Anda di halaman 1dari 48

LOG BOOK HARIAN DIKLAT PROFESI FISIKAWAN MEDIK DI UNIT

RADIOTERAPI RSUP DR. KARIADI

Jumat, 23 April 2021

 Alur pasien di unit radioterapi:


1. Pasien diambil citranya sesuai dengan diagnosis dokter, dengan menggunakan
simulator (2D) atau CT-Simulator (3D)
2. Hasil citra di-contour oleh dokter
3. Citra yang telah di-contour oleh dokter, selanjutnya di-planning
4. Hasil planning diverifikasi
5. Tindakan penyinaran
 CT-Simulator (3D Planning)
CT-Simulator ini digunakan untnuk menentukan posisi awal pasien sebelum kemudian
hasil citra dari CT-Simulator ini di-planning. CT-Simulator ini dibuat sedemikian hingga
sama dengan apa yang ada pada pesawat terapi. Pada prinsipnya, CT-Simulator memiliki
kesamaan dengan CT-Scan pada umumnya. Akan tetapi, ada bebrapa hal yang menjadikan
keduanya berbeda. Berikut adalah hal-hal yang membedakan antara CT-Simulator dan Ct-
Scan berbeda:
1. Bore
Bore yang terdapat pada CT-Simulator memiliki diameter 80 cm, diameter ini jauh
lebih besar dari diameter bore kebanyakan yang digunakan pada Ct-Scan.
Pertimbangan ukuran diameter bore yang lebih besar ini adalah untuk keleluasaan
positioning pasien.
2. Meja pasien
Meja pasien yang digunakan pada CT-Simulator dibuat sama dengan meja pasien yang
digunakan pada pesawat saat treatment. Meja pasien pada CT-Simulator dibuat datar.
Pada meja pasien juga dilengkapi dengan indexing bar. Indexing bar ini digunakan
untuk mengetahui posisi pasien saat posisi dikunci ketika simulasi.
3. Laser eksternal
Laser eksternal yang digunakan pada CT-Simulator pada prinsipnya sama dengan laser
yang sudah ada pada alat. Laser eksternal pada CT-Simulator diguanakan untuk
menentukan reference marker/origin marker dengan jangkauan yang lebih luas, selain
itu laser eksternal juga dapat digerakkan (moving laser). Marker yang digunakan
sebagai penanda posisi pasien ini biasanya menggunakan bahan yang bersifat radio
opack, artinya bahan yang digunakan adalah bahan yang memiliki densitas tinggi. Dari
reference marker ini dapat kemudian dipindahkan ke isosenter melalui perhitungan.
Pada CT-Simulator, pasien di-scan secara helical agar citra yang dihasilkan bisa
lebih bagus dan pergerakannya smooth. Jumlah slice pada citra yang direkonstruksi ada
16 slices. Dengan tebal irisan adalah 3 mm - 5 mm. Untuk organ H&N biasanya
menggunakan tebal irisan yang relative lebih kecil, yaitu sekitar 2.5 mm. Pengambilan
citra pada CT-Simulator biasanya menggunkan zat kontras. Zat kontras ini dimasukkan
ke dalam tubuh pasien melalui 2 metode, yaitu intravena dan intraoral. Intravena
maksudnya adalah zat kontras dimasukkan ke dalam tubuh pasien dengan cara
disuntikkan ke dalam pembuluh darah, sedangkan untuk intraoral zat kontras
dimasukkan ke dalam tubuh dengan cara diminum. Citra yang dihasilkan dengan posisi
pasien yang telah fix ditetapkan, kemudian dibuat contour untnuk selanjutnya di-
planning guna pelaksanaan treatment terapi.
Citra yang digunakan dalam radioterapi tidak memperhatiakn HU, tetapi electron
density sehingga electron density menjadi hal penting yang harus diperhatikan. Alasan
menggunakan electron density adalah untuk mempermudah dalam identifikasi
komposisi organ di dalam tubuh. Karena setiap organ memiliki densitas yang berbeda,
maka nilai electron density juga akan berbeda. Keuntungan menggunakan electron
density adalah berapapun energi yang digunakan untuk penyinaran, nilai electron
density tidak akan berubah. Pada HU tidak berlaku demikian.
 Simulator (2D Planning)
Pesawat yang digunakan untuk simulator ini adalah pesawat fluoroskopi. Prinsip
simulator ini lebih sederhana dari CT-Simulator, karena dosis dan luas lapangan sudah
ditentukan sebelumnya. segala sesuatu yang dilakukan di simulator diharuskan sama
dengan apa yang akan dilakukan pada saat pasien di-treatment dengan pesawat Co-60.
Termasuk posisi pasien, penentuan reference marker dan juga fiksasi pasien. Fiksasi pasien
ini menggunakan bahan thermoplastic yang dapat disesuaikan dengan tubuh pasien setelah
bahan tersebut dipanaskan pada air bersuhu 65°C-70°C.

Senin, 26 April 2021


 LINAC (Linear accelerator)
Sebuah linac bekerja berdasarkan prinsip penjalaran gelombang frekuensi radio
untuk mempercepat partikel bermuatan sehingga partikel tersebut akan memliki energi
kinetik yang tinggi pada arah/track yang lurus. Proses mempercepat partikel bermuatan
tersebut dilakukan di dalam sebuah tabung yang disebut accelarator waveguide. Untuk
dapat menghasilkan foton yang selanjutnya digunakan untuk terapi radiasi, setidaknya
sebuah linac membutuhkan sumber gelombang mikro, sumber elektron yang akan
dipercepat, serta lempengan target yang akan ditumbuk. Sumber gelombang mikro disuplai
oleh komponen Magnetron ataupun Klystron. Magnetron berfungsi sebagai osilator
frekuensi yang mampu menghasilkan gelombang mikro dengan frekuensi tinggi.
Gelombang mikro tersebut digunakan untuk menghasilkan medan magnet statis yang
selanjutnya digunakan untuk mempercepat elektron yang dihasilkan oleh elektron gun.
Berbeda dengan magnetron kylstron bukanlah penghasil gelombang mikro, melainkan
memperkuat gelombang sumber yang diberikan menggunakan sebuah amplifier penguat
frekuensi. Dari hasil penguatan frekuensi sumber tersebut, akan dihasilkan sebuah sistem
pandu gelombang dengan frekuensi mencapai 3 GHz. Khusus magnetron, pada umumnya
digunakan untuk menghasilkan energi radiasi rendah yaitu 4 – 6 MeV. Untuk rentang
energi yang lebih tinggi digunakan kylstron. Selanjutnya, elektron gun merupakan sumber
elektron yang akan dipercepat.
Sebuah elektron gun dilengkapi dengan filamen tungsten yang dipanaskan. Akibat
pemanasan tersebut maka akan tejadi proses emisi termionik yang mengakibatkan
munculnya arus elektron yang terlepas dari tungsten tersebut. Besarnya intensitas elektron
berbanding lurus dengan besarnya suhu pemanasan pada tungsten tersebut. Setelah
elektron dihasilkan maka berkas elektron tersebut akan diarahkan ke tabung pemercepat
(accelerating tube) untuk dipercepat sehingga energi kinetiknya meningkat. Tabung
pemercepat dilengkapi dengan pengendali arus/drift tube yang berfungsi membalik
polarisasi dari medan listrik. Dengan adanya proses ini akan terjadi lompatan partikel
sehingga menambah kecepatan partikel akibat pembalikan polarisasi tersebut. Semakin
banyak dan panjang drift tube yang digunakan, semakin besar pula kecepatan akhir/energi
kinetik partikel yang dihasilkan. Namun, tentunya akan dibutuhkan konstruksi tabung yang
panjang untuk menghasilkan energi yang lebih tinggi. Apabila energi kinetik yang
dibutuhkan sudah tercapai, maka berkas elektron dengan kecepatan tinggi ini akan
diarahkan untuk menumbuk lempengan logam. Karena energi yang menumbuk lempengan
logam sanagat tinggi, maka akan dihasilkan berkas foton dari proses ini. Berkas tersebut
diarahkan keluar melalui kepala linac yang disebut gantri untuk selanjutnya di arahkan
menuju target. Setelah dihasilkan foton dengan energi tertentu, perlu diadakan
pengkondisian akan berkas tersebut dikarenakan berkas yang dihasilkan tidak
menghasilkan intensitas foton yang seragam yang artinya energinya juga tidak seragam.
Selain itu, dalam aplikasinya, geometri berkas yang dibutuhkan akan beragam, sehingga
diperlukan komponen yang bisa mengatasi kedua permasalahan tersebut. Sedangkan untuk
memodifikasi geometri berkas, digunakan kolimator. Prinsip kerjanya adalah dengan
meloloskan berkas foton uniform pada sebuat kerangka sesuai dengan bentuk yang
diinginkan. Untuk menjadikan energi berkas foton menjadi seragam/uniform dapat
digunakan flattening filter (FF). Komponen ini bekerja dengan menyerap sebagian berkas
foton pada bagian menggunakan bahan tertentu agar intensitas dibagian tersebut berkurang
dan sama dengan bagian lainnya sehingga semua bagian memiliki intensitas energi yang
merata. Sedangkan untuk memodifikasi geometri berkas, digunakan kolimator. Prinsip
kerjanya adalah dengan meloloskan berkas foton uniform pada sebuah kerangka sesuai
dengan bentuk yang diinginkan.
 Hal penting yang memengaruhi kinerja linac adalah suhu (T) dan tekanan (P).
 Di RSUP Dr. Kariadi, ada 3 pesawat linac antara lain: 2 linac merk varian dan 1 linac
merk elekta. Untuk linac merk varian mengeluarkan 1 energi atau yang lebih dikenal
sebagai linac monoenergy (6 MeV/6 MV), sementara linac merk elecat disebut sebagai
linac multienergy karena dapat memproduksi sinar-X dengan variasi energy yang
banyak (6 MV, 8 MV, 10 MV, dan 12 MV) atau berkas electron dengan energy 6 MeV,
8 MeV, 10 MeV, dan 12 MeV).
 Untuk sistem keselamatan linac dilengkapi dengan system interlock, intercom, CCTV.
 Untuk QC harian dilakukan uji pada beberapa parameter, yaitu: laser, indicator jarak
(ODI), ukuran lapangan, output.
 Pesawat Co-60
 Ada 2 teknik penyinaran pada Co-60, yaitu dengan SSD 80 cm dan SAD 100 cm.
 Treatment head pada Co-60 dilengkapi dengan sistem on off
 Ada beam stopper
 Selain sistem keselamatan, pada pesawat Co-60 juga dilengkapi dengan sistem
keamanan
 Sistem safety-nya menggunakan monitor survey area. Monitor survey area digunakan
untuk mendeteksi laju paparan di sekitar pesawat Co-60, selain itu juga dapat
menunjukkan adanya kebocoran sumber Co-60.
 Brachytherapy
 Menggunakan metode remote afterloading
 Sumber yang digunakan adalah Co-60 (A rendah, t1/2 tinggi agar tidak terlalu sering
mengganti sumber)
 Sumber dimasukkan pada pasien melalui aplikator
 Brachytherapy ada dua metode secara umum, yaitu intracavitary dan interstisial.
Intracavitary: sumber dimasukkan pada rongga didekatkan dengan target volume.
Intracavitary ini bersifat temporary. Interstisial: sumber ditanam pada target volume.
Interstisial dapat bersifat temporary ataupun permanen.
 Pada brachytherapy dilakukan QC dengan mengukur KERMA (Kinetic Energy
Realesed per Unit Mass) dengan menggunakan well type detector.
 Berikut adalah beberapa hal yang menjadi tugas fisikawan medis di rumah sakit saat
pengadaan alat:
1. Ikut serta dalam mengusulkan alat kesehatan yang akan dibeli (utamanya modalitas
pada RT, RDI, dan KN)
2. Ikut serta menyusun dan menetapkan spesifikasi alat yang akan diberikan kepada
vendor (biasanya penyusunan spesifikasi alat ini juga ada campur tangan (beberapa
informasi terdahulu) dari vendor)
3. Ketika sudah ada kesepakatan antara pihak manajemen rumah sakit dan vendor,
kemudian alat datang. Saat alat datang, maka dilakukan Acceptence Test. Acceptence
Test ini dilakukan untuk memastikan spesifikasi yang dibeli sesui dengan pabrikan.
Acceptence Test dilakukan oleh kedua belah pihak, yaitu pihak rumah sakit yang
termsuk di dalamya adalah fisikawan medik dan pihak vendor.
4. Setelah Acceptence Test, maka selanjutnya dilakukan komisioning. Komisioning ini
dilakukan untuk mendapatkan baseline yang berguna pada program QC selanjutnya.
Berikut adalah beberapa parameter yang diuji saat komisioning:
1. PDD (Percentage Depth Dose)
2. Profile Dose
3. Output factor
Setelah fisikawan medik melakukan pengukuran pada komisioning, selanjutnya
data dikirimkan ke vendor untuk diolah. Selanjutnya data yang sudah diolah, maka
dikirimkan kembali kepada pihak rs.
5. Setelah selesai, selanjutnya membuat izin operasional pesawat.

