Anda di halaman 1dari 14

LEARNING OBJECTIVE

SKENARIO 4
“SAMA UMUR BEDA TINGGI”

NAMA : PUTRI ASWARIYAH RAMLI


STAMBUK : N 101 20 045
KELOMPOK :4

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
2020
Learning Unit : Sama Umur Beda Tinggi
Skenario 4

“Sama Umur Beda Tinggi”

Rata-rata ukuran tinggi badan anak perempuan kelas 4 SD ternyata lebih


tinggi dibanding teman laki-laki. Berbeda dengan rata-rata tinggi anak perempuan
di kelas 9 atau kelas 3 SMP lebih rendah dari anak laki-laki. Proses osteogenesis
pada anak-anak tersebut masih berlangsung hingga usia antara 19-21 tahun hal ini
diindikasikan dengan discus epiphysis pada tulang panjang masih ditemukan
sampai umur diatas.

Learning Objective

1. Menjelaskan alasan proses osteogenesis batas usia hanya sampai 16-21


tahun.
2. Menjelaskan hormon yang berperan pada pertumbuhan anak.
3. Menjelaskan fase pertumbuhan pada anak.
4. Menjelaskan proses pertumbuhan pada anak perempuan dan anak laki-laki.
5. Menjelaskan penyakit yang menyerang pada pertumbuhan tulang.

2
1. Alasan proses osteogenesis batas usia hanya sampai 16 – 21 tahun
Jawab :
Proses osteogenesis merupakan proses pertumbuhan tulang. Selama
masa hidup jaringan tulang akan mengalami pertumbuhan. Pada proses
osteogenesis terdapat dua sel jaringan tulang yang berperan yaitu osteoblas dan
osteoclas. Osteoblast berperan dalam membantu membentuk jaringan tulang
baru dan osteoclast berperan membantu mereasorbsi jaringan tulang yang sudah
tua dan mati. Keduanya akan menyebabkan tulang akan berubah dalam ukuran,
bentuk, dan kerapatan tulang. Proses osteogenesis terdiri dari osifikasi
intramembran yakni berasal dari proses pertumbuhan tulang yang sering pada
tulang pipih seperti tulang tengkorak dan osifikasi endokondral yaitu proses
pertumbuhan tulang yang berasal dari tulang rawan/kartilago (Yanto, 2019).
Proses osteogenesis hanya sampai pada usia 16-21 tahun, hal ini
dipengaruhi oleh hormon steroid seks. Hormon steroid seks memberi pengaruh
terhadap maturasi tulang pada lempeng epifisis. Hormon estrogen yang
menghentikan pertumbuhan linier dengan merangsang perubahan kompleks
lempeng epifisis menjadi tulang (Sherwood, 2013). Sehingga, pada saat lempeng
epifisis ini menutup dan digantikan oleh tulang, akan menyebabkan
pertumbuhan tulang dan tinggi badan berhenti (Brown, 2017).
Sumber :
Brown, K. A., Patel, D. R., Darmawan, D. 2017. Participants in Sports in
Relation to Adolescent Growth and Development. Pediatrics. Vol. 6(3)
:150-159. Viewed on 13 Desember 2020. From:
pediatrics.aappublications.org
Sherwood, L. 2013. Introduction to Human Physiology. 8th ed. Australia :
Cengage Learning.
Yanto., et al. 2019. Engineering Psychology: Prinsip Dasar Rekayasa Kerja
Berbasis Integrasi Fisik, Psikis, dan Teknik. Jakarta: Penerbit Universitas
Katolik Indonesia Atma Jaya.

