2. Isodose
3. Profile dose
Depth
(cm) nA
0.5 14.33
1 14.91
1.5 15.53
2 16.05
2.5 16.46
3 16.78
3.5 17.01
4 17.16
4.5 17.22
5 17.23
5.5 17.15
6 17.00
6.5 16.75
7 16.41
7.5 15.95
8 15.42
8.5 14.76
9 14.00
9.5 13.14
10
Diukur pada kedalaman saat arus listrik maksimum, yaitu pada depth = 5.0 cm dan
V = 200 V dan 400 V
depth (cm) nA
200 V 400 V
5.0 17.19 17.18
17.18 17.17
Soal latihan:
seorang fisikawan medik melakukan pengukuran konsistensi output pada Linac energy 6
MV, diperoleh nilai D100 = 67.43%, D200 = 39.34% menggunakan teknik SSD, dengan luas
lapangan A= 10 cm x 10 cm menggunakan detector ionization chamber PTW 3006/30013
dengan nilai factor koreksi 0.0539 Gy/nC dengan suhu T = 19.8°C, P = 101.2 kPa, H =
58%. Diukur pada tegangan 400 V, 100V, dan -400 V. Nilai bacaan detector adalah sebagai
berikut:
Nomor Hasil Bacaan Dosimeter
400 V -400 V 100 V corrected
25.27 25.24 25.12 25.37
1
25.28 25.25 25.13 25.38
2
25.28 25.25 25.13 25.37
3
25.277 25.247 25.127 25.373
Rata-rata
Perhitungan dosis serap di air pada kedalaman referensi dan kedalaman maksimum
𝑇𝑃𝑅(20,10) = (1.2661 𝑥 𝑃𝐷𝐷(20,10)) − 0.0593
37.99%
𝑇𝑃𝑅(20,10) = (1.2661 𝑥 ( )) − 0.0593
66.24%
𝑇𝑃𝑅(20,10) = 0.67
kQ,Q0 dihitung dengan menggunakan interpolasi
x1=0.65, y1=0.994
x2=0.68, y2=0.990
(𝑦2 − 𝑦1)
𝑦 = 𝑦1 + (𝑥 − 𝑥1) ( )
(𝑥2 − 𝑥1)
(0.990 − 0.994)
𝑦 = 0.994 + (0.67 − 0.65) ( )
(0.68 − 0.65)
𝑦 = 0.994 + (−0.003)
𝑘𝑄, 𝑄0 = 𝑦 = 0.991
273.2 + 20.1 101.3 𝑘𝑃𝑎
𝑘𝑇𝑃 = ( )( )
273.2 + 20 101.45 𝑘𝑃𝑎
𝑘𝑇𝑃 = 0.999
25.163 + 25.12
𝑘𝑝𝑜𝑙 =
2(25.163)
𝑘𝑝𝑜𝑙 = 0.999
(25.163: 200) 25.163: 200 2
𝑘𝑠 = 1.022 + (−0.363) + 0.341 ( )
(24.953: 200) 24.953: 200
𝑘𝑠 = 1.003
25.163
𝑀𝑄 = ( ) (0.999)(1)(0.999)(1.003)
200
𝑀𝑄 = 0.1259
𝐷(𝑤, 𝑄, 𝑧𝑟𝑒𝑓) = (0.1265)(0.05392)(0.991)
𝐷(𝑤, 𝑄, 𝑧𝑟𝑒𝑓) = 0.0067
100(0.0067)
𝐷(𝑤, 𝑄, 𝑧𝑚𝑎𝑥) =
66.24%
𝐷(𝑤, 𝑄, 𝑧𝑚𝑎𝑥) = 1.01 𝐺𝑦/𝑀𝑈
1 − 1.01 𝐺𝑦/𝑀𝑈
𝛥𝐷 = 𝑥100% = 1%
1
Phantom AAPM meliputi: slice thickness, linieritas HU, resolusi spasial, low
contrast
Image quality diuji dengan melakukan prosedur berikut:
1. Letakkan phantom AAPM tepat di isosenter
2. Atur kV 120 kV, 300 mA, topo scan
Keakuratan nilai HU
Keseragaman CT Nu mber
Keseragaman noise pada parameter standar
Linieritas CT Number
Resolusi spasial low contrast
Akurasi laser
Slice thickness
Indicator posisi meja
X1 9.0 8.5
0.9
∆X dan ∆Y ≤2%
X2 9.4 9.0
SID, |∆X|+|∆Y|
2.4
≤3% SID
Y1 7.0 5.8
1.5
Y2 7.0 7.3
Kolimasi Lolos? Lolos
c. Ketegaklurusan berkas
Tujuan: mengetahui ketegaklurusan berkas sinar-x dengan pusat berkas cahaya
Prosedur:
1. Mengecek ketegaklurusan berkas sinar-x pada citra hasil uji kolimasi
2. Mencatat penyimpangan titik fokus berdasarkan titik pusat pada lingkaran
dalam atau luar
Hasil:
3. Penjejakan
Tujuan: Memastikan AEC berfungsi dengan baik melaluirespon dosis terukur
terhadap perubahan kVp dan ketebalan pasien.
