Anda di halaman 1dari 50

MAKALAH PATOFISIOLOGY

OEDEMA DAN HIPOPITUITARI

Disusun Oleh:
Aulia Retno Wati (22060008)
Cinta Nur Diwan Lestari (22060011)

PROGRAM STUDI D-IV ANALIS KESEHATAN


INSTITUT TEKNOLOGI KESEHATAN DAN SAINS WIYATA HUSADA
SAMARINDA
2O23

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas Makalah oedema dan
hipopituitari ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas mata kuliah Patofisiology Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami terima kasih kepada Patofisiology yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi
yang saya tekuni.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah
ini. Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi
kesempurnaan paper ini.

Samarinda 02 April 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER ................................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
A. Latar Belakang ....................................................................................... 1
B. Tujuan ..................................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................... 4
A. Oedema..................................................................................................... 4
B. Hipopituitari ............................................................................................ 16

BAB III PENUTUP ............................................................................................. 43


A. Kesimpulan .............................................................................................. 43
B. Saran ........................................................................................................ 44
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 45

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
1. Oedema
Edema merupakan manifestasi umum kelebihan volume cairan yang
membutuhkan perhatian khusus. Pembentukan edema sebagi akibat dari
perluasan cairan dalam kompartemen cairan interstisiel, dapat terlokalisir,
contohnya pada pergelangan kaki dapat berhubungan dengan rematoid
arthritis atau dapat menyeluruh, seperti pada gagal jantung atau ginjal.
Edema menyeluruh yang berat disebut anasarka.
Edema akan terjadi jika ada perubahan dalam membrane kapiler,
meningkatkan pembentukan cairan interstisiel atau menurunkan
perpindahan cairan interstisiel. Luka bakar dan ineksi merupakan contoh-
contoh keadaan yang dihubungkan dengan peningkatan volume cairan
interstisiel. Obstruksi aliran limfatik atau penurunan tekanan onkotik
plasma menyebabkan peningkatan volume cairan intertisiel. Ginjal
menahan natrium dan air jika ada penurunan volume ekstraseluler sebagai
akibat dari npenurunan curah jantung dari gagal jantung.
Asites merupakan bentuk edema yang terlihat pada kavitas
peritoneal akibat dari sindroma nefrotik atau sirosis. Pasien umumnya
mengeluhkan napas pendek dan perasaan tertekan karena adanya tekanan
diafragma.
Edema biasanya terlihat pada area yang tergantung. Edema dapat
ditemukan pada pergelangan kaki, sacrum, skrotum, atau daerah
periorbital di wajah. Edema pitting disebut demikian karena sebuah lubang
terbentuk jika seseorang menekan sebuah jari ke jaringan yang edema.
Edema pulmonal merupakan bentuk lain dari edema dimana terjadi
peningkatan cairan dalam intertisium paru dan alveoli. Maniestasi
termasuk napas pendek, peningkatan frekuensi penapasan, diaphoresis,
krekels, dan mengi pada auskultasi paru.
Penurunan hematokrin akibat hemodilusi, hasil gas darah arteri
menunjukkan alkalosis respiratori dan hipoksemia, dan penurunan

1
osmolalitas dan natrium serum karena retensi cairan mungkin terjadi
dengan edema. BUN dan kreatinin akan meningkat, berat jenis urin akan
menurun karena ginjal mencoba untuk mengekskresikan air yang
berlebihan, dan natrium urin akan menurun karena peningkatan produksi
aldosteron.
2. Hipopuititari
Hipopituitarisme adalah sekresi beberapa hormon hipofisis anterior
yang rendah. Panhipopituitarisme adalah sekresi semua hormon hipofisis
anterior yang rendah (Corwin, 2009).
Hipopituitarisme yang juga dikenal sebagai panhipopituitarisme,
merupakan sindrom kompleks yang ditandai dengan disfungsi metabolik,
imaturitas seksual, dan retardasi pertumbuhan (jika menyerang saat masa
kanak-kanak), dan disebabkan oleh defisiensi hormon yang disekresi oleh
kelenjar pituitari anterior (Williams & Wilkins, 2011).
Hipopiruitarisme adalah defisiensi satu atau lebih hormon yang
diproduksi oleh lobus anterior pituitari. Ketika kedua lobus anterior dan
posterior gagal mengsekresi/mengeluarkan hormon, kondisi tersebut
disebut panhipopituitarisme (Polaski & Tatro, 1996).
Menurut Tarwoto (2012), kelenjar pituitari atau hipofisis terletak
pada dasar otak di bawah hipotalamus dengan ukuran yang kecil, tetapi
memproduksi paling banyak jenis hormon. Hipofisis merupakan pusat
pengaturan seluruh fungsi hormon tubuh manusia. Pengaturan
keseimbangan hormon menjadi tumpuan hemoestasis manusia dalam
menghadapi berbagai perubahan lingkungan. Pusat pengaturan hormon
terbagi pada bagian anterior dan posterior hipofisis. Pada bagian anterior
berperan dalam pengaturan metabolismeme, pertumbuhan dan
perkembangan sel, perilaku dan reproduksi manusia. Sedangkan pada
bagian posterior berperan dalam kesimbangan cairan dan elektrolit serta
produksi air susu ibu.
Kegagalan produksi seluruh hormon dari pituitari disebut
Panhipopituitarism. Keadaan ini sangat jarang sekali terjadi dengan
prevelensi 45 per juta orang atau insiden sekitar 4 per 100.000. (Jostel AC

2
Lissett, 2005). Pada keadaan normal hormon-hormon pituitari selalu
diproduksi kecuali hormon PRL dan oksitosin yang diproduksi pada saat-
saat tertentu seperti pada saat kehamilan, persalinan dan masa menyusui
Mengingat perannya yang sangat penting dalam pengaturan
berbagai fungsi tubuh maka apabila terjadi gangguan pada pituitari akan
berdampak pada sekresi hormon dan fungsi dari organ terget. Gangguan
pada pituitari dapat berupa peningkatan produksi hormon (hiperpituitari)
maupun penurunan produksi hormon (hipopituitari). Gangguan itu sendiri
dapat berasal dari dalam pituitari (disfungsi pituitari primer) ataupun
akibat dari luar yang umumnya dari disfungsi hypothalamus (disfungsi
pituitari sekunder)
Terkait perannya yang begitu penting bagi tubuh, oleh sebab itu
kami mengangkat maklah terkait klien dengan gangguan sistem endokrin
“Hipopituitarisme”, agar dapat memberikan informasi terkait penyakit
tersebut kepada teman-teman, pengajar bahkan khalayak banyak.

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui patofisiology oedema
2. Untuk mengetahui patofisiology hipopituitari

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Oedema
1. Definisi
Dalam bahasa Inggris pembengkakan adalah Edema yang berasal
dari bahasa yunani yaitu dropsyatau semacam penyakit yang merupakan
akumulasi abnormal cairan di bawah kulit atau dalam satu atau lebih
rongga tubuh. Oedema (bengkak) adalah pembengkakan karena
penumpukan cairan pada exstremitas maupun pada organ dalam tubuh.
Edema adalah gelembung cairan dari beberapa organ atau jaringan
yang merupakan terkumpulnya kelebihan cairan limfe, tanpa peningkatan
umlah sel dalam mempengaruhi jaringan. Edema bisa terkumpul pada
beberapa lokasi pada tubuh, tetapi biasanya terdapat pada kaki dan
pergelangan kaki (Aethur C. Guyton)
Edema adalah peningkatan cairan intertisil dalam beberapa organ.
Umumnya jumlah cairan interstisil, yaitu keseimb angan homeostatis.
Peningkatan sekresi cairan ke dalam interstisium atau kerusakan
pemebersihan cairan ini juga dapat menyebabkan edema (Ida Bagus Gede
Manuaba).
Edema (oedema) atau sembab adalah meningkatnya volume cairan
ekstraseluler dan ekstravaskuler (cairan interstitium) yang disertai dengan
penimbunan cairan abnormal dalam sela-sela jaringan dan rongga serosa
(jaringan ikat longgar dan rongga-rongga badan). Oedema dapat bersifat
setempat (lokal) dan umum (general). Oedema yang bersifat lokal seperti
terjadi hanya di dalam rongga perut (ascites), rongga dada (hydrothorax)
(Wheda, 2010).
Cairan edema diberi istilah transudat, memiliki berat jenis dan kadar
protein rendah, jernih tidak berwarna atau jernih kekuningan dan
merupakan cairan yang encer atau mirip gelatin bila mengandung di
dalamnya sejumlah fibrinogen plasma.

4
Oedema bisa bersifat lokal dan bisa menyebar. Oedema lokal bisa
terjadi pada kebanyakan organ dan jaringan-jaringan, bergantung pada
penyebab lokalnya edema yang menyebar mempengaruhi seluruh bagian
tubuh tapi yang paling parah mungkin tubuh bagian bawah karena adanya
gravitasi yang menarik air ke bawah sehingga terakumulasi di bagian
bawah tubuh misalnya oedema pada exstremitas bawah, terjadi hanya di
dalam rongga perut (hydroperitoneum atau ascites), rongga dada
(hydrothorax), di bawah kulit (edema subkutis atau hidops anasarca),
pericardium jantung (hydropericardium) atau di dalam paru-paru (edema
pulmonum).
Sedangkan edema yang ditandai dengan terjadinya pengumpulan
cairan edema di banyak tempat dinamakan edema umum (general edema).
Kenaikan tekanan hidrostatik terjadi pada gagal jantung, penurunan
tekanan osmotic terjadi sindrom nefrotik dan gagal hati. Hal ini biasanya
mengajarkan bahwa fakta-fakta ini menjelaskan terjadinya oedema dalam
kondisi ini. Penyebab oedema yang umum seluruh tubuh dapat
menyebabkan oedema dalam berbagai organ dan peripherally. Sebagai
contoh, gagal jantung yang parah dapat menyebabkan oedema paru, efusi
pleura, asites dan oedema perifer, yang terakhir dari efek yang dapat juga
berasal dari penyebab kurang serius.
Edema serebri Edema merupakan keadaan abnormal saat terjadi
penimbunan cairan dalam ruang intraseluler, ekstraseluler atau keduanya.
Edema dapat terjadi pada 2 sampai 4 hari setelah trauma kepala. Edema
serebral merupakan keadaan yang serius karena dapat menimbulkan
peningkatan tekanan intrakranial dan perfusi jaringan serebral yang
kemudian dapat berkembang menjadi herniasi dan infark serebral. Ada 3
tipe edema serebral, yaitu: edema vasogenik, sitogenik dan interstisial.
Edema vasogenik merupakan edema serebral yang terjadi karena adanya
peningkatan permeabilitas pembuluh darah sehingga plasma dapat dengan
mudah keluar ke ekstravaskuler. Edema sitogenik yaitu adanya
peningkatan cairan yang terjadi pada sel saraf, sel glia dan endotel. Edema
ini terjadi karena kegagalan pompa sodium-potasium, natrium-kalium

5
yang biasanya terjadi bersamaan dengan episode hipoksia dan anoksia.
Sedangkan edema interstitial terjadi saat cairan banyak terdapat pada
periventrikular yang terjadi akibat peningkatan tekanan yang besar
sehingga tekanan cairan yang ada jaringan ependimal akan masuk ke
periventrikuler white matter (Hickey, 2003).
Organ Spesifik oedema. Oedema akan terjadi pada organ tertentu
sebagai bagian dari peradangan seperti pada faringitis, tendonitis atau
pankreatitis, misalnya organ-organ tertentu mengembangakan jaringan
oedema melalui mekanisme khusus.
Contoh oedema pada organ tertentu yaitu :
a. Cerebal oedema adalah akumulasi cairan ekstraseluler dalam
otak. Ini dapat terjadi pada metabolik beracun atau tidak normal
dan kondisi negara seperti lupus sistemik. Ini yang
menyebabkan mengantuk atau pulmonary oedema terjadi ketika
tekanan di pembuluh darah di paru-paru dinaikkan karena
obstruksi untuk penghapusan darah melalui vena paru-paru. Hal
ini biasanya disebabkan oleh kegagalan ventrikel kiri jantung
dapat juga terjadi pada penyakit ketinggian atau menghirup
bahan kimia beracun, menghasilkan oedema paru dan sesak
nafas. Efusi pleura dapat terjadi ketika cairan juga mneumpuk
di rongga pleura.
b. Oedema juga dapat ditemukan dalam kornea mata dengan
glukoma, konjungtivitis berat atau keratitis atau setelah operasi.
Itu mungkin menghasilkan warna lingkaran cahaya disekitar
lampu-lampu terang.
c. Oedema di sekitar mata disebut priorbital oedema atau kantung
mata. Periorbital jaringan yang paling trasa bengkak segera
setelah bangun, mungkin karena redistribusi gravitasi cairan
dalam posisi horizontal.
d. Oedema pada exstremitas bawah sering terjadi pada pasien
dengan gagal jantung, hal ini ada tiga faktor penyebab yaitu
sebagai berikut: jika terjadi tekanan vena sentral naik ke saluran

6
kelenjar toraks kemudian perintah untuk mengalirkan cairan ke
jaringan akan terhambat, adanya gagal jantung berat yang
merupakan salah satu kondisi yang paling melelahkan bagi
penderita sehingga cenderung menghabiskan waktu untuk
duduk untuk membuat bernafas lebih mudah dan
menggantungkan kaki mereka bergerak di lantai. Immobilitas
yang paling umum menjadi faktor penyebab oedema pada
exstremitas bawah.
2. Etiologi
a. Adanya kongesti
Pada kondisi vena yang terbendung (kongesti), terjadi
peningkatan tekanan hidrostatik intra vaskula (tekanan yang
mendorong darah mengalir di dalam vaskula oleh kerja pompa
jantung) menimbulkan perembesan cairan plasma ke dalam ruang
interstitium. Cairan plasma ini akan mengisi pada sela-sela jaringan
ikat longgar dan rongga badan (terjadi edema).

b. Obstruksi limfatik
Apabila terjadi gangguan aliran limfe pada suatu daerah
(obstruksi/penyumbatan), maka cairan tubuh yang berasal dari plasma
darah dan hasil metabolisme yang masuk ke dalam saluran limfe akan
tertimbun (limfedema). Limfedema ini sering terjadi akibat mastek-
tomi radikal untuk mengeluarkan tumor ganas pada payudara atau
akibat tumor ganas menginfiltrasi kelenjar dan saluran limfe. Selain
itu, saluran dan kelenjar inguinal yang meradang akibat infestasi
filaria dapat juga menyebabkan edema pada scrotum dan tungkai
(penyakit filariasis atau kaki gajah/elephantiasis).
c. Permeabilitas kapiler yang bertambah
Endotel kapiler merupakan suatu membran semi permeabel
yang dapat dilalui oleh air dan elektrolit secara bebas, sedangkan
protein plasma hanya dapat melaluinya sedikit atau terbatas. Tekanan
osmotic darah lebih besar dari pada limfe. Daya permeabilitas ini

7
bergantung kepada substansi yang mengikat sel-sel endotel tersebut.
Pada keadaan tertentu, misalnya akibat pengaruh toksin yang bekerja
terhadap endotel, permeabilitas kapiler dapat bertambah. Akibatnya
ialah protein plasma keluar kapiler, sehingga tekanan osmotic koloid
darah menurun dan sebaliknya tekanan osmotic cairan interstitium
bertambah. Hal ini mengakibatkan makin banyak cairan yang
meninggalkan kapiler dan menimbulkan edema. Bertambahnya
permeabilitas kapiler dapat terjadi pada kondisi infeksi berat dan
reaksi anafilaktik.
1) Hipoproteinemia
Menurunnya jumlah protein darah (hipoproteinemia)
menimbulkan rendahnya daya ikat air protein plasma yang tersisa,
sehingga cairan plasma merembes keluar vaskula sebagai cairan
edema. Kondisi hipoproteinemia dapat diakibatkan kehilangan
darah secara kronis oleh cacing Haemonchus contortus yang
menghisap darah di dalam mukosa lambung kelenjar (abomasum)
dan akibat kerusakan pada ginjal yang menimbulkan gejala
albuminuria (proteinuria, protein darah albumin keluar bersama
urin) berkepanjangan. Hipoproteinemia ini biasanya
mengakibatkan edema umum
2) Tekanan osmotic koloid
Tekanan osmotic koloid dalam jaringan biasanya hanya kecil
sekali, sehingga tidak dapat melawan tekanan osmotic yang
terdapat dalam darah. Tetapi pada keadaan tertentu jumlah protein
dalam jaringan dapat meninggi, misalnya jika permeabilitas
kapiler bertambah. Dalam hal ini maka tekanan osmotic jaringan
dapat menyebabkan edema. Filtrasi cairan plasma juga mendapat
perlawanan dari tekanan jaringan (tissue tension). Tekanan ini
berbeda-beda pada berbagai jaringan. Pada jaringan subcutis yang
renggang seperti kelopak mata, tekanan sangat rendah, oleh
karena itu pada tempat tersebut mudah timbul edema.
3) Retensi natrium dan air

8
Retensi natrium terjadi bila eksresi natrium dalam kemih
lebih kecil dari pada yang masuk (intake). Karena konsentrasi
natrium meninggi maka akan terjadi hipertoni. Hipertoni
menyebabkan air ditahan, sehingga jumlah cairan ekstraseluler
dan ekstravaskuler (cairan interstitium) bertambah. Akibatnya
terjadi edema. Retensi natrium dan air dapat diakibatkan oleh
factor hormonal (penigkatan aldosteron pada cirrhosis hepatis dan
sindrom nefrotik dan pada penderita yang mendapat pengobatan
dengan ACTH, testosteron, progesteron atau estrogen).
Derajat terjadinya oedema:
1+ : menekan sedalam 2mm akan kembali dengan cepat
2+ : menekan lebih dalam (4mm) dan akan kembali dalam
waktu 10-15 detik
3+ : menekan lebih dalam (6mm) akan kemabli dalam waktu >1
menit, tampak bengkak
4+ : menekan lebih dalam lagi (8mm) akan kembali dalam waktu
2-5 menit, tampak sangat bengkak yang nyata.
(Radiologi.rsnajls.org)

3. Klasifikasi
Edema serebral dapat asimtomatik, hanya terlihat pada pencitraan,
atau dapat menyebabkan komplikasi yang mengancam jiwa. Riwayat
penyakit sebelumnya dapat membantu memberikan wawasan mengenai
etiologi edema serebral. Pasien mungkin mengalami riwayat trauma,
kejadian hipoksia, kanker, penyakit metabolik atau faktor lain yang dapat
membantu mengidentifikasi kemungkinan penyebab edema serebral.
Temuan pemeriksaan fisik dari edema serebral dapat sangat
bervariasi tergantung pada lokasi dan luasnya edema serebral. Edema
serebral terlokalisasi dapat menyebabkan disfungsi otak edematous dan
termasuk kelemahan, gangguan penglihatan, kejang, perubahan sensorik,
diplopia, dan gangguan neurologis lainnya. Edema serebral difus dapat
menyebabkan pasien mengalami sakit kepala, mual, muntah, lesu,
perubahanstatus mental, kebingungan, koma, kejang atau manifestasi

9
lainnya. Edema serebral difus atau fokal pasien dapat mengalami
peningkatan TIK yang biasanya timbul dengan sakit kepala, mual, muntah,
lesu, neuropati kranial, perubahan status mental menjadi koma dan
kematian.
a. Edema Lokalista (Edema local)
terbatas pada organ atau pembuluh darah tertentu.
1) pada 1 ekstremitas (unilateral) : disebabkan oleh obstruksi pada
vena atau pembuluh limfe,misalnya : trombosis vena dalam,
obstruksi oleh tumor, limfedema primer, edema stasis pada
ekstremitas yang mengalami kelumpuhan.
2) pada 2 ekstremitas (bilateral), biasanya pada ekstremitas bawah :
disebabkan oleh obstruksi vena cafa inferior, tekanan akibat asites
masif atau massa intra abdomen
3) pada muka (facial edema) : disebabkan oleh obstruksi pada vena
cafa superior dan reaksi alergi (angioedema) asites (cairan di
rongga peritoneal) hidrotoraks (cairan di rongga pleura) = efusi
pleura.
b. Edema Generalista (Edema Umum)
pembengkakan terjadi pada seluruh tubuh atau sebagian besar tubuh
penderita.
1) pada ekstremitas bawah, terutama setelah berdiri lama dan disertai
dengan edema pada paru : disebabkan oleh kelainan jantung
2) pada mata, terutama setelah bangun tidur : disebabkan oleh
kelainan ginjal dan gangguan ekskresi natrium
3) asites, edema pada ekstremitas dan skrotum : sering disebabkan
oleh sirosis atau gagal jantung
c. Penyebab lain (tapi kasusnya relatif jarang) :
1) Edema idiopatik : edema yang disertai dengan peningkatan berat
badan secara cepat dan berulang, biasanya terjadi pada wanita usia
reproduktif
2) Hipotiroid : merupakan mix-edema, biasanya terdapat di pre-tibial
3) Obat-obatan : steroid, estrogen, vasodilator

10
4) Kehamilan
5) Makan kembali setelah puasa
Edema
1) Berkurangnya protein dari plasma
a) gangguan hati, gangguan ginjal, malnutrisi protein
b) tekanan onkotik (OPc) menurun
2) Meningkatnya tekanan hidrostatik kapiler
a) gagal jantung, kegagalan pompa vena : paralisis otot, latihan,
peningkatan curah jantung
b) tekanan hidrostatik (HPc) meningkat
3) Meningkatnya permeabilitas kapiler
a) respon inflamasi, trauma
b) peningkatan OPi dan penurunan OPc
4) Hambatan pembuluh limfatik
Filariasis limfatik, adalah sumbatan kelenjar getah bening
peningkatan Opi
d. Pengurangan tekanan osmotik

Hal ini diakibatkan oleh kehilangan albumin serum yang


berlebihan atau pengurangan sintesis albumin serum. Penyebab
terpenting peningkatan kehilangan albumin adalah suatu penyakit
ginjal tertentu yang disertai permeabilitas tidak normal pada albumin.
Karena keseimbangan cairan tergantung pada sifat osmotik protein
serum maka keadaan yang disertai oleh penurunan konsentrasi protein
ini dapat mengakibatkan edema. Pada sindrom nefrotik sejumlah
besar protein hilang dalam urin dan penderita menjadi
hipoproteinemia. Hipoproteinemia pada hepar dapat berupa sirosis
hati.
e. Retensi natrium dan air

Retensi natrium terjadi jika ekskresi natrium dalam urine lebih kecil
daripada yang masuk. Karena konsentrasi natrium yang tingi akan
terjadi hipertonik. Hipertonik akan menyebabkan air ditahan sehingga
jumlah CES bertambah dan terjadilah edema.

11
Cairan edema dapat dibedakan menjadi dua yaitu :

1) Transudat

Transudat adalah cairan yang tertimbun di dalam jaringan atau


ruangan karena alasan-alasan lain dan bukan akibat dari
perubahan permeabilitas pembuluh. Gagal jantung merupakan
penyebab utama pembentukan transudat. Selain itu pada edema
akibat turunnya tekanan koloid osmotik plasma, cairan edema
akan terisi sedikit protein maka cairannya termasuk transudat.

2) Eksudat

Eksudat adalh cairan yang tertimbun di dalam jaringan atau


ruangan karena bertambahnya permeabilitas pembuluh terhadap
protein. Edema peradangan merupakan salah satu jenis eksudat.
Eksudat dengan sifatnya yang alami cenderung mengandung
lebih banyak protein daripada transudat oleh karena itu eksudat
cenderung memiliki berat jenis yang lebih besar. Selain itu
protein eksudat sering mengandung fibrinogen yang akan
mengendap sebagai fibrin sehingga dapat menyebabkan
terjadinya pembekuan eksudat dan akhirnya eksudat
mengandung leukosit sebagai bagian dari proses peradangan.

f. Tanda Gejala (maniestasi klinis)


1) Distensi vena jugularis, peningkatan tekanan vena sentral.
2) Peningkatan tekanan darah, denyut nadi penuh, kuat.
3) Melambatnya waktu pengosongan vena-vena tangan.
4) Edema perifer dan periorbita
5) Asites, efusi pleura, edma paru akut, (dispnea, takipnea, ronki
basah di seluruh lapangan paru).
6) Penambahan berat badan secara cepat: penambahan 2 % =
kelebihan ringan, penambahan 5 % = kelebihan sedang,
penambahan 8 % = penambahan kelebihan berat.

12
7) Hasil laboratorium ; penurunan hematokrit, protein serum
rendah, natrium serum normal, natrium urine rendah ( <10
mEq/24 jam).

4. Patofisiologi
Edema merupakan respon umum untuk berbagai bentuk cedera
otak, dan sesuai penyebabnya dapat dikategorikan sebagai sitotoksik,
vasogenik, interstisial, atau gabungan. Kelainan dapat dicirikan dalam hal
lokasi, pola keterlibatan materi abu-abu putih dan terkait efek massa yang
dibuktikan dengan pergeseran midline, sulcal, ventrikel, penipisan
cisternal dan herniasi otak.5,6
Edema sitotoksik disebabkan oleh terjadinya gangguan adenosin
trifosfat (ATP)-dependent transmembran natrium- kalium, dan pompa
kalsium yang biasanya disebabkan oleh iskemia serebral atau cedera
eksitotoksik otak. Hal ini menyebabkan akumulasi cairan intraseluler
neuron, sel glial, akson, dan selubung myelin.
Edema vasogenik disebabkan oleh kerusakan pada tight junction
endotel yang menyusun sawar darah otak akibat gangguan fisik atau
pelepasan senyawa vasoaktif. Akibatnya, protein dan cairan intravaskular
keluar ke ruang ekstraselular. Edema interstitial terjadi akibat peningkatan
tekanan intraventrikular, yang menyebabkan pecahnya lapisan ependymal
ventrikel.
Pembengkakan jaringan akibat kelebihan cairan interstisium dikenal
sebagai edema. Penyebab edema dapat dikelompokan menjadi empat
kategori umum:
1. Penurunan konsentrasi protein plasma menyebabkan penurunan
tekanan osmotic plasma.penurunan ini menyebabkan filtrasi cairan
yang keluar dari pembuluh lebih tinggi, sementara jumlah cairan
yang direabsorpsi kurang dari normal ; dengan demikian terdapat
cairan tambahan yang tertinggal diruang –ruang interstisium. Edema
yang disebabkan oleh penurunan konsentrasi protein plasma dapat
terjadi melalui beberapa cara : pengeluaran berlebihan protein plasma
di urin akibat penyakit ginjal ; penurunan sintesis protein plasma akibat

13
penyakit hati ( hati mensintesis hampir semua protein plasma );
makanan yang kurang mengandung protein ; atau pengeluaran protein
akibat luka bakar yang luas .
2. Peningkatan permeabilitas dinding kapiler menyebabkan protein
plasma yang keluar dari kapiler ke cairan interstisium disekitarnya lebih
banyak. Sebagai contoh, melalui pelebaran pori –pori kapiler yang
dicetuskan oleh histamin pada cedera jaringan atau reaksi alergi .
Terjadi penurunan tekanan osmotik koloid plasma yang menurunkan
kearah dalam sementara peningkatan tekanan osmotik koloid cairan
interstisium yang disebabkan oleh kelebihan protein dicairan
interstisium meningkatkan tekanan kearah luar. ketidakseimbangan ini
ikut berperan menimbulkan edema lokal yang berkaitan dengan cedera
( misalnya , lepuh ) dan respon alergi (misalnya , biduran)
3. Peningkatan tekanan vena , misalnya darah terbendung di vena , akan
disertai peningkatan tekanan darah kapiler, kerena kapiler mengalirkan
isinya kedalam vena. peningkatan tekanan kearah dinding kapiler ini
terutama berperan pada edema yang terjadi pada gagal jantung
kongestif. Edema regional juga dapat terjadi karena restriksi lokal
aliran balik vena. Salah satu contoh adalah adalah pembengkakan di
tungkai dan kaki yang sering terjadi pada masa kehamilan. Uterus yang
membesar menekan vena –vena besar yang mengalirkan darah dari
ekstremitas bawah pada saat vena-vena tersebut masuk ke rongga
abdomen. Pembendungan darah di vena ini menyebabkan kaki yang
mendorong terjadinya edema regional di ekstremitas bawah.
4. Penyumbatan pembuluh limfe menimbulkan edema,karena kelebihan
cairan yang difiltrasi keluar tertahan di cairan interstisium dan tidak
dapat dikembalikan ke darah melalui sistem limfe. Akumulasi protein
di cairan interstisium memperberat masalah melalui efek osmotiknya.
Penyumbatan limfe lokal dapat terjadi, misalnya di lengan wanita yang
saluran-saluran drainase limfenya dari lengan yang tersumbat akibat
pengangkatan kelenjar limfe selama pembedahan untuk kanker
payudara. Penyumbatan limfe yang lebih meluas terjadi pada filariasis,

14
suatu penyakit parasitic yang ditularkan melalui nyamuk yang terutama
dijumpai di daerah-daerah tropis. Pada penyakit ini, cacing-cacing
filaria kecil mirip benang menginfeksi pembuluh limfe sehingga terjadi
gangguan aliran limfe. Bagian tubuh yang terkena, terutama skrotum
dan ekstremitas, mengalami edema hebat.Kelainan ini sering disebut
sebagai elephantiasis,karena ekstremitas yang membengkak seperti
kaki gajah.
Apapun penyebab edema, konsenkuensi pentingnya adalah penurunan
pertukaran bahan-bahan antara darah dan sel. Sering dengan akumulasi
cairan interstisium, jarak antara sel dan darah yang harus ditempuh oleh
nutrient, O2, dan zat-zat sisa melebar sehingga kecepatan difusi
berkurang. Dengan demikian, sel-sel di dalam jaringan yang edematosa
mungkin kurang mendapat pasokan darah.
5. Penatalaksanaan
Terapi edema harus mencakup terapi penyebab yang mendasarinya
yang reversibel (jika memungkinkan). Pengurangan asupan sodium harus
dilakukan untuk meminimalisasi retensi air. tidak semua pasien edema
memerlukan terapi farmakologis, pada beberapa pasien terapi non
farmakologis sangat efektif seperti pengurangan asupan natrium (yakni
kurang dari jumlah yang diekskresikan oleh ginjal) dan menaikkan kaki
diatas level dari atrium kiri. Tetapi pada kondisi tertentu diuretic harus
diberikan bersamaan dengan terapi non farmakologis. Pemilihan obat dan
dosis akan sangat tergantung pada penyakit yang mendasari, berat-
ringannya penyakit dan urgensi dari penyakitnya. Efek diuretik berbeda
berdasarkan tempat kerjanya pada ginjal. Pemeriksaan yang dilakukan
sangat mudah yakni dengan menekan pada daerah mata kaki akan timbul
cekungan yang cukup lama untuk kembali pada keadaan normal.
Pemeriksaan lanjutan untuk menentukan penyebab dari ankle edema
adalah menentukan kadar protein darah dan di air seni (urin), pemeriksaan
jantung (Rontgen dada, EKG), fungsi liver dan ginjal. Pengobatan awal
yang dapat dilakukan dengan mengganjal kaki agar tidak tergantung dan
meninggikan kaki pada saat berbaring. Pengobatan lanjutan disesuaikan

15
dengan penyebab yang mendasarinya. Pergelangan kaki bengkak bisa
akibat cedera atau penyakit tulang, otot dan sendi. Penyebabnya secara
umum akibat reaksi inflamasi/peradangan di daerah tersebut, antara lain
asam urat, rheumatoid arthritis dll (Irham, 2009).

B. Hipopuititari
1. Anatomi Dan Fisiologi Kelenjer Hifofisis

Gambar 2.1 bagian pituitary


Hipofisis merupakan sebuah kelenjar sebesar kacang polong, yang
terletak di dalam struktur bertulang (sela tursika) di dasar otak.lekukan os
spenoidalis basis cranii.berbentuk oval dengan diameter kira –kira 1cm
dan dibagi atas dua lobus lobus anterior,merupakan bagian terbesar dari
hipofisis kira – kira 2/3 bagian dari hipofisis.lobus anterior ini juga disebut
adenohipofise.lobus posterior,merupaKan 1/3 bagian hipofise dan terdiri
dari jaringan saraf sehingga disebut juga neurohipofie.jipofise stalk adalah
struktur yang menghubungkan lobus posterior hipofise dengan
hipotalamus
Sela tursika melindungi hipofisa tetapi memberikan ruang yang
sangat kecil untuk mengembang.Jika hipofisa membesar, akan cenderung
mendorong ke atas, seringkali menekan daerah otak yang membawa sinyal

16
dari mata dan mungkin akan menyebabkan sakit kepala atau gangguan
penglihatan.
Hipofisa mengendalikan fungsi dari sebagian besar kelenjar
endokrin lainnya. Hipofisa dikendalikan oleh hipotalamus, yaitu bagian
otak yang terletak tepat diatas hipofisa. Hipofisa memiliki 2 bagian yang
berbeda, yaitu lobus anterior (depan) dan lobus posterior (belakang).
Hipotalamus mengendalikan lobus anterior (adenohipofisa) dengan
cara melepaskan faktor atau zat yang menyerupai hormon, melalui
pembuluh darah yang secara langsung menghubungkan keduanya.
Pengendalian lobus posterior (neurohipofisa) dilakukan melalui impuls
saraf. Lobus anterior menghasilkan hormon yang pada akhirnya
mengendalikan fungsi:
a. Kelenjar tiroid, kelenjar adrenal dan organ reproduksi (indung telur
dan buah zakar)
b. Laktasi (pembentukan susu oleh payudara)
c. Pertumbuhan seluruh tubuh.
Lobus intermediate (pars intermediate) adalah area diatara lobus
anterior dan posterior, fungsinya belum diketahui secera pasti, namun
beberapa referensi yang ada mengatakan lobus ini mungkin menghaslkan
melanosit stimulating hormon (MSH). Secara histologis, sel-sel kelenjer
hipofise dikelompokkan berdasarkan jenis hormon yang disekresikan
yaitu :
a. Sel-sel somatotraf bentuknya besar, mengandung granula sekretori,
berdiameter 350-500 nm dan terletak di sayap lateral hipofise. Sel-sel
inilah yang menghasilkan hormon somatotropin atau hormon
pertumbuhan.
b. Sel-sel lactotroph juga mengandung granula sekretori, dengan
diameter 27-350 nm, menghasilkan prolaktin atau laktogen.
c. Sel-sel tirotroph berbentuk polihendral, mengandung granula
sekretori diameter 50-100 nm, menghasilkan TSH.
d. Sel-sel gonadotrof diameter sel kira-kira 275-375 nm, mengandung
granula sekretori,menghasilkan FSH dan LH.

17
e. Sel-sel kortikottrof diameter sel kira-kira 375-550 nm, merupakan
granula terbesar, menghasilkan ACTH.
f. Sel nonsekretori terdiri atas sel kromofob. Lebih kurang 25% sel
kelenjer hipofise tidak dapat diwarnai dengan pewarnaan yang lazim
di gunakan dan karena itu disebut sel-sel kromofob. Penawaran yang
sering dipakai adalah carmosin dan erytrosin. Sel foli-kular adalah sel-
sel yang berfolikal.
Hipofise menghasilkan hormon tropik dan nontropik. Hormon tropik
akan mengontrol sintesa dan sekresi hormon kelenjer sasaran sedangkan
hormon nontropik akan bekerja langsung pada organ sasaran. Kemampuan
hipofise dalam mempengaruhi atau mengontrol langsung aktivitas kelenjar
endokrim lain menjadikan hipofise dijuluki master of gland.
Suatu kelenjer endrokrin yang terletak didasar tengkorak yang
memegang peranan penting dalam sekresi hormon dari semua organ-organ
endokrin.
Adenohipofisa juga menghasilkan hormon yang menyebabkan kulit
berwarna lebih gelap dan hormon yang menghambat sensasi nyeri. Hipofisa
posterior menghasilkan hormon yang berfungsi:
a. Mengatur keseimbangan air
b. Merangsang pengeluaran air susu dari payudara wanita yang menyusui
c. Merangsang kontraksi rahim.
Dengan mengetahui kadar hormon yang dihasilkan oleh kelenjar yang
berada dibawah kendali hipofisa (kelenjar target), maka hipotalamus atau
hipofisa bisa menentukan berapa banyak perangsangan atau penekanan
yang diperlukan oleh hipofisa sesuai dengan aktivitas kelenjar target.
Hormon yang dihasilkan oleh hipofisa (dan hipotalamus) tidak semuanya
dilepaskan terus menerus. Sebagian besar dilepaskan setiap 1-3 jam dengan
pergantian periode aktif dan tidak aktif
Beberapa hormon (misalnya kortikotropin yang berfungsi
mengendalikan kelenjar adrenal, hormon pertumbuhan yang
mengendalikan pertumbuhan dan prolaktin yang mengendalikan pembuatan
air susu) mengikuti suatu irama yang teratur, yaitu kadarnya meningkat dan

18
menurun sepanjang hari, biasanya mencapai puncaknya sesaat sebelum
bangun dan turun sampai kadar terendah sesaat sebelum tidur.
Kadar hormon lainnya bervariasi, tergantung kepada beberapa faktor.
Pada wanita, kadar LH (luteinizing hormone) dan FSH (follicle-stimulating
hormone) yang mengendalikan fungsi reproduksi, bervariasi selama siklus
menstruasi. Terlalu banyak atau terlalu sedikitnya satu atau lebih hormon
hipofisa menyebabkan sejumlah gejala yang bervariasi.
2. Definisi
Hipopituitarisme adalah suatu gambaran penyakit akibat insufisiensi
kelenjar hipofisis, terutama bagian anterior. Gangguan ini menyebabkan
munculnya masalah dan manifestasi klinis yang berkaitan dengandefisiensi
hormon-hormon yang dihasilkannya.
Hipopituitarisme, juga dikenal sebagai panhipopituitarisme,
merupakan sindrom kompleks yang ditandai oleh disfungsi metabolik,
imaturitas seksual, dan retardasi pertumbuhan(jika keadaan ini terjadi pada
usia kanak-kanak). Penyebab hipopituitarisme adalah defisiensi hormon
yang disekresikan kelenjer hipofisis anterior. Panhipopituitaris
memerupakan kegagalan total atau parsial pada keseluruhan enam hormon
kelenjer hipofisis yang vital, yaitu kortikotropin, TSH (thyroid-
stimulatinghormone), LH (luteinizing hormone), FSH (folliclestimulating
hormone),hormon pertumbuhan (human growth hormon),dan prolaktin.
Bentuk hipopituitarisme yang parsial dan lengkap dialami dewasa maupun
anak-anak. Pada anak-anak, penyakit ini dapat menyebabkan dwarfisme
(cebol) dan keterlambatan pubertas. Prognosis baik jika pasien mendapat
terapi sulih hormon yang adekuat dan penyebabnya ditangani.
Hipopituitarisme primer biasanya terjadi dengan pola yang tidak
bisa diramalkan. Umumnya, penyakit ini dimulai dengan penurunan kadar
gonadotropin (FSH serta LH) dan hipogonadisme yang diakibatkannya.
Keadaan hipogonadisme dicerminkan melalui haid terhenti pada wanita dan
impotensi pada laki-laki. Defisiensi hormon pertumbuhan kemudian terjadi
sehingga terdapat tubuh yang pendek dan keterlambatan pertumbuhan serta
pubertas pada anak-anak. Penurunan kadar TSH yang diakibatkan

19
menyebabkan hipotiroidisme, dan akhirnya penurunan kadar kortikotropin
menimbulkan insufisiensi adrenal. Kalau hipopituitarisme terjadi sesudah
operasi ablasi atau trauma, pola kejadian hormonalnya mungkin tidak harus
mengikuti rangkaian kejadian tersebut. Kerusakan pada hipotalamus atau
neurohipofisis dapat menyebabkan diabetes insipidus.
Hipopituitarisme adalah insupisiensi hipofisis akibat kerusakan
mudos anterior kelenjar hipofise. Panhipopituitarisme (penyakit simmod)
adalah tidak terdapatnya sekresi semua hipofisis secara total dan merupakan
kondisi yang jarang terjadi. Nekrosis hipofisis post partum (sindrom
Sheehan) adalah penyebab tidak umum dari gagal hipofisis anterior.
Kondisi lebih sering terjadi pada wanita dengan kelainan darah hebat,
hipovolemia, dan hipotennsi saat melahirkan. Hipopituitarisme merupakan
komplikasi radiasi pada kepala dan leher. Kerusakan kelenjar hipofise total
oleh trauma, tomur atau lesi vaskuler menghilangkan semua stimuli yang
normmalnya diterima oleh tiroid, kelenjar gonad, dan kelenjar adrenal.
Hipopituitarisme dapat terjadi akibat kerusakan lobus anterior
kelenjar hipofisis (buku ajar keperawatan medikal bedah Bunner and
Sudarth)
Hipofisis anterior disebut juga sebagai kelenjar utama karena
bersama dengan hipotalamus mengatur fungsi pengatur kompleks berbagai
kelenjar endokrin dalam tubuh. Hormon hipofisis anterior berada dibawah
pengendalian timbal balik melalui kadar hormon kelenjar target, oleh karena
itu kadar hormon hipofisis dalam darah meningkat bila terjadi kegagalan
kelenjar target. Sebaliknya hipofisis anterior, diatur oleh hipotalamus
melalui hormon penghambat dan pelepas-hipotalamus yang dibawa ke
hipofisis melalui pembuluh darah portal hipotalamus dalam jalur hipofisis
Hipopituitarisme adalah keadaan dimana terdapat defisit atau
kekurangan satu, beberapa atau semua hormon-hormon yang dihasilkan
oleh pituitary (Tartowo, 2012). Hipopituitarisme adalah istilah umum yang
mengacu pada setiap bawah fungsi dari kelenjar pituitari. Ini adalah definisi
klinis yang digunakan oleh ahli endokrin dan ditafsirkan bahwa satu atau
lebih fungsi hipofisis kekurangan. Istilah ini dapat merujuk kepada kedua

20
anterior dan kegagalan kelenjar hipofisis posterior (Pituitary Network
Association). Jadi dapat disimpulkan bahwa hipopituitarisme adalah suatu
keadaan dimana terjadinya penurunan satu atau beberapa hormon yang
dihasilkan oleh pituitari sehingga menyebabkan kurangnya hormon yang
ada didalam tubuh, sehingga menyebabkan adanya komplikasi pada seluruh
sistem yang ada didalam tubuh. Hipopituirisme biasanya terjadi akibat
adanya kerusakan atau kegagalan kelenjar hipofisis anterior maupun
posterior.
Pituitari adalah kelenjar majemuk sekresi internal yang terletak di
dalam sel tursika, yakni suatu lekukan di dalam tulang sfenoid
hipopituitarisme dapat disebabkan oleh macam – macam kelainan kelamin
antara lain nekrosis, hipofisis postpartura (penyakit shecan), nekrosis karena
meningitis basalis, trauma tengkorak, hipertensi maligna, arteriasklerosis
serebri, tumor granulema dan lain – lain. Hipopituitarisme adalah keadaan
yang timbul sebagai akibat hipofungsi
hipofisis. Definisi hormon hipofisis anterior dapat terjadi dari 3 jalur
:
a. Kelainan di dalam kelenjar yang dapat merusak sel – sel sekretorik.
b. Kelainan di dalam atau yang berdekatan dengan tangkai hipofise
dimana dapat menyebabkan penghentian penyebaran faktor – faktor
yang berasal dari hipotalamus.
c. Kelainan di dalam hipotalamus sendiri dimana dapat merusak
pelepasan bahan pengatur pada hipofise depan.
3. Klasifikasi
a. Hipofisis Anterior (Adenohipofisis).
Merupakan kelenjar yang sangat vaskuler dengan sinus - sinus
kapiler yang luas diantara sel – sel kelenjar,0,6 gr dan diameternya
sekitar 1 cm sekresi hipofisis anterior diatur oleh hormonyang
dinamakan”releasing dan inhibitory hormones (atau factor)
hipotalamus” yang disekresi dalam hipotalamus sendiri dan kemudian
dihantarkan kehipofisis anterior melaui pembuluh darah kecil yang
dinamakan pembuluh partal hipotalamik hipofisial.

21
b. Hipofisis Posterior (Neurohipofisis)
Kelenjar hipofisis posterior terutama terdiri atas sel – sel glia yang
disebut pituisit.Namun pituisit ini tidak mensekresi hormon, sel ini
hanya bekerja sebagai struktur penunjang bagi banyak sekali ujung –
ujung serat saraf dan bagian terminal akhir serat dari jaras saraf yang
berasal dari nukleus supraoptik dan nukleus paraventrikel hipotalamus.
Jaringan saraf ini berjalan menuju ke neurohipofisis melalui tangkai
hipofisis, bagian akhir saraf ini merupakan knop bulat yang
mengandung banyak granula – granula sekretonik, yang terletak pada
permukaan kapiler tempat granula – granula tersebut mensekresikan
hormone hipofisis posterior berikut :
Hormon antidiuretik (ADH) yang juga disebut sebagai vasopresin
yaitu senyawa oktapeptida yang merupakan produk utama hipofise
posterior.Memainkan peranan fisiologik yang penting dalam
pengaturan metabolisme air.
Kerja ADH untuk mempertahankan jumlah air tubuh terutama
terjadi pada sel – sel ductus colligens ginjal. ADH mengerahkan
kemampuannya yang baik untuk mengubah permeabilitas membran sel
epitel sehingga meningkatkan keluarnya air dari tubulus ke dalam
cairan hipertonik diruang pertibuler/interstisial.
Aktivitas ADH dan rasa haus yang saling terintigritas itu sangat
efektif untuk mempertahankan osmolaritas cairan tubuh dalam batas –
batas yang sangat sempit.
c. Hipofisis Pars Intermedus
Berasal dari bagian dorsal kantong Rathke yang menjadi satu dengan
hipofisis posterior. Pars intermedus mengeluarkan hormon MSH
(melanocyte stimulating hormon) melanotropin = intermedian. MSH
terdiri dari sub unit alfa dan sub untui beta, beta MHS lebih menentukan
khasiat hormon tersebut. Pada manusia, pars intermedus sangat
rudimeter sehingga pada orang dewasa tidak ada bukti bahwa MSH
dihasilkan oleh bagian ini.Beta MSH memiliki struktur kimia yang

