Anda di halaman 1dari 67

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN

WAJIB PAJAK DALAM MEMBAYAR PAJAK KENDARAAN


BERMOTOR DI KANTOR UPT. PENDAPATAN WILAYAH
KABUPATEN MALAKA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Syarat Kelulusan Seminar Proposal pada Program


Studi S1 AkuntansiFakultas Ekonomi Universitas Setia Budi

OLEH :
SELINA HOAR BEILULIK
13150148M

FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2019

i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN


WAJIB PAJAK DALAM MEMBAYAR PAJAK KENDARAAN BERMOTOR
DI KANTOR UPT. PENDAPATAN WILAYAH KABUPATEN MALAKA
PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Proposal Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke sidang
ujian Proposal skripsi pada :

Hari : Sabtu
Tanggal : 19 Januari 2019

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Widi Hariyanti, SE., M.Si. Eko Madyo Sutanto, SE., M.Si.

Mengetahui,
Ketua Program Studi S1 Akuntansi

Faiz Rahman Siddiq, SE., M.Ak.

ii
LEMBAR PENGESAHAN KELULUSAN

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN


WAJIB PAJAK DALAM MEMBAYAR PAJAK KENDARAAN BERMOTOR
DI KANTOR UPT. PENDAPATAN WILAYAH KABUPATEN MALAKA
PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Proposal Skripsi ini telah dipertahankan di depan Sidang Ujian Proposal Skripsi
Fakultas Ekonomi Universitas Setia Budi pada:
Hari : Selasa
Tanggal : 29 Januari 2019

Penguji I Penguji II

Yunus Harjito, SE., M.si. Titiek Puji Astuti, SE., M.Si., Akt., CA.

Penguji III Penguji IV

Eko Madyo Sutanto, SE., M.Si. Dr. Widi Hariyanti, SE., M.Si.

Mengetahui,
Dekan Fakultas Ekonomi Ketua Program Studi Akuntansi

Dr. Widi Hariyanti, SE., M.Si. Faiz Rahman Siddiq, SE., M.Ak.

iii
iv

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul........................................................................................... i

Pengesahan Dosen Pembimbing................................................................ ii

Pengesahan Dosen Penguji........................................................................ iii

Daftar Isi.................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ................................................................... 1

B. Rumusan Masalah............................................................... 10

C. Tujuan Penelitian................................................................ 11

D. Manfaat Penelitian.............................................................. 12

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

A. Kajian Teori........................................................................ 14

1. Teori Atribusi.............................................................. 14

2. Pajak............................................................................ 16

3. Pajak Daerah................................................................ 20

4. Pajak Kendaraan Bermotor.......................................... 21

5. Kepatuhan Wajib Pajak............................................... 24

6. Pengetahuan Wajib Pajak............................................ 26

7. Kesadaran Wajib Pajak................................................ 26

8. Kualitas Pelayanan Pajak............................................. 27

9. Kepuasan Wajib Pajak................................................. 28


v

10. Sanksi Pajak................................................................. 28

11. Kondisi Keuangan Wajib Pajak................................... 29

B. Pengembangan Hipotesis.................................................... 30

1. Pengaruh Pengetahuan Wajib Pajak terhadap KWP..... 30

2. Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak terhadap KWP........ 31

3. Pengaruh Kualitas Pelayanan Pajak Terhadap KWP.... 32

4. Pengaruh Kepuasan Wajib Pajak terhadapKWP........... 33

5. Pengaruh Sanksi Pajak terhadap KWP......................... 34

6. Pengaruh Kondisi Keuangan terhadap KWP................ 36

C. Model Penelitian................................................................. 37

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian.................................................................... 40

B. Populasi dan Sampel........................................................... 41

1. Populasi......................................................................... 41

2. Sampel........................................................................... 41

C. Definisi Operasional Variabel............................................. 43

D. Metode Pengumpulan Data................................................. 47

E. Teknik Analisis Data........................................................... 48

1. Uji Instrumen............................................................... 48

2. Uji Asumsi Klasik........................................................ 49

3. Uji Hipotesis................................................................ 51

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang memiliki

peran sangat besar dan semakin diandalkan dalam kepentingan

pembangunan serta membiayai pengeluaran pemerintah (Pratiwi, 2013).

Pembangunan disegala bidang dan berjalannya roda pemerintahan banyak

dibiayai dari sektor pajak. Pajak dapat dikatakan sebagai penyumbang

penerimaan terbesar bagi pemerintah pusat maupun daerah. Hampir seluruh

daerah di Indonesia menggali potensi pendapatannya melalui pajak daerah.

Untuk itu pemerintah daerah harus mampu meningkatkan sumber potensi

pendapatan daerahnya (Susilawati, 2013).

Salah satu pajak daerah yang digunakan untuk membiayai

pembangunan daerah provinsi adalah Pajak Kendaraan Bermotor (PKB).

Instansi yang menangani pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)

adalah Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) melalui Kantor UPT.

Pendapatan wilayah Kabupaten Malaka Provinsi Nusa Tenggara Timur,

jalan Maromak Oan Laran Desa Wehali Kecamatan Malaka Tengah yang

merupakan kerjasama tiga instansi terkait, yaitu Bapenda Provinsi NTT,

Kepolisian RI dan Jasa Raharja di wilayah Kabupaten Malaka.

Kantor UPT. Pendapatan merupakan tempat para wajib pajak

kendaraan bermotor di Wilayah Kabupaten Malaka melakukan pembayaran

1
2

pajak kendaraan bermotornya. Pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor

semakin meningkat dari tahun ke tahun di Kabupaten Malaka mengalami

peningkatan yang cukup besar. Semakin meningkatnya jumlah kendaraan

bermotor yang beredar di Kabupaten Malaka menyebabkan jumlah wajib

pajak kendaraan bermotor semakin meningkat pula. Menurut Siswanto Putri

(2013) ada beberapa faktor yang mendorong sehingga jumlah kendaraan

bermotor meningkat setiap tahunnya, antara lain: daya beli masyarakat yang

tinggi, kebutuhan masyarakat terhadap alat transportasi yang semakin

meningkat, serta kemudahan untuk membeli kendaraan bermotor itu sendiri.

Sebagaimana kita ketahui, saat ini pembelian kendaraan bermotor memiliki

syarat yang sangat mudah dan dealer-dealer yang menawarkan cicilan

dengan bunga yang ringan juga semakin banyak. Semakin tingginya jumlah

kendaraan bermotor yang beredar di Wilayah Kabupaten Malaka

menyebabkan jumlah wajib pajak kendaraan bermotor semakin meningkat.

Kepatuhan pajak (tax compliance) sebagai indikator peran masyarakat

dalam memenuhi kewajiban perpajakan masih sangat rendah (Simanjuntak,

2009). Hal ini dapat dilihat masih rendahnya peran wajib pajak dalam

membayar pajak kendaraan bermotornya. Semakin banyak jumlah wajib

pajak kendaraan bermotor, seharusnya diiringi dengan peningkatan

kepatuhan waijb pajak kendaraan bermotor. Namun kenyataannya target dan

realisasi penerimaan pajak lendaraan bermotor yang tercatat di Kantor UPT.

Pendapatan Wilayah Kabupaten Malaka memiliki selisih yang cukup besar

artinya masih banyak wajib pajak yang tidak patuh (non compliance) dalam
3

kaitannya terhadap pemenuhan kewajibannya di wilayah Kabupaten

Malaka. Selisih antara realisasi dan target pajak kendaraan bermotor

disebabkan adanya wajib pajak yang tidak membayar kewajiban

perpajakannya dengan tepat waktu yang mengakibatkan timbulnya sanksi

administrasi berupa bunga atau denda bagi wajib pajak tersebut.

Tahun 2015 realisasi penerimaan dari Pajak Kendaraan Bermotor

tidakmencapai taget, yaitu realisasi sebesar Rp355.594.420 sedangkan

targetnya sebesar Rp405.269.580. Pada tahun 2016 realisasi penerimaan

Pajak Kendaraan Bermotor tidak mencapai target bahkan target jauh

melebihi realisasi ditetapkan, yaitu realisasi sebesar Rp482.458.035

sedangkan targetnya sebesar Rp697.597.000. Pada tahun 2017 realisasi

penerimaan juga tidak mencapai target yaitu realisasi sebesar

Rp883.004.432 sedangkan target penerimaan dari Pajak Kendaraan

Bermotor yaitu sebesar Rp1.216.807.496.Berdasarkan uraian tersebut dapat

dilihat bahwa selama tiga tahun terakhir jumlah kendaraan bermotor dan

jumlah penerimaan pajak kendaraan bermotor mengalami peningkatan

namun tidak diimbangi dengan kepatuhan wajib pajak untuk memenuhi

kewajibannya membayar pajak kendaraan bermotor, yang tercemin dari

masih kurangnya jumlah obyek kendaraan yang telah melaksanakan

kewajiban perpajakannya dibandingkan dengan jumlah kendaraan yang

tercatat dan selisih antara realisasi dan target yang cukup besar di Kantor

UPT. Pendapatan Wilayah Kabupaten Malaka.


4

Menurut James et all. (2004), pengertian kapatuhan pajak (tax

compliance) adalah wajib pajak mempunyai kesediaan untuk memenuhi

kewajiban pajaknya sesuai dengan aturan yang berlaku tanpa perlu

diadakannya pemeriksaan, investigasi seksama, peringatan ataupun

ancaman, dalam penerapan sanksi baik hukum maupun administrasi. Wajib

pajak patuh akan kewajibannya karena menganggap kepatuhan terhadap

pajak adalah suatu norma (Lederman, 2003). Kepatuhan pajak yang tidak

meningkat akan mengancam upaya pemerintah untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat (Gerald, 2009). Hal ini sesuai dengan hasil

penelitian Chau (2009), yang menyatakan kepatuhan pajak adalah

faktoryang penting dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Mencapai tingkat kepatuhan pajak dan mempertahankan tingkat kepatuhan

saat ini merupakan isu yang menjadi perhatian para pembuat kebijakan baik

di negara maju maupun berkembang (Razak dan Christoper, 2013).

Torgler (2005) menyatakan bahwa salah satu masalah yang paling

serius bagi para pembuat kebijakan ekonomi adalah mendorong tingkat

kepatuhan wajib pajak. Hal ini dikarenakan tingkat kepatuhan pajak secara

tidak langsung mempengaruhi ketersediaan pendapatan untuk belanja.