Selasa, 27 April 2021

 Quality Control harian Linac meliputi:


1. Output keluaran dosis (diukur dengan menggunakan Farmer ionization chamber
detector)
Pada uji QC ini
2. Optical Distance Indicator
3. Laser
4. Field size
 Treatment Planning System Radioterapi 2D
Perhitungan manual menggunakan pesawat Co-60
 Kasus Ca Whole Brain:
Diketahui:
1. Luas lapangan:
X1 = -8 cm
X2 = 8 cm
Y1 = 6 cm
Y1 = -6 cm
2. Dosis Preskripsi = 15 x 2.5 Gy
3. Arah sinar: Lateral dextra dan sinistra
4. Output factor
 Menentukan luas lapangan ekivalen:
2(16 𝑐𝑚𝑥12 𝑐𝑚)
𝑎= = 13.7 𝑐𝑚
16 𝑐𝑚 + 12 𝑐𝑚
𝐿𝑒𝑞 = 13.7 𝑐𝑚 𝑥 13.7 𝑐𝑚
 Menentukan output factor:
𝑦 = 0.045 ln(𝑥) + 0.795
𝑦 = 0.045 ln(13𝑥13) + 0.795
𝑦 = 1.031
5. Percentage Depth Dose (PDD) (depth: 8 cm) = 64.7%
6. Laju dosis Co-60 = 181.9 cGy/menit pada tanggal 11/12/2018
Laju dosis Co-60 pada 27/04/2021:
2.37 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛
𝑐𝐺𝑦 1 5.27 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛
𝑙𝑎𝑗𝑢 𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 = 181.9 𝑥 ( )
𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 2
𝑙𝑎𝑗𝑢 𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 = 133.1 𝑐𝐺𝑦/𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
Ditayakan: berapa waktu penyinaran yang dibutuhkan?
Solusi:
𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑝𝑟𝑒𝑘𝑟𝑖𝑝𝑠𝑖 (𝑐𝐺𝑦)
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 =
𝑐𝐺𝑦
𝑙𝑎𝑗𝑢 𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 ( ) . 𝑂𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡 𝑓𝑎𝑐𝑡𝑜𝑟. %𝑃𝐷𝐷. 𝑊𝑓
𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
125 𝑐𝐺𝑦
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 =
𝑐𝐺𝑦
133.1 ( ) . 1.031. 0.647. 1
𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 = 1,4 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡

 Treatment Planning System Radioterapi 3D-CRT

Rabu, 28 April 2021

 Pengenalan Treatment Planning System (praktik)


Beberapa software TPS yang digunakan di RSUP Kariyadi, Eclipse (untuk
planning Linac varian), XIO (untuk planning Linac elekta), Monaco (untuk contour Linac
elekta), Fonic (untuk planning Co-60), Linatech (untuk planning Co-60).
Algoritma mengerjakan planning kasus tumor 3D dengan menggunakan software TPS
Eclipse:
1. Membuka nama pasien yang akan di-planning
2. Setelah terbuka, memastikan seluruh citra organ pasien telah di-contour oleh dokter
(GTV, CTV, PTV, dan OAR), apabila ada OAR yang belum di-contour maka perlu
ditambahkan oleh fisikawan medik
3. Menetapkan isocentre pada titik origin (apabila kebetulan titik isocentre sudah berada
tepat pada origin, jika tidak maka perlu memindahkan isocentre )
4. Selanjutnya membuat planning baru
5. Menentukan lapangan utama yang akan dibuat (misalnya untuk kasus Ca Cervix ada 4
lapangan: AP, PA, lateral dextra dan sinistra)
6. Memasukkan dosis preskripsi
7. Menambah dan mengatur MLC
8. Mengatur pembobotan
9. Mengkalkulasi dosisnya
10. Melihat homogenitas sebaran dosis dan Dose Volume Histogram untuk GTV, CTV,
PTV, dan OAR
11. Mengoptimalkan planning (dapat dilakukan dengan mengatur pembobotan, mengatur
MLC, atau menambahkan lapangan dalam lapangan)
 Tiga kurva penting di radioterapi:
1. Percentage Depth Dose (PDD)
Yaitu dosis serap yang diterima oleh medium pada kedalaman tertentu yang
dibandingkan dengan dosis maksimum pada kedalaman zmax. Berikut adalah formula
dari PDD:
100𝐷𝑄 100𝐷̇𝑄
𝑃𝐷𝐷(𝑧, 𝐴, 𝑓, ℎ𝑣) = =
𝐷𝑝 𝐷̇𝑃
Dengan:
DQ = dosis pada titik sembarang Q pada sumbu pusat berkas
DP = dosis maksimum pada kedalaman zmax pada sumbu pusat berkas
Berikut adalah parameter-parameter yang memengaruhi nilai PDD:
 z (kedalaman)
 A (luas lapangan)
Untuk nilai z, f, dan hv konstan, PDD meningkat seiring meningkatnya nilai A. Hal
ini disebabkan karena kontribusi hamburan yang juga semakin besar.
 f (jarak antara sumber dengan permukaan, SSD)
Untuk nilai z, A, dan hv konstan, PDD meningkat seiring meningkatnya f. Hal ini
karena efek penurunan z pada inverse square factor, yang merupakan komponen
utama berkas foton.
 hv (energi)
untuk nilai z, A, dan f konstan, PDD meningkat seiring meningkatnya energi
berkas. Hal ini dikarenakan menurunnya atenuasi berkas (meningkatnya daya
penetrasi berkas).
 Bentuk umum kurva PDD
Kurva PDD berkas elektron menunjukkan dosis permukaan yang tinggi
dibandingkan dengan berkas photon megavoltage. Dosis akan bertambah hingga mencapai
maksimum pada kedalaman tertentu, zmax. Di luar zmax dosis menurun secara cepat dan
kemudian mendatar pada dosis rendah yang disebut sebagai bremsstrahlung tail. Hal ini
memberikan manfaat klinis yang lebih baik dibandingkan modalitas sinar-x pada treatment
tumor di permukaan. Berikut adalah gambar kurva PDD untuk elektron dan photon pada
beberapa energi:
Linac energi tinggi memproduksi berkas elektron dengan energi diskrit pada rentang energi
4 MeV – 25 MeV. Berkas elektron dapat dianggap monoenergi saat meninggalkan
akselerator, meski demikian berkas elektron melalui exit window akselerator, scattering
foils, monitor chamber, collimator dan udara, ketika elektron berinteraki dengan
komponen-komponen tersebut menghasilkan:
1. Pelebaran spektrum energi berkas elektron,
2. Produksi bremsstrahlung yang memberikan efek bremsstrahlung tail pada kurva
PDD.
Pada saat berkas elektron mengeai pasien, energinya E0 jauh lebih kecil
dibanding dengan energi elektron saat masih di dalam akselerator.

2. Isodose

3. Profile dose

Kamis, 29 April 2021

 Kalibrasi sumber Co-60 yang digunakan pada brachytherapy


Berikut adalah hasil pengukuran sumber dengan menggunakan well type detector merk
PTW UNIDOS E (prinsip kerja detector ini adalah mengguanakan prinsip ionization
chamber
 Diukur pada:
Source activity (A) = 1.8229 Ci = 67.4473 GBq
V = 400 V
T = 22.6 °C
P = 1011.5 hPa

Depth
(cm) nA
0.5 14.33
1 14.91
1.5 15.53
2 16.05
2.5 16.46
3 16.78
3.5 17.01
4 17.16
4.5 17.22
5 17.23
5.5 17.15
6 17.00
6.5 16.75
7 16.41
7.5 15.95
8 15.42
8.5 14.76
9 14.00
9.5 13.14
10

 Diukur pada kedalaman saat arus listrik maksimum, yaitu pada depth = 5.0 cm dan
V = 200 V dan 400 V

depth (cm) nA
200 V 400 V
5.0 17.19 17.18
17.18 17.17

Air Kerma Strength = 20718.5 cGy cm2/h


 TPS Ca Cx, menggunakan 4 lapangan dan bisa juga ditambahkan FIF
 TPS Whole brain, menggunakan 2 lapangan yaitu dari arah lateral dextra dan lateral sinistra