Variasi ketebalan phantom
Prosedur:
1. Melakukan pengaturan posisi tabung sinar-X dan bucky dengan jarak 100 cm
2. Melakukan pengaturan kolimasi dengan menyinari area sensor AEC dengan
cahaya kolimasi sehingga semua sensor AEC tersinari dengan luas lapangan
2 cm dari tepi luar sensor AEC
3. Meletakkan detektor di atas bucky, posisi detektor tidak boleh menutupi
sensor AEC
4. Variasi ketebalan fantom:
4.1 Meletakkan fantom perspex diatas detektor untuk mewakili variasi
ketebalan pasien, misalnya fantom Perspex dengan ketebalan 10 cm
(terdiri dari 5 fantom Perspex @ 2 cm)
4.2 Meletakkan kaset film pada bucky (jika menggunakan film)
4.3 Melakukan pengaturan faktor eksposi pada penggunaan klinis (misalnya
80 kVp jika kVbisa di atur). Jika kV dan mAs tidak bisa diatur
menggunakan faktor eksposi otomatis
4.4 Melakukan eksposi
4.5 Mencatat nilai mAs dan indeks paparan yang tercantum pada panel
kendali dan mencatat nilai dosis pada alat ukur
4.6 Lakukan pengulangan langkah 4.1 sampai 4.5 dengan ketebalan fantom
Perspex berbeda, yaitu 14 cm dan 20 cm.
Hasil:
Variasi tegangan
Prosedur:
1. Melakukan pengaturan posisi tabung sinar-X dan bucky dengan jarak 100
cm
2. Melakukan pengaturan kolimasi dengan menyinari area sensor AEC dengan
cahaya kolimasi sehingga semua sensor AEC tersinari dengan luas lapangan
2 cm dari tepi luar sensor AEC
3. Meletakkan detektor di atas bucky, posisi detektor tidak boleh menutupi
sensor AEC
4. Variasi kVp:
4.1 Meletakkan fantom perspex setebal 20 cm (10 Fantom Perspex @ 2 cm)
diatas detector atau meletakkan fantom alumunium 21 mm Al ditempel
di kolimator.
4.2 Melakukan pengaturan faktor eksposi pada nilai 80 kVp jika masih bisa
diatur atau pada faktor eksposi otomatis;
4.3 Melakukan eksposi;
4.4 Mencatat nilai mAs dan indeks paparan yang tercantum pada monitor
panel kendali dan mencatat nilai dosis pada alat ukur;
4.5 Melakukan pengulangan langkah 4.1 sampai 4.4 dengan tegangan
bervariasi, yaitu 90, dan 100 kVp;
Hasil:
Pendekatan manual
Verifikasi planning adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk memeriksa kebenaran
antara planning yang telah dilakukan dengan pelaksanaan di lapangan. Verifikasi ini
dilakukan dengan membandingkan hasil planning dengan hasil 2D-array. Selisih hasil dari
keduanya tidak boleh lebih dari 3% untuk dosis dan 3 mm untuk selisih lapangannya.
Masing-masing diberikan beam sebanyak 5 kali pada planning dan 2D-array. Untuk
verifikasi lapangan, hasil lapangan yang terbaca di 2D-array dan lapangan di TPS
digabungkan untuk mengetahui selisih lapangan.
Gamma index
Gamma index adalah salah satu metrik yang paling umum digunakan untuk
verifikasi radioterapi kompleks termodulasi, seperti IMRT dan VMAT. Metrik ini
diterima secara meluas dan diimplementasikan secara komersial pada software analisis
verifikasi. Gamma index mengombinasikan beda dosis dan beda jarak untuk
menghitung metric tak berdimensi untuk setiap titik pada distribusi yang dievaluasi.
Gamma index dihitung berdasarkan jarak Euclidean minimum untuk setiap titik
referensi. Untuk setiap titik referensi pada distribusi dosis, hitung setiap titik distribusi
yang dievaluasi:
1. Jarak antara titik referensi dan titik yang dievaluasi, Δr (rR, rE)
2. Dosis antara referensi dengan titik yang dievaluasi, ΔD (rR, rE)
Dengan rR adalah titik referensi dan rE adalah titik yang dievaluasi. Perbedaan dosis
dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
∆𝐷(𝑟𝑅 , 𝑟𝐸 ) = 𝐷𝐸 (𝑟𝐸 ) − 𝐷𝑅 (𝑟𝑅 )
Dengan 𝐷𝐸 (𝑟𝐸 ) adalah dosis pada titik yang dievaluasi dan 𝐷𝑅 (𝑟𝑅 ) adalah dosis
pada titik referensi. Kemudian untuk setiap titik pada distribusi yag dievaluasi dapat
dihitung dengan menggunakan gamma index: