Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas SDM-nya. Indonesia diperkirakan akan
mengalami bonus demografi mulai tahun 2025 dimana usia produktif akan mencapai 65% dari total
penduduk Indonesia sekitar 270 juta jiwa. Terdapat dua tantangan yang dihadapi yaitu jumlah
penduduk yang sangat besar dan kemajuan teknologi informasi. Jumlah penduduk yang besar menjadi
pasar produk yang dapat menggerakkan perekonomian nasional dan kesejahteraan rakyat dengan
catatan produk tersebut merupakan produk dalam negari. SDM harus dapat menguasai teknologi
informasi dan mengkapitalisasinya untuk peningkatan produk/jasa dalam negeri termasuk untuk
orientasi ekspor.
Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan sustainable, maka Pemerintah dan
dunia usaha harus memperkuat struktur ekonomi nasional dengan membangun infrastruktur,
mendorong investasi dan memperkuat industri pengolahan yang berbasis ekspor. Dunia
usaha harus meninggalkan ‘kebiasaan’ menjual atau mengekspor bahan mentah atau bahan
baku. Industri dalam negeri harus mengolah bahan mentah/bahan baku menjadi barang jadi
yang mempunyai nilai tambah yang tinggi. Di samping itu, industri harus bisa menghasilkan
barang modal.
Pemerintah juga harus mendorong UMKM agar bertumbuh dan naik kelas, mengingat jumlah
UMKM yang mencapai 99.99% dari total jumlah pelaku usaha dan menyerap 97% tenaga
kerja dunia usaha. Di samping itu, import bahan baku maupun barang modal harus dikurangi
secara siginifikan. Langkah ini sangat strategis, disamping untuk meningkatkan industri dalam
negari, mengurangi ketergantungan terhadap asing, juga untuk mengurangi pengeluaran
devisa negara sekaligus dapat menjaga stabilitas nilai rupiah dan memperkuat fundamental
ekonomi nasional.
Menurut BPS, kontribusi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2019 masih
didominasi pulau jawa dengan porsi 59% disusul Sumatera 21,32%, Kalimantan
8,05%, Sulawesi 6,33%, Bali Nusra 3,06%, serta Maluku dan Papua sebesar
2,24%. Sementara itu, masih terdapat perbedaan angka kemiskinan antara
provinsi yang paling rendah angka kemiskinannya yaitu DKI Jakarta sebesar
3,47% dengan provinsi yang paling tinggi angka kemiskinannya yaitu Papua
sebesar 27,53%. Oleh sebab itu, Pemerintah telah membangun infrastruktur untuk
mempercepat dan pemerataan pembangunan terutama di luar pulau Jawa
termasuk Papua. Infrastruktur tersebut diharapkan juga akan membuka akses
wilayah dan memperlancar distribusi dan transportasi. Diharapkan Pemerintah
memprioritaskan pembangunan daerah tertinggal, perbatasan dan terpinggir
sesuai dengan Nawacita ketiga ‘Membangun Indonesia dari pinggiran dengan
memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan’.