.
Organismic/Cognitive
Gestalt
Field
Menurut teori ini keseluruhan lebih bermakna daripada bagian-bagian, keseluruhan
bukan kumpulan dari bagian-bagian. Manusia dianggap sebagai makhluk yang
melakukan hubungan timbal balik dengan lingkungan secara keseluruhan, hubungan
ini dijalin oleh stimulus dan respon. Stimulus yang hadir diseleksi menurut tujuannya,
kemudian individu melakukan interaksi dengannya terus-menerus sehingga terjadi
suatu proses pembelajaran. Dalam hal ini guru lebih berperan sebagai pembimbing
bukan sumber informasi sebagaimana diungkapkan dalam pandangan
koneksionisme, peserta didik lebih berperan dalam hal proses pembelajaran, belajar
berlangsung berdasarkan pengalaman yaitu kegiatan interaksi antara individu
dengan lingkungannya. Belajar menurut teori ini bukanlah sebatas menghapal tetapi
memecahkan masalah, dan metode belajar yang dipakai adalah metode ilmiah
dengan cara anak didik dihadapkan pada suatu permasalahan yang cara
penyelesaiannya diserahkan kepada masing-masing anak didik yang pada akhirnya
peserta didik dibimbing untuk mengambil suatu kesimpulan bersama dari apa yang
telah dipelajari.
Teori Cognitive Gestalt Field atau organismik mengacu kepada pengertian bahwa
keseluruhan lebih bermakna dari pada bagian-bagian, keseluruhan bukan kumpulan
dari bagian-bagian. Manusia dianggap sebagai mahluk organisme yang melakukan
hubungan timbal balik dengan lingkungan secara keseluruhan, hubungan ini dijalin
oleh stimulus dan respon. Teori ini banyak mempengaruhi praktek pengajaran di
sekolah
karena
memiliki
prinsip-prinsip
sebagai
berikut:
a.
Belajar
berdasarkan
keseluruhan
Dalam belajar siswa mempelajari bahan pelajaran secara keseluruhan, bahan-bahan
dirinci ke dalam bagian-bagian itu kemudian dipelajari secara keseluruhan,
dihubungkan satu dengan yang lain secara terpadu. Prinsip ini mempunyai
pandangan sebagaimana proses pembelajaran terpadu. Pelajaran yang yang
diberikan kepada peserta didik bersumber pada suatu masalah atau pkok yang luas
yang harus dipecahkan oleh peserta didik, peserta didik mengolah bahan
pembelajaran dengan reaksi seluruh pelajaran oleh keseluruhan jiwanya.
b.
Belajar
adalah
pembentukan
kepribadian
Anak dipandang sebagai makhluk keseluruhan, anak dibimbing untuk memperoleh
pengetahuan, sikap, dan keterampilan secara berimbang. Ia dibina untuk menjadi
manusia seutuhnya yaitu manusia yang memiliki keseimbangan lahir dan batin
antara pengetahuan dengan sikapnya dan antara sikap dengan keterampilannya.
Seluruh kepribadiannya diharapkan utuh melalui program pembelajaran yang
terpadu.
c.
Belajar
berkat
pemahaman
Menurut aliran Gestalt bahwa belajar itu adalah proses pemahaman. Pemahaman
mengandung makna penguasaan pengetahuan, dapat menyelaraskan sikap dan
ketrampilannya. Ketrampilan menghubungkan bagian-bagian pengetahuan untuk
diperoleh
sesuatu
kesimpulan
merupakan
wujud
pemahaman.
d.
Belajar
berdasarkan
pengalaman
Belajar itu adalah pengalaman. Proses belajar itu adalah bekerja, mereaksi,
memahami dan mengalami. Dalam belajar itu siswa aktif. Siswa mengolah bahan
pelajaran melalui diskusi, tanya jawab, kerja kelompok, demonstrasi, survey
lapangan, karyawisata atau belajar membaca di perpustakaan dan sejenisnya.
e.
Belajar
adalah
suatu
proses
perkembangan
Ada tiga teori yang perlu diketahui guru, yaitu: perkembangan anak merupakan hasil
dari pembawaan, perkembangan anak merupakan hasil lingkungan, dan
perkembangan
anak
merupakan
hasil
keduannya.
f.