Jumat, 30 April 2020

 TPS untuk Ca Mammae


Ada 2 macam ca mammae, yaitu: BCT dan MRM (kasus kanker payudara, dimana
GTV sudah diambil melalui operasi)
Beberapa yang harus diperhatikan saat melakukan planning pada ca mammae:
1. Ca mammae di-beam dari arah tangensial, yaitu dari mediolateral dan lateromedial
2. Untuk isocentre tidak diset lebih dari 8 cm, karena untuk menghindari masalah
mekanik antara meja dan gantry
3. Untuk planning ca mammae menggunakan half beam block, tujuannya adalah untuk
menghindari pemberian sinar berlebih pada OAR.
4. MLC dibuka beberapa cm dari PTV (tidak dimepetkan), tujuannya adalah pada saat
PTV bergerak karena pernapasan pasien, tetap medapatkan sinar.
5. Menambahkan bolus, tujuan penambahan bolus ini adalah agar dosis maksimum
sampai pada kedalaman yang kanker.
Senin, 3 Mei 2021
 Brachytherapy (kadang disebut dengan curietherapy atau endocurie therapy) adalah
treatment kanker yang menggunakan sumber radiasi yang kecil dan terbungkus dengan
jarak yang dekat.
 Brachytherapy adalah metode terapi di mana sumber didekatkan dengan target.
Brachytherapy diperlukan untuk mendapatkan dosis optimum pada massa tumor yang
kecil, yang mana apabila di-treatment dengan teleterapi dosis yang diterima tidak optimum.
Dosis yang optimum tercapai apabila target mendapatkan dosis maksimal dan OAR
mendapatkan dosis minimal. Selain itu, brachytherapy juga digunakan sebagai terapi
booster. Brachytherapy dilakukan untuk tujuan kuratif. Target dari brachytherapy adalah
tumor primer.
 Metode brachytherapy dibedakan menjadi 2 secara umum, yaitu intracavitary dan
interstitial. Intracavitary adalah metode brachytherapy di mana sumber ditempatkan pada
rongga tubuh yang dekat dengan volume target. Interstitial adalah metode brachytherapy
di mana sumber ditanam pada tumor target. Metode intracavitary bersifat temporer, durasi
yang pendek, sementara metode interstitial bisa bersifat temporer atau permanen. Implant
temporer dimasukkan secara manual atau menggunakan prosedur afterloading. Untuk
metode implant ada beberapa jenis, yaitu intracavitary, interstitial, surface (mould),
intraluminal, intraoperative, intravascular.
 Kelebihan brachytherapy dibandingkan dengan terapi eksternal adalah meningkatkan
penyampaian dosis yang dilokalkan pada volume target. Kekurangan brachytherapy
dibandingkan dengan radioterapi ekseternal adalah hanya digunakan untuk tumor- tumor
yang terlokalisasi dan berukuran kecil.
 Aspek penting dalam brachytherapy treatment adalah menggunakan model dosimetry
yang tepat untuk waktu treatment dan perhitungan dosis serta menggunkan sumber yang
terkalibrasi.
 Sumber brachytherapy adalah sumber terbungkus, kapsul tersebut digunakan untuk
beberapa tujuan: menahan radioaktivitas, memberikan wadah bagi sumber, menyerap
radiasi partikel α, untuk sumber pemancar foton, dan partikel β yang dihasilkan dari
peluruhan sumber.
 Alur brachytherapy treatment di RSUP Kariadi:
1. Penentuan volume taget (dengan melakukan pengambilan citra melalui Simulator
(2D))
2. Pemasangan aplikator oleh dokter
3. Pemosisian aplikator dan recobox serta pengmabilan citra (dengan menggunakan C-
Arm)
4. Pelaksanaan planning oleh fisikawan medis
5. Treatment
 Dalam planning, tujuan utamanya adalah memberikan dosis maksimal pada volume target
dan dosis minimal pada OAR. Upaya yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut
antara lain: membuat lapangan yang kecil, melakukan pembobotan, mengatur sudut
seoptimal mungkin.
 Ada 3 jenis aplikator yang digunakan untuk treatment brachytherapy, yaitu fletcher, ovoid,
dan cylinder. Dalam penggunaan aplikator fletcher dilakukan metode perhitungan
Manchester dengan mengacu pada titik A dan B.
 Titik A pada metode Manchester adalah titik imajiner yang terletak 2 cm ke arah lateral
kiri dan kanan sumbu uterus dan 2 cm kranial dari garis yang melalui membrane mukosa
forniks lateral dalam bidang uterus. Titik ini mewakili struktur anatomi kritis yang
merupakan perlintasan antara ureter dan arteri uterin. Sedangkan titik B terletak 3 cm
leteral dari titik A.
 Pemberian dosis untuk kasus pada ginekologi adalah 7 Gy untuk 3 kali fraksi, idelanya
diberikan setelah satu minggu radioterapi eksternal.
 Kasus-kasus kanker yang biasanya menggunakan brachytherapy treatment antara lain:
THT, ginekologi, superfisial.

Selasa, 4 Mei 2021


 QC harian pesawat brachytherapy sebelum pelayanan:
1. timer check
2. dummy calibration and drive source
prosedur melakukan kalibrasi ini adalah sebagai berikut:
1. menghubungkan guide tube LAZ20-02 (warna hitam) ke konektor drive check ke
channel nomor 1
2. menghubungkan guide tube warna putih ke channel nomor 2 dan diteruskan ke
posisi sumber pada kamera
3. mengklik “both guided inserted” dan menekan “start”, maka system akan berjalan,
parameter “ok”, alat bekerja dengan baik dan normal.
3. visual test, dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui posisi sumber/indicator nilai
posisi sumber. visual test ini merupakan tes lanjutan setelah dummy calibration and
drive source. Pada posisi 10 ± 1 menunjukkan bahwa alat berfungsi dengan baik.
Apabila nilainya tidak 10 ± 1, maka dilakukan pengulangan dengan memasukkan
angka sebenarnya, save and repeat.
 Pesawat brachytherapy didesain dengan system keamanan yang canggih, apabila sewaktu-
waktu terjadi “power off” secara tiba-tiba maka secara otomatis sumber radioaktif akan
kembali pada posisi aman.
 Pada pelayanan brachytherapy, meja pasien didesain khusus yaitu ada lubang pada bagian
meja dan dilengkapi dengan applicator clamp.
 Berikut adalah instrumentasi/peralatan steril: peralatan gynecology, applicator (logam dan
non-logam), contrast cateter, rectal marker.
 Aplikator logam digunakan untuk kasus ginekologi, sedangkan aplikator non-logam
digunakan untuk kasus Ca Nasofaring dan kasus Ca superfisisial).
 Komponen yang harus masuk di TPS:
1. Sumber
2. Aplikator
3. Dosis
 Untuk sumber radioaktif yang digunakan pada brachytherapy dikalibrasi terlebih dahulu
dengan menggunakan well type detector. Well type detector menggunakan prinsip kerja
kamar ionisasi (ionization chamber). Sebelum sampel dimasukkan, ruang diisi daya
sehingga akan tercipta beda potensial di antara anoda dan katoda. Beda potensial ini
menyebabkan terbentuknya medan listrik. Kemudian saat sampel dimasukkan, maka
radiasi yang dihasilkan akan mengionisasi udara di dalam ruangan. Sehingga terbentuk
pasangan ion. Ion positif dan electron yang dihasilkan terdisosiasi pindah ke elektroda
dengan polaritas yang berlawanan di bawah pengaruh medan listrik. Pergerakan ion ini
menyebabkan terbentuknya arus ionisasi yang diukur oleh rangkaian elektrometer.
Rabu, 5 Mei 2021
 Algoritma planning kanker menggunakan software TPS untuk pesawat brachytherapy:
1. Mencari nama pasien yang akan di-planning
2. Memastikan citra yang tampil di layar monitor computer adalah citra AP 0° dan Lateral
270°
3. Memilih “calibration”, memastikan tanda cross recobox tidak terpotong. Melakukan
kalibrasi dengan memosisikan tanda cross dari computer dengan tanda cross pada citra.
Apabila bagian citra aplikator atas antara kedua citra (AP dan Lateral) sudah sama,
maka proses kalibrasi sudah selesai
4. Meng-klik bagian “applicators”, memilih jenis aplikator sesuai dengan catatan dari
dokter
5. Memosisikan aplikator yang dipilih sesuai dengan citra aplikator
6. Memasukkan waktu pada aplikator
7. Mengatur posisi orthogonal dan projection aplikator
8. Meng-klik bagian “control points”, memberikan penanda titik pada bagian OAR
9. Meng-klik dwell time
10. Mengkalkulasi dosis
11. Melihat informasi dosis
 Planning Ca Cervix dengan menggunakan aplikator silinder
1. Memilih “images”meng-klik ”load propotion images” memilih citra yang akan di-
planningmeng-klik ”open” pada kotak dialog “image sequence editor” meng-klik
“ok” maka akan muncul warning, memilih “ok” pada bagian kotak diaog “define
image orientation”, memilih view sesuai dengan citra meng-klik “ok”, maka citra
akan ditampilkan pada monitor computer
2. Memilih “calibration” meng-klik tanda seru berwarna merah meng-klik reco-
boxselanjutnya, memosisikan tanda cross sesuai dengan citra, kalibrasi telah berhasil
apabila garis kuning pada bagian top kedua citra sama
3. Meng-klik bagian “applicators” memilih aplikator silinder sesuai dengan kebutuhan
dengan meng-klik bagian menu pojok kiri pada applikators”ok” meng-klik pada
citra, maka aplikator akan muncul memosisikan aplikator sesuai dengan citra
aplikator dengan cara meng-klik ikon bertanda plus (sebanyak 3 buah)memberikan
tanda pada citra aplikator, maka otomatis aplikator akan berada pada posisi citra yang
diberi tanda memasukkan waktu pada aplikator mengatur orthogonal (sumbu x, y,
dan z) dan projection
4. Meng-klik “control points” memberikan tanda pada OAR (OAR dibuat
group)meng-edit dosis yang diterima OAR”ok”
5. Meng-klik “dwell time” pada bagian “dose optimization” memilih ikon kolom ketiga
baris pertama “start””edit” untuk mengedit dosis dan pembobotan
“ok””apply”
6. Meninjau informasi dosis dengan mengklik ”view dose” “dose monitor”

Kamis, 6 Mei 2021


 Planning Ca endometrium dengan menggunakan aplikator ovoid (2 aplikator, kanan dan
kiri)
Prosedur:
1. Memilih “images”meng-klik ”load propotion images” memilih citra yang akan di-
plannigmeng-klik ”open” pada kotak dialog “image sequence editor” meng-klik
“ok” maka akan muncul warning, memilih “ok” pada bagian kotak diaog “define
image orientation”, memilih view sesuai dengan citra meng-klik “ok”, maka citra
akan ditampilkan pada monitor computer
2. Memilih “calibration” meng-klik tanda seru berwarna merah meng-klik reco-
boxselanjutnya, memosisikan tanda cross sesuai dengan citra, kalibrasi telah berhasil
apabila garis kuning pada bagian top kedua citra sama
3. Meng-klik bagian “applicators” memilih aplikator bagian kanan/kiri sesuai dengan
kebutuhan dengan meng-klik bagian menu pojok kiri pada applikators”ok” meng-
klik pada citra, maka aplikator akan muncul memosisikan aplikator sesuai dengan
citra aplikator dengan cara meng-klik ikon bertanda plus (sebanyak 3 buah)
memberikan tanda pada citra aplikator, maka otomatis aplikator akan berada pada
posisi citra yang diberi tanda memilih aplikator intrauterin sesuai dengan kebutuhan
dengan meng-klik bagian menu pojok kiri pada applikators”ok” meng-klik pada
citra, maka aplikator akan muncul memosisikan aplikator sesuai dengan citra
aplikator dengan cara meng-klik ikon bertanda plus (sebanyak 3 buah) memberikan
tanda pada citra aplikator, maka otomatis aplikator akan berada pada posisi citra yang
diberi tanda memilih aplikator bagian kanan/kiri sesuai dengan kebutuhan dengan
meng-klik bagian menu pojok kiri pada applikators”ok” meng-klik pada citra,
maka aplikator akan muncul memosisikan aplikator sesuai dengan citra aplikator
dengan cara meng-klik ikon bertanda plus (sebanyak 3 buah)memberikan tanda pada
citra aplikator, maka otomatis aplikator akan berada pada posisi citra yang diberi
tanda memasukkan waktu pada masing-masing aplikator mengatur orthogonal
(sumbu x, y, dan z) dan projection
4. Meng-klik “control points” memilih metode Manchester A dan Bmemberikan
tanda pada OAR (OAR dibuat group)meng-edit dosis yang diterima OAR”ok”
5. Meng-klik “dwell time” pada bagian “dose optimization” memilih ikon kolom ketiga
baris pertama“start””edit” untuk mengedit dosis dan pembobotan
“ok””apply”
6. Meninjau informasi dosis dengan mengklik ”view dose” “dose monitor”

Jumat, 7 Mei 2021


 Planning Ca uterus dengan menggunakan aplikator fletcher (3 aplikator, satu aplikator
intrauterine dan aplikator ovoid (kanan dan kiri))
Prosedur:
1. Memilih “images”meng-klik ”load propotion images” memilih citra yang akan di-
plannigmeng-klik ”open” pada kotak dialog “image sequence editor” meng-klik
“ok” maka akan muncul warning, memilih “ok” pada bagian kotak diaog “define
image orientation”, memilih view sesuai dengan citra meng-klik “ok”, maka citra
akan ditampilkan pada monitor computer
2. Memilih “calibration” meng-klik tanda seru berwarna merah meng-klik reco-
boxselanjutnya, memosisikan tanda cross sesuai dengan citra, kalibrasi telah berhasil
apabila garis kuning pada bagian top kedua citra sama
3. Meng-klik bagian “applicators” memilih aplikator bagian kanan/kiri sesuai dengan
kebutuhan dengan meng-klik bagian menu pojok kiri pada applikators”ok” meng-
klik pada citra, maka aplikator akan muncul memosisikan aplikator sesuai dengan
citra aplikator dengan cara meng-klik ikon bertanda plus (sebanyak 3 buah)
memberikan tanda pada citra aplikator, maka otomatis aplikator akan berada pada
posisi citra yang diberi tanda memilih aplikator bagian kanan/kiri sesuai dengan
kebutuhan dengan meng-klik bagian menu pojok kiri pada applikators”ok” meng-
klik pada citra, maka aplikator akan muncul memosisikan aplikator sesuai dengan
citra aplikator dengan cara meng-klik ikon bertanda plus (sebanyak 3
buah)memberikan tanda pada citra aplikator, maka otomatis aplikator akan berada
pada posisi citra yang diberi tanda memasukkan waktu pada aplikator mengatur
orthogonal (sumbu x, y, dan z) dan projection
4. Meng-klik “control points” memberikan tanda pada OAR (OAR dibuat
group)meng-edit dosis yang diterima OAR”ok”
5. Meng-klik “dwell time” pada bagian “dose optimization” memilih ikon kolom ketiga
baris pertama“start””edit” untuk mengedit dosis dan pembobotan
“ok””apply”
6. Meninjau informasi dosis dengan mengklik ”view dose” “dose monitor”

Senin, 10 Mei 2021


 Treatment Planning System external beam Co-60 (menggunakan software Linatech)
Prosedur membuat planning (untuk kasus Ca-Cx):
1. Membuka software Linatech 1.0.10.573
2. Memasukkan username dan password
3. Mencari nama pasien yang akan di-planning
4. Memilih “Add plan”
5. Memilih “Add beam”  “Apply”
6. Mengatur isocentre
7. Mengatur collimator
8. Menambahkan lapangan baru pada sudut 90°, 180°, dan 270°
9. Menambahkan MLC dengan mengklik bagian BEV Designmencentang bagian “all
beam” dan mengatur untuk setiap lapangannya. Untuk menampilkan OAR dapat
dilakukan dengan mengklik bagian “organ view” dan mencentang organ yang ingin
ditampilkan pada planning
10. Memasukkan dosis pada bagian simbol “R”
11. Mengatur pembobotan
12. Mengklik tombol calculate
13. Mengevaluasi DVH, jika masih belum sesuai dengan batas toleransi dosis yang
diinginkan dapat melakukan pengaturan kembali MLC atau pembobotannya
 Technical Report Series (TRS) 398
Keterangan bebarapa simbol yang digunakan pada perhitungan D(w,Q):
Simbol Keterangan
Dosis serap untuk air pada kedalaman
D (w,Q)
referensi, zref, pada phantom air yang
diiradiasi oleh kualitas berkas Q
Tissue-Phantom Ratio (perbandingan jaringan
TPR (20,10)
dan phantom) pada air dengan kedalalaman 20
dan 10 g/cm2, dengan luas lapangan
penyinaran 10 x 10 cm2 dan jarak sumber-
detektor 100 cm, digunakan sebagai indeks
kualitas berkas untuk radiasi foton energi
tinggi
Simbol umum untuk mengindikasikan
Q
kualitas radiasi berkas
Faktor kalibrasi elektrometer
kelec
Faktor untuk mengoreksi respon dari kamar
kpol
ionisasi untuk efek yang ditimbulkan karena
perubahan polaritas tegangan yang diberikan
Faktor untuk mengoreksi perbedaan respon
kQ,Q0
dari kamar ionisasi pada kualitas berkas
referensi Q yang diterapkan pada saat
kalibrasi dan pada penggunaan aktual kualitas
berkas Q
Faktor untuk mengoreksi respon kamar
kTP
ionisasi untuk efek akibat perbedaan yang
mungkin ada antara referensi standar
temperature dan tekanan yang ditetapkan oleh
laboratorium standard an temperature dan
tekanan pada cahmber pada fasilitas pengguna
di bawah kondisi lingkungan yang berbeda
Faktor untuk mengoreksi respon kamar
ks
ionisasi jika kekurangan pengumpulan mutan
berpasangan (karena rekombinasi ion)
Pembacaan dosimeter pada kualitas berkas Q,
MQ
dikoreksi untuk pengaruh kuantitas selain
kualitas berkas
Faktor kalibrasi dosis serap pada air untuk
ND,w,Q0
dosimeter pada kualitas berkas referensi Q

Soal latihan:
seorang fisikawan medik melakukan pengukuran konsistensi output pada Linac energy 6
MV, diperoleh nilai D100 = 67.43%, D200 = 39.34% menggunakan teknik SSD, dengan luas
lapangan A= 10 cm x 10 cm menggunakan detector ionization chamber PTW 3006/30013
dengan nilai factor koreksi 0.0539 Gy/nC dengan suhu T = 19.8°C, P = 101.2 kPa, H =
58%. Diukur pada tegangan 400 V, 100V, dan -400 V. Nilai bacaan detector adalah sebagai
berikut:
Nomor Hasil Bacaan Dosimeter
400 V -400 V 100 V corrected
25.27 25.24 25.12 25.37
1
25.28 25.25 25.13 25.38
2
25.28 25.25 25.13 25.37
3
25.277 25.247 25.127 25.373
Rata-rata

PDD zref = 67.34%


Berapakah Dzref dan Dzmaks?
Solusi:
𝑇𝑃𝑅(20,10) = (1.2661 𝑥 𝑃𝐷𝐷(20,10)) − 0.0593
39.34%
𝑇𝑃𝑅(20,10) = (1.2661 𝑥 ( )) − 0.0593
67.43%

𝑇𝑃𝑅(20,10) = 0.679 ̴ 0.680


𝑘𝑄, 𝑄0 = 0.99 (𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙)
273.2 + 19.8 101.3
𝑘𝑇𝑃 = ( )( )
273.2 + 20 101.2
𝑘𝑇𝑃 = 1.0003
25.277 + 25.247
𝑘𝑝𝑜𝑙 =
2(25.277)
𝑘𝑝𝑜𝑙 = 0.9994
(25.277: 200) 25.277: 200 2
𝑘𝑠 = 1.022 + (−0.363) + 0.341 ( )
(25.127: 200) 25.127: 200
𝑘𝑠 = 1.002
25.277
𝑀𝑄 = ( ) (1.0003)(1)(0.9994)(1.002)
200
𝑀𝑄 = 0.1265
𝐷(𝑤, 𝑄, 𝑧𝑟𝑒𝑓) = (0.1265)(0.05392)(0.990)
𝐷(𝑤, 𝑄, 𝑧𝑟𝑒𝑓) = 0.0067
100(0.0067)
𝐷(𝑤, 𝑄, 𝑧𝑚𝑎𝑥) =
67.34%
𝐷(𝑤, 𝑄, 𝑧𝑚𝑎𝑥) = 0.995
1 − 0.995
𝛥𝐷 = 𝑥100% = 0.5%
1
Selasa, 11 Mei 2021
 Planning untuk kasus Ca Brain
Kasus tumor otak biasanya bukan kasus yang berbahaya, akan tetapi biasanya di
tempat yang susah untuk di-treatment. Pada kasus tumor di otak biasanya menggunakan
minimal 3 berkas. Secara umum, berikut adalah algoritma membuat planning untuk kasus
tumor di otak (glioblastoma): membuat lapangan berkas yang sesuai dengan letak tumor,
mengatur isosenter (pengaturan isosenter ini sangatlah penting, dalam 3D penentuan
isosenter yang tepat dapat menyebabkan pengaturan MLC yang optimal, pengaturan sudut
berkas dioptimalkan sesuai dengan homogenitas dosis radiasi yang diterima tumor dan
OAR.
 Planning untuk kasus Ca Parotis
Kasus parotis maksimal dosis yang diberikan adalah 70 Gy
 Planning untuk kasus Ca Medioblastoma
Kasus ca medioblastoma banyak dialami oleh anak-anak, namun tidak menutup
kemungkinan juga dialami oleh orang dewasa. Kasus Ca medioblastoma ini dapat di-
treatment dengan teknik CSI (Cranial Spinal Irradiation). Artinya target yang disinar adaah
meliputi kepala dan spinal sampai sacrum. Teknik ini menggunakan 2 isosenter, dengan
arah penyinaran lateral dextra dan sinistra pada bagian kranial dan dari arah PA untuk
bagian spinal. Dosis radiasi yang diberikan adalah 36 Gy dan 18 Gy untuk booster. Untuk
anak-anak 20 x 1.8 Gy dan 10 x 1.8 Gy untuk booster. Untuk dewasa 18 x 2 Gy dan 9 x 2
Gy untuk booster. Untuk planning pada kasus ini menggunakan teknik Half Beam Block.
Pada saat perencanaan treatment ini akan terjadi kasus Beam Junction, yaitu peristiwa di
mana ada penggabungan 2 berkas yang menyebabkan suatu daerah tertentu kelebihan
radiasi dan daerah yang lain tidak mendapatkan radiasi sama sekali. Oleh karena itu perlu
dilakukan tindakan agar tidak terjadi Beam Junction. Berikut adalah tindakan yang dapat
dilakukan untuk menghilangkan Beam Junction:
1. Melakukan rotasi pada meja pasien
2. Melakukan rotasi pada kolimator
3. Melakukan rotasi pada gantry linac
 Planning untuk kasus Ca KNF (Nasofaring)
Ada tiga PTV yang harus di-planning pada kasus ini, yaitu PTV 50, PTV 60, dan
PTV 70. Pertama yang di-planning PTV 50, kemudian PTV 60, dan terakhir adalah PTV
70. Pada kasus ini organ yang harus diselamatkan adalah organ-organ serial. Untuk
planning 3D kasus KNF, isosenter harus sempurna. Lapangan bagian atas dibuat aterar
dextra dan sinistra. Untuk lapangan medulla spinalis ada 2, yaitiu lapangan in dan lapangan
out. Maksudnya lapangan in adalah medulla spinalis ikut ke dalam lapangan penyinaran,
sedangankan lapangan out adalah lapangan di mana medulla spinalis tidak ikut masuk ke
dalam lapangan. Untuk lapangan medulla spinasil ini menggunakan sudut gantry 220° dan
lapangan medulla spinalis out menggunakan sudut gantry 140°.
 IMRT (Intensity Modulated Radiation Therapy)
IMRT merupakan metode terapi radiasiyag paling presisi yang digunakan saat ini.
Pada IMRT ini, fisikawan medis tidak perlu bersusah-susah membuat planning yang ribet
karena keseluruhan planning dilaksanakan oleh system. Fisikawan medis memasukkan
dosis yang ingin dicapai pada tumor dan maksimum dosis yng boleh diterima oleh OAR.
Pada eclipse untuk teknik IMRT hanya ada 3 perintah pada untuk penentuan dosis, yaitu
lower, upper, mean. Lower untuk memasukkan dosis minimal yang boleh ditterima oleh
organ. Upper untuk memasukkan dosis maksimal yang boleh diterima oleh organ.
Memasukkan nilai dosis radiasi pada upper ini bertujuan untuk menghindari hot spot. Mean
untuk memasukkan dosis rata-rata yang boleh diterima oleh organ. Jika planning yang
dilakukan oleh system tidak dapat mencapai yang diinginkan, maka perlu dilakukan
beberpa tindakan agar menjadi optimum, yaitu melakukan optimization dan sequencing.
Sementara untuk menguragi hotspot, maka dilakukan perintah baru dengan mengubah
isodose level menjadi struktur (isodose level to structure).

