Anda di halaman 1dari 105

PENEGAKAN HUKUM ATAS TINDAK PIDANA PENIPUAN

DENGAN PERBARENGAN YANG DIDASARI HUBUNGAN ASMARA


SESUAI PASAL 65 AYAT 1 DAN 2 KITAB UNDANG UNDANG
HUKUM PIDANA

SKRIPSI

Oleh :
Ahmad Faqih Al Fauzi
201510115162

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS BHAYANGKARA JAKARTA RAYA
2022
PENEGAKAN HUKUM ATAS TINDAK PIDANA PENIPUAN
DENGAN PERBARENGAN YANG DIDASARI HUBUNGAN ASMARA
SESUAI PASAL 65 AYAT 1 DAN 2 KITAB UNDANG UNDANG
HUKUM PIDANA

SKRIPSI

Oleh :
Ahmad Faqih Al Fauzi
201510115162

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS BHAYANGKARA JAKARTA RAYA
2022
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

Judul Skripsi : Penegakan Hukum Atas Tindak Pidana Penipuan


Dengan Perbarengan Yang Didasari Hubungan
Asmara Sesuai Pasal 65 Ayat 1 dan 2 Kitab
Undang
Undang Hukum Pidana.

Nama Mahasiswa : Ahmad Faqih Al Fauzi

Nomor Pokok Mahasiswa : 201510115162

Program Studi / Fakultas : Ilmu Hukum / Hukum

Bekasi, 08 Juli 2022

MENYETUJUI

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Edi Saputra Hasibuan,SH.MH Jantarda Mauli Hutagalung,


S.H.,M.H.

NIDN. 0313046804 NIDN. 0308018208

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Penegakan Hukum Atas Tindak Pidana Penipuan

Dengan Perbarengan yang Didasari Hubungan

Asmara Sesuai Pasal 65 Ayat 1 dan 2 Kitab


Undang

Undang Hukum Pidana

Nama Mahasiswa : Ahmad Faqih Al Fauzi

Nomor Pokok Mahasiswa : 201510115162

Program Studi / Fakultas : Ilmu Hukum / Hukum

Tanggal Lulus Ujian Skripsi : 16 Juli 2022

Bekasi, 21 Juli 2022

MENGESAHKAN,

Ketua Penguji : Dr. Edi Saputra Hasibuan, S.kom., SH, MH

NIDN. 0313046804 ……………………

Penguji I : Jantarda Mauli Hutagalung, SH.,S.Pd, M.Si

NIDN. 0308018202 ……………………

Penguji II : Rabiah Al Adawiah, S.Ag.,M.Si

NIDN. 0302057403 ……………………

MENGETAHUI,

Ketua Program Studi Dekan

Ilmu Hukum Fakultas Hukum

Clara Ignatia Tobing, S.H.,M.H. Dr. Ika Dewi Sartika Saimima, SH,MH,MM

iii
NIDN. 0314029002 NIDN. 0312117102

iv
LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Ahmad Faqih Al Fauzi


NPM : 201510115162
TTL : Jakarta, 10 November 1996
Prodi : Ilmu Hukum

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Penegakan


Hukum Atas Tindak Pidana Penipuan Dengan Perbarengan Yang Didasari
Hubungan Asmara Sesuai Pasal 65 Ayat 1 dan 2 Kitab Undang Undang Hukum
Pidana.” adalah benar-benar merupakan asli karya saya sendiri dan tidak
mengandung materi yang ditulis oleh orang lain kecuali pengutipan sebagai
referensi yang sumbernya telah dituliskan secara jelas sesuai dengan kaidah
penulisan karya ilmiah.
Apabila dikemudian hari ditemukan adanya kecurangan dalam karya ini,
saya bersedia menerima sanksi dari Universitas Bhayangkara Jakarta Raya sesuai
dengan peraturan yang berlaku.

Bekasi, 08 Juli 2022


Yang membuat pernyataan,

MATERAI

Ahmad Faqih Al Fauzi

iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Bhayangkara Jakarta Raya, saya


yangbertanda tangan dibawah ini :

Nama : Ahmad Faqih Al Fauzi


NPM : 201510115162
TTL : Jakarta,10 November 1996
Prodi : Ilmu Hukum
Fakultas : Hukum
Jenis Karya : SKRIPSI
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan
kepada Universitas Bhayangkara Jakarta Raya Hak Bebas Royalti Non-
Eksklusif (Non-Exclusive Royalty-Free Rights) atas karya ilmiah saya
yang berjudul: Penegakan Hukum Atas Tindak Pidana Penipuan
Dengan Perbarengan Yang Didasari Hubungan Asmara Sesuai
Pasal 65 Ayat 1 dan 2 Kitab Undang Undang Hukum Pidana.

Beserta perangkat yang ada (bila diperlukan). Dengan hak bebas royalty
non- eksklusif ini, Universitas Bhayangkara Jakarta Raya berhak
menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelolanya dalam bentuk
data (database), mendistribusikannya,
menampilkan/mempublikasikannya di internet atau media lain untuk
kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik
hak cipta. Segala bentuk tuntutan hukum yang timbul atas pelanggaran
hak cipta dalam karyailmiah ini menjadi tanggung jawab saya pribadi.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Bekasi, 08 Juli 2022


Yang membuat pernyataan,

MATERAI

Ahmad Faqih Al Fauzi

v
ABSTRAK
Ahmad Faqih Al Fauzi,201510115162. Penegakan hukum atas tindak Pidana
Penipuan dengan perbarengan yang didasari hubungan asmara sesuai Pasal 65 ayat
1 dan 2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Penerapan Hukum Pidana, pada Sistem pemidanaan perbarengan


perbuatan atau concurcus realis tertuang didalam pasal 65 KUHP dan pasal 66
KUHP yang menjelaskan bahwa di dalam gabungan dari beberapa perbuatan yang
masing-masing di pandang sebagai perbuatan sendiri-sendiri dan terancam dengan
hukuman utama yang sejenis, maka satu hukuman saja yang dijatuhkan tetapi
tidak boleh melebihi hukuman maksimum yang terberat ditambah sepertiganya.
Apabila terancam dengan hukuman utama yang tidak sejenis maka tiap-tiap
hukuman itu dijatuhkan namun tidak boleh melebihi hukuman yang terberat sekali
ditambah sepertiganya namun pada kenyataanya pada putusan pengadilan Negeri
Jakarta Pusat Nomor 271/Pid.B/2020/PN Jkt.Pst. majelis hakim memutus sangat
ringan dibawah tuntutan jaksa dimana penulis rasa tidak memberikan efek jera
dan memenuhi rasa keadilan dimana kesan yang selama ini ada dalam masyarakat
bahwa seseorang yang melakukan gabungan beberapa perbuatan pidana, ia akan
mendapatkan hukuman yang berlipat ganda sesuai dengan perbuatan yang
dilakukannya.
rumusan masalah dalam penelitian ini bagaimanakah Implementasi atau
penerapan Pasal 65 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dalam tindak pidana
penipuan dengan perbarengan yang didasari hubungan asmara dan bagaimanakah
Pertimbangan Hakim dalam memutus tindak pidana penipuan dengan perbarengan
yang didasari hubungan asmara pada putusan pengadilan Negeri Jakarta Pusat
Nomor 271/Pid.B/2020/PN Jkt.Pst, metode penelitian yang dipergunakan oleh
penulis adalah metode penelitian yuridis normatif.
Bahan-bahan pustaka hukum yang digunakan dalam penelitian skripsi ini
adalah atas teori-teori, asas, prinsip-prinsip hukum, norma dasar atau kaidah,
konvensi, ketentuan atau peraturan dasar, serta peraturan perundang-undangan
yang relevan dan sesuai dengan penelitian ini, Dalam Pertimbangan hakim apabila
mengacu Putusan pidana yang dijatuhkan terhadap pelaku gabungan kejahatan
pada dasarnya untuk mencegah terulangnya kejahatan yang sama. Oleh karena itu
keputusan hukuman pidana perlu mempertimbangkan aspek pendidikan terhadap
pelaku dan keadilan pada umumnya. dalam kasus ini terdakwa secara jelas, terang,
dan terbukti telah melakukan dua tindak pidana secara berbarengan atau sekaligus
yakni melakukan tindak pidana penipuan dan pencurian akan tetapi concursus
realis dalam kasus ini seperti tidak diperhitungkan atau dipertimbangkan oleh
hakim
Kata kunci: Penegakan Hukum, Penipuan, perbarengan.

vi
ABSTRACT

Ahmad Faqih Al Fauzi, 201510115162. Law enforcement on the crime of fraud by


concurrently based on a love relationship in accordance with Article 65
paragraphs 1 and 2 of the Criminal Code.
The application of criminal law to the concurcus realis criminal system is
contained in Article 65 of the Criminal Code and Article 66 of the Criminal Code
which explains that in a combination of several acts, each of which is seen as an
act of its own and is threatened with the same main punishment, then only one
sentence is imposed but it may not exceed the maximum maximum penalty plus
one third. If threatened with a dissimilar main sentence, each sentence shall be
imposed but may not exceed the heaviest sentence plus a third, but in fact, in the
decision of the Central Jakarta District Court Number 271/Pid.B/2020/PN Jkt.Pst.
The panel of judges decided very lightly under the prosecutor's demands where
the author feels it does not provide a deterrent effect and fulfills a sense of justice
where the impression that has been in society so far is that someone who commits
a combination of several criminal acts, he will get a punishment that is doubled
according to the actions he has committed.
The formulation of the problem in this study is how the implementation or
application of Article 65 of the Criminal Code in the criminal act of concurrent
fraud based on a love relationship and how is the Judge's consideration in
deciding the crime of concurrent fraud based on a love affair in the Central
Jakarta District Court Decision Number 271 /Pid.B/2020/PN Jkt.Pst, the research
method used by the author is a normative juridical research method.
The legal library materials used in this thesis research are theories,
principles, legal principles, basic norms or rules, conventions, basic provisions or
regulations, as well as laws and regulations that are relevant and in accordance
with this research. The judge's consideration when referring to criminal decisions
handed down against perpetrators of combined crimes is basically to prevent the
recurrence of the same crime. Therefore, decisions on criminal penalties need to
consider aspects of education for the perpetrators and justice in general. in this
case the defendant is clearly, clearly, and proven to have committed two criminal
acts simultaneously or at the same time, namely committing the crime of fraud
and theft, but the realist concursus in this case was not taken into account or
considered by the judge.
Keywords: Law Enforcement, Fraud, concurrent.

vii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan yang Maha
Esa, karena atas rahmat dan kuasa-Nya, penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini
guna memperoleh persyaratan gelar Sarjana Hukum di Universitas Bhayangkara
Jakarta Raya. Skripsi ini mengambil judul PENEGAKAN HUKUM ATAS
TINDAK PIDANA PENIPUAN DENGAN PERBARENGAN YANG
DIDASARI HUBUNGAN ASMARA SESUAI PASAL 65 AYAT 1 DAN 2
KITAB UNDANG UNDANG HUKUM PIDANA

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak mungkin dapat terselesaikan


tanpa adanya bantuan dan dukungan dari pihak-pihak lain, baik secara materiil
maupun moril. Oleh karena itu, penulis ingin sekali untuk menyampaikan rasa
hormat dan terimakasih kepada semua pihak yang telah memahami dan
mendukung penulisan skripsi ini, kepada para pihak antara lain:

1. Inspektur Jendral Polisi (Purn) Dr. Drs. H. Bambang Karsono, S.H., M.M.,
selaku Rektor Universitas Bhayangkara Jakarta Raya.
2. Ibu Dr. Ika Dewi Sartika Saimima, S.H, M.H., M.M., selaku Dekan Fakultas
Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta Raya.
3. Bapak Dr. Dwi Atmoko, S.H., M.H., selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya.
4. Ibu Elfirda Ade Putri, S.H., M.H., selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya.
5. Ibu Diana Fitriana, S.H. M.H., selaku Dosen Pembimbing Akademik yang
telah membantu selama perkulian.
6. Bapak Dr. Edi Saputra Hasibuan, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing I
yang telah banyak memberikan ilmunya serta arahan selama penulisan skripsi
7. Bapak Jantarda Mauli Hutagalung, S.H., S.Pd, M.H., selaku Dosen
Pembimbing II yang telah memberikan banyak dukungan serta arahan kepada
penulis selama penulisan skripsi.
8. Seluruh Bapak/ Ibu Dosen serta Asisten Dosen yang telah memberikan ilmu
serta pembelajaran tentang pengetahuan dan arahan kepada penulis serta
memberikan warna-warni kehidupan selama menempuh pendidikan di
Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta Raya.
9. Seluruh Staff dan Karyawan Tata Usaha Universitas Bhayangkara Jakarta
Raya.
10. Teman-Teman kelas A1 2015 pagi sebagai tempat penulis dalam belajar ilmu
hukum yang telah memberikan kenangan kehidupan di dalam kelas maupun
diluar yang menjadi sebuah kena*6ngan manis selama penulis menempuh
pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta Raya.

viii
11. Teman-teman fakultas hukum seluruh Angkatan baik atas dan bawah yang
telah menjadi teman penulis dalam perkuliahan.
12. Teruntuk Ayahanda Nia Paudji Dan Ibunda Hanifah Sulistiawati yang telah
memberikan doa restu serta dukungan moril dan materil yang tak hentinya
sehingga terselesaikannya skripsi ini.
13. Teruntuk Sahabatku Muhammad Iqbal Karima, S.T., M.M., Agika Cahya,
S.H., Kevin Arisudana S.SiT., Hardi Rahmatdito, S.T., yang telah membantu
dan memberi dukungan selama penulis menjalankan perkuliahan.
14. Teruntuk Kawan Kawan STOP I Nyoman Krisna M, S.Ikom., Semnov Satrio,
S,Ak., Rangga Sulung, S.Ak., Dendi Asaudrey, S.Ipol., Dhoni Indra, S.Ikom.,
Ponco Putro, A.md., Dafa Lanang Pradana, Abdul Fattah, Iqbal Ramadhan,
S.Ikom., yang telah banyak mengisi dan memberikan warna dalam keseharian
penulis.
15. Teruntuk Kawan Kawan Squad Gabungan, Muhammad France Budiman,
S.Ikom., Andreansyah, Dian Hatala A.md., Adam Qemal, S.Ds., dan kawan
kawan lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu
16. Teruntuk Teman-teman G-Four khususnya Sertu Vino Armanda S, Ridho
Ramsahid, S.E., Almaz Premono P, S.E., Muhammad Reynaldi S.T., dan
teman teman lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
17. Teruntuk Coaching Staff Always Futsal, Alga Simbolon, S.Kom., Alfattah
Putra, S.Psi., Sandy Djanuar, yang telah menemani selama penulisan skripsi
penulis.
18. Teruntuk Sahabat Sahabatku Hisyam Dwi Putranto, S.T., Fauzie Aji, S.Ak.,
Maulidya Soraya, S.Psi., yang telah menemani dan menghibur serta
mendukung penulis untuk menyelesaikan perkuliahan.
19. Teruntuk Kawan Kawan RAWK & ROLL yang telah banyak menghibur
selama perkuliahan serta penulisan skripsi penulis.
20. Teruntuk Kawan Kawan POS 2008, yang telah menjadi teman terbaik sejak
penulis masih Sekolah Dasar.
21. Teruntuk Hana Nadhira, S.M., yang sangat berperan dalam hidup penulis
sampai saat ini.
22. Seluruh pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan namun tidak
dapat disebutkan satu-persatu oleh penulis.

ix
Terima kasih untuk kalian semua yang telah membantu penulis. Semoga
Allah SWT melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya. Akhir kata, Penulis memiliki
harapan agar Penelitian Skripsi ini memberikan manfaat bagi semua pihak yang
membacanya, terutama untuk kemajuan ilmu hukum. Penulis juga mengharapkan
masukan dan kritikan yang membangun apabila terjadi kesalahan dalam penulisan
skripsi ini.

Bekasi, 7 Juli 2022

Penulis

Ahmad Faqih Al Fauzi

x
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL.....................................................................................i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING...................................................ii

LEMBAR PENGESAHAN.............................................................................. iii

LEMBAR PERNYATAAN..............................................................................iv

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI........................... v

ABSTRAK .......................................................................................................vi

ABSTRACT ...................................................................................................... vii

KATA PENGANTAR...................................................................................... viii

DAFTAR ISI ................................................................................................... xi

MOTTO DAN PERSEMBAHAN....................................................................xiii

BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................. 1

1.1.Latar Belakang Masalah............................................................................. 1


1.2.Identifikasi Masalah....................................................................................5
1.3.Rumusan Masalah ......................................................................................5

1.4 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 6

1.5 Manfaat Penelitian ..................................................................................... 6

1.6.Kerangka Teoritis Kerangka Konseptual Dan Kerangka Pemikiran.......... 7

1.6.1 Kerangka Teoritis............................................................................... 7

1.6.2 Kerangka Konseptual......................................................................... 10

1.6.3 Kerangka Pemikiran........................................................................... 11

1.7 Sistematika Penulisan .................................................................................12

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA................................................................... 13

2.1 Tinjauan Umum Hukum............................................................................. 13

xi
2.2 Pengertian Hukum Pidana ..........................................................................15

2.3 Tinjauan Umum Pertanggungjawaban Pidana ........................................... 23

2.4 Penipuan......................................................................................................31

2.5Perbarengan Dalam Tindak Pidana..............................................................35

2.5.1 Bentuk Bentuk Perbarengan..............................................................36

BAB III. METODE PENELITIAN...............................................................42

3.1 Metode Penelitian .......................................................................................42

3.2 Pendekatan Penelitian ................................................................................ 42

3.3 Sumber Bahan Hukum ............................................................................... 43

3.4 Metode Analisis Bahan Hukum ................................................................. 43

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN............................. 45

4.1 Implementasi atau Penerapan Pasal 65 Kitab Undang Undang Hukum

Pidana Dalam Tindak Pidana Penipuan Dengan Perbarengan................... 45

4.1.1 Disposisi Kasus Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor

271/Pid.B/2020/PN Jkt.Pst..........................................................................46

4.2 Petimbangan Hakim dalam Memutus Tindak Pidana Penipuan Dengan

Perbarengan................................................................................................ 71

BAB V. PENUTUP......................................................................................... 81

5.1. Kesimpulan................................................................................................ 81

5.2. Saran...........................................................................................................82

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... xiv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP......................................................................... xvii

xii
MOTO

“Sebaik baiknya Manusia adalah yang paling bermanfaat bagi sesama.”

Ku persembahkan Skripsi ini untuk:

Ayahanda Tercinta Nia Paudji

Ibunda Tercinta Hanifah Sulistiawati

Keluarga besar Always Futsal

Sahabat sahabat terbaik

xiii
BAB I
PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang Masalah


Sebagaimana diketahui bahwa doktrin Negara Hukum berlaku di Indonesia
sesuai dengan ketentuan yang terdapat pada Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar
Tahun 1945 yang menyatakan bahwa ”Indonesia adalah negara Hukum”.
Berdasarkan hal tersebut artinya Indonesia adalah negara yang menjalankan
segala sesuatu berdasarkan ketentuan hukum positif yang berlaku. “Negara
Indonesia berdasarkan atas hukum (rechtstaat) tidak berdasarkan kekuasaan
belaka (machstaat), oleh karena itu negara tidak boleh melaksanakan aktivitasnya
atas dasar kekuasaan belaka, tetapi harus berdasarkan pada hukum”. 1 yang berarti
negara menjamin hak tiap masyarakat untuk dapat hidup sehat dan sejahtera, baik
secara lahir dan batin, baik dari segi tempat tinggal, lingkungan hidup, dan dalam
hal masalah hak untuk memperoleh pelayanan Kesehatan, Serta peran pemerintah
dalam memberikan perlindungan terhadap masyarakat, tentunya tidak hanya dari
aspek lahiriah/badaniah/fisik semata, tetapi juga perlindungan secara menyeluruh.2
Dengan kata lain segala bentuk hukum di Indonesia wajib memberikan
perlindungan terhadap hak asasi setiap warga Negara. serta dalam menjalankan
segala tugasnya tindakan pemerintah dan rakyat harus berdasarkan hukum, tidak
boleh sewenang-wenang atau menyimpang dari peraturan perundang-undangan
yang ada atau yang berlaku yang juga termasuk dalam memberi hukuman atau
sanksi kepada setiap orang yang melanggar hukum.
Pada umumnya tindak pidana atau pelanggaran hukum pidana didasari
adanya kehendak untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan cara yang mudah,
jalan pintas serta mendapatkan apa yang dikehendakinya dengan cepat dan
sebanya k-banyaknya. Pelanggaran terhadap suatu ketentuan pidana ataupun
pelanggaran hukum, umumnya didorong oleh upaya untuk dapat memenuhi
kebutuhan hidup yang relatif sulit dipenuhi. Kemajuan ilmu pengetahuan dan

1
C.S.T Kansil dan Christine S.T. Kansil, Hukum dan Tata Negara Republik Indonesia, cetakan
ketiga, Jakarta: Rineka Cipta, 2002, hlm. 90.
2
Edi Saputra Hasibuan, Hukum Kepolisian dan Criminal Policy, Depok: Raja Grafindo Persada,
2021, hlm. 30.
teknologi yang memberi peluang tindak pidana makin tinggi volumenya dan
meningkat kualitasnya termasuk tindak pidana yang makin bervariasi. Guna
menanggulangi tindak pidana atau kejahatan itu dibutuhkan kebijakan penindakan
dan antisipasi yang menyeluruh.3
Dalam hal kasus penipuan, pada bulan maret terdapat 453 aduan penipuan,4
bagi masyarakat awam perlu diberi pengertian antara tindak pidana penipuan
dengan penggelapan serta dengan wanprestasi yang sangat tipis perbedaannya.
Motivasi pelaku untuk melakukan penipuan itupun bermacam-macam dan
bervariasi 3 ada yang karena masalah ekonomi maupun sebab-sebab lain. Pelaku
tindak pidana penipuan dengan menggunakan cara yang bermacam-macam, ada
yang menggunakan tipu muslihat, menggunakan ilmu pelet, menipu dengan jalan
memberikan iming-iming untuk melipat gandakan uang serta menipu dengan
hubungan asmara. Kejadian-kejadian semacam itu menjadikan masyarakat resah.
Terdapat beberapa fenomena seperti dikutip pada TEMPO.CO5, Tangerang
- Seorang mahasiswi berinisial BP, 24 tahun, warga Kelurahan Sukasari,
Kecamatan Tangerang, Kota Tangerang mengalami penipuan dan pemerasan
dengan total nilai Rp 75,9 juta. Pelaku adalah pacar baru korban bernama Rival
Jasita bin Sugiarto, 25 tahun, yang dikenalnya melalui media sosial.
Kepala Polsek Kota Tangerang Komisaris Ewo Samana mengatakan
berdasarkan laporan kepada polisi, BP mengenal Rival melalui media sosial.
Pasangan kekasih itu biasa berkomunikasi melalui video call atau telepon video.
Sampai suatu saat, kata Ewo, pelaku mengajak korban bisnis kawat las. Jika
BP menyetor uang Rp 25 juta, maka dijamin dalam jangka satu bulan uang
kembali plus bunga 30 persen. "Korban pun tergiur dan menyetorkan uang dengan
transfer Rp 25 juta pada bulan November 2018,"kata Ewo kepada Tempo Selasa, 8
Januari 2019.
Terdapat beberapa fenomena mengenai penipuan yang didasari hubungan
asmara lainnya namun dalam hal ini penulis tertarik pada kasus penipuan yang
berdasarkan hubungan asmara seperti pada putusan pengadilan Negeri Jakarta

3
Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta: Bina Aksara, 2015, hlm.1.
4
https://www.kominfo.go.id/statistik pada 01 juni 2021.
5
https://metro.tempo.co/read/1162644/mahasiswi-jadi-korban-penipuan-pacar-baru-rugi-puluhan-
juta/full&view=ok pada 01 juni 2021.

2
Pusat Nomor 271/Pid.B/2020/PN Jkt.Pst. yang memiliki korban lebih dari 1 yang
memiliki kerugian ratusan juta Rupiah dan terungkap bahwa terdakwa dengan
bermodal fisik dan penampilan menarik, selanjutnya menjual simpatik untuk
menarik perhatian lawan jenis (khususnya wanita lajang yang berkelas, punya
penghasilan lebih), dengan modus menggunakan/meminjam uang untuk keperluan
pribadi, maupun bersama (saat pacaran) dengan menjanjikan hubungan serius
(pernikahan), padahal uang itu seagian atau seluruhnya digunakan untuk menutupi
hutang-hutangnya terhadap pacar-pacarnya yang terdahulu, atau digunakan
sebagai gaya untuk mencari pacar baru, atau korban baru. tuntutan pidana yang
diajukan oleh Penuntut Umum yang pada pokoknya sebagai berikut:
1. Menyatakan terdakwa: Muhammad Haikal terbukti bersalah melakukan
Tindak Pidana Penipuan secara berbarengan sebagaimana diatur dan
diancam pidana dalam pasal 378 KUHP Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP
(Dakwaan Kesatu Penuntut Umum
2. Menjatuhkan Pidana Penjara terhadap terdakwa: selama: 3 tahun
dikurangi selama terdakwa ditahan dengan perintah tetap
Namun majelis hakim memutus dengan Menyatakan Terdakwa telah
terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Penipuan
secara Bersama dan Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan
pidana penjara selama 2 (dua) tahun dan 6 (enam) bulan yang mana hal tersebut
penulis rasa tidak adil dimana hal tersebut dibawah tuntutan jaksa. sebagai
pembanding pada putusan pengadilan tinggi pekan baru Nomor 130/Pid.B/2016
dengan tindak pidana yang sama yaitu tindak pidana penipuan dengan nominal
ratusan juta namun tidak disertakan dengan tindakan pemberatan (ditambahkan
sepertiga), terdakwa dihukum lebih berat dengan amar putusanya menguatkan
putusan pendailan negeri dengan hukuman 3 tahun 6 bulan. Menjadi menarik
bahwa diketahui bahwa perbuatan pidana masing-masing mempunyai konsekuensi
tersendiri yang tidak sama. Permasalahan dalam sistem pemidanaan untuk
menjerat pelaku yang melakukan lebih dari satu tindak pidana, yaitu siapakah
yang berwenang menentukan suatu tindak pidana itu merupakan delik murni,
delik tertinggal, atau delik tidak murni (perbarengan, berlanjut, gabungan).

3
Perbarengan atau gabungan peristiwa pidana ini dibedakan menjadi tiga
macam:6
a. Gabungan satu perbuatan (Concursus Idealis) termuat dalam pasal 63.
Concursus idealis adalah apabila pelaku melakukan suatu perbuatan yang
dapat terkena oleh bermacam-macam ketentuan, seperti melakukan
penganiayaan terhadap seorang petugas yang sedang malaksanakan
tugasnya. Dalam hal ini bisa dikatakan telah terjadi penganiayaan dan
melawan petugas.
b. Perbuatan yang diteruskan (Voortgezette Handeling) dalam pasal 64. Yaitu
beberapa perbuatan yang satu dan yang lain ada hubungannya, agar dapat
dipandang sebagai suatu perbuatan yang diteruskan.
c. Gabungan beberapa perbuatan (Concursus Realis) termuat dalam pasal 65.
Concursus realis adalah terjadinya beberapa macam kejahatan dari pelaku,
sehingga dari masing-masing perbuatan dianggap sebagai tindak pidana
yang berdiri sendiri, seperti membunuh dan mencuri.
Dari pasal-pasal tersebut nantinya dapat menghapus kesan yang selama ini
ada dalam masyarakat bahwa seseorang yang melakukan gabungan beberapa
perbuatan pidana, ia akan mendapatkan hukuman yang berlipat ganda sesuai
dengan perbuatan yang dilakukannya.7 Maka dengan jelas bahwa Sistem
pemidanaan perbarengan perbuatan atau concurcus realis tertuang didalam pasal
65 KUHP dan pasal 66 KUHP yang menjelaskan bahwa di dalam gabungan dari
beberapa perbuatan yang masing-masing di pandang sebagai perbuatan sendiri-
sendiri dan terancam dengan hukuman utama yang sejenis, maka satu hukuman
saja yang dijatuhkan tetapi tidak boleh melebihi hukuman maksimum yang
terberat ditambah sepertiganya.Apabila terancam dengan hukuman utama yang
tidak sejenis maka tiap-tiap hukuman itu dijatuhkan namun tidak boleh melebihi
hukuman yang terberat sekali ditambah sepertiganya. Oleh karenanya menarik
bagi penulis untuk membahas mengenai perkara ini lebih lanjut dan
menuangkannya dalam sebuah karya tulis. Dalam penulisan Proposal Skripsi ini,

6
R. Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana Serta Komentar-komentarnya Pasal Demi
Pasal, Bogor: POLITEIA, 1988, 80.
7
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana 2, Jakarta: Rajawali Pers, 2002, 109

4
penulis akan menganalisanya lebih lanjut untuk itu dalam Proposal Skripsi
berjudul:
“PENEGAKAN HUKUM ATAS TINDAK PIDANA PENIPUAN
DENGAN PERBARENGAN YANG DIDASARI HUBUNGAN ASMARA
SESUAI PASAL 65 AYAT 1 DAN 2 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM
PIDANA”

1.2 Identifikasi Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah di atas penulis akan
mengidentifikasi masalah berkenaan dengan penerapan Hukum Pidana, pada
Sistem pemidanaan perbarengan perbuatan atau concurcus realis tertuang
didalam pasal 65 KUHP dan pasal 66 KUHP yang menjelaskan bahwa di
dalam gabungan dari beberapa perbuatan yang masing-masing di pandang
sebagai perbuatan sendiri-sendiri dan terancam dengan hukuman utama yang
sejenis, maka satu hukuman saja yang dijatuhkan tetapi tidak boleh melebihi
hukuman maksimum yang terberat ditambah sepertiganya. Apabila terancam
dengan hukuman utama yang tidak sejenis maka tiap-tiap hukuman itu
dijatuhkan namun tidak boleh melebihi hukuman yang terberat sekali
ditambah sepertiganya namun pada kenyataanya pada putusan pengadilan
Negeri Jakarta Pusat Nomor 271/Pid.B/2020/PN Jkt.Pst. majelis hakim
memutus sangat ringan dibawah tuntutan jaksa dimana penulis rasa tidak
memberikan efek jera dan memenuhi rasa keadilan dimana kesan yang selama
ini ada dalam masyarakat bahwa seseorang yang melakukan gabungan
beberapa perbuatan pidana, ia akan mendapatkan hukuman yang berlipat
ganda sesuai dengan perbuatan yang dilakukannya.

1.3 Rumusan Masalah


Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut:
a. Bagaimanakah Implementasi atau penerapan Pasal 65 Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana dalam tindak pidana penipuan
dengan perbarengan yang didasari hubungan asmara?

5
b. Bagaimanakah Pertimbangan Hakim dalam memutus tindak pidana
penipuan dengan perbarengan yang didasari hubungan asmara pada
putusan pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 271/Pid.B/2020/PN
Jkt.Pst?

1.4 Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan di atas dapat
disebutkan bahwa penelitian ini mempunyai 2 (dua) tujuan pokok. Adapun 2
(dua) tujuan pokok penelitian, yaitu:
a. Untuk mengetahui Implementasi atau penerapan Pasal 65 Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana dalam tindak pidana penipuan
dengan perbarengan yang didasari hubungan asmara.
b. Untuk mengetahui Pertimbangan Hakim dalam memutus tindak
pidana penipuan dengan perbarengan yang didasari hubungan
asmara pada putusan pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor
271/Pid.B/2020/PN Jkt.Pst.

1.5 Manfaat Penelitian


Manfaat penelitian ada 2 (dua), yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis.
a. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis penelitian ini adalah, untuk pengembangan ilmu
hukum pada umumnya Hukum Pidana, khususnya dalam bidang
Implementasi Pasal 65 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
b. Manfaat Praktis
Manfaat praktis penelitian ini adalah sebagai masukan ilmiah kepada
penegak hukum dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara
dalam tindak pidana penipuan dengan perbarengan yang didasari
hubungan asmara serta Implementasi Pasal 65 Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana. Selain itu, penelitian ini juga bermanfaat untuk
menambah literatur atau bacaan di Perpustakaan berkenaan dengan
Hukum Pidana serta yang paling terpenting manfaat tulisan ini

6
digunakan dalam rangka mencapai gelar Sarjana Hukum di Universitas
Bhayangkara Jakarta Raya (UBHARA JAYA).

1.6 Kerangka Teoritis, Kerangka Konseptual, dan Kerangka Pemikiran


1.6.1 Kerangka Teoritis
a. Teori Keadilan
Dalam proposal skripsi ini penulis menggunakan teori keadilan, teori
keadilan, menurut Hans Kelsen, menurutnya keadilan tentu saja digunakan
dalam hukum, dari segi kecocokan dengan hukum positif terutama
kecocokan dengan undang- undang. Ia menggangap sesuatu yang adil
hanya mengungkapkan nilai kecocokan relative dengan sebuah norma 'adil'
hanya kata lain dari 'benar'. Sedangkan menurut Aristoteles, mengatakan
bahwa keadilan adalah memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi
haknya. Selanjutnya, membagi keadilan menjadi dua bentuk yaitu. pertama,
keadilan distributif, adalah keadilan yang ditentukan oleh pembuat undang-
undang. Kedua, keadilan korektif, yaitu keadilan yang menjamin,
mengawasi dan memelihara distribusi ini melawan seranganserangan ilegal.
Fungsi korektif keadilan pada prinsipnya diatur oleh hakim dan
menstabilkan kembali dengan cara mengembalikan milik korban yang
bersangkutan atau dengan cara mengganti rugi atas miliknya yang hilang.
Keadilan mencerminkan bagaimana seseorang melihat tentang
hakikat manusia dan bagaimana seseorang memperlakukan manusia. Begitu
pula hakim mempunyai kebebasan sepenuhnya untuk menentukan jenis
pidana dan tinggi rendahnya suatu pidana, hakim mempunyai kebebasan
untuk bergerak pada batas minimum dan maksimum, pidana yang diatur
dalam Undang-undang untuk tiaptiap tindak pidana.8 Dalam memberikan
putusan terhadap suatu perkara pidana, seharusnya putusan hakim tersebut
berisi alasan-alasan dan pertimbanganpertimbangan yang bisa memberikan
rasa keadilan bagi terdakwa. Dimana dalam pertimbangan-pertimbangan itu
dapat dibaca motivasi yang jelas dari tujuan putusan diambil, yaitu untuk

8
Soedarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung: Alumni, 1986, hlm.78

7
menegakkan hukum (kepastian hukum) dan memberikan keadilan.9
Berlakunya KUHAP menjadi pegangan hakim dalam menciptakan
keputusan-keputusan yang tepat dan harus dapat dipertanggung jawabkan.
b. Teori Pemberatan Pidana
Teori Pemberatan Pidana, Dasar pemberatan pidana umum ialah
dasar pemberatan pidana yang berlaku untuk segala macam tindak pidana,
baik yang ada di dalam kodifikasi maupun tindak pidana diluar KUHP.
Pola pemberatan pidana merupakan bagian dari pola pemidanaan. Menurut
Barda N. Arief, pola pemidanaan merupakan pedoman pembuatan atau
penyusunan pidana bagi pembentuk undang-undang, yang dibedakan
dengan pedoman pemidanaan yang merupakan pedoman bagi hakim
dalam menjatuhkan pidana.10
Pola pemidanaan (termasuk pola pemberatan pidana) pada dasarnya
merupakan suatu gejala yang tersirat dari ancaman pidana yang terdapat
dalam rumusan tindak pidana dalam perundang-undangan11 Pola
pemberatan ancaman pidana dalam KUHP dapat dibedakan dalam dua
kategori. Pertama, dalam kategori umum pemberatan pidana yang diatur
dalam Aturan Umum Buku I KUHP. Dalam hal ini, KUHP menggunakan
“pola” yang seragam, misalnya pemberatan karena adanya perbarengan,
baik karena concursus idealis, concursus realis maupun voortgezette
handeling (sekalipun terdapat teknik pemberatan yang berbeda satu sama
lain). Dalam hal ini ancaman pidana yang ditentukan (yang dapat atau
yang jumlahnya dapat dijatuhkan) menjadi sepertiga lebih berat dari
ancaman pidana yang terdapat dalam rumusan delik tersebut yang memuat
ancaman pidana yang terberat. Pola pemberatan pidana dengan
menambahkan pidana penjara sepertiga lebih berat karena adanya
perbarengan tersebut dalam banyak hal juga diikuti oleh RUU KUHP.12

9
Nanda Agung Dewantara, Masalah Kebebasan Hakim Dalam Menangani Suatu Masalah
Perkara Pidana, Jakarta: Aksara Persada Indonesia, 1987, hlm. 50.
10
Chairul Huda, Pola Pemberatan Pidana dalam Hukum Pidana Khusus, Jurnal Hukum No. 4 Vol.
18 Oktober 2011: 508 - 524
11
Ibid.,
12
Barda N. Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Bandung: Citra Adtya Bhakti, 1996,
hlm. 175

8
Penggunaan pola ini dipertahankan sebagai cerminan dari
diterimanya paham utilitarian, sehingga kumulasi murni digunakan secara
terbatas. Berbeda halnya dengan Amerika Serikat yang menggunakan
kumulasi murni (zuivere cumulatie),13 untuk setiap bentuk perbarengan,
sehingga cenderung berbasis retributif dalam penentuan pidananya. Kedua,
dalam kategori khusus pemberatan pidana yang diatur dalam aturan
tentang Tindak Pidana (Kejahatan dan Pelanggaran) dalam rumusan delik
yang terdapat dalam Buku II dan Buku III KUHP. Pola pemberatan khusus
ini, juga dapat dibedakan ke dalam dua kelompok. Kelompok pertama
merupakan pemberatan dalam kategori khusus yang seragam, yaitu
pemberatan pola seragam seperti pemberatan dalam kategori umum, yaitu
diperberat sepertiga. Dalam hal ini ancaman pidana diberatkan karena
adanya pengulangan (recidive) delik. Ancaman pidana juga diberatkan
karena adanya kualitas khusus pelaku (subjek delik), misalnya karena
sebagai pegawai negeri. Selain itu, ancaman pidana juga diberatkan karena
kualifikasi khusus dari objek delik, seperti penganiayaan yang dilakukan
terhadap ibu, bapak, istri atau anak pelaku, yang pidananya ditambah
sepertiga dari maksimum khususnya.
c. Teori Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana
Mengenai dasar pertimbangan hakim dalam memutuskan suatu
perkara disebutkan dalam Pasal 183 KUHAP yaitu “hakim tidak boleh
menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila sekurang-kurangnya
dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak
pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah
melakukannya”. Mengenai alat bukti yang sah dinyatakan dalam Pasal 184
ayat (1) KUHAP yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk,
dan keterangan terdakwa.
Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan dalam
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
Pasal 53 ayat (2) menyatakan bahwa: Penetapan dan putusan sebagaimana
dimaksud dalam pemeriksaan dan memutuskan perkara harus memuat
13
Andi Zaenal Abidin dan Andi Hamzah, Bentuk-bentuk Khusus Perwujudan Delik dan Hukum
Penitensier, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006, hlm. 238.

9
pertimbangan hakim yang didasarkan pada alasan dan dasar hukum yang
tepat dan benar”. Secara kontekstual ada 3 (tiga) yang terkandung dalam
kebebasan hakim dalam melaksanakan kehakiman, yaitu: 14
1. Hakim hanya tunduk pada hukum dan keadilan
2. Tidak seorangpun termasuk pemerintah dapat mempengaruhi
atau mengarahkan putusan yang akan dijatuhkan oleh hakim,
dan Tidak boleh ada konsekuensi pribadi hakim dalam
menjalankan tugas dan fungsi yudisialnya.

1.6.2 Kerangka Konseptual


Dalam kerangka konseptual ini penulis berusaha memberi batasan
mengenai hal-hal yang dianggap penting yang berhubungan dengan penulisan
proposal skripsi ini, adalah sebagai berikut:
1. Penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan nilainilai
yang terjabarkan dalam kaidah-kaidah yang mantap dan
mengejawantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai
tahap akhir untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan
kedamaian pergaulan hidup.15
2. Pidana adalah reaksi atas tindak pidana, yang berujud nestapa yang
dengan sengaja ditimpakan negara kepada pembuat tindak pidana
tersebut. Dari definisi ini ada tiga unsur utama dari
pengertian ”pidana”, yaitu: (1) merupakan re-aksi atas suatu aksi,
yaitu reaksi atas suatu ”criminal act” atau tindak pidana. (2) yang
berujud nestapa. (3) dijatuhkan kepada pembuat tindak pidana
(daader) oleh negara.16
3. Penipuan Adalah Perbuatan membujuk memberikan suatu barang,
membatalkan hutang, menghapuskan piutang dengan melawan
hukum dengan menggunakan nama palsu, tujuan menguntungkan

14
Ahmad Rifai, Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Perspektif Hukum Progresif, Jakarta: Sinar
Grafika, 2010, hlm.94.
15
Soerjono Soekanto, Faktor- Faktor Yang Memperngaruhi Penegakan Hukum, Jakarta: Penerbit
UI Press,1986. hlm. 35.
16
https://www.bphn.go.id/data/documents/pphn_bid_polhuk&pemidanaan.pdf. pada 2 Juni 2021.

10
diri sendiri adalah merupakan tindakan pidana atau kejahatan yang
mana si pelaku dapat dituntut atau ditindak.17
4. Perbarengan adalah terjadinya dua atau lebih tindak pidana oleh satu
orang di mana tindak pidana yang dilakukan pertama kali belum
dijatuhi pidana, atau antara tindak pidana yang pertama dengan
tindak pidana berikutnya belum dibatasi oleh suatu keputusan
hakim.18

1.6.3 Kerangka Pemikiran


Undang-Undang Dasar
Tahun 1945 Pasal 1 Ayat 3

Kitab Undang-Undang Hukum Kitab Undang-Undang Hukum Pidana


Pidana Pasal 378 Pasal 65
Tentang Penipuan Tentang Perbarengan

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 53


ayat (2)
menyatakan bahwa: “ Penetapan dan putusan sebagaimana dimaksud dalam
pemeriksaan dan memutuskan perkara harus memuat pertimbangan hakim yang
didasarkan pada alasan dan dasar hukum yang tepat dan benar”

Putusan pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 271/Pid.B/2020/PN Jkt.Pst.

Bagaimanakah Implementasi atau penerapan Pasal 65 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana


dalam tindak pidana penipuan dengan perbarengan yang didasari hubungan asmara?
&
Bagaimanakah Pertimbangan Hakim dalam memutus tindak pidana penipuan dengan
perbarengan yang didasari hubungan asmara pada putusan pengadilan Negeri Jakarta Pusat
Nomor 271/Pid.B/2020/PN Jkt.Pst?

17
Op.cit. Soerjono Soekanto, Faktor- Faktor Yang Memperngaruhi Penegakan Hukum. hlm.103.
18
Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, Jakarta: Sinar Grafika, 2012, hlm. 134.

11
1.7 Sistematika Penulisan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Guna memudahkan pemahaman terhadap skripsi ini secara keseluruhan,
maka disajikan sistematika penulisan sebagai berikut:
I. PENDAHULUAN
Pada Bab I menguraikan mengenai Latar Belakang Masalah, Identifikasi
dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Kerangka Teori
Kerangka Konseptual dan Kerangka Pemikiran, Metode Penelitian dan
Sistematika Penulisan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menjelaskan pengertian mengenai pemahaman pada pengertian-
pengertian umum serta pokok bahasan. Dalam uraian bab ini lebih bersifat teoritis
yang nantinya digunakan sebagai bahan studi perbandingan antara teori yang
berlaku dengan kenyataan yang terdapat dalam praktek. Adapun garis besar
penjelasan dalam bab ini adalah menjelaskan mengenai Hukum Acara Pidana dan
pertimbangan hakim dalam memutus perkara.
III. METODE PENELITIAN
Bab ini berisikan prosedur penelitian meliputi pendekatan masalah,
sumber dan jenis data, penuntutan responden, prosedur pengumpulan data dan
pengolahan data serta analisa data.
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini merupakan hasil penelitian dan pembahasan yang berisikan uraian
tentang Implementasi atau penerapan Pasal 65 Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana dalam tindak pidana penipuan dengan perbarengan yang didasari
hubungan asmara beserta apa yang menjadi pertimbangan hakim dalam memutus
perkara pidana.
V. PENUTUP

12
Dalam bab ini merupakan bagian akhir dari penelitian yang menguraikan
tentang kesimpulan dari penulisan berdasarkan hasil penelitian, serta uraian
bagian kesimpulan yang berisi jawaban dari masalah yang diteliti.
Daftar Pustaka.

13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan umum Hukum.


Mengenai hukum Immanuel Kant mengatakan: "Noch suchen die Juristen
eine Definition zu ihrem Begriffe von Recht" atau "sampai sekarang para ahli
hukum masih mencari definisi hukum." Disini dapat kita tangkap bahwa sampai
sekarang para ahli masih belum menemukan definisi mengenai hukum itu sendiri.
Hal ini diakibatkan oleh banyaknya segi dan bentuk yang tidak mungkin dapat
dijangkau hanya oleh satu definisi saja, karena cakupan hukum sangatlah luas.1
Menurut Kelsen, hukum adalah sebuah sistem Norma. Norma adalah
pernyataan yang menekankan aspek “seharusnya” atau das solen, dengan
menyertakan beberapa peraturan tentang apa yang harus dilakukan. Norma-norma
adalah produk dari aksi manusia yang deliberatif. Kelsen meyakini David Hume
yang membedakan antara apa yang ada (das sein) dan apa yang “seharusnya”,
juga keyakinan Hume bahwa ada ketidakmungkinan pemunculan kesimpulan dari
kejadian faktual bagi das solen. Sehingga, Kelsen percaya bahwa hukum, yang
merupakan pernyataan-pernyataan “seharusnya” tidak bisa direduksi ke dalam
aksi-aksi alamiah. Hans Kelsen juga menyatakan bahwa, hukum adalah tata aturan
(order) sebagai suatu sistem aturan-aturan (rules) tentang perilaku manusia.
Dengan demikian hukum tidak menunjuk pada satu aturan tunggal (rule), tetapi
seperangkat aturan (rules) yang memiliki suatu kesatuan sehingga dapat dipahami
sebagai suatu sistem. Konsekuensinya, adalah tidak mungkin memahami hukum
jika hanya memperhatikan satu aturan saja. 2
Pernyataan bahwa hukum adalah suatu tata aturan tentang perilaku manusia
tidak berarti bahwa tata hukum (legal or der) hanya terkait dengan perilaku
manusia, tetapi juga dengan kondisi tertentu yang terkait dengan perilaku manusia.
Setiap aturan hukum mengharuskan manusia melakukan tindakan tertentu atau

1
Rasjidi, Lili, Rasjidi, dan Ira Thania,Pengantar Filsafat Hukum, Bandung: Mandar Maju, 2010.
hlm. 16
2
Asshiddiqie, Jimly, dan Safa’at, M. Ali, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Jakarta: Sekretariat
Jenderal & Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, 2006.hlm. 15
tidak melakukan tindakan tertentu dalam kondisi tertentu. Kondisi tersebut tidak
harus berupa tindakan manusia, tetapi dapat juga berupa suatu kondisi. Namun,
kondisi tersebut baru dapat masuk dalam suatu aturan jika terkait dengan tindakan
manusia, baik sebagai kondisi atau sebagai akibat.3
Plato beranggapan bahwa hukum itu suatu keharusan dan penting bagi
masyarakat. Sebagaimana yang dituliskannya dalam “The Republik”, hukum
adalah sistem peraturan-peraturan yang teratur dan tersusun baik yang mengikat
masyarakat. Pelaksanaan keadilan dipercayakan kepada para pengatur
pemerintahan yang pendidikan serta kearifannya bersumber pada ilham
merupakan jaminan untuk terciptanya pemerintahan yang baik. Dan pada
karyanya yang telah diperbaharui Plato mulai mengusulkan “negara hukum”
sebagai alternatif suatu sistem pemerintahan yang lebih baik, dengan konsepnya
mengenai negara keadilan yang dijalankan atas dasar norma-norma tertulis atau
undang-undang.
Plato berpendapat bahwa keadilan adalah diluar kemampuan manusia biasa.
Sumber ketidakadilan adalah adanya perubahan dalam masyarakat. Keadilan juga
dipahami secara metafisis keberadaannya sebagai kualitas atau fungsi makhluk
super manusia, yang sifatnya tidak dapat diamati oleh manusia. Konsekuensinya
ialah, bahwa realisasi keadilan digeser ke dunia lain, di luar pengalaman manusia
dan akal manusia yang esensial bagi keadilan tunduk pada cara-cara Tuhan yang
tidak dapat diubah atau keputusan-keputusan Tuhan yang tidak dapat diduga.4
Menurut Aristoteles hukum harus ditaati demi keadilan, dan ini dibagi
menjadi hukum alam dan hukum positif. Hukum alam menurut Aristoteles
merupakan aturan semesta alam dan sekaligus aturan hidup bersama melalui
undang-undang. Pada Aristoteles hukum alam ditanggapi sebagai suatu hukum
yang berlaku selalu dan dimana-mana karena hubungannya dengan aturan alam.
Hukum positif adalah semua hukum yang ditentukan oleh penguasa negara.
Hukum itu harus selalu ditaati, sekalipun ada hukum yang tidak adil.5

3
Ibid., hlm. 13-14
4
Sampara, Said, dan Agis, Abdul, Buku Ajar Pengantar Ilmu Hukum, Bandung: Total Media, 2011.
hlm. 14
5
Sri Rahayu,Butir-Butir Pemikiran Dalam Hukum:Memperingati 70Tahun Prof. Dr. B.Arief
Sidharta, SH, Jakarta: Sinar Grafika, 2011, hlm. 15

14
John Austin, menyatakan bahwa hukum adalah sejumlah perintah yang
keluar dari seorang yang berkuasa didalam negara secara memaksakan, dan
biasanya ditaati. Satu-satunya sumber hukum adalah kekuasaan tertinggi didalam
suatu negara. Sumber-sumber yang lain disebutnya sebagai sumber yang lebih
rendah (subordinate sources).6
H.L.A Hart, seorang pengikut positivisme diajukan berbagai arti dari
positivisme sebagai berikut:7
a. Hukum adalah perintah.
b. Analisis terhadap konsep-konsep hukum adalah usaha yang berharga
untuk dilakukan. Analisis yang demikian ini berbeda dari studi sosiologis
dan historis serta berlainan pula dari suatu penilaian kritis.
c. Keputusan-keputusan dapat dideduksikan secara logis dari peraturan-
peraturan yang sudah ada terlebih dahulu, tanpa perlu menunjuk kepada
tujuan-tujuan sosial, kebijakan serta moralitas.
d. Penghukuman (judgement) secara moral tidak dapat ditegakkan dan
dipertahankan oleh penalaran rasional, pembuktian atau pengujian.
e. Hukum sebagaimana diundangkan, ditetapkan, positum, harus senantiasa
dipisahkan dari hukum yang seharusnya diciptakan, yang diinginkan.
Inilah yang sekarang sering kita terima sebagai pemberian arti terhadap
positivisme ini.

2.2. Pengertian Hukum Pidana


Dalam kitab undang-undang hukum pidana yang berlaku sekarang diadakan
dua macam pembagian tindak pidana, yaitu kejahatan yang ditempatkan dalam
Buku ke II dan pelanggaran yang ditempatkan dalam Buku ke III. Ternyata dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, tiada satu Pasal pun yang memberikan
dasar pembagian tersebut, walaupun pada bab-bab dari buku I selalu ditemukan
penggunaan istilah tindak pidana, kejahatan atau pelanggaran. Kiranya ciri-ciri
pembedaan itu terletak pada penilaian kesadaran hukum pada umumnya dengan

6
Ibid., hlm. 12-13
7
H.L.A. Hart, Konsep Hukum (The Concept of Law), Jakarta: Nusamedia, 2010.hlm. 17

15
penekanan (stressing) kepada delik hukum (rechts-delichten) dan delik undang-
undang (wet-delichten).8
Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana (yuridis
normatif). Kejahatan atau perbuatan jahat bisa diartikan secara yuridis atau
kriminologis. Kejahatan atau perbuatan jahat dalam arti yuridis normatif adalah
perbuatan seperti yang terwujud in abstracto dalam peraturan pidana. Sedangkan
dalam kriminologis adalahperbuatan manusia yang memperkosa atau menyalahi
norma yang hidup di masyarakat secara kongkret.
Istilah tindak pidana merupakan salah satu terjemahan dari bahasa Belanda
yaitu “Het Strafbare feit” yang setelah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia
berarti:9
1) Perbuatan yang dapat/boleh dihukum
2) Peristiwa pidana
3) Perbuatan pidana dan
4) Tindak pidana
Simon merumuskan “Een Strafbaar feit” adalah suatu handeling
(tindakanatau perbuatan) yang diancam dengan pidana oleh undang-undang,
bertentangan dengan hukum (onrechtmatig) dilakukan dengan kesalahan (schuld)
oleh seseorang yang mampu bertanggung jawab. Kemudian beliau membaginya
dalam dua golongan unsur, yaitu: unsur-unsur objektif yang berupa tindakan yang
dilarang atau diharuskan, akibat keadaan atau masalah tertentu, dan unsur
subjektif yang berupa kesalahan (schuld) dan kemampuan bertanggung jawab
(toerekeningsvatbaar) dari petindak.10 Pengertian tindak pidana menurut
Moeljatno dibedakan dapat dipidananya perbuatan dan dapat dipidananya orang.
Dibedakan pula perbuatan pidana (criminal act) dengan pertanggungjawaban
pidana (criminal reponsibility atau liability).11
Definisi tindak pidana menurut Wirjono Prodjodikoro adalah pelanggaran
norma-norma dalam dalam bidang hukum lain: yaitu hukum perdata, hukum

8
Mulyadi, Lilik, Hukum Acara Pidana: Suatu Tinjauan Khusus terhadap suatu Dakwaan Eksepsi
dan Putusan Peradilan, Bandung: Citra Aditya, 2007. hlm. 4
9
Mulyadi,Lilik, Hukum Acara Pidana: Normatif, Teoretis, Praktik dan Permasalahannya,
Bandung: Alumni, 2007, hlm. 7
10
Prasetyo, Teguh,Kriminalisasi dalam Hukum Pidana, Bandung: Nusamedia, 2010, hlm. 5
11
Moeljatno, Asas Asas Hukum Pidana,Jakarta: Rhineka Cipta, 2009, hlm. 8

16
ketatanegaraan dan hukum tata usaha pemerintah yang oleh pembentuk undang-
undang ditanggapi dengan suatu hukuman pidana.12
Merumuskan hukum pidana ke dalam rangkaian kata untuk dapat
memberikan sebuah pengertian yang komprehensif tentang apa yang dimaksud
dengan hukum pidana adalah sangat sukar. Namun setidaknya dengan
merumuskan hukum pidana menjadi sebuah pengertian dapat membantu
memberikan gambaran/deskripsi awal tentang hukum pidana. Banyak pengertian
dari hukum pidana yang diberikan oleh para ahli hukum pidana.13
Menurut W.L.G. Lemaire Hukum pidana itu itu terdiri dari norma-norma
yang berisi keharusan-keharusan dan larangan-larangan yang (oleh pembentuk
undang-undang) telah dikaitkan dengan suatu sanksi berupa hukuman, yakni suatu
penderitaan yang bersifat khusus. Dengan demikian dapat juga dikatakan, bahwa
hukum pidana itu merupakan suatu sistem norma-norma yang menentukan
terhadap tindakan-tindakan yang mana (hal melakukan sesuatu atau tidak
melakukan sesuatu dimana terdapat suatu keharusan untuk melakukan sesuatu)
dan dalam keadaan-keadaan bagaimana hukum itu dapat dijatuhkan, serta
hukuman yang bagaimana yang dapat dijatuhkan bagi tindakan-tindakan
tersebut.14
Sedangkan menurut W.F.C. van Hattum Hukum pidana adalah suatu
keseluruhan dari asas-asas dan peraturan-peraturan yang diikuti oleh negara atau
suatu masyarakat hukum umum lainnya, dimana mereka itu sebagai pemelihara
dari ketertiban hukum umum telah melarang dilakukannya tindakan-tindakan
yang bersifat melanggar hukum dan telah mengaitkan pelanggaran terhadap
peraturan-peraturannya dengan suatu penderitaan yang bersifat khusus berupa
hukuman.15

12
Prodjodikoro, Wirjono, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Bandung: Refika Aditama,
2003.hlm. 3
13
Lamintang, P.A.F., dan Lamintang,Theo, Pembahasan Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana Menurut Ilmu Pengetahuan Hukum Pidana dan Yurisprudensi, Jakarta: Sinar Grafika, 2010,
hlm. 1
14
Ibid., hlm. 1-2
15
Ibid., hlm. 2

17
Hukum pidana merupakan bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di
suatu negara. Beberapa sarjana mengemukakan pandangannya mengenai definisi
hukum pidana sebagai berikut:16
1) Menurut van Hamel hukum pidana didefinisikan sebagai “semua dasar-dasar dan
aturan- aturan yang dianut oleh suatu negara dalam menyelenggarakan ketertiban
umum (rechtsorde) yaitu dengan melarang apa yang bertentangan dengan hukum
dan mengenakan suatu nestapa kepada yang melanggar larangan-larangan
tersebut.”
2) Sedangkan Simons memberikan definisi sebagai berikut: “Hukum Pidana adalah
semua perintah-perintah dan larangan-larangan yang diadakan oleh negara yang
mengancam dengan suatu nestapa (pidana) bagi barang siapa yang tidak
mentaatinya, juga semua aturan-aturan yang menentukan syarat-syarat bagi akibat
hukum itu, serta semua aturan-aturan untuk mengadakan (menjatuhi) dan
menjalankan pidana tersebut.”
Sehingga Istilah hukum pidana mempunyai beberapa pengertian,
beberapa pengertian yang memberikan ilustrasi tentang hukum padana antara
lain:17
a. Hukum pidana dalam arti formil, hukum pidana dalam obyektif disebut juga
ius punale menurut Mezger hukum pidana diartikan sebagai, “aturan hukum
yang mengikatkan kepada suatu perbuatan yang memenuhi syarat tertentu
suatu akibat yang berupa pidana. Pada dasarnya hukum pidana berpangkal
pada dua hal yaitu:
1) Perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu
Dengan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tersebut dimaksudkan
perbuatan yang dilakukan oleh orang yang memungkinkan adanya pemberian
pidana.
2) Pidana adalah penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang
melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu, didalam hukum
pidana modern pidana juga meliputi apa yang disebut “tindakan” (tata tertib).

16
Prasetyo,Teguh,Kriminalisasi dalam Hukum Pidana, Bandung: Nusamedia,2010, hlm. 3
17
Fuad Usfa, penghantar Hukum Indonesia, Jakarta: UUM Press, 2004. hlm 1.

18
Hukum pidana dalam arti obyektif diartikan sebagai sejumlah peraturan
yang mengandung larangan larangan atau keharusan-keharusan tentang dimana
terhadap pelanggarnya diancam dengan hukum. Sementara ius punale atau
hukum pidana dalam arti subyektif dapat dibagi menjadi:
1) Hukum pidana materil atau dapat juga disebut hukum pidana abstracto, yaitu
hukum pidana yang berikan peraturan-peraturan tentang:
a) Perbuatan-perbuatan yang dapat diancam dengan pidana misalnya mengambil
barang milik orang lain dengan sengaja merampas nyawa orang lain.
b) Siapa-siapa yang dapat dipidana dengan demikian hukum pidana materil juga
mengatur tentang pertanggungjawaban pidana.
c) Pidana apa yang dapat dijatuhkan kepada orang yang melakukan tindak pidana.
2) Hukum pidana formil, yaitu hukum pidana yang mengatur bagaimana Negara
dengan perantaraan alat-alat perlengkapannya melaksanakan haknya untuk
mengenakan pidana.
b. Hukum pidana dalam arti subyektif atau juga disebut ius puniendi
Ius puniendi dapat diartikan secara luas dan secara sempit, dalam arti
luas ius puniendi diartikan sebagai hak-hak dari Negara untuk mengenakan
atau mengancam pidana terhadap perbuatan tertentu. Sementara dalam arti
sempit bisa diartikan sebagai hak untuk menuntut perkara-perkara pidana,
menjatuhkan dan melaksanakan pidana terhadap orang yang melakukan
perbuatan yang dilarang oleh hukum pidana atau juga disebut tindak pidana.
Hukum pidana adalah serangkaian ketentuan-ketrentuan yang
mengatur tingkah laku yang dilarang atau diharusan yang (terhadap
pelanggaranya) diancam pidana, jenis dan macam pidana dan cara-cara
menyidik, menuntut, pemeriksaan persidangaan serta melaksanakan pidana,
hukuman adalah penamaan umum bagi semua akibat hukum karena melanggar
suatu norma hukum.18 Untuk pelanggaran hukum pidana sanksi hukumnya
adalah hukuman pidana, semua tindakan-tindakan keharusan (gebod) dan
larangan (verbod) yang di buat oleh Negara. Hukum pidana memiliki tujuan
untuk menakuti-nakuti seseorang agar mereka tidak melakukan perbuatan
pidana funsi reventif), untuk mendidik orang yang telah melakukan tindak
18
E.Y. Kanter, dan S.R. Sianturi,.Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia dan Penerapanya. Jakarta:
Storia Grafika, 2002 hlm 12.

19
pidana agar menjadi baik dan diterima kembali oleh masyarakat fungsi
refresif.19 Hukum pidana adalah bagian dari pada keseluruhan hukum yang
berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk:
1) Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang
dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi
barang siapa melanggar larangan tersebut.
2) Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar
larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana dan
3) Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan
apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.20
2. Subjek Hukum Pidana
a. Manusia Sebagai Subjek
Dalam sejarah perundang-undangan hukum pidana, pernah dikatakan
bahwa subjek dari suatu tindak pidana bukan hanya manusia, tetapi juga hewan,
demilkian pada abad pertengahan tahun (1571) pernah dipidana seekor sapi,
karena membunuh seorang wanita. Sekarang sudah tidak dianut lagi.
Pernah dikenal pula pertanggungjawaban pidananya badan hukum
sebagai subkjek hukum, tetapi atas pengaruh ajaran-ajaran Von Savigny dan
Feuerbach, yang kesimpulannya bahwa badan-badan hukum tidak melakukan
deilik societas delinquere potest), maka pertanggung jawaban badan hukum
tersebut sudah tidak di anut lagi dalam hal ini yang dipertanggung jawab
pidanya adalah pengurusnya, Jadi yang dianggap sebagai subjek tindak pidana
adalah manusia natuurlijkepersonen). Sedangkan hewan dan badan-badan
hukum tidak dianggap sebagai subjek tindak pidana, ini disimpulkan antara
lain dari.21
1) Perumusan delik yang selalu menentukan subjeknya dengan istilah barang saiapa,
warga Negara Indonesia, pegawai negeri sipil dan yang lainya. Penggunaan istilah-
istilah tersebut selain dari pada yang ditentukan dalam rumusan delik yang
bersangkutan, data ditentukan dasarnya pada pasal-pasal: 2 sampai dengan 9 KUHP.

19
Asosiasi Perguruan Tinggi Katolik (APTIK), Pengantar Hukum Indonesia Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2001 hlm91.
20
Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta: Rineke Cipta, 2002, hlm 1.
21
Teguh Prasetio, kriminalisasi dalam hukum pidana, Bandung: Nusa Media,2010 hlm 128.

20
Untuk istilah dasarnya pada pasal-pasal: 2,3 dan 4 KUHP digunakan istilah “een
ieder” dengan terjemah setiap orang
2) Ketentuan mengenai pertanggung jawaban pidana seperti yang di ataur, terutama yang
di atur dalam pasal-pasal: 44, 45, 49 KUHP, yang diantara lain masyarakat “kejiwaan”
(vertandelije vermogens yang dianggap sebagai geestelijke vermogens) dari petindak.
3) Ketentuan mengenai pidana yang diatur dalam pasal 10 KUHP, terutama mengenai
pidana denda, hanya manusialah yang mengerti uang.
b. Perluasaan Subjek
Dalam perkembangaan hukum pidana selanjutnya bukan hanya manusia
yang dianggap subjek, terutama dalam hal-hal yang menyangkut:22
1) Sumber keuangan Negara (perpajakan, bea import dan eksport barang dan
lainya)
2) Pengaturan perekonomian (pengendalian harga, pengguna cek, pengaturan
perusahaahn dan sebagainya)
3) Pengaturan keamanan (subversi, keadaan bahaya dan lainya) tetapi juga badan
hukum.

Di samping manusia masih ada pendukung hak-hak dan


kewajibankewajiban yang kita namakan badan hukum (recht persoon) untuk
membedakan dengan manusia (naturlijk persoon). Jadi ada suatu bentuk
hukum (rechtfiguur), yaitu badan hukum yang dapat mempunyai hak-hak
hukum dan dapat mengadakan hubungan hukum.
Dengan demikian, berarti manusia bukanlah satu-satunya subyek
hukum, namun masih ada satu subyek hukum yang lain yaitu yang disebut
badan hukum. Dalam pergaulan hukum istilah badan hukum lazim digunakan
meskipun tentang keabsahan suatu badan hukum itu masih diperdebatkan para
ahli hukum. Menurut Prof. R. Subekti pengertian badan hukum pada pokoknya
adalah suatu badan hukum atau perkumpulan yang dapat memiliki hak-hak,
kewajiban-kewajiban dan melakukan perbuatan hukum seperti manusia serta
memiliki kekayaan sendiri, dapat digugat dan menggugat dimuka pengadilan.
Badan hukum (rechtpersoon) dibedakan menjadi dua bentuk yaitu,
Badan hukum publik dan badan hukum privat. Badan hukum publik, adalah

22
Ibid.

21
badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum publik atau yang
menyangkut kepentingan publik, orang banyak atau negara. Badan
hukum ini merupakan badan-badan negara dan mempunyai kekuasaan
wilayah atau merupakan lembaga yang dibentuk oleh yang berkuasa
berdasarkan perundang-undangan yang dijalankan secara fungsional
oleh eksekutif atau pemerintah atau badan pengurus yang diberikan
tugas untuk itu. Contoh Badan Hukum Publik adalah Bank Indonesia
yang didirikan berdasar Undang-Undang No. 13 Tahun 1968.
Sedangkan Badan Hukum Privat, adalah badan hukum yang
dibentuk berdasar hukum perdata yang menyangkut kepentingan
pribadi orang di dalam badan hukum itu. Badan hukum ini merupakan
badan swasta yang didirikan oleh pribadi orang atau badan hukum
untuk tujuan tertentu seperti menc.ari keuntungan, kegiatan sosial
pendidikan, ilmu pengetahuan, politik, kebudayaan dan lain-lain yang
sesuai menurut hukum. Contoh Badan Hukum Privat, Yayasan,
Perseroan Terbatas, Koperasi, Badan Amal atau Wakaf.
Dalam hal badan hukum dikenakan suatu pidana denda, ternyata pada
akhirnya manusia-manusia para persero atau anggota-anggota badan hukum itu
dikurangi hak miliknya yang berupa uang saham dalam badan hukum.
Demikian pula jika misalnya suatu perserikatan orang ”dibubarkan”, pada
akhirnya manusia-manusia anggota perserikatan orang itu dikurangi atau
dihapuskan hak berkumpulnya dalam perseirkatan tersebut.
Dalam ketentuan mengenai pemidanaan terhadap suatu badan hukum
atau perserikatan dapat disimpulkan antara lain:23
a) Bahwa pemidanaan itu pada perinsipnya bukan dirahkan tujukan kepada badan
hukum, atau perserikatan, tetapi sebenarnya di tujukan kepada sekelompok
manusia yang berkerjasama untuk suatu tujuan.
b) Adanya beberapa ketentuan yang harus menyimpang dari penerapan hukum
pidana (umum), terhadap badan-badan tersebut dalam hal badan-badan itu
dapat dipidana, atau dalam hal tujuan dari badan-badan itu terlarang dan dapat
dipidana, seperti tidak mungkinkanya menjatuhkan pidana perampasan

23
Ibid,.hlm 221.

22
kemerdekaan (pidana penjara, tutupan, kurungan) padanya: tidakm mungkinya
pidana-pidana diganti dengan pidana kurungan lainya)
Didalam hukum pidana dikenal atas nulum delictum nulla poena sine
praevia lege poenale yang artinya “tiada delik, tiada hukuman tanpa suatu
aturan yang lebih dahulu menyebut perbuatan yang bersangkutan sebagai suatu
delik dan yang memuat suatu hukuman yang dapat dijatuhkan atas delik itu”.
Asas ini dimuat dalam pasal 1 ayat (1) KUHP yang berbunyi: tiada perbuatan
tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekutan ketentuan perundang-
undangan pidana yang telah ada.24

2.3. Tinjauan Umum Pertanggungjawaban Pidana

Proses penegakan hukum dapat berjalan dengan efektif apabila terbentuk


suatu mata rantai beberapa proses yang tidak boleh dipisahkan antara lain:
penyidikan, tuntutan jaksa, vonis hakim, dan pembuatan peraturan perundang-
undangan.
Proses penegakan hukum tindak pidana seperti halnya tindak pidana
Penipuan, aparat penegak hukum harus mampu bekerja secara propesional
sehingga dapat mewujudkan rasa keadilan yang diselenggarakan oleh lembaga
penegak hukum Kepolisian, Kejaksaan, serta Hakim pengadilan.
Kedudukan kepolisian dalam proses peradilan pidana berperan sebagai
penjaga pintu gerbang (as a gate keepers) yaitu melaui kekuasaan yang ada, ia
merupakan awal mula dari proses pidana. Polisi berwenang menentukan siapa
yang patut disidik, ditangkap dan ditahan. Penuntut umum baru melaksakan
fungsinya setelah ada penyerahan hasil pemeriksaan dari penyidik. Pembuatan
surat dakwaan oleh penuntut umum berdasarkan berita acara pemeriksaan
penyidikan. Jadi antara tugas Kepolisian dan tugas Kejaksaan, satu sama lain ada
kaitannya. Kaitan tersebut dimana hasil penyidikan oleh polisi akan
mempengaruhi dakwaan yang dibuat oleh jaksa.
Praktik peradilan pidana tidak dapat dihindari tugas Kepolisian dan
Kejaksaan tersebut saling berhubungan, maka mutlak perlu adanya kerja sama
seharmonis mungkin, harus ada koordinasi yang dilandasi tanggung jawab moral
24
Sudarto, hukum pidana I, Semarang: fakultas hukum undip, 1990 hlm. 86.

23
bersama. Kekuasaan polisi, harus menunjang tugas penuntut umum, artinya tidak
sekehendak hati menggunakan kekuasaan tersebut. Sebaliknya antara kedua
lembaga itu selalu diadakan konsultasi timbal balik. Masing-masing mengambil
inisiatif positif saling bertemu untuk memecahkan persoalan-persoalan yang rumit
dalam menangani satu perkara.
Prapenuntutan, tidak berarti menempatkan Kejaksaan berada di atas
Kepolisian, dan sebaliknya pula wewenang Kepolisian tidak berarti di atas
Kejaksaan. Kepolisian dan Kejaksaan adalah sama-sama merupakan rantai-rantai
yang terkait dalam satu roda bergigi. Prapenuntutan, pada hakekatnya suatu
tuntutan moral, atau suatu jalur komunikasi, agar Kepolisian dan Kejaksaan saling
“tepo seliro” saling menghargai, bertenggang rasa akan tugas dan tanggung jawab
masing-masing.
Demikian pula mengenai hubungan Kepolisian dan Pengadilan. Hubungan
tersebut yaitu dalam hal penyidik mengajukan permintaan untuk perpanjangan
penahanan, meminta izin penggeledahan, penyitaan dan pemeriksaan surat. Jika
ketua Pengadilan tidak memberi izin atau menolak permintaan penyidik, maka
penyidik harus berusaha memahami kebijaksanaan yang ditempuh oleh
Pengadilan tersebut.
Hubungan antar penuntut umum dengan hakim tampak pada pemeriksaan
di muka persidangan. Jika hakim berdasarkan periksaannya beranggapan surat
dakwaan tersebut tidak atau kurang benar, maka hakim dapat memberikan
kesempatan kepada penuntut umum untuk memperbaikinya.
Hubungan penuntut umum dengan Lembaga Pemasyarakatan, penuntut
umum adalah orang yang ditugaskan melaksanakan putusan Pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan tetap dengan memasukkan orang yang telah dipidana ke
Lembaga Pemasyarakatan (eksekusi). Dalam hal putusan Pengadilan berupa
perampasan kemerdekaan, maka peranan hakim sebagai pejabat diharapkan juga
bertanggung jawab atas putusan tersebut. Artinya ia harus mengetahui apakah
putusan yang telah dijatuhkan olehnya dilaksanakan dengan baik oleh petugas-
petugas yang berwenang yaitu, penuntut umum maupun Lembaga
Pemasyarakatan.

24
Adanya pengawasan atas putusan yang dijatuhkan, maka tujuan
pemidanaan antara lain usaha pengembalian eksterpidana ke masyarakat dapat
dilaksanakan. Dengan demikian hubungan Pengadilan dengan penuntut umum dan
Lembaga Pemasyarakatan tampak lebih nyata melalui lembaga pengawasan
sebagi hal yang baru dalam KUHAP. Hal ini sekaligus diartikan pula tugas hakim
dalam sistem peradilan pidana tidaklah berakhir pada saat keputusan Pengadilan
dijatuhkan, tapi juga terus berlanjut sampai tujuan pemidanaan atau tujuan sistem
peradilan pidana tercapai, atau setidak-tidaknya sampai eksterpidana kembali
kepada masyarakat sebagai anggota yang baik.
Tugas hakim yang demikian ini, memberi manfaat agar ia dalam
menjatuhkan pidana dapat mengetahui perilaku narapidana dalam lembaga dan
pengaruhnya terhadap putusan yang telah ia berikan maupun ketika eksterpidana
kembali pada masyarakat.
Berdasarkan hal di atas, maka dapat dikatakan sistem peradilan pidana
terpadu menuntut suatu konsekuensi perluasan kekuasaaan hakim tidak hanya
sebagai pemidanaan saja atau melaksanakan fungsi justisi, tetapi juga sebagi
pelaksana dalam mencapai tujuan peradilan pidana, yaitu fungsi pembinaan
terhadap terpidana atau fungsi kesejahteraan.25
2. Pertanggung Jawaban Tindak Pidana Penipuan
Pertanggungjawaban adalah suatu perbuatan pidana yang harus di
pertanggungjawabkan atas perbuatan yang dilakukan.
Pertanggungjawaban pidana seseorang berkaitan dengan kesalahan.
Menurut Moeljatno kesalahan dalam hukum pidana ada 2 (dua) macam
yaitu sengaja (dolus/opzet) dan kealpaan (culpa).26
a. Kesengajaan (dolus/opzet)
Ada 3 (tiga) kesengajaan dalam hukum pidana yaitu:
1) Kesengajaan untuk mencapai suatu kesengajaan yang
dimaksud/tujuan/dolus directs.
2) Kesengajaan yang belum mengandung suatu tujuan melainkan
diserta keinsyafan, bahwa suatu akibat pasti akan terjadi (kesengajaan
dengan kepastian).
25
Sudarto, Op.Cit., hlm. 38
26
Ibid.,

25
3) Kesengajaan seperti sub di atas tetapi disertai keinsyafaan hanya
ada kemungkinan (bukan kepastian), bahwa sesuatu akibat akan terjadi
kesengajaan dengan kemungkinan (dolus eventualis).
b. Kurang hati-hati (kealpaan/culpa)27
Kurang hati-hati (kealpaan/culpa) arti alfa adalah kesalahan pada
umumnya, tetapi dalam ilmu pengetahuan mempunyai arti teknis yaitu
suatu macam kesalahan pelaku tindak pidana yang tidak seberat seperti
kesengajaan yaitu kurang berhati-hati sehingga berakibat yang tidak
disengaja terjadi.
Menurut sebagaian besar rumusan tindak pidana, unsur
kesengajaan atau yang disebut dengan opzet merupakan salah satu unsur
yang terpenting. Dalam kaitannya dengan unsur kesengajaan ini, maka
apabila didalam suatu rumusan tindak pidana terdapat perbuatan dengan
sengaja atau biasa disebut dengan opzettelijk, maka unsur dengan sengaja
ini menguasai atau meliputi semua unsur lain yang ditempatkan
dibelakangnya dan harus dibuktikan. Sengaja berarti juga adanya
kehendak yang disadari yang ditujukan untuk melakukan kejahatan
tertentu. Maka berkaitan dengan pembuktian bahwa perbuatan yang
dilakukannya itu dilakukan dengan sengaja, terkandung pengertian
menghendaki dan mengetahui’ atau biasa disebut dengan willens en wetens.
Selain unsur kesengajaan di atas ada pula yang disebut sebagai
unsur kelalaian atau kealpaan atau culpa yang dalam doktrin hukum
pidana disebut sebagai kealpaan yang tidak disadari atau ‘onbewuste
schuld’ dan kealpaan disadari atau ‘bewuste schuld’. Di mana dalam unsur
ini faktor terpentingnya adalah pelaku dapat ‟menduga terjadinya‟ akibat
dari perbuatannya itu atau pelaku kurang berhati-hati. Wilayah culpa inti
terletak diaantara sengaja dan kebetulan. Kelalaian ini dapat didefinisikan
sebagai apabila seseorang melakukan sesuatu perbuatan dan perbuatan itu
menimbulkan suatu akibat yang dilarang dan diancam dengan hukuman
oleh undang-undang, maka walaupun perbuatan itu tidak dilakukan dengan
sengaja namun pelaku dapat berbuat secara lain sehingga tidak
27
Moeljatno, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawabannya dalam Hukum Pidana, Yogyakarta:
Bina Aksara, 2002, hlm. 1

26
menimbulkan akibat yang dilarang oleh undang-undang, atau pelaku dapat
tidak melakukan perbuatan itu sama sekali.
Culpa atau kelalaian ini, unsur terpentingnya adalah pelaku
mempunyai kesadaran atau pengetahuan yang mana pelaku seharusnya
dapat membayangkan akan adanya akibat yang ditimbulkan dari
perbuatannya, atau dengan kata lain bahwa pelaku dapat menduga bahwa
akibat yang dapat dihukum dan dilarang oleh undang-undang.
Berdasarkan pendapat tersebut di atas, maka dapat ditarik suatu
pengertian bahwa tindak pidana adalah suatu perbuatan yang mengandung
unsur perbuatan atau tindakan yang dapat dipidanakan dan unsur
pertanggung jawaban pidana kepada pelakunya, sehingga dalam syarat
hukuman pidana terhadap seseorang secara ringkas dapat dikatakan bahwa
tidak akan ada hukuman pidana terhadap sesorang tanpa adanya hal-hal
yang secara jelas dapat dianggap memenuhi syarat atas kedua unsur itu
baik karena unsur kesengajaan maupun karena unsur kealpaan.
Menurut Andi Hamzah pertanggungjawaban pidana mengandung
makna bahwa setiap orang yang melakukan tindak pidana atau melawan
hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-undang, maka orang
tersebut patut mempertanggungjawabkan perbuatan sesuai dengan
kesalahannya. Dengan kata lain orang yang melakukan perbuatan pidana
akan mempertanggungjawabkan perbuatan tersebut dengan pidana apabila
ia mempunyai kesalahan, seseorang mempunyai kesalahan apabila pada
waktu melakukan perbuatan dilihat dari segi masyarakat menunjukan
pandangan normatif mengenai kesalahan yang telah dilakukan orang
tersebut.28
Menurut Barda Nawawi Arief, dalam pertanggungjawaban pidana
terdapat asas kesalahan (asas culpabilitas), yang didasarkan pada
keseimbangan monodualistik bahwa asas kesalahan yang didasarkan pada
nilai keadilan harus disejajarkan berpasangan dengan asas legalitas yang
didasarkan pada nilai kepastian. Walaupun konsep berprinsip bahwa
pertanggungjawaban pidana berdasarkan kesalahan, namun dalam

28
Andi Hamzah, Op.Cit., hlm. 12

27
beberapa hal tidak menutup kemungkinan adanya pertanggungjawaban
pengganti (vicarious liability) dan pertanggungjawaban yang ketat (strict
liability). Masalahnya kesesatan (error) baik kesesatan mengenai
keadaanya (error facti) maupun kesesatan mengenai hukumannya sesuai
dengan konsep merupakan salah satu alasan pemaaf sehingga pelaku tidak
dipidana kecuali kesesatannya itu patut dipersalahkan kepadanya.29
Pertanggungjawaban pidana diterapkan dengan pemidanaan, yang
bertujuan untuk mencegah dilakukannya tindak pidana dengan
menegakkan norma hukum demi pengayoman masyarakat. menyelesaikan
konflik yang di timbulkan tindak pidana. memulihkan keseimbangan.
mendatangkan rasa damai dalam masyarakat. memasyarakatkan terpidana
dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadi orang baik dan
membebaskan rasa bersalah pada terpidana. Pertanggungjawaban pidana
harus memperhatikan bahwa hukum pidana harus digunakan untuk
mewujudkan masyarakat adil dan makmur merata materiil dan spiritual.
Hukum pidana tersebut digunakan untuk mencegah atau menaggulangi
perbuatan yang tidak dikehendaki. Selain itu penggunaan sarana hukum
pidana dengan sanksi yang negatif harus memperhatikan biaya dan
kelampauan bebas tugas (overbelasting) dalam melaksanakannya. Pasal-
pasal dalam KUHP yang berkaitan dengan pertanggungjawaban pidana
adalah sebagai berikut:
Pasal 44:
(1) Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat
dipertanggungkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan
atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana.
(2) Jika ternyata perbuatan itu tidak dapat dipertanggungjawabkan
kepada pelakunya karena pertumbuhan jiwannya cacat atau terganggu
karena penyakit, maka hakim dapat memerintahkan supaya orang itu
dimasukkan ke rumah sakit jiwa, paling lama satu tahun sebagai waktu
percobaan.

29
Barda Nawawi Arief, Op.Cit., hlm. 35

28
(3) Ketentuan dalam ayat 2 hanya berlaku bagi Mahkamah Agung,
Pengadilan Tinggi, dan Pengadilan Negeri.
Pasal 47:
(1) Jika hakim menjatuhkan pidana, maka maksimum pidana pokok
terhadap tindak pidananya dikurangi sepertiga.
(2) Jika perbuatan itu merupakan kejahatan yang diancam dengan
pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, maka dijatuhkan pidana
penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 48:
Barang siapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa,
tidak dipidana.
Pasal 49:
(1) Tindak dipidana, barang siapa melakukan perbuatan pembelaan
terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, karena ada serangan
atau ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu yang melawan
hukum.
(2) Pembelaan terpaksa yang melampaui batas yang langsung
disebabkan oleh guncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman
serangan itu, tidak dipidana.
Pasal 55:
(1) Dipidana sebagai pelaku tindak pidana:
1. Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang
turut serta melakukan perbuatan.
2. Mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu dengan
menyalah gunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman
atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan,
sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan.
(2) Terhadap penganjur, hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan
sajalah yang diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya.
Pasal 56:
Dipidana sebagai pembantu kejahatan:

29
(1) Mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan
dilakukan.
(2) Mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau
keterangan untuk melakukan kejahatan.
Pertanggung jawaban pidana (criminal responsibility)
dimaksudkan untuk menentukan apakah seseorang terdakwa atau
tersangka dipertanggung jawaban atau suatu tindakan pidana yang terjadi
atau tidak. Untuk dapat dipidananya si pelaku, disyaratkan bahwa tindak
pidana yang dilakukannya itu memenuhi unsur-unsur yang ditentukan
dalam Undang-undang. Dilihat dari sudut terjadinya tindakan yang
dilarang, seseorang akan dipertanggung jawaban atas tindakan-tindakan
tersebut, apabila tindakan tersebut melawan hukum serta tidak ada alasan
pembenar atau peniadaan sifat melawan hukum untuk pidana yang
dilakukannya.30
Berdasarkan hal tersebut maka pertanggung jawaban pidana atau
kesalahan menurut Moeljatno terdiri atas tiga syarat yaitu:
1) Kemampuan bertanggung jawaban atau dapat dipertanggung
jawaban dari si pembuat.
2) Adanya perbuatan melawan hukum yaitu suatu sikap psikis si
pelaku yang berhubungan dengan kelakuannya yaitu disengaja
dan sikap kurang hati-hati atau lalai.
3) Tidak ada alasan pembenar atau alasan yang menghapuskan
pertanggung jawaban pidana bagi si pembuat.31
Kemampuan untuk membeda-bedakan antara perbuatan yang baik
dan yang buruk, adalah merupakan faktor akal (intelectual factor) yaitu
dapat membedakan perbuatan yang diperbolehkan dan yang tidak. Dan
kemampuan untuk menentuan kehendaknya menurut keinsyafan tentang
baik buruknya perbuatan tersebut adalah merupakan faktor perasaan
(volitional factor) yaitu dapat menyesuaikan tingkah lakunya dengan
keinsyafan atas mana yang diperbolehkan dan mana yang tidak.32 Sebagai

30
Moeljatno, Op.Cit., hlm. 6
31
Moeljatno, Ibid, hlm. 7
32
Muhammad Yahya Rasyid, Hukum Pidana Indonesia, Jakarta: Yarsif Watampone, hlm. 182

30
konsekuensi dari dua hal tadi maka tentunya orang yang tidak mampu
menentukan kehendaknya menurut keinsyafan tentang baik buruknya
perbuatan, dia tidak mempunyai kesalahan kalau melakukan tindak pidana,
orang demikian itu tidak dapat dipertanggung jawabkan. Oleh karena
kemampuan bertanggung jawab merupakan unsur kesalahan, maka untuk
membuktikan adanya keselahan unsur-unsur tadi harus di buktikan lagi.
Moeljatno dalam bukunya Muhammad Yahya Rasyid, mengatakan
bahwa dapat dipertanggungjawabkan merupakan unsur diam-diam selalu
ada, kecuali kalau ada tanda-tanda yang menunjukkan tidak normal, ia
berpendapat sesuai dengan ajaran dua tahap dalam hukum pidana,
kemampuan bertanggung jawab harus sebagai unsur kesalahan.33

2.4. Penipuan
Penipuan Bedrog (Oplichting), title XXV buku II KUHP berjudul
“Bedrog” yang berarti penipuan dalam arti luas, sedangkan Pasal pertama dari
titel itu, yaitu Pasal 378, mengenai tindak pidana “oplicthing” yang berati
penipuuan tetapi dalam arti sempit, sedang pasal-pasal lain dari titel tersebut
memuat tindak pidana lain yang bersifat penipuan dalam arti luas.34
Dalam arti luas, penipuan adalah kebohongan yang dibuat keuntungan
pribadi, meskipun ia memiliki arti hukum yang lebih dalam, detil jelasnya
bervariasi di berbagai wilayah hukum. Perbuatan memanipulasi keterangan untuk
mencari keuntungan melalui media internet dapat “ditafsirkan” sebagai perbuatan
menyesatkan yang ada dalam delik penipuan seperti yang tertuang dalam Pasal
378 KUHP dan Pasal 379a KUHP. Bab XXV Buku II KUHP memuat berbagai
bentuk penipuan yang dirumuskan Dalam 20 Pasal. Diantara bentuk-bentuk
penipuan itu memilki nama sendiri yang khusus, yang dikenal sebagai penipuan
adalah yang dirumuskan didalam Pasal 378 KUHP:
“Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau
orang lain secara melawan hukum dengan memakai nama palsu atau martabat
(hoedanigheid) palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan,

33
Ibid, hlm. 184
34
Wirjono Prodjodikoro, Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Bandung: Refika Adityama,
2003, hlm.36.

31
menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau
supaya member hutang maupun menghapus piutang, diancam, karena penipuan,
dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun”.35
Unsur-unsur atau syarat yang harus dipenuhi dalam Pasal ini adalah
sebagai berikut:
Unsur obyektif, “membujuk/menggerakkan orang lain dengan alat
pembujuk/penggerak”:
1. Memakai nama palsu.
2. Memakai keadaan palsu.
3. Rangkaian kata-kata bohong.
4. Tipu muslihat.
5. Agar menyerahkan suatu barang.
6. Membuat hutang.
7. Menghapuskan piutang.
Unsur Subyektif, “dengan maksud”:
1. Menguntungkan diri sendiri atau orang lain.
2. Dengan melawan hukum.
Alat pembujuk/penggerak: Alat pembujuk/penggerak yang digunakan
dalam perbuatan membujuk atau menggerakan orang agar menyerahkan sesuatu
barang terdiri atas 4 (empat) jenis cara:
a. Nama Palsu
Penggunaan nama yang bukan nama sendiri, tetapi nama orang lain,
bahkan penggunaan nama yang tidak memiliki oleh siapapun juga termasuk dalam
penggunaan nama palsu, dalam anam ini termasuk juga nama tambaham dengan
syarat yang tidak dikenal oleh orang lain.
b. Keadaan atau Sifat Palsu
Pemakaian keadaan atau sifat palsu adalah pernyataan dari seseorang,
bahwa ia ada dalam suatu keadaan tertentu, keadaan mana memberi hak-hak
kepada orang yang ada dalam keadaan itu.
c. Rangkaian Kata-kata Bohong

35
Moch. Anwar, Hukum Pidana Bagian Khusus (KUHP Buku II). Bandung: Citra Aditya Bakti,
1989, hlm. 6

32
Disyaratkan, bahwa harus terdapat beberapa kata bohong yang diucapkan,
suatu kata bohong saja dianggap tidak cukup sebagai alat penggerak ataupun alat
bujuk. Rangkaian kata-kata bohong yang diucapkan secara tersusun, hingga
merupakan suatu cerita yang dapat diterima sebagai sesuatu yang logis dan benar.
Jadi kata-kata itu tersusun hingga kata yang satu membenarkan atau memperkuat
kata yang lain.
d. Tipu Muslihat
Tipu muslihat adalah perbuatan-perbuatan yang dilakukan yang dilakukan
sedemikian rupa, sehingga perbuatan-perbuatan itu menimbulkan kepercayaan
atau keyakinan atas kebenaran dari sesuatu kepada orang lain. Jadi tidak terdiri
atas ucapan, tetapi atas perbuatan itu tindakan. suatu perbuatan saja sudah
dianggap sebagai tipu muslihat. Menunjukkan surat-surat palsu, memperlihatkan
barang yang palsu adalah tipu muslihat. Keempat alat penggerak/pembujuk ini
dapat digunakan secara alternatif maupun secara komulatif.
e. Membujuk atau Menggerakan Orang Agar Menyerahkan Barang Sesuatu.
Sebenarnya lebih tepat digunakan istilah menggerakkan daripada istilah
membujuk, untuk melepaskan setiap hubungan dengan penyerahan (levering)
dalam pengertian hukum perdata. Dalam perbuatan menggerakan orang untuk
menyerahkan harus disyaratkan adanya hubungan kausal antara alat penggerak itu
dan menyerahkan barang dan sebagainya.
Penyerahan suatu barang yang telah terjadi sebagai akibat
penggunaan/pembujuk itu belum cukup terbukti tanpa menggunakan pengaruh-
pengaruh yang ditimbulkan karena dipergunakan alat-alat penggerak/pembujuk itu.
Alat-alat itu perama-tama harus menimbulkan dorongan di dalam jiwa seseorang
untuk menyerahkan sesuatu barang. Fisik dari korban karena penggunaan alat
penggerak/pembujuk tergerak sedemikian rupa, hingga orang itu melakukan
penyerahan barang itu. Tanpa penggunaan alat atau cara itu korban tidak akan
bergerak fisik nya dan menyerahkan sesuatu tidak akan terjadi.
Penggunaan cara-cara atau alat-alat penggerak itu menciptakan suatu
situasi yang tepat untuk menyesatkan seseorang yang normal, hingga orang itu
terpedaya karenanya. Jadi apabila orang yang dibujuk atau digerakan mengetahui
atau memahami, bahwa alat-alat penggerak/pembujuk itu tidak benar atau

33
bertentangan dengan kebenaran, maka psyche-ya tidak tergerak dan karenanya ia
tidak tersesat atau tidak terpedaya, hingga dengan demikian tidak terdapat
perbuatan menggerakan atau membujuk dengan alat-alat penggerak/pembujuk,
meskipun orang itu menyerahkan barangnya.
a) Maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan
maksud diartikan tujuan terdekat.
Bila pelaku masih membutuhkan tindakan lain untuk mencapai
keuntungan itu, maka unsur maksud belum dapat terpenuhi. Maksud itu
harus ditujukan kepada menguntungkan dengan melawan hukum,
hingga pelaku mengetahui, bahwa keuntungan yang menjadi tujuannya
itu harus bersifat melawan hukum.
b) Menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan jalan melawan
Hukum
Syarat dari melawan hukum harus selalu dihubungkan dengan
alat-alat penggerak/pembujuk yang dipergunakan. Sebagaimana
diketahui melawan hukum berarti bertentangan dengan kepatutan yang
berlaku didalam kehidupan masyarakat. Suatu keuntungan bersifat tidak
wajar atau tidak patut menuntut pergaulan masyarakat dapat terjadi,
apabila keuntungan ini diperoleh karena penggunaan alat-alat
penggerak atau pembujuk, sebab pada keuntungan ini masih melekat
kekurangpatutan dari alat-alat penggerak/pembujuk yang dipergunakan
untuk memperoleh keuntungan itu. Jadi ada hubungan kausal antara
penggunaan alat-alat penggerak/pembujuk dan keuntungan yang
diperoleh. Meskipun keunntungan itu bersifat wajar, namun apabila
diperoleh dengan alat-alat penggerak/pembujuk tersebut diatas, tetap
keuntungan itu akan bersifat melawan hukum. Menguntungkan adalah
setiap perbaikan dalam posisi atau nasib kehidupan yang diperoleh atau
yang akan dicapai oleh pelaku. Pada umumnya kebaikan ini terletak
didalam bidang harta kekayaan seseorang. Lihat uraian Pasal 368 ayat (1)
KUHP selanjutnya mengenai unsur menguntungkan diri sendiri atau
orang lain.

34
2.5. Perbarengan dalam tindak Pidana.

Perbarengan tindak pidana atau biasa disebut dengan istilah concursus


merupakan salah satu cabang yang sangat penting dari ilmu pengetahuan hukum
pidana. Pada dasarnya yang dimaksud dengan perbarengan ialah terjadinya dua
atau lebih tindak pidana oleh satu orang atau beberapa orang dimana tindak
pidana yang dilakukan pertama kali belum dijatuhi pidana, atau antara tindak
pidana yang awal dengan tindak pidana berikutya belum dibatasi oleh suatu
putusan. Concursus memiliki 3 bentuk yakni perbarengan peraturan (concursus
idealis), perbarengan perbuatan (concursus realis) dan perbarengan perbuatan
berlanjut.36
Dengan demikian maka syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat
menyatakan adanya perbarengan adalah:
a. Ada dua/ lebih tindak pidana dilakukan
b. Bahwa dua/ lebih tindak pidana tersebut dilakukan oleh satu orang (atau
dua orang dalam hal penyertaan)
c. Bahwa dua/ lebih tindak pidana tersebut belum ada yang diadili
d. Bahwa dua/ lebih tindak pidana tersebut akan diadili sekaligus
Sehubungan dengan lebih dari satu tindak pidana yang dilakukan oleh satu
orang atau lebih, maka ada 3 kemungkinan yang terjadi yaitu:37
a) Terjadi perbarengan, apabila dalam waktu antara dilakukannya dua
tindak pidana tidaklah ditetapkan satu pidana karena tindak pidana yang
paling awal di antara kedua tindak pidana itu. Dalam hal ini, dua atau
lebih tindak pidana itu akan diberkas dan diperiksa dalam satu perkara
dan kepada si pembuat akan dijatuhkan satu pidana, dan oleh karenanya
praktis di sini tidak ada pemberatan pidana, yang terjadi justru
peringanan pidana, karena dari beberapa delik itu tidak dipidana
sendiri-sendiri dan menjadi suatu total yang besar, tetapi cukup dengan
satu pidana saja tanpa memperhitungkan pidana sepenuhnya sesuai

36
P.A.F Lumintang. Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti. 2011
Hlm. 671
37
Adami Chazawi. Pelajaran Hukum Pidana Bagian 2: Penafsiran Hukum Pidana Dasar
peniadaan pemberatan & peringanan kejahatan aduan, Perbarengan & Ajaran Kausalitas.
Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2002. Hlm. 46

35
dengan yang diancamkan pada masing-masing tindak pidana. Misalnya
dua kali pembunuhan (Pasal 338 KUHP) tidaklah dipidana dengan dua
kali yang masing-masing dengan pidana penjara maksimum 15 tahun,
tetapi cukup dengan satu pidana penjara dengan maksimum 20 tahun
(15 tahun ditambah sepertiga, Pasal 56 KUHP).
b) Apabila tindak pidana yang lebih awal telah diputus dengan mempidana
pada si pembuat oleh hakim dengan putusan yang telah menjadi tetap,
maka disini terdapat pengulangan. Pada pemidanaan si pembuat karena
delik yang kedua ini terjadi pengulangan, dan disini terdapat pemberian
pidana dengan sepertiganya.
c) Dalam hal tindak pidana yang dilakukan pertama kali telah dijatuhkan
pidana si pembuatnya, namun putusan itu belum mempunyai kekuatan
hukum pasti, maka disini tidak terjadi perbarengan maupun
pengulangan, melainkan tiap-tiap tindak pidana itu dijatuhkan tersendiri
sesuai dengan pidana maksimum yang diancamkan pada beberapa
tindak pidana tersebut.

2.5.1. Bentuk-bentuk Perbarengan


Ada tiga bentuk concursus yang dikenal dalam ilmu hukum pidana, yang
biasa juga disebut dengan ajaran yaitu:
a) Concursus idealis: apabila seseorang melakukan satu perbuatan dan
ternyata satu perbuatan itu melanggar beberapa ketentuan hukum
pidana. Dalam KUHP disebut dengan perbarengan peraturan.
b) Concursus realis: apabila seseorang melakukan beberapa perbuatan
sekaligus.
c) Perbuatan berlanjut: apabila seseorang melakukan perbuatan yang sama
beberapa kali, dan di antara perbuatan-perbuatan itu terdapat hubungan
yang demikian erat sehingga rangkaian perbuatan itu harus dianggap
sebagai perbuatan lanjutan.
Untuk lebih jelasnya, berikut ini akan dibahas secara rinci mengenai ketiga
bentuk perbarengan atau concursus.

36
a) Concursus Idealis
Concursus idealis yaitu suatu perbuatan yang masuk ke dalam lebih dari
satu aturan pidana. Disebut juga sebagai gabungan berupa satu perbuatan
(eendaadsche samenloop), yakni suatu perbuatan meliputi lebih dari satu pasal
ketentuan hukum pidana. Sistem pemberian pidana yang dipakai dalam concursus
idealis adalah sistem absorbsi, yaitu hanya dikenakan pidana pokok yang terberat.
Dalam KUHP bab II Pasal 63 tentang perbarengan peraturan disebutkan:
a) Jika suatu perbuatan masuk dalam lebih dari satu aturan pidana, maka
yang dikenakan hanya salah satu di antara aturan-aturan itu, jika
berbeda-beda yang dikenakan yang memuat ancaman pidana pokok
yang paling berat.
b) Jika suatu perbuatan, yang masuk dalam suatu aturan pidana yang
umum, diatur pula dalam aturan pidana yang khusus, maka hanya yang
khusus itulah yang dikenakan.
Diantara para ahli hukum terdapat perbedaan pendapat mengenai makna
satu tindakan atau perbuatan. Sebelum tahun 1932, Hoge Raad berpendirian bahwa
yang dimaksud dengan satu tindakan dalam Pasal 63 ayat 1 adalah tindakan nyata
atau material. Hal ini dapat diketahui dari arrest Hoge Raad (11 April 1927 W
11673) yaitu seorang pengemudi telah dicabut surat izin mengemudinya dan dalam
keadaan mabuk mengemudikan mobil, dipandang sebagai satu tindakan saja.38
Pendapat Hoge Raad kemudian berubah yang dapat lihat dalam Arrest
Hoge Raad (15 Februari 1932, W. 12491) yaitu seorang pengemudi yang mabuk
mengendarai sebuah mobil tanpa lampu pada waktu malam hari dipandang
sebagai dua tindakan dan melanggar dua ketentuan pidana. Di dalam kenyataan
yang pertama adalah keadaan mobilnya, kenyataan tersebut dapat dipandang
sebagai berdiri sendiri dengan sifat yang berbeda-beda kenyataan yang satu bukan
merupakan syarat bagi timbulnya kenyataan yang lain. Disini terdapat concursus
realis.39
Sehubungan dengan pendapat Hoge Raad yang baru tersebut, Pompe
berpendapat sebagai berikut: “apabila seseorang melakukan satu tindakan pada
38
Adami Chazawi. op.cit. Hlm. 48
39
Marpaung Landen. Op. Cit. Hlm. 33-34

37
suatu tempat dan saat, namun harus dipandang merupakan beberapa tindakan
apabila tindakan itu mempunyai lebih dari satu tujuan atau cakupan. Contohnya:
seseorang dalam keadaan mabuk, memukul seorang polisi yang sedang bertugas,
cakupan tindakan tersebut adalah mengganggu lalu lintas, melakukan perlawanan
kepada pejabat yang bertugas dan penganiayaan”. Selanjutnya Van Benmelen
juga memiliki pendapat yaitu: “Satu tindakan dipandang sebagai berbagai
tindakan apabila tindakan itu melanggar beberapa kepentingan Hukum, walaupun
tindakan itu dilakukan pada satu tempat dan saat”.
SR Sianturi menyebut pasal 63 KUHP dengan istilah perbarengan tindakan
tunggal. Maksud dari concursus idealis adalah adanya perbarengan hanya ada
dalam pikiran. Perbuatan yang dilakukan hanyalah satu perbuatan tertapi
sekaligus telah menlanggar beberapa Pasal perundang-undangan hukum pidana.
Contohnya dalah suatu pemerkosaan di muka umum, maka pelaku dapat diancam
dengan pidana penjara 12 tahun menurut Pasal 285 tentang memperkosa
perempuan, dan pidana penjara 2 tahun 8 bulan menurut Pasal 281 karena
melanggar kesusilaan di muka umum. Dengan sistem absorbsi, maka diambil
yang terberat yaitu 12 tahun penjara. Namun, apabila ditemui kasus tindak pidana
yang diancam dengan pidana pokok yang sejenis dan maksimumnya sama, maka
menurut VOS ditetapkan pidana pokok yang mempunyai pidana tambahan paling
berat. Sebaliknya, jika dihadapkan pada tindak pidana yang diancam dengan
pidana pokok yang tidak sejenis, maka penentuan pidana terberat didasarkan pada
urutan jenis pidana menurut Pasal 10 KUHP.
Selanjutnya dalam Pasal 63 ayat (2) terkandung dalam lex specialis
derogat legi generali (aturan undang-undang yang khusus meniadakan aturan
yang umum). Jadi misalkan ada seorang ibu melakukan pembunuhan terhadap
bayinya, maka dia dapat diancam dengan Pasal 338 tentang pembunuhan dengan
pidana penjara 15 tahun. Namun karena Pasal 341 telah mengatur secara khusus
tentang tindak pidana ibu yang membunuh anaknya, maka ibu tersebut dikenai
ancaman hukuman selama-lamanya tujuh tahun sebagaimana diatur dalam pasal
341.40

40
Erdianto Effendi. Op. Cit. Hlm. 21

38
Berdasarkan pendapat di atas, maka penulis menarik kesimpulan bahwa
satu tindakan yang dilakukan oleh seseorang tidak selamnya sesuai dengan makna
concursus idealis sebagaimana diatur dalam pasal 63 KUHP. Satu tindakan tetap
harus dipandang sebagai beberapa perbuatan jika tindakan itu mempunyai lebih
dari satu tujuan atau cakupan, meskipun tindakan tersebut timbul pada waktu yang
bersamaan bukan berarti sesuatu yang bersifat menentukan tindakan yang
memiliki sifat yang berbeda-beda dan tidak menjadi syarat bagi timbulnya
tindakan dipandang sebagai tindakan yang berdiri sendiri tindakan ini sesuai
dengan makna yang terkandung dalam concursus realis.
Satu tindakan yang melanggar beberapa ketentuan pidana tetap dipandang
sebagai satu perbuatan apabila perbuatan tersebut timbul pada waktu yang
bersamaan, memeliki keterkaitan dengan kenyataan yang lain dan merupakan
syarat bagi timbulnya kenyataan lain. Selain itu Pasal 63 ayat (2) KUHP
menentukan bahwa jika ada aturan khusus, aturan umum dikesampingkan. Hal ini
dapat dilihat dalam Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan dengan Pasal 356
KUHP yang juga tentang penganiayaan tetapi dengan ketentuan lebih khusus,
misalnya penganiayaan yang dilakukan oleh seorang suami kepada istrinya.
b) Concursus realis
Concursus realis atau gabungan beberapa perbuatan terjadi apabila
seseorang melakukan beberapa perbuatan, dan masing-masing perbuatan itu
berdiri sendiri sebagai suatu tindak pidana.41
Bisa dikatakan Concursus realis terjadi apabila seseorang sekaligus
merealisasikan beberapa perbuatan. Hal ini diatur dalam Pasal 65 sampai 71
KUHP. Pasal 65 KUHP berbunyi sebagai berikut:
a) Dalam hal perbarengan beberapa perbuatan yang harus dipandang
sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa
kejahatan yang diancam dengan pidana pokok yang sejenis maka
dijatuhkan hanya satu pidana.
b) Maksimum pidana yang dijatuhkan ialah jumlah maksimum pidana
yang diancam terhadap perbuatan itu, tetapi tidak boleh lebih dari
maksimum pidana yang terberat ditambah sepertiga.

41
Adami Chazawi. Op. Cit. Hlm. 143-144

39
Pasal 66 KUHP berbunyi:
a) Dalam hal perbarengan beberapa perbuatan yang masing-masing harus
dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan
beberapa kejahatan yang diancam dengan pidana pokok yang tidak
sejenis, maka dijatuhkan pidana atas tiap-tiap kejahatan, tetapi
jumlahnya tidak boleh melebihi maksimum pidana yang terberat
ditambah sepertiga.
b) Pidana denda dalam hal itu dihitung menurut lamanya maksimum
pidana kurungan pengganti yang ditentukan untuk perbuatan itu.
Pasal 67 KUHP berbunyi:
“Jika orang dijatuhi pidana mati atau pidana seumur hidup, maka
beserta itu tidak boleh dijatuhkan hukuman lain lagi kecuali pencabutan
hak-hak tertentu perampasan barang-barang yang telah disita sebelumnya,
dan pengumuman putusan hakim.”
Berdasarkan rumusan ayat (1) pasal 65 dan 66. Maka dapat di simpulkan
bahwa masing-masing tindak pidana dalam perbarengan perbuatan satu sama lain
harus di pandang terpisah dan berdiri sendiri inilah yang merupakan ciri pokok
dari perbarengan perbuatan. Dapat di lihat dalam Arrest tanggal 13 Maret 1933, W
12592 Hoge Raad berpendapat sebagai berikut: “Di dalam satu kecelakaan,
seseorang pengemudi mobil telah menyebabkan matinya seseorang pengendara
sepeda motor dan telah menyebabkan seorang lainya mengalami luka berat. Apa
yang sesungguhnya terjadi itu bukanlah satu pelanggaran, melainkan dua akibat
yang terlarang oleh undang-undang ini merupakan dua perbuatan.” 42
c) Perbuatan berlanjut
Perbuatan berlanjut terjadi apabila seseorang melakukan beberapa
perbuatan (kejahatan atau pelanggaran), dan perbuatan- perbuatan itu ada
hubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan
berlanjut. Dalam MvT (Memorie van Toelichting), kriteria “perbuatan-perbuatan
itu ada hubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu
perbuatan berlanjut” adalah: 43
a) Harus ada satu niat, kehendak atau keputusan.
42
Marpaung Landen. Loc. Cit.
43
Erdianto Effendi . Op. Cit. Hlm. 185

40
b) Perbuatan-perbuatannya harus sama atau sama macamnya.
c) Tenggang waktu di antara perbuatan-perbuatan itu tidak terlalu lama.
Batas tenggang waktu dalam perbuatan berlanjut tidak di atur secara
jelas dalam undang-undang. Meskipun demikian jarak antara perbutan
yang satu dengan yang berikutnya dalam batas wajar yang masih
menggabarkan bahwa pelaksanaan tindak pidana oleh si pembuat
tersebut ada hubungan baik dengan tindak pidana (sama) yang di
perbuat sebelumnya maupun dengan keputusan kehendak dasar semula.
Sistem pemberian pidana bagi perbuatan berlanjut menggunakan sistem
absorbsi, yaitu hanya dikenakan satu aturan pidana terberat, dan bilamana
berbeda-beda maka dikenakan ketentuan yang memuat pidana pokok yang
terberat. Pasal 64 ayat (2) merupakan ketentuan khusus dalam hal pemalsuan dan
perusakan mata uang, sedangkan Pasal 64 ayat (3) merupakan ketentuan khusus
dalam hal kejahatan-kejahatan ringan yang terdapat dalam Pasal 364 (pencurian
ringan), 373 (penggelapan ringan), 407 ayat (1) (perusakan barang ringan), yang
dilakukan sebagai perbuatan berlanjut. Apabila nilai-nilai kejahatan yang timbul
dari kejahatan ringan yang dilakukan sebagai perbuatan berlanjut itu lebih dari Rp.
250,- maka menurut pasal 64 ayat 3 dikenakan aturan pidana yang berlaku untuk
kejahatan biasa. Misalnya A melakukan 3 kali penipuan ringan (379) berturut turut
sebagai suatu perbuatan berlanjut dan jumlah kerugian yang timbul adalah lebih
dari Rp. 250,- Terhadap A bukannya dikenakan pasal 379 yang maksimumnya
adalah 3 bulan penjara tetapi dikenakan pasal 378 yang maksimumnya 4 tahun
penjara.

41
42
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian


Dalam Penelitian Skripsi ini jenis penelitian yang dipergunakan oleh penulis
adalah jenis penelitian yuridis normatif.1 Bahan-bahan pustaka hukum yang
digunakan dalam penelitian skripsi ini adalah atas teori-teori, asas, prinsip-prinsip
hukum, norma dasar atau kaidah, konvensi, ketentuan atau peraturan dasar, serta
peraturan perundang-undangan yang relevan dan sesuai dengan penelitian ini.
Penelitian Hukum Normatif dapat juga disebut sebagai penelitian hukum
doctrinal2, sering kali hukum dikonsepsikan sebagai apa yang tertulis dalam
peraturan perundang-undangan (law in book). Kajian terhadap penerapan aturan
hukum, ketidak paduan antara keadaan yang diterapkan (das sollen) dan
kenyataan (das sein)3, menimbulkan tanda Tanya yang menjadi permasalah
hukum dan dibahas dari segi normatif.
Skripsi ini menjabarkan, mendiskripsikan, dan menggambarkan mengenai
ketentuan hukum mengenai perkara “pidana penipuan dengan didasari hubungan
asmara” serta Implementasi Pasal 65 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

3.2. Pendekatan Penelitian


Metode pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah pendekatan
perundang-undangan, yaitu pendekatan yang menggunakan peraturan perundang-
undangan sebagai dasar pemecahan permasalahan yang dikemukakan, metode
pendekatan disebut sebagai penelitian perpustakaan atau studi dokumen karena
penelitian ini lebih banyak dilakukan pada bahan hukum yang bersifat sekunder
yang ada di perpustakaan.4

1
Soerjono Soekanto, Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada, 2011, hlm. 24.
2
Jonaedi Efendi, Johnny Ibrahim, Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Jakarta: Prenadamedia
Group, 2018, hlm. 124.
3
Ibid., hlm. 125.
4
Mukti Fajar ND, Dualisme Penelitian Hukum, Jakarta: SinarGrafika, 2016, hlm. 31
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis yang artinya bahwa hasil
penelitian ini berusaha memberikan gambaran secara menyeluruh, mendalam,
tentang suatu keadaan atau gejala yang diteliti. Artinya penelitian akan dibahas
dalam bentuk paparan yang diuraikan berdasarkan pada pasal-pasal hukum yang
dipergunakan.5

3.3. Sumber Bahan Hukum


Dalam penelitian ini data sekunder merupakan data pokok yang diperoleh
dengan cara menelusuri bahan-bahan hukum secara teliti yang berasal dari bahan
pustaka, dokumen yang digunakan dalam ketentuan hukum mengenai
Implementasi Pasal 76 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

3.4. Metode Pengumpulan Bahan Hukum


Dalam karya tulis ini metode pengumpulan data yang digunakan oleh penulis
adalah Studi Pustaka yaitu, suatu pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
mempelajari data-data sekunder yang berhubungan dengan masalah yang penulis
teliti. Penelitian hukum bertujuan untuk mengumpulkan bahan-bahan hukum
dengan maksud untuk menjawab masalah hukum yang sudah di identifikasi
sebelumnya. Bahan-bahan hukum adalah bahan-bahan yang mempunyai kekuatan
mengikat dari sudut pandang hukum. Data penelitian hukum adalah data dalam
bentuk bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.
Pengumpulan data penelitian ini adalah studi kepustakaan (library research).
Studi kepustakaan adalah suatu teknik pengumpulan data atau penggalian data
kepustakaan.6

3.5. Metode Analisis Bahan Hukum

5
Johny Ibrahim, Teori Metode dan Penelitian Hukum Normatif, Malang: Bayumedia Publishing,
2007. hlm. 47.
6
Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Grafindo, 2006, hlm. 112.

43
Data yang diperoleh dari hasil penelitian di lapangan dan penelitian
kepustakaan, selanjutnya dilakukan proses pengeditan data. Ini dilakukan agar
akurasi data dapat diperiksa dan kesalahan dapat diperbaiki dengan cara menjajaki
kembali pada sumber data.
Jenis data yang terutama digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder.
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka. Data
kepustakaan adalah suatu data yang sudah didokumentasikan sehingga penggalian
data kepustakaan atau data yang sudah didokumentasikan tidak akan perlu
dilakukan dengan cara langsung turun ke lapangan. Data sekunder dapat
dibedakan:
a. Bahan hukum primer
b. Bahan hukum sekunder
c. Bahan hukum tersier7.

7
Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2009. hlm. 41

44
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Implementasi atau penerapan Pasal 65 Kitab Undang-Undang Hukum


Pidana dalam tindak pidana penipuan dengan perbarengan yang didasari
hubungan asmara.
Pada Sistem pemidanaan perbarengan perbuatan atau concurcus realis
tertuang didalam pasal 65 KUHP dan pasal 66 KUHP yang menjelaskan bahwa di
dalam gabungan dari beberapa perbuatan yang masing-masing di pandang sebagai
perbuatan sendiri-sendiri dan terancam dengan hukuman utama yang sejenis,
maka satu hukuman saja yang dijatuhkan tetapi tidak boleh melebihi hukuman
maksimum yang terberat ditambah sepertiganya. Apabila terancam dengan
hukuman utama yang tidak sejenis maka tiap-tiap hukuman itu dijatuhkan namun
tidak boleh melebihi hukuman yang terberat sekali ditambah sepertiganya namun
pada pada putusan pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 271/Pid.B/2020/PN
Jkt.Pst. majelis hakim memutus sangat ringan dibawah tuntutan jaksa dimana
penulis rasa tidak memberikan efek jera dan memenuhi rasa keadilan dimana
kesan yang selama ini ada dalam masyarakat bahwa seseorang yang melakukan
gabungan beberapa perbuatan pidana, ia akan mendapatkan hukuman yang
berlipat ganda sesuai dengan perbuatan yang dilakukannya. Plato beranggapan
bahwa hukum itu suatu keharusan dan penting bagi masyarakat. Sebagaimana
yang dituliskannya dalam “The Republik”, hukum adalah sistem peraturan-
peraturan yang teratur dan tersusun baik yang mengikat masyarakat. Pelaksanaan
keadilan dipercayakan kepada para pengatur pemerintahan yang pendidikan serta
kearifannya bersumber pada ilham merupakan jaminan untuk terciptanya
pemerintahan yang baik. Dan pada karyanya yang telah diperbaharui Plato mulai
mengusulkan “negara hukum” sebagai alternatif suatu sistem pemerintahan yang
lebih baik, dengan konsepnya mengenai negara keadilan yang dijalankan atas
dasar norma-norma tertulis atau undang-undang.Plato berpendapat bahwa
keadilan adalah diluar kemampuan manusia biasa.Sumber ketidakadilan adalah
adanya perubahan dalam masyarakat.Keadilan juga dipahami secara metafisis
keberadaannya sebagai kualitas atau fungsi makhluk super manusia, yang sifatnya
tidak dapat diamati oleh manusia. Konsekuensinya ialah, bahwa realisasi keadilan
digeser ke dunia lain, di luar pengalaman manusia. dan akal manusia yang
esensial bagi keadilan tunduk pada cara-cara Tuhan yang tidak dapat diubah atau
keputusan-keputusan Tuhan yang tidak dapat diduga.1
Menurut Aristoteles hukum harus ditaati demi keadilan, dan ini dibagi
menjadi hukum alam dan hukum positif. Hukum alam menurut Aristoteles
merupakan aturan semesta alam dan sekaligus aturan hidup bersama melalui
undang-undang. Pada Aristoteles hukum alam ditanggapi sebagai suatu hukum
yang berlaku selalu dan dimana-mana karena hubungannya dengan aturan alam.
Hukum positif adalah semua hukum yang ditentukan oleh penguasa negara.
Hukum itu harus selalu ditaati, sekalipun ada hukum yang tidak adil.2
4.1.1. Disposisi kasus pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 271/Pid.B/2020/PN
Jkt.Pst
Terdakwa Mohammad Haikal pada hari yang sudah tidak dapat dingat lagi
Antara bulan Agusus 2018 sampai dengan April 2019 atau setidak tidaknya pada
tahun 2018 sampai dengan tahun 2019, bertempat di MNC Bank Kantor Pusat di
Kebun Sirih Jakarta Pusat, melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya
sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut
(voorgezzete handeling), dengan sengaja dengan maksud untuk menguntungkan
diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan memakai nama palsu
atau martabat palsu, dengan tipu muslihat atau rangkaian kebohongan,
menggerakan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya atau
supaya memberi utang maupun menghapurkan piutang. yang dilakukan oleh
terdakwa dengan cara sebagai berikut:
Terhadap Saksi Eva Rahmi Salama Als Eva Binti Taten Syamsir:
Pada awalnya saksi Eva Rahmi Salama als Eva Binti Taten Syamsir kenal
dengan Terdakwa pada tanggal 19 Maret 2019 melalui media/tinder, lalu berlanjut
kepercakapan WhatsApp, dan pertemuan pertama kali pada tanggal 21 Maret 2019

1
Sampara, Said, dan Agis, Abdul, Buku Ajar Pengantar Ilmu Hukum, Bandung: Total Media, 2011.
hlm. 14
2
Sri Rahayu,Butir-Butir Pemikiran Dalam Hukum:Memperingati 70Tahun Prof. Dr. B.Arief
Sidharta, SH, Jakarta: Sinar Grafika, 2011, hlm. 15

46
di Pasar Festival tepatnya di Cave Lucky Cat, daerah Kuningan Jakarta Selatan,
dan sejak saat itu saksi Eva Rahmi Salama dan terdakwa intents saling
berkomunikasi dan bertemu hampir pada setiap hari, dan sepakat menjalani
hubungan teman dekat/pacarana, dari awal perkenalan/hubungan saksi Eva Rahmi
Salama dengan terdakwa, terdakwa pada saat itu ia menceritakan pengalaman
kerja sebagai Regional Manager di PT. HM. Sampoerna, di Pacific Place kawasan
SCBD Jakarta Selatan, dengan gaji per-bulan Rp 40.000.000.- (Empat puluh juta
rupiah, pada saat mereka merajut hubungan kasih/berpacaran terdakwa berjanji
akan memberikan sebagian penghasilannya sebesar Rp 20.000.000.- (Dua puluh
juta rupiah) /bulan, hal tersebut sebagai i’tikad baik dari terdakwa menuju
hubungan kejenjang yang lebih serius.
Pada pertemuan selanjutnya terdakwa bercerita pada saksi Eva Rahmi
Salama bahwa terdakwa sedang membutuhkan dana sekitar Rp 88.000.000.-
(Delapan puluh delapan juta rupiah untuk menutupi kerugian perusahaan tempat
terdakwa bekerja, karena pada saat dilakukan audit dikantornya ditemukan
masalah yaitu anak buahnya melakukan fraud (kecurangan), dimana hal tersebut
menjadi tanggung jawab terdakwa sebagai atasannya dan terdakwa akan diseret ke
penjara bersama dengan anak buahnya apabila ia tidak menutupi kerugian
perusahaan tersebut, dan batas pengembalian kerugian ke perusahaan tersebut
adalah setelah pemeriksaan audit itu selesai dilaksanakan. Setelah mendengar
cerita terdakwa tersebut saksi Eva Rahmi Salama yang pada saat itu sebagai
kekasih menjadi Iba dan tergerak untuk membantunya, namun belakangan
terdakwa meminta tambahan dana hingga Rp 120.000.000.- (Seratus dua puluh juta
rupiah), yang mana dana itu harus diserahkan/dipinjamkan secepatnya
Sebelum masalah audit diselesaikan pada tanggal 23 Maret 2019 terdakwa
kembali meminjam dana pada saksi Eva Rahmi Salama sebesar Rp 5.500.000,-
(lima juta lima ratus ribu rupiah), dengan alasan untuk membayar biaya less piano
anaknya yang bernama Keyla, yang harus dibayarkan pada hari itu juga,
sedangkan menurut alasannya terdakwa sedang tidak memiliki uang, karena
sedang memiliki masalah keuangan di perusahaannya sebagaimana telah
dijelaskan diatas, karena saksi Eva Rahmi Salama merasa iba dan prihatin atas
permasalahan yang sedang dihadapi oleh terdakwa, maka saksi Eva Rahmi

47
Salama tergerak untuk memberikan uang tersebut dengan cara ditransfer M-
Banking dari rekening 203010000009237 tabungan MNC atas nama Eva Rahmi
Salama ke rekening 705130451500 bank tujuan Bank CIMB Niaga atas nama
penerima Bagong Prigutomo, dengan No. Referensi Nasabah: 2711, sesuai dengan
bukti terlampir.Namun pada saat itu saksi Eva Rahmi Salama tidak merasa curiga
kenapa rekening penerima yang digunakan oleh terdakwa milik orang lain, karena
terdapat cukup alasan bahwa rekening pribadi milik terdakwa sedang di bekukan
oleh pihak kantor hingga masalahnya selesaei, selanjutnya untuk membantu
memberikan dana pinjaman sehubungan dengan permasalahan audit keuangan
dikantor terdakwa, maka pada tanggal 25 Maret 2019, saksi Eva Rahmi Salama
mencairkan depositonya di MNC Bank Kantor Pusat Kebon Sirih Jakarta Pusat,
sebesar Rp 150.000.000.- (seartus lima puluh juta rupiah yang secara langsung
ditransfer ke rekening payroll MNC Bank, dengan Norek. 203010000009237 atas
nama: Eva Rahmi Salama, selanjutnya saksi Eva Rahmi Salama pada hari dan
tempat yang sama mencairkan dana / tarik tunai Rp 120.000.000.- seratus dua
puluh juta rupiah, untuk diserahkan sebagai pinjaman ke terdakwa pada hari yang
sama di lobby gedung MNC Financial Center Kebon Sirih Jakarta Pusat, dan
penyerahan uang itu dilakukan pada pagi hari sekitar Jam 10.00 WIB dengan
disaksikan oleh seorang laki laki yang tidak saksi Eva Rahmi Salama kenal tetapi
mengaku sebagai supir (kantor) terdakwa, namun penyerahan uang tersebut tidak
dibuatkan tanda terima/kwitansi.
Setelah terdakwa menerima uang Rp 120.000.000.- Seratus dua puluh juta
rupiah, lalu terdakwa berjanji akan segera mengembalikannya dalam jangka
waktu 3 (tiga) hari kemudian, dengan cara di transfer langsung dari kantor yang
bersangkutan. Namun setelah 3 Tiga) hari berselang ternyata terdakwa dengan
sengaja tidak mengembalikan uang pinjaman Rp 120.000.000.- Seratus dua puluh
juta rupiah, dengan alasan karena ada masalah audit belum kelar, dan selalu
berkelit ketika saksi Eva Rahmi Salama tagih . dan akhirnya terdakwa meminta
waktu pengembalian hingga 2 (dua) minggu kemudian. Namun setelah lewat batas
waktunya yang terdakwa janjikan yaitu 2 (dua) Minggu terdakwa juga tidak
mampu merealisasikan janjinya untuk mengembalikan uang, dengan alasan yang
tidak jelas. Selanjutnya terdakwa menceritakan kepada saksi Eva Rahmi Salama

48
bahwa terdakwa memiliki investasi di valbury (perusahaan investasi di Indonesia)
senilai: $500.000, lalu terdakwa lagi lagi mengiming-imingi akan mencairkan
investasi tersebut dan memberikan setengah dari nilai investasi kepada saksi Eva
Rahmi Salama, namun untuk mencairkan investasi tersebut saksi Eva Rahmi
Salama diminta untuk membantu memberikan dana pinalty sebesar Rp
10.000.000.- (Sepuluh juta rupiah. Oleh karena bujuk rayu dari terdakwa tersebut,
maka saksi Eva Rahmi Salama menjadi percaya dan tergerak untuk memberikan
uang yang diminta terdakwa pada tanggal 27 Maret 2019 sekira Jam 14.23.09 WIB
dengan cara transfer M-Banking dari rekening rekening 203010000009237
tabungan MNC atas nama Eva Rahmi Salama ke rekening 90013209589 bank
tujuan Bank BTPN atas nama penerima Tri Joko Soesanto, sesuai denga bukti
terlampir.
Selain itu ada juga dana dalam bentuk Kartu Kredit, yang sengaja dipinjam
terdakwa untuk keperluan pribadinya, atau keperluan bersama saat jalan bareng,
total belanja yang saksi Eva Rahmi Salama bayarkan sebanyak Rp 15.000.000,-
lima belas juta rupiah yang semuanya akan diganti setelah permasalaha audit yang
ada dikantornya selesai, dapat saya uraikan jenis transaksi/pengeluaran uang yang
dipakai oleh sdr. Mohammad Haikal, sesuai dengan hasil audit internal yang saya
lakukan berdasarkan bukti-bukti yang saya miliki,
Adapun yang menjadi pertimbangan, sehingga saksi Eva Rahmi Salama
tergerak untuk menyerahkan, memberikan, atau membelanjakan uang miliknya
kepada terdakwa, karena terdakwa berjanji akan segera mengembalikan semua
biaya pengeluaran uang tersebut diatas setelah permasalahan audit dikantornya
selesai, dan alasan lainnya akan menerima separuh dari nilai investasi di valbury,
dan menjanjikan hubungan serius/menikah dengan memberikan uang
penghasilannya secara Cuma-Cuma sebesar Rp 20.000.000.- /bulan. Selain dari itu
terdakwa juga berjanji akan segera menikahi saksi Eva Rahmi Salama, dengan
mengurus/membooking tempat resepsi pernikahan di Hotel Rafles Kuningan,
dengan telah membayar uang muka/DP Rp 150.000.000.- untuk resepsi tanggal 27
April 2019, dan setelah di cek by phone ke Bagian marketing Hotel Rafles, alamat
Ciputra World Jl. Prof DR. Satrio No.Kav. 3-5 Kuningan Setia Abudi Jakarta

49
Selatan, ternyata tidak ada bookingan resepsi atas nama sdr. Mohammad Haikal
Terdakwa, maupun Eva Rahmi Salama.
Karena tidak ada kejelasan dari terdakwa maka pada tanggal 9 April 2019
terdakwa membuat Pernyataan ke-2 yaitu: dibuat dan ditandatangi di Jakarta,
tertanggal 9 April 2019 oleh Mohammad Haikal (tanda tangan diatas materai
tempel Rp 6000), turut serta disaksikan oleh Markus Jaka Togatorop (advokat),
yang menyatakan bahwa saya (Mohammad Haikal) telah menggunakan uang Eva
Rahmi Salama sebesar Rp 155.000.000,- dan pada tanggal 1 April 2019 telah
mengembalikan uang senilai Rp 5.000.000,- Dan kekurangannya Rp 150.000.000,-
akan dikembalikan paling lambat pada tanggal 5 Mei 2019 dengan cara
pengembalian uang 2X dua kali) pembayaran namun pada kenyataannya juga
tidak dikembalikan bahkan terdakwa selalu menghindar/kabur dan sulit untuk
dihubungi.
Akibat perbuatan terdakwa tersebut saksi Eva Rahmi Salama mengalami
kerugian sebesar Rp 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah).
Terhadap: Ayu binti Ahmad Budi Harjono yaitu:
Selain terhadap saksi Eva Rahmi Salama, terdakwa juga melakukan
perbuatan yang sama terhadap saksi Ayu binti Ahmad Budi Harjono, Yaitu:
Ayu kenal dengan terdakwa, di sebuah Aplikasi online bernama tinder di
bulan Februari 2019, selanjutnya intens berkomunikasi/lewat chating dan bertukar
nomor handphone, dan pertemuan yang pertama kali di lobby/parkir Hotel Kartika
Chandra, Jakarta Selatan, hingga akhirnya saksi Ayu dan terdakwa merajut
hubungan kasih (berpacaran), dengan menunjukkan i’tikad baik untuk menuju ke
jenjang yang lebih serius, dengan meyakinkan keluarga saksi Ayu, dengan cara
bertamu atau berkunjung kerumah orang tua (angkat) saksi Ayu, di Perumahan
Banjar Wijaya Blok A.30/11-12 Rt. 005/010 Kel. Poris Plawad Indah Kec.
Cipondoh Kota Tangerang. terdakwa mengaku seorang single father dan memiliki
seorang anak perempuan berumur 6 (Enam) tahun bernama Kayla dan tinggal di
rumah sendiri dengan anak, suster dan sopirnya di daerah Tebet Jakarta selatan.
Hal ini sengaja disampaikan olehnya supaya saksi Ayu merasa simpatik dan mau
menjalin hubungan (pacaran dengannya), meskipun saya mengetahui statusnya
bukan perjaka (duda). Dan pada kenyataannya terdakwa pernah menunjukkan,

50
memampang, atau mempertontonkan foto Kayla di akun instagramnya, namun
terdakwa tidak dapat menunjukkan atau mempertemukan secara langsung kepada
saksi Ayu. Hal ini juga diperkuat oleh pengakuan ibu kandungnya yang kerap
dipanggil Magdalena als Lena yang juga menerangkan jikalau terdakwa benar
berstatus duda, namun tidak memiliki anak perempuan melainkan laki-laki.
Bahwa sesuai informasi yang saksi Ayu dapat dari mantan-mantan pacarnya (yang
juga menjadi korbannya) ternyata terkuak fakta bahwa Kayla sejatinya bukanlah
anak kandung terdakwa.
Selama berpacaran terdakwa mengaku bekerja di sebuah perusahaan rokok
besar bernama PT. H.M Sampoerna, TBK, yang berkantor di Jl. Jenderal
Sudirman Kav 52-53 Pasific Place FI 16-20 Kel. Senayan Kec. Kebayoran Baru
Jakarta Selatan. sebagai Regional Manager, dengan gaji per- bulan Rp 38.000.000.-
(Tiga puluh delapan juta rupiah), di tambah budget intertaint Rp 50.000.000.-
/bulan, dan bonus marketing Rp 50.000.000.- (tidak setiap bulan), diperjalanan
hubungan saksi Ayu dengan terdakwa, terdakwa menceitakan bahwa ia sedang
ada kasus audit perusahaan yang mengharuskan terdakwa mengganti sementara
atas fraud (Kecurangan) yang dilakukan oleh anak buahnya, yang nantinya akan
ada penggantian dari yang bersangkutan anak buahnya namun karena itu tanggung
jawab Regional Manager maka kerugiannya harus segera diganti yang jumlahnya
Rp 75.000.000,- (Tujuh puluh lima juta rupiah) . Dan terdakwa pada saat itu
memohon pada saksi Ayu agar diberi Pinjaman uang yang akan diganti segera
setelah rekening nya sudah tidak bermasalah sebesar Rp 20.000.000,- (Dua puluh
juta rupiah) secara cash. Pertimbangan saksi AYU membantu meminjamkan saat
itu adalah karena yang bersangkutan menjelaskan bahwa jika ini tidak segera
ditangani maka akan berakibat buruk terhadap pekerjaannya sementara yang
bersangkutan memiliki tanggungan anak sehingga saksi Ayu merasa simpati
apalagi terdakwa adalah kekasihnya. Selain itu terdakwa juga meyakinkan saksi
Ayu dengan mengatakan bahwa terdakwa memiliki warisan dari ayahnya
(Ayahnya meninggal dunia 2 (dua) hari sebelum pertemuan saksi Ayu dengan
terdakwa yang akan di transfer ke rekening saksi Ayu senilai Rp 2.000.000.000,-
(Dua miliar rupiah).

51
Adapun beberapa transfer dari rekening BRI milik saksi Ayu senilai Rp
1.000.000,- (Satu juta rupiah) dan dari peminjaman BCA an Nia Novitasari senilai
Rp 3.000.000,- (Tiga juta rupiah) untuk keperluan pembukaan rekening BCA
prioritas baru karena BCA prioritas lama milik terdakwa bermasalah. Dan
pentransferan yang dilakukan yaitu melalui Rek CIMB milik saksi Ayu yang pada
saat itu kartunya dipegang oleh terdakwa, dan saat ini kartunya sudah terdakwa
kembalikan dalam kondisi nol saldo. Oleh karena terdakwa pernah menjanjikan,
bahwa semua pengeluaran dari saksi Ayu baik melalui Kartu kredit, debit maupun
cash akan terdakwa ganti maka saksi Ayu meminta penggantian atas pengeluaran-
pengeluaran yang memang harus dibayar, namun pada saatnya tiba waktunya
untuk pembayaran billing-billing kartu kredit terdakwa tidak kunjung memberikan
atau mentransfer uang-uang yang seharusnya dan telah dijanjikan dengan alasan
rekening milik terdakwa saat itu di freeze (dibekukan) oleh pihak OJK karena
masih dalam proses audit perusahaan. Untuk pembekuan rekening terdakwa
sendiri saat itu pun cukup lama sehingga melewati tanggal jatuh tempo billing
kartu kredit milik saksi Ayu. selanjutnya menurut keterangan terdakwa bahwa
pengacaranya yaitu Sdr. Jaka Togatorop sudah mengirim somasi untuk OJK agar
rekening milik terdakwa yang telah dibekukan tersebut bisa segera di open freeze,
namun ketika saksi Ayu follow up langsung ke Sdr. Jaka Togatorop pun tidak ada
jawaban yang pasti kapan rekening milik terdakwa akan di open freeze. Sampai
akhirnya karena saksi Ayu terus meminta agar terdakwa segera membayar
minimal tagihan kartu kredit yang sudah melewati tanggal jatuh tempo, maka
terdakwa mentransfer uang melalui rekening saksi Ayu senilai Rp 2.500.000,-
(Dua juta lima ratus ribu rupiah) dan Rp 25.000.000,- (Dua puluh lima juta rupiah)
sehingga total Rp. 27.500.000.- Dua puluh tujuh juta lima ratus ribu rupiah namun
jumlah tersebut tidak menutup semua tagihan kartu kredit yang ada.
Karena terlalu banyak kartu kredit milik saksi Ayu yang digunakan oleh
terdakwa sehingga billing ataupun telp dari pihak kartu kredit terus datang
kerumah yang pada akhirnya keluarga saksi Ayu pun mengetahui penggunaan
kartu kredit oleh terdakwa Dan. Pihak keluarga menutup sementara semua biaya
kartu kredit yang keluar yang bagaimanapun harus segera terdakwa ganti / bayar
beserta dengan uang cash dan debit yang telah digunakan oleh terdakwa.

52
Dengan pertimbangan pemakaian uang yang cukup banyak terdakwa dan
dilihat dari usaha pengembalian oleh terdakwa yang tidak bisa dipastikan, maka
saksi Ayu memutuskan untuk membuat sebuah kesepakatan dengan terdakwa .
Dan hal Ini adalah penawaran itikad baik saksi Ayu terhadap terdakwa, walaupun
pada akhirnya saksi Ayu tahu bahwa banyak kebohongan yang dilakukan oleh
terdakwa terhadap saksi Ayu. Kesepakatan yang di buat mencakup mengenai
pengembalian pemakaian uang oleh terdakwa dan sanksi bila tidak ada
pengembalian uang sampai dengan batas waktu yang di tentukan. Kesepakan
terlampir dibuat dalam bukti secara tertulis yang ditanda tangani diatas materai
6000 oleh terdakwa diperkuat oleh saksi saudari Febri Fajar Basuki, serta pembuat
kesepakatan saksi Ayu dan Mohammad Haikal terdakwa). Adapun rincian
penggunaan uang yang harus segera dikembalikan oleh terdakwa yaitu:
Adapun Jenis transaksi/pengeluaran uang tersebut, sesuai dengan hasil audit
internal yang saksi.
Adapun yang menjadi pertimbangan saksi AYU sehingga tergerak untuk
menyerahkan, memberikan, atau membelanjakan uang milik saksi AYU kepada
terdakwa karena saksi AYU berjanji akan mengembalikan semua biaya
pengeluaran uang tersebut diatas, bahkan akan memberikan penggantian lebih
dengan cara memberikan uang secara Cuma- Cuma sebesar Rp 50 juta/per bulan
yang berasal/bersumber dari entertain terdakwa tempat ia bekerja, ataupun dari
sumber gaji terdakwa, yang dapat di reimburse/diganti oleh pihak perusahaan,
dengan syarat melampirkan bukti/struck pembelanjaan berbentuk gesekan debit
ataupun kredit. Terdakwa selalu berjanji akan mengganti semua uang milik saksi
Ayu total kurang lebih Rp 99 juta, yang mana sebagian, atau seluruhnya telah
digunakan untuk kepentingan pribadinya terdakwa, maupun kepentingan bersama
selama masa pacaran. Hal ini juga tertuang dalam Surat Pernyataan Perincian
Penggunaan Uang yang dibuat oleh terdakwa, yang dibuat di Jakarta (tepatnya di
Hotel Manhatan Tebet Kuningan Jakarta Selatan), pada Hari Rabu, tertanggal 03
April 2019, yang mana masing- masing dibuat dan disetujui oleh terdakwa
sebagaimana terlampir, dengan batas waktu pengembalian hingga tanggal 17 April
2019, ternyata juga tidak dapat direalisasikan olehnya.

53
Ayu mengetahui dan menyadari telah ditipu oleh terdakwa, pada tanggal
21 Maret 2019 sekira jam 10.00 WIB (posisi saksi Ayu saat itu sedang berada
bersama terdakwa disebuah kafe di daerah Jakarta), bahwa saksi Ayu mendapat
whatsApp dari seorang wanita tak dikenal, yang mengaku bernama Gebby, dan ia
juga mengaku sebagai mantan pacarnya terdakwa Dari hasil percakapan Antara
saksi Ayu dengan sdri. Gebby (via telepon/whatsApp) ternyata terkuak fakta
bahwa terdakwa adalah seorang penipu dengan modus yang hampir serupa seperti
apa yang saksi Ayu alami, yang telah dijadikannya sebagai mata pencaharian atau
kebiasaan. Oleh karena terbukti ia adalah seorang player (sering gonta ganti
pacar), dengan bermodal fisik dan penampilan menarik, selanjutnya menjual
simpatik untuk menarik perhatian lawan jenis (khususnya wanita single yang
berkelas, punya penghasilan lebih), dengan modus menggunakan/meminjam uang
untuk keperluan pribadi, maupun bersama (saat pacaran) dengan menjanjikan
hubungan serius (pernikahan), padahal uang itu seagian atau seluruhnya
digunakan untuk menutupi hutang-hutangnya terhadap pacar-pacarnya yang
terdahulu, atau digunakan sebagai gaya untuk mencari pacar baru, atau korban
baru. selain itu terungkap Fakta setelah saksi Sukapti Puji Rahayu als Ayu
meminta konfirmasi keperusahaan tersebut ternyata terdakwa tidak tercatat dan
tidak terdaftar sebagai pegawai, selain itu terkuak fakta ternyata terdakwa tidak
memiliki pekerjaan yang jelas.
Akibat perbuatan terdakwa tersebut saksi Ayu mengalami kerugian
sebesar: Rp. 100,068,981.- (seratus juta enam puluh delapan ribu sembilan ratus
delapan puluh satu rupiah).
Selain terhadap saksi Eva Rahmi Salama, dan Saksi Ayu binti Ahmad
Budi Harjono, terdakwa juga melakukan hal yang hampir sama terhadap saksi
Tyas Yaitu:
Terdahap saksi Tyas sebagai berikut:
Saksi Tyas kenal dengan terdakwa, sejak tahun 2018 (tanggal dan bulan
tidak ingat), melalui media/tinder, lalu berlanjut kepercakapan whatsApp pada
tanggal 28 Agustus 2018, bahwa hubungan saksi Tyas dengan sdr terdakwa, hanya
bertemu sekali, namun tidak ada hubungan khusus/pacaran.

54
Awal pertemuan saksi Tyas dengan terdakwa untuk pertama kali, dan
terakhir kali pada tanggal 23 September 2018 sekira Jam 18.00 WIB di Lotte
Shopping Avenue, Jl. Prof. DR. Satrio No.3-5 Rt. 018/004 Kel. Karet Kuningan
Kec. Setia Budi Kota Jakarta Selatan, yang mana pada pertemuan itu intinya kami
saling memperkenalkan diri, dan dari awal perkenalan itu terdakwa, sangat
memperlihatkan sosok pria yang baik, dengan bermodal fisik dan penampilan
menarik, selanjutnya menjual simpatik untuk menarik perhatian lawan jenis
(khususnya wanita single yang sudah mapan, dan punya penghasilan lebih).
Namun hal tersebut dijadikannya sebagai modus, atau faktor kebiasaan untuk
menipu para korban, khususnya para wanita (baru dikenal), dengan modus
meminjam uang keperluan pribadinya, seperti: beli parfum, atau pada saat jalan
bareng, seperti: makan-makan, dan uang cash sebagai pinjaman yang akan diganti
segera oleh terdakwa, dengan cara menunggu talangan dana dari mamanya yang
akan segera ditransfer ke rekening pribadi saksi Tyas . Namun oleh karena pada
waktu itu sudah malam sekira Jam 23.00 WIB dan Mall akan tutup, maka
terdakwa menyarankan saksi Tyas supaya menunggu sambil check-in hotel,
sekalian menunggu sopirnya terdakwa menjemput dan menunggu kiriman dana
dari mamanya.
Ternyata setelah saksi Tyas chek-in di Pop Hotel-Tebet, Jalan Prof. DR.
Soepomo, SH No. 29 Tebet Barat Jakarta Selatan, sekira Jam 23.27 WIB, terdakwa
kabur meninggalkan saksi Tyas dengan alasan mau merokok diluar kamar atau ke
toilet yang berada dibawah. Dan supaya tidak menimbulkan kecurigaan, maka
terdakwa meninggalkan jam tangannya di kamar Hotel. Bahwa saksi Tyas sadar
telah dibohongi terdakwa, karena sesaat sebelum terdakwa meninggalkan saksi
Tyas di Hotel, terdakwa meminta/meminjam uang cash Rp 1.000.000,-(Satu juta
rupiah) dengan alasan untuk bayar sopir, dan oleh karena saksi Tyas tidak
memiliki uang cash, lalu terdakwa meminta kepada saksi Tyas untuk gesek/tarik
tunai di ATM deket Hotel, dan pada saat terdakwa mengantar saksi Tyas ke ATM,
ternyata terdakwa membawa bingkisan yang berisi belanjaan parfum senilai Rp
2.500.000.- dua juta lima ratus ribu rupiah yang dititipkan di receptionist di lobby
bawah. Setelah saksi Tyas memberi uang cash Rp 1.000.000.- Satu juta rupiah
ternyata uang tersebut oleh terdakwa dimasukkan ke dalam bingkisan yang berisi

55
parfum, yang rencananya akan diserahkan ke sopirnya. Lalu sekira Jam 02.00 WIB
saksi Tyas turun ke bawah/loby untuk mencari keberadaan terdakwa dengan
menanyakan ke petugas receptionis ternyata terkuak fakta bahwa terdakwa dengan
membawa bingkisan yang berisi parfum seharga Rp 2,5 juta, berikut uang tunai
Rp 1 juta, dan setelah saksi Tyas menanyakan ke petugas scurity ternyata
terdakwa pergi meninggalkan hotel jalan kaki kearah luar (tidak ada jemputan
sopir).
Pada tanggal 25 September 2018, terdakwa menghubungi saksiTyas
mengatakan akan datang kerumah saksi Tyas sebagaimana tersebut diatas di
daerah Citra Garden dengan maksud akan mengembalikan semua uang yang
dipinjam dari saksi Tyas, asalkan saksi Tyas bersedia mentransfer uang sejumlah
Rp 1.000.000.- (satu juta rupiah), lalu timbul difikiran saksi Tyas bahwa jika tidak
memberinya, ada kekhawatiran terdakwa tidak akan datang menemui saksi Tyas
untuk memberikan/mengembalikan uang yang dipakai oleh terdakwa, sehingga
saksi Tyas memberinya uang/ mentransfer, justru setelah itu terdakwa tidak
datang kerumah saksi Tyas, melainkan hanya kebohongan semata. Hal ini juga
membuktikan adanya unsur/niat tidak baik yang dilakukan terdakwa dengan cara
meminta atau meminjam uang.
Pada tanggal 21 Oktober 2018, didampingi oleh kawan saksi Tyas yang
bernama: Henock Abraham Katuuk als Eno, mendapatkan alamat rumah terdakwa
melalui googling No.Handpone: 0817220915, lalu munculan iklan penjualan rumah,
dengan alamat Jalan Bambu Ori I, No. 32-A, RT 002/ RW 011, Kel. Pondok
Bambu Kec. Duren Sawit Kota Jakarta Timur, dan setelah menelusuri alamat
rumah tersebut bahwa saksi Tyas bertemu dengan sdr. Bagong Prigutomo sopir
terdakwa, sdri. Magdalena Imran Kadir (mamanya terdakwa, sdr. Dimas Aji
(adiknya), dan setelah saksi Tyas bertemu dengan orang-orag tersebut, saksi Tyas
tidak dipersilahkan masuk hanya berdiri di carport (tempat parkir mobil), dan
tidak dipertemukan pula dengan terdakwa, kemudian dari inti pembicaraan saksi
Tyas dengan sdri. Magdalena Imran Kadir (mamanya) dan sdr. Dimas Aji
(adiknya), mereka tidak ikut campur dengan masalah yang terjadi atas ulah /
perbuatan terdakwa . Padahal jumlah kerugian yang saksi Tyas alami, akibat
perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa, total sekira Rp 5.020.250,- (lima juta dua

56
puluh ribu dua ratus lima puluh rupiah). Dengan uraikan jenis transaksi/
pengeluaran uang yang dipakai oleh terdakwa sebagai berikut:
Akibat perbuatan terdakwa tersebut saksi Tyas mengalami kerugian
sebesar: Rp. 2.520.250,- Dua juta lima ratus dua puluh ribu dua ratus lima puluh
rupiah).
Selain terhadap saksi Eva Rahmi Salama, dan Saksi Ayu binti Ahmad
Budi Harjono, saksi Tyas terdakwa juga melakukan hal yang sama terhadap saksi
Kiky
Terhadap saksi Kiky:
Saksi Kiky, kenal dengan terdakwa pada awal Maret 2019 melalui
media/tinder, lalu berlanjut kepercakapan whatsApp (bertukar nomor handphone),
dan pertemuan pertama kali pada tanggal 18 Maret 2019 di Central Park Grogol
Jakarta Barat, dan sejak saat itu kami intents saling berkomunikasi dan bertemu
hanya sebanyak 2 kali, dan sepakat menjalani hubungan teman dekat belum
pacaran), pertemuan pertama kali saksi Kiky dengan terdakwa pada saat itu hanya
berbincang santai dan makan-makan. Sambil bercerita tentang pengalaman
bekerja di PT. HM. Sampoerna, namun tidak secara detail, terdakwa menceritak
bahwa ia seorang single perent yang memiliki seorang anak perempuan (umur dan
nama lengkap tidak tahu), dan terdakwa meyakinkan saksi Kiky untuk membawa
hubungan serius/kejenjang yang lebih serius, Selanjutnya pada keesokan harinya
yaitu tanggal 19 Maret 2019 tiba-tiba terdakwa meminjam uang pada saksi Kiky
sebesar Rp 5.000.000,- (lima juta lima ratus ribu rupiah), untuk membayar lest
anaknya, tanpa rasa curiga maka saksi Kiky tergerak untuk meminjami uang
dengan maksud untuk membantu, sebesar Rp 1.500.000,- Satu juta lima ratus ribu
rupiah sesuai dengan kemampuan saksi Kiky, karena pada saat itu saksi Kiky juga
ada keperluan lain yang harus dipenuhi) dan uang sebesar Rp. 1.500.000.- tersebut
sesuai dengan permintaannya terdakwa ditransfer via M-Banking rekening
1390005080886 tabungan Mandiri atas nama Risky Amelia Sany ke rekening
90013209589 bank tujuan Bank BTPN atas nama penerima Tri Joko Soesanto, Dan
pada saat itu saksi Kiky tidak merasa curiga karena rekening penerima yang
digunaka oleh terdakwa rekening dan nama orang lain dan alasannya meminjam
rekening orang lain/supirnya karena rekening pribadi milik terdakwa terblokir

57
karena kartu ATMnya hilang, dan pada saat itu terdakwa berjanji akan segera
mengembalikan sebesar Rp 3.000.000.- Tiga juta rupiah setelah rekeningnya tidak
di blokir. pertemuan terakhir antara saksi Kiky dengan terdakwa pada tanggal 20
Maret 2019, saat itu terdakwa mengajak saksi Kiky ke tempat hiburan karaoke di
daerah Glodok Jakarta Barat dalam rangka menghadiri undangan ulang tahun
temannya, dan sejak saat itu kami tidak pernah ketemu lagi, karena kesibukan
saksi Kiky bekerja sebagai pramugari.
Akibat perbuatan terdakwa adalah sebesar Rp 1.500.000,- (satu juta lima
ratus ribu rupiah)
Selanjunya terhadap Saksi Geby Firdha Novita, terdakwa juga melakukan
perbuatan yang hampir sama yaitu:
Geby Firdha Novita, kenal dengan terdakwa, sejak bulan September 2018
melalui media/tinder, lalu berlanjut kepercakapan whatsApp (bertukar nomor
handphone), dan pertemuan pertama kali tanggal tidak ingat di sebuah cafe yang
berada di Lotte Shooping Anenue, daerah Karet, Kuningan, Jakarta Selatan, dan
sejak saat itu Saksi Geby Firdha Novita dan terdakwa intents saling
berkomunikasi dan bertemu seminggu sekali, oleh karena kami saling tertarik,
maka selanjutnya kami sepakat menjalani hubungan berpacaran.dan pada saat
bertemu terdakwa menceritakan latar belakang kehidupannya bahwa terdakwa
adalah seorang duda (cerai mati, katanya istri terdakwa mengidap penyakit kanker
otak), dan memiliki seorang anak perempuan berumur sekira 6 th (SD kelas 2)
bernama Kayle, dan tinggal sendiri dengan anak, suster di daerah Tebet Jakarta
Selatan. Namun Saksi Geby Firdha Novita, sama sekali tidak pernah
dipertemukan dengan anaknya yang bernama Kayle, dan hanya tunjukkan lewat
foto/video yang dikirimkan ke Saksi Geby Firdha Novita, via whatsApp. Selain
itu terdakwa juga menceritakan pengalaman kerja sebagai Regional Sales
Manager di PT. HM. Sampoerna, di Pacific Place kawasan SCBD Jakarta Selatan,
menurut pengakuannya kesehariannya terdakwa sering berada di kantor cabang
daerah Sunter Jakarta Utara, dengan gaji per-bulan Rp 40.000.000.- empat puluh
juta rupiah, dan memiliki fasilitas kartu kredit perbulan Rp 15.000.000,- Lima
belas juta rupiah). Dan atas dasar tersebut, terdakwa menyatakan pada Saksi Geby
Firdha Novita berniat akan membawa hubungan kami ke jenjang yang lebih serius.

58
Selanjutnya pada tanggal 30 September 2018 Saksi Geby Firdha Novita
jalan bareng dengan terdakwa dalam rangka makan-makan di Lotte Shooping
Anenue, daerah Karet, Kuningan, Jakarta Selatan dan saat sedang makan tiba-tiba
terdakwa dengan beralasan dompetnya hilang, meminjam kartu kredit milik Saksi
Geby Firdha Novita untuk membeli parfum merek “HARMES” seharga Rp 2,8
juta, alasannya parfum itu akan diberikan kepada seorang guru anaknya, sebagai
hadiah kenaikan kelas anaknya. Dan sebagai gantinya terdakwa menjanjikan akan
memberikan fasilitas kartu kredit kantor dengan bugjet Rp 15 juta perbulan, lalu
atas ucapan dan janji janji terdakwa tersebut maka Saksi Geby Firdha Novita
menjadi percaya dan tergerak untuk memberikan pinjaman uang (kartu kredit)
untuk membeli parfum tersebut.
Pada tanggal 02 Oktober 2018 Saksi Geby Firdha Novita bersama dengan
terdakwa datang ke Rumah Sakit Sari Asih Ciledug dalam rangka menjenguk
lahiran ponakannya (anak dari kakaknya yang bernama Reza Pahlevi), setelah itu
kami singgah di rumah makan Sushi Tai daerah Mall Bintaro Exchange daerah
Bintaro Tangerang Selatan, lalu Saksi Geby Firdha Novita diminta untuk
membayar biaya makan sebesar Rp 355.933,- Tiga ratus lima puluh lima ribu
sembilan ratus tiga puluh tiga rupiah dengan cara debit kartu kredit Bank HSBC
atas nama Geby Firda Novita, dengan Nomor Kartu: 4096750145816986, yang
mana sesuai janjinya terdakwa akan segera diganti setelah Kartu Kreditnya
cair/dapat digunakan. Selanjutnya pada tanggal 5 Oktober 2018, Saksi Geby
Firdha Novita bersama dengan keluarga liburan ke Korea Selatan, lalu terdakwa
pesan minta dibelikan sejumlah barang sebagai oleh oleh dari Negeri Gingseng,
yang janjinya akan diganti setibanya Saksi Geby Firdha Novita di Indonesia,
dengan cara yang sama seperti hanya kejadian-kejadian diatas, akan diganti
dengan kartu kredit miliknya/bersumber dari kantornya, namun hingga saat ini
belum kunjung diberikan karena ada alasan kartu kredit sedang diurus oleh bagian
kantor, dan belum dapat dicairkan/digunakan dengan alasan-alasan yang tidak
jelas. Adapun barang- barang belanjaan titipan terdakwa yang Saksi Geby Firdha
Novita, beli untuk terdakwa adalah: 1 buah parfum seharga Rp 3.795.483,- dan 1
buah parfum seharga Rp 612.551,-, serta 1 buah skin care alat kosmetik pria
dengan merek suwalshoo seharga Rp 5.500.000.-, yang mana semua barang

59
dibayar via kartu kredit Bank HSBC atas nama Geby Firda Novita, dengan Nomor
Kartu: 4096750145816986.. selanjunta pada tanggal 10 Oktober 2018, Saksi Geby
Firdha Novita, bertemu dengan terdakwa dalam rangka untuk memberikan oleh-
oleh / titipan dari Korea, sekaligus makan-makan dan lagi lagi terdakwa meminta
kepada Saksi Geby Firdha Novita untuk membayar biaya makan- makan di
Double U steak Greend Galaxy City Bekasi, seharga Rp 485.000.- dan beli es krim
di Baskin Robins (es cream), seharga Rp 350.000.-, yang berada di Mall Grend
Galaxy Park Bekasi, yang mana semua biaya makan- makan tersebut saya bayar
via kartu Bank HSBC atas nama Geby Firda Novita, dengan Nomor Kartu:
4096750145816986.
Selanjutnya pada tanggal 12 Oktober 2018 Saksi Geby Firdha Novita dan
terdakwa jalan bareng ke pusat perbelanjaan daerah Senayan City, Jakarta Pusat,
dan terdakwa dengan alasan yang sama yaitu akan dibayar setelah kartu kreditnya
bisa digunakan kembali meminjam uang pada Saksi Geby Firdha Novita untuk
membeli Iwatch (jam tangan) seharga Rp 6.500.000.-, yang kemudian oleh Saksi
Geby Firdha Novita, dibayar melalui kartu kredit maybank atas nama Geby Firda
Novita, dengan Nomor Kartu: 4260138363006011.
Selang 2 minggu kemudian masih di bulan Oktober 2018 melalui telpon
terdakwa meminjam uang sebesar Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah), dengan alasan
untuk membayar biaya ektra kulikuler anaknya yang bernama Keyla, yang harus
dibayarkan pada hari itu juga dan sopirnya sudah menunggu di sekolahannya
(seolah-olah sedang menunggu dana), sedangkan menurut alasannya terdakwa
sedang berada diluar/sedang nyetir dan tidak memiliki akses ATM, selain itu ia
juga tidak memiliki fasilitas M-Banking/I-Banking, karena Saksi Geby Firdha
Novita prihatin dengan keadaan yang dialami oleh terdakwa yang dirasa sangat
mendesak, maka Saksi Geby Firdha Novita, tergerak untuk memberikan uang
sebagai pinjaman yang dimintanya supaya ditransfer melalui I-Banking dari
rekening 1784003440 debit tabungan Maybank atas nama Geby Firda Novita ke
rekening 705130451500 bank tujuan Bank CIMB Niaga atas nama penerima
Bagong Prigutomo, Dan pada saat itu Saksi Geby Firdha Novita tidak merasa
curiga padahal rekening penerima yang digunaka oleh terdakwa menggunakan
nama orang lain, karena terdapat cukup alasan bahwa sopirnya yang bernama

60
Bagong Prigutomo, sedang menunggu di sekolahan SD Mahatma Ghandi, yang
beralamat di Jalan Pasar Baru Selatan No. 10 Kemayoran, Jakarta Pusat.
Pada tanggal 16 Oktober 2018 sekira Jam 18.00 Wib Saksi Geby Firdha
Novita dan terdakwa bertemu kembali dan jalan bareng ke pusat perbelanjaan
daerah Senayan City, Jakarta Pusat, selanjutnya Saksi Geby Firdha Novita oleh
terdakwa kembali diminta untuk membayar via kartu Bank HSBC atas nama Geby
Firda Novita, dengan Nomor Kartu: 4096750145816986 untuk membayar biaya
makan di Kitchen Net, seharga Rp 423.000.-, lagi-lagi terdaakwa mengatakan
bahwa semua biaya-biaya yang sudah Saksi Geby Firdha Novita keluarkan akan
segera diganti oleh terdakwa, setelah kartu kreditnya dapat dicarikan/digunakan
lagi . Lalu pada hari yang sama malam hari sekira Jam 21.00 WIB, Saksi Geby
Firdha Novita dan terdakwa nongkrong disebuah cafe bernama beergarden yang
terletak di SCBD Lot 8 Jalan Jenderal Sudirman Kav.52-53 Jakarta Selatan, sambil
menunggu kedatangan kakaknya yang katanya seorang artis yang dikenal di TV
bernama “Reza Pahlevi”, lagi-lagi saya diminta membayar biaya minum (bear)
yang total seharga Rp 714.000,- yang dibayar via kartu Bank HSBC atas nama
Geby Firda Novita, dengan Nomor Kartu: 4096750145816986.
Pada tanggal 23 Oktober 2018, Saksi Geby Firdha Novita oleh terdakwa
kembali diminta untuk membayar biaya tiket pesawat via Traveloka yang
ditujukan untuk ke-2 orang tuanya terdakwa, dan saksi membayar sebesar Rp
4.800.000.- yang dibayar via kartu kredit maybank atas nama Geby Firda Novita,
dengan Nomor Kartu: 4260138363006011 yang mana biaya pengeluaran tiket
tersebut juga dijanjikan oleh terdakwa akan segera dibaya, namun faktanya hingga
saat ini tidak kunjung diganti. selanjutnya pada tanggal 06 Desember 2018 (dini
hari), terdakwa meminjam kartu kredit milik Saksi Geby Firdha Novita yang
terdaftar di Bank HSBC atas nama Geby Firda Novita, dengan Nomor Kartu:
4096750145816986 untuk didaftarkan pada akun Tokopedia milik terdakwa, dengan
alamat email yang terdaftar benhaicalpahlevi@gmail.com ternyata didapatkan
fakta pada tanggal 06 Desember 2018 terdapat autodebit pada kartu kredit milik
Saksi Geby Firdha Novita sebesar Rp 122.815,- dan pada tanggal 07 Desember
2018 terdapat 2 transaksi via Tokopedia Jakarta ID sebesar Rp 848.876,- dan Rp
197.267,- namun sesuai dengan bukti billing statment terhadap kartu kredit tidak

61
terdapat keterangan mengenai jenis barang belanjaannya. Dapat saya uraikan jenis
transaksi/pengeluaran uang yang dipakai oleh sdr. Mohammad Haikal, sesuai
dengan hasil audit internal yang saya lakukan berdasarkan bukti-bukti yang saya
miliki.
Atas perbuatan terdakwa Saksi Geby Firdha Novita mengalami kerugian
sebesar Rp30.000.000,-(tiga puluh juta rupiah)
Terhadap saksi Oca:
Terhadap saksi Oca, terdakwa juga melakukan perbuatan yang hampir
sama yaitu:
Pada awalnya Saksi Oca mengenal terdakwa sejak tanggal 17 Januari 2019
dari Aplikasi Tinder, Saksi Oca dalam rangka mencari teman. awalnya Saksi Oca
mengenal terdakwa sebagai orang baik maka kemudian menjalin hubungan
dengan terdakwa. Selanjutnya Saksi Oca bertemu dengan terdakwa di Café Pisa
Menteng Jakarta Pusat bersama sdr Adri, Krisna, dan Panca. Saat pertemuan
tersebut Saksi Oca diajak terdakwa keluar Café, dan dimintai tolong terdakwa
untuk mengambil uang tunai dari ATM BCA milik Saksi Oca dan selain itu tanpa
sepengetahuan Saksi terdakwa juga telah mengambil Kartu ATM dan juga kartu
kredit (Citi Bank, Bank Mega, Bank BCA) milik Saksi Oca didalam tas milik
Saksi karena saat itu saksi sedang dalam kondisi tidak sehat. Lalu sekitar pukul
24.00 WIB Saksi diajak oleh terdakwa untuk berjalan-jalan, dan ternyata berhenti
di daerah Sabang untuk mengambil di ATM dari rekening milik Saksi, setelah itu
kembali berjalan dan berhenti di daerah Kebon Sirih dan ternyata terdakwa
menarik tunai dari kartu kredit Saksi Oca serta mengambil uang tunai dari kartu
ATM Saksi Oca.
Terdakwa mengambil Kartu ATM Bank BCA dari tas Saksi Oca karena
saksi menyuruhnya untuk mengambil uang tunai untuk membayar makanan dan
minuman dari pertemuan di Café Pisa Menteng Jakarta Pusat, tetapi ternyata
terdakwa juga mengambil Kartu Kredit Bank BCA, Kartu kredit CitiBank, Kartu
Kredit Bank Mega tanpa sepengetahuan Saksi Oca Untuk Kartu Kredit Bank BCA
sempat dibawa oleh terdakwa selama kurang lebih 2 (dua) hari, dan karena Saksi
Oca merasa kehilangan Kartu Kredit BCA maka Saksi Oca menelepon pihak
Bank BCA untuk memblokir kartu kredit Bank BCA, dan saya menerbitkan kartu

62
kredit yang baru dengan nomor 1688700305776926 saya belum mengetahui
digunakan atau tidak Kartu kredit tersebut. dan Saksi Oca tidak mengetahui
maksud dan tujuan terdakwa mengambil Kartu ATM Bank BCA dengan nomor
rekening 6250127543 atas nama Agustin Kurniawati KCP Intercon Megah dan
mengambil tunai, Kartu Kredit CitiBank dengan nomor 4541790062564277 atas
nama Agustin Kurniawati, Kartu kredit Bank Mega dengan nomor
5242610051257825 atas nama Pro Patrianto, Kartu Kredit Bank BCA atas nama Pro
Patrianto dari dalam tas saya. Saksi Oca hanya menyuruh terdakwa untuk
mengambil uang senilai Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah) untuk membayar tagihan
di Pisa Menteng Jakarta Pusat menggunakan kartu ATM Bank BCA, tetapi
ternyata terdakwa mengambil nya sebesar Rp. 8.000.000,- (delapan juta rupiah),
dan selain itu oleh terdakwa juga menggunakan Kartu Kredit dan juga mengambil
uang tunai dari kartu kredit milik Saksi Oca tersebut dan saya mengetahui dari
Notifikasi di HP Saksi Oca tentang penggunaan kartu kredit tersebut keesokan
harinya sekitar jam 14.00 WIB saat saya membuka messenger di HP.
Saksi Oca pernah meminta pertanggung jawaban secara langsung dan juga
secara tertulis/somasi pertama pada tanggal 30 Januari 2019 pada terdakwa atas
penggunakan kartu kredit yaitu:
Penggunaan kartu Kredit CitiBank:
a. Notifikasi dari CitiBank pengambilan tunai sebesar Rp. 2.000.000,-dua juta
rupiah) tanggal 26 Januari 2019 jam 00.01 WIB.
b. Notifikasi dari CitiBank pengambilan tunai sebesar Rp. 2.000.000,-dua juta
rupiah) tanggal 26 Januari 2019 jam 00.01 WIB.
1) Penggunaan kartu Kredit Bank Mega:
a. Notifikasi dari Bank Mega transaksi senilai Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah)
tanggal 26 Januari 2019 jam 00.02 WIB di KLN SABANG 3.
b. Notifikasi dari Bank Mega transaksi senilai Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah)
tanggal 26 Januari 2019 jam 00.03 WIB di KLN SABANG 3.
Atas perbuatan terdakwa, Saksi OCA mengalami kerugian sebesar Rp.
15.762.500,- (lima belas juta tujuh ratus enam puluh dua ribu lima ratus).
4.1.2. Penerapan Pasal 65 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dalam tindak
pidana penipuan dengan perbarengan yang didasari hubungan asmara

63
Menurut penulis dalam kasus penipuan dengan perbarengan yang didasari
hubungan asmara ini, para korban berhubungan dengan terdakwa dalam status
pacaran, di mana pada dasarnya hubungan berpacaran tidak menimbulkan akibat
hukum apa-apa. Pacaran bukan merupakan hubungan hukum seperti halnya suami
dengan istri. Oleh karena itu, tidak ada hak dan kewajiban yang timbul di antara
kedua orang yang berpacaran sehingga jika satu pihak dirugikan, maka ia tidak
bisa menuntut kewajiban pihak lainnya untuk menanggung ganti rugi. Walupun
terlihat hubungan hukum perdata namun dalam penyerahan barangnya terpenuhi
unsur-unsur tindak pidana pemipuan seperti:
Unsur obyektif, “membujuk/menggerakkan orang lain dengan alat
pembujuk/penggerak”:
1. Memakai nama palsu.
2. Memakai keadaan palsu.
3. Rangkaian kata-kata bohong.
4. Tipu muslihat.
5. Agar menyerahkan suatu barang.
6. Membuat hutang.
7. Menghapuskan piutang.
Unsur Subyektif, “dengan maksud”:
1. Menguntungkan diri sendiri atau orang lain.
2. Dengan melawan hukum.
Alat pembujuk/penggerak: Alat pembujuk/penggerak yang digunakan
dalam perbuatan membujuk atau menggerakan orang agar menyerahkan sesuatu
barang terdiri atas 4 (empat) jenis cara:
a. Nama Palsu
Penggunaan nama yang bukan nama sendiri, tetapi nama orang lain,
bahkan penggunaan nama yang tidak memiliki oleh siapapun juga termasuk dalam
penggunaan nama palsu, termasuk juga nama tambaham dengan syarat yang tidak
dikenal oleh orang lain.
b. Keadaan atau Sifat Palsu

64
Pemakaian keadaan atau sifat palsu adalah pernyataan dari seseorang,
bahwa ia ada dalam suatu keadaan tertentu, keadaan mana memberi hak-hak
kepada orang yang ada dalam keadaan itu.
c. Rangkaian Kata-kata Bohong
Disyaratkan, bahwa harus terdapat beberapa kata bohong yang diucapkan,
suatu kata bohong saja dianggap tidak cukup sebagai alat penggerak ataupun alat
bujuk. Rangkaian kata-kata bohong yang diucapkan secara tersusun, hingga
merupakan suatu cerita yang dapat diterima sebagai sesuatu yang logis dan benar.
Jadi kata-kata itu tersusun hingga kata yang satu membenarkan atau memperkuat
kata yang lain.

d. Tipu Muslihat
Tipu muslihat adalah perbuatan-perbuatan yang dilakukan yang dilakukan
sedemikian rupa, sehingga perbuatan-perbuatan itu menimbulkan kepercayaan
atau keyakinan atas kebenaran dari sesuatu kepada orang lain. Jadi tidak terdiri
atas ucapan, tetapi atas perbuatan itu tindakan. suatu perbuatan saja sudah
dianggap sebagai tipu muslihat. Menunjukkan surat-surat palsu, memperlihatkan
barang yang palsu adalah tipu muslihat. Keempat alat penggerak/pembujuk ini
dapat digunakan secara alternatif maupun secara komulatif.
e. Membujuk atau Menggerakan Orang Agar Menyerahkan Barang Sesuatu.
Sebenarnya lebih tepat digunakan istilah menggerakkan daripada istilah
membujuk, untuk melepaskan setiap hubungan dengan penyerahan (levering)
dalam pengertian hukum perdata. Dalam perbuatan menggerakan orang untuk
menyerahkan harus disyaratkan adanya hubungan kausal antara alat penggerak itu
dan menyerahkan barang dan sebagainya.
Penyerahan suatu barang yang telah terjadi sebagai akibat
penggunaan/pembujuk itu belum cukup terbukti tanpa menggunakan pengaruh-
pengaruh yang ditimbulkan karena dipergunakan alat-alat penggerak/pembujuk itu.
Alat-alat itu perama-tama harus menimbulkan dorongan di dalam jiwa seseorang
untuk menyerahkan sesuatu barang. Psyche dari korban karena penggunaan alat
penggerak/pembujuk tergerak sedemikian rupa, hingga orang itu melakukan

65
penyerahan barang itu. Tanpa penggunaan alat atau cara itu korban tidak akan
bergerak psyche-nya dan menyerahkan sesuatu tidak akan terjadi.
Penggunaan cara-cara atau alat-alat penggerak itu menciptakan suatu
situasi yang tepat untuk menyesatkan seseorang yang normal, hingga oaring itu
terpedaya karenanya. Jadi apabila orang yang dibujuk atau digerakan mengetahui
atau memahai, bahwa alat-alat penggerak/pembujuk itu tidak benar ata
bertentangan dengan kebenaran, maka psyche-ya tidak tergerak dan karenanya ia
tidak tersesat atau tidak terpedaya, hingga dengan demikian tidak terdapat
perbuatan menggerakan atau membujuk dengan alat-alat penggerak/pembujuk,
meskipun orang itu menyerahkan barangnya.
a) Maksud Untuk Menguntungkan Diri Sendiri atau Orang lain Dengan
maksud diartikan tujuan terdekat.
Bila pelaku masih membutuhkan tindakan lain untuk mencapai
keuntungan itu, maka unsur maksud belum dapat terpenuhi. Maksud itu
harus ditujukan kepada menguntungkan dengan melawan hukum,
hingga pelaku mengetahui, bahwa keuntungan yang menjadi tujuannya
itu harus bersifat melawan hukum.
b) Menguntungkan Diri Sendiri atau Orang lain dengan Jalan Melawan
Hukum
Syarat dari melawan hukum harus selalu dihubungkan dengan alat-alat
penggerak/pemmbujuk yang dipergunakan. Sebagaimana diketahui melawan
hukum berarti bertentangan dengan kepatutan yang berlaku didalam kehidupan
masyarakat.
Dalam hal perbuatan terdakwa dalam putusan Negeri Jakarta Pusat Nomor
271/Pid.B/2020/PN Jkt.Pst yang dilakukan berulang-kali termasuk dalam istilah
Perbarengan, tindak pidana atau biasa disebut dengan istilah concursus
merupakan salah satu cabang yang sangat penting dari ilmu pengetahuan hukum
pidana. Pada dasarnya yang dimaksud dengan perbarengan ialah terjadinya dua
atau lebih tindak pidana oleh satu orang atau beberapa orang dimana tindak
pidana yang dilakukan pertama kali belum dijatuhi pidana, atau antara tindak
pidana yang awal dengan tindak pidana berikutya belum dibatasi oleh suatu
putusan. Concursus memiliki 3 bentuk yakni perbarengan peraturan (concursus

66
idealis), perbarengan perbuatan (concursus realis) dan perbarengan perbuatan
berlanjut.3
Dengan demikian maka syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat
menyatakan adanya perbarengan adalah:
a. Ada dua/ lebih tindak pidana dilakukan
b. Bahwa dua/ lebih tindak pidana tersebut dilakukan oleh satu orang (atau
dua orang dalam hal penyertaan)
c. Bahwa dua/ lebih tindak pidana tersebut belum ada yang diadili
d. Bahwa dua/ lebih tindak pidana tersebut akan diadili sekaligus
Sehubungan dengan lebih dari satu tindak pidana yang dilakukan oleh satu
orang atau lebih, maka ada 3 kemungkinan yang terjadi yaitu:4
a) Terjadi perbarengan, apabila dalam waktu antara dilakukannya dua
tindak pidana tidaklah ditetapkan satu pidana karena tindak pidana yang
paling awal di antara kedua tindak pidana itu. Dalam hal ini, dua atau
lebih tindak pidana itu akan diberkas dan diperiksa dalam satu perkara
dan kepada si pembuat akan dijatuhkan satu pidana, dan oleh karenanya
praktis di sini tidak ada pemberatan pidana, yang terjadi justru
peringanan pidana, karena dari beberapa delik itu tidak dipidana
sendiri-sendiri dan menjadi suatu total yang besar, tetapi cukup dengan
satu pidana saja tanpa memperhitungkan pidana sepenuhnya sesuai
dengan yang diancamkan pada masing-masing tindak pidana. Misalnya
dua kali pembunuhan (Pasal 338 KUHP) tidaklah dipidana dengan dua
kali yang masing-masing dengan pidana penjara maksimum 15 tahun,
tetapi cukup dengan satu pidana penjara dengan maksimum 20 tahun
(15 tahun ditambah sepertiga, Pasal 56 KUHP).
b) Apabila tindak pidana yang lebih awal telah diputus dengan mempidana
pada si pembuat oleh hakim dengan putusan yang telah menjadi tetap,
maka disini terdapat pengulangan. Pada pemidanaan si pembuat karena

3
P.A.F Lumintang. Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti. 2011
Hlm. 671
4
Adami Chazawi. Pelajaran Hukum Pidana Bagian 2: Penafsiran Hukum Pidana Dasar
peniadaan pemberatan & peringanan kejahatan aduan, Perbarengan & Ajaran Kausalitas.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2002. Hlm. 46

67
delik yang kedua ini terjadi pengulangan, dan disini terdapat pemberian
pidana dengan sepertiganya.
c) Dalam hal tindak pidana yang dilakukan pertama kali telah dijatuhkan
pidana si pembuatnya, namun putusan itu belum mempunyai kekuatan
hukum pasti, maka disini tidak terjadi perbarengan maupun
pengulangan, melainkan tiap-tiap tindak pidana itu dijatuhkan tersendiri
sesuai dengan pidana maksimum yang diancamkan pada beberapa
tindak pidana tersebut.
Ada tiga bentuk concursus yang dikenal dalam ilmu hukum pidana, yang
biasa juga disebut dengan ajaran yaitu:
a) Concursus idealis: apabila seseorang melakukan satu perbuatan dan
ternyata satu perbuatan itu melanggar beberapa ketentuan hukum
pidana. Dalam KUHP disebut dengan perbarengan peraturan.
b) Concursus realis: apabila seseorang melakukan beberapa perbuatan
sekaligus.
c) Perbuatan berlanjut: apabila seseorang melakukan perbuatan yang sama
beberapa kali, dan di antara perbuatan-perbuatan itu terdapat hubungan
yang demikian erat sehingga rangkaian perbuatan itu harus dianggap
sebagai perbuatan lanjutan.
Dalam putusan Negeri Jakarta Pusat Nomor 271/Pid.B/2020/PN Jkt.Pst.
perbuatan terdakwa termasuk dalam Concursus realis atau gabungan beberapa
perbuatan terjadi apabila seseorang melakukan beberapa perbuatan, dan masing-
masing perbuatan itu berdiri sendiri sebagai suatu tindak pidana.5
Bisa dikatakan Concursus realis terjadi apabila seseorang sekaligus
merealisasikan beberapa perbuatan. Hal ini diatur dalam Pasal 65 sampai 71
KUHP. Pasal 65 KUHP berbunyi sebagai berikut:
a) Dalam hal perbarengan beberapa perbuatan yang harus dipandang
sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa
kejahatan yang diancam dengan pidana pokok yang sejenis maka
dijatuhkan hanya satu pidana.

5
Adami Chazawi. Op. Cit. Hlm. 143-144

68
b) Maksimum pidana yang dijatuhkan ialah jumlah maksimum pidana
yang diancam terhadap perbuatan itu, tetapi tidak boleh lebih dari
maksimum pidana yang terberat ditambah sepertiga.
Pasal 66 KUHP berbunyi:
a) Dalam hal perbarengan beberapa perbuatan yang masing-masing harus
dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan
beberapa kejahatan yang diancam dengan pidana pokok yang tidak
sejenis, maka dijatuhkan pidana atas tiap-tiap kejahatan, tetapi
jumlahnya tidak boleh melebihi maksimum pidana yang terberat
ditambah sepertiga.
b) Pidana denda dalam hal itu dihitung menurut lamanya maksimum
pidana kurungan pengganti yang ditentukan untuk perbuatan itu.
Pasal 67 KUHP berbunyi:
“Jika orang dijatuhi pidana mati atau pidana seumur hidup, maka
beserta itu tidak boleh dijatuhkan hukuman lain lagi kecuali pencabutan
hak-hak tertentu perampasan barang-barang yang telah disita sebelumnya,
dan pengumuman putusan hakim.”
Berdasarkan rumusan ayat (1) pasal 65 dan 66. Maka dapat di simpulkan
bahwa masing-masing tindak pidana dalam perbarengan perbuatan satu samalain
harus di pandang terpisah dan berdiri sendiri inilah yang merupakan ciri pokok
dari perbarengan perbuatan. Dapat di lihat dalam Arrest tanggal 13 maret 1933, W
12592 Hoge Raad berpendapat sebagai berikut: “Di dalam satu kecelakaan,
seseorang pengemudi mobil telah menyebabkan matinya seseorang pengendara
sepeda motor dan telah menyebabkan seorang lainya mengalami luka berat. Apa
yang sesungguhnya terjadi itu bukanlah satu pelanggaran, melainkan dua akibat
yang terlarang oleh undang-undang ini merupakan dua perbuatan.” 6
Berdasarkan penjelasan Penulis di atas maka dapat dilihat dan disimpulkan
bahwa perbuatan Terdakwa memang benar telah memenuhi unsur-unsur yang
didakwakan Penuntut Umum dan terbukti menurut hukum. Dan berdasarkan alat-
alat bukti yang sah dan telah diperhadapkan di persidangan juga semakin
memperkuat untuk menyatakan Terdakwa bersalah atas perbuatannya Setelah

6
Marpaung Landen. Loc. Cit.

69
memahami Putusan Nomor Negeri Jakarta Pusat Nomor 271/Pid.B/2020/PN
Jkt.Pst, penulis menyimpulkan bahwa perbuatan terdakwa merupakan Concursus
Realis, karena pada saat melakukan penipuan, itu dilakukan di waktu yang
berbeda, namun perbuatan terdakwa yang dilakukan terhadap saksi oca hemat
penulis perlu perbaikan tidak hanya sekadar perbuatan penipuan, karena perbuatan
terdakwa memenuhi unsur tindak pidana pencurian Jo. penggelapan di mana
dalam persidangan terungkap di mana terdakwa mengambil Kartu ATM Bank
BCA dari tas Saksi Oca karena saksi menyuruhnya untuk mengambil uang tunai
untuk membayar makanan dan minuman dari pertemuan di Café Pisa Menteng
Jakarta Pusat, tetapi ternyata terdakwa juga mengambil Kartu Kredit Bank BCA,
Kartu kredit CitiBank, Kartu Kredit Bank Mega tanpa sepengetahuan Saksi Oca
Untuk Kartu Kredit Bank BCA sempat dibawa oleh terdakwa selama kurang lebih
2 (dua) hari, dan karena Saksi Oca merasa kehilangan Kartu Kredit BCA maka
Saksi Oca menelepon pihak Bank BCA untuk memblokir kartu kredit Bank BCA,
dan saya menerbitkan kartu kredit yang baru dengan nomor 1688700305776926
saya belum mengetahui digunakan atau tidak Kartu kredit tersebut. dan Saksi Oca
tidak mengetahui maksud dan tujuan terdakwa mengambil Kartu ATM Bank BCA
dengan nomor rekening 6250127543 atas nama Agustin Kurniawati KCP Intercon
Megah dan mengambil tunai, Kartu Kredit CitiBank dengan nomor
4541790062564277 atas nama Agustin Kurniawati, Kartu kredit Bank Mega dengan
nomor 5242610051257825 atas nama Pro Patrianto, Kartu Kredit Bank BCA atas
nama Pro Patrianto dari dalam tas saya. Saksi Oca hanya menyuruh terdakwa
untuk mengambil uang senilai Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah) untuk membayar
tagihan di Pisa Menteng Jakarta Pusat menggunakan kartu ATM Bank BCA,
tetapi ternyata terdakwa mengambil nya sebesar Rp. 8.000.000,- (delapan juta
rupiah), dan selain itu oleh terdakwa juga menggunakan Kartu Kredit dan juga
mengambil uang tunai dari kartu kredit milik Saksi Oca tersebut dan saya
mengetahui dari Notifikasi di HP Saksi Oca tentang penggunaan kartu kredit
tersebut keesokan harinya, tapi dari pasal-pasal tersebut diatas mengatur tindak
pidana dengan pidana pokok yang sejenis yakni pidana penjara. Maka
pemidanaannya merujuk Pasal 65 KUHP, yaitu apabila seseorang melakukan
beberapa tindak pidana yang berbeda pada waktu yang berbeda, maka setiap

70
tindak pidana tersebut masing-masing harus dipandang berdiri sendiri dan diadili
satu persatu. Ancaman pindana setiap tindak pidana tersebut kemudian
dikumulasikan atau digabung namun jumlah maksimum hukumannya tidak boleh
melebihi ancaman pidana terberat ditambah sepertiga Cara pemidanaan ini dikenal
dengan istilah verscherpte absorptie stelsel (sistem absorbsi yang dipertajam)

4.2. Pertimbangan Hakim dalam memutus tindak pidana penipuan dengan


perbarengan yang didasari hubungan asmara pada putusan pengadilan
Negeri Jakarta Pusat Nomor 271/Pid.B/2020/PN Jkt.Pst
Di samping tugas hakim secara normatif sebagaimana ditentukan dalam
perundangundangan, hakim juga mempunyai tugas secara konkret dalam
memeriksa dan mengadili suatu perkara melalui tiga tindakan secara bertahap,
yaitu7:
(1) Mengkonstatasi tentang terjadinya suatu peristiwa yakni hakim menetapkan
terjadinya peristiwa konkret berdasarkan bukti-bukti yang ada. Hakim sangat
dituntut kemampuan untuk mengidentifikasi isu hukum secara tepat. Tidak
dapat disangkal adakalnya pencari keadilan mengajukan persoalan seolah-
olah sarat dengan masalah hukum namun sesungguhnya bukan masalah
hukum.
(2) Mengkualifikasi, dalam hal ini hakim berupaya menemukan hukumnya secara
tepat terhadap perisitiwa yang telah dikonstatir dengan jalan menerapkan
peraturan hukum terhadap peristiwa tersebut. Setelah isu hukum di atas
diperoleh, hakim menetapkan norma hukum sebagai premis mayor yang tepat.
Undang-undang sebagai premis mayor harus disesuaikan dengan peristiwanya
agar undang-undang tersebut dapat mencakup atau meliputi peristiwanya.
(3) Melalui proses silogisme dari premis mayor dihubungkan dengan fakta
hukum yang relevan akan dapat ditemukan dan diterapkan hukum positif
yang dimaksud. Dalam memberikan putusan, hakim perlu memerhatikan
faktor yang seharusnya diterapkan secara proporsional yaitu keadilan,
kepastian hukumnya, dan kemanfaatannya (zweckmassigkeit). Hal yang
dikemukakan yang terakhir ini merupakan ruang lingkup penelitian hukum
7
T im Penyusun MA, kompilasi Penerapan Hukum oleh hakim DAN STRATEGI
PEMBERANTASAN KORUPSI, Jakarta: Mahkamah Agung, 2016. Hlm.6

71
yang senantiasa dilakukan secara cermat daan akurat. Hakim dalam
melaksanakan tugasnya akan mendasarkan putusannya pada ketentuan
perundang-undangan. Meskipun demikian perundang-undangan yang
dimaksud tidak akan selalu mampu atau dapat diterapkan terhadap kasus atau
perkara
Adapun yang menjadi pertimbangan majelis hakim fakta-fakta hukum
yang ditemukan dalam persidangan, Terdakwa dapat dinyatakan telah melakukan
tindak pidana yang didakwakan kepadanya. Dimana Terdakwa telah didakwa oleh
Penuntut Umum dengan dakwaan yang berbentuk alternatif, sehingga Majelis
Hakim dengan memperhatikan fakta-fakta hukum tersebut diatas memilih
langsung dakwaan alternatif kesatu sebagaimana diatur dalam Pasal 378 KUHP
jo.Pasal 65 ayat
(1) KUHP, yang unsur-unsurnya adalah sebagai berikut:
1. Unsur barang siapa.
2. Unsur dengan sengaja melakukan beberapa perbuatan yang harus
dipandang sebagai satu perbuatan yang berdiri sendiri sendiri sehingga
merupakan beberapa kejahatan, dengan sengaja dengan maksud untuk
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan
memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat atau
rangkaian kebohongan, menggerakan orang lain untuk menyerahkan
barang sesuatu kepadanya atau supaya memberi utang maupun
menghapurkan piutang.
1. Unsur barang siapa.
Unsur barang Siapa maksudnya adalah orang atau manusia yang menjadi
subyek hukum pidana, yang apabila terbukti melakukan suatu perbuatan yang
diancam pidana, kepadanya dapat dimintai pertanggung jawaban pidana sebagai
akibat dari perbuatannya yang dalam perkara ini dihadapkan terdakwa yang
mengaku bernama: Muhammad Haikal yang kebenaran Identitasnya telah
diperiksa dan sesuai dengan yang tercantum dalam Surat Dakwaan dan selama
proses persidangan terdakwa adalah orang yang sehat jasmani dan rohani dan
mampu bertanggung jawab atas akibat dari perbuatannya, dengan demikian Unsur
“barang siapa” telah terpenuhi.

72
2. Unsur dengan sengaja melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang
sebagai satu perbuatan yang berdiri sendiri sendiri sehingga merupakan beberapa
kejahatan, dengan sengaja dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau
orang lain secara melawan hukum dengan memakai nama palsu atau martabat
palsu, dengan tipu muslihat atau rangkaian kebohongan, menggerakan orang lain
untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya atau supaya memberi utang
maupun menghapurkan piutang.
Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan yaitu keterangan
para saksi dan barang bukti yang pada pokoknya bahwa terdakwa kenal dengan
saksi Ayu sejak sekitar akhir bulan Januari 2019 dengan menggunakan aplikasi
Tinder dengan nama akun mhaicall. Kemudian sekitar awal bulan Februari 2019
bertemu dengan sdri. Ayu di Hotel Hollywood Kartika Chandra Jakarta Selatan.
Lalu hubungan terdakwa dengan saksi Ayu awalnya hanya teman dalam aplikasi
Tinder, karena komunikasi terdakwa dengan saksi Ayu berjalan dengan intens dan
berkelanjutan sehingga pada sekitar awal bulan Februari 2019 terdakwa
berpacaran dengan saksi Ayu. Sejumlah uang tunai maupun kartu kredit dan kartu
debit yang terdakwa dapatkan dari saksi Ayu adalah sejumlah Rp. 127.568.981,-
(seratus dua puluh tujuh juta lima ratus enam puluh delapan ribu sembilan ratus
delapan puluh satu rupiah) yang sudah terdakwa kembalikan kepada saksi Ayu
sebesar Rp. 27.500.000,- (dua puluh tujuh juta lima ratus ribu rupiah) sehingga
kerugian yang dialamai sdri. Ayu yang belum Terdakwa bayarkan adalah sebesar
Rp 100.068.981,- (seratus juta enam puluh delapan ribu Sembilan ratus delapan
puluh satu rupiah), uang tersebut sebagiannya terdakwa pergunakan untuk
kepentingan pribadi terdakwa sebagai biaya transport, jalan, makan & penginapan
serta pembelanjaan suatu barang, seperti: parfum & handphone Iphone Xmax
(senilai Rp 25 juta).
Maksud serta tujuan terdakwa melakukan perbuatan tersebut adalah untuk
mendapatkan keuntungan atas barang-barang tersebut. Dan baju, pakaian, parfum
masih ada di rumah Terdakwa yang beralamat di Jl. Bambu Ori I No. 32 QA Rt.
002 Rw. 011 Kel. Pondok Bambu Kec. Duren Sawit Jakarta Timur.
Magdalena Imran Kadir adalah ibu kandung terdakwa yang beralamat di Jl.
Bambu Ori I No. 32 QA Rt. 002 Rw. 011 Kel. Pondok Bambu Kec. Duren Sawit

73
Jakarta Timur, dengan saudara Bagong Prigutomo terdakwa kenal dia adalah
Asisten Rumah Tangga terdakwa, dengan alamat di Jl. Bambu Ori I No. 32 QA Rt.
002 Rw. 011 Kel. Pondok Bambu Kec. Duren Sawit Jakarta Timur.
Pada tanggal 5 Maret 2019, terdakwa melakukan transaksi sejumlah Rp.
15.000.000,- (lima belas juta rupiah) dengan rincian: pemberian uang tunai kepada
Bagong Prigutomo dengan nomor rekening bank CIMB: 5174170000415836
sebesar Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) dengan maksud untuk dipergunakan
keperluan pribadi Terdakwa yaitu membayar hutang Terdakwa kepada kawan
Terdakwa yang bernama Alfan yang beralamat di daerah Bekasi, untuk nomor
handphone Terdakwa tidak mengingatnya namun akan Terdakwa susulkan
secepatnya kepada penyidik.
Untuk uang sebesar Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) terdakwa
pergunakan untuk membelikan makan, minum, jalan, nonton bersama dengan sdri.
Ayu. Selanjutnya pada tanggal 5 Maret 2019, Pinjaman dari sdri. RIRIS sebesar
Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) yang ditransfer ke rekening milik sdri. Ayu,
yang kemudian Terdakwa tarik tunai dan Terdakwa pergunakan untuk keperluan
pribadi terdakwa (tidak ingat dipergunakan untuk apa). Kemudian pada tanggal 13
Maret 2019, pinjaman dari sepupu sdri. Ayu sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta
rupiah) yang ditransfer ke rekening milik sdri. Ayu, yang kemudian Terdakwa
tarik tunai dan terdakwa pergunakan untuk membeli barang pribadi Terdakwa
tidak mengingat apa yang dibeli).
Pada 15 Maret 2019, pinjaman dari sepupu sdri. Ayu (sdri. Nia Novita)
sebesar Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah) yang ditransfer ke rekening milik sdri.
Ayu dan kemudian Terdakwa pergunakan untuk keperluan pribadi Terdakwa.
Jubungan yang terdakwa jalin dengan sdri. Ayu sejak pertama kenal sekitar akhir
bulan Januari 2019 dan berpacaran dari awal bulan Februari 2019 hingga sekitar
akhir bulan April 2019 sudah sangat intens. sehari-hari yang Terdakwa lakukan
dengan sdri. Ayu yang dilakukan hampir setiap hari saat Terdakwa masih
berpacaran dengan sdri. Ayu adalah jalan-jalan ke pusat perbelanjaan, makan
siang maupun malam bersama, tempat wisata di luar kota (kemudian menginap di
hotel yang kemudian dilanjutkan dengan hubungan suami istri yang dilandasi
dengan dasar suka sama suka).

74
Di dalam hubungan terdakwa dengan sdri. Ayu, terdakwa sempat
menjelaskan bekerja sebagai Supervisor di PT HM Sampoerna Tbk. yang
membuat sdri. Ayu beranggapan bahwa Terdakwa berpenghasilan lebih dari Rp.
20.000.000,- (dua puluh juta rupiah). Padahal faktanya terdakwa adalah Tim
Leader Freelance/ karyawan honorer di PT Duta Media Indonesia yang mana
adalah salah satu anak perusahaan dari PT HM Sampoerna Tbk. yang bergerak di
bidang distributor rokok.
Terdakwa kenal dengan saksi Tyas sejak sekitar akhir bulan Juli tahun
2018 dengan menggunakan aplikasi Tinder dengan nama akun mhaicall.
Kemudian masih sekitar akhir bulan September tahun 2018 bertemu dengan sdri.
Tyas di pusat perbelanjaan Lottemart Kuningan Jakarta Selatan, Hubungan
terdakwa dengan saksi Tyas awalnya hanya teman dalam aplikasi Tinder, karena
komunikasi Terdakwa dengan sdri. Tyas berjalan dengan intens dan berkelanjutan
sehingga masih sekitar awal bulan 2018 (sekitar 3 hari sebelum bertemu)
Terdakwa berpacaran dengan sdri. Tyas. sejumlah uang tunai maupun kartu kredit
dan kartu debit yang Terdakwa dapatkan dari sdri. Tyas adalah sejumlah Rp.
5.020.250,- (lima juta dua puluh ribu dua ratus lima puluh rupiah) yang sudah
Terdakwa bayarkan kepada sdri. Tyas sebesar Rp. 2.500.000,- (dua juta lima ratus
ribu rupiah) dengan cara transfer ke rekening milik sdri. Tyas (saya tidak hafal
nomor rekeningnya namun akan Terdakwa susulkan segera kepada penyidik) dan
masih ada tanda terimanya/bukti transfernya. Sehingga kerugian yang dialamai
sdri. Tyas yang belum Terdakwa bayarkan adalah sebesar Rp 2.520.250,- (dua juta
lima ratus dua puluh ribu dua ratus lima puluh rupiah).
Terdakwa kenal dengan saksi Eva Rahmi Salama als Eva sejak sekitar
akhir bulan Maret 2019 dengan menggunakan aplikasi Tinder dengan nama akun
mhaicall. Kemudian masih sekitar akhir bulan Maret 2019 bertemu dengan sdri.
Eva Rahmi Salama als Eva di sebuah kafe di Pasar Festival Kuningan Jakarta
Selatan, hubungan terdakwa dengan sdri. Eva Rahmi Salama als Eva awalnya
hanya teman dalam aplikasi Tinder, karena komunikasi dengan sdri. Eva Rahmi
Salama als Eva berjalan dengan intens dan berkelanjutan sehingga sekitar 2 (dua)
hari setelah bertemu (akhir Maret 2019) terdakwa berpacaran dengan sdri. Eva
Rahmi Salama als Eva, untuk uang tunai yang terdakwa dapatkan dari sdri. Eva

75
Rahmi Salama als Eva sejumlah Rp. 155.059.441- (seratus lima puluh lima juta
lima puluh ribu empat ratus empat puluh satu rupiah), yang sudah terdakwa
bayarkan sebesar Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) kepada sdri. Eva Rahmi
Salama als Eva dengan cara tunai (untuk tanda terima akan Terdakwa susulkan
segera kepada penyidik), sehingga yang belum Terdakwa bayarkan adalah sebesar
Rp 150.059.441,- (seratus lima puluh juta lima puluh ribu empat ratus empat puluh
satu rupiah). Dan Maksud dan tujuan Terdakwa adalah untuk mendapatkan
keuntungan dari sdri. Eva Rahmi Salama als Eva guna kepentingan pribadi
Terdakwa.
Hubungan yang terdakwa jalin dengan sdri. Eva Rahmi Salama als Eva
sejak pertama kenal sekitar akhir bulan Maret 2019 dan berpacaran dari akhir
bulan Maret 2019 hingga sekitar awal bulan Juni 2019 sudah sangat intens. Dan
kegiatan sehari-hari yang terdakwa lakukan dengan sdri. Eva Rahmi Salama als
Eva yang dilakukan hampir setiap hari saat terdakwa masih berpacaran dengan
sdri. Eva Rahmi Salama als Eva adalah jalan-jalan ke pusat perbelanjaan, makan
siang maupun malam bersama, tempat wisata di luar kota (kemudian menginap di
hotel yang kemudian dilanjutkan dengan hubungan suami istri yang dilandasi
dengan dasar suka sama suka.
Dengan sdri. Eva Rahmi Salama als Eva, terdakwa sempat menjelaskan
bahwa terdakwa bekerja sebagai Supervisor di PT HM Sampoerna Tbk. yang
membuat sdri. Eva Rahmi Salama als Eva beranggapan bahwa terdakwa
berpenghasilan lebih dari Rp. 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah), terdakwa
adalah Tim Leader Freelance/ karyawan honorer di PT Duta Media Indonesia
yang mana adalah salah satu anak perusahaan dari PT HM Sampoerna Tbk. yang
bergerak di bidang distributor rokok. kemudian hal tersebut yang membuat sdri.
Eva Rahmi Salama als Eva tertarik dan kemudian memberikan pemenuhan
keperluan pribadi terdakwa antara lain: mengirimkan kebutuhan kepada anak
terdakwa (Alif Imran) dari hasil nikah sirih dengan sdri. Vina Hidayat yang
berdomisili di Bandung Jawa Barat, biaya perjalanan ke tempat wisata di
Sukabumi dan Bandung yang terdakwa lakukan bersama kawan-kawan terdakwa
(sdr. Riza dan sdri. Mira), membeli pakaian pribadi.

76
Terdakwa kenal dengan saksi Geby Firdha Novita sejak sekitar awal
Oktober 2018 dengan menggunakan aplikasi Tinder dengan nama akun mhaicall.
Kemudian masih di sekitar awal bulan Oktober 2018 bertemu dengan sdri. Geby
Firdha Novita di pusat perbelanjaan Lottemart Kuningan Jakarta Selatan,
hubungan terdakwa dengan saksi Geby Firdha Novita awalnya hanya teman
dalam aplikasi Tinder, karena komunikasi terdakwa dengan sdri. Geby Firdha
Novita berjalan dengan intens dan berkelanjutan sehingga pada sekitar awal bulan
Oktober 2018 terdakwa berpacaran dengan sdri. Geby Firdha Novita
Terdakwa mendapatkan uang sebesar Rp 30.399.900,- (tiga puluh juta tiga
ratus sembilan puluh sembilan ribu sembilan ratus rupiah) dan kemudian terdakwa
mengembalikan dalam bentuk jam iWatch seharga Rp. 8.800.000,- (delapan juta
delapan ratus ribu rupiah), sehingga yang belum terdakwa bayarkan kepada sdri.
Geby Firdha Novita adalah sebesar Rp. 21.599.900,- (dua puluh satu juta lima ratus
sembilan puluh sembilan ribu sembilan ratus rupiah) dan Maksud dan tujuan
Terdakwa adalah untuk mendapatkan keuntungan dari sdri. Geby Firdha Novita
guna kepentingan pribadi terdakwa.dengan demikian unsur ini telah terpenuhi dan
terbukti menurut hukum.
Karena semua unsur dari Pasal 378 KUHP jo.Pasal 65 ayat (1) KUHP telah
terpenuhi, maka Terdakwa haruslah dinyatakan telah terbukti secara sah dan
meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan dalam dakwaan
alternatif kesatu, dalam persidangan, Majelis Hakim tidak menemukan hal-hal
yang dapat menghapuskan pertanggungjawaban pidana, baik sebagai alasan
pembenar dan atau alasan pemaaf, maka Terdakwa harus
mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Karena Terdakwa mampu bertanggung jawab, maka harus dinyatakan
bersalah dan dijatuhi pidana, dalam perkara ini terhadap Terdakwa telah
dikenakan penangkapan dan penahanan yang sah, maka masa penangkapan dan
penahanan tersebut harus dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.
karena Terdakwa ditahan dan penahanan terhadap Terdakwa dilandasi alasan yang
cukup, maka perlu ditetapkan agar Terdakwa tetap berada dalam tahanan.
mengenai barang bukti akan ditetapkan sebagaimana tersebut dalam amar putusan.

77
Untuk menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa, maka perlu
dipertimbangkan terlebih dahulu hal yang memberatkan dan yang meringankan
Terdakwa.
Hal-hal yang memberatkan:
- Perbuatan terdakwa merugikan orang lain .
- Terdakwa menikmati hasil kejahatannya.
Hal-hal yang meringankan:
- Terdakwa berterus terang mengakui perbuatannya.
- Terdakwa menyesal dan berjanji tidak akan
mengulangi lagi perbuatannya.
- Terdakwa belum pernah dihukum.
tuntutan pidana yang diajukan oleh Penuntut Umum yang pada pokoknya
sebagai berikut:
1. Menyatakan terdakwa: Muhammad Haikal terbukti bersalah melakukan
Tindak Pidana Penipuan secara berbarengan sebagaimana diatur dan
diancam pidana dalam pasal 378 KUHP Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP
(Dakwaan Kesatu Penuntut Umum
2. Menjatuhkan Pidana Penjara terhadap terdakwa: selama: 3 tahun
dikurangi selama terdakwa ditahan dengan perintah tetap
Namun hemat penulis majelis hakim memutus dengan menyatakan
Terdakwa telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak
pidana “Penipuan secara Bersama dan Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh
karena itu dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun dan 6 (enam) bulan yang
mana hal tersebut penulis rasa tidak adil dimana hal tersebut dibawah tuntutan
jaksa. sebagai pembanding pada putusan pengadilan tinggi pekan baru Nomor
130/Pid.B/2016 dengan tindak pidana yang sama yaitu tindak pidana penipuan
dengan nominal ratusan juta namun tidak disertakan dengan tindakan pemberatan
(ditambahkan sepertiga), terdakwa dihukum lebih berat dengan amar putusanya
menguatkan putusan pendailan negeri dengan hukuman 3 tahun 6 bulan.
Mengenai dasar pertimbangan hakim dalam memutuskan suatu perkara
disebutkan dalam Pasal 183 KUHAP yaitu “hakim tidak boleh menjatuhkan
pidana kepada seseorang kecuali apabila sekurang-kurangnya dua alat bukti yang

78
sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan
bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”. Mengenai alat bukti yang sah
dinyatakan dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP yaitu keterangan saksi, keterangan
ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa.
Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan dalam Undang-
Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 53 ayat (2)
menyatakan bahwa: Penetapan dan putusan sebagaimana dimaksud dalam
pemeriksaan dan memutuskan perkara harus memuat pertimbangan hakim yang
didasarkan pada alasan dan dasar hukum yang tepat dan benar”. Secara
kontekstual ada 3 (tiga) yang terkandung dalam kebebasan hakim dalam
melaksanakan kehakiman, yaitu: 8
1. Hakim hanya tunduk pada hukum dan keadilan
2. Tidak seorangpun termasuk pemerintah dapat mempengaruhi atau
mengarahkan putusan yang akan dijatuhkan oleh hakim, dan Tidak boleh ada
konsekuensi pribadi hakim dalam menjalankan tugas dan fungsi yudisialnya
Dilihat dari perspekti kedailan di mana menurut Hans Kelsen, keadilan tentu
saja digunakan dalam hukum, dari segi kecocokan dengan hukum positif terutama
kecocokan dengan undang- undang. Ia menggangap sesuatu yang adil hanya
mengungkapkan nilai kecocokan relative dengan sebuah norma 'adil' hanya kata
lain dari 'benar'. Sedangkan menurut Aristoteles, mengatakan bahwa keadilan
adalah memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya. Selanjutnya,
membagi keadilan menjadi dua bentuk yaitu. pertama, keadilan distributif, adalah
keadilan yang ditentukan oleh pembuat undang-undang. Kedua, keadilan korektif,
yaitu keadilan yang menjamin, mengawasi dan memelihara distribusi ini melawan
seranganserangan ilegal. Fungsi korektif keadilan pada prinsipnya diatur oleh
hakim dan menstabilkan kembali dengan cara mengembalikan milik korban yang
bersangkutan atau dengan cara mengganti rugi atas miliknya yang hilang.
Keadilan mencerminkan bagaimana seseorang melihat tentang hakikat
manusia dan bagaimana seseorang memperlakukan manusia. Begitu pula hakim
mempunyai kebebasan sepenuhnya untuk menentukan jenis pidana dan tinggi
rendahnya suatu pidana, hakim mempunyai kebebasan untuk bergerak pada batas
8
Ahmad Rifai, Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Perspektif Hukum Progresif, Jakarta: Sinar
Grafika, 2010, hlm.94.

79
minimum dan maksimum, pidana yang diatur dalam Undang-undang untuk
tiaptiap tindak pidana.9
Simpulan penulis apabila mengacu pada bunyi Pasal 65-66 KUHP yang
dikatakan concursus realis yaitu seorang melakukan beberapa perbuatan yang
tidak ada hubungan satu sama lain, dan yang masing-masing merupakan tindak
pidana. Selanjutnya, hemat penulis memang menjadi hal yang umum jika terjadi
perbedaan penafsiran oleh Majelis Hakim dan Penuntut Umum mengenai
penerapan Pasal yang dikenakan terhadap pelaku. Tindak pidana pencurian
terhadap apa yang dialami saksi oca tidak dapat dibuktikan karena tidak didukung
oleh fakta-fakta hukum dan kesulitan dari segi pembuktiannya yang dapat
membenarkan terjadinya tindak pidana tersebut, sehingga ada keraguan dalam diri
majelis hakim untuk menetapkan perkara ini sebagai bentuk gabungan tindak
pidana. Dengan demikian karena fakta-fakta hukum dan kesulitian dalam
pembuktian yang menyebabkan tindak pidana pencurian tidak dibuktikan di dalam
persidangan. Sedangkan tindak pidana penipuan memang terbukti secara jelas dan
nyata sehingga dalam penjatuhan putusan, majelis hakim memutus hanya terjadi
penipuan saja yakni Pasal 378 KUHP.
Putusan pidana yang dijatuhkan terhadap pelaku gabungan kejahatan pada
dasarnya untuk mencegah terulangnya kejahatan yang sama. Oleh karena itu
keputusan hukuman pidana perlu mempertimbangkan aspek pendidikan terhadap
pelaku dan keadilan pada umumnya, dalam kasus ini terdakwa secara jelas, terang,
dan terbukti telah melakukan dua tindak pidana secara berbarengan atau sekaligus
yakni melakukan tindak pidana penipuan dan pencurian akan tetapi concursus
realis dalam kasus ini seperti tidak diperhitungkan atau dipertimbangkan oleh
hakim. Hal ini dapat dilihat dari putusan hakim. Mengenai majelis hakim tidak
boleh memutus suatu perkara di luar dari tuntutan Penuntut Umum, mungkin
hakim tidak mempertimbangkan bahwa terdapat Asas-asas umum dalam hukum
pidana yang menyatakan bahwa Hakim bersifat Aktif, yang artinya hakim boleh
memperluas dakwaan yang dibuat oleh Jaksa Penuntut Umum, untuk
mendapatkan kebenaran materiil atau kebenaran yang sebenarbenarnya sehingga
tercipta keadilan yang seadil-adilnya dimana tidak memberikan efek jera dan

9
Soedarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung: Alumni, 1986, hlm.78

80
memenuhi rasa keadilan, karena kesan yang selama ini ada dalam masyarakat
bahwa seseorang yang melakukan gabungan beberapa perbuatan pidana, ia akan
mendapatkan hukuman yang berlipat ganda sesuai dengan perbuatan yang
dilakukannya.

81
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya, penulis memiliki 2 kesimpulan
sebagai berikut, yaitu:
1. Perbuatan terdakwa yang dilakukan terhadap saksi oca hemat penulis perlu
perbaikan tidak hanya sekadar perbuatan penipuan, karena perbuatan
terdakwa memenuhi unsur tindak pidana pencurian Jo. penggelapan di mana
dalam persidangan terungkap di mana terdakwa mengambil Kartu ATM Bank
BCA dari tas Saksi Oca karena saksi menyuruhnya untuk mengambil uang
tunai untuk membayar makanan dan minuman, tetapi ternyata terdakwa juga
mengambil Kartu Kredit dan sejumlah uang tanpa sepengetahuan Saksi Oca,
tapi dari pasal-pasal tersebut diatas mengatur tindak pidana dengan pidana
pokok yang sejenis yakni pidana penjara. Maka pemidanaannya merujuk
Pasal 65 KUHP, yaitu apabila seseorang melakukan beberapa tindak pidana
yang berbeda pada waktu yang berbeda, maka setiap tindak pidana tersebut
masing-masing harus dipandang berdiri sendiri dan diadili satu persatu.
Ancaman pindana setiap tindak pidana tersebut kemudian dikumulasikan atau
digabung namun jumlah maksimum hukumannya tidak boleh melebihi
ancaman pidana terberat ditambah sepertiga Cara pemidanaan ini dikenal
dengan istilah verscherpte absorptie stelsel (sistem absorbsi yang dipertajam)
2. Mengenai majelis hakim tidak boleh memutus suatu perkara di luar dari
tuntutan Penuntut Umum, mungkin hakim tidak mempertimbangkan bahwa
terdapat Asas-asas umum dalam hukum pidana yang menyatakan bahwa
Hakim bersifat Aktif, yang artinya hakim boleh memperluas dakwaan yang
dibuat oleh Jaksa Penuntut Umum, untuk mendapatkan kebenaran materiil
atau kebenaran yang sebenar-benarnya sehingga tercipta keadilan yang
seadil-adilnya dimana tidak memberikan efek jera dan memenuhi rasa
keadilan, karena kesan yang selama ini ada dalam masyarakat bahwa
seseorang yang melakukan gabungan beberapa perbuatan pidana, ia akan
mendapatkan hukuman yang berlipat ganda sesuai dengan perbuatan yang
dilakukannya.

46
5.2. Saran
Berdasarkan uraian kesimpulan di atas, penulis merumuskan saran pada
penelitian ini sebagai berikut:
1. Diharapkan kedepannya kepada para hakim dalam menjatuhkan
hukuman bagi pelaku tindak pidana diharapkan sesuai dengan teori
yang terdapat dalam penggabungan tindak pidana (concursus).
2. kedepannya diharapkan agar diharapkan dalam penerapan
perbarengan perbuatan pidana (Concursus realis) dapat dilakukan
secara konsisten sehingga baik pelaku maupun korban memperoleh
keadilan seadil-adilnya.

82
DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-Buku.
Abidin, Andi Zaenal dan Andi Hamzah. 2006, Bentuk-bentuk Khusus Perwujudan
Delik dan Hukum Penitensier, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Ali, Mahrus. 2012. Dasar-Dasar Hukum Pidana, Jakarta: Sinar Grafika.
Ali, Zainuddin. 2009. Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Sinar Grafika.
Arief, Barda N. 1996. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Bandung: Citra
Adtya Bhakti.
Asosiasi Perguruan Tinggi Katolik (APTIK). 2001. Penghantar Hukum Indonesia
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Chazawi, Adami. 2002, Pelajaran Hukum Pidana 2, Jakarta: Rajawali Pers.
______________. 2002, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 2: Penafsiran Hukum
Pidana Dasar peniadaan pemberatan & peringanan kejahatan aduan,
Perbarengan & Ajaran Kausalitas. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Dewantara, Nanda Agung. 1987, Masalah Kebebasan Hakim Dalam Menangani
Suatu Masalah Perkara Pidana, Jakarta: Aksara Persada Indonesia.
Efendi, Jonaedi. Johnny Ibrahim, 2018. Penelitian Hukum Normatif dan Empiris,
Jakarta: Prenadamedia Group.
E.Y. Kanter, dan S.R. Sianturi, 2002. Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia dan
Penerapanya. Jakarta: Storia Grafika.
Hasibuan, Edi Saputra. 2021. Hukum Kepolisian dan Criminal Policy, Depok:
Raja Grafindo Persada.
H.L.A. Hart, 2010. Konsep Hukum (The Concept of Law), Jakarta: Nusamedia.
Ibrahim, Johny. 2007. Teori Metode dan Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia
Publishing, Malang, Jawa Timur.
Jimly, Asshiddiqie, dan Safa’at, M. Ali, 2006. Teori Hans Kelsen Tentang Hukum,
Jakarta: Sekretariat Jenderal & Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi
Republik Indonesia.
Kansil, C.S.T dan Christine S.T. ,2002, Kansil, Hukum dan Tata Negara Republik
Indonesia, cetakan ketiga, Jakarta: Rineka Cipta.
Lamintang, P.A.F., 2011. Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung: Citra
Aditya Bakti.
_________, dan Lamintang Theo, 2010. Pembahasan Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana Menurut Ilmu Pengetahuan Hukum Pidana dan
Yurisprudensi, Jakarta: Sinar Grafika.

xiv
Lilik, Mulyadi. 2007. Hukum Acara Pidana: Normatif, Teoretis, Praktik dan
Permasalahannya, Bandung: Alumni.
___________, 2007. Hukum Acara Pidana: Suatu Tinjauan Khusus terhadap
suatu Dakwaan Eksepsi dan Putusan Peradilan, Bandung: Citra Aditya.
Moeljatno, 2015. Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta: Bina Aksara.
________, 2002. Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawabannya dalam Hukum
Pidana, Yogyakarta: Bina Aksara.
ND, Mukti Fajar, 2016. Dualisme Penelitian Hukum, Jakarta: SinarGrafika
Prasetyo, Teguh, 2010. Kriminalisasi dalam Hukum Pidana, Bandung: Nusamedia.
Prodjodikoro, Wirjono, 2003. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Bandung:
Refika Aditama.
__________________, 2003. Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia,
Bandung: Refika Adityama.
Rahayu, Sri. 2011. Butir-Butir Pemikiran Dalam Hukum: Memperingati 70Tahun
Prof. Dr. B Arief Sidharta, SH, Jakarta: Sinar Grafika.
Rasjidi, Lili, dan Ira Thania, 2010. Pengantar Filsafat Hukum, Bandung: Mandar
Maju.
Rasyid, Muhammad Yahya. 2005. Hukum Pidana Indonesia, Jakarta: Yarsif
Watampone.
Rifai, Ahmad. 2010. Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Perspektif Hukum
Progresif, Jakarta: Sinar Grafika.
Sampara, Said, dan Agis, Abdul, 2011. Buku Ajar Pengantar Ilmu Hukum,
Bandung: Total Media.
Sunggono, Bambang. 2006, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Grafindo.
Soedarto, 1986. Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung: Alumni.
Soesilo, R. 1988, Kitab Undang-undang Hukum Pidana Serta Komentar-
komentarnya Pasal Demi Pasal, Bogor: POLITEIA,
Soekanto, Soerjono. Faktor- Faktor Yang Memperngaruhi Penegakan Hukum,
Jakarta: Penerbit UI Press.
________________, Sri Mamudji, 2011. Penelitian Hukum Normatif (Suatu
Tinjauan Singkat), Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Tim Penyusun MA, 2016. kompilasi Penerapan Hukum oleh hakim dan Strategi
Pemberantasan Korupsi, Jakarta: Mahkamah Agung,
Usfa, Fuad. 2004. penghantar Hukum Indonesia, Jakarta: UUM Press.

B. Peraturan Perundang-Undang

xv
Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945
________________, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981. Tentang Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
________________, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
________________, Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman.

C. Jurnal, Artikel, dan Internet.


https://www.kominfo.go.id/statistik.
Chairul Huda, Pola Pemberatan Pidana dalam Hukum Pidana Khusus, Jurnal
Hukum No. 4 Vol. 18 Oktober 2011: 508 – 524.
https://www.bphn.go.id/data/documents/pphn_bid_polhuk&pemidanaan.pdf.
https://metro.tempo.co/read/1162644/mahasiswi-jadi-korban-penipuan-pacar-baru-rugi-
puluhan-juta/full&view=ok

RIWAYAT HIDUP PENULIS

xvi
Nama : Ahmad Faqih Al Fauzi

NPM : 201510115162
Tempat/Tanggal lahir : Jakarta, 10 November 1996

Agama : Islam
Email : afaqih568@gmail.com
No HP : 087882214822
Alamat : Jl. Duta mas VIII Blok BB1 No55 Harapan

Baru, Bekasi Utara, Kota Bekasi.

Riwayat Pendidikan Formal


2002 – 2008 : SDN Harapan Baru II
2008 – 2011 : SMPN 1 Bekasi
2011 – 2014 : SMAN 4 Bekasi
2015 – 2022 : Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta
Raya

xvii

Anda mungkin juga menyukai