PROPOSAL SKRIPSI
Oleh:
JENUL MUTAKIN
NIM: 242.13.00869
i
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI GICI
DEPOK
Oleh:
Mengesahkan,
Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi GICI
ii
DR. Ahmad Subagyo, SE., MM., CRBD
iii
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL ................................................................................................. i
LEMBARAN PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN........................................ ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1
1.2. Identifikasi Masalah ...................................................................... 5
1.3. Batasan Masalah ............................................................................ 5
1.4. Rumusan Masalah ......................................................................... 6
1.5. Tujuan Penelitian ........................................................................... 6
1.6. Manfaat Penelitian ......................................................................... 7
1.7. Sistematika Penulisan .................................................................... 7
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
yang mesti di kembangkan. Oleh karena itu, beberapa penulis menyarankan untuk tidak
membentuk sistem manajemen dan pelaporan yang akan meningkatkan kurang
relevansian sistem. Karena sistem tersebut tidak dapat menyediakan eksekutif ( direksi )
informasi yang esensial untuk proses pengelolaan berdasarkan pengetahuan dan sumber
tak berwujud (Bornemann dan Leitner, 2002 dalam Kuryanto dan Muchamad, 2009:2).
Jika melihat kepada sejarah, perbedaan asset berwujud dan tidak berwujud dalam
hal ini Intelectual Capital ( IC ) tidak jelas. Karena IC dihubungkan sebagai goodwill
padahal keduanya berbeda (Accounting Principles Board, 1970; Accounting Standars
Board, 1997; Ikatan Akuntan Indonesia, 2007; Hong, 2007 dalam Kuryanto dan
Muchamad, 2009:2). Fakta tersebut dapat ditelusuri kembali ke awal tahun 1990-an
ketika gagasan umum nilai aktiva tak berwujud selalu dinamai goodwill sejak praktek
bisnis dan akuntansi diterapkan (International Federation of Accountans, 1998; Hong
2007 dalam Kuryanto dan Muchamad 2009:2). Menurut Abidin (2000) dalam Kuryanto
dan Muchamad (2009:3), modal intelektual masih belum dikenal secara luas di
Indonesia. Sampai dengan saat ini, perusahaan – perusahaan di Indonesia cenderung
menggunakan Conventional Based dalam membangun bisnisnya sehingga produk yang
dihasilkan masih miskin kandungan teknologinya. Di samping itu, perusahaan –
perusahaan tersebut belum memberikan perhatian lebih terhadap Human Capital,
Struktural Capital, dan Customer Capital. Padahal semua ini merupakan elemen
pembangun modal intelektual perusahaan. Kesimpulan ini dapat di ambil karena
minimnya informasi tentang modal intelektual di Indonesia.
Selanjutnya, Abidin (2000) dalam Kuryanto dan Muchamad (2009:3-4)
menyatakan bahwa perusahaan – perusahaan di Indonesia akan dapat bersaing apabila
menggunakan keunggulan kompetitif yang diperoleh melalui inovasi – inovasi kreatif
yang dihasilkan modal intelektual perusahaan. Hal ini akan mendorong terciptanya
produk – produk yang favourable di mata konsumen.
Dari segi keilmuan, penelitian mengenai IC mulai sering dilakukan sejak tahun
1998. Pada awalnya banyak penelitian yang lebih mengarah pada pengklasifikasian
konsep IC (Ulum, 2009 dalam Yogidanarinto, 2011:15). Studi pertama dimulai dengan
identifikasi, representasi, dan klasifikasi komponen IC (Edvinsson dan Malone,1997
dalam Yogidanarinto, 2011:15). Dari berbagai sektor industri perusahaan yang ada,
2
berdasarkan Research and Development pada tahun 2011 sumber data dari IFPMA
(International Federation of Pharmaceutical Manufacturers & Association)
menunjukkan bahwa yang konsisten dalam investasi untuk keperluan belanja Research
and Development adalah sektor Farmasi dan Bioteknologi. Industri farmasi dikenal
sebagai industri padat pengetahuan (knowledge based industry) dengan karakteristik
belanja R & D yang besar melebihi rata-rata industri (Sampurno, 2007 dalam Mayasani,
2015:2).