22
mirip dengan ACTH (adreno cortico tropic hormon), sehingga ACTH
memiliki khasiat seperti MSH.
4. Etiologi
Hipopituitarisme dapat bersifat primer atau sekunder.
Hipopituitarisme primer dapat disebabkan oleh:
a. Tumor pada kelenjer hipofisis
Kebanyakan kasus hypopituitarism disebabkan adenomas hipofisis
menekan jaringan normal di kelenjar, dan jarang lainnya tumor otak
luar kelenjar - craniopharyngioma, meningioma, Chordoma,
ependymoma, glioma atau metastasis dari kanker di tempat lain di
tubuh. misalnya dari sejenis sel penghasil hormon yang dapat
mengganggu pembentukan salah satu atau semua hormon lain.
b. Infeksi, peradangan dan infiltrasi otak
Pituitary juga dapat dipengaruhi oleh infeksi pada otak ( abses otak
,meningitis , ensefalitis ) atau kelenjar itu sendiri, atau mungkin
disusupi oleh selsel yang abnormal ( neurosarcoidosis , histiocytosis )
atau besi yang berlebihan ( hemochromatosis ). sindrom sella Kosong
tidak dapat dijelaskan hilangnya jaringan hipofisis, mungkin karena
tekanan luar. hypophysitis autoimun atau limfositik terjadi ketika
sistem kekebalan tubuh secara langsung menyerang hipofisis.
c. Vascular
Sebagai kehamilan datang ke istilah , kelenjar pituitari wanita hamil
rentan terhadap tekanan darah rendah , seperti dapat mengakibatkan
bentuk perdarahan , kerusakan hipofisis akibat pendarahan setelah
melahirkan disebut sindrom Sheehan. hipofisis pitam adalah
perdarahan atau infark (kehilangan suplai darah) dari hipofisis. Bentuk
lain dari stroke semakin diakui sebagai penyebab hypopituitarism
d. Cedera Fisik
Penyebab fisik eksternal untuk hypopituitarism termasuk cedera
otak traumatis , perdarahan subarachnoid , bedah saraf , dan radiasi
pengion (misalnya terapi radiasi untuk tumor otak sebelumnya).
e. Bawaan / Keturunan

23
Bawaan hypopituitarism (hadir sejak lahir) mungkin hasil
komplikasi persalinan sekitar, atau mungkin hasil pembangunan tidak
cukup ( hipoplasia ) dari kelenjar, kadang-kadang dalam konteks
kelainan genetik tertentu. Mutasi dapat menyebabkan salah
perkembangan cukup kelenjar atau penurunan fungsi. Kallmann
sindrom menyebabkan kekurangan gonadotropin saja.Bardet Biedl dan
sindrom Prader-Willi telah dikaitkan dengan kekurangan hormon
hipofisis.
Penyebab hipofungsi hipofise dapat bersifat primer dan
sekunder.primer bila gangguan terdapat pada kelenjar hipofise itu
sendiri, dan sekunder bila gangguan terdapat pada hipotalamus.
1) Primer: tumor pada kelenjer hipofisis, defek kongenital (hipoplasia
atau aplasia kelenjer hipofisis), infark hipofisis( paling sering
akibat perdarahan pasca partum), hipofisektomi parsial atau total
melalui pembedahan, iradiasi, atau zat kimia, penyakit
granulomatosa, seperti tuberkulosis (jarang), sebab idiopatik atau
autoimun (kadang-kadang).
2) Sekunder (disfungsi hipotalamus atau gangguan pada tangkai
hipotalamus): defisiensi releasing hormones yang diproduksi oleh
hipotalamus dan bisa bersifat idiopatik atau terjadi karena infeksi,
trauma, ataupun tumor. Akibat dari hipopitutarisme adalah
penurunan berat badan yang ekstrim, pelisutan tubuh, atrofi semua
kelenjar serta organ endokrin, kerontokan rambut, impotensi,
amenore, hipometabolisme, dan hipoglikemia. Koma dan kematian
akan terjadi jika tidak dilakukan terapi hormon pengganti.

Faktor- faktor yang dapat menyebabkan hipopituitari diantaranya adalah :


a. Sekunder dari tumor – tumor jinak atau ganas metastasik desak
ruang.
b. Vaskuler. Perdarahan ke dalam adenoma hipofisis; infark post
partum (sindrom seehan ); aneurisma arteri karotis.
c. Infiltrasi dan granuloma. Histiositosis, sarkoidosis, hemokromatosis.

24
d. Infeksi. Tuberculosis, pasca meningitis.
e. Traumatic. Setelah cedera kepala.
f. Sindrom sela tursika yang kosong. Primer atau sekunder dari infark
tumor hipofisis.
g. Hipopituitari idiopatik.
h. Defek congenital seperti pada dwarfisme pituitary atau
hipogonadisme.
5. Patofisiologi
Hipopiutarisme menunjukkan sekresi hormon hipofisis anterior
yang rendah dan panhipopituitarisme menyatakan sekresi keseluruhan
hormon hipofisis anterior yang rendah. Keduanya dapat terjadi karena
malfungsi kelenjer hipofisis atau hipotalamus. Akibatnya meliputi
berkurangnya stimulasi organ target endokrin dan defisiensi hormon organ
target dalam derajat tertentu, yang mungkin baru ditemukan setelah tubuh
mengalami stress dan peningkatan sekresi yang diharapkan dari organ
target yang tidak terjadi.
Menurut Tarwoto (2012), hipopituitarisme dapat disebabkan dari
hipofisis itu sendiri maupun dari hipotalamus. Berkurangnya seluruh
hormon pituitari jarang sekali terjadi, yang paling sering terjadi
adalah berkurang nya produksi satu atau sedikit hormon pituitari
diantarnaya ACTH dan TSH. Berkurangnya atau tidak adanya hormon ini
akan berakibat pada insufisiensi pada kelenjar target yaitu kelenjar adrenal
dan tiroid.
Pada hipopituitari, manifestasi klinik yang sering muncul adalah
menurunnya sistensi sekresi dan gonadotropin, LH dan FSH. Defisiensi
LH dan FSH pada laki-laki mengakibatkan kegagalan tekstikular yaitu
terjadi penurunan produksi terstosteron dari sel leydig dan menurunnya
sprematogenesis dari tubulus seminiferus. Menurunnya produksi
testosteron mengakibatkan lambatnya pubertas dan infertil pada laki-laki
dewasa. Pada wanita defisiensi atau tidak adanya hormon gonatropin
mengakibatkan kegagalan, ovulasi dan kegagalan mempertahankan

25
korpus liteum sehingga wanita menjadi infertile. Difisiensi LH dan SH
dapat juga mengakibatkan kegagalan dalam pembentukan seks sekunder.
Hormon lain yang paling sering terjadi pada gangguan hipopituitari
adalah sekresi, sintesis, pelepasan dari GH sehingga produksi
somatomedin. Somatomedin merupakan hormon yang diproduksi dihati
dan di pengaruhi langsung oleh GH. Somatomedin berperan langsung
dalam peningkatan pertumbuhan tulang dan kartilago. Dengan demikian
defisiensi GH atau somatomedin pada anak-anak mengakibatkan
penurunan pertumbuhan dan postur yang pendek.
Hipopituitarisme menunjukan sekresi hormon hipofisis anterior
yang rendah, dan panhipopituitarisme menyatakan sekresi keseluruhan
hormon hipofis anterior yang rendah. Keduanya dapat terjadi karena
malfungsi kelenjar hipofisis atau hipotalamus. Akibatnya meliputi
berkurangnya stimulasi organ target endokrin dan defisiensi hormon organ
target dalam derajat tertentu, yang mungkin baru ditemukan setelah tubuh
mengalami stres dan peningkatan sekresi yang diharapkan dari organ
target tidak terjadi (Kowalak, 2012).
Penyebab hipofungsi hipofise dapat bersifat primer dan sekunder.
Primer bila gangguannya terdapat pada kelenjar hipofise itu sendiri, dan
sekunder bila terdapat pada hipotalamus. Penyebab tersebut termasuk
diantaranya: (Hotma Rumahorbo. 1999:38).
a. Defek perkembangan konginetal, seperti pada dwarfisme pituitari.
b. Tumor yang merusak hipofise.
c. Iskemia, seperti pada nekrosis postpartum.
Hipopituitari pada orang dewasa dikenal sebagai (penyakit
Simmonds’) yang ditandai dengan kelemahan umum, intoleransi terhadap
dingin, nafsu makan buruk, penurunan berat badan,dan hipotensi.Wanita
yang terserang penyakit ini tidak akan mengalami menstruasi dan pada
pria akan menderita impotensi dan kehilangan libido. Insufisiensi hipofise
pada anak-anak akan mengakibatkan dwarfisme.
Diabetes insipidus ditandai dengan kurangnya ADH sekunder
terhadap lesi yang menghancurkan hipotalamus, stalk hipofise, atau

26
hipofise posterior. Kondisi ini dapat disebabkan oleh tumor, infeksi otak
atau meningen. Diabetes insipidus dikelompokkan menjadi nefrogenik
(diabetesinsipidus yang terjadi secara herediter di mana tubulus ginjal
tidak berespon secara tepat terhadap ADH, sementara kadar hormon dalam
serum normal.Insufisiensi hipotalamus membutuhkan terapi penggantian
hormon yang sesuai. Tetapi penggantian dengan ADH menunjukkan hasil
yang efektif dalam mengobati diabetes insipidus.
Lebih dari 90% kelenjar harus dihilangkan sebelum tanda-tanda klinis
hipopituitarisme bermanifestasi. Perubahan patologi bergantung apa
penyebabnya. Pada kasus-kasus yang disebabkan oleh nekrosis istemik,
bagian awal nekrosis koagulatif diganti oleh jaringan parut.
Efek klinis hipopituitarisme tergantung pada apakan pasien tersebut
anakanak atau dewasa.
Hipopituitarisme pada anak-anak mengakibatkan kegagalan
perkembangan yang porposiaonal akibat tidak adanya hormon
pertumbuhan (dwarfisme hipofisis). Anak-anak ini memiliki kecerdasan
normal dan tetap seperti anak-anak , gagal berkembang secara seksual.
Gambaran klinis dwarfisme hipofisis yang sama terjadi pada anak-anak
yang lahir dengan kelainan reseptor organ akhir terhadap hormone
pertumbuhan (dwarfisme hipofisis). Pasien memiliki kadar hormone
pertumbuhan yang normal di dalam serum.
Pada orang dewasa, hipopituitarisme terutama ditandai dengan efek
defisiensi gonadotropin. Pada wanita, terjadi amenore dan infertilitas ;
pada pria, terjadi infertilitas dan impotensi. Defisiensi tirotropin dan
kortikotropin dapat mengakibatkan atropi tiroid dan korteks adrenal.
Meskipun demikian, penurunan sekresi tiroksin dan kortisol jarang cukup
berat untuk menyebabkan manisfestasi klinis. Defisiensi hormone
pertumbuhan saja menimbulkan sedikit kelainan pada orang dewasa.
Diagnosis insufisiensi hipofise dapat diduga secara klinik namun
harus ditegakkan melalui uji biokimia yang sesuai, yang akan
menunjukkan defisiensi hormon.

27
Panhipopituitarisme. Pada orang dewasa dikenal sebagai (penyakit
simmons) yang ditandai dengan kelemahan umum, intoleransi terhadap
dingin, nafsu makan buruk, penurunan berat badan, dan hipotensi. Wanita
yang terserang penyakit ini tidak akan mengalami menstruasi dan pada
pria akan menderita impotensi dan kehilangan libido. Insufisiensi hipofise
pada masa kanak-kanak akan mengakibatkan dwarfisme.
Dwarfisme ( cebol ) merupakan ganguan pertumbuhan somatic akibat
insufesiensi pelepasan Growth Hormone yang terjadi pada anak- anak
yang telah mencapai usia 10 tahun mempunyai perkembangan badan anak
usia 4-5 tahun, sedangkan usia 20 tahun mempunyai perkembangan badan
usia 7-10 tahun. Ketika anak-anak tersebut mencapai pubertas maka tanda-
tanda seksual sekunder genetalia eksternal gagal berkembang.
Diabetes insipidus terjadi akibat penurunan pembentukan hormon
antidiuretik (vasopresin), yaitu hormon yang secara alami mencegah
pembentukan air kemih yang terlalu banyak. Hormon ini unik, karena
dibuat di hipotalamus lalu disimpan dan dilepaskan ke dalam aliran darah
oleh hipofisa posterior.
Diabetes insipidus dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :
a. Hipotalamus mengalami kelainan fungsi dan menghasilkan
terlalu sedikit hormon antidiuretik.
b. Kelenjar hipofisa gagal melepaskan hormon antidiuretik ke dalam
aliran darah.
c. Kerusakan hipotalamus atau kelenjar hipofisa akibat pembedahan
d. Cedera otak (terutama patah tulang di dasar tengkorak)
e. Tumor
f. Seringkali satu-satunya gejala adalah rasa haus dan pengeluaran
air kemih yang berlebihan.
g. Diagnosis diabetes insipidus semakin kuat jika sebagai respon
terhadap hormon antidiuretik :
h. Pembuangan air kemih yang berlebihan berhenti.
i. Tekanan darah naik.
j. Denyut jantung kembali normal.

28
6. Manifestasi klinis
Menurut Slyvia (2006), sindrom klinis yang diakibatkan oleh
hipopituitarisme pada anak-anak dan orang dewasa berbeda. Pada anak-
anak, terjadi gangguan pertumbuhan somatis akibat defisiensi pelepasan
GH. Dwarfisme hipofisis (kerdil) merupakan konsekuensi dari defisiensi
tersebut. Ketika anak-anak tersebut mencapai pubertas, maka tanda-tanda
seksual sekunder dan genetalia eksterna gagal berkembang. Selain itu,
sering pula ditemukan berbagai derajat insufisiensi adrenal dan
hipotiroidisme mereka mungkin akan mengalami kesulitan disekolah dan
memperlihatkan perkembangan intelektual yang lamban kulit biasanya
pucat karena adanya MSH.
Kalau hipopituitarisme terjadi pada orang dewasa, kehilangan
fungsi hipofisis sering mengikuti kronologis sebagai berikut: defisiensi
GH, hipogonadisme, hipotiroidisme dan insufisiensi adrenal. Karena
orang dewasa, telah menyelesaikan pertumbuhan somatisnya, maka tinggi
tubuh pasien dewasa dengan hipopituitarisme adalah normal. Manifestasi
defisiensi GH mungkin dinyatakan dengan timbulnya kepekaan yang luar
biasa terhadap insulin dan terhadap hipoglikemia puasa. Bersamaan
dengan terjadinya hipogonadisme, pria menunjukkan penurunan libido,
hipotensi dan pengurangan progresi pertumbuhan rambut dan bulu di
tubuh, jenggot, dan berkurangnya perkembangan otot. Pada wanita,
berhentinya siklus menstruasi atau amenorea, merupakan tanda awal dari
kegagalan hipofisis. Kemudian diikuti oleh atrofi payudara dan genetalia
eksterna. Baik laki-laki maupun perempuan menunjukkan berbagai
tingkatan hipotiroidisme dan insufisiensi adrenal. Kurangnya MSH akan
mengakibatkan kulit pasien ini kelihatan pucat.
Kadang kala, pasien memperlihatkan kegagalan hormon hipofisis
saja. Dalam keadaan ini, penyebab defisiensi agaknya terletak, pada
hipotalamus dan mengenai hormon pelepasan yang bersangkutan. Pada
pasien dengan panhipopituitarisme, selain memiliki tiga hormon basal
yang rendah, juga tidak merespon terhadap pemberian hormon perangsang
sekresi.

29
Hipoglikemia dengan kadar serum glukosa yang kurang dari
40mg/dl, menyebabkan pelepasan GH, ACTH, dan Kortisol; CRH
merangsang pelepasan ACTH kortisol; TRH merangsang pelepasan TSH
dan prolaktin; sedangkan GnRH merangsang pelepasan FSH dan LH.
Pasien panhipopituitarisme gagal untuk merespon empat perangsang
sekresi tersebut. Selain studi biokimia, juga disarankan pemeriksaan
radiografi kelenjar hipofisis pada pasien yang diperkirakan menderita
penyakit hipofisis, karena tumor-tumor hipofisis seringkali menyebabkan
gangguan-gangguan ini.
Gejala hipopituitari bervariasi tergantung kepada jenis hormon apa
yang
kurang.
a. kekurangan hormon GH
Kekurangan hormon pertumbuhan pada dewasa biasanya
menyebabkan sedikit gejala atau tidak menyebabkan gejala; tetapi
pada anak-anak bisa menyebabkan lambatnya pertumbuhan, kadang-
kadang menjadi cebol (dwarfisme). Tanda-tandanya meliputi
pertumbuhan lambat, ukuran otot dan tulang kecil, tanda-tanda seks
sekunder tidak berkembang, infertilitas, impotensi, libido menurun,
nyeri senggama pada wanita.
b. Kekurangan TSH menyebabkan hipotiroidisme, yang menimbulkan
gejala berupa: kebingungan, tidak tahan terhadap cuaca dingin,
penambahan berat badan, sembelit, kulit kering.
c. Kekurangan gonadotropin (LH dan FSH) pada wanita pre-menopause
bisa menyebabkan: terhentinya siklus menstruasi (amenore),
kemandulan, vagina yang kering, hilangnya beberapa ciri seksual
wanita. Pada pria, kekurangan gonadotropin menyebabkan impotensi,
pengkisutan buah zakar, berkurangnya produksi sperma sehingga
terjadi kemandulan, hilangnya beberapa ciri seksual pria (misalnya
pertumbuhan badan dan rambut wajah).
d. Kekurangan hormon ADH menyebabkan diabetes insipidus gejalanya
adalah :

30
Poliuria (Urin yang dikeluarkan dalam jumlah yang banyak, bisa
mencapai 5-10 liter. Urine sangat encer, berat jenis 1001-1005 atau
50-200mOsmol/kgBB.), Polidipsia (Rasa haus yang berlebihan,
biasanya mencapai 10 iter cairan tiap hari, terutama membutuhkan air
dingin) Penurunan berat badan, Noturia, Kelelahan, Konstipasi,
Hipotensi. Pada anak-anak, terjadi gangguan pertumbuhan somatis
akibat defisiensi pelepasan GH. Dwarfisme hipofisis (kerdil)
merupakan konsekuensi dari defisiensi tersebut. Ketika anak-anak
tersebut mencapai pubertas, maka tandatanda seksual sekunder dan
genitalia eksterna gagal berkembang.Selain itu sering pula ditemukan
berbagai derajat insifisiensi adrenal dan hipitiroidisme,mereka
mungkin akan mengalami kesulitan di sekolah dan memperlihatkan
perkembangan intelektual yang lamban, kulit biasanya pucat karena
tidak adanya MSH.
Pada orang dewasa, kehilangan fungsi hipofisis sering mengikuti
kronologis seperti defisiensi GH, hipogonadisme, hipotiroidisme, dan
insufisiensi adrena. Karena orang dewasa telah menyelesaikan
pertumbuhan somatisnya, maka tinggi tubuh pasien dewasa dengan
hipotuitarisme adalah normal. Adapun tanda dan gejalanya yang mungkin
ditemukan yaitu :
a. Terjadinya hipogonadisme.
b. Penurunan libido, impotensi, progresif pertumbuhan rambut dan bulu
ditubuh, jenggot, berkurangnya perkembangan otot pada pria.
c. Pada wanita, berhentinya siklus menstruasi atau aminorea yang
merupakan tanda awal dari kegagalan hipofisis. Kemudian di ikiti
atrofi payudara dan genetalia eksterna. (Price Syvia A, 2005:1216-
1217) Sakit kepala dan gangguan penglihatan atau adanya tanda-tanda
tekanan intara kranial yang meningkat. Mungkin merupakan
gambaran penyakit bila tumor menyita ruangan yang cukup besar.

1) Sakit kepala dan gangguan penglihatan atau adanya tanda-tanda


tekanan intracranial yang meningkat.

31
2) Gambaran dari produksi hormone pertumbuhan yang berlebih,
termasuk akromegali (tangan dan kaki besar, demikian pula lidah dan
rahang), berkeringat banyak, hipertensi dan arthralgia (nyeri sendi).
3) Hiperprolaktinemia : amenore atau alogomenore galaktore (30%),
infertilitas pada wanita, impotensi pada pria.
4) Sindrom Chusing : obesitas sentral, hirsutisme, striae, hipertensi, DM,
dan osteoporosis.
5) Defisiensi hormone pertumbuhan : gangguan pertumbuhan pada anak-
anak (dwarfisme).
6) Defisiensi gonadotropin : laki-laki terjadi impoten, hilangnya libido,
jumlah sperma berkurang, gangguan ereksi, testis mengecil, dan rambut
rontok. Pada wanita terjadi oligomenorea / amenorea, atrofi uterus dan
vagina, potensial atrofi payudara, dan pada anak-anak mengalami
terlambat pubertas. Pada dewasa terjadi tubuh pendek sekali,
pertumbuhan otot buruk sehingga cepat lelah, emosi labil dan
manifestasi deficit prolactin ( ibu pascapartem tidak mengeluarkan air
susu dan kadar prolactin serum kurang ).
7) Defisiensi TSH : rasa lelah konstipasi kulit kering gambaran
laboratorium dari hipertiroidisme.
8) Defisit kortikotropin : malaise, anoreksia, rasa lelah yang nyata, pucat,
gejala-gejala yang sangat hebat selama menderita penyakit sistemik
ringan biasa, gambaran lab dari penurunan fungsi adrenal.
9) Defisit Vasopresin : poliuria, polydipsia, dehirasi, dan tidak mampu
memekatkan urine.

7. Tanda dan Gejala


a. Sakit kepala dan gangguan penglihatan atau adanya tanda-tanda
tekanan intracranial yang meningkat.
b. Gambaran dari produksi hormone pertumbuhan yang berlebih,
termasuk akromegali (tangan dan kaki besar, demikian pula lidah dan
rahang), berkeringat banyak, hipertensi dan arthralgia (nyeri sendi)

32
c. Hiperprolaktinemia : amenore atau alogomenore galaktore (30%),
infertilitas pada wanita, impotensi pada pria.
d. Sindrom Chusing : obesitas sentral, hirsutisme, striae, hipertensi, DM,
dan osteoporosis.
e. Defisiensi hormone pertumbuhan : gangguan pertumbuhan pada anak-
anak (dwarfisme).
f. Defisiensi gonadotropin : laki-laki terjadi impoten, hilangnya libido,
jumlah sperma berkurang, gangguan ereksi, testis mengecil, dan
rambut rontok. Pada wanita terjadi oligomenorea / amenorea, atrofi
uterus dan vagina, potensial atrofi payudara, dan pada anak-anak
mengalami terlambat pubertas. Pada dewasa terjadi tubuh pendek
sekali, pertumbuhan otot buruk sehingga cepat lelah, emosi labil dan
manifestasi deficit prolactin ( ibu pascapartem tidak mengeluarkan air
susu dan kadar prolactin serum kurang ).
g. Defisiensi TSH : rasa lelah konstipasi kulit kering gambaran
laboratorium dari hipertiroidisme
h. Defisit kortikotropin : malaise, anoreksia, rasa lelah yang nyata, pucat,
gejala-gejala yang sangat hebat selama menderita penyakit sistemik
ringan biasa, gambaran lab dari penurunan fungsi adrenal.
i. Defisit Vasopresin : poliuria, polydipsia, dehirasi, dan tidak mampu
memekatkan urine.
8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Diagnostik
1) Foto tengkorak atau kranium
Dilakukan untuk melihat kondisi sella tursika. Dapat terjadi
tumor atau juga atropi. Tidak dibutuhkan persiapan fisik secara
khusus, nemun pendidikan kesehatan tentang tujuan dan prosedur
sangatlah penting.
2) CT Scan Otak
Dilakukan untuk melihat adanya kemungkinan tumor otak pada
hipofise atau hipotalamus melalui komputerisasi. Tidak ada

