Anda di halaman 1dari 5

Proposal Disertasi

Sultan Antus Nasruddin M, S.S.I., M.A.

Konsep Multi Akad dan Objek Akad MUSYÂRAKAH MUTANÂQISHAH Pada Bank
Syariah di Indonesia
I. LATAR BELAKANG
Perkembangan perbankan syariah di Indonesia, yang meliputi Bank Umum Syariah
(BUS), Unit Usaha Syariah (UUS), dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS), terus
menunjukkan pertumbuhan yang positif. Pada tahun 2021, sektor perbankan syariah
menunjukkan keadaan yang kuat dalam hal ketahanan. Ini dapat dilihat dari rasio CAR
(Capital Adequacy Ratio) Bank Umum Syariah (BUS) yang mencapai 25,71%. Selain itu,
fungsi intermediasi perbankan syariah juga berjalan dengan baik. Pembiayaan yang
disalurkan (PYD) dan dana pihak ketiga (DPK) masing-masing mengalami pertumbuhan
positif sebesar 6,90% (yoy) dan 15,30% (yoy), sehingga pertumbuhan aset perbankan
syariah selama periode tersebut mencapai 13,94% (yoy). Pada akhir tahun 2021, total aset,
PYD, dan DPK perbankan syariah masing-masing mencapai Rp693,80 triliun, Rp421,86
triliun, dan Rp548,58 triliun.1
Sejak UU No. 28 Tahun 2008 tentang perbankan syariah,
perkembangan industri perbankan syariah mengalami peningkatan yang sangat
besar hingga tahun 2013. Namun setelah itu pertumbuhannya terhenti dan tidak
banyak mengalami kemajuan hingga saat ini. Pada tahun 2016, pangsa
pasar bank syariah hanya mencapai 5% dari total jumlah bank di tanah
air sejak berdirinya bank syariah pertama di Indonesia pada tahun 1992. Banyak penelitian
yang dirancang untuk mencari jawaban tentang kinerja bank syariah belum banyak
dilakukan mencapai harapan.
Pola utama yang dijalankan oleh Bank Syariah dalam penyaluran pembiayaan, yaitu
pembiayaan dengan prinsip jual beli dan pembiayaan dengan prinsip bagi hasil 2 yang
mengedepankan aspek keadilan, keseimbangan dan tanggung jawab dimana sistem tersebut
saling menguntungkan bagi kedua belah pihak dapat menimbulkan masyarakat mengakui
kredibilitas bank syariah.3
Tabel 14

Tahun Pembiayaan Pembiayaan Pembiayaan Pembiayaan


Akad Akad Akad Akad Ijarah
Mudharabah Musyarakah Murabahah (Rp Miliar)