2. Hormon yang berperan pada pertumbuhan anak

3
Jawab :
Pada anak yang sedang dalam fase tumbuh, terjadi sintesis neto protein
di bawah pengaruh hormon pertumbuhan seiring dengan bertambah besarnya
tubuh. Pertumbuhan memerlukan sintesis neto protein dan mencakup
pemanjangan tulang-tulang panjang (tulang ekstremitas) serta peningkatan
ukuran dan jumlah sel di jaringan lunak. Growth hormone (GH) merupakan
hormon pertumbuhan esensial bagi pertumbuhan, tetapi juga mempunyai efek
metabolik yang tidak berkaitan dengan pertumbuhan. GH merupakan hormon
yang paling banyak dihasilkan oleh hipofisis anterior, bahkan pada orang dewasa
yang pertumbuhannya telah berhenti. Tetapi sekresi GH biasanya mulai
berkurang setelah usia pertengahan. Sekresi GH kadar tinggi secara
berkelanjutan setelah masa pertumbuhan menunjukkan bahwa GH mempunyai
pengaruh penting lain di luar efek pertumbuhan, misal efek metabolik
(Sherwood, 2013).
GH adalah hormon peptida rantai tunggal yang mengandung 191 asam
amino dengan 2 jembatan disulfida. GH berperan dalam merangsang
pertumbuhan linear tulang (terutama tulang-tulang panjang) melalui stimulasi
pertumbuhan dan klasifikasi sel-sel kartilago epifisis tulang. GH juga
mempengaruhi pertumbuhan organ-organ viseral, jaringan adiposa, dan jaringan
ikat, kelenjar-kelenjar endokrin lain, dan otot rangka. Kadar tinggi GH yaitu
pada masa kanak-kanak dan pubertas, dan selanjutnya menurun secara perlahan
sepanjang kehidupan. Hal ini berarti bahwa GH tidak begitu memberi pengaruh
untuk kesehatan normal pada orang dewasa. Over produksi GH pada usia muda
akan mengakibatkan pertumbuhan tubuh yang abnormal, hal ini disebut sebagai
gigantisme. GH dapat berperan antagonis terhadap kerja insulin di jaringan
perifer karena dapat meningkatkan kadar glukosa darah, sehingga dikenal
sebagai hormon yang bersifat diabetogenik. GH memiliki pengaruh terhadap
metabolisme protein, karbohidrat, dan lipid. Stimulasi terhadap ambilan asam
amino dan sintesis protein di dalam sel (terutama di dalam otot rangka dan hati).
Stimulasi terhadap lipolisis di dalam jaringan lemak, dengan akibat
meningkatnya kadar asam lemak bebas di dalam plasma. Menurunkan ambilan

4
glukosa oleh jaringan otot dan lemak, serta meningkatkan glukoneogenesis di
dalam hati (Shahab, 2017).
Kerja GH pada proses pertumbuhan tulang dan jaringan lunak perifer
secara tidak langsung diperantarai oleh faktor pertumbuhan mirip-insulin
(insulin-like growth factor, IGF), terutama yang dihasilkan oleh hati dan ginjal
yang selanjutnya akan ditranspor ke dalam plasma dalam keadaan terikat dengan
protein-protein pengikat yang spesifik. IGF utama adalah IGF-I atau
somatomedin-C yang merupakan peptida dengan 70 gugus asam amino, dimana
struktur molekulnya seperti molekul prekursor insulin yaitu proinsulin. Reseptor
spesifik untuk IGF-I mampu ditemukan di dalam otot rangka, sel-sel adiposa,
dan kartilago (kondrosit), reseptor ini bekerja memperantarai peningkatan
sintesis DNA dan pembelahan sel di dalam jaringan-jaringan ini. GH juga
mampu bekerja secara langsung pada beberapa jaringan seperti otot rangka dan
jaringan adiposa untuk memodulasi pertumbuhan sel melalui interaksi dengan
reseptor spesifik di dalam membran sel target. Sekresi GH terjadi secara pulsatif
yakni melalui growth hormone releasing hormone (GHRH) dan inhibiting
hormone somatostatin (SS) dari hipotalamus. Sekresi GH juga mampu terjadi
pada keadaan stres metabolik seperti pada keadaan hipoglikemia, kedinginan,
tindakan operatif, dan latihan jasmani berat (Shabab, 2017).
Terdapat penyakit yang berkaitan dengan defisiensi dan kelebihan
hormon pertumbuhan. Defisiensi GH dapat diakibatkan oleh defek hipofisis
(ketiadaan GH) atau sekunder karena disfungsi yang terjadi pada hipotalamus
(ketiadaan GHRH). Hiposekresi GH pada anak adalah salah satu penyebab
dwarfisme. Terjadinya hiposekresi ini menyebabkan tubuh pendek karena
pertumbuhan tulang yang terhambat. Ciri lain yang relatif kurang terlihat yakni
otot yang kurang berkembang karena kurangnya sintesis protein otot dan lemak
subkutis yang berlebihan karena mobilisasi lemak yang kurang. Terjadinya
defisiensi GH pada masa dewasa setelah pertumbuhan selesai memicu gejala
yang relatif sedikit. Orang dewasa dengan defisiensi GH cenderung mengalami
pengurangan massa dan kekuatan otot (protein otot lebih sedikit) serta
penurunan densitas tulang (aktivitas osteoblas berkurang selama remodeling

5
tulang). Defisiensi GH pada orang dewasa juga dapat mengakibatkan
peningkatan risiko gagal jantung. Adapun kelebihan GH atau hipersekresi GH
paling sering diakibatkan oleh tumor sel penghasil GH di hipofisis anterior.
Gejala bergantung pada usia pasien saat kelainan sekresi tersebut dimulai. Bila
produksi berlebihan GH tersebut terjadi pada masa anak sebelum lempeng
epifisis menutup, akan memicu pertambahan tinggi yang pesat tanpa distorsi
proporsi tubuh. Karenanya penyakit ini disebut gigantisme. Sedangkan
hipersekresi GH yang terjadi saat remaja ketika lempeng epifisis telah tertutup,
tubuh tidak dapat lagi bertambah tinggi. Tetapi, di bawah pengaruh kelebihan
GH, tulang menjadi lebih tebal dan jaringan lunak, khususnya jaringan ikat dan
kulit, berproliferasi. Pola pertumbuhan yang tidak seimbang ini akan
menyebabkan keadaan cacat yang disebut sebagai akromegali. Gejala
akromegali yaitu penebalan tulang paling nyata di ekstremitas dan wajah. Wajah
yang terus bertambah kasar sehingga hampir mirip seperti kera karena rahang
dan tulang pipi menjadi menonjol karena penebalan tulang wajah dan kulit.
Selain itu, tangan dan kaki membesar, dan jari tangan serta kaki sangat menebal
(Sherwood, 2013).
Terdapat beberapa hormon lain selain GH yang ikut berperan dalam
pertumbuhan anak melalui cara-cara tertentu yaitu; (1) hormon tiroid esensial
bagi pertumbuhan, namun hormon ini tidak secara langsung bertanggung jawab
mendorong pertumbuhan. Hormon ini mempunyai peran permisif pada
pertumbuhan tulang. Efek GH akan berdampak secara penuh bila terdapat
hormon tiroid yang memadai. Akibatnya, pertumbuhan anak dengan hipotiroid
akan terganggu, tetapi hipersekresi hormon tiroid tidak menimbulkan
pertumbuhan yang terjadi secara berlebihan, (2) insulin adalah hormon
pertumbuhan penting. Kekurangan insulin sering menghambat pertumbuhan,
dan hipernsulinisme sering memicu pertumbuhan berlebihan, (3) Androgen
yakni hormon yang berperan penting dalam lonjakan pertumbuhan masa
pubertas, secara kuat merangsang sintesis protein di banyak organ. Androgen
merangsang pertumbuhan linier, meningkatkan berat, dan menambah massa
otot. Androgen paling poten, testosteron testis, menyebabkan pria membentuk

6
otot yang lebih berat daripada wanita. Pengaruh androgen dalam mendorong
pertumbuhan bergantung pada keberadaan GH, dan (4) estrogen yakni hormon
yang menghentikan pertumbuhan linier dengan merangsang perubahan
kompleks lempeng epifisis menjadi tulang (Sherwood, 2013).
Beberapa faktor ikut berperan mengakibatkan adanya perbedaan tinggi
antara pria dan wanita. Pertama, karena pubertas terjadi lebih dini sekitar dua
tahun pada anak perempuan daripada anak laki-laki. Secara umum anak laki-laki
mempunyai dua tahun masa pertumbuhan pra pubertas lebih lama daripada anak
perempuan. Hal ini menyebabkan anak laki-laki biasanya lebih tinggi beberapa
senti meter daripada anak perempuan pada awal lonjakan pertumbuhan. Selain
itu, anak laki-laki mengalami lonjakan pertumbuhan yang diinduksi androgen
lebih besar daripada anak perempuan sebelum steroid gonad menghentikan
pertumbuhan tulang panjang. Hal ini mengakibatkan pria secara umum lebih
tinggi daripada wanita. Peningkatan estrogen pada masa pubertas mampu
mengurangi lonjakan pertumbuhan pada anak perempuan (Sherwood, 2013).
Sumber:
Shahab, A. 2017. Dasar-Dasar Endokrinologi. Jakarta Timur : Rayyana
Komunikasindo.
Sherwood, L. 2013. Introduction to Human Physiology. 8th ed. Australia :
Cengage Learning.