Belajar
adalah
proses
berkelanjutan
Belajar itu adalah proses kegiatan interaksi antara dirinya dengan lingkungannya
yang dilakukan dari sejak lahir sampai menginggal, karena itu belajar merupakan
proses berkesinambungan. Manusia tidak pernah berhenti untuk belajar, hal ini
dilakukan karena faktor kebutuhan. Dalam pelaksanaannnya dianjurkan dalam
pengembangannya kurikulum tidak hanya terpaku pada proses pembelajaran yang
ada tetapi mengembangkan proses pembelajaran yang bersifat ekstra untuk
memenuhi kebutuhan peserta didik. Keberhasilan belajar tidak hanya ditentukan
oleh kemampuan anak didik tetapi menyangkut minat, perhatian, dan kebutuhannya.
Dalam kaitan ini motivasi sangat menentukan dan diperlukan.
BAB III
PENUTUP
3.1
KESIMPULAN
Landasan Psikologi ini sangatlah penting untuk dipertimbangkan oleh para
pengembangnya dalam, karena posisi kurikulum dalam proses pendidikan
memegang peranan yang sentral. Dalam proses pendidikan terjadi interaksi antar
manusia, yaitu antara anak didik dengan pendidik, dan juga antara anak didik
dengan manusia-manusia lainnya. Manusia berbeda dengan makhluk lainnya
karena
kondisi
psikologisnya.
Anak adalah sebagai makhluk yang unik dan sangat berpengaruh terhadap
pengembangan kurikulum pendidikan. Setiap anak mempunyai kepribadian
tersendiri, memiliki perbedaan di samping persamaannya, dengan begitu tiap anak
diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat, minat, dan
kebutuhannya. Kurikulum memuat tujuan yang mengandung pengetahuan,
nilai/sikap, dan ketrampilan yang menggambarkan keseluruhan pribadi yang utuh
lahir
dan
bathin.
Dalam psikologi atau teori belajar yang berkembang pada dasarnya dapat
dikelompokkan kedalam tiga rumpun, yaitu Teori disiplin daya/ disiplin mental (faculty
theory), Teori Behaviorisme, dan Teori Organismic/ cognitive gestalt field. Prinsipprinsip maupun penerapan dari organismic/cognitive gestalt field, antara lain: belajar
berdasarkan keseluruhan, belajar adalah pembentukan kepribadian, belajar berkat
pemahaman, belajar berdasarkan pengalaman, belajar adalah suatu proses
perkembangan,
dan
belajar
adalah
proses
berkelanjutan.
DAFTAR
PUSTAKA
Landasan
Kurikulum.
Diunduh
pada
Kamis,
28
Maret
2013
http://riedushine.wordpress.com/tag/landasan-psikologis-pengembangan-kurikulum/
Yuliawati, Lilis. Pentingnya Landasan Psikologi dalam Pengembangan Kurikulum
Tingkat
Satuan
Pendidikan.
Diunduh
pada
kamis,
28
Maret
2013
http://hipkin.or.id/pentingnya-landasan-psikologis-dalam-pengembangan-kurikulumtingkat-satuan-pendidikan/
LANDASAN PSIKOLOGIS
PENDIDIKAN
LATAR BELAKANG
Pendidikan selalu melibatkan kejiwaan manusia, sehingga landasan psikologi
merupakan salah satu landasan yang penting dalam bidang pendidikan. Sementara
itu, keberhasilan pendidik dalam melaksanakan berbagai peranannya antara lain
akan dipengaruhi oleh tentang pemahamannya dalam pendidikan perkembangan
peserta didik. Oleh karena itu agar sukses dalam mendidik, kita perlu memahami
perkembangan, sebab hal ini membantu kita dalam memahami tingkah laku.
Tingkah laku siswa sendiri dipelajari dalam suatu ilmu yang disebut sebagai
psikologi. Psikologi adalah ilmu yang mempelajari jiwa manusia.
Perbedaan individual terjadi karena adanya perbedaan berbagai aspek kejiwaan
antar peserta didik, bukan hanya yang berkaitan dengan kecerdasan dan bakat
tetapi juga perbedaan pengalaman dan tingkat perkembangan, perbedaan aspirasi
dan citacita bahkan perbedaan kepribadian secara keseluruhan. Oleh sebab itu,
pendidik perlu memahami perkembangan individu peserta didiknya baik itu prinsip
perkembangannya maupun arah perkembangannya. Sehingga, psikologi dibutuhkan
di berbagai ilmu pengetahuan untuk mengerti dan memahami kejiwaan seseorang.
Psikologi juga merupakan suatu disiplin ilmu berobjek formal perilaku manusia, yang
berkembang pesat sesuai dengan perkembangan perilaku manusia dalam berbagai
latar.
LANDASAN PSIKOLOGI
Psikologi berasal dari kata Yunani psyche yang artinya jiwa. Logos berarti ilmu
pengetahuan. Jadi secara etimologi psikologi berarti : ilmu yang mempelajari
tentang jiwa, baik mengenai gejalanya, prosesnya maupun latar belakangnya.
Namun pengertian antara ilmu jiwa dan psikologi sebenarnya berbeda atau tidak
sama (menurut Gerungan dalam Khodijah : 2006) karena :
Ilmu jiwa adalah : ilmu jiwa secara luas termasuk khalayan dan spekulasi
tentang jiwa itu.
Ilmu psikologi adalah ilmu pengetahuan mengenai jiwa yang diperoleh secara
sistematis dengan metode-metode ilmiah
Psikologi adalah ilmu yang mempelajari gejala kejiwaan yang ditampakkan dalam
bentuk perilaku baik manusia ataupun hewan yang pemanfaatannya untuk
kepentingan manusia ataupun aktivitas-aktivitas individu baik yang disadari ataupun
yang tidak disadari yang diperoleh melalui suatu proses atau langkah-langkah ilmiah
tertentu serta mempelajari penerapan dasar-dasar atau prinsip-prinsip, metode,
teknik, dan pendekatan psikologis untuk memahami dan memecahkan masalahmasalah dalam pendidikan. Kondisi psikologis adalah kondisi karakteristik
psikofisik manusia sebagai individu, yang dinyatakan dalam berbagai
bentuk perilaku dalam interaksinya dengan lingkungan. Perilaku merupakan
manifestasi dari ciri-ciri kehidupan baik yang tampak maupun tidak tampak
perilaku kognitif, afektif, psikomotor.
LANDASAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN
Psikologi memiliki berbagai cabang, Namun dalam pendidikan lebih memprioritaskan
psikologi perkembangan dan psikologi belajar, karena pendidikan lebih membahas
tentang tingkah laku atau subjek dari peserta didik.
1. Psikologi Perkembangan
Karakteristik perilaku atau pola-pola perkembangan untuk menyesuaikan apa yang
dididik dan bagaimana cara mendidik.
Psikologi perkembangan membahas perkembangan individu sejak masa konsepsi
sampai dengan dewasa (proses belajar dan pematangan) melalui interaksi dengan
lingkungan, meliputi :
Kemampuan belajar melalui persepsi
Mencapai pertimbangan berdasarkan pengalaman
Berpikir imajinatif, kreatif, dan mencari sendiri
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam psikologi perkembangan :
Pendekatan Tahapan
Pendekatan diferensial
Pendekatan ipsatif
Pendekatan Tahapan
Perkembangan individu berjalan melalui tahap-tahap perkembangan. Dari 3
pendekatan yang ada, yang paling banyak dilaksanakan dalam pendidikan
adalah pendekatan tahapan. Pendekatan tahapan ada 2 macam, bersifat
menyeluruh (umum) dan bersifat khusus.
1. Bersifat Menyeluruh
Yang berkembang adalah keseluruhan pribadi yang merupakan kesatuan, totalitas,
dan terintegrasi :
Fisik, motorik
Intelek
Sosial dan bahasa
Crijns (tt)
Umur 0 2
Umur 2 4 :
Umur 5 8 :
Umur 9 13
petualang)
13
: tahun disebut masa Pubertas pendahuluan.
14 18 : tahun disebut masa Puber
19 21 : tahun disebut masa adolesen.
21 tahun ke atas disebut masa dewasa
Umur
Umur
Umur
Umur
1. Bersifat Khusus
Mendeskripsikan salah satu segi atau aspek perkembangan saja sebagai dasar
menyusun tahap-tahap perkembangan anak.
Ada beberapa tokoh yang mengemukakan teori perkembangan yang bersifat
khusus :
Pendekatan diferensial
Pendekatan ini memandang individu-individu itu memiliki kesamaankesamaan dan perbedaan-perbedaan. Atas dasar inilah kemudian individu
dibuat menjadi beberapa kelompok yang berbeda.
Pendekaran ipsatif
Pendekatan yang berusaha melihat karakteristik individual dari individu.
1. Psikologi Belajar
Belajar diartikan terjadinya perubahan perilaku ke arah positif melalui pengalaman.
Perkembangan belajar melalui proses peniruan, pengingatan, latihan, pembiasaan,
pemahaman, penerapan, pemecahan masalah.