Senin, 17 Mei 2021


 QC Linac Varian
 Warm up Linac Elekta
 Review Journal “ConPas: a 3-D Conformal Parotid Gland Sparing Irradiation Technique
for Bilateral Neck Treatment as an Alternative to IMRT”
 Pada teknik radioterapi konvensional, kasus kanker di kepala dan leher
menggunakan lapangan lateral dextra sinistra dan lapangan AP supraklavikular
 Tujuan planning untuk kasus ini adalah untuk meng-cover sempuran PTV dan tidak
melebihi dosis toleransi pada spinal cord.
 Penggunaan lapangan dari arah lateral dan AP supraklavikular memungkinkan
terbentuknya beam junction, beam junction ini dapat diatasi dengan mengatur rotasi
meja pasien dan sudut gantry.
Selasa, 18 Mei 2021
 QC bulanan linac elekta (pengukuran keluaran dosis absolut dan dosis relative)
Alat dan bahan yang digunakan:
1. Water tank
2. Detector semi flex
3. Electrometer
4. Kertas putih
5. Waterpass/ spirit level
6. Holder
 Prosedur:
1. Meja pasien diposisikan melintang
2. Mengatur posisi collimator pada 0° dan gantry pada posisi 0°
3. Mengalirkan air untuk mengisi water tank
4. Garis (crosshairs) pada water tank diposisikan berimpit dengan crosshairs pada
collimator
5. Memasang holder detector pada water tank
6. Menyalakan electrometer (yang atas) dan control (yang bawah)
7. Memasang detector semi flex (reference dan field)
8. Memastikan detector untuk field berada di permukaan air, yaitu dengan memosisikan
tanda titik detector masuk ke dalam air ½ nya, lalu diturunkan ke dalam air lagi sebesar
½ R (1.4 cm)
9. Megatur SSD 100 cm
10. Diatur posisi zero-nya
11. Dilakukan beam
Rabu, 19 Mei 2021
Kamis, 20 Mei 2021
 QC Bulanan Linac Varian
Alat dan bahan yang digunakan:
1. Water tank
2. Detector PTW 30013
3. Electrometer
4. Kertas putih
5. Waterpass/ spirit level
6. Holder
 Prosedur:
1. Meja pasien diposisikan melintang
2. Mengatur posisi collimator pada 0° dan gantry pada posisi 0°
3. Mengalirkan air untuk mengisi water tank
4. Garis (crosshairs) pada water tank diposisikan berimpit dengan crosshairs pada
collimator
5. Memasang holder detector pada water tank
6. Menyalakan electrometer (yang atas) dan control (yang bawah)
7. Memasang detector semi flex (reference dan field)
8. Memastikan detector untuk field berada di permukaan air, yaitu dengan memosisikan
tanda titik detector masuk ke dalam air ½ nya, lalu diturunkan ke dalam air lagi sebesar
½ R (1.4 cm)
9. Mengatur SSD 100 cm
10. Diatur posisi zero-nya
11. Dilakukan beam

 Data yang diperoleh


Dosis pada kedalaman 100 mm= 66.24%
Dosis pada kedalaman 200 mm=37.99%
Beam Quality, Q, TPR (20,10)=0.67
Hasil pembacaan electrometer:
Nomor Hasil Bacaan Dosimeter
400 V -400 V 100 V corrected
25.17 nC 25.12 nC 24.96 nC 24.96 nC
1
25.16 nC 25.12 nC 24.95 nC 24.95 nC
2
25.16 nC 25.12 nC 24.95 nC 24.95 nC
3
25.163 nC 25.12 nC 25.953 nC 24.953 nC
Rata-rata

 Perhitungan dosis serap di air pada kedalaman referensi dan kedalaman maksimum
𝑇𝑃𝑅(20,10) = (1.2661 𝑥 𝑃𝐷𝐷(20,10)) − 0.0593
37.99%
𝑇𝑃𝑅(20,10) = (1.2661 𝑥 ( )) − 0.0593
66.24%
𝑇𝑃𝑅(20,10) = 0.67
kQ,Q0 dihitung dengan menggunakan interpolasi
x1=0.65, y1=0.994
x2=0.68, y2=0.990
(𝑦2 − 𝑦1)
𝑦 = 𝑦1 + (𝑥 − 𝑥1) ( )
(𝑥2 − 𝑥1)
(0.990 − 0.994)
𝑦 = 0.994 + (0.67 − 0.65) ( )
(0.68 − 0.65)
𝑦 = 0.994 + (−0.003)
𝑘𝑄, 𝑄0 = 𝑦 = 0.991
273.2 + 20.1 101.3 𝑘𝑃𝑎
𝑘𝑇𝑃 = ( )( )
273.2 + 20 101.45 𝑘𝑃𝑎
𝑘𝑇𝑃 = 0.999
25.163 + 25.12
𝑘𝑝𝑜𝑙 =
2(25.163)
𝑘𝑝𝑜𝑙 = 0.999
(25.163: 200) 25.163: 200 2
𝑘𝑠 = 1.022 + (−0.363) + 0.341 ( )
(24.953: 200) 24.953: 200
𝑘𝑠 = 1.003
25.163
𝑀𝑄 = ( ) (0.999)(1)(0.999)(1.003)
200
𝑀𝑄 = 0.1259
𝐷(𝑤, 𝑄, 𝑧𝑟𝑒𝑓) = (0.1265)(0.05392)(0.991)
𝐷(𝑤, 𝑄, 𝑧𝑟𝑒𝑓) = 0.0067
100(0.0067)
𝐷(𝑤, 𝑄, 𝑧𝑚𝑎𝑥) =
66.24%
𝐷(𝑤, 𝑄, 𝑧𝑚𝑎𝑥) = 1.01 𝐺𝑦/𝑀𝑈
1 − 1.01 𝐺𝑦/𝑀𝑈
𝛥𝐷 = 𝑥100% = 1%
1