33
persiapan fisik secara khusus, namun diperlukan penjelasan agar
klien dapat diam dan tidak bergerak selama prosedur.
b. Pemeriksaan Darah dan Urine
1) Kadar Growth Hormone (GH)
Nilai normal 10 µg ml baik pada anak dan orang dewasa. Pada
bayi dibulan-bulan pertama kelahiran nilai ini meningkat
kadarnya. Specimen adalah darah vena ± 5 cc. Persiapan khusus
secara fisik tidak ada.
2) Kadar Tiroid Stimulating Hormone (TSH)
Nilai normal 6-10 µg/ml. Dilakukan untuk menentukan apakah
gangguan tiroid bersifat primer atau sekunder. Dibutuhkan
darah ± 5 cc. Tanpa persiapan secara khusus.
3) Kadar Adrenokortiko Tropik (ACTH)
Pengukuran dilakukan dengan tes supresi dexametason.
Specimen yang diperlukan adalah darah vena ± 5 cc dan urine
24 jam.
Persiapan
a) Tidak ada pembatasan makan dan minum
b) Bila klien menggunakan obat-obatan sperti kortisol atau
antagonisnya dihentikan lebih dahulu 24 jam sebelumnya.
c) Bila obat-obatan harus diberikan, lampirkan jenis obat dan
dosisnya pada lembaran pengiriman specimen.
d) Cegah stres fisik dan psikologis.
Pelaksanaan
a) Klien diberi dexametason 4 x 0,5 ml/hari selama-lamanya
dua hari
b) Besok paginya darah vena diambil sekitar 5 cc
c) Urine ditampung selama 24 jam
d) Kirim specimen (darah dan urine) ke laboratorium.
e) Hasil, Normal bila ; ACTH menurun kadarnya dalam darah.
Kortisol darah kurang dari 5 ml/dl

34
f) 17-Hydroxi-Cortiko-Steroid (17-OHCS) dalam urine 24
jam kurang dari 2,5 mg.
Cara sederhana dapat juga dilakukan dengan pemberian
dexametason 1 mg/oral tengah malam, baru darah diambil
± 5 cc pada pagi hari dan urine ditampung selama 5 jam.
Specimen dikirim ke laboratorium. Nilai normal bila kadar
kortisol darah kurang atau sama dengan 3 mg/dl dan
ekskresi 17 OHCS dalam urine 24 jam kurang dari 2,5 mg.

Menurut Sudoyo (2009), diagnosis sekresi hormon


hipofisis yang meningkat atau menurun dibuat berdasarkan
temuan biokimia. Hipopituitarisme diduga pada keadaan dimana
konsentrasi hormon perifer rendah namun tanpa disertai
peningkatan hormon tropiknya.

a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Laboratorium meliputi pemeriksaan kadar
basal hormon dan pengukuran dinamis kadar hormon,
tergantung dari jenis tumornya. Semua rumor harus
diperiksa kadar hormon basal untuk screening, termasuk
didalamnya pemeriksaan prolactin, tiroctropin, tirocsin,
adrenokorticotropin, cortisol, LH, FSH, estradiol
testosteron, growth hormon, insulinlike growth factor-1
(IGF-1), and alpha subunit glicoprotein. Sementara itu,
kepustakaan lain hanya menganjurkan pemeriksaan kadar
prolaktin pada keadaan dimana tidak ada gejala atau tanda
yang mengarahkan kadar kelebihan atau kekurangan
hormon tertentu, karena ini merupakan pendekatan yang
paling cost-effective. Tes hormon dinamis dilakukan untuk
menilai fungsi tumor dan untuk menyingkirkan diagnosis
banding. Selain itu dapat untuk menilai fungsi hipofisis
anterior.
b. Foto X-rays
Foto X-rays biasanya kurang baik untuk pencitraan jaringan
lunak, sehingga sudah digantikan oleh CT-scan dan MRI.
CT-scan cukup spesifik dan dapat mendeteksi tumor dengan
klasifikasi, namun detailnya masih kalah jika dibandingkan

35
dengan MRI. CT-scan lebih baik dalam memperlihatkan
struktur tulang dan klasifikasi pada jaringan lunak daripada
X-Rays dan MRI. CT-scan berguna jika terdapat kontra
indikasi terhadap penggunaan MRI, seperti pasien dengan
pacu jantung kelemahan CT-scan yang lain adalah pajanan
terhadap sinar radiasi yang tinggi. Hal-hal inilah yang
membuat MRI merupakan modalitas terpilih untuk
pencitraan hipofisis.
MRI lebih mahal jika dibandingkan dengan CT-scan, namun
memberikan gambaran yang lebih jelas terhadap struktur
jaringan lunak dan pembuluh darah, selain itu juga tidak
terjadi pajanan terhadap radiasi pengion. Resolusi yang
tinggi membuat MRI dapat mengenali lesi kecil dan dapat
diperlihatkan pula hubungannya dengan struktur sekitar.
Sensitivitas MRI untuk mendeteksi mikroadenoma (yang
dibuktikan dengan operasi) mencapai 100%, jauh lebih baik
jika dibandingkan dengan CT-scan yang hanya mencapai
50%. Spesifitas dan sensitivitas MRI mencapai 90% pada
tumor sekretori. Pemberian gadolinium diethylenetriamine
pentaacetic acid (DTPA) meningkatkan tingkat deteksinya.
Angiografi cerebral tidak dikerjakan secara rutin, dan hanya
dikerjakan jika dicurigai terdapat lesi vaskuler.

1. Penatalaksanaan
a. Penggantian hormone
1) Glukokortikoid
2) Tiroksin
3) Steroid gona
4) Hormon pertumbuhan pada anak-anak
5) Terapi pada wanita untuk memulihkan fertilitas
b. Kausal
1) Bila disebabkan oleh tumor,umumnya dilakukan radiasi bila
gejala-gejala tekanan oleh tumor progresif dilakukan operasi
2) Hindarkan minum obat yang dijual bebas tanpa konsultasi
dokter

36
3) Beri penjelasan tentang tujuan efek samping dan efek toksis dan
pengobatan
4) Beri pendidikan kesehatan tentang defisiensi hormone
2. Komplikasi
a. Hipersekresi prolaktin (prolaktinemia)
Hipersekresi prolaktin (prolaktinemia) adalah abnormalitas
endokrin yang sering ditemukan dan disebabkan oleh gangguan
hipotalamik-hipofisis. Hipersekresi hormon PRL mengakibatkan
galaktoria dan disfungsi gonad. Galaktorea adalah hipersekresi air
susu atau keluarnya air susu walaupun periode laktasi sudah selesai.
Prolaktin serum yang normal adalah <20 ng/dl. Prolaktin
adalah kontrasepsi ilmiah (menghambat gonatropin-releasing
hormon). Prolaktin juga diperlukan untuk laktasi. Tanda-tanda
klasik hiperprolaktin adalah:
1) Galaktorea dan amenorea pada wanita
2) Ginekomastia, galaktorea serta berkurangnya libido dan ereksi
pada pria
Yang termasuk mekanisme patofisiologi hipersekresi prolaktin
adalah gangguan dopamin, hipersekresi adenoma hipofisis, dan
sekresi neurogenik yang dicetuskan oleh trauma pada dada,
misalnya fraktur tulang iga. Keluarnya prolaktin dikendalikan
oleh hipotalamus terutama dopamin (Baradero, 2009).
c. Tumor Hipofisis Penghasil Prolaktin
Kombinasi pengeluaran susu yang terus menerus dan tidak
adanaya menstruasi galaktore amenoremerupakan sindrom
endokrin yang relatif sering ditemukan pada perempuan. Keadaan
ini berkaitan dengan peningkatan sekresi prolaktin. Adanya
galaktore biasanya dapat di perhatikan dengan menekan puting susu
dengan tangan, meskipun dapat pula timbul secara spontan, dan
dapat bersifat ringan sampai berat. Peningkatan kadar prolaktin
mungkin menyebabkan amenore yang adsa kaitannya dengan
keadaan ini. Proklatin di anggap dapat menghambat sekresi hormon

37
gonadotropin dengan mengganggu sekresi GnRH dari hipotalamus.
Selain itu, prolaktin dapat menghambat pengaruh gonadotropin
terhadap gonad.
Pasien dapat mengalami galaktore dan peningkatan kadar
prolaktin tanpa ditemukannya adenoma hipofisis, agaknya mereka
mengalami gangguan penghambatan tonik normal dari pelepasan
prolaktin oleh hipotalamus. Galaktore dapat ditemukan pada:
1) Lesi hipotalamus yang menggangu pelepasan dopamin,
2) Obat-obatan yang memengaruhi sistem susunan saraf pusat
(fenotiazin, antidepresan, haloperidol, alfa metildopa)
3) Kontrasepsi oral dan estrogen
4) Gangguan endokrin seperti hipitiroidisme dan hipertiroidisme
5) Faktor-faktor neurogenik lokal
6) Perangsangan payudara
7) Cedera pada dinding dada,
8) Lesi pada medula spinalis
Adanya sindrom galaktore-amenore, menyebabkan
perlu diperoleh kadar prolaktin serum basal. Kalau kadar
prolaktin lebih tinggi dari normal, maka harus dilakukan
pemeriksaan radiografik selatursika, termasuk CT scan kelenjar
hipofisis dengan potongan koronal dan MRI. Pemeriksaan ini
dapat menunjukkan adanya kelainan yang berupa
mikroadenoma hipofisis.
Tumor hipofisis penghasil prolaktin juga ditemukan
pada laki-laki, dengan hiperprolaktinemia yang terjadi
dihubungkan denagan hipogonadisme dan oligospermia. Tumor
ini sering kali berukuran besar dan meluas hingga ke luar batas
sela tursika. Penatalaksanaan mikroadenoma hipofisis penghasil
prolaktin pada laki-laki sama dengan apa yang telah dibahas
pada permpuan.
d. Gangguan Sekresi Vasopresin

38
Vasopresin arginin (AVP) merupakan suatu hormon
antidiuretik (ADH) yang dibuat di nukleas supraoptik dan
paraventrikular hipotalamus bersama dengan protein pengikatnya,
yaitu neurofisin II. Vasopresin kemudian di angkut dari badan-
badan sel neuron tempat pembuatannya, melalui akson menuju ke
ujung-ujung saraf yang berada di kelenjar hipofisis posterior,
tempat penyimpanannya. Sekresi AVP di atur oleh rangsang yang
meningkat pada reseptor volume dan osmotik.
Gangguan sekresi AVP termasuk diabetes insipidus (DI)
dan sindrom ketidakpadanan sekresi ADH. Pada pasien dengan
DI, gangguan ini dapat terjadi akibat tidak responsifnya tubulus
ginjal terhadap vasopresin (DI nefrogonik) walaupun kadar
hormon ini sangat tinggi. Ada beberapa keadaan yang dapat
mengakibatkan diabetes insipidus, termasuk tumor-tumor pada
hipotalamus, tmor-tumor besar hipofisis yang meluas keluar sela
tursika dan mengancurkan nukleus hipotalamik, trauma kepala,
cedera hipotalamus pada ssat operasi, oklusi pembuluh darah
intraserebral, dan penyakit-penyakit granulomatosa. DI nefrogenik
dapat diturunkan melalui mutasi dalam reseptor vasopresin atau
dalam AqP2, saluran air, dan keadaan ini muncul pada anak-anak
yang usianya kurang dari 2 tahun. Sedangkan pada orang dewasa,
DI nefrogenik timbul pada berbagai penyakit ginjal dan penyakit
sistemik yang juga menyerang ginjal, termasuk juga mieloma
multiple, anemia sel sabit, hiperkalsemia, dan hipokalemia. Terapi
litium untuk gangguan bipolar dapat juga menyebabkan tidak
adanya respons terhadap vasopresin.
Pasien dengan DI mengalami polidipsiab dan poliuria
dengan volume urin antara 5 hingga 10 L/hari. Kehilangan cairan
yang banyakn melalui ginjal ini dapat dikompensasi dengan minum
banyak cairan. DI sentral diobati dengan AVP. Preparat yang
paling sering di pakai adalah 1-desamino-8 D-arginin vasopresin
(DDAVP), diberiakn intranasal atau oral dan memiliki jangka