3. Fase pertumbuhan pada anak


Jawab :
Pertumbuhan merupakan suatu proses yang berkaitan dengan
perubahan dalam besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun
individu yang bisa diukur. Seperti ukuran berat (gram/kilogram), ukuran panjang
(cm, meter), umur tulang, dan keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan
nitrogen tubuh) (Nining, 2016). Dengan kata lain, pertumbuhan merupakan
proses bertambahnya ukuran fisik secara anatomi dan struktur tubuh baik
sebagian maupun seluruhnya karena bertambah banyaknya sel-sel tubuh dan

7
juga karena bertambah besarnya sel yang dapat dengan mudah diamati (Susanto,
2011).
Fase pertumbuhan pada anak dimulai dari kehidupan intrauterin (dalam
kandungan), kemudian berlanjut pada kehidupan ekstrauterin. Pada periode
neonatal bayi yang baru lahir kebanyakan bersifat refleksif dan organ sedang
distabilkan oleh tubuh. Perlintasan persarafan terbentuk hingga saat anak
berusia 6-7 tahun. Pada usia prasekolah yakni 6-7 tahun, pertumbuhan akan
menjadi lambat, konsisten, dan relatif dibandingkan dengan lonjakan
pertumbuhan usia remaja. Pada usia ini koordinasi otot kasar meningkat beserta
kekuatan otot, kebanyakan kemampuan motorik kasar ini dipraktikkan dengan
cara berlari atau bermain, yang menghasilkan penyempurnaan fungsi dan
kemampuan neuromuskular. Seiring dengan kemajuan pertumbuhan tulang,
penampilan tubuh dan postur anak berubah, dari posisi yang sebelumnya
bungkuk dengan sedikit lordosis dan perut menonjol, postur tubuh anak-anak
remaja akan lebih tegak (Noviestari, 2020).
Pada masa remaja kematangan seksual terjadi dengan perkembangan
karakteristik seksual primer dan sekunder, pertumbuhan fisik utama seperti
peningkatan pertumbuhan dari kerangka otot dan organ visceral. Perubahan
seksual khusus pada jenis kelamin tertentu seperti perubahan bahu dan pinggul,
perubahan pada otot dan distribusinya, serta berkembangnya sistem reproduksi
dan karakteristik seksual sekunder. Anak perempuan umumnya mengalami
perubahan pubertas 1-2 tahun lebih cepat dari anak laki-laki, tingkat kenaikan
tinggi badan dan berat badan biasanya proporsional dan sekuen perubahan
pertumbuhan pubertas sama pada kebanyakan individu. Kenaikan tinggi dan
berat badan biasanya terjadi selama lonjakan pertumbuhan pra pubertas. Pada
anak perempuan mencapai puncak sekitar usia 12 tahun dan anak laki-laki
sekitar usia 14 tahun. Tinggi badan anak perempuan meningkat 5-20 cm dan
berat badan meningkat 6,8-25 kg. Tinggi anak laki-laki meningkat sekitar 10-30
cm dan berat badan meningkat 6,8-29,5 kg. Setiap individu mendapatkan 20%-
25% dari tinggi badan mereka, serta 50% dari berat badan mereka selama
periode ini (Noviestari, 2020).

8
Sumber :
Nining, Y. 2016. Keperawatan Anak. Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia: Jakarta Selatan
Noviestari, E., Ibrahim, K., Deswani., Ramdaniati., S. 2020. Dasar-Dasar
Keperawatan. Vol. 19 th ed. Elsevier: Indonesia.

4. Proses pertumbuhan pada anak perempuan dan anak laki-laki


Jawab :
Pertumbuhan dianggap sebagai peningkatan ukuran tubuh, dimana
pertambahan tinggi dan berat badan merupakan salah satu indikator utama di
masa kanak-kanak dan remaja (Alves, 2018). Laju pertumbuhan pada anak
bervariasi menjadi yang tertinggi selama kehidupan janin dan masa bayi,
melambat selama masa kanak-kanak, meningkat selama masa pubertas, dan
akhirnya berakhir ketika tinggi badan orang dewasa telah tercapai pada akhir
periode remaja. Pertumbuhan pada anak dipengaruhi oleh banyak faktor,
misalnya status gizi, situasi psikis dan sosial yang buruk, dan berbagai penyakit
kronis dapat mempengaruhi tingkat pertumbuhan, dan jika tidak ditangani dapat
menyebabkan tinggi badan orang dewasa pendek. Proses pertumbuhan pada
anak perempuan dan anak laki-laki memiliki perbedaan yang menonjol saat
masa remaja, seperti pada perubahan hormonal dan perubahan fisik (Benyi,
2017).
Perubahan hormonal pada anak perempuan, diawali dengan
peningkatan FSH (follicle stimulating hormone) pada usia sekitar 8 tahun
kemudian diikuti oleh peningkatan LH (luteiniizing hormone) pada periode
selanjutnya. Pada periode selanjutnya, FSH akan merangsang sel granulosa
untuk menghasilkan estrogen dan inhibin. Estrogen ini akan merangsang
timbulnya tanda-tanda seks sekunder, sedangkan inhibin memiliki peran dalam
kontrol mekanisme umpan balik pada aksis hipotalamus-hipofisis-gonad.
Hormon LH akan berperan pada proses menarke dan merangsang timbulnya
ovulasi. Proses menarke normal terdiri dari tiga fase yakni fase folikuler, fase
ovulasi, dan fase luteal (sekretori). Dari ketiga fase tersebut akan terjadi proses

9
yang dikenal sebagai menstruasi. Menstruasi terjadinya kira-kira 14 hari setelah
ovulasi (Benyi, 2017).
Adapun perubahan hormonal pada anak laki-laki diawali dengan
peningkatan LH, lalu diikuti oleh peningkatan FSH. LH akan memberi stimulasi
sel Leydig testis untuk mengeluarkan testosteron yang selanjutnya akan
merangsang pertumbuhan seks sekunder. Sedangkan FSH akan merangsang sel
sertoli dengan tujuan untuk mengeluarkan inhibin sebagai umpan balik terhadap
aksis hipotalamus-hipofisis-gonad. FSH juga berfungsi memberi stimulasi
perkembangan tubulus seminiferus menyebabkan terjadinya pembesaran testis.
Pacu pertumbuhan pada masa pubertas akan memberi kontribusi sebesar 17%
dari tinggi dewasa anak laki-laki dan 12% dari tinggi dewasa anak perempuan.
Selain itu, pada periode pubertas GH akan mengalami peningkatan, dimana
perbedaan waktu peningkatan GH pada anak laki-laki dan perempuan serta
awitan pubertas dapat memberi penjelasan mengenai perbedaan tinggi akhir
anak laki-laki dan perempuan (Benyi, 2017).
Puncak pertumbuhan tinggi pada anak perempuan terjadi sekitar usia
12 tahun, sedangkan pada anak laki-laki sekitar usia 14 tahun. Pada anak
perempuan, pertumbuhan akan berakhir pada usia 16 tahun. Sedangkan pada
anak laki-laki pertumbuhan akan berakhir pada usia 18 tahun. Secara umum
pertambahan tinggi badan hampir selesai pada usia tersebut. Hormon steroid
seks juga memberi pengaruh terhadap maturasi tulang pada lempeng epifisis.
Lempeng epifisis pada akhir pubertas akan menutup dan pertumbuhan tinggi
badan akan berhenti (Brown, 2017).
Rata-rata pertambahan berat badan pada anak laki-laki berkisar antara
6-12,5 kilogram (kg) per tahun dengan pertambahan berat badan puncak 9 kg
per tahun. Demikian juga dengan rata-rata pertambahan berat badan anak
perempuan berkisar antara 5,5-10,5 kg per tahun dengan pertambahan berat
badan puncak kg per tahun. Pada laki-laki puncak pertumbuhan tinggi, berat,
dan otot terjadi pada saat yang sama pada remaja laki-laki, tetapi pertumbuhan
pada perempuan, percepatan pertumbuhan terjadi secara berurutan. Selain itu,
perubahan komposisi tubuh selama masa remaja berbeda-beda menurut jenis

10
kelamin. Selama awal hingga pertengahan masa remaja, laki-laki dan perempuan
cenderung mengalami peningkatan massa lemak dan massa bebas lemak
(Brown, 2017).
Secara umum remaja putri memiliki kelenturan muskuloskeletal dan
fisik yang lebih besar dibandingkan dengan remaja laki-laki. Fleksibilitas
keseluruhan cenderung menurun menjelang pertengahan masa remaja pada pria.
Namun, fleksibilitas cenderung sedikit meningkat selama masa remaja awal
pada perempuan dan biasanya puncak tinggi pada usia 14-15 tahun. Selama awal
hingga pertengahan masa remaja, pertumbuhan kerangka biasanya terjadi
sebelum pertumbuhan muskulotendinous dan terutama pada pria. Pertumbuhan
otot dan massa otot terjadi selama masa remaja baik pada laki-laki maupun
perempuan, disertai dengan peningkatan kekuatan otot secara linier. Namun,
pertumbuhan massa otot mungkin relatif lebih menonjol di antara laki-laki
karena efek androgenik yang lebih besar. Remaja perempuan mencapai puncak
tinggi peningkatan kekuatan sekitar usia 15 tahun. Sedangkan laki-laki
menunjukkan percepatan kekuatan otot sekitar usia 13 tahun (Brown, 2017).
Pertumbuhan fisik pada anak laki-laki ditunjukkan oleh pertumbuhan
tulang-tulang, testis yang membesar, tumbuh bulu kemaluan, awal perubahan
suara, ejakulasi. Selain itu, pertumbuhan tinggi badan mencapai tingkat
maksimum setiap tahunnya, tumbuh rambut-rambut halus di wajah seperti kumis
dan jenggot, tumbuh bulu ketiak, rambut-rambut di wajah bertambah tebal dan
gelap, tumbuh bulu di dada , dan lain sebagainya. Adapun pertumbuhan pada
anak perempuan ditandai dengan pertumbuhan tulang-tulang, pertumbuhan
payudara, tumbuh bulu yang halus berwarna gelap di kemaluan, mencapai
pertumbuhan ketinggian badan yang maksimum setiap tahunnya, menstruasi,
tumbuh bulu-bulu pada ketiak, dan lain sebagainya.
Sumber :
Alves, J. G. B., Alves, G. V. 2018. Effects of Physical Activity on Children’s
Growth. Jornal de Pediatria. Vol. 95(51): 572-578. Viewed on 13
Desember 2020. From: pubmed.ncbi.nlm.nih.gov.

11
Benyi, E., Savendahl, L. 2017. The Physiology of Childhood Growth: Hormonal
Regulation. Paediatrics. Vol. 88(1): 6-14. Viewed on 13 Desember 2020.
From: pubmed.ncbi.nlm.nih.gov.
Brown, K. A., Patel, D. R., Darmawan, D. 2017. Participants in Sports in
Relation to Adolescent Growth and Development. Pediatrics. Vol. 6(3)
:150-159. Viewed on 13 Desember 2020. From:
pediatrics.aappublications.org
Noviestari, E., Ibrahim, K., Deswani., Ramdaniati., S. 2020. Dasar-Dasar
Keperawatan. Vol. 19 th ed. Elsevier: Indonesia.
Octavia, S. A. 2020. Motivasi Belajar Dalam Perkembangan Remaja.
Yogyakarta: Deepublish Publisher.