Jumat, 21 Mei 2021

Senin, 24 Mei 2021


Review jurnal
Selasa, 25 Mei 2021
Kendali mutu linac
Rabu, 26 Mei 2021
Kendali mutu linac
Kamis, 27 Mei 2021
 Perencanaan tindakan radioterapi 2D Ca Pelvic
Contoh kasus
Diketahui:
Dosis= 25 x 2 Gy
Arah penyinaran= AP dan PA
Luas lapangan= 16 cm X 19 cm
Laju Co-60 pada tanggal 11 Desember 2018= 181.9 cGy/menit
Ditanya: berapa waktu yang diperlukan untuk treatment?
Solusi:
 Laju Co-60 tanggal 27 Mei 2021= (181.9 cGy/menit)(1/2)2.46tahun/5.26tahun
= (181.9 cGy/menit)(1/2)0.47
= 131.3 cGy/menit
 L lapangan penyinaran= L lapangan – L blok
= (16 cm x 19 cm) – (2 (½ cm x 2 cm x 9.5 cm) + 2 (½ cm x
3 cm x 9.5 cm))
= (304 cm2) – (19 cm2 + 28.5 cm2)
= 304 cm2 – 47.5 cm2
= 256.5 cm2
Jadi, aeq = 16 cm
L lapangan penyinaran= 16 cm x 16 cm
 Output Factor= 0.045 ln (256) + 0.795
= 1.04
 % PDD untuk kedalaman 8 cm = 0.647
 Wedge Factor= 1
 Waktu yang diperlukan untuk sekali penyiaran arah AP/PA
100 𝑐𝐺𝑦
𝑡=
𝑐𝐺𝑦
(131.3 ) (1.04)(0.647)(1)
𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
𝑡 = 1.13 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
Jumat., 28 Mei 2021
 Perizinaan Pengadaan Radioterapi
Di instalasi radioterapi dan kedokteran nuklir ada dua perizinan yang harus
dilakukan, yaitu izin konstruksi dan izin operasional. Tidak seperti halnya di radiologi yang
hanya perlu izin penggunaan. Izin konstruksi ini berkaitan dengan pembentukan bunker
untuk radioterapi dan kedokteran nuklir. Untuk izin di radiologi hanya perlu diajukan
kepada Dinas Kesehatan, sementara izin di radioterapi dan kedokteran nuklir harus
diajukan hingga Kementerian Kesehatan.
Berikut peraturan-peraturan yang berkaitan dengan perizinan:
1. PP nomor 29 tahun 2008, yang meliputi persyaratan izin administrative (pasal 12),
teknis (pasal 14), khusus (pasal 17-19).
 Persyaratan administrative: identitas, akta pendirian badan hukum/ usaha, izin
dari instansi lain yang berwenang, dan lokasi.
 Persyaratan teknis: pemantauan kesehatan, kualifikasi personil, prosedur
operasi, spektek dan sertifikat SRP, peralatan proteksi radiasi, PPKR, laporan
verifikasi keselamatan radiasi.
 Persyaratan khusus: konstruksi (meliputi desain fasilitas, uraian teknik
konstruksi/ perhitungan penahan radiasi) dan operasi (meliputi PJM operasi,
PKSR dan program keamanan sumber radiaktif.
- Perizinan RDI desain fasilitas dibuat oleh pengguna mengacu pada
standar yang telah ditetapkan oleh instalatir/ BAPETEN, pengguna juga
dapat melakukan kalkulasi mengacu pada beberapa referensi internasional,
pemenuhan terhadap standard an keselamatan radiasi dituangkan dalam
laporan verifikasi keselamatan.
- Verifikasi dan survey: verifikasi integritas shielding selama pembangunan
(oleh PPR) dan setelah instalasi (survey radiasi).
- Selama pembangunan: PPR leluasa melakukan inspeksi, komunikasi PPR-
arsitek-pembangunan, layout ruangan ketika instalasi harus diperiksa
kesesuainnya dengan rancangan. Berikut adalah inspeksi yang dilakukan
selama konstruksi: cek kesesuaian dimensi fasilitas, cek ketebalan dan
dimensi material penahan radiasi, cek overlapping lembar Pb dan steel, cek
ketebalan kaca dan layout pintu dan jendela (jika ada), cek saluran
pengkabelan, instalasi pintu, dan lain-lain, pengambilan sampel beton dan
dilakukan pengujian densitasnya. Untuk densitas beton syaratnya adalah
K500 dan densitas 2.35 gr/cm3. Inspeksi yang dilakukan setelah konstruksi:
yakinkan ketebalan penahan sesuai rencana, yakinkan penggunaan ruangan
sesuai dengan rencana, yakinkan peralatan keselamatan dan peringatan
sudah terinstall, untuk teleterapi yakinkan posisi isosenter sesuai rencana,
yakinkan peralatan keamanan sumber radioaktif terisntall dan berfungsi.
- Kasus-kasus yang sering terjadi setelah fasilitas sudah jadi, di antaranya
dimensi terbangun tidak sesuai dengan rencana, terjadi perubahan
peruntukan fasilitas, desain sesuai akan tetapi paparan cukup tinggi.
- Berikut adalah contoh spesifikasi alat (IAEA):
2. Perka Bapeten nomor 8 tahun 2011 tercantum di dalamnya standar ukuran ruang
pesawat sinar-x.
3. Perka Bepeten nomor 3 tahun 2013 persyaratan keselamatan radiasi
4. Perka Bapeten nomor 6 tahun 2015 persyaratan keamanan sumber radioaktif
5. Perka Bepeten nomor 29 tahun 2008 time frame perizinan
6. PP nomor 56 tahun 2014 biaya
 Modalitas radioterapi: linac, teleterapi, gamma knife, tomoterapi, ciber knife, orthovoltage,
IORT, IOERT, brakiterapi

Senin, 31 Mei 2021


 Simultaneous Integrated Booster (SIB) adalah pelaksanaan treatment booster yang
dilaksanakan dalam satu waktu, di mana dalam satu planning sudah terdapat dosis booster
yang ingin diberikan. Keunggulan SIB ini dibandingkan dengan treatment booster biasa
adalah lebih efektif dan efisien dalam pembuatan planning. Misalnya untuk kasus KNF
(Karsinoma NasoFaring) terdapat sequential dosis, yaitu 50 Gy, 60 Gy, dan 70 Gy. Pada
treatment booster biasa, ada replanning artinya setiap PTV harus di-planning ulang.
Misalnya untuk kasus KNF , PTV 50 = 25 x 2 Gy (50 Gy) massa tumor mengecil maka
di-planning lagi untuk PTV 60 = 5 x 2 Gy massa tumor mengecil lagi maka perlu di-
planning ulang untuk PTV 70 = 5 x 2 Gy. Sehingga perlu ada 3 planning untuk satu kasus
KNF. Sementara dengan SIB cukup menggunakan 1 planning untuk 3 PTV dengan
membedakan area dan struktur. Misal: PTV 50 = 1.51 Gy, PTV 60 = 1.8 Gy, dan PTV 70
= 2.12 Gy sebanyak 33 kali. SIB ini dilakukan untuk sekali penyinaran. Berikut adalah
kasus-kasus yang menggunakan teknik SIB:
1. KNF
2. Ca Brain (apabila lesinya<3)
3. Ca Cervix (apabila masih terdapat nodulnya)
4. Ca Mammae
Seorang pasien ditetapkan treatment menggunakan teknik SIB atau tidak tergantung
keputusan dari dokter. Untuk pasien recurrent, pasien yang tumor/kankernya muncul lagi
setelah treatment, harus lebih diperhatikan lagi terkait dengan dosis yang diberikan. Pasien
recurrent tidak boleh mendapatkan dosis OAR yang sama dengan saat pertama kali
penyinaran, karena OAR sudah mendapatkan dosis dari penyinaran sebelumnya.
Misalnya: untuk sinar KNF dosis paling maksimal adalah 50 Gy, maka untuk pasien
recurrent tidak boleh full dosis 50 Gy karena pertimbangan OAR yang pernah menerima
dosis sebelumnya. Untuk spinal cord 46 Gy, dilihat berapa persen recoverynya dalam
setahun. Sehingga, dapat ditentukan berapa dosis yag boleh diterima pada penyinaran
berikutnya. Misalnya untuk penyinaran recurrent hanya boleh menerima 36 Gy. Semakin
kecil selisih waktu antara treatment pertama dengan treatment recurrent, maka toleransi
dosis untuk OAR juga semakin kecil. Hal ini dikarenakan OAR bias jadi belum recovery
sempurna pada jeda waktu tersebut. Apabila dalam praktiknya, fisikawan medik tidak tahu
dosis OAR yng diterima pasien sebelumnya maka dapat mengasumsikan bahwa OAR
tersebut telah menerima dosis maksimal. Dosis maksimal untuk organ serial dapat
diberikan apabila jeda treatment pertama dengan treatment recurrent lebih dari 5 tahun.
 4D-CT CT yang output citranya dalam bentuk video. Ada 2 tipe 4D-CT:
1. CT-current modulation
 Untuk bagian yang tipis mA kecil
 Untuk bagian yang tebal  mA besar
 Untuk bagian yang tebal yang berisi udara mA kecil
2. CT- kV modulation
 Untuk bagian yang tipis kV kecil
 Untuk bagian yang tebal  kV besar
 Untuk bagian yang tebal yang berisi udara kV kecil
 Uji Kesesuaian Ct-Scan (Materi tambahan dari Undip)
 Mengukur CTDI
 Mengukur CTDI dapat dilakukan dengan menggunakan ion chamber detector pada
mode axial atau menggunakan dose profiler, memiliki area aktif sepanjang 100 mm,
dengan mode helical.
 Mengukur head phantom:
1. Scan dari ujung phantom ke ujung phantom lainnya
2. Posisikan head phantom pada posisi isosenter (detector dimasukkan pada
lubang tengah head phantom dengan seluruh lubang di tepi dalam kondisi
ditutup)
3. Nyalakan laptopopen OCEAN pilih CTDI
4. Scan topo, kemudian atur batas atas dan bawah dengan tegangan 120 kV, beam
collimation 12, pitch helical 0.01, sean length150 mm, tube rotation time 1 s,
sean speed 10.8 mm/s
5. Tulis CTDI vol
 Mengukur body phantom
1. Body phantom diposisikan isosenter persis sama dengan head phantom
2. Diambil citra topo
Apabila pengukuran manual menggunakan ion chamber maka diukur pada 5
titik, sedangkan apabila menggunakan dose profile maka diukur 1 titik.
𝑠𝑐𝑎𝑛 𝑙𝑒𝑛𝑔𝑡ℎ
 CTDI 100 di udara =
𝑠𝑐𝑎𝑛 𝑠𝑝𝑒𝑒𝑑

 Phantom AAPM meliputi: slice thickness, linieritas HU, resolusi spasial, low
contrast
 Image quality diuji dengan melakukan prosedur berikut:
1. Letakkan phantom AAPM tepat di isosenter
2. Atur kV 120 kV, 300 mA, topo scan
 Keakuratan nilai HU
 Keseragaman CT Nu mber
 Keseragaman noise pada parameter standar
 Linieritas CT Number
 Resolusi spasial low contrast
 Akurasi laser
 Slice thickness
 Indicator posisi meja

Rabu, 2 Juni 2021 (Materi tambahan dari Undip)


 Uji Kesesuaian Radiografi Umum Stationari
1. Kolimasi berkas sinar-x
a. Iluminasi
Tujuan: mengetahui tingkat pencahayaan yang diperoleh dari lampu kolimasi
Prosedur:
1. Mengukur cahaya latar dengan menggunakan lux meter, kondisi cahaya latar
yang diukur=cahaya saat pengujian (lampu ruangan dalam keadaan menyala,
lampu kolimasi dalam keadaan tidak menyala)
2. Mengatur SSD= 100 cm
3. Menyalakan lampu kolimator dengan luas lapangan kolimasi 25 cm x 25 cm
4. Menempatkan lux meter di masing-masing daerah kolimasi (ada 4 daerah)
dengan posisi lux meter paralel dengan anoda (+) dan katoda (-)
Hasil:

Alat Ukur Lux meter


Luas lapangan 25 cm x 25 cm
SID 100 cm
Cahaya
Pengukuran Rerata Hasil Uji Nilai
Titik ukur latar FK
(Lux) (Lux) (Lux) lolos uji
(Lux)
Area 1 367
Area 2 371 ≥ 100
364.25 85 279.25
Area 3 359 lux
Area 4 360
Iluminasi Lolos? Lolos

b. Selisih lapangan kolimasi dengan berkas sinar-x


Tujuan: mengetahui selisih lapangan kolimasi dengan lapangan berkas sinar-x
Prosedur:
1. Meletakkan reseptor citra di permukaan datar dan di tengah kolimasi
2. Mengatur SID 100 cm
3. Memastikan kolimator, tabung, dan reseptor citra dalam keadaan rata
4. Memastikan sumbu anoda dan katoda parallel dengan reseptor citra
5. Meletakkan collimator and alignment test tool di atas reseptor citra
6. Menempatkan marker pada collimator test tool
7. Mengatur lapangan kolimasi sesuai dengan ukuran pada collimator test tool
8. Memastikan titik pusat collimator and alignment test tool berhimpit dengan
cahaya
9. Melakukan eksposi
Hasil:
kVp-set 60 mAs-set 5 SID 100 cm
Luas
lapangan 9 cm x 7cm
Tepi lap.
Tepi lap. |∆1| + |∆2| ∆X + ∆Y
Kesesuaian Titik ukur sinar-X Nilai lolos uji
cahaya (cm) (% SID) (% SID)
(cm)