1
OJK, Laporan Perkembangan Keuangan Syariah Indonesia 2021, h. 21
2
Hasibuan, Faisal Umardani, “Analisis Pengaruh Pembiayaan Mudharabah, Musyarakah, Murabahah
dan Multijasa Terhadap Profitabilitas PT BPRS Lantabur Tebuireng Periode 2015-2018”, dalam Jurnal Human
Falah, Vol. 6 No. 1, 1 Januari-Juni 2019, h. 2
3
Syafarudin Alwi, Berkaca Pada Pasar Umar Bin Khattab, (Yogyakarta: Republika, 2013), h. 2
4
OJK, Statistik Perbankan Syariah
(Rp Miliar) (Rp Miliar) (Rp Miliar)
2020 11 854 174 919 174 301 8 635
2021 10 185 187 485 190 884 6 908
2022 10 376 223 680 233 046 7 937
2023 (April) 9 587 234 950 237 542 7 965
Sumber: Statistik Perbankan Syariah OJK April 2023
Pada tabel di atas, terlihat bahwa salah satu produk pembiayaan yang
mengalami pertumbuhan yaitu pembiayaan musyarakah. Hal ini terlihat pada tabel di
atas bahwa realisasi pembiayaan musyarakah dari tahun 2020 sampai dengan April
2023 mengalami peningkatan, dimana posisi tahun 2020 sebesar 174.919 miliar, di
tahun 2021 sebesar 187.485 miliar atau meningkat sebesar 12.566 miliar dibandingkan
tahun 2020, kemudian di tahun 2022 pembiayaan musyarakah terealisasi sebesar
223.680 miliar atau meningkat sebesar 36.195 miliar. Lalu pada Bulan April Tahun
2023 pembiayaan musyarakah terealisasi sebesar 234.950 miliar atau mengalami
peningkatan sebesar 11.270 miliar.
Salah satu produk turunan munysrakah di perbankan syariah yang memiliki
keunikan dan dapat digunakan secara luas adalah Musyarakah Mutanaqishah. Produk
ini menjadi tanda pertumbuhan lembaga keuangan syariah di Indonesia. 5Akad ini hadir
untuk menjawab kritik terhadap konsep pembiayaan Murabahah6 sebagai bentuk spirit
yang mengedepankan kerja sama. Akad ini bertumpu pada pembagian bagi hasil atas
usaha dan bukan merupakan hutang piutang seperti pada pembiayaan murabahah.7
Ulama berbeda pendapat mengenai status hukum akad Musyarakah
Mutanaqishah yang dalam fikih muamalat erat kaitannya dengan konteks multiakad
(al-‘uqud al-murakabah) karena dalam musyarakah mutanaqishah terdapat akad dan
wa’d (janji); akad syirkah-amwal, akad jual beli (al-bai’ bi at-taqsith dan bai’ al-
musya’), akad ijarah dan janji untuk jual-beli barang modal secara bertahap. Sebagian
yang melarang akad Musyarakah Mutanaqishah berdasarkan kaidah al-masyghul la
yusyghal (suatu objek tidak dapat dibebani beberapa akad), ada juga yang berpendapat
haram karena adanya gharar pada segi harga kerena jual beli bersifat kedapan dan
karena adanya muwa’adah (saling berjanji untuk melakukan jual beli) sehingga
mengkategorikan Musyarakah Mutanaqishah seperti bai’ wafa atau bai’ tawarruq yang
haram hukumnya.8 Mayoritas ulama berpendapat hukum multiakad (al-‘uqud al-
murakabah) boleh karena pada dasarnya fikih muamalah adalah boleh kecuali yang
dilarang. Kalangan Zhahiriyah berpendapat hukumnya haram berdasarkan hadis Nabi.
Hukum multi akad dengan akad-akad dasar yang membangun akad belum tentu sama.
5
Muhammad Maksum, ‘Belajar Mudah Ekonomi Islam: Catatan Kritis Terhadap Dinamika
Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia, (Tangerang, Shuhuf Media Insani, 2011), h. 158-172
6
Fauziah Md. Taib and T. Ramayah, Faktors Influencing Intention to use Diminishing Partnership Home
Financing, International Journal of Islamic and Middle Eastern Finance and Management Vol. 1 No. 3, 2008, h.
237
7
Ahmad, K., Islamic Finance and Banking: The Challenge and Prospects, Review of Islamic Economics,
Vol. 9 (2000), h. 57-82
8
Jaih Mubarak dan Hasanudin,Fikih Muamalah Maliyah Akad Syirkah dan Mudharabah,
(Bandung:Simbiosa Rekatama Media), Cet. 3, h.111
Hukum akad-akad dasarnya bisa jadi halal namun ketika menjadi multi akad menjadi
haram. Maka penelitian ini penting untuk dilakukan guna menganalisis pendapat mana
yang lebih kuat dan lebih relevan berdasarkan fikih muamalah.
Definisi musyarakah mutanaqishah tersebut dilihat dari kepemilikan modal
pihak bank yang mengalami penyusutan karena adanya pembelian dari pihak nasabah
secara angsuran. Namun apabila dilihat dari kepemilikan modal nasabah maka semakin
lama modal nasabah mengalami penambahan yang berasal dari hasil pembelian modal
pihak bank tersebut. Sehingga dari sisi nasabah akad ini bukan dinamakan syirkah
mutanaqishah melainkan akad syirkah ziyadah (Mubarok & Hasanudin, 2017).
Pada praktiknya akad musyarakah mutanaqishah mengalami transformasi
akad musyarakah yang secara hakikat merupakan bagian dari akad natural uncertainty
contrancts menjadi akad musyarakah mutanaqishah yang menjadi akad natural
certainty contranct. Karena dalam pengembangan usaha yang dilakukan menggunakan
akad ijarah yang memberikan keuntungan berupa ujrah yang kedudukannya sebagai
akad yang memberikan keuntungan yang pasti bagi para pihak yang berakad atau
termasuk akad natural certainty contracts, penerapan prinsip ijarah dalam Musyarakah
Mutanaqisah, besarnya nilai ujrah menjadi landasan penyesuaian/review terhadap
perubahan harga sewa terhadap objek sewa. Berdasarkan fatwa DSN No. 56/DSN-
MUI/V/2007 tentang Ketentuan Review Ujrah pada Lembaga Keuangan Syariah
(LKS), besarnya ujrah dapat ditinjau ulang pada periode berikutnya apabila memenuhi
syarat-syarat yaitu terjadi periode akad ijarah, ada indikasi sangat kuat bahwa bila tidak
dilakukan review, maka akan timbul kerugian bagi salah satu pihak dan disepakati oleh
kedua belah pihak (Rinrin Warisni Pribadi, 2019).
Dalam akad Musyarakah Mutanaqishah, terdapat prinsip sewa menyewa
(ijarah) yang digunakan. Dalam prinsip ini, obyek yang dibiayai dengan akad
Musyarakah Mutanaqishah dapat memberikan manfaat kepada nasabah sebagai
pengguna atau pihak lain dengan membayar ujrah yang telah disepakati. Nasabah
sebagai pengguna obyek memperoleh manfaat langsung, dengan adanya pembayaran
ujrah, prinsip sewa menyewa (ijarah) dalam Musyarakah Mutanaqishah menjaga
keseimbangan dan keadilan dalam kerjasama usaha antara nasabah dan pemilik obyek.
Suatu akad Musyarakah Mutanaqishah dapat berakhir karena tiga hal. Pertama,
berakhirnya masa berlaku akad, kedua akad dapat dibatalkan oleh pihak-pihak yang
berakad dan ketiga yaitu berakhirnya akad juga dapat disebabkan oleh meninggalnya
salah satu pihak yang berakad (Fatchurrahman Djamil, 2016). Oleh karena salah satu
rukun akad Musyarakah Mutanaqishah adalah adanya objek akad, sehingga akan
muncul permasalahan ketika terjadi hilang atau rusaknya objek tersebut.
Peneliti mengetahui bahwa telah adanya fatwa DSN-MUI terkait akad
Musyarakah Mutanaqishah, dan fatwa-fatwa DSN-MUI lainnya yang berhubungan
dengan akad tersebut seperti, fatwa terkait musyarakah, bagi hasil, ijarah, murabahah
dan lain sebaginya. Namun fatwa-fatwa tersebut tidak menjelaskan paradigma proses
lahirnya fikih akad Musyarakah Mutanaqishah, apakah akad tersebut merupakan akad
murakkab (multiakad) atau bukan. Ditambah lagi persepsi industri keuangan mengenai
diksi objek akad dan tujuan pembiayaan/akad yang memiliki keberagaman dalam
implementasinya. Sehingga pada penelitian ini, penulis tertarik mengangkat tema
penelitian Konsep Multi Akad dan Objek Akad MUSYÂRAKAH
MUTANÂQISHAH Pada Bank Syariah di Indonesia.
II.TUJUAN
Berdasarkan latar belakang diatas, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Menganalisis parktik dan hukum multiakad (al-‘uqud al-murakabah) di perbankan
syariah di Indonesia
2. Menganalisis praktik review ujrah pada Musyarakah Mutanaqishah di perbankan
syariah di Indonesia dan kesesuainya dengan fatwa DSN-MUI serta aturan otoritas yang
berlaku
3. Menganalisis dan memberikan solusi terhadap permasalahan hilangnya objek akad pada
Musyarakah Mutanaqishah di perbankan syariah di Indonesia