39
waktu kerja dari 12-24 jam. AVP tidak efektif pada pasien dengan
DI nefrogenik. SIADH biasanya ditemukan menyertai penyakit-
penyakit hipotalamus atau paru atau terjadi setelah pemberian obat.
Pasien akan mengalami sindrom hipoosmolar dengan kelebihan
dan gangguan retensi air. Gejala-gejalanya merupakan akibat
adanya hiponatremia berat dan menyerang sistem saraf pusat
sehingga pasien mudah marah, kekacauan mental, kejang, dan
koma terutama bila natrium dalam serum di bawah 120 mEq/L.
Osmolalitas serum rendah, dan osmolalitas serum. Pengobatan
SIADH di dasarkan pada pembatasan pemberian air, yaitu kurang
dari 1000 ml/hari dan pemberian 3%-5% larutan NaCl yang di
campur dengan furosemid. Diuretik ini akan menginduksi
pengeluaran cairan dan NaCl, yang disimpan dalam dalam bentuk
hipertonik. Demeklodiklin, suatu obat yang secara langsung
menghambat efek vasopresin pada tingkat tubulus ginjal, dapat
dipakai dengan efektif untuk memperbaiki hipoosmolalitas yang
terjadi akibat adanya SIADH (Sylvia, 2006).

I. Prognosis
Lebih dari 90% kelenjar harus dihilangkan sebelum tanda-tanda
klinis hipopituetarisme bermanifestasi. Perubahan patologi bergantung
apa penyebabnya. Pada kasus-kasus yang disebabkan oleh nekrosis
istemik, bagian awal nekrosis koagulatif diganti oleh jaringan parut.Efek
klinis hipopituitarisme tergantung pada apakan pasientersebut anak-anak
atau dewasa.
Hipopituitarisme pada anak-anak mengakibatkan kegagalan
perkembangan yang porposiaonal akibat tidak adanya hormon
pertumbuhan (dwarfisme hipofisis). Anak-anak ini memiliki
kecerdasannormal dan tetap seperti anak-anak , gagal berkembang secara
seksual.Gambaran klinis dwarfisme hipofisis yang sama terjadi pada
anak-anak yang lahir dengan kelainan reseptor organ akhir terhadap

40
hormone pertumbuhan (dwarfisme hipofisis). Pasien memiliki kadar
hormone pertumbuhan yang normal di dalam serum.
J. Penanganan dan pengobatan
Pengobatan hipopituitarisme teridiri atas terapi penggantian
hormon termasuk GH manusia untuk anak yang menderita dwarfisme
hipofisis, hormon kelenjar target-hidrokortison, tiroksin, androgen, atau
estrogen. Sekresi prolaktin (PRL) berbeda dari hormon-hormon lain pada
hipofisis anterior yang berada dalam pengendalian tonik hipotalamus,
dan diperantai oleh dopamin (Slyvia, 2006).
Pengobatan pasien dengan adenoma hipofisis non-functioning
disesuaikan dengan gejala dan tanda klinis akibat penekan tumor pada
jaringan sekitarnya. Misalnya sakit kepala dan gangguan penglihatan.
Tujuan terapi adalah pengangkatan tumor, pengembalian penglihatan ke
normal, serta pertahan fumgsi hipofisis anterior dan posterior (Baradero,
2009).
Pengobatan hipopituitarisme mencakup penggantian hormon-
hormon yang kurang. GH manusia, hormon yang efektif hanya ada pada
manusia, dihasilkan dari teknik rekombinasi asam dioksiribonukleat
(DNA), dapat digunakan untuk mengobati pasien dengan defisiensi GH
dan hanya dapat dikerjakan oleh dokter spesialis. GH manusia jika
diberikan pada anak-anak yang menderita dwarfisme hipofisis, dapat
menyebabkan peningkatan tinggi badan yang berlebihan. GH manusia
rekombinan juga dapat digunakan sebagai hormon penggantian pada
pasien dewasa dengan panhipopuitarisme. Hormon hipofisis hanya dapat
diberikan dengan cara disuntikkan sehingga, terapi harian pengganti
hormon kelenjar target akibat defisiensi hipofisis untuk jangka waktu
yang lama, yang diberikan sebagai alternatif. Sebagai contoh, insufisiensi
adrenal yang disebabkan karena defisiensi sekresi ACTH diobati dengan
memberikan hidrokortison oral. Pemberian tiroksin oral dapat mengobati
hipotiroidisme yang diakibatkan defisiensi TSH. Pemberian androgen
dan ekstrogen dapat mengobati defisiensi gonadotropin, namun

41
pemberian gonadtropin tersebut dapat menginduksi ovulasi. Defisiensi
GH membutuhkan injeksi GH setiap hari (Slyvia, 2006).

42
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pada keadaan normal hormon-hormon pituitari selalu diproduksi kecuali
hormon PRL dan oksitosin yang diproduksi pada saat-saat tertentu seperti pada
saat kehamilan, persalinan dan masa menyusui. Kegagalan produksi seluruh
hormon dari pituitari disebut Panpituitarisme. Hipopituitarisme adalah keadaan
dimana terdapat defisit atau kekurangan satu, beberapa atau semua hormon-
hormon yang dihasilkan oleh pituitari. Adapun beberapa penyebab
hipopituitarisme diantaranya adalah:
1. adenomas pituitari atau tumor pituitari
2. pembedahan atau operasi pituitari
3. terapi radiasi
4. implamasi pituitari seperti hipofisitis, tuberculosis, meningitis
5. trauma kepala berat
6. karena genetik
7. kelebihan zat besi
8. perdarahan post partum
9. malnutrisi berat
Adapun tanda dan gejala hipopituitarisme tergantung dari jenis hormon
yang berkurang, dimana mengakibatkan kelemahan, keletihan, menurunnya
libido, pertumbuhan menjadi lambat, mengakibatkan diabetes melitus (DM) dan
lain sebagainya. Selain itu ada beberapa hal yang dapat dilakukan diantaranya
berikan cortison acetat, hidrokortison atau prednisone, pemberian tiroksin,
pemberian estrogen, progesteron pada wanita dan testosteron pada laki-laki.
Berikan levodopa, insulin atau bromocriptine.
Hipopituitarisme adalah keadaan yang timbul sebagai akibat hipofungsi
hipofisis. Hipofungsi hipofise jarang terjadi, namun dapat saja terjadi dalam
setiap kelompok usia. Kondisi ini dapat mengenai semau sel hipofise
(panhipopituarisme) atau hanya sel-sel trtentu, terbatas pad satu subset sel-sel
hipofise anterior atau sel-sel hipofise posterior. Hipopituarisme ini disebabkan
oleh infeksi atau peradangan, penyakit autoimun, tumor, umpan balik dari organ

43
sasaran yang mengalamai malfungsi, nekrotik hipoksik (kematian akibat
kekurangan O2) hipofisis. Hipopituitari ini ditandai dengan adanya sakit kepala
dan gangguan penglihatan, produksi hormon pertumbuhan yang berlebih,
hiperprolaktinemia, sindrom chusing, defisiensi hormone pertumbuhan,
defisiensi gonadotropin, defisiensi tsh, defisiensi kortikotropin, defisiensi
vasopresin. Yang penatalaksanaan dari penyakit ini adalah kolaborasi dengan
dokter dalam pemberian obat-obat hormonal sampai dengan operasi bila ada
gejala – gejala tekanan oleh tumor progresif.
Edema adalah akumulasi abnormal cairan di dalam ruang interstitial (celah
di antara sel) atau jaringan tubuh yang menimbulkan pembengkakan. Pada
kondisi yang normal secara umum cairan tubuh yang terdapat diluar sel akan
disimpan di dalam dua ruangan yaitu pembuluh darah dan ruang – ruang
interstitial. Apabila terdapat gangguan pada keseimbangan pengaturan cairan
tubuh, maka cairan dapat berakumulasi berlebihan di dalam ruang interstitial
sehingga menimbulkan edema. Namun apabila cairan sangat berlebih maka
kelebihan cairan adakalanya dapat berkumpul di ruang ketiga yaitu rongga –
rongga tubuh seperti perut dada dan rongga perut.
Edema serebral didefinisikan sebagai pembengkakan atau edema dari otak
sebagai fenomena yang relatif umum dengan banyak etiologi. Edema serebral
dapat dikategorikan berdasarkan prosesnya, antara lain vasogenik, seluler,
osmotik, dan interstisial. Edema serebral dapat asimtomatik, hanya terlihat pada
pencitraan, atau dapat menyebabkan komplikasi yang mengancam jiwa. Posisi
kepala harus netral, dan segala bentuk kompresi vena jugularis harus dihindari.
Praktek elevasi kepala untuk mengurangi edema otak adalah luas tetapi hanya
didukung oleh data yang tidak konsisten. Manitol dan salin hipertonik adalah 2
agen osmotik paling ekstensif dipelajari dan paling sering digunakan dalam
praktek untuk memperbaiki edema otak dan hipertensi intrakranial. Drainase
CSS merupakan tatalaksana yang cepat dan sangat efektif untuk pasien dengan
peningkatan TIK.
B. Saran
Agar mahasiswa lebih memahami tentang oedema dan hpopituitari

44
DAFTAR PUSTAKA

Baradero,Mary.2009.Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan


Endokrin.Jakarta:ECG

Edema patofisiologi & penanganan. Ian effendi, Restu pasaribu (ed). BAIPD.
Jilid I. Edisi IV. Jakarta : FKUI.

Ganong F; William. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 22 ed. Jakarta: EGC; 2013.

Ginsberg L. Lecture Notes Neurology. Jakarta: Erlangga; 2009.

Harun S, Sally N. Edema paru akut. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
(Edisi ke-5). Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2009; p. 1651-3.

Marilynn E.1999. Rencana Asuhan Keperawatan.Edisi 3. Jakarta: EGC.

Nelson, W. E., Ilmu Kesehatan Anak, Nelson Textbook of Peditrics, EGC,


Jakarta; 2000.

Nendrastuti H, Mohamad S. Edema paru akut, kardiogenik dan non kardiogenik.


Majalah Kedokteran Respirasi. 2010;1(3):10.

Nurarif Huda Amin dkk. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis Nanda. Yogyakarta: Mediaction

Price,Sylvia.A dan Wilson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses – Proses


Penyakit.Jakarta: EGC

Rumahorbo, Hotma. 1999. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan


Sistem Endokrin.Jakarta: EGC

Ropper AH; Samuel MA. Adams and Victor’s Principles of Neurology. 9 ed.
Boston: Mc Graw Hill Companies Inc; 2009.

45
Sudoyo W. Aru dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3 Edisi 4.
Jakarta: InternaPublishing

Tarwoto. 2012. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan


Sistem Endokrin.Jakarta: CV Trans Info Media

Tortora GJ; Derrickson BN. Principles of Anatomy and Physiology.


Philadelphia: Wiley- Blackwell; 2012.

Wong. 2010. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong. Jakarta: EGC. 2013.

46
47

Anda mungkin juga menyukai