Menurut Gagne prinsip belajar dapat dilakukan perubahan yang berkenaan dengan
kapabilitas individu. Sedangkan menurut Hilgard & Bower, perubahan terjadi karena
interaksi dengan lingkungan sebagai reaksi terhadap siatuasi yang dihadapi.
Morris L. Bigge membagi menjadi 3 teori belajar :
Bersifat pasif
Cognitive Gestalt Field (Insight / Gestalt Field, Goal Insight,
Cognitive Field)
Bersifat aktif
1. Psikologi Sosial
Psikologi Sosial adalah psikologi yang mempelajari psikologi seseorang di
masyarakat, yang mengkombinasikan cirri-ciri psikologi dengan ilmu sosial
untuk mempelajari pengaruh masyarakat terhadap individu dan antar individu
(Hollander, 1981).
Pembentukan kesan pertama terhadap orang lain memilki tiga kunci utama
yaitu:
Kepribadian orang itu
Perilaku orang itu
Latar belakang situasi
Menurut Klinger (Savage, 1991) factor-faktor yang menentukan motivasi belajar
adalah:
Minat dan kebutuhan individu
Persepsi kesulitan akan tugas-tugas
Harapan sukses
1. KESIAPAN BELAJAR DAN ASPEK-ASPEK INDIVIDU
Kesiapan belajar secara umum adalah kemampuan seseorang untuk
mendapatkan keuntungan dari pengalaman yang ia temukan. Pelengkap peserta
didik atau warga belajar sebagai subjek garis besarnya dapat dibagi menjadi lima
kelompok yaitu:
b. Jasmani
Keterampilan
Kesehatan
Keindahan tubuh
Referensi :
Pidarta, Made.(2009). Landasan Kependidikan. Jakarta:Rineka Cipta
Sobour, Alex.(2003). Psikologi Umum. Bandung:Pustaka Setia
Winkel, W.S.(1996). Psikologi Pengajaran. Jakarta:Grisindo.
http://arerariena.wordpress.com/2011/03/09/landasan-psikologi-pendidikan/
http://junaedi2008.blogspot.com/2009/01/landasan-psikologi-pendidikan.html
http://amrull4h99.wordpress.com/2009/12/24/landasan-psikologi-pendidikan/
http://lela68.wordpress.com/2009/05/24/tugas-5-bab-6-landasan-psikologi/
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan adalah hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia, dengan
pendidikan manusia dapat memaksimalkan potensi yang ada pada dirinya. Banyak para
pendidik yang memaksakan kehendaknya kepada peserta didik untuk melakukan hal yang
mereka inginkan sedangkan peserta didik sendiri tidak membutuhkanya., maka setiap guru
dituntut untuk memahami teori psikologi pendidikan agar potensi yang ada pada peserta
didik dapat dikembangkan berdasarkan tahap perkembangannya. Banyak para ahli yang
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Landasan Psikologis Pendidikan?
2. Bagaimana situasi Pergaulan Pendidikan setiap individu?
3. Apa saja dimensi dalam proses pendidikan?
4. Apa saja tugas-tugas pokok perkembangan?
5. Bagaimana pemahaman guru terhadap perkembangan pribadi anak?
6. Apa saja teori-teori belajar dalam pendidikan?
7. Apa saja jenis-jenis upaya dalam proses pendidikan?
C. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui pengertian landasan psikologis pendidikan.
2. Untuk mengetahui situasi pergaulan pendidikan pada setiap individu.
3. Untuk megetahui dimensi-dimensi dalam proses pendidikan.
4. Untuk mengetahui apa saja tugas-tugas pokok perkembangan.
5. Untuk memberikan pemahaman kepada guru terhadap perkembangan pribadi anak.
6. Untuk mengetahui teor-teori belajar dalam pendidikan.
7. Untuk mengetahui jenis-jenis upaya dalam proses pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Landasan Psikologis Pendidikan
Proses kegiatan pendidikan melibatkan proses interaksi psikho-fisik dalam sosio-kultural
yang antropologis- filosofis normative. Artinya pendidikan adalah suatu kegiatan yang
menyangkut interaksi kejiwaan antara pendidik dan peserta didik dalam suasana nilai- nilai
budaya suatu masyarakat yang didasarkan pada nilia-nilai kemanusiaan. Pendidikan selalu
melibatkan
aspek-
aspek
yang
tidak
dipisahkan
satu
sama
lain
yaitu
aspek
peserta didik akan secara bertahap menuju kekedewasaan. Karena kedewasaan merupakan
suatu proses yang berkesinambungan, saling berbuhungan terus menerus.
Manusia adalah makluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri, manusia hidup di lingkungan
sesuai dengan aktualisasinya ,keluarga merupakan pendidikan pertama bagi anak yang dapat
mempengaruhi kepribadian anak . misalnya anak hidup di keluarga yang ceria, soleh, akrab
ramai, maka anak akan bersikap seperti itu, dan sebaliknya. Peserta didik itu merupakan
individu yang unik mempunyai potensi dan sikap yang berbeda maka pendidik harus
memahami perkembangannya agar perkembangan anak didik bisa secara tepat, baik
kebutuhannya, cita- cita, dan tujuan hidup.
a. Adanya kemauan yang dapat menguasai hawa nafsu, sehingga manusia dapat
menunda perbuatannya. Kemampuan ini berimplikasi pada kemampuan membuat
perencanaan untuk kegitan yang akan dilakukan.
b. Adanya kesadaran intelektual, sehingga manusia dapat mengembangkan
ilmunya, memecahkan persoalan-persoalan dengan kemampuan logikanya dan kritisisme.
c. Adanya kesadaran diri, yaitu kemampuan menyadari terhadap sifat-sifat yang
ada pada dirinya, menilai diri dan mengembangkan diri.
d. Manusia sebagai makhluk sosial, dapat mengatur hidupnya dengan orang lain,
mengadakan komunikasi, persabatan, perkawinan, dan kehidupan bersama dengan sesama
manusia lain dalam masyarakat.
e. Manusia mempunyai bahasa simbolis
f. .Manusia dapat menyadari nilai-nilai seperti kesusilaan, kebenaran, keadilan,
keindahan, dll.
5. Lapisan mutlak (Absolut), dalam lapisan ini manusia dapat menghayati kehidupan
beragama dan religius, sehingga dapat berkomunikasi dengan Tuhan dan dapat menghayati
nilai-nilai kehidupan manusia yang tertinggi, yaitu kehidupan ketuhannan dan nilai-nilai
keberagamaan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa proses pendidikan dapat berlangsung dalam berbagai jenis
dimensi perilaku, dan menyangkut aspek kognitif yang dapat berlangsung di sekolah, aspek
afektif, religious dan kepribadian yang utuh dapat dilakukan di rumah atau lingkungan
keluarga., sedangkan aspek motorik dapat didapatkan dari koordinasi tubuh.
Adapun tugas perkembangan menurut Robert Havinghurst adalah suatu tugas yang berada
pada tahap kehidupan seseorang yang akan membawa individu kepada kebahagiaan dan
keberhasilan tugas- tugas perkembangan berikutnya, yaitu pada tahap kehidupan tersebut
dijalani dengan berhasil. Sedangkan dalam kegagalan dalam perkembangan dapat
mengakibatkan kehidupan tidak bahagia dan kesulitan- kesulitan lain dalam kehidupannya
kelak.
Tahapan- tahapan perkembngan menurut Erikson yang diadopsi oleh Sikun Pribadi
(1984;156-159) sbb.
1. The sense of trust ( kemampuan mempercayai) kira- kira umur 0-12 bulan.
Kemampuan ini mulai berkembang sejak lahir, karena diliputi oleh suasana yang hangat,
mesra, dan kasih sayang orang tua terhadap anak dan semua anggota keluarga, sehingga
mempercayai bahwa kebutuhan hidupnya terpenuhi. Kemampuan ini merupakan dasar
kepercayaan pada orang lain, diri sendiri, dan percaya bahwa hidup ini penuh dengan
kebaikan.
2. The sence of authonomy ( kemampuan berdiri sendiri) kira-kira umur 1,5-3
tahun. Pada masa ini anak bukan berarti tidak memerlukan orang lain tetapi anak mempunyai
kemauan sendiri serta dapat berdiri sendiri. Seorang pendidik tidak boleh meremehkan anak
dan jangan sampai dipermalukan. Kita harus mendukung perasaan anak bahwa ia adalah
pribadi yang mempunyai harga diri yang harus kita perlakukan adalah menghargai, toleransi
dan memberi penghargaan. Kepribadian anak merupakan pantulan dari orang tuanya, seorang
ibu yang mempunyai jiwa penyayang dan penuh kepercayaan diri maka anak akan percaya
diri secara mantap.
3. The tense of initiative ( kemampuan berprakarsa) kira- kira umur 3,5- 5,5
tahun. Anak pada umur ini ingin menemukan kemampuan yang tersimpan dalam dirinya. Dia
ingin melakukan kebebasan untuk mengetahui sesuatu hal dengan cara meniru, dan
bereksplorasi dan mengembangkan daya fantasinya, dalam hal ini anak membutuhkan
dukungan, motivasi, bukan kritikan atau penekanan.
4. The tense ofaccomplisment ( kemampuan menyelesaikan tugas) kira- kira
umur 6-12 tahun. Anak ada keinginan dalam dirinya untuk meyelesaikan tugas, sehingga
anak akan kelihatan rajin, aktif, maka sebagi pendidik kita harus bisa menjaga perasaanya
agar anak tidak rendah diri dan merasa tidak berprestasi dan sikap putus asa.
Selain itu, jika anak merasa kurang nyaman terhadap sesuatu dia akan menangis. Pada anak
juga telah ada instink meniru yaitu anak suka meniru perbuatan ibunya, misal menirukan kata
kata mama dan papa. Ada juga instink refleks yang dibawa sejak lahir misal refleks biji mata,
lutut, terkejut, menggenggam, jari kaki dll. Selain instink releks, anak usia 0-1 tahun juga
memiliki kemampuan untuk belajar. Bayi dapat meningkatkan keterampilan-keterampilan
yang menyangkut gerak-gerik badan dan anggota tubuh lainnya seperti tangan dan kakinya.
Dia juga dapat belajar memegang benda, berbaring dengan sisi badannya, merangkak, duduk,
berdiri, menelungkup, dll. Belajar pada anak juga bisa dalam bentuk pembiasaan misalnya
tidur, makan, bangun pada waktu dan tempat tertentu.
Dalam hal yang berkaitan dengan psikis anak dapat dilihat dengan adanya kesadaran
sensorik, artinya anak dapat mereaksi terhadap rangsangan luar melalui alat indranya
yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan dan cita rasa. Anak juga dilengkapi
dengan potensi perkuasan dunia yaitu dengan penjelajahan ruang. Saat anak sudah mulai
belajar berjalan, ia dapat mengenali tempat dan lingkungan sekitar, mereka dapat menemukan
benda, orang/hal-hal lain yang akalnya tidak dipahami oleh anak.
adanya perkembangan bahasa pada anak. Apabila pada usia ini anak belum belajar
bercakap/berjalan, ada indikasi anak tersebut terhambat perkembangannya.
2. Masa kanak-kanak (3-5 tahun)
Disebut juga masa peralihan dari masa bayi ke masa anak sekolah (pra sekolah). Biasanya
anak yang dimasukan ke TK/TPA terlebih dahulu, maka jiwanya telah matang untuk
bersekolah. Seorang ahli benama Kohnstamm menyebut periode ini dengan periode estetis
yang berarti keindahan karena pada periode ini anak mempunyai 3 ciri khas yang tidak
terdapat pada periode lain yaitu : perkembangan emosi, kegembiraan hidup, kebebasan dan
adaptasi. Ketiga ciri itu berkembang dengan berbagai bentuk ekspresi seperti permainan,
dongeng, nyanyian dan menggambar. Masa yang bebas dan gembira merupakan unsur yang
penting dalam kehidupan anak. Masa ini merupakan reaksi yang dapat mengimbangi
kehidupan intelektual dalam mencari daya guna dari segala kehidupan manusia. Seperti yang
dikemukakan oleh J.J Rousseau dari Prancis bahwa masa kanak-kanak adalah masa bahagia
sebagai hak setiap anak dalam susasana kebebasan dan kegembiraan hidup. Dengan
mengembangkan keempat jenis
Selain itu pada periode ini terjadi perkembangan daya pengindraan meliputi pembedaan
warna, pendengaran termsuk nyanyian meraba, mencium, mencicipi dsb. Juga terjadi
perkembangan bahasa yang mempunyai 3 fungsi yaitu untuk menyatakan isi hati dan
perasaan, mengadakan komunikasi dengan oranglain, dan sebagai fungsi berpikir. Fungsi
bahasa sebagai alat berpikir adalah fungsi yang paling sulit karena menggunakan symbolsimbol dan lambang. Oleh karena itu pembelajaran yang dimulai sejak kanak-kanak
merupakan cara yang paling efektif dalam rangka mengembangkan daya piker, berimajinasi,
kreasi sosial dan emosi. Pada masa kanak-kanak anak sedang berada pada periode egosentris
dan ceria.