III.METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif berupa studi dokumen
dan wawancara dengan pendekatan normatif empiris. Peneltian ini menggambarkan fakta
implementasi Fatwa DSN-MUI tentang akad Musyarakah Mutanaqishah pada beberapa
bank syariah di Indonesia, kemudian menganalisisnya dengan maksud fatwa itu sendiri
khususnya yang berhubungan dengan teori akad Musyarakah Mutanaqishah dan objek akad
tersebut. Selanjutnya merumuskan pola ideal yang dapat diimplementasikan oleh industri
keuangan syariah dalam menentukan akad dan objek akad Musyarakah Mutanaqishah.
IV. HASIL YANG DIHARAPKAN
Perbankan syariah mengalami pertumbuhan khususnya melalui pembiayaan akad
Musyarakah Mutanaqishah guna meningkatkan perekonomian bangsa dan taraf hidup
masyarakat Indonesia, dalam penelitian ini diharapkan dapat merumuskan praktik dan
hukum multiakad diperbankan syariah di Indonesia.
Lebih lanjut, penelitian yang sudah ada tentang review ujrah pada Musyarakah
Mutanaqishah hanya tentang kesepakatan bersama, yaitu review ujrah dapat ditinjau ulang
pada periode berikutnya apabila memenuhi syarat-syarat yaitu terjadi periode akad ijarah,
ada indikasi sangat kuat bahwa bila tidak dilakukan review, maka akan timbul kerugian bagi
salah satu pihak dan disepakati oleh kedua belah pihak. Dalam penelitian ini dapat mengkaji
praktik review ujrah pada Musyarakah Mutanaqishah di perbankan syariah di Indonesia
dan kesesuainya dengan fatwa DSN-MUI serta aturan otoritas yang berlaku.
Penelitian ini diharapkan menghasilkan novelty berupa analisis yang mendalam dan
komprehensif tentang objek akad pada Musyarakah Mutanaqishah, serta memberikan solusi
terhadap permasalahan hilangnya objek akad pada Musyarakah Mutanaqishah di perbankan
syariah di Indonesia

V. DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai