Anda di halaman 1dari 20

REFERAT

STUNTING

Oleh:
Hanan Lutfi Dzulfikar
41171396100082

Pembimbing:
DR. Dr. Lanny Christine Gultom, Sp.A(K)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI
FK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019
2

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Alhamdulillah puji syukur ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas presentasi kasus ini. Shalawat serta salam
senantiasa kita junjungkan untuk nabi besar kita Nabi Muhammad SAW, semoga
rahmat dan hidayah-Nya selalu tercurah kepada kita semua.
Saya ucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah mendukung untuk
terselesaikannya tugas presentasi kasus ini, sehingga dapat di selesaikan pada
waktunya terutama kepada:
1. DR. Dr. Lanny Christine Gultom, SpA (K), selaku pembimbing referat ini,
2. Seluruh konsulen, dokter Program Pendidikan Dokter Spesialis, bidan, perawat
serta staf SMF Kandungan dan Kebidanan RSUP Fatmawati,
3. Teman-teman ko-asisten Kepanitraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak dan Remaja
RSUP Fatmawati atas dukungannya,
Laporan ini masih masih belum sempurna sehingga dibutuhkan kritik dan
saran yang membangun untuk saya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi kami yang sedang
menempuh pendidikan dan bagi masyarakat pada umumnya.

Jakarta, 4 April 2019

Penulis
3

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI......................................................................................................….3
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................….4
BAB II ISI…...…………………………………………..………………………..5
BAB III KESIMPULAN........................................................................... ……..19
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................20
4

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Stunting atau perawakan pendek merupakan salah satu indikator status gizi
kronis yang menggambarkan terhambatnya pertumbuhan karena malnutrisi jangka
panjang, yang dipengaruhi banyak faktor dan determinan, termasuk antenatal,
infeksi intrauterine dan malnutrisi postnatal. Stunting pada masa kanak banyak
memiliki konsekuensi fungsional, kognisi yang buruk, kurangnya produktivitas,
peningkatan risiko penyakit yang berhubungan dengan gizi buruk.
Stunting atau pendek pada balita merupakan permasalahan gizi global. Selama
tahun 2013, United Nations International Children's Emergency Fund (UNICEF,
2015) mencatat terdapat 25% balita di dunia mengalami stunting. Prevalensi
stunting pada umumnya menurun di seluruh dunia. WHO melaporkan bahwa antara
tahun 1990 dan 2000, prevalensi global stunting pada anak-anak turun dari 34%
menjadi 29%. Namun, di Afrika Timur, jumlah anak dengan stunting meningkat
pada periode ini dari 40 juta menjadi 45 juta. Stunting didefinisikan oleh WHO 2
standar deviasi di bawah nilai z untuk tinggi badan menurut umur. Anak-anak yang
underweight atau stunting mungkin tidak menunjukkan catch-up growth di masa
kecil, dengan demikian mereka membawa risiko kesehatan yang buruk ke dalam
kehidupan saat dewasa. Di beberapa negara, Afrika Selatan misalnya, anak-anak
yang stunting hidup berdampingan dengan mereka yang overweight atau obesitas.
Perawakan pendek sebagai akibat dari suatu kondisi penyakit dapat memiliki
implikasi lain, misalkan dapat diiringi dengan gangguan perkembangan, gangguan
fungsi kognitif, hingga pada beberapa kasus memiliki mortalitas yang tinggi
tergantung penyakit yang mendasari.
5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fisiologi Pertumbuhan.


Pertumbuhan didefinisikan sebagai bertambahnya massa, jumlah, dan

ukuran sel, organ hingga tingkat individu. Sehingga dapat diukur

menggunakan satuan baku berupa Panjang, berat serta umur tulang.

Pertumbuhan telah terjadi sejak terbentuknya embrio, dan akan terus

berlanjut sampai seorang individu dewasa.

Laju pertumbuhan masing masing individu sangat bervariasi, hal ini

disebabkan banyaknya faktor yang berpengaruh pada pertumbuhan. Pada

masa neonatus sampai dengan pubertas, pertumbuhan individu biasanya

tampak signifikan, hingga setelah melewati laju puncaknya, pertumbuhan

akan melambat dan akhirnya berhenti. Peningkatan laju pertumbuhan

umumnya terjadi 2 kali, yaitu pada neonatus dan pada usia pubertas.

Gambar 2.1 Kurva Pertumbuhan Normal.

Sumber : Sherwood L. Human Physiologi : From Cell to System 8th ed.

2014.
6

Penyimpangan pada pola pertumbuhan dapat bersifat non spesifik atau

dapat menjadi indicator penting adanya kelainan kronik dan serius.

Terutama pada anak, gangguan pertumbuhan dapat bermakna adanya

gangguan kesehatan baik akut maupun kronik sejak dalam kandungan.

2.1.2 Faktor yang memengaruhi pertumbuhan.

Proses pertumbuhan bersifat multi factorial, beberapa hal yang

memengaruhi pertumbuhan antaranya :

1. Hormonal.
Hormonal merupakan salah satu faktor yang paling banyak berpengaruh
dalam proses pertumbuhan, utamanya growth hormone (GH). Hormone
hormone lainnya yang turut memiliki peran antara lain hormone tiroid,
insulin serta hormon seks yang berperan pada pertumbuhan sekunder.
a. GH
GH merupakan hormone yang diproduksi di pituitary anterior. Selain
berperan sebagai hormone utama pertumbuhan, GH juga banyak
berperan pada metabolism karbohidrat, lemak dan protein di hati,
otot, dan sel adiposa.
Pada pertumbuhan, GH memengaruhi pertumbuhan melalui peptida
bernama insulin-like growth factor (IGF). IGF terdiri dari IGF – I
dan IGF – II. Yang paling banyak berperan untuk pertumbuhan
adalah IGF – 1 yang banyak diproduksi di hepar. IGF – I merangsang
proliferasi dan hipertrofi kondrosit. Kondrosit yang bertambah besar
akan terdorong kearah diafisis, dibantu oleh adanya proliferasi
kondrosit di lempeng epifisis. Bersamaan dengan maturase
kondrosit, terjadi maturasi ekstraselular berupa deposit garam
kalsium. Osteosit yang kekurangan O2 selanjutnya mengalami
apoptosis dan akan difagosit oleh osteoklas, bersamaan dengan
pergerakan osteoblast kearah matriks tulang yang kosong. Dengan
adanya osteoblast yang menyelimuti bagian dalam tulang, terjadilah
proses ossifikasi dengan deposisi material tulang. Pergerakan dari
osteoblast akan diiringi dengan proliferasi vascular, dan diteruskan
melalui kanalikuli.
7

Gambar 2.2 Proliferasi dan Ossifikasi tulang Panjang


Sumber : Sherwood L. Human Physiologi : From Cell to System 8th
ed. 2014.

Pada usia dewasa, aktifnya hormone seks yang komponen utamanya


adalah steroid, mengakibatkan terjadinya ossifikasi lempeng epifisis,
sehingga proses pertumbuhan tulang Panjang terhenti.
Sekresi GH oleh kelenjar hipofisis diatur oleh hipotalamus melalui
growth hormone-releasing hormone (GHRH) dan growth hormone-
inhibiting hormone (GHIH atau somatostatin). Keduanya bekerja
pada reseptor protein G yang berhubungan dengan second messanger
cAMP. Selain diatur melalui aksis hipotalamus – hipofisis, sekresi
GH juga diatur oleh feedback yang berpengaruh di hipotalamus
maupun langsung pada hipofisis. Beberapa faktor yang meningkatan
sekresi GH antaranya : irama diurnal, stress, exercise, kadar gula
darah rendah, peningkatan asam amino dalam darah, hormone
ghrelin dan turunnya asam lemak dalam darah.
8

Gambar 2.3 Kontrol sekresi GH.


Sumber : Sherwood L. Human Physiologi : From Cell to System 8th
ed. 2014.
b. Hormon tiroid.
Hormone tiroid memiliki peran yang penting namun tidak secara
langsung bekerja pada pertumbuhan. Tiroid berperan sebagai
hormone yang ‘mengizinkan’ untuk terjadinya pertumbuhan,
sehingga GH hanya akan dapat berpengaruh bila ada hormone tiroid.
c. Insulin.
Insulin berperan sebagai promotor dalam pertumbuhan. Defisiensi
insulin dapat menghambat pertumbuhan, sebaliknya peningkatan
insulin dapat meningkatkan laju pertumbuhan. Insulin berperan
melalui mekanisme sintesis protein. Serta diduga bekerja dengan
9

berikatan pada reseptor IGF – I dimana memiliki struktur yang


hampir sama dengan reseptor insulin.
d. Hormone seks steroid.
Hormone seks steroid berpran penting dalam perkembangan
pubertas dan ciri seks primer dan sekunder. Namun akan
menghentikan pertumbuhan dengan mekanisme ossifikasi lempeng
epifisis. Hormon yang utama adalah androgen pada laki – laki dan
esterogen pada perempuan.
2. Nutrisi.
dalam proses pertumbuhan dibutuhkan nutrient, utamanya protein dalam
jumlah yang cukup agar dapat mengakomodasi proliferasi sel. Jumlah
karbohidrat juga diperlukan sebagai sumber energi sel. Kadar
mikronutrien pun harus mencukupi. Anak anak dengan malnutrisi
umumnya akan mengalami hambatan pertumbuhan.
3. Faktor genetik.
Faktor genetic berpengaruh pada pertumbuhan maksimal yang dapat
dicapai seorang individu.
4. Bebas dari penyakit kronik dan kondisi stress.
Postur pendek pada beberapa kasus merupakan hasil dari kortisol yang
diproduksi di korteks adrenal sebagai hasil dari stress kronik. Kortisol
bekerja melalui beberapa cara, seperti : pemecahan protein, inhibisi
sekresi GH dan inhibisi pertumbuhan tulang panjang.

2.2 Stunting
2.2.1 Definisi stunting
Perawakan pendek atau stunting merupakan suatu terminologi untuk
tinggi badan yang berada dibawah persentil 3 atau -2 SD pada kurva
pertumbuhan normal yang berlaku pada populasi tersebut. Tinggi badan
menurut umur (TB/U) dapat digunakan untuk menilai status gizi masa
lampau, ukuran panjang badan dapat dibuat sendiri, murah dan mudah
dibawa. Sedangkan kelemahannya adalah tinggi badan tidak cepat naik
sehingga kurang sensitif terhadap masalah gizi dalam jangka pendek.
2.2.2. Epidemiologi.
Stunting atau pendek pada balita merupakan permasalahan gizi
global. Selama tahun 2013, United Nations International Children's
10

Emergency Fund (UNICEF) mencatat terdapat 25% balita di dunia


mengalami stunting, di Afrika 37%, Asia Selatan 38%, sedangkan di Asia
Tenggara, 3 negara dengan prevalensi balita pendek tertinggi yaitu di Timor
Leste (58%), Kamboja (41%), dan Indonesia (37%). Pembangunan
berkelanjutan dimulai dengan populasi yang sehat dan berpendidikan, tetapi
begitu banyak anak-anak Indonesia yang lahir dalam keadaan yang
berkekurangan. Rata-rata, 37% anak-anak di bawah usia lima tahun
menderita malnutrisi dalam bentuk pengerdilan dan 1 dari 3 balita di
Indonesia mengalami stunting
2.2.2 Diagnosis stunting
Penentuan perawakan pendek, dapat menggunakan beberapa standar
antara lain Z-score baku National center for Health Statistic/center for
diseases control (NCHS/CDC) atau Child Growth Standars World Health
Organization (WHO) tahun 2005. Kurva (grafik) pertumbuhan yang
dianjurkan saat ini adalah kurva WHO 2005 berdasarkan penelitian pada
bayi yang mendapat ASI ekslusif dari ibu yang tidak merokok, yang diikuti
dari lahir sampai usia 24 bulan dan penelitian potong lintang pada anak usia
18-71 bulan, dengan berbagai etnis dan budaya yang mewakili berbagai
negara di semua benua. Kurva NCHS dibuat berdasarkan pertumbuhan bayi
kulit putih yang terutama mendapatkan susu formula. Beberapa penelitian
menunjukkan proporsi perawakan pendek pada anak lebih tinggi dengan
menggunakan kurva WHO 2005 dibandingkan NCHS/CDC sehingga
implikasinya penting pada program kesehatan. Klasifikasi status gizi pada
anak, baik laki–laki maupun perempuan berdasarkan standar WHO 2005
dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2. Klasifikasi Stunting


Indeks Ambang batas Status gizi

TB/U > +2 SD Perawakan tinggi

-2SD s/d +2SD Normal

-3SD s/d < -2SD Perawakan pendek

< -3SD Perawakan sangat pendek


11

2.2.3 Penyebab stunting


Terdapat beberapa penyebab perawakan pendek diantaranya dapat
berupa varian yang diturunkan (familial), penyakit endokrin, kromosomal,
penyakit kronis, malnutrisi, riwayat pemberian ASI sebelumnya, dan status
sosial ekonomi keluarga.

2.2.3.1 Varian Normal Short Stature.

a. Familial short stature.

Merupakan varian normal yang paling sering ditemukan. Pada kasus ini

individu memiliki kecepatan pertumbuhan yang rendah sepanjang masa

hidupnya. Pada varian familial, bone age individu akan sesuai dengan usia

kronologis, dan tinggi badan relative lebih pendek dibanding dengan

teman sebayanya.

b. Constitutional delayed of growth and puberty.

Pada varian ini, individu akan memiliki tinggi yag pendek pada masa

kanak – kanak tetapi tinggi usia dewasa relative normal. Pada varian ini,

akan terjadi keterlambatan awitan pubertas. Penurunan laju pertumbuhan

biasanya terjadi pada usia 3 – 6 bulan yang normalnya terjadi pada anak

usia ini, namun akan terjadi pemanjangan. Abnormalitas pubertas perlu

diselidiki lebih lanjut, meski pada sebagian besar normal. Pertumbuhan

pubertas dianggap normal jika pada anak perempuan budding payudara

terjadi pada usia kurang dari 14 tahun atau menarke terjadi pada usia

kurang dari 16 tahun. Anak perempuan yang belum menarke pada usia 16

tahun biasanya akan lebih pendek disbanding teman sebayanya pada usia

12 – 13 tahun.

c. Idiopathic short stature.

d. Small for gestational age infants with catch up growth.


12

2.2.3.2 Kelainan patologis


Perawakan pendek patologis dibedakan menjadi proporsional dan
tidak proporsional. Perawakan pendek proporsional meliputi malnutrisi,
penyakit infeksi/kronik dan kelainan endokrin seperti defisiensi hormon
pertumbuhan, hipotiroid, sindrom cushing, resistensi hormon pertumbuhan
dan defisiensi IGF-1. Perawakan pendek tidak proporsional disebabkan oleh
kelainan tulang seperti kondrodistrofi, displasia tulang, Turner, sindrom
Prader-Willi, sindrom Down, sindrom Kallman, sindrom Marfan dan
sindrom Klinefelter.

1. Infeksi kronis
Penyakit infeksi akut akibat infeksi sistemik seperti penumonia,
diare persisten, disentri dan penyakit kronis seperti kecacingan
mempengaruhi pertumbuhan linear. Infeksi akan menyebabkan asupan
makanan menurun, gangguan absorpsi nutrien, kehilangan mikronutrien
secara langsung, metabolisme meningkat, kehilangan nutrien akibat
katabolisme yang meningkat, gangguan transportasi nutrien ke jaringan.
Pada kondisi akut, produksi proinflamatori seperti cytokin berdampak
langsung pada remodeling tulang yang akan menghambat pertumbuhan
tulang.

2. Defisiensi hormon
Growth hormon (GH) atau hormon pertumbuhan merupakan hormon
esensial untuk pertumbuhan anak dan remaja. Hormon tersebut dihasilkan
oleh kelenjar hipofisis akibat perangsangan dari hormon GH-releasing
faktor yang dihasilkan oleh hipotalamus. GH dikeluarkan secara episodik
dan mencapai puncaknya pada malam hari selama tidur.
GH berefek pada pertumbuhan dengan cara stimulasi produksi insulin-
like growth faktor 1 (IGF-1) dan IGF-3 yang terutama dihasilkan oleh hepar
dan kemudian akan menstimulasi produksi IGF1 lokal dari kondrosit.
Growth hormon memiliki efek metabolik seperti merangsang remodeling
tulang dengan merangsang aktivitas osteoklas dan osteoblas, merangsang
lipolisis dan pemakaian lemak untuk menghasilkan energi, berperan dalam
pertumbuhan dan membentuk jaringan serta fungsi otot serta memfasilitasi
13

metabolisme lemak. Somatomedin atau IGF-1 sebagai perantara hormon


pertumbuhan untuk pertumbuhan tulang
Hormon tiroid juga bermanfaat pada pertumbuhan linier setelah lahir.
Menstimulasi metabolisme yang penting dalam pertumbuhan tulang, gigi
dan otak. Kekurangan hormon ini menyebabkan keterlambatan mental dan
perawakan pendek, serta mungkin ditemui . Hormon paratiroid dan
kalsitonin juga berhubungan dengan proses penulangan dan pertumbuhan
tulang. Hormon tiroid mempunyai efek sekresi hormon pertumbuhan,
mempengaruhi kondrosit secara langsung dengan meningkatkan sekresi
IGF-1 serta memacu maturasi kondrosit.
Hormon glukokortikod diperlukan dalam meningkatkan
glukoneogenesis, meningkatkan sintesis glikogen, meningkatkan
konsentrasi gula darah dan balance nitrogen negatif. Pada gastrointestinal
memiliki efek meningkatkan produksi pepsin dilambung, meningkatkan
produksi asam lambung, menghambat vitamin D sebagai mediator untuk
mengabsorpsi kalsium. Glukokortikoid pada jaringan berdampak
menurunkan kandungan kolagen pada kulit dan tulang, menurunkan
kolagen pada dinding pembuluh darah serta menghambat formasi
granuloma. Efek glukokortikoid lainnya diperlukan dalam pertumbuhan
normal, kelemahan otot, menghambat pertumbuhan skeletal dan
menghambat pengeluaran hormon tiroid.
Sex steroid (estrogen dan testoteron) merupakan mediasi percepatan
pertumbuhan pada masa pubertas. Jika terjadi keterlambatan pubertas maka
terjadi keterlambatan pertumbuhan linier. Hormon ini tidak banyak
berperan pada masa prapubertas, hal ini dapat dilihat dengan tidak
terdapatnya gangguan pertumbuhan pada pasien dengan hipogonad,
sebelum timbulnya pubertas.

3. Kelainan kromosom.
Penyakit genetik dan sindrom merupakan etiologi yang belum jelas
diketahui penyebabnya berhubungan dengan perawakan pendek. Beberapa
gangguan kromosom, displasia tulang dan suatu sindrom tertentu ditandai
dengan perawakan pendek. Sindrom tersebut diantaranya sindrom Turner,
sindrom Prader-Willi, sindrom Down dan displasia tulang seperti
osteochondrodystrophies, achondroplasia, hipochondroplasia.
14

4. Malnutrisi
Penyebab perawakan pendek yang paling umum di seluruh dunia
adalah malnutrisi. Protein sangat essensial dalam pertumbuhan dan tidak
adanya salah satu asam amino menyebabkan retardasi pertumbuhan,
kematangan skeletal dan menghambat pubertas. Klasifikasi malnutrisi
berdasarkan respon jaringan atau terhambatnya pertumbuhan dibedakan
menjadi 2 tipe yaitu tipe 1 yang terdiri dari salah satu defisiensi zat besi,
yodium, selenium, tembaga, kalsium, mangan, tiamin, riboplavin,
piridoksin, niasin, asam askorbat, retinol, tokoferol, kalsiterol, asam
folat, kobalamin dan vitamin K. Tipe 2 diakibatkan oleh kekurangan
nitrogen, sulfur, asam amino esensiil, potasium, sodium, magnesium,
seng, phospor, klorin dan air. Malnutrisi tipe 1 dikenal dengan functional
nutrisi sedangkan tipe 2, membentuk jaringan dan energi untuk
menjalankan fungsi tubuh.
Malnutrisi tipe 1 disebabkan asupan yang kurang sehingga
konsentrasi di jaringan berkurang, menimbulkan gejala dan tanda klinis
yang khas, konsentrasi dalam jaringan bervariasi, mekanisme metabolik
yang spesifik sehingga mudah dilakukan pemeriksaan laboratorium,
tidak menyebabkan kehilangan berat badan atau gagal tumbuh, disimpan
di dalam tubuh, menunjukkan efek sebagai pengganti nutrisi in vitro
maupun in vivo dan konsentrasi bervariasi pada air susu ibu (ASI).
Malnutrisi tipe 2 sulit untuk didiagnosis karena tanda dan gejala tidak
khas seperti tipe 1. Nutrisi tipe 2 berfungsi membangun jaringan
sehingga jaringan tidak akan terbentuk bila terjadi defisiensi nutrisi
tersebut bahkan akan terjadi katabolisme jaringan dan seluruh
komponen jaringan akan diekskresikan. Apabila jaringan akan dibangun
kembali maka seluruh komponen harus diberikan dengan seimbang dan
saling ketergantungan. Tidak disimpan di dalam tubuh sehingga
tergantung dari asupan setiap hari. Beberapa nutrisi seperti phospor,
seng dan magnesium sangat kecil jumlahnya di dalam makanan
sehingga konsentrasi yang tinggi diperlukan dengan cara fortifikasi pada
beberapa makanan untuk proses penyembuhan.
Pertumbuhan tinggi badan merupakan interaksi antara faktor genetik,
makronutrien maupun mikronutrien selama periode pertumbuhan.
15

Nutrisi memegang peranan penting terhadap kontrol mekanisme


pertumbuhan linier. Penelitian pada binatang menunjukkan restriksi
pemberian energi dan protein menyebabkan penurunan konsentrasi IGF-
1 dalam darah dan akan kembali normal setelah diberikan energi yang
sesuai. Hubungan antara status nutrisi dan IGF-1 pada manusia tampak
penurunan kadar IGF-1 pada anak dengan malnutrisi seperti kwarsiorkor
atau marasmus.
Kebutuhan protein didefinisikan sebagai sejumlah protein atau asam
amino untuk kebutuhan biologi yang sebenarnya, yaitu asupan terendah
untuk pemeliharaan kebutuhan fungsional individu. Asupan protein
yang adekuat diperlukan untuk pertumbuhan, perkembangan dan fungsi
tubuh.
Anak merupakan kelompok dinamis mulai masa neonatal sampai
dewasa. Setiap kelompok mempunyai perbedan dalam hal kenaikan
berat badan, kecepatan pertumbuhan, lingkungan hormonal, aktivitas
dan faktor lain yang berpengaruh terhadap status nutrisi dan metabolik.
Enzim merupakan protein dengan fungsi kimia yang spesifik dan
merupakan perantara pada hampir semua proses fisiologik kehidupan.
Sejumlah kecil protein berperan sebagai hormon. Protein otot terbuat
dari beberapa polipeptida yang berperan untuk kontraksi dan relaksasi
otot.
Jumlah kalori per gram makronutrien adalah karbohidrat dan protein
4,1 kkal/gram, sedangkan lemak 9,3 kkal/gram. Kebutuhan karbohidrat
pada anak sesuai RDA untuk usia 1-18 tahun adalah 130 gram/hari.
Rekomendasi asupan protein untuk anak usia 2-5 tahun 13 gram/hari dan
usia 4-8 tahun 19 gram/hari. Kecukupan asam linoleat pada anak usia 2-
5 tahun 7 gram/hari, usia 4-8 tahun 10 gram/hari sedangkan kebutuhan
α-asam linolenat untuk usia 2-5 tahun 0,7 gram/hari (1% energi), usia 4-
8 tahun 0,9 gram/hari.
Mikronutrien juga berdampak pada sistem IGF-1 seperti defisiensi
seng yang dapat menyebabkan retardasi pertumbuhan akibat penurunan
kadar IGF-1 dalam plasma dan penurunan kadar growth hormon dan
akan kembali normal setelah pemberian seng. Defisiensi mikronutrien
seperti besi, magnesium, seng menyebabkan anoreksia yang secara tidak
16

langsung menyebabkan berkurangnya asupan energi dan protein yang


penting untuk pertumbuhan.
Vitamin D dibutuhkan untuk absorpsi kalsium. Kalsitriol bentuk
aktif dari vitamin D mengontrol sintesis kalsium dengan cara
meningkatkan absorpsi kalsium di duodenum kemudian diserap pada sel
mukosa dan masuk kedalam darah, meningkatkan reabsorpsi kalsium di
ginjal dan meningkatkan mobilisasi kalsium di tulang. Kekurangan
vitamin D menimbulkan manifestasi klinis berupa deformitas tulang
panjang dan tanda – tanda hipokalsemia seperti kejang, tetani.
Vitamin A atau asam retinoik berpengaruh pada hormon yang
mengontrol pertumbuhan jaringan skeletal dengan mekanisme
mempengaruhi percepatan pelepasan adenosin monophospate (AMP)
siklik dan sekresi dari hormon pertumbuhan. Vitamin A memiliki
peranan penting dalam menjaga integritas sel epitel seperti epitel di
mata, saluran napas dan saluran kemih, imunitas seluler dan humoral
sehingga kekurangan vitamin A menyebabkan anak cenderung mudah
sakit. Suatu metaanalisis menunjukkan pemberian vitamin A pada anak
usia 6 bulan hingga 5 tahun mengurangi kejadian campak dan diare.
Pemberian suplementasi vitamin A pada neonatus juga menurunkan
angka kematian karena diare hingga 30%.
Zat besi dalam tubuh berfungsi membawa oksigen dari paru-paru ke
jaringan dalam bentuk hemoglobin, sebagai fasilitator dalam
penggunaan serta cadangan oksigen di otot dalam bentuk mioglobin,
sebagai media elektron di dalam bentuk sitokrom serta bagian integral
dari berbagai enzim dalam jaringan. Defisiensi zat besi menyebabkan
gangguan pertumbuhan organ tubuh yang diduga akibat anoreksia,
gangguan DNA sel, gangguan sintesis RNA dan gangguan absorpsi
makanan dan diduga berperan dalam proses mitosis sel.
Penelitian metaanalisis oleh Ramakristnan (2004) menunjukkan
pemberian vitamin A saja atau zat besi tidak berpengaruh terhadap
pertumbuhan, namun akan berdampak terhadap pertumbuhan apabila
disertai dengan pemberian mikronutrien seperti seng. Penelitian oleh
Dijkhuizen (2001) menunjukkan suplementasi zat besi ataupun seng
menurunkan prevalensi anemia namun tidak memiliki efek terhadap
pertumbuhan baik tinggi badan.
17

5. Riwayat pemberian ASI


Pertumbuhan dan perkembangan pada masa bayi memerlukan
masukan zat-zat gizi yang seimbang dan relatif besar. Namun,
kemampuan bayi untuk makan dibatasi oleh keadaan saluran
pencernaannya yang masih dalam tahap pendewasaan. Satu-satunya
makanan yang sesuai dengan keadaan saluran pencernaaan bayi dan
memenuhi kebutuhan selama berbulan-bulan pertama adalah ASI.32
Pemberian ASI yang kurang sesuai dapat menyebabkan bayi
menderita gizi kurang dan gizi buruk. Padahal kekurangan gizi pada bayi
akan berdampak pada gangguan psikomotor, kognitif dan sosial serta
secara klinis terjadi gangguan pertumbuhan. Dampak lainnya adalah
derajat kesehatan dan gizi anak Indonesia masih memprihatinkan.
Anak yang tidak mendapatkan ASI berisiko lebih tinggi untuk
kekurangan zat gizi yang diperlukan untuk proses pertumbuhan.
Gangguan pertumbuhan selanjutnya akan mengakibatkan terjadinya
stunting pada anak.

6. Status sosial ekonomi keluarga


Faktor sosial ekonomi yaitu meliputi data sosial yaitu, keadaan
penduduk, keadaan keluarga, pendidikan, perumahan, dapur
penyimpanan makanan, sumber air, kakus. Sementara data ekonomi
meliputi pekerjaan, pendapatan keluarga, kekayaan, pengeluaran dan
harga makanan yang tergantung pada pasar dan variasi musim.
Rawan pangan dan gizi masih menjadi salah satu masalah besar
bangsa ini. Masalah gizi berawal dari ketidakmampuan rumah tangga
mengakses pangan, baik karena masalah ketersediaan di tingkat lokal,
kemiskinan, pendidikan dan pengetahuan akan pangan dan gizi, serta
perilaku masyarakat. Kekurangan gizi mikro seperti vitamin A, zat besi
dan yodium menambah besar permasalahan gizi di Indonesia. Dengan
demikian masalah pangan dan gizi merupakan permasalahan berbagai
sektor dan menjadi tanggung jawab bersama pemerintah dan
masyarakat.
Salah satu akibat kemiskinan adalah ketidakmampuan rumah tangga
untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam jumlah dan kualitas yang
18

baik. Hal ini berakibat pada kekurangan gizi, baik zat gizi makro
maupun mikro, yang dapat diindikasikan dari status gizi anak balita
salah satunya adalah stunting.
2.2.4. Komplikasi.
Komplikasi paling parah yang mungkin terjadi adalah kematian.
Pertumbuhan janin terhambat, bersamaan dengan pemberian ASI
suboptimal menyumbang sebagai penyebab kematian terbanyak pada
kematian anak usia <5 tahun.
19

BAB III
KESIMPULAN

Stunting merupakan masalah kesehatan pada anak yang masih banyak


ditemukan pada negara berkembang. Stunting merupakan suatu kondisi dimana
tinggi badan menurut usia anak <-2 SD berdasar WHO. Stunting disebabkan oleh
gangguan pertumbuhan kronis pada masa kanak yang dapat berlanjut sampai
dengan usia remaja.
Stunting merupakan sebuah sindroma, yang pada varian normal tidak
memiliki banyak implikasi kesehatan. Pada beberapa kasus yang disebabkan
karena penyakit yang mendasari, perlu ditelusuri sehingga dapat diberikan tata
laksana yang sesuai.
20

DAFTAR PUSTAKA

1. Onis M, Blossner M, Borghi E. Prevalence and trends of stunting among pre-


school children, 1990–2020. NS Public Health Nutr. 28 April 2011;

2. Patel B, Gandhi B. Original article: WHO classification detecting more severe


malnutrition: A comparative study with IAP classification. IJBAMR. Maret
2016;5(2):628–34.

3. Marcdante K, Kliegman R, Jenson H, Behrman R. Nelson Ilmu Kesehatan


Anak Esensial. 6 ed. Jakarta: ElSevier, Saunders; 2011.

4. Sherwood L. Human physiology : from cells to systems. 7 ed. Belmont:


Brooks/Cole; 2010. 428–45 hlm.

5. Do GC, Duong T, Nhan H, Wolbers M, Nhu T, Heemskeerk D, dkk.


Prospective evaluation of GeneXpert for the diagnosis of HIV- negative
pediatric TB cases. BMC Infect Dis. 18 Februari 2018;15(70).

Anda mungkin juga menyukai