3. Masa Sekolah (6-12 tahun)
Menurut Kohnstamm periode ini disebut perode intelektual karena sebagian besar
waktunya dipergunakan untuk pengembangan kemampuan intelektualnya. Anak pada usia ini
telah ada pada sekolah dasar yang mulai belajar tentang alam dan masyarakat. Minat pada
periode ini disebut periode objektif yang perhatiannya lebih ditujukan kepada dunia
kenyataan yang dianalisis dan memahami adanya hubungan sebab akibat. Anak pada usia ini
mudah melaksanakan tugas yang kita berikan dan bila mereka berada pada lingkungan yang
penuh pengertian, maka dia akan mudah beajar berbagai kebiasaan misalnya tidur dan
bangun tepat waktu. Pada usia ini anak juga mudah diajak bekerja sama dan patuh. Jika pada
usia ini terjadi kesalahan pemberian pendidikan maka akan timbul berbagai masalah perillaku
seperti mengompol, berbohong, nakal, suka berkelahi, tidak naik kelas dll.
4. Masa Remaja ( pubertas dan Adolensi)
Pubertas adalah periode antara 12-15 tahun saat anak duduk di sekolah lanjutan pertama.
Sesudah itu tiba waktu adolensi sampai usia 21 tahun saat anak sudah memasuki Perguruan
Tinggi. Nah pada periode ini anak sudah mulai menunjukkan sifat-sifat kedewasaan, lebih
stabil, lebih besar tanggung jawabnya, tertarik pada pekerjaan dan cita-cita yang mantap.
Prestasi sekolah yang baik akan membawa stabilitas kepribadian anak yang lebih matap,
sebaliknya bila terjadi kegagalan dalam sekolah akan menimbulkan berbagai jenis masalah
dan tidak sesuai perilaku.
Kohnstamm menyebut periode ini dengan periode :
a. Periode sosial karena anak mulai memilki minat terhadap hal-hal
Kemasyarakatan.
Guru harus memilki rancangan materi yang memungkinkan anak dapat mengembangkan
kesadaran terhadap masalahnya sendiri. Guru mempunyai peranan penting dalam aktifitas
belajar mengajar yaitu guru harus lebih aktif dalam kegiatan belajar mengajar, memilih
materi belajar,dan menciptakan situasi belajar, sehingga anak terlibat secara aktif.
Peranan guru dalam proses belajar mengajar berdasarkan teori Piaget :
Merancang program menata lingkungan yang kondusif, memilih materi pembelajaran, dan
mengendalikan aktifitas murid untuk melakukan inkuiri dan interaksi dengan ligkungan
Mendiagnosa tahap perkembangan murid, menyajikan permasalahan kepada murid yang
sejajar dengan tingkat perkembangannya
Mendorong perkembangan murid kea rah perkembangan berikutnya dengan cara
memberikan latihan, bertanya dan mendorong murid untuk melakukan eksplorasi.
Redja Mudyahardo mengemukakan bahwa pengaruh teori belajar kognitif terhadap
pendidikan adalah sebagai berikut:
a. Individuslisasi: perlakuan individual di dasarkan pada tingkat perkembangan anak
b. Motivasi: motivasi belajar bersifat instrinsik.
c. Metodologi: menggunakan kurikulum dan metode yang mengembangkan keterampilan dasar
berfikir dan bahan pelajaran
d. Tujuaan kulikuler: memusatkan diri pada kemampuan secara keseluruhan
e. Bentuk pengelolaan kelas: berpusat pada anak
f. Efektifitas pengajaran: disusun dalam bentuk pengetahuan yang terpadu, konsep dan
keteram[pilan dirancang secara hierarkis
g. Partisipasi siswa: siswa dituntut untuk melakukan pengembangan kemampuan berfikir dan
melalui belajar dan bekerja
h. Kegiatan belajar siswa: mengutamakan metode tilikan dan pemahaman
i. Tujuan umum pendidikan: mengembangkan fungsi-fungsi kognitif secara optimal
2. Teori psikologi humanistik
Tokoh yang mempelopori teori ini adalah Abraham H.maslow dan carl R. Rogers menurut
aliran ini bahwa perilaku manusia itu ditentukan oleh dirinya sendiri, faktor internal, dan
bukan oleh kondisi lingkungan ataupun pengetahuannya. Manusia yang mencapai punck
perkembangannnya adalah yang mampu mengaktualisasikan dirinya, mengembangkan
potensinya, dan merasa dirinya itu utuh, bernakna, dan berfungsi (full functioning person)
Carl R. Rogers dalam dasar- dasar kependidikan mengemukakan prinsip- prinsip belajar
yaitu:
a. Manusia mempunyai dorongan untuk belajar, ingin tau, melakukan eksplorasi, dan
mengasimilasi pengalaman baru
b. Belajar akan bermakna bila yang dipelajari itu relevan dengan kebutuhan anak.
c. Belajar di perkuat dengan mengurangi ancaman eksternal seperti hukuman, merendahkan
murid.dsb.
d. Belajar dengan insiatif sendiri akan melibatkan keseluruhan pribadi
e. Sikap berdiri sendiri, kreatifitas dan percaya diri diperkuat dengan penilaian diri sendiri.