5. Menjelaskan penyakit yang menyerang pada pertumbuhan tulang


Jawab :
a. Osteosarcoma
Osteosarcoma terutama dimulai pada metafisis tulang panjang
dengan prevalensi tinggi pada anak-anak dan remaja. Osteosarcoma adalah
tumor ganas yang terdiri dari sel-sel mesenchymal yang menghasilkan
tulang osteoid yang belum matang. Osteosarcoma ditandai dengan nyeri dan
keterbatasan gerakan sendi (Biazzo, 2016).
b. Osteogenesis Imperfecta
Osteogenesis imperfecta, juga dikenal sebagai penyakit tulang
rapuh, kelainan jaringan ikat genetik yang ditandai dengan kepadatan tulang
yang rendah, patah tulang, kelainan bentuk tulang belakang dan ekstremitas
bagi mereka yang menderita penyakit parah, dan manifesta ekstraskeletal
lainnya ( Franzone, 2019).
c. Osteomielitis
Osteomielitis merupakan proses peradangan yang terjadi pada
periosteum, korteks, tulang kanselus, dan endosteum yang dapat
menyebabkan osteonekrosis (Septina, 2020).
d. Skoliosis

12
Skoliosis adalah deformitas bentuk tulang belakang yang secara
umum ditemui pada anak-anak dan remaja, dimana 80% dari kasusnya
idiopatik (Kartika, 2017).
e. Stunting
Stunting merupakan suatu kondisi kegagalan tumbuh pada anak,
yang disebabkan oleh kekurangan gizi kronis yang terjadi sejak bayi dalam
kandungan hingga usia 2 tahun. Hal ini menyebabkan anak terlalu pendek
untuk standar pada kelompok usianya. Stunting akan menyebabkan
terganggunya tumbuh kembang anak secara fisik, mental, dan intelektual
yang sifatnya permanen, rendahnya imunitas dan produktivitas kerja. Selain
itu, berisiko menderita penyakit kronis diabetes mellitus, jantung koroner,
hipertensi, kanker, dan stroke (Simbolon, 2019).
f. Rakitis
Rakhitis merupakan penyakit tulang yang berhubungan dengan
kadar kalsium dan fosfat serum yang tidak normal. Prevalensi rakhitis paling
tinggi terjadi pada anak-anak. Rakhitis paling sering terjadi pada bayi yang
lahir prematur dan pada bayi yang disusui > 6-12 bulan. Rakhitis pada bayi
ditandai dengan kulit gelap dan kekurangan vitamin D, kalsium. Rakhitis
terkait dengan kekurangan kalsium. Sebagian besar literatur terfokus pada
rakhitis yang terjadi pada bayi dan anak kecil. Namun demikian, rakhitis
akan bertahan hingga remaja, terutama pada mereka yang kekurangan
vitamin D dan memiliki bentuk genetik onset awal seperti X-linked
hypophosphatemia (Carpenter, 2017).
Sumber :
Biazzo, A., Paolis, M. D. 2016. Multidisciplinary Approach to Osteosarcoma.
Acta Orthop Belg. Vol. 82(4):690-698. Viewed on 13 Desember 2020.
From: pubmed.ncbi.nlm.nih.gov.
Carpenter, T. O., et al. 2017. Rickets. Disease Primers. Vol. 4(17101). Viewed
on 13 Desember 2020. From: pubmed.ncbi.nlm.nih.gov.

13
Franzone, J. M., et al. 2019. Osteogenesis Imperfecta A Pediatric Orthopedic
Perspective. Orthopedic Clinics. Vol. 50(2): 193-209. Viewed on 13
Desember 2020. From: orthopedic.theclinics.com.
Kartika., Martadiani, W. D., Sitanggang, F. P. 2017. Peranan Radiologi Pada
Skoliosis: Pengukuran dan Klasifikasi. Jurnal Radiologi Indonesia. Vol.
2(2). Viewed on 13 Desember 2020. From: jurnalradiologiindonesia.org.
Septina, F., Mardiyantoro, F., Wineas, S., Balbeid, M. 2020. Mengenal Terapi
Radiasi dan Kemoterapi Bagi Dokter Gigi. Malang: UB Press.
Simbolon, D. 2019. Pencegahan stunting Melalui Interview Gizi Spesifik Pada
Ibu Menyusui Anak Usia 0-24 Bulan. Surabaya: Media Sahabat Cendekia.

14

Anda mungkin juga menyukai