Skenario Kasus 2
Seorang Perempuan berusia 50 tahun Masuk Instalasi Gwat Darurat RS Anutapura dengan
sesak napas sejak 2 hari lalu yang makin bertambah berat, sejak 3 bulan yang lalu langkahnya
sudah terasa berat karena kedua kakinya membengkak, penderita tidak pernah demam.
Kata Sulit
1. Kaki bengkak : Kondisi pasien terjadi akibat penumpukan cairan dibagian
kaki atau di pergelangan kaki. Penumpukan cairan ini biasanya tidak disertai dengan
nyeri kecuali apabila bengkak disebabkan oleh cedera.
2. Sesak napas :suatu perasaan subjektif berupa rasa tidak nyaman saat
bernapas dengan kualitas sensasi dan intensitas yang berbeda.
3. Demam : Peningkatan suhu tubuh diatas rata rata menjadi 37,5 derajat
Celsius
KATA / KALIMAT KUNCI :
1. perempuan berusia 50 tahun
2. sesak napas sejak dua hari lalu
3. Langkahnya sudah terasa berat
4. Riwayat 3 bulan yang lalu
5. Kedua kakinya membengkak
6. Instalasi gawat darurat / RS
7. Tidak pernah demam
IDENTIFIKASI MASALAH :
1. Apa yang menyebabkan pembekakan kaki pada pasien tersebut ?
2. Apakah ada kaitan pembengkakan kaki dengan sesak napas yang di alami
penderita ?
3. Bagaimana penatalaksanaan pada kaki bengkak ?
4. Mengapa kedua kaki perempuan berusia 50 tahun itu terasa berat ?
MENGANALISIS MASALAH :
1. Terjadi karena kerusakan pembuluh darah vena pada tungkai. Kondisi ini terjadi pada
penyakit insufisiensi vena kronis yang menyebabkan pembuluh darah vena tungkai
terganggu, sehinga cairan dalam aliran darah menumpuk pada pembuluh darah
tungkai dan keluar ke jaringan sekitarnya.
2. Sesak napas bukan hanya disebabkan oleh asma, melainkan juga edema paru. Edema
paru adalah kondisi yang terjadi akibat penumpukan cairan dalam kantong paru-paru
(alveoli), sehingga oksigen yang dihirup tidak masuk ke paru-paru dan aliran
darah.Tatalaksana dari edema. Jika tidak segera ditangani, edema paru bisa
menyebabkan peningkatan tekanan di ruang jantung sebelah kanan dan membuatnya
gagal berfungsi. Kondisi ini menyebabkan terjadinya penumpukan cairan di rongga
perut (asites), pembengkakan tungkai, dan pembengkakan organ hati.
3. Penanganan dilakukan sesuai penyebab edema. Kasus yang ringan akan pulih dengan
sendirinya. Beberapa upaya dapat dilakukan untuk mengurangi gejala edema, yaitu:
Menurunkan berat badan jika memiliki berat badan berlebih. Banyak penderita edema
memiliki berat badan berlebih. Dengan menurunkan berat badan secara bertahap,
maka kondisi edema dapat membaik.
Menghindari posisi duduk atau berdiri terlalu lama.
Mengganjal kaki ketika sedang berbaring.
Berolahraga secara teratur, seperti berjalan atau berenang.
Mengurangi asupan garam dalam makanan. Garam dapat meningkatkan
penumpukkan cairan dan memperburuk kondisi edema.
Menggunakan stoking khusus untuk mencegah tungkai bertambah bengkak.
Untuk edema yang lebih parah, penanganan dilakukan dengan obat. Edema yang
disebabkan alergi, maka penderita dapat mengonsumsi obat antialergi untuk
mengatasi anggota tubuh yang bengkak. Sedangkan edema karena kerusakan
pembuluh darah akibat gumpalan darah, dapat diatasi dengan obat pengencer darah.
Sementara edema tungkai yang berkaitan dengan gagal jantung atau penyakit hati,
maka dokter memberi obat diuretik untuk meningkatkan frekuensi buang air kecil.
Dengan demikian, cairan dapat kembali mengalir dalam pembuluh darah
4. Di karenakan edema hal tersebut merupakan factor resiko dari edema itu sendiri yang
membuat daerah tungkai yang bengkak semakin berat untuk di gerakan
PERUMUSAN LEARNING OBJECTIVE :
1. Bagaimana proses terjadinya pembekakan ?
PATOMEKANISME EDEMA
Sekitar 60% dari berat badan orang dewasa terdiri atas air dan dua pertiga diataranya
terletak di dalam sel/intrasel. Pergerakan cairan antara pembuluh darah dan ruang
interstisial diatur terutama oleh dua daya yang saling berlawanan yaitu tekanan
hidrostatik pembuluh darah dan tekanan osmotik koloid. Dalam keadaan normal, aliran
keluar cairan disebabkan oleh tekanan hidrostatik pada ujung arteriol dari mikrosirkulasi
akan diimbangi oleh aliran masuk cairan, karena terdapat tekanan osmotik pada ujung
venula, sehingga hanya sedikit selisih cairan berupa aliran keluar yang akan dialirkan
oleh pembuluh-pembuluh limfa.
Terjadinya edema karena adanya peningkatan tekanan hidrostatik yang menyebabkan
gangguan arus balik vena/venous return. Bila tekanan ini
lebih besar daripada tekanan osmotik yang menarik air dari jaringa yang menyebabkan
kelebihan cairan yang keluar sementara cairan yang direabsorbsi lebih sedikit daripada
normal. Hal ini dikarenakan hampir separuh dari seluruh protein plasma adalah albumin
dimana yang berfungsi untuk mengikat cairan dalam kapiler. Jika berkurangnya
konsetrasi protein plasma maka menyebabkan penurunan tekanan osmotik koloid plasma
dan berdampak pada tekanan hidrostatik yang meninggi.
Tekanan osmotik plasma adalah tekanan yang mempertahankan cairan didalam
pembuluh darah dengan cara menarik cairan dari ruang intersrtitial. Tekanan hidrostatik
adalah tekanan yang mendorong cairan dari plasma keruang interstitial. Tekanan koloid
osmotik plasma dapat berkurang akibat terjadinya kerusakan hepar seperti pada sirosis
hati. Pada sirosis hepatik hati tidak dapat mensintesis protein, sedangkan protein
terutama albumin sangat berperan dalam mempertahankan tekanan koloid osmotik
plasma, sehingga pada sirosis hepatik dapat terjadi edema. Tekanan koloid osmotik
plasma juga dapat berkurang pada sindroma nefrotik. Pada sindroma nefrotik, ginjal
mengalami “kebocoran” sehingga albumin yang dalam keadaan normal tidak dapat
diekskresi oleh ginjal, pada sindroma nefrotik akan terbuang bersama urin. Akibatnya
kandungan albumin didalam plasma akan berkurang sehingga terjadi penurunan tekanan
koloid osmotik plasma. Hal ini menyebabkan timbulnya edema. Tekanan hidrostatik
kapiler dapat meningkat pada hambatan aliran darah vena seperti yang terjadi pada gagal
jantung kongestif. Pada gagal jantung kongestif, tekanan darah vena meningkat yang
akan diikuti dengan peningkatan tekanan hidrostatik kapiler. Cairan akan didorong dari
plasma keruang interstitial sehingga cairan akan tertimbun dijaringan interstitial maka
terjadilah edema.
Selain itu, edema juga dapat terjadi akibat meningkatnya permeabilitas dinding
kapiler yang memungkinkan lebih banyak protein plasma yang keluar dari plasma ke
dalam cairan interstisium sekitar. Serta sumbatan pembuluh limfa atau obstruksi limfatik
yang disebabkan oleh obstruksi lokal pada keadaan peradangan atau neoplastik.
Kelebihan cairan filtrasi tertahan di cairan interstisium dan tidak dapat dikembalikan ke
darah melalui pembuluh limfa. Retensi natrium dan air yang berlebihan juga dapat
menyebabkan edema melalui peningkatan tekanan hidrostatik dan penurunan tekanan
osmotik plasma serta mengganggu fungsi ginjal.
Apapun penyebab edema, satu konsekuensi yang penting adalah berkurangnya
pertukaran bahan antara darah dan sel. Karena penumpukan cairan berlebih, jarak
antara darah dan sel yang harus dilalui oleh nutrient, O 2, CO2, dan zat sisa untuk
berdifusi bertambah. Karena itu, sel-sel di dalam jaringan edematosa mungkin
mengalami kekurangan pasokan.
2. Patomekanisme demam ?
Patofisiologi Demam
Demam terjadi oleh karena pengeluaran zat pirogen dalam tubuh. Zat pirogen sendiri
dapat dibedakan menjadi dua yaitu eksogen dan endogen. Pirogen eksogen adalah pirogen
yang berasal dari luar tubuh seperti mikroorganisme dan toksin. Sedangkan pirogen endogen
merupakan pirogen yang berasal dari dalam tubuh meliputi interleukin-1 (IL-1), interleukin-6
(IL-6), dan tumor necrosing factor-alfa (TNF-A). Sumber utama dari zat pirogen endogen
adalah monosit, limfosit dan neutrofil (Guyton, 2007). Seluruh substansi di atas
menyebabkan selsel fagosit mononuclear (monosit, makrofag jaringan atau sel kupfeer)
membuat sitokin yang bekerja sebagai pirogen endogen, suatu protein kecil yang mirip
interleukin, yang merupakan suatu mediator proses imun antar sel yang penting. Sitokin-
sitokin tersebut dihasilkan secara sistemik ataupun local dan berhasil memasuki sirkulasi.
Interleukin-1, interleukin-6, tumor nekrosis factor α dan interferon α, interferon β serta
interferon γ merupakan sitokin yang berperan terhadap proses terjadinya demam. Sitokin-
sitokin tersebut juga diproduksi oleh sel-sel di Susunan Saraf Pusat (SSP) dan kemudian
bekerja pada daerah preoptik hipotalamus anterior. Sitokin akan memicu pelepasan asam
arakidonat dari membrane fosfolipid dengan bantuan enzim fosfolipase A2. Asam arakidonat
selanjutnya diubah menjadi prostaglandin karena peran dari enzim siklooksigenase (COX,
atau disebut juga PGH sintase) dan menyebabkan demam pada tingkat pusat termoregulasi di
hipotalamus (Dinarello dan Gelfrand, 2001; Fox, 2002; Wilmana dan Gan, 2007; Ganong.
2008; Juliana, 2008; Sherwood, 2010).
Enzim sikloosigenase terdapat dalam dua bentuk (isoform), yaitu siklooksigenase-1
(COX-1) dan siklooksigenase-2 (COX-2). Kedua isoform berbeda distribusinya pada jaringan
dan juga memiliki fungsi regulasi yang berbeda. COX-1 merupakan enzim konstitutif yang
mengkatalis pembentukan prostanoid regulatoris pada berbagai jaringan, terutama pada
selaput lender traktus gastrointestinal, ginjal, platelet dan epitel pembuluh darah. Sedangkan
COX-2 tidak konstitutif tetapi dapat diinduksi, antara lain bila ada stimuli radang,
mitogenesis atau onkogenesis. Setelah stimuli tersebut lalu terbentuk prostanoid yang
merupakan mediator nyeri dan radang. Penemuan ini mengarah kepada bahwa COX-1
mengkatalis pembentukan prostaglandin yang bertanggung jawab menjalankan fungsi-fungsi
regulasi fisiologis, sedangkan COX-2 mengkatalis pembentukan prostaglandin yang
menyebabkan radang (Dachlan et al., 2001; Davey, 2005). Prostaglandin E2 (PGE2) adalah
salah satu jenis prostaglandin yang menyebabkan demam. Hipotalamus anterior mengandung
banyak neuron termosensitif. Area ini juga kaya dengan serotonin dan norepineprin yang
berperan sebagai perantara terjadinya demam, pirogen endogen meningkatkan konsentrasi
mediator tersebut. Selanjutnya kedua monoamina ini akan meningkatkan adenosine
monofosfat siklik (cAMP) dan prostaglandin di susunan saraf pusat sehingga suhu thermostat
meningkat dan tubuh menjadi panas untuk menyesuaikan dengan suhu thermostat (Dinarello
dan Gelfrand, 2001; Fox, 2002; Wilmana dan Gan, 2007; Ganong, 2008; Juliana, 2008;
Sherwood, 2010).
a. Perawatan di rumah
Berikut beberapa hal lain yang bisa Anda coba untuk meredakan edema:
Makan berbagai macam makanan sehat, hindari makanan kemasan dan olahan
yang tinggi garam.
Lakukan olahraga dalam jumlah sedang yang dapat membantu mencegah
pembengkakan karena tidak aktif.
Hindari tembakau dan alkohol.
Kenakan stoking pendukung.
Cobalah akupunktur atau pijat.
Gunakan ekstrak biji anggur, yang dapat menurunkan tekanan darah dan
membantu meringankan edema yang berhubungan dengan varises dan fungsi vena
yang buruk.
b. Perawatan medis
Berikut beberapa saran yang mungkin Anda terima untuk kondisi atau situasi
tertentu:
Kehamilan. Retensi cairan yang signifikan bisa berbahaya dan perlu didiagnosis
dengan benar.
Gagal jantung. Diuretik dapat digunakan bersama dengan obat lain yang
meningkatkan fungsi jantung.
Sirosis. Menghilangkan semua alkohol, mengurangi garam, dan mengonsumsi
diuretik dapat memperbaiki gejala.
Limfedema. Diuretik dapat membantu selama permulaan awal. Stoking atau
lengan baju kompresi juga bisa berguna.
Edema yang diinduksi obat. Diuretik tidak akan berhasil dalam kasus ini. Obat
Anda mungkin perlu diubah atau dihentikan.
5. Bagaimana kriteria sesak napas ?
1. Gangguan pernafasan (sesak napas)
2. Batuk produktif terutama pada malam hari atau menjelabg pagi
3. Penderita biasanya memiliki riwayat mengi
3. Dada terasa tertekan
4. Keterbatasan aktivitas
Gejala yang tampak tergantung dari kondisi dan lokasi jaringan yang bengkak. Edema
ringan karena peradangan bisa tidak menimbulkan gejala. Gejala yang muncul dan
dirasa oleh penderitanya berupa:
• Anggota tubuh, misalnya lengan atau tungkai, menjadi bengkak.
• Kulit area edema menjadi kencang dan mengkilap.
• Jika kulit pada area edema ditekan, maka timbul lubang seperti lesung pipi
selama beberapa detik.
• Ukuran perut membesar.
• Sesak napas dan batuk bila terjadi edema di paru-paru.
• Sulit berjalan karena tungkai terasa lebih berat akibat bengkak.
• Edema kaki yang parah dapat mengganggu aliran darah sehingga
menimbulkan borok pada kulit.
Stroke hemoragik terjadi sesuai dengan penyebab perdarahan otak dan lokasi
perdarahannya. Perdarahan subaraknoid dapat terjadi sebagai akibat trauma atau
hipertensi, tetapi penyebab paling utama adalah kebocoran aneurisma pada area
sirkulus willis dan kelainan bentuk arteri vena. Perdarahan tersebut dapat
menyebabkan meningkatnya tekanan dalam otak yang mengakibatkan penekanan dan
kerusakan jaringan otak di sekitarnya. Daerah yang tertekan tersebut selanjutnya akan
mengalami edema sekunder akibat iskemia dan menambah tekanan intrakranial
semakin berat
1. morfologi edema
- edema pulmonum, secara makroskopis terlihat tekstur seperti karet yang tegas akibat
dari cairan edema dalam alveol dan interstitium serta penonjolan pada septa
interlobular, terdapat busa dari cairan edema yang terlihat pada bronkus.
- hidroperikardium, kantung pericardium terisi cairan edema, sehingga jantung terlihat
membesar.
2. morfologi peradangan
Proses peradangan kronis dalam rongga mulut menyebabkan pertumbuhan
proliferatif.
Salah satu komponen radang kronis adalah monosit sebagai sumber dari makrofag.
Monosit merupakan bentuk leukosit (sel darah putih) yang berbeda dari granulosit
karena
susunan morfologi intinya dan sifat sitoplasmanya yang relatif agranular. Pada
peradangan akut, monosit pada waktu yang kira-kira sama dengan neutrofil mulai
bermigrasi tetapi jumlahnya lebih sedikit dan dengan kecepatan yang lambat. Sel yang
sama, jika berada di dalam darah disebut monosit, jika terdapat dalam eksudat disebut
makrofag. Sistem monosit-makrofag (dikenal juga dengan istilah retikuloendotelial)
berfungsi penting untuk membersihkan darah, limfe dan ruang-ruang interstisial dari
benda asing, dengan demikian merupakan fungsi pertahanan yang penting.
Sumber :
https://studylibid.com/doc/310561/edema-–-jantung---mekanisme-edema-pada-gagal-
jantung-kanan
Murray, JF. (2011). Pulmonary Edema: Pathophysiology and Diagnosis. The International Journal of
Tuberculosis and Lung Disease, 15(2), pp. 155-160
Trayes, et al. (2013). Edema: Diagnosis and Management. Am Fam Physician, 88 (2), pp. 102-110.