Banyak para peneliti yang telah melakukan penelitian yang berhubungan dengan
modal intelektual, seperti penelitian yang dilakukan oleh Wijaya (2012), dalam
penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Profitabilitas pada
Perusahaan Farmasi di BEI” menghasilkan penelitian dengan model regresi linear sederhana
yaitu, intellectual capital berpengaruh positif terhadap Retun on Asset, Hal ini
disebabkan karena perusahaan lebih memaksimalkan pemanfaatan asetnya untuk
mendorong kualitas karyawan yang dimiliki guna meningkatkan laba yang dihasilkan.
Intellectual capital berpengaruh positif terhadap Return on Equity. Hal ini disebabkan
karena pengembalian modal hanya dipengaruhi oleh faktor yang berupa pengetahuan
karyawan. Intellectual capital berpengaruh positif terhadap earning per share. Hal ini
disebabkan perusahaan mampu memanfaatkan dan mengelola modal intelektual yang
dimiliki dengan baik dan secara maksimal, sehingga dapat memberikan nilai tambah
terhadap laba per lembar sahamnya.
Kartika dan Saarce (2013) dengan judul penelitian “Pengaruh Intellectual Capital
pada Profitabilitas Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada
Tahun 2007 – 2011”, yang menguji pengaruh intellectual capital terhadap profitabilitas
perusahaan dengan menggunakan beberapa variabel kontrol yang di identifikasi sebagai
faktor yang mempengaruhi profitabilitas antara lain adalah Value Added Human Capital
( VAHU ), Structural Capital Value Added ( STVA ), dan Value Added Capital
Employed ( VACA ) dengan model penelitian regresi linear berganda. Hasil penelitian
Kartika dan Saarce (2013) adalah dengan menggunakan uji signifikansi simultan (uji F)
dan uji signifikansi parsial (uji t) dengan α = 5%. Hasil uji F menunjukkan bahwa Value
Added Human capital (VAHU), Structural Capital Value Added (STVA), dan Value Added
Capital employed (VACA) mempunyai pengaruh yang signifikan secara bersama-sama
3
terhadap profitabilitas. Hasil uji t menunjukkan bahwa Value Added Human capital (VAHU)
tidak berpengaruh terhadap profitabilitas. Sedangkan Structural Capital Value Added
(STVA), dan Value Added Capital employed (VACA) berpengaruh positif signifikan
terhadap profitabilitas.
Cahyani, Tara dan Jelita (2015) melakukan penelitian dengan variabel independen
dan variabel dependen yang sama dengan penelitian yang di lakukan oleh Wijaya (2012)
dan Kartika dan Saarce (2013) yaitu intellectual capital sebagai variabel independen dan
Return on Asset ( ROA ) sebagai variabel dependen. Dengan menggunakan metode
analisis data partial least squares (PLS) dan judul penelitian “Pengaruh Intellectual
Capital Terhadap Profitabilitas pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia” yang menghasilkan penelitian bahwa :
1. Setelah dilakukan tabulasi dan olah data dalam pengujian hipotesis, maka dapat
disimpulkan bahwa intellectual capital (IC) berpengaruh terhadap profitabilitas
secara keseluruhan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI) untuk tahun 2010-2013.
2. Pada hasil analisis data juga diperoleh bahwa intellectual capital (IC) berpengaruh
terhadap profitabilitas sebelum dan sesudah implementasi IFRS (International
Financial Reporting Standards) pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia (BEI). Pengujian ini dilakukan bertujuan untuk memberikan informasi
tambahan dari komponen pendukung atas komponen utama penelitian.
3. Pada pengujian setiap sektor industri manufaktur bertujuan untuk membuktikan
konsistensi pengaruh intellectual capital terhadap profitabilitas, sehingga hasilnya
adalah sektor industri semen dan sektor plastik kemasan yang menunjukkan bahwa
intellectual capital (IC) tidak berpengaruh terhadap profitabilitas untuk tahun 2010-
2011.
Dari penelitian – penelitian yang dilakukan sebelumnya, terdapat hubungan positif
terkait dengan intellectual capital terhadap profitabilitas perusahaan. Namun, seiring
berkembangnya zaman dan perubahan global peneliti berkeinginan untuk meneliti
kembali tentang metode pengukuran ini pada perusahaan farmasi dengan tahun yang
berbeda dari penelitian sebelumnya. Penelitian ini menggunakan metode M-VAIC
(Modified Value Added Intellectual Coefficient) untuk mengukur tingkat intellectual
4
capital perusahaan. Metode M-VAIC merupakan model pengembangan pengukuran
modal intelektual VAICTM (Pulic, 1997) yang dikembangkan oleh Ulum (2014:109-110)
dengan menambahkan satu komponen dari IC yaitu Relational Capital Efficiency (RCE).
Sehingga M-VAIC terdiri dari empat komponen, yaitu : Human Capital Efficiency
(HCE), Structural Capital Efficiency (SCE), Relational Capital Efficiency (RCE), dan
Capital Employed Efficiency (CEE).
Berdasarkan hal yang telah di kemukakan di atas, maka penelitian ini di beri judul
PENGARUH INTELLECTUAL CAPITAL TERHADAP PROFITABILITAS PADA
PERUSAHAAN FARMASI YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA
PERIODE 2010 – 2015.
5
Harapannya dalam pemecahan masalah lebih terarah. Oleh sebab itu penulis membatasi
penelitian ini hanya pada pengaruh intellectual capital pada perusahaan farmasi yang
terdaftar di BEI periode 2010 – 2015.
1.4. Perumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang di atas bahwa perusahaan farmasi merupakan
perusahaan yang konsisten dalam investasi untuk keperluan belanja Research and
Development maka selanjutnya dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1. Apakah secara parsial Human Capital Efficiency (HCE) berpengaruh positif
terhadap profitabilitas ?
2. Apakah secara parsial Structural Capital Efficiency (SCE) berpengaruh positif
terhadap profitabilitas ?
3. Apakah secara parsial Capital Employed Efficiency (CEE) berpengaruh positif
terhadap profitabilitas ?
4. Apakah secara parsial Relational Efficiency (RCE) berpengaruh positif terhadap
profitabilitas ?
5. Apakah intellectual capital yang terdiri dari HCE, SCE, CEE, dan RCE
berpengaruh positif signifikan terhadap profitabilitas perusahaan farmasi ?
6
2. Bermanfaat untuk meningkatkan nilai tambah suatu perusahaan melalui evaluasi
kinerja perusahaan.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
8
Sumber daya yang sulit untuk ditemukan di antara pesaing akan menjadi potensi
perusahaan. Oleh karena itu sumber daya harus langka atau unik untuk menawarkan
keunggulan kompetitif.
3. Imperfect Imitability
Sumber daya dapat menjadi dasar keunggulan kompetitif yang berkelanjutan hanya
jika perusahaan yang tidak memegang sumber daya ini tidak bisa mendapatkan atau
tidak dapat meniru sumber daya tersebut.
4. Non-substitusi (N)
Sumber daya yang bersifat non – subtitusi menunjukkan bahwa sumber daya tersebut
tidak dapat diganti dengan alternatif sumber daya lain. Di sini, pesaing tidak dapat
mencapai kinerja yang sama dengan mengganti sumber daya dengan sumber daya
alternatif lainnya.
9
komponennya terdiri dari HCE, SCE, dan CEE, sedangkan pada M-VAIC terdapat
penambahan satu komponen yakni RCE.
10
3. Relational Capital Efficiency (RCE)
Relational Capital Efficiency (RCE) merupakan komponen terbaru dalam
menghitung modal intelektual perusahaan yang dimodifikasi oleh Ulum (2014:109).
Relational capital merupakan hubungan harmonis yang dimiliki oleh perusahaan
dengan para mitranya, baik berasal dari para pemasok yang andal dan berkualitas,
pelanggan yang loyal dan merasa puas akan pelayanan perusahaan,dan berasal dari
hubungan perusahaan dengan pemerintah maupun masyarakat sekitar (Sawarjuwono
dan Agustine, 2003:39). Rasio ini mengukur jumlah relational capital yang
dibutuhkan untuk dapat menghasilkan satu unit moneter dari nilai tambah. Relational
Capital (RC) diukur dengan menggunakan biaya pemasaran perusahaan (Ulum,
2014:109).
4. Capital Employed Efficiency (CEE)
Capital Employed Efficiency (CEE) merupakan indikator nilai tambah terhadap
efisiensi dari capital employed (Chen et al, 2005 dalam Mayasani,2015:10). CEE
menunjukkan kemampuan perusahaan dalam mengelola sumber daya berupa capital
asset. Apabila capital asset dikelola dengan baik maka akan dapat meningkatkan
kinerja keuangan perusahaan (Mayasani, 2015:10)
2.1.4. Profitabilitas
Profitabilitas merupakan suatu pengukuran atas kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan atau meningkatkan laba (Cahyani, Tara, dan Jelita, 2015:5). Profitabilitas
adalah sebuah pengukuran tertentu untuk menilai kinerja keuangan suatu perusahaan
sehingga diketahui tujuan pencapaiannya. Rasio profitabilitas adalah rasio yang
mengukur bagaimana tingkat pengembalian perusahaan dibandingkan dengan
penjualannya, investasi aset, dan ekuitasnya (Wijaya, 2012:19). Dalam mengukur rasio
profitabilitas, banyak pengukuran yang dapat dilakukan. Seperti yang dikemukakan oleh
Wijaya (2012:19) bahwa ada lima (5) pengukuran rasio profitabilitas, yaitu :
11
Mengukur laba bersih dari setiap rupiah penjualan setelah dikurangi harga pokok dan
seluruh beban termasuk bunga dan pajak.
3. Earnings per Share (EPS)
Jumlah laba pada suatu periode yang tersedia untuk setiap saham biasa yang beredar
selama periode pelaporan.
4. Return on Asset (ROA)
Mengukur tingkat pengembalian total aset.
5. Return on Equity (ROE)
Mengukur tingkat pengembalian total ekuitas.
Dalam penelitian ini, rasio profitabilitas yang akan digunakan adalah dengan rasio
Return on Asset. Dimana rasio ini untuk mengetahui dampak dari intellectual capital
terhadap penggunaan aset (Wijaya, 2012:19).
12
sebagai faktor yang mempengaruhi profitabilitas antara lain meliputi Value Added Human
capital (VAHU), Structural Capital Value Added (STVA), dan Value Added Capital
employed (VACA). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan yang
bergerak pada sektor perbankan. Penarikan sampel dilakukan menggunakan purposive
sampling method sehingga diperoleh 22 perusahaan yang akan digunakan sebagai sampel
penelitian. Hipotesis dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan model regresi linear
berganda. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji signifikansi simultan (uji
F) dan uji signifikansi parsial (uji t) dengan α = 5%. Hasil uji F menunjukkan bahwa Value
Added Human capital (VAHU), Structural Capital Value Added (STVA), dan Value Added
Capital employed (VACA) mempunyai pengaruh yang signifikan secara bersama-sama
terhadap profitabilitas. Hasil uji t menunjukkan bahwa Value Added Human capital (VAHU)
tidak berpengaruh terhadap profitabilitas. Sedangkan Structural Capital Value Added
(STVA), dan Value Added Capital employed (VACA) berpengaruh positif signifikan
terhadap profitabilitas.
Cahyani, Tara dan Jelita (2015) melakukan penelitian dengan variabel independen
dan variabel dependen yang sama dengan penelitian yang di lakukan oleh Wijaya (2012)
dan Kartika dan Saarce (2013) yaitu intellectual capital sebagai variabel independen dan
Return on Asset ( ROA ) sebagai variabel dependen dalam judul penelitian “Pengaruh
Intellectual Capital terhadap profitabilitas pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia”. Dengan menggunakan metode analisis data partial least squares
(PLS) yang menghasilkan penelitian bahwa :
1. Setelah dilakukan