X1 9.0 8.5
0.9
∆X dan ∆Y ≤2%
X2 9.4 9.0
SID, |∆X|+|∆Y|
2.4
≤3% SID
Y1 7.0 5.8
1.5
Y2 7.0 7.3
Kolimasi Lolos? Lolos

c. Ketegaklurusan berkas
Tujuan: mengetahui ketegaklurusan berkas sinar-x dengan pusat berkas cahaya
Prosedur:
1. Mengecek ketegaklurusan berkas sinar-x pada citra hasil uji kolimasi
2. Mencatat penyimpangan titik fokus berdasarkan titik pusat pada lingkaran
dalam atau luar
Hasil:

Hasil ukur (°) Nilai lolos uji


Ketegaklurusan
< 1.5 3°
Ketegaklurusan Lolos? Lolos

Kamis, 3 Juni 2021 (Materi tambahan dari Undip)


 Uji Kesesuaian Radiografi Umum Stationari (lanjutan)
 AEC
1. Timer darurat
Tujuan: memastikan timer darurat berfungsi dengan baik pada fungsi AEC
Prosedur:
1. Meletakkan plat Pb di atas bucky tepat di atas AEC sehingga menutupi seluruh
detektor AEC
2. Mengaktifkan seluruh sensor AEC pada monitor panel kendali
3. Mengatur densitas AEC pada posisi 0 (pada mode otomatis)
4. Melakukan eksposi bersamaan dengan pegaktifan timer elektronik pad panel
kendali
5. Mencatat waktu berhenti yang terbaca pada monitor panel control
Hasil:

mode/setting mAs Timer (s) Keterangan


otomatis 17.7 40.16 Lolos
mA tinggi

2. Densitas standard dan uniformitas


Tujuan: memastikan AEC berfungsi dengan baik melalui keseragaman respon
sensor AEC
Prosedur:
1. Melakukan pengaturan tabung sinar-x dan bucky berjarak 100 cm
2. Melakukan pengaturan kolimasi dengan menyinari area detector AEC dengan
cahaya kolimasi sehingga area detector tersinari dengan luas lapangan 2 cm dari
tepi luar detector AEC
3. Menutup kolimator dengan fantom aluminium 21 mm
4. Menutup sensor AEC, untuk 3 sensor AEC ditutup 2 sensor dengan
menggunakan plat Pb
5. Pada monitor panel kontrol, non aktifkan AEC yang telah ditutup dengan
menggunakan Pb
6. Melakukan pengaturan faktor eksposi sesuai dengan penggunaan klinis atau
menggunakan mode otomatis yang keluar di layar
7. Masukkan kaset film pada bucky apabila dibutuhkan
8. Melakukan eksposi
9. Mencatat mAs dan indeks paparan yang muncul di layar monitor
10. Mengulangi langkah 4-9 untuk menguji sensor detektor AEC yang lain
11. Mengulangi langkah 4-9 untuk menguji sensor detector yang lain dengan
memvariasikan 2 detektor AEC aktif dan 1 detektor AEC non aktif.
Hasil:
Terukur Rerata Deviasi
Sensor AEC Indeks Indeks Indeks
mAs mAs mAs
paparan Paparan Paparan
1 aktif, 2 dan 3 non aktif 2.7 18 22.7% 82.1%
2 aktif, 1 dan 3 non aktif 2 6 9.1% 94.0%
3 aktif, 1 dan 2 non aktif 2 2 9.1% 98.0%
2.2 100.83
1 dan 2 aktif, 3 non aktif 2.3 170 4.5% 68.6%
1 dan 3 aktif, 2 non aktif 2.2 183 0.0% 81.5%
2 dan 3 aktif, 1 non aktif 2 226 9.1% 124.1%
Deviasi
maksimum 23% 124%

3. Penjejakan
Tujuan: Memastikan AEC berfungsi dengan baik melaluirespon dosis terukur
terhadap perubahan kVp dan ketebalan pasien.
 Variasi ketebalan phantom
Prosedur:
1. Melakukan pengaturan posisi tabung sinar-X dan bucky dengan jarak 100 cm
2. Melakukan pengaturan kolimasi dengan menyinari area sensor AEC dengan
cahaya kolimasi sehingga semua sensor AEC tersinari dengan luas lapangan
2 cm dari tepi luar sensor AEC
3. Meletakkan detektor di atas bucky, posisi detektor tidak boleh menutupi
sensor AEC
4. Variasi ketebalan fantom:
4.1 Meletakkan fantom perspex diatas detektor untuk mewakili variasi
ketebalan pasien, misalnya fantom Perspex dengan ketebalan 10 cm
(terdiri dari 5 fantom Perspex @ 2 cm)
4.2 Meletakkan kaset film pada bucky (jika menggunakan film)
4.3 Melakukan pengaturan faktor eksposi pada penggunaan klinis (misalnya
80 kVp jika kVbisa di atur). Jika kV dan mAs tidak bisa diatur
menggunakan faktor eksposi otomatis
4.4 Melakukan eksposi
4.5 Mencatat nilai mAs dan indeks paparan yang tercantum pada panel
kendali dan mencatat nilai dosis pada alat ukur
4.6 Lakukan pengulangan langkah 4.1 sampai 4.5 dengan ketebalan fantom
Perspex berbeda, yaitu 14 cm dan 20 cm.
Hasil:

Tercatat Rerata Deviasi


Ketebalan Fantom Indeks Indeks
mAs mAs Indeks Paparan mAs
paparan Paparan
10 cm 3.8 264 72.5% 0.1%
14 cm 8 261 42.0% 1.0%
20 cm 29.6 266 13.8 263.6667 114.5% 0.9%
24 cm

Deviasi maksimum 114.5% 1.0%


Penjejakan ketebalan
lolos? Tidak

 Variasi tegangan
Prosedur:
1. Melakukan pengaturan posisi tabung sinar-X dan bucky dengan jarak 100
cm
2. Melakukan pengaturan kolimasi dengan menyinari area sensor AEC dengan
cahaya kolimasi sehingga semua sensor AEC tersinari dengan luas lapangan
2 cm dari tepi luar sensor AEC
3. Meletakkan detektor di atas bucky, posisi detektor tidak boleh menutupi
sensor AEC
4. Variasi kVp:
4.1 Meletakkan fantom perspex setebal 20 cm (10 Fantom Perspex @ 2 cm)
diatas detector atau meletakkan fantom alumunium 21 mm Al ditempel
di kolimator.
4.2 Melakukan pengaturan faktor eksposi pada nilai 80 kVp jika masih bisa
diatur atau pada faktor eksposi otomatis;
4.3 Melakukan eksposi;
4.4 Mencatat nilai mAs dan indeks paparan yang tercantum pada monitor
panel kendali dan mencatat nilai dosis pada alat ukur;
4.5 Melakukan pengulangan langkah 4.1 sampai 4.4 dengan tegangan
bervariasi, yaitu 90, dan 100 kVp;

Hasil:

Tercatat Rerata Deviasi


Tegangan (kVp) Indeks Indeks
mAs mAs Indeks Paparan mAs
paparan Paparan
70 29.6 266 107.7% 2.6%
80 13.3 252 6.7% 2.8%
90 8.6 263 14.25 259.25 39.6% 1.4%
100 5.5 256 61.4% 1.3%

Deviasi maksimum 107.7% 2.8%


Penjejakan tegangan
lolos? Tidak

4. Waktu respon minimum


Tujuan: memastikan AEC berfungsi dengan baik melalui nilai waktu respon
minimumnya
Prosedur:
1. Melakukan pengaturan posisi tabung sinar-X dan bucky dengan jarak 100 cm
2. Melakukan pengaturan kolimasi dengan menyinari area sensor AEC dengan
cahaya kolimasi sehingga semua detektor AEC tersinari dengan luas lapangan
2 cm dari tepi luar detektor AEC
3. Meletakkan detektor diatas bucky, detektor tidak boleh menutupi sensor AEC
4. Meletakkan fantom perspek diatas detektor setebal 10 cm atau lebih
5. Melakukan pengaturan faktor eksposi pada nilai 120 kVp dan 200mA
6. Melakukan eksposi
7. Mencatat waktu eksposi yangyang tampak pada layar monitor panel control dan
yang tercantum pada alat ukur
8. Melakukan pengulangan langkah 4 sampai 7 dengan mengurangi fantom
Perspex satu persatu sampai waktu yang tercantum di monitor panel kendali
atau alat ukur konstan.
Hasil:
waktu
pengurangan fantom (ms)
1 1.91
2 1.49
3 1.77
4 1.81
5 1.78
trespon min (mS) 1.49
waktu respon minimum lolos? Lolos

Jumat, 4 Juni 2021


 Latihan analisis TPR (Ca Cx dan glioblastoma) lihat dokumen pdf
1. Pastikan jumlah fraksi dan dosis per fraksi tidak terbalik
2. Pastikan sudut gantry sudah diubah sesuai dengan posisi AP/PA/lateral dextra/ lateral
sinistra
3. Untuk melihat benar tidaknya dosis per fraksi dapat juga dilihat dari total nilai MU
4. Apabila planning sudah disapproved maka akan muncul gambar gantry dan pergeseran
isocenter jika ada dari titik origin
5. Pastikan point ID pada reference point merupakan target, boleh PTV atau GTV
6. Perhatikan DVH, apakah dosis yang ditetrima oleh PTV, CTV, dan OAR sudah sesuai
dengan dose constrain atau belum.

Senin, 7 Juni 2021

 QC CT-Simulator (Refresh Training by GE)


Langkah-langkah:
1. Menghidupkan PDU (Power Distribution Unit)
2. Menghidupkan console (monitor, console box, CPU)
3. Melakukan tube warmup dan fast calibration
Fast calibration dilakukan setiap hari (1 x 24 jam), tidak boleh lebih. Karena jika
dilakukan lebih dari satu kali dalam sehari, dapat bepengaruh pada lifetime dari tube
sinar-x. apabila ada peringatan saat fast calibration, bias jadi karena CT-Simulator
dengan console belum terhubung, ditandai dengan adanya tanda trisula pada gantry
yang berkedip. Saat fast calibration usahakan untuk tidak ada objek yang terdapat pada
meja pasien atau bagian Ct-Simulator yang lainnya.
Apabila dalam 2 jam CT-Simulator tidak digunakan, maka perlu dilakukan warmup
ulang. Saat Ct-Simulator baru dinyalakan, maka akan ada bar berwarna biru pada pojok
kiri bawah monitor yang menunjukkan bahwa CT-Simulator belum dilakukan tube
warmup.
Pada saat fast calibration gantry tidak boleh tilting, karena jika gantry dalam
keadaan tilting fast calibration tidak dapat dilakukan. Apabila fast calibration sudah
dilaksanakan, maka selanjutnya adalah QC image quality menggunakan phantom.
4. QC image quality
QC image quality dapat dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu pendekatan otomatis
dan pendekatan manual. Sebelum analisis citra, hal yang perlu diperhatikan adalah
penempatan phantom pada meja pasien. Pada CT-Simulator sendiri, ada 4 laser yang
tersedia:
1. Laser eksernal (tidak digunakan)
2. Laser internal
3. Laser mid sagittal (laser yang membagi bagian sisi kanan dan sisi kiri)
4. Laser mid coronal (laser yang membagi bagian atas dan bawah)
Pemasangan phantom juga harus tepat di tengah, oleh karena itu perlu dilakukan
pengecekan center. Pengecekan center dilakukan dengan mengklik utilitycenter
phantom maka akan muncul keterangan nilai offset, misalnya:
Axis Move direction
X, -0.51 mm Right
Y, 0.14 mm Up
Dari tavel tersebut menunjukkan adanya perintah untk menggeser ke kanan sebesar
0.51 mm dan menggeser ke atas sebesar 0.14 mm.
Apabila pada table tersebut pergeserannya< 1mm, maka selanjutya dapat dipilih
confirm. Selanjutnya dapat dipilih new patientinput dataklik phantom image
qualityklik phantom analysis.
 Pendekatan otomatis, pada pendekatan ini analisis citra dilakukan oleh sistem.
Berikut adalah prosedur QC image quality secara otomatis:
Masuk menu servicemanufacturingprotocol 45.9menjalankan
protabemenjalankan aplikasikeluar hasil secara otomatis. Yang perlu
dilakukan adalah menjalankan semua perintah protocol, sampai tombol next
series tidak dapat ditekan lagi. Akan ada banyak slice dalam analisis ini, karena
CT-Simulator melakukan scan perslice sesuai dengan pengujian apa saja yang
dilakukan (sistem akan melakukan keseluruhan analisis citra secara otomatis.
Apabila pada CT-Simulator terdapat pembatas dosis, untuk tujuan keselamatan
pasien agar pasien tidak mendapatkan dosis berlebih, yang menyebabkan QC
kualitas citra tidak dapat dilakukan maka pembatas dosis harus dinaikkan atau
dengan menurunkan nilai mAs dan kVp.
Berikut adalah prosedur untuk menaikkan pembatas dosis:
Masuk pada menu protocol managementdose check management
Selanjutnya menganalisis citra secara otomatis dapat dilakukan denga prosedur
sebagai berikut:
Serviceimage qualityimage analysisimage service 002pilih data
yang akan diolah (contoh: MTF, LCD, dan lain-lain) pilih citra (citra yang
dipilih harus dipastikan bukan merupakan citra pembatasan antar slice pengujian
yang berbeda, misal citra yang merupakan slice antara pengujian MTF dan
LCD). Pada saat analisis citra pastikan bahwa menu yang dipilih pada aplikasi
sesuai dengan apa yang akan dianalisis. Misalnya:
Menu pada console Data yang diperoleh
MTF MTF
LCD LCD
Slice thickness Slice thickness
… …
… …

Berikut adalah beberapa parameter yang dianalisis:


1. High Resolution/ Spacial Resolution
Pada pengujian resolusi spasial terdapat menu visible line. Pada menu
tersebut harus memilih pada citra mana yang akan dianalisis atau batas
gambar mana yang masih terlihat. Berikut adalah keterangan huruf yang
mewakili citra:
A= citra yang paling kecil
B= citra yang kecil
C= citra yang medium
D= citra yang besar
E= citra yang sangat besar
Setelah itu sistem akan menampilkan hasil berupa keterangan pass/fail
(minimal citra yang masih daoat dibedakan 2 garis kontrasnya adalah
citra C).
Untuk pengolahan citra otomatis dapat dilakukan dengan klik Auto
IXImgser 002pilih series/pengujian apa yang akan dilakukan.
Note:
Apabila saat fast calibration failed, maka pilih detail fast
calibrationkemudian akan ditampilkan parameter apa yang
mengalami error dan CT-Simulator akan secara otomatis
memperbaikinya.

 Pendekatan manual

Selasa, 8 Juni 2021

 Verifikasi planning adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk memeriksa kebenaran
antara planning yang telah dilakukan dengan pelaksanaan di lapangan. Verifikasi ini
dilakukan dengan membandingkan hasil planning dengan hasil 2D-array. Selisih hasil dari
keduanya tidak boleh lebih dari 3% untuk dosis dan 3 mm untuk selisih lapangannya.
Masing-masing diberikan beam sebanyak 5 kali pada planning dan 2D-array. Untuk
verifikasi lapangan, hasil lapangan yang terbaca di 2D-array dan lapangan di TPS
digabungkan untuk mengetahui selisih lapangan.
 Gamma index
Gamma index adalah salah satu metrik yang paling umum digunakan untuk
verifikasi radioterapi kompleks termodulasi, seperti IMRT dan VMAT. Metrik ini
diterima secara meluas dan diimplementasikan secara komersial pada software analisis
verifikasi. Gamma index mengombinasikan beda dosis dan beda jarak untuk
menghitung metric tak berdimensi untuk setiap titik pada distribusi yang dievaluasi.
Gamma index dihitung berdasarkan jarak Euclidean minimum untuk setiap titik
referensi. Untuk setiap titik referensi pada distribusi dosis, hitung setiap titik distribusi
yang dievaluasi:
1. Jarak antara titik referensi dan titik yang dievaluasi, Δr (rR, rE)
2. Dosis antara referensi dengan titik yang dievaluasi, ΔD (rR, rE)
Dengan rR adalah titik referensi dan rE adalah titik yang dievaluasi. Perbedaan dosis
dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
∆𝐷(𝑟𝑅 , 𝑟𝐸 ) = 𝐷𝐸 (𝑟𝐸 ) − 𝐷𝑅 (𝑟𝑅 )
Dengan 𝐷𝐸 (𝑟𝐸 ) adalah dosis pada titik yang dievaluasi dan 𝐷𝑅 (𝑟𝑅 ) adalah dosis
pada titik referensi. Kemudian untuk setiap titik pada distribusi yag dievaluasi dapat
dihitung dengan menggunakan gamma index:

Δ𝑟 2 (𝑟𝑅 , 𝑟𝐸 ) Δ𝐷2 (𝑟𝑅 , 𝑟𝐸 )


Γ(𝑟𝑅 , 𝑟𝐸 ) = √ +
𝛿𝑟 2 𝛿𝐷2

𝛾(𝑟𝑅 ) = 𝑚𝑖𝑛{Γ(𝑟𝑅 , 𝑟𝐸 )}∀{𝑟𝐸 }

 Treatment Planning System menggunakan berkas elektron


Berikut adalah prosedur TPS menggunakan berkas elektron:
Masuk ke software XIOpilih contentutilites table of contentspilih calculate
time/MUmasukkan user IDcontinue maka akan muncul kotak dialog
peringtanklik Okpilih continuemaka akan muncul XIO Standalone Time/MU
Release 5.00.01 kemudian isi data pasien yang meliputi patient ID, patient name,
physician, beam description isi dengan electron, anatomical site, machine ID,
setuppilih continuekemudian mengisi kolom yang terkait dengan luas lapangan
(luas lapangan yang tersedia pada software sesuai dengan luas lapangan aplikator (6
cm x 6 cm, 10 cm x 10 cm, 14 cm x 14 cm, 20 cm x 20 cm, 25 cm x 25 cm) akan tetapi
pada kenyataannya ukuran lapangan tumor itu bisa saja tidak berukuran sama dengan
aplikator maka perlu ditutup dengan blok elektron, dengan blok elektron yang
diletakkan di aplikator), kedalaman tumor, dan dosis radiasicontinue.
Senin, 28 Juni 2021
 PPI (Pencegahan dan Pengendalian Infeksi)
 Software Monaco digunakan untuk linac ELEKTA
 Software Prowess digunakan untuk linac SIEMENS
 Penggunaan berkas elektron dan berkas foton
 PDD elektron dan foton
Selasa, 29 Juni 2021
 3D-CRT kanker servix
 3D-CRT CSI
 3D-CRT ca whole brain
Rabu, 30 juni 2021
 IMRT
 TRS 398

Kamis, 1 Juli 2021


 Peralatan immobilisasi pasien
Pada pasien yang menderita kanker mandibula, pelaksanaan treatment biasanya
menggunakan alat immobilisasi yang disebut sebagai mouth bite. Mouht bite adalah salah
satu bahan immobilisasi pasien yang digunakan dengan cara pasien menggigitnya. Tujuan
penggunaan mouth bite ini adalah untuk memisahkan palatum, pipi kanan dan kiri agar
tidak banyak mendapatkan radiasi. Mouth bite ini terbuat dari 2 bahan lunak, yaitu base
dan juga catalyst, keduanya dicampur dengan perbandingan 1:1. Kemudian dimasukkan
ke dalam mlut pasien, dan pasien menggigitnya maka dalam waktu 5-10 menit mouth bite
tersebut akan berubah menjadi keras. Penggunaan mouth bite ini hanya untuk sekali pakai,
tidak seperti halnya masker termoplastik yang dapat di daur ulang.
Selain menggunakan mouth bite untuk immobilisasi, balon juga dapat digunakan dalam
hal ini. Akan tetapi penggunaan balon ini memiliki kerugian, salah satunya adalah volume
balon yang berkurang dalam beberapa waktu penggunaan, sehingga penggunaan balon ini
dinilai kurang efektif.
Jumat, 2 Juli 2021
 3D-CRT MLC Ca Cx
Senin, 5 Juli 2021
 Plan Verification 3D-CRT Planning
Selasa, 6 Juli 2021
 QA Plan
Alat:
1. Detektor 2D Array PTW
2. Slab water phantom
3. Electrometer
4. Software PTW VeriSoft
5. Planning pasien
Prosedur:
1. Citra pasien diambil dengan menggunakan CT-Simulator;
2. Citra 2D-Array yang diletakkan di antara 10 cm slab water phantom diambil
dengan menggunakan CT-Simulator;
3. Citra pasien di-plan untuk treatment terapi;
4. Hasil planning pasien digabungkan dengan citra 2D Array dari Ct-Simulator untuk
mengetahui distribusi dosis hasil planning;
5. Pengujian hasil planning di lapangan, dengan pengaturan alat persis pada saat
pengambilan citra 2D-Array dengan Ct-Simulator;
6. Hasil pengejujian planning di lapangan dibandingkan dengan planning yang telah
dilakukan pada langkah 4;
7. Mengevaluasi hasil dengan melihat poin-poin yang ditampilkan pada layar
monitor. Berikut adalah poin-poin yang perlu diperhatikan:
 Cek buku + kertas hasil pengujian QA Planning yang dikasih Mas Muh
Rabu, 7 Juli 2021
 IMRT Ca Mammae

Anda mungkin juga menyukai