Pandangan kaum humanistik tentang proses belajar mengimplikasikan perlunya penataan
prioritas kegiatan pendidikan dan peranan guru.Pendidikan yang bersifat humanistik
menekankan pada pertumbuahan yang seimbang antara kognitif dan afektif dari pada isi yang
dipelajari, peran guru lebih pada sebagai fasilitator yang menurut Carl R. Rogers memiliki
tugas yaitu :
a. Membantu menciptakan iklim kelas yang kondusif
b. Membantu siswa mengklasifikasikan tujuan belajar
c. Membantu siswa mengembangkan dorongan dan tujuannya sebagai kekuatan untuk belajar
d. Menyediakan sumber-sumber belajar.
Menurut Carl R. Rogers menyarakan beberapa teknik untuk membantu guru menciptakan
iklim kelas yang memungkinkan terjadinya proses belajar bermakna yaitu:
a. Terimalah kondisi siswa sebagai mana apa adanya.
b. Kenali dan biua minat siswa
c. Usahakan sumberbelajar yang dapat diperoleh siswa dan memungkinkan siswa dapat
memilih dan menggunakannyaGunakan pendekatan Discovery
d. Tekankanlah pentingnya penilaian diri sendiri dan biarkan siswa mengambil tanggung jawab
untuk memenuhi tujaunnya itu.
Redja Mudyahardjo menguraikan tentang pengaruh teori belajar humanistic terhadap
pendidikan
a. Individualisasi: Perlakuan individual didasarkan pada kebutuhan dan perkembangan
individualitas/kepribadian anak;
b. Motivasi: belajar bersifat instinktif dan menekankan pada pemuassan kebutuhan individu;
Pengajaran berprogram
Menurut Redja Mudyahardjo, pengaruh teori behaviorisme terhadap pendidikan, yaitu:
harapan masyarakat maka akan dianggap sebagai guru yang tidak patut, tidak layak jadi
panutan, dsb.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Landasan Psikologis Pendidikan adalah kajian
tentang dasar- dasar psikologi yang dapat menjadi landasan teori maupun praktek pendidikan.
Dalam praktek pendidikan ini seorang guru terlebih dahulu harus mengetahui dan mengenal
tentang situasi pergaulan pendidikan yang akan terjadi pada setiap individu, be bera dimensi
dalam proses pendidikan, tugas-tugas pokok perkembangan, pemahaman terhadap
perkembangan pribadi anak, teori-teori belajar dalam pendidikan, dan jenis-jenis upaya
pendidikan, agar guru tersebut ketika dia terjun ke dalam bisa mengatasi berbagai
permasalahan-permasalahan yang terjadi pada anak didiknya sehingga potensi-potensi yang
ada pada diri anak dapat dibantu untuk dikembangkan.
B. Saran
Makalah yang kami buat ini masih banyak kekuranggannya, dan masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu Kami mohon kritik, saran serta masukan-masukan dari rekanrekan yang membaca makalah kami, agar kedepannya dalam pembuatan makalah kami bisa
lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Dahlan, MD. (1984). Model-Model Mengajar; Beberapa Alternatif Interakasi Belajar. Bandung: CV.
Diponegoro.
Joyce, Bruce and Weil, Marsha. (1980). Models of Teaching. Englewood Clifs: Prentice Hall
International.
Noor, Madjid. (1987). Filsafat dan Teori Pendidikan. Bandung: Subkoordinar Mata Kuliah Filsafat
dan Teori Pendidikan, Falsafat Ilmu Pendidikan, IKIP Bandung.
Pribadi, Sikun. (1984). Landasan Kependidikan. Bandung: Jurusan Filsafat dan Sosiologi Pendidikan
IKIP Bandung.
Yelon, L. Stephen and Weinsten, W. Grace. (1977). A Teacher World; Psychology in the Classroom.
Aucland, Bogota, etc., McGraw-Hill Kogakusha.