Kepatuhan wajib pajak merupakan faktor penting bagi peningkatan pajak,

maka perlu secara intensif dikaji tentang analisis faktor-faktor apa saja yang

mempengaruhi kepatuhan wajib pajak, khususnya dalam membayar pajak

kendaraan bermotor di Kantor UPT. Pendapatan Wilayah Kabupaten

Malaka.
5

Tingkat kepatuhan wajib pajak dipengaruhi oleh beberapa faktor,

salah satunya adalahpengetahuan pajak. Faktor pengetahuan sangat penting

dalam membantu wajib pajak melaksanakan kewajibannya, khususnya

pengetahuan dasar tentang perpajakan (Noormala, 2008). Tanpa adanya

pengetahuan, wajib pajak akan mengalami kesulitan dalam mendaftarkan

diri, mengisi formulir, membayar dan melaporkan kewajiban

perpajakannya. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan

olehRomandana (2012) mengenai pengaruh pengetahuan pajak terhadap

kepatuhan wajib pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPP) Karang

Pilang Surabaya adalah variabel pengetahuan pajak berpengaruh positif

pada kepatuhan wajib pajak. Hasil penelitian yang dilakukan oleh

Rahmawati (2013) mengenai pengaruh pengetahuan perpajakan terhadap

kepatuhan wajib pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPP) Surakarta

adalah variabel pengetahuan perpajakan berpengaruh negatif pada

kepatuhan wajib pajak. Hasil penelitian lainnya Ilhamsyah dkk., (2016)

Ihsan (2013) menunjukkan bahwa variabel pengetahuan wajib pajak

mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak.

Sedangkan Wardani dan Rumiyatun (2017) menyatakan bahwa variabel

pengetahuan wajib pajak tidak berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan

wajib pajakkendaraan bermotor. Mendukung penelitian Ummah (2015).

Melihat masih terdapatnya kesenjangan hasil penelitian sebelumnya, maka

variabel pengetahuan pajak ini masih layak untuk diteliti kembali mengenai

pengaruhnya pada tingkat kepatuhan.


6

Faktor lain yang dapat mempengaruhi tingkat kepatuhan wajib pajak

adalah kesadaran wajib pajak. Kesadaran masyarakat yang tinggi akan

mendorong semakin banyak masyarakat memenuhi kewajibannya untuk

mendaftarkan diri sebagai wajib pajak, melaporkan dan membayar pajaknya

dengan benar sebagai wujud tanggung jawab berbangsa dan bernegara

(James dan Nobes, 1997). Apabila kesadaran masyarakat atas perpajakan

masih rendah maka akan menyebabkan banyaknya potensi pajak yang tidak

dapat dijaring. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Muliari dan Ery (2010)

mengenai pengaruh kesadaran wajib pajak pada kepatuhan pelaporan wajib

pajak orang pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPP) Denpasar

Timur adalah variabelkesadaran wajib pajak berpengaruh positif pada

kepatuhan pelaporan wajib pajak orang pribadi. Hasil penelitian lainnya

yang dilakukan oleh Hidayati (2014) mengenai pengaruh kesadaran wajib

pajak terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi di Kantor Pelayanan

Pajak Pratama (KPP) Surakarta adalah variabel kesadaran wajib pajak tidak

berpengaruh pada kepatuhan wajib pajak orang pribadi. Melihat masih

terdapatnya kesenjangan hasil penelitian sebelumnya, maka variabel

kesadaran wajib pajak ini masih layak untuk diteliti kembali mengenai

pengaruhnya pada tingkat kepatuhan.

Upaya lain dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak adalah dengan

meningkatkan kualitas pelayanan pajak. Pengaruh kualitas pelayanan pajak

terhadap kepatuhan wajib pajak yang dimaksud adalah ketika wajib pajak

mempunyai pengalaman secara langsung tentang bagaimana pelayanan yang


7

diberikan fiskus dan memang betul hasil pungutan pajaknya memberikan

hasil terhadap pembangunan.Oleh karena itu, apabila persepsi wajib pajak

puas tentang pelayanan yang diberikan oleh fiskus maka wajib pajak

tersebut akan taat membayar pajak dan kepatuhan wajib pajak di suatu

negara akan meningkat.Kualitas pelayanan menurut Lewis dan Baums

dalam Tjiptono (2012) adalah ukuran seberapa bagus tingkat layanan yang

diberikan dalam bentuk pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan

mampu menyesuaikan dengan harapan pelanggan. Penelitian terdahulu

dilakukan oleh Awaluddin, dkk. (2017) menunjukkan bahwa variabel

kualitas pelayanan secara signifikan terhadap kepatuhan membayar pajak

kendaraan bermotor. Selain itu Yanti (2018) menunjukkan bahwa variabel

kualitas pelayanan berpengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan formal

wajib pajak orang pribadi.

Persepsi tentang kepuasan wajib pajak juga merupakan salah satu

faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan wajib pajak. Menurut Umar

(2005) kepuasan adalah tingkat perasaan konsumen setelah membandingakn

antara apa yang di terima dengan harapannya. Sedangkan kepuasan menurut

Kotler (2000) adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul

setelah membandingkan antara persepsi/kesannya terhadap kinerja atau hasil

suatu produk dan harapan-harapannya. Menurut Gerso Ricard (Dalam

Sudarsito 2004) menyatakan bahwa “Kepuasan pelanggan adalah persepsi

pelanggan bahwa harapannya telah terpenuhi atau terlampaui”. Kepuasan

wajib pajak adalah suatu keadaan dimana keinginan, harapan, dan


8

kebutuhan wajib pajak dipenuhi (Astia, 2015 dalam Dwipayana, dkk. 2017).

Penelitian terdahulu dilakukan oleh Awaluddin, dkk. (2017) menunjukkan

bahwa variabel bahwa kepuasan wajib pajak berpengaruh positif namun

tidak signifikan secara parsial terhadap kepatuhan membayar pajak

kendaraan bermotor.

Sanksi perpajakan merupakan denda yang diberikan kepada wajib

pajak karena ketidakpatuhannya dalam membayar pajak. Sanksi perpajakan

juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan

wajib pajak. Persepsi wajib pajak mengenai sanksi perpajakan adalah faktor

penting dalam menentukan kepatuhan wajib pajak dalam membayar

pajaknya (Fisher et all. 1992). Motivator utama dari kepatuhan pajak adalah

audit pajak dan sanksi/denda yang ditetapkan oleh otoritas pajak (Witte dan

Woodbury, 1985). Wajib pajak akan memenuhi kewajiban perpajakannya

bila memandang bahwa sanksi perpajakan akan lebih banyak merugikannya

(Nugroho, 2006). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Muliari dan Ery

(2010) mengenai pengaruh persepsi tentang sanksi perpajakan pada

kepatuhan pelaporan wajib pajak orang pribadi di Kantor Pelayanan Pajak

Pratama (KPP) Denpasar Timur adalah variabel persepsi tentang sanksi

perpajakan berpengaruh positif pada kepatuhan pelaporan wajib pajak

orang pribadi. Penelitian yang dilakukan oleh Esti (2012), persepsi tentang

sanksi perpajakan memiliki pengaruh positif dan signifikan pada kepatuhan

wajib pajak karena apabila persepsi wajib pajak tentang sanksi perpajakan

meningkat maka akan cenderung meningkatkan kepatuhan wajib pajak


9

dalam membayar kewajiban perpajakannya. Didukung dengan adanya

penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi (2013) memperoleh hasil bahwa

persepsi tentang sanksi perpajakan berpengaruh positif dan signifikan

terhadap kepatuhan wajib pajak. Hasil penelitian lainnya yang dilakukan

oleh Larasati (2013) mengenai pengaruh persepsi tentang sanksi perpajakan

terhadap kepatuhan pelaporan wajib pajak orang pribadi di Kantor

Pelayanan Pajak Pratama (KPP) Boyolali adalah variabel persepsi tentang

sanksi perpajakan tidak berpengaruh terhadap kepatuhan pelaporan wajib

pajak orang pribadi. penelitian lainnya dilakukan Wardani dan Rumiyatun

(2017) menyatakan bahwa variabel sanksi pajak kendaraan bermotor tidak

berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak kendaraan

bermotor. Mendukung penelitian Irianingsih (2015).

Kondisi keuangan wajib pajak merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi tingkat kepatuhan wajib pajak. Ada beberapa penelitian lain

yang menunjukkan bahwa kondisi keuangan seseorang dan kewajiban

keluarganya dapat memoderasi hubungan komitmen dan kinerja seseorang

(Brett, Cron & Slocum, 1995). Implikasinya bahwa beban keluarga yang

menjadi tanggung jawab seseorang mungkin dapat memoderasi komitmen

dari seseorang untuk melunasi kewajibannya termasuk pembayaran pajak

penghasilan. Oleh karena itu, kondisi keuangan seseorang mungkin secara

positif mempengaruhi kemauannya untuk memenuhi ketentuan pajaknya

terlepas dari hubungan antara persepsi wajib pajak tentang kualitas

pelayanan pajak dengan kepatuhan wajib pajak. Torgler (2003) berpendapat


10

bahwa seseorang yang mengalami kesulitan keuangan akan merasa tertekan

ketika mereka diharuskan membayar kewajibannya termasuk pajak. Hasil

penelitian terdahulu dilakukan oleh Yanti (2018) menunjukkan bahwa

variabel kondisi keuangan wajib pajak secara parsial berpengaruh positif

terhadap kepatuhan wajib pajak.

James dan Nobes (1997) menyatakan bahwa tidak satupun sistem

perpajakan dapat berfungsi dengan efektif tanpa peran serta wajib pajak,

karena itu faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan pajak sangatlah

penting. Untuk itu kepatuhan pajak adalah kunci dari keseluruhan sistem

perpajakan dan dengan tingkat kepatuhan pajak yang tinggi mendorong

tingkat penerimaan pajak yang tinggi pula.

Penelitian ini dilakukan untuk menguji kembali pengaruh pengetahuan

wajib pajak, kesadaran wajib pajak, kualitas pelayanan pajak, kepuasan

wajib pajak, sanksi pajak dan kondisi keuangan wajib pajak terhadap

kepatuhan wajib pajak khususnya kepatuhan wajib pajak dalam membayar

Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) di Kantor UPT. Pendapatan Wilayah

Kabupaten Malaka.Ketidaksamaan hasil yang diperoleh antar peneliti dan

perbedaan pada objek dan lokasi penelitian serta budaya dan adat istiadat

masyarakat Timor yang berbeda menjadi faktor mengapa peneliti

mengangkat topik ini.

B. RUMUSAN MASALAH
11

Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas, maka permasalahan

pokok yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah: “Analisis Faktor-

Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak dalam Membayar Pajak

Kendaraan Bermotor di Kantor UPT. Pendapatan Wilayah Kabupaten

Malaka Provinsi Nusa Tenggara Timur” sehingga disusun pertanyaan

penelitian sebagai berikut:

1. Apakah pengetahuan wajib pajak berpengaruh terhadap kepatuhan

wajib pajak dalam membayar pajak kendaraan bermotor?

2. Apakah kesadaran wajib pajak berpengaruhterhadap kepatuhan wajib

pajak dalam membayar pajak kendaraan bermotor?

3. Apakah kualitas pelayanan pajak berpengaruhterhadap kepatuhan wajib

pajak dalam membayar pajak kendaraan bermotor?

4. Apakah kepuasan wajib pajak berpengaruhterhadap kepatuhan wajib

pajak dalam membayar pajak kendaraan bermotor?

5. Apakah sanksi pajak berpengaruhterhadap kepatuhan wajib pajak dalam

membayar pajak kendaraan bermotor?

6. Apakah kondisi keuangan wajib pajak berpengaruh terhadap kepatuhan

wajib pajak dalam membayar pajak kendaraan bermotor?

C. TUJUAN PENELITIAN
12

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan diatas, maka

tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk menguji pengaruhpengetahuan wajib pajak terhadap kepatuhan

wajib pajak dalam membayar pajak kendaraan bermotor.

2. Untuk menguji pengaruhkesadaran wajib pajak terhadap kepatuhan

wajib pajak dalam membayar pajak kendaraan bermotor.

3. Untuk menguji pengaruhkualitas pelayanan pajak terhadap kepatuhan

wajib pajak dalam membayar pajak kendaraan bermotor.

4. Untuk menguji pengaruhkepuasan wajib pajak terhadap kepatuhan

wajib pajak dalam membayar pajak kendaraan bermotor.

5. Untuk menguji pengaruhsanksi pajak terhadap kepatuhan wajib pajak

dalam membayar pajak kendaraan bermotor.

6. Untuk menguji pengaruhkondisi keuangan wajib pajak terhadap

kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak kendaraan bermotor.

D. MANFAAT PENELITIAN

Manfaat yang penulis dapatkan dari penelitian ini dibagi menjadi dua,

yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis.

1. Manfaat teoritis

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi

berupa referensi atau literatur dan pengembangan ilmu pengetahuanpada

umumnya dan ilmu akuntansi, khususnya akuntansi perpajakan tentang

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak


13

dalam Membayar Pajak Kendaraan Bermotor di Kantor UPT. Pendapatan

Wilayah Kabupaten MalakaProvinsi Nusa Tenggara Timur.

2. Manfaat praktis

Manfaat praktis dari hasil penelitian ini adalah sebagai bahan

masukan dan informasi yang dapat dipertimbangkan oleh pemerintah

daerah dalam membuat kebijakan-kebijakan ekonomi dan sebagai bahan

untuk menambah pengetahuan masyarakat khususnya wajib pajak

kendaraan bermotor mengenai arti penting pajak dan peran serta

masyarakat dalam pembangunan sehingga diharapkan masyarakat akan

terdorong untuk segera memenuhi kewajiban perpajakannya.


BAB II

LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOSTESIS

A. KAJIAN TEORI

1. Teori Atribusi (Atribution Theory)

Atribusi merupakan suatu proses dimana seseorang menjelaskan

penyebab perilaku orang lain, istilah lainnya adalah proses dimana orang

menarik kesimpulan mengenai faktor- faktor yang mempengaruhi

perilaku orang lain. Pada dasarnya, teori atribusi merupakan teori yang

mengemukakan bahwa individu mengamati perilaku seseorang, mereka

mencoba untuk menentukan apakah ini timbul dari faktor internal atau

eksternal (Robbins, 2002 dalam Arifah, dkk. 2017). Perilaku internal

merupakan perilaku yang dilakukan karena adanya pengaruh eksternal

atau dari luar individu tersebut. Perilaku yang disebabkan secara internal

adalah perilaku yang diyakini berada dibawah kendali pribadi individu

itu sendiri atau yang berasal dari faktor internal seperti pengetahuan,

kesadaran, dan kepuasan. Sedangkan perilaku yang disebabkan secara

eksternal adalah perilaku yang dipengaruhi dari luar atau yang berasal

dari faktor eksternal seperti kualitas pelayanan, sanksi dan kondisi

keuangan serta pengaruh sosial dari orang lain, artinya individu terpaksa

berperilaku karena situasi.

Penentuan internal atau eksternal tergantung pada tiga faktor,

yaitu kekhususan, konsensus, dan konsentrasi. kekhususan artinya

14
15

seseorang akan mempersiapkan perilaku individu lain secara berbeda

dalam situasi yang berlainan (Robbins, 2002 dalam Arifah, dkk. 2017).

Apabila perilaku seseorang dianggap suatu hal yang luar biasa, maka

individu lain yang bertindak sebagai pengamat akan memberikan

atribusi eksternal terhadap perilaku tersebut. Sebaliknya apabila hal

tersebut dianggap biasa, maka akan dinilai sebagai atribusi internal.

Faktor kedua konsensus artinya jika semua orang mempunyai kesamaan

pandangan dalam merespon perilaku seseorang dalam situasi yang sama.

Apabila konsensusnya tinggi maka termasuk atribusi internal. Sebaliknya

apabila konsensusnya rendah, maka termasuk atribusi eksternal. Faktor

terakhir adalah konsistensi, yaitu apabila seseorang menilai perilaku

orang lain dengan respon sama dari waktu ke waktu. Semakin konsisten

perilaku itu, maka orang lain akan menggabungkan hal tersebut dengan

sebab- sebab internal.

Alasan pemilihan teori ini adalah etika wajib pajak dalam

membayar pajak kendaraan bermotor sangat ditentukan oleh wajib pajak

itu sendiri dalam menilai kepatuhan wajib pajak, pengetahuan wajib

pajak, kesadaran wajib pajak, kualitas pelayanan pajak, kepuasan wajib

pajak, sanksi pajak dan kondisi keuangan wajib pajak. Etika dalam

menilai sesuatu berasal dari faktor internal dan eksternal yang akan

mendorong orang tersebut untuk berperilaku baik sehingga kesempatan

melakukan Tax Evasion semakin rendah. Dengan demikian, teori

atribusi relevan untuk menjelaskan hal tersebut.


16

2. Pajak

a. Pengertian Pajak

Definisi pajak yang dikemukakan oleh Adriani P.J.A dalam

buku Moh Zain (2007) menjelaskan bahwa:“Pajak adalah iuran

masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang

oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum

(undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang

langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai

pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk

menyelenggarakan pemerintahan.

Definisi pajak juga dikemukakan oleh Soemitro Rachmat,

dalam buku Mardiasmo (2011) menjelaskan bahwa: “Pajak adalah

iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang

dapat dipaksakan) dengantidak mendapat jasa timbal

(kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang

digunakan untuk membayar pengeluaran umum”

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun

1983 tentang Ketentuan Umum Tata Cara Perpajakan sebagaiman

telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 28 Tahun 2007 menjelaskan bahwa: “Pajak adalah kontribusi

kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang

bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak

mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk


17

keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Dari

beberapa definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pajak : (a)

Iuran yang dapat dipaksakan (b) Jasa timbal balik tidak dapat

ditunjukkan secara langsung (c) Pajak dipungut oleh pemerintah,

baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah (d) Pajak

dipergunakan untuk membiayai pengeluaran umum pemerintah.

b. Fungsi Pajak

Terdapat dua fungsi pajak, yaitu fungsi budgetair (Sumber Keuangan

Negara) dan fungsi regulerend (Resmi, 2011)

1) Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara)

Pajak mempunyai fungsi budgetair artinya merupakan salah satu

sumberpenerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran

baik rutin maupunpembangunan. Sebagai sumber keuangan

negara, pemerintah berupaya memasukkan uang sebanyak-

banyaknya untuk kas negara. Upaya tersebutditempuh dengan

cara ekstensifikasi maupun intensifikasi pemungutan

pajakmelalui penyempurnaan peraturan berbagi jenis pajak.

2) Fungsi Regulerend (Mengatur)

Pajak mempunyai fungsi mengatur artinya pajak sebagai alat

untuk mengatur ataumelaksanakan kebijakan pemerintah dalam

bidang sosial dan ekonomi, danmencapai tujuan-tujuan tertentu

di luar bidang keuangan.

c. Tata Cara Pemungutan Pajak


18

1) Stelsel Pajak

Pemungutan pajak dapat dilakukan berdasarkan tiga stelsel yaitu

(Waluyo, 2007):

a) Stelsel Nyata (Riil Stelsel)

Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan) yang

nyata sehinggapemungutannya baru dapat dilakukan pada

akhir tahun pajak yakni setelahpenghasilannya yang

sesungguhnya diketahui. Kelebihan Stelsel ini adalah

pajakyang dikenakan lebih realistis. Kelemahannya adalah

pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode.

b) Stelsel Anggapan ( Fictieve Stelsel )

Pengenaan pajak didasarkan pada anggapan yang diatur

oleh undang-undang.Kelebihan stelsel ini adalah pajak yang

dibayar selama tahun berjalan, tanpa harusmenunggu akhir

tahun. Kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak

berdasarkanpada keadaan yang sesungguhnya.

c) Stelsel Campuran

Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan

stelsel anggapan. Padaawal tahun, besaranya pajak dihitung

berdasarkan suatu anggapan, kemudian padaakhir tahun

besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang

sebenarnya. Apabila besarnya pajak menurut kenyataan

lebih besar daripada pajak menurut anggapan, maka wajib


19

pajak harus menambah kekurangannya. Demikian juga

sebaliknya, apabila lebih kecil maka kelebihannya dapat

diminta kembali.

2) Asas-Asas Perpajakan

Menurut Adam Smith, seperti dikutip oleh Erly Suandy dalam

Sumadi (2005), pemungutan pajak hendaknya didasarkan atas

empat asas perpajakan, yaitu:

a) Asas keadilan (Equality)

Pajak itu harus adil dan merata, yaitu dikenakan kepada

orang-orang pribadi sebanding dengan kemampuannya

untuk membayar (ability to pay) pajak tersebut, dan juga

sesuai dengan yang diterimanya.

b) Asas kepastian hukum (Certainty)

Pajak itu tidak ditentukan secara sewenang-wenang,

sebaiknya pajak itu harus dari semula jelas bagi semua

wajib pajak dan seluruh masyarakat. Berapa jumlah yang

harus dibayar, kapan harus dibayar dan bagaimana cara

membayarnya. Apabila tidak ada kepastian bagi wajib pajak

tentang kewajiban pajaknya, maka pajak terutang

bergantung kepada “kebijaksanaan” petugas pajak yang

dapat menyalahgunakan kekuasaannya untuk keuntungan

dirinya.
20

c) Asas ketepatan waktu (Convinience of Payment)

Pemungutan Saat wajib pajakharus membayar pajaknya,

hendaknya ditentukan pada saat yang tidak menyulitkan

wajib pajak

d) Asas pemungutan pajak yang ekonomis/efisien (Economy

in collection)

Biaya pemungutan pajak bagi kantor pajak dan biaya

memenuhi kewajiban pajak (compliance cost) bagi wajib

pajak hendaknya sekecil mungkin. Demikian pula halnya

dengan beban yang dipikul oleh wajib pajak hendaknya

juga sekecil mungkin. Pajak hendaknya tidak menghalangi

wajib pajak untuk terus melakukan kegiatan-kegiatan

ekonomisnya.

3. Pajak Daerah

Pengertian Pajak Daerah dalam buku Mardiasmo (2011)

adalah:“Pajak daerah, yang selanjutnya disebut pajak, adalah kontribusi

wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang

bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak

mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan

daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat” Dasar hukum

pemungutan pajak daerah adalah Undang-undang No. 28 Tahun 2009

tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.Pajak Daerah menjadi 2


21

bagian, yaitu Pajak Provinsi dan pajak kabupaten/kota. Pajak Provinsi

terdiri dari Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan

Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Air

Permukaan, dan Pajak Rokok. Sedangkan pajak Kabupaten/Kota terdiri

dari Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak

Penerangan Jalan, Pajak Mineral Bukan Logam dan Bantuan, Pajak

Parkir, Pajak Air Tanah, Pajak Sarang Burung Walet,Pajak Bumi dan

Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan

Bangunan.

4. Pajak Kendaraan Bermotor

a. Pengertian Pajak Kendaraan Bermotor

Pajak Kendaraan Bermotor adalah pajak atas kepemilikan atau

penguasaan kendaraan bermotor. Menurut Peraturan Daerah Provinsi

Nusa Tenggara Timur Nomor 2 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah

yang dimaksud dengan Kendaraan Bermotor adalah semua

kendaraan beroda dua atau lebih beserta gandengannya yang

digunakan disemua jenis jalan darat, dan digerakkan oleh peralatan

teknik berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk

mengubah suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga gerak

kendaraan bermotor yang bersangkutan, termasuk alat-alat berat dan

alat-alat besar yang bergerak yang dalam operasinya menggunakan

roda dan motor dan tidak melekat secara permanen.


22

b. Tarif Pajak Kendaraan Bermotor

Tarif Pajak Kendaraan Bermotor berlaku sama dengan setiap

Provinsi yang memuat pajak PKB. Tarif PKB ditetapkan dengan

peraturan daerah Provinsi. Sesuai dengan Undang-undang Nomor 28

Tahun 2009 pasal 6 tarif PKB dibagi sesuai dengan jenis penguasaan

kendaraan bermotor yaitu:

1) Tarif Pajak Kendaraan Motor pribadi ditetapkan sebagai berikut:

a) Untuk kepemilikan kendaraan bermotor pertama paling

rendah sebesar 1% (satupersen) dan paling tinggi sebesar

2% (dua persen).

b) Untuk kepemilikan kendaraan bermotor kedua dan

seterusnya tarif dapatditetapkan secara progresif paling

rendah sebesar 2% (dua persen) dan palingtinggi sebesar

10% (sepuluh persen).

2) Tarif pajak kendaraan bermotor angkutan umum, ambulans,

pemadam kebakaran,lembaga sosial dan keagamaan,

Pemerintah/TNI/POLRI, Pemerintah Daerah, dankendaraan lain

yang ditetapkan dalam peraturan daerah, ditetapkan paling

rendahsebesar 0,5% (nol koma lima persen) dan paling tinggi

sebesar 1% (satu persen).

3) Tarif Pajak Kendaraan Bermotor alat-alat berat dan alat-alat

besar ditetapkan paling rendah sebesar 0,1% (nol koma satu

persen) dan paling tinggi sebesar 0,2% (nol koma dua persen).
23

c. Subjek dan Objek Pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor

1) Subjek Pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor

Subjek pajak kendaraan bermotor adalah orang pribadi atau

badan yang memiliki atau menguasai kendaraan bermotor.

Dalam hal wajib pajak badan, kewajiban perpajakkannya

diwakili oleh pengurus atau kuasa badan tersebut.

2) Objek Pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor

Objek pajak kendaraan bermotor adalah kepemilikan dan/atau

penguasaan kendaraan bermotor tidak termasuk kepemilikkan

dan/atau penguasaan kendaraan alat-alat berat dan alat-alat besar

seperti bulldozer, excavator, loader, dan lain-lain yang tidak

digunakan sebagai alat angkutan orang.

d. Syarat dan Prosedur Pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor

Pajak Kendaraan Bermotor terutang harus dibayar atau

dilunasi sekaligus dimuka untuk masa 12 bulan. Pajak Kendaraan

Bermotor dilunasi selambat-lambatnya 30 hari sejak diterbitkan surat

keputusan pembetulan, surat keputusan pemberatan, dan putusan

banding yang menyebabkan jumlah pajak yang dibayar bertambah.

Pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor dilakukan ke kas daerah,

Bank, atau tempat lain yang ditunjuk oleh Gubernur. Wajib pajak

yang melakukan pembayaran pajak diberikan tanda bukti pelunasan

atau pembayaran pajak. Adapun prosedur dan syarat pembayaran

Pajak Kendaraan Bermotor adalah sebagai berikut:


24

1) Wajib pajak mengisi formulir permohonan perpanjangan STNK

sesuai data di STNKdan BPKB, formulir dapat diambil di loket

pendaftaran. Lengkapi formulir denganlampiran berkas yang

dibutuhkan. Berkas yang harus dilampirkan: (1)

Perpanjangpajak STNK tahunan yaitu (a) STNK asli + fotokopi

(b) Fotokopi BPKB (c) KTP asli+ fotokopi sesuai nama di

STNK dan BPKB (2) Perpanjang pajak STNK limatahunan

yaitu (a) Cek fisik kendaraan (b) STNK asli + Fotokopi (c)

Fotokopi BPKB(d) KTP asli + fotokopi sesuai nama di STNK

dan BPKB

2) Selesai melengkapi berkas, wajib pajak menyerahkan berkas

permohonan pajakSTNK tersebut ke loket penyerahan berkas.

3) Wajib pajak menunggu sampai dipanggil nama sesuai data yang

tercantum di STNK.

4) Wajib pajak menerima slip pembayaran pajak yang telah

tercantum jumlah pajakyang harus dibayar.

5) Wajib pajak menyerahkan slip pembayaran dan uang sebesar

biaya pajak ke kasir.

6) Setelah membayar pajak, wajib pajak menerima bukti pelunasan

pembayaran pajakdan bukti tersebut diserahkan ke loket

pengambilan STNK.

7) Wajib pajak menunggu hingga nama dipanggil dan STNK baru

telah diperpanjanguntuk satu tahun ke depan.


25

5. Kepatuhan Wajib Pajak Kendaraan Bermotor

Kepatuhan wajib pajak dari kata patuh. Menurut KBBI (Kamus

Besar Bahasa Indonesia), patuh suka menurut perintah, taat pada perintah

atau aturan dan disiplin, kepatuhan bersifat patuh, ketaatan, tunduk, patuh

pada ajaran atau aturan. Menurut Ilhamsyah dkk., (2016) Kepatuhan

wajib pajak yaitu dimana wajib pajak memenuhi kewajiban

perpajakannya dan melaksanakan hak perpajakan dengan baik dan benar

sesuai dengan peraturan dan undang-undang pajak yang berlaku.

Kepatuhan wajib pajak mempunyai hubungan dengan penerimaan pajak

karena apabila kepatuhan dari wajib pajak meningkat maka secara tidak

langsung juga akan memperbesar penerimaan negara dari sektor pajak

(Mutia, 2014). Kepatuhan diartikan dengan adanya usaha dalam

mematuhi peraturan hukum oleh seseorang atau organisasi. Sanksi

hukum pidana dan administrasi bagi wajib pajak yang tidak memenuhi

kewajiban perpajakannya dilakukan agar masyarakat selaku wajib pajak

mau memenuhi kewajibannya. Hal ini sesuai dengan perpajakan atau Tax

Complaince. Kepatuhan wajib pajak ini diukur untuk mengetahui

kepatuhan wajib pajak orang pribadi dalam melakukan kewajibannya

membayar pajak kendaraan bermotor di wilayah kabupaten Malaka

provinsi Nusa Tenggara timur. Hal ini berarti bahwa responden memiliki

pengetahuan dalam mengetahui peraturan baik itu tarif yang akan mereka

bayar, tata cara pembayaran dan fungsi pajak kendaraan bermotor bagi

pemerintah daerah atau kota. Semakin berusaha memahami undang-


26

undang perpajakan dan ingin menjalankan kewajibannya maka wajib

pajak akan semakin patuh. Hal ini berarti bahwa wajib pajak telah

melakukan kewajiban perpajakanya sesuai dengan peraturan dan tata cara

perudang-undangan.

6. Pengetahuan Wajib Pajak

Pengetahuan perpajakan merupakan pemahaman dasar bagi wajib

pajak mengenai hukum, undang-undang, dan tata cara perpajakan yang

benar. Wajib pajak akan melakukan dan melaksanakan kewajiban

maupun hak perpajakannya jika mereka sudah mengetahui dan

memahami kewajiban sebagai seorang wajib pajak hingga akhirnya

manfaat membayar pajak tersebut dapat dirasakan (Nurlaela, 2013).

Pengetahuan tentang pajak dan manfaatnya yang kurang diketahui oleh

wajib pajak maka tidak mungkin orang secara ikhlas membayar pajak.

Kekhawatiran masyarakat dalam membayar pajak disebabkan oleh

maraknya kasus yang sering terjadi khususnya dibidang perpajakan.

Kondisi tersebut dapat mempengaruhi kepatuhan membayar pajak karena

para wajib pajak tidak ingin pajak yang telah dibayarkan disalah gunakan

oleh aparat pajak itu sendiri (Arum, 2012 dalam susilawati, 2013). Maka

diperlukan pengetahuan mengenai perpajakan yang baik, agar wajib

pajak lebih mengerti akan manfaat pajak baik bagi kesejahteraan diri

sendiri maupun untuk pembangunan negara.


27

7. Kesadaran Wajib Pajak

Kesadaran wajib pajak merupakan sebuah itikad baik seseorang

untuk memenuhi kewajiban membayar pajak berdasarkan hati nuraninya

yang tulus ikhlas. Semakin tinggi tingkat kesadaran wajib pajak, maka

pemahaman dan pelaksanaan kewajiban perpajakan semakin baik

sehingga dapat meningkatkan kepatuhan (Susilawati dan Budiartha,

2013). Apabila wajib pajak sudah melaksanakan kewajiban

perpajakannya secara tulus, ikhlas dan menyadari betapa pentingnya

pajak untuk pertumbuhan dan pembangunan daerahnya, maka tidak akan

terjadi yang namanya ketidakpatuhan dalam membayar pajak. Kesadaran

wajib pajak meliputi kesadaran adanya hak dan kewajiban wajib pajak

memenuhi kewajiban membayar pajak, kepercayaan masyarakan dalam

membayar pajak untuk pembiayaan negara, dorongan diri sendiri untuk

membayar pajak secara sukarela.

8. Kualitas Pelayanan Pajak

Definisi pelayanan pajak menurut Boediono(2003) dalam

Caroko(2015) adalah suatu proses bantuan kepada wajib pajak dengan

cara-cara tertentu yang memerlukankepekaan dan hubungan

interpersonal agar terciptanya kepuasan dan keberhasilan.Sedangkan

kualitas pelayanan pajak menurut Komala (2013) dalam Awaluddin, dkk.

(2017) adalah penyelenggaraanpelayanan yang dapat memberikan

kepuasan optimal bagi wajib pajak berhubungandengan kualitas


28

pelayanan yang diberikan.Pelayanan yang berkualitas harus dapat

memberikan 4K yaitu keamanan, kenyamanan, kelancaran, dan kepastian

hukum. Kualitas pelayanan dapat diukur dengan kemampuan

memberikan pelayanan yang memuaskan, dapat memberikanpelayanan

dengan tanggapan, kemampuan, kesopanan, dan sikap dapat

dipercayayang dimiliki oleh aparat pajak. Di samping itu, juga

kemudahan dalam melakukanhubungan komunikasi yang baik,

memahami kebutuhan wajib pajak, tersedianyafasilitas fisik termasuk

sarana komunikasi yang memadai, dan pegawai yang cakapdalam

tugasnya.

9. Kepuasan Wajib Pajak

Menurut Umar (2005) kepuasan adalah tingkat perasaan

konsumen setelah membandingakn antara apa yang di terima dengan

harapannya. Sedangkan kepuasan menurut Kotler (2000) adalah perasaan

senang atau kecewa seseorang yangmuncul setelah membandingkan

antara persepsi/kesannya terhadap kinerja atau hasilsuatu produk dan

harapan-harapannya.Menurut Gerso Ricard dalam Sudarsito (2004)

menyatakan bahwa“Kepuasan pelanggan adalah persepsi pelanggan

bahwa harapannya telah terpenuhi atau terlampaui”. Kepuasan wajib

pajak adalah suatu keadaan dimana keinginan, harapan, dankebutuhan

wajib pajak dipenuhi (Astia, 2015) dalam Dwipayana, dkk. (2017). Suatu
29

pelayanan dinilai memuaskan bilapelayanan tersebut dapat memenuhi

harapan dan kebutuhan wajib pajak.

10. Sanksi Pajak

Menurut Mardiasmo(2011), sanksi perpajakan merupakan

jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan

(norma perpajakan) akan dituruti/dipatuhi, dengan kata lain sanksi

perpajakan merupakan alat pencegah (preventif) agar wajib pajak tidak

melanggar norma perpajakan. Sedangkan menurut Resmi (2008) sanksi

pajak terjadi karena terdapat pelanggaran terhadap peraturan perundang-

undangan perpajakan, sehingga apabila terjadi pelanggaran maka wajib

pajak dihukum dengan indikasi kebijakan perpajakan dan undang-undang

perpajakan. Sebagaimana dimaklumi, suatu kebijakan berupa pengenaan

sanksi dapat dipergunakan untuk 2 (dua) maksud, yang pertama adalah

untuk mendidik dan yang kedua adalah untuk menghukum. Dengan

mendidik, dimaksudkan agar mereka yang dikenakan sanksi akan

menjadi lebih baik dan lebih mengetahui hak dan kewajibannya sehingga

tidak lagi melakukan kesalahan yang sama. Maksud yang kedua adalah

untuk menghukum sehingga pihak yang terhukum akan jera dan tidak

lagi melakukan kesalahan yang sama (Mulyodiwarno, 2007).

11. Kondisi Keuangan Wajib Pajak


30

Torgler (2003) berpendapat bahwa seseorang yang mengalami

kesulitan keuangan akan merasa tertekan ketika mereka diharuskan

membayar kewajibannya termasuk pajak. Bloomqist (2003)

mengidentifikasi bahwa tekanan keuangan sebagai salah satu sumber

tekanan bagi wajib pajak dan Bloomqist juga berpendapat bahwa wajib

pajak orang pribadi yang mempunyai pendapatan yang terbatas mungkin

akan menghindari pembayaran pajak jika kondisi keuangan wajib pajak

tersebut buruk karena pengeluaran keluarganya lebih besar dari

pendapatannya. Implikasinya bahwa beban keluarga yang menjadi

tanggung jawab seseorang mungkin dapat memoderasi komitmen dari

seseorang untuk melunasi kewajibannya termasuk pembayaran pajak

penghasilan. Oleh karena itu, kondisi keuangan seseorang mungkin

secara positif mempengaruhi kemauannya untuk memenuhi ketentuan

pajaknya terlepas dari hubungan antara persepsi wajib pajak tentang

kualitas pelayanan pajak dengan kepatuhan wajib pajak.

B. PENGEMBANGAN HIPOSTESIS

1. Pengaruh Variabel Pengetahuan Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan

Wajib Pajak

Menurut Carolina (2009) pengetahuan pajak adalah informasi

yang menjadi dasar bagi wajib pajak yang digunakan untuk bertidak,

mengatur strategi perpajakan dan mengambil keputusan dalam menerima

hak dan melaksanakan kewajibanya sebagai wajib pajak sehubung


31

dengan pelaksanaan hak dan kewajiban di bidang perpajakan. Dengan

adanya pengetahuan perpajakan tersebut akan membantu kepatuhan

wajib pajak kendaraan bermotor dalam membayar pajak sehingga tingkat

kepatuhan akan meningkat. Pengetahuan akan peraturan perpajakan

masyarakat melalui pendidikan formal maupun non formal akan

berdampak positif terhadap kesadaran wajib pajak untuk membayar pajak

(Susilawati, 2013).

Berdasarkan teori atribusibahwawajib pajak yang berpengetahuan

akan mempunyai sikap sadar diri dan patuh terhadap terhadap kepatuhan

dalam membayar kewajibannya sendiri, tanpa harus dipaksakan dan

diancam oleh beberapa sanksi dan hukuman. Pengetahuan pajak yang

rendah dapat menyebabkan ketidakpercayaan dan sikap negatif terhadap

pajak, sedangkan pengatahuan pajak yang baik berkorelasi dengan sikap

positif terhadap pajak (Niemirowski et all. 2002). Hasil penelitian

Romandana (2012) membuktikan bawa pengetahuan pajak berpengaruh

positif dan signifikan terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak orang

pribadi di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Surabaya. Susilawati (2013)

dalam penelitiannya juga menyimpulkan bahwa pengetahuan pajak

berpengaruh positif pada kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak

kendaraan bermotor di Kantor Bersama SAMSAT Kota Singaraja.

Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai

berikut :
32

H1 : Pengetahuan Wajib Pajak berpengaruh positif terhadap Kepatuhan

Wajib Pajak dalam membayar Pajak Kendaraan Bermotor

2. Pengaruh Variabel Kesadaran Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan

Wajib Pajak

Kesadaran perpajakan adalah suatu kondisi dimana seseorang

mengetahui, mengakui, menghargai dan menaati ketentuan perpajakan

yang berlaku sertamemiliki kesungguhan dan kenginan untuk memenuhi

kewajiban perpajakannya(Muliari, 2011).Berdasarkan teori atribusi

bahwa kesadaran Wajib Pajak dalam membayar kewajiban pajak akan

meningkat bilamana dalam masyarakat muncul persepsi positif terhadap

pajak. Meningkatnya pengetahuan perpajakan masyarakatmelalui

pendidikan perpajakan baik formal maupun non formal akan

berdampakpositif terhadap kesadaran Wajib Pajak untuk membayar

pajak.Hal ini mengindikasikan bahwa budaya kurangnya kesadaran (lack

of awareness) sangat berpotensi mengurangi tingkat kepatuhan. Semakin

tinggi tingkat kesadaran wajib pajak, maka pemahaman dan pelaksanaan

kewajiban perpajakan semakin baik sehingga dapat meningkatkan

kepatuhan (Susilawati dan Budiartha, 2013). Hasil penelitian Susilawati

dan Budiartha (2013) dan Ilhamsyah, dkk. (2016) menunjukan bahwa

kesadaran wajib pajak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap

kepatuhan wajib pajak. Selain itu Wardani dan Rumiyatun (2017)


33

menyatakan bahwa variabel kesadaran wajib pajak berpengaruh positif

terhadap kepatuhan wajib pajak kendaraan bermotor. Mendukung

penelitian Ilhamsyah, dkk. (2016). Berdasarkan uraian tersebut maka

dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :

H2 : Kesadaran Wajib Pajak berpengaruh positif terhadap Kepatuhan

Wajib Pajak dalam membayar Pajak Kendaraan Bermotor

3. Pengaruh Variabel Kualitas Pelayanan Pajak Terhadap Kepatuhan

Wajib Pajak

Definisi pelayanan pajak menurut Boediono (2003) dalam Caroko

(2015) adalahsuatu proses bantuan kepada wajib pajak dengan cara-cara

tertentu yang memerlukan kepekaan dan hubungan interpersonal agar

terciptanya kepuasan dan keberhasilan. Sedangkan kualitas pelayanan

pajak menurut Komala (2013) dalam Awaluddin, dkk. (2017) adalah

penyelenggaraan pelayanan yang dapat memberikan kepuasan optimal

bagi wajib pajak berhubungan dengan kualitas pelayanan yang diberikan.

Berdasarkan teori atribusibahwa kualitas pelayanan pajak termasuk

faktor eksternal karena sikap dan tindakan yang diberikan oleh fiskus

berpengaruh terhadap kepatuhan pembayaran pajak. Ketika wajib pajak

mempunyai pengalaman secara langsung tentang bagaimana pelayanan

yang diberikan fiskus itu baik dan memang betul hasil pungutan pajaknya

memberikan perubahan terhadap pembangunan maka wajib pajak

tersebut akan taat membayar pajak dan kepatuhan wajib pajak di suatu
34

negara akan meningkat. Penelitian terdahulu dilakukan oleh Awaluddin,

dkk. (2017) menunjukkan bahwa variabel kualitas pelayanan secara

signifikan terhadap kepatuhan membayar pajak kendaraan bermotor.

Selain itu Yanti (2018) menunjukkan bahwa variabel kualitas pelayanan

berpengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan formal wajib pajak

orang pribadi. Dalam uraian tersebut maka dapat disimpulkan hipotesis

sebagai berikut:

H3 : Kualitas Pelayanan Pajak berpengaruh positif terhadap Kepatuhan

Wajib Pajak dalam membayar Pajak Kendaraan Bermotor

4. Pengaruh Variabel Kepuasan Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan

Wajib Pajak

Menurut Umar (2005) kepuasan adalah tingkat perasaan

konsumen setelahmembandingkan antara apa yang di terima dengan

harapannya. Sedangkan kepuasanmenurut Kotler (2000) adalah perasaan

senang atau kecewa seseorang yangmuncul setelah membandingkan

antara persepsi/kesannya terhadap kinerja atau hasilsuatu produk dan

harapan-harapannya.Menurut Gerso Ricard dalam Sudarsito (2004)

menyatakan bahwa “Kepuasan pelanggan adalah persepsi pelanggan

bahwa harapannya telah terpenuhi atau terlampaui”. Kepuasan wajib

pajak adalah suatu keadaan dimana keinginan, harapan, dan kebutuhan

wajib pajak dipenuhi (Astia, 2015 dalam Dwipayana, dkk. 2017).


35

Berdasarkan teori atribusibahwa kepuasan wajib pajak termasuk

faktor internal karena suatu pelayanan dinilai memuaskan bila pelayanan

tersebut dapat memenuhi harapan dan kebutuhan wajib pajak.Penelitian

terdahulu dilakukan oleh Dwipayana, dkk.(2017) menunjukan bahwa

Kepuasan Wajib Pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib

pajak. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Printaningrum

(2008) dan Awaluddin, dkk. (2017) yang menunjukkan bahwa Kepuasan

Wajib Pajak berpengaruh positif terhdap Kepatuhan Wajib Pajak

Kendaraan Bermotor. Dalam uraian tersebut maka dapat disimpulkan

hipotesis sebagai berikut:

H4 : Kepuasan Wajib Pajak berpengaruh positif terhadap Kepatuhan

Wajib Pajak dalam membayar Pajak Kendaraan Bermotor

5. Pengaruh Variabel Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

Menurut Mardiasmo (2011)sanksi perpajakan merupakan jaminan

bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (norma

perpajakan) akan dituruti/dipatuhi, dengan kata lain sanksi perpajakan

merupakan alat pencegah (preventif) agar wajib pajak tidak melanggar

norma perpajakan. Menurut Resmi (2008) sanksi pajak terjadi karena

terdapat pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan

perpajakan, sehingga apabila terjadi pelanggaran maka wajib pajak

dihukum dengan indikasi kebijakan perpajakan dan undang-undang

perpajakan. Sebagaimana dimaklumi, suatu kebijakan berupa pengenaan


36

sanksi dapat dipergunakan untuk 2 (dua) maksud, yang pertama adalah

untuk mendidik dan yang kedua adalah untuk menghukum. Dengan

mendidik, dimaksudkan agar mereka yang dikenakan sanksi akan

menjadi lebih baik dan lebih mengetahui hak dan kewajibannya sehingga

tidak lagi melakukan kesalahan yang sama. Maksud yang kedua adalah

untuk menghukum sehingga pihak yang terhukum akan jera dan tidak

lagi melakukan kesalahan yang sama (Mulyodiwarno, 2007). Dalam

undang-undang perpajakan dikenal dua macam sanksi, yaitu sanksi

administrasi dan sanksi pidana. Sanksi administrasi dapat dijatuhkan

apabila wajib pajak melakukan pelanggaran, terutama atas kewajiban

yang ditentukan dalam UU KUP dapat berupa sanksi administrasi bunga,

denda dan kenaikan. Sedangkan sanksi pidana dapat berupa hukuman

kurungan dan hukuman penjara (Rahayu, 2010). Pelaksanaan pengenaan

sanksi perpajakan kepada wajib pajak dapat berupa sanksi administrasi

saja, sanksi pidana saja bahkan kedua-duanya.

Berdasarkan teori atribusisanksi pajak termasuk faktor eksternal

karena keyakinan tentang keberadaan hal-hal yang mendukung atau

menghambat perilakunya dan persepsinya tentang seberapa kuat hal-hal

tersebut mempengaruhi perilakunya (Mustikasari, 2007).Berdasarkan

penelitian yang dilakukan oleh Esti (2012), persepsi tentang sanksi

perpajakan memiliki pengaruh positif dan signifikan pada kepatuhan

wajib pajak karena apabila persepsi wajib pajak tentang sanksi

perpajakan meningkat maka akan cenderung meningkatkan kepatuhan


37

wajib pajak dalam membayar kewajiban perpajakannya. Didukung

dengan adanya penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi (2013)

memperoleh hasil bahwa persepsi tentang sanksi perpajakan berpengaruh

positif dan signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak. Hasil penelitian

lainnya Yanti (2018) menyatakan bahwa variabel sanksi pajak memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap kepatuhan membayar pajak oleh

wajib pajak dengan arah positif. Dalam uraian tersebut maka dapat

disimpulkan hipotesis sebagai berikut:

H5 : Sanksi Pajak berpengaruh positif terhadap Kepatuhan Wajib

Pajak dalam membayar Pajak Kendaraan Bermotor

6. Pengaruh Kondisi Keuangan Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan

Wajib Pajak

Bloomqist (2003) mengidentifikasi bahwa tekanan keuangan

sebagai salah satu sumber tekanan bagi wajib pajak dan Bloomqist juga

berpendapat bahwa wajib pajak orang pribadi yang mempunyai

pendapatan yang terbatas mungkin akan menghindari pembayaran pajak

jika kondisi keuangan wajib pajak tersebut buruk karena pengeluaran

keluarganya lebih besar dari pendapatannya. Berdasarkan teori atribusi

bahwakondisi keuangan wajib pajak merupakan faktor eksternal yang

berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak kendaraan bermotor yaitu

apabila seorang wajib pajak berada pada posisi kondisi keuangan yang

rendah maka memiliki kecenderungan lebih untuk tidak taat dalam


38

membayar kewajiban pajaknya dibandingkan jika wajib pajak berada

pada kondisi keuangan yang baik. Hasil penelitian terdahulu dilakukan

oleh Yanti (2018) menunjukkan bahwa variabel kondisi keuangan wajib

pajak secara parsial berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak.

Dalam uraian tersebut maka dapat disimpulkan hipotesis sebagai berikut:

H6 : Kondisi Keuangan Wajib Pajak berpengaruh positif terhadap

Kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar Pajak Kendaraan

Bermotor

C. MODEL PENELITIAN

Penelitian ini akan menguji pengaruh variabel independen


Pengetahuan Wajib Pajak (X1), Kesadaran Wajib pajak (X2), Kualitas
Pelayanan Pajak (X3), Kepuasan Wajib pajak (X4), Sanksi Pajak (X5),
Kondisi Keuangan Wajib pajak (X6) terhadap variabel dependen Kepatuhan
Wajib Pajak Kendaraan Bermotor (Y).
39

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, maka model penelitian


ini digambarkan sebagai berikut :

PengetahuanWajib Pajak

( X1 )

H1+
Kesadaran Wajib Pajak

(X2) H2+

Kualitas Pelayanan Pajak H3+


(X3) Kepatuhan Wajib pajak
+
H4
(Y)
Kepuasan Wajib Pajak

(X4) H5+

Sanksi Pajak H6+


(X5)

Kondisi Keuangan Wajib Pajak


Wajib pajak akan berperilaku patuh terhadap kewajiban pajaknya
(X6)
apabila wajib pajak memperoleh sosialisasi tentang perpajakan, memiliki

pengetahuan yang memadai, adanya kesadaran dalam diri wajib pajak sendiri,

kemampuan aparat perpajakan yang dapat memberikan kualitas pelayanan

yang baik sehingga wajib pajak merasa adanya kepuasan dan mau memenuhi

kewajiban untuk membayar pajak tanpa ada paksaan dengan kondisi

keuangan wajib pajak yang stabil serta sanksi pajak berupa pidana yang

cukup tinggi diharapkan agar wajib pajak lebih patuh terutama dalam Pajak

Kendaraan Bermotor.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. JENIS PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang berbentuk

asosiatif untuk mengetahui hubungan antara dua variabel atau lebih. Metode

penelitian kuantitatif adalah penelitian yang memandang tingkah laku

manusia, penelitian tersebut dapat diramal dan merupakan realitas sosial

objektif dan dapat diukur Yusuf (2016). Penelitian ini dilakukan di pada Unit

Pelaksanaan Teknis Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah

Wilayah Kabupaten Malaka Nusa Tenggara Timur. Alasan dipilihnya lokasi

ini karena Kantor UPT. Pendapatan Wilayah Kabupaten Malaka NTT karena

merupakan tempat pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) di

Kabupaten Malaka dan belum ada penelitian yang dilakukan di tempat

tersebut. Selain itu jumlah kendaraan bermotor di kabupaten Malaka terus

mengalami peningkatan dari tahun ke tahun sehingga perlu diteliti apakah

peningkatan jumlah kendaraan bermotor tersebut berbanding lurus dengan

jumlah wajib pajak yang membayar pajak kendaraan bermotornya.

Dalam penelitian ini menggunakan data primer yang merupakan data

yang diperoleh secara langsung dari objek penelitian. Data primer yang

dimaksud dalam penelitian ini adalah pengisian kuesioner oleh responden

seputar variabel pengetahuan wajib pajak, kesadaran wajib pajak, kualitas

pelayanan pajak, kepuasan wajib pajak, sanksi pajak dan kondisi keuangan

40
41

wajib pajak terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak

kendaraan bermotor yang diperoleh dari hasil kuesioner dan digunakan untuk

menguji hipotesis yang diajukan atau menjawab permasalahan yang diteliti.

Kuesioner ini dimaksudkan untuk mendapatkan data yang dibutuhkan untuk

memperoleh informasi.

B. POPULASI DAN SAMPEL

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas:

obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk mempelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya (Sugiono, 2012). Adapun populasi dalam penelitian ini

adalah masyarakat di wilayah Kabupaten Malaka yang menjadi wajib

pajak kendaraan bermotor di Kantor UPT. Pendapatan wilayah

Kabupaten Malaka NTT. Jumlah wajib pajak kendaraan bermotor di

Kabupaten Malaka sampai bulan Oktober tahun 2018 adalah sebanyak

16.900 wajib pajak.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki

oleh populasi tersebut. Teknik pengambilan sampel adalah untuk

menentukan sampel yang akan digunakan dalam penelitian (Sugiyono,

2012). Sampel terdiri dari 400 responden dengan cara menyebar


42

kuesioner kepada wajib pajak yang berada di wilayah Kabupaten Malaka.

Metode pengambilan sampel menggunakan teknik accidental sampling

yaitu pengambilan sampel berdasarkan kebetulan siapa saja yang

bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel dan bila

dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data

maka peneliti dapat melakukan wawancara kepada orang tersebut atau

yang disebut sebagai wajib pajak kendaraan bermotor untuk memperoleh

informasi. Perhitungan penentuan sampel dapat diperoleh dengan rumus

Slovin (Umar, 2008) yaitu:

N
n=
(1+Ne2)

Keterangan:

n : jumlah anggota sampel

N : jumlah anggota populasi

e : Nilai kritis, dalam penelitian ini adalah 5% (0,05)

Perhitungan sampel:

n= 16.900

(1+16.900 x (0,05)2)

n = 399,976333

n = 400 (dibulatkan)

Dari hasil perhitungan tersebut, maka diketahui besar sampel yang

diperlukan adalah 399,976333 yang dibulatkan menjadi 400 responden.


43

C. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL

1. Variabel Pengetahuan Pajak (X1)

Variabel independen pertama dalam penelitian ini adalah

pengetahuan pajak (X1). Ihsan (2013) dalam Wardani dan Rumiyatun

(2017) menyatakan bahwa pengetahuan perpajakan merupakan

pemahaman wajib pajak mengenai hukum, undang-undang, tata cara

perpajakan yang benar. Indikator Pengetahuan Pajak (Wardani dan

Rumiyatun, 2017) adalah:

a. Memenuhi kewajiban pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku

b. Membayar pajaknya tepat pada waktunya

c. Wajib Pajak memenuhi persyaratan dalam membayarkan pajaknya

d. Wajib pajak dapat mengetahui jatuh tempo pembayaran.

2. Variabel Kesadaran Wajib Pajak (X2)

Variabel independen kedua dalam penelitian ini adalah kesadaran

wajib pajak (X2) merupakan sebuah itikad baik seseorang untuk

memenuhi kewajiban membayar pajak berdasarkan hati nuraninya yang

tulus (Susilawati dan Budiartha, 2013). Indikator Kesadaran Wajib Pajak

(Wardani dan Rumiyatun, 2017) adalah:

a. Kesadaran adanya hak dan kewajiban pajak memenuhi kewajiban

membayar pajak.

b. Kepercayaan masyarakat dalam membayar pajak untuk pembiayaan

negara dan daerah.


44

c. Dorongan diri sendiri untuk membayar pajak secara sukarela

3. Kualitas Pelayanan Pajak (X3)

Variabel independen ketiga dalam penelitian ini yaitu kualitas

pelayanan pajak (X3) merupakan penyelenggaraan pelayanan yang dapat

memberikan keputusan optimal bagi wajib pajak berhubungan dengan

kualitas pelayanan yang diberikan (Komala, 2014 dalam Awaluddin, dkk.

2017). Indikator Kualitas Pelayanan menurutadalah:

a. Bukti fisik (tangible), berfokus pada barang atau jasa, yang

menyangkut penampilan fasilitas fisik, peralatan, personal, dan alat

komunikasi.

b. Keandalan (reliability), yaitu pemenuhan pelayanan segera dan

memuaskan.Keandalan mencakup kemampuan untuk memberikan

jasa secara akurat sesuai dengan yang dijanjikan.

c. Daya tanggap (responsiveness), yaitu kemampuan karyawan untuk

membantukonsumen menyediakan jasa dengan cepat sesuai dengan

yang diinginkan olehkonsumen. Keaktifan pemberian pelayanan

dengan cepat dan tanggap.

d. Kayakinan (assurance), yaitu pengetahuan dan kemampuan

karyawan untukmelayani dengan ramah dan sopan.

e. Empati (empathy), yaitu perhatian yang diberikan karyawan secara

individualkepada konsumen dan mengerti kebutuhan konsumen.


45

4. Variabel Kepuasan Wajib Pajak (X4)

Variabel independen keempat dalam penelitian ini adalah kepuasan

wajib pahak (X4). Kepuasan wajib pajak adalah suatu keadaan dimana

keinginan, harapan, dankebutuhan wajib pajak dipenuhi (Astia, 2015

dalam Dwipayana, dkk. 2017) . Suatu pelayanan dinilai memuaskan

bilapelayanan tersebut dapat memenuhi harapan dan kebutuhan wajib

pajak.Indikator dari kepuasan wajib pajak adalah:

a. Proses penyelesaian permasalahan

b. Kemudahan Informasi

c. Kesopanan Pegawai

5. Variabel Sanksi Pajak (X5)

Variabel independen kelima dalam penelitian ini adalah sanksi

pajak (X5). Mardiasmo (2011) menyatakan bahwa sanksi perpajakan

merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan

perpajakan (norma perpajakan) akan dituruti dan/atau dipatuhi, dengan

kata lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegah (preventif) agar

wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan. Indikator Sanksi Pajak

(Wardani dan Rumiyatun, 2017) adalah:

a. Wajib pajak mengetahui mengenai tujuan sanksi pajak kendaraan

bermotor

b. Penggenaan sanksi yang cukup berat merupakan salah satu untuk

mendidik wajib pajak


46

c. Sanksi Pajak harus dikenakan pada wajib pajak yang melanggar

tanpa toleransi

6. Variabel Kondisi Keuangan Wajib Pajak (X6)

Variabel independen keenam dalam penelitian ini adalah kondisi

keuangan wajib pajak (X6). Bloomqist (2003) mengidentifikasi bahwa

tekanan keuangan sebagai salah satu sumber tekanan bagi wajib pajak

dan Bloomqist juga berpendapat bahwa wajib pajak orang pribadi yang

mempunyai pendapatan yang terbatas mungkin akan menghindari

pembayaran pajak jika kondisi keuangan wajib pajak tersebut buruk

karena pengeluaran keluarganya lebih besar dari pendapatannya.

Implikasinya bahwa beban keluarga yang menjadi tanggung jawab

seseorang mungkin dapat memoderasi komitmen dari seseorang untuk

melunasi kewajibannya termasuk pembayaran pajak penghasilan.

Indikator variabel kondisi keuangan wajib pajak adalah:

a. Tekanan keuangan

b. Beban keluarga

c. Pendapatan yang terbatas

7. Variabel Kepatuhan Wajib Pajak (Y)

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kepatuhan Wajib

Pajak (Y). Menurut Ilhamsyah, dkk. (2016) menyatakan bahwa

kepatuhan wajib pajak merupakan dimana wajib pajak memenuhi


47

kewajiban perpajakannya dan melaksanakan hak perpajakan dengan baik

dan benar sesuai dengan peraturan dan undang-undang pajak yang

berlaku. Kepatuhan wajib pajak meliputi yaitu memenuhi kewajiban

pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, membayar pajaknya tepat

pada waktunya, wajib pajak memenuhi persyaratan dalam membayar

pajaknya, dan wajib pajak mengetahui jatuh tempo pembayaran.

Indikator variabel kepatuhan wajib pajak adalah:

a. Memenuhi kewajiban pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku

b. Membayar pajaknya tepat pada waktunya

c. Wajib Pajak memenuhi persyaratan dalam membayarkan pajaknya

d. Wajib pajak bersedia melaporkan informasi tentang pajak kepada

fiskus.

D. METODE PENGUMPULAN DATA

Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data berupa

kuesioner atau angket yang diberikan kepada wajib pajak kendaraan bermotor

di wilayah Kabupaten Malaka. Kuesioner atau angket merupakan metode

pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberikan seperangkat

pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk menjawab

(Sugiyono, 2012).

Skala penilaian yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala

likert sesuai dengan pendapat (Sugiyono, 2012) bahwa skala likertdigunakan

dalam penelitian untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau
48

sekelompok orang tentang fenomena sosial. Skala likert mempunyai dua

bentuk pertanyaan, yaitu pertanyaan positif dan pertanyaan negatif, dengan

bentuk jawaban sangat setuju, setuju, netral, tidak setuju, sangat tidak setuju

(Sugiyono, 2012). Dalam penelitian ini penulis menggunakan pertanyaan

positif dengan pemberian skor sebagai berikut: Sangat Setuju (SS) diberi skor

5, Setuju (S) diberi skor 4, Kurang Setuju (KS) diberi skor 3, Tidak Setuju

(TS) diberi skor 2, Sangat Tidak Setuju (STS) diberi skor 1. Dengan

menggunakan skala likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan

menjadi indikator variabel, kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai

titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa peryataan

atau pertanyaan (Sugiyono, 2012).

E. TEKNIK ANALISIS DATA

1. Uji Instrumen

Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk

mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati, agar lebih mudah

untuk diolah dan hasilnya lebih baik (Sugiyono, 2012). Dalam penelitian

ini, instrumen yang digunakan adalah berupa kuesioner atau angket berisi

pertanyaan yang akan dijawab oleh responden.

a. Uji Validitas

Uji validitas adalah uji yang mengukur sah atau valid tidaknya

suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan

pada kuesoner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan


49

diukur oleh kuesioner tersebut. Jadi validitas ingin mengukur apakah

pertanyaan dalam kuesioner yang sudah kita buat betul-betul dapat

mengukur apa yang hendak kita ukur (Ghozali, 2013). Dan seberapa

jauh instrumen itu benar-benar mengukur apa (objek) yang hendak

diukur (Yusuf, 2016). Instrumen yang valid berarti alat ukur yang

digunakan untuk mendapat data itu valid, sehingga dapat digunakan

untuk mengukur apa yang seharusnya diukur (Sugiyono, 2012).

Sehingga hasil validitas ini yaitu makin tinggi validitas suatu

instrumen, maka makin baik instrumen yang digunakan (Yusuf,

2016).

b. Uji Reabilitas

Reabilitas adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang

merupakan indikator dari variabel atau konstruk, sehingga kuesioner

dapat dikatakan reabel jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan

adalah konsisten dan stabil dari waktu ke waktu (Ghozali, 2013).

Dalam penelitian ini peneliti menguji reabilitas dengan

menggunakan uji statistic cronbach alpha. Suatu konstruk atau

variabel dikatakan reabel jika memberikan nilai cronbach alpha>

0.70 (Nunnally 1994 dalam Ghozali 2013).

2. Uji Asumsi Klasik

Formula atau rumus regresi diturunkan dari suatu asumsu data

tertentu, dengan demikian tidak semua data dapat diterapkan regresi.


50

Berikut ini adalah hasil pengujian asumsi klasik yang terdiri dari Uji

Normalitas, Multikolinearitas, dana Heteroskedastisitas.

a. Uji Normalitias

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model

regresi, variabel residual memiliki distribusi normal (Ghozali, 2013).

Uji t dan uji F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti

distribusi normal, jika asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi

tidak valid untuk jumlah sampel kecil (Ghozali, 2013). Untuk

menguji normalitas residual peneliti menggunakan uji statistik non

parametrik kolmogrov-Sumirnov (K-S). Jika nilainya diatas 0,05

maka distribusi data dinyatakan memenuhi asumsi normalitas dan

jika nilainya di bawah 0,05 maka diinterpretasikan sebagai tidak

normal (Ghozali, 2013).

b. Uji Multikolonearitas

Uji multikoloneritas bertujuan untuk menguji apakah variabel

regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas, model

regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antar variabel

bebas (Ghozali, 2013). Multikolonearitas dapar dilihat dari nilai

tolerance dan variance inflation factor (VIF). Tolerance mengukur

variabilitas variabel independen yang terpilih dan yang tidak

dijelaskan oleh variabel independen lainnya (Ghozali, 2013). Jadi

jika nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF yang tinggi.

Nilai cut off yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya


51

multikolonearitas adalah nilai tolerance ≤ 0.10 atau sama dengan

nilai VIF ≥ 10 (Ghozali, 2013).

c. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedatisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam

model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu

pengamatan ke pengamatan lain, jika variance dari residual satu

pengamatan ke pengamatan lain tetap maka disebut

Homoskedastisitas dan jika berbeda disebut dengan

Heteroskedastisitas (Ghozali, 2013). Menurut Ghozali (2013) untuk

mengetahui ada tidaknya heteroskedastisitas dalam penelitian ini

dapat dilihat dengan uji Glejser, uji ini digunakan untuk meregresi

nilai absolut residual terhadap variabel independen dengan

persamaan regresi sebagai berikut:

Ut = a + βXt + vt

Jadi variabel independen signifikan atau positif secara statistik

mempengaruhi variabel dependen, maka indikasi terjadi

heteroskedastisitas.

3. Uji Hipotesis

a. Analisis Regresi Berganda

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah analisis regresi berganda. Tujuan menggunakan analisis

regresi berganda adalah:


52

1) Membuat pengukuran yang didasarkan pada hasil kuantitatif

rata-rata dan nilai variabel tergantung pada nilai variabel

independen.

2) Untuk meramalkan nilai rata-rata variabel independen dengan

didasarkan pada nilai variabel independen diluar jangkauan

sampel. Rumus untuk mencari koefisien regresi linier berganda

adalah sebagai berikut:

Y = β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 +β5X5 + β6X6 +e

Keterangan:

Y : Kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar PKB

X1 : Pengetahuan Wajib Pajak

X2 : Kesadaran Wajib Pajak

X3 : Kualitas Pelayanan Pajak

X4 : Kepuasan Wajib Pajak

X5 : Sanksi Pajak

X6 : Kondisi Keuangan Wajib Pajak

e : Kesalahan pengganggu (error)

β0 : Konstanta

β1– β6 : Koefisien regresi yang akan dihitung

b. Uji Koefisien Determinasi (R2)

Uji Koefisien Determinasi (R2) bertujuan untuk mengukur

seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi


53

variabel dependen (Ghozali, 2013). Nilai koefisien determinasi

adalah antara nol dan saru. Nilai R 2 yang kecil berarti kemampuan

variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel

dependen amat terbatas. Nilai R2 yang mendekati satu berarti

variabel independen memberikan hampir semua informasi yang

dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen. Bila

terdapat nilai adjusted R2bernilai negatif, maka nilai adjusted

R2dianggap bernilai nol.

c. Uji F

Uji F adalah uji signifikansi model penelitian dengan cara

menguji hubungan regresi secara simultan atau bersamaan dari

variabel-variabel independen terhadap variabel dependen. Uji F

ditunjukkan untuk mengukur tingkat keberartian hubungan secara

keseluruhan koefisien regresi dari variabel independen terhadap

variabel dependen. Apabila diperoleh probabilitas F dihitung p ≤

0,05 maka H0 ditolak. Sebaliknya apabila probabilitas F dihitung p ≥

0,05 maka H0 diterima. Bila H0 ditolak berarti variabel-variabel

bebas yang diuji mempunyai hubungan signifikan dengan variabel

terkait.

d. Uji t

Uji t merupakan uji signifikansi model penelitian dengan cara

menguji hubungan regresi parsial dari variabel-variabel bebas

terhadap variabel independen. Sementara sejumlah variabel bebas


54

lainnya yang diduga ada kaitannya dengan variabel yang terkait

tersebut bersifat konstan atau tetap. Analisis ini juga digunakan

untuk mengetahui variabel bebas manakah yang berpengaruh

diantara variabel lainnya. Jika probabilitas t hitung p ≤ 0,05 maka H0

ditolak, sebaliknya jika probabilitas t hitung p ≥ 0,05 maka H0

diterima. Pengujian ini dilakukan dengan sig.t dari t hitung pada

degree of freedom (derajat bebas) tertentu dan membandingkan

dengan tingkat signifikan sebesar 5%.


55

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. DESKRIPSI SAMPLE RESPONDEN

Penelitian ini menggunakan data kuantitatif adalah yang berasal dari

sample orang-orang atau penduduk yang ditanyai jawaban atas pertanyaan

tentang survey untuk menentukan frekuensi dan presentase tanggapan wajib

pajak. Data ini diperoleh dari penyebaran kuisioner kepada wajib pajak

kendaraan bermotor yang bertempat tinggal di wilayah kabupaten Malaka-

NTT. Penyebaran kuesioner dilakukan dari tanggal 18 Maret 2019 sampai

dengan tanggal 1 April 2019. Kuesioner yang disebarkan telah memenuhi

syarat dengan sample yang diambil 400 responden.

Proses pengumpulan data penelitian dilakukan dengan cara

menyebarkan kuesioner secara manual keseluruh wajib pajak kendaraan

bermotor di wilayah kabupaten Malaka. Adapun kuesioner yang dibagikan

adalah mengenai pengetahuan wajib pajak, kesadaran wajib pajak, kualitas

pelayanan pajak, kepuasan wajib pajak, sanksi pajak dan kondisi keuangan

wajib pajak.

Penelitian ini menggunakan angket dimana peneliti menginginkan

tingkat pengembaliannya yang tinggi, maka kuesioner yang disebarkan

langsung kepada responden diharapkan langsung diisi oleh responden.

Kuesioner yang disebarkan di kantor UPT. Pendapatan Wilayah Kabupaten


56

Malaka sebanyak 400 responden. Dalam penelitian ini cara penyebaran

kuesioner ke wajib pajak dilakukan secara langsung atau wawancara terhadap

wajib pajak yang melakukan penbayaran di kantor UPT. Pendapatan Wilayah

Kabupaten Malaka maupun langsung berkunjung ke rumah wajib pajak.

Sample terdiri dari 400 responden dengan cara menyebar kuesioner

kepada wajib pajak yang berada di wilayah kabupaten Malaka. Metode

pengambilan sampel menggunakan teknik accidental sampling yaitu sample

yang terdiri dari unit atau individu yang secara kebetulan mudah ditemui.

Motode ini tidak mempermasalahkan apakah sample yang diambil mewakili

populasi atau tidak.

B. DESKRIPSI KARAKTERISTIK RESPONDEN

Berdasarkan data yang diperoleh dari penyebaran kuesioner pada

setiap wajib pajak di wilayah kabupaten Malaka yang telah membayar pajak

kendaraan bermotor maka pada table 4.1 dan 4.2 dapat dilihat dari jumlah dan

presentase dari karakteristik responden yang meliputi umur dan jenis kelamin.

Karakteristik sample dapat dirincikan sebagai berikut: pada table 4.1 dapat

dilihat rincian ringkasan deskrisi sampel responden.


57

Tabel 4.1
Deskripsi Umur Responden
Umur Responden Jumlah Presentase (%)

17 – 29 Tahun 94 94%

30 – 49 Tahun 167 167%

50 – 69 Tahun 126 126%

˃ 70 Tahun 13 13%

Sumber: data primer yang diolah dengan SPSS 24

Dilihat dari karakteristik responden yang diperoleh berdasarkan maka

mayoritas yang terjadi responden adalah yang berusia kurang kurang lebih 17

– 29 tahun sebesar 94 responden atau 94% disusul dengan yang berusia 30 –

49 tahun sebesar 167 responden atau 167% dan yang berusia 50 – 69 tahun

sebesar 126 responden atau 126% sedangkan responden yang paling sedikit

jumlahnya adalah yang berusia sekitar ˃ 70 tahun sebesar 13 responden atau

13%.

Table 4.2
Deskripsi Jenis Kelamin Responden
Jenis Kelamin Jumlah Presentase (%)

Laki-laki 253 253%

Perempuan 147 147%

Sumber: data primer yang diolah tahun 2019

Berdasarkan table 4.2 karakteristik responden yang dilihat dari jenis

kelamin sebagian besar responden berjenis kelamin laki-laki 253 responden


58

atau 253%, sedangkan responden yang berjenis kelamin perempuan sebesar

147 responden atau 147% dari keseluruhan responden.

C. HASIL ANALISIS DATA

Sebelum melangkah pada penelitian maka perlu diadakan uji

instrumen terlebih dahulu dari kuisioner. Uji instrumen ini dilakukan untuk

mengetahui apakah alat ukur yang telah disusun benar-benar merupakan

instrumen yang valid adan reliable.

1. Uji Kuisioner

a. Uji Validitas

Validitas merupakan alat ukur untuk melihat atau mengetahui

apakah kuisioner dapat digunakan untuk mengukur keadaan

responden sebenarnya. Uji validitas juga dilakukan untuk

mengetahui apakah butir-butir kuisioner mampu mengukur variable

yang tepat. Oleh karena penelitian ini menyangkut keperilakuan,

maka uji validitas kuisioner menggunakan metode analisis faktor.

Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan pearson correlation.

Pedoman suatu model dikatakan valid jika tingkat signifikan di awal

0,05% maka butir pertanyaan itu dikatakan valid. Dasar pengambilan

keputusan untuk uji valid dari metode corelasi person adalah sebagai

berikut:

1.) Jika nilai r hitung lebih besar dari r tabel maka angket tersebut

dinyatakan valid.
59

2.) Jika r hitung lebih kecil dari r tabel maka angket tersebut

dinyatakan tidak valid.

Nilai korelasi tabel untuk sampel berukuran 100 pada tarif

signifikansi 0,05 adalah 0,197. Tabel berikut menunjukan hasil uji

validitas dari empat variabel dengan 100 sampel responden:


60
61
62

Anda mungkin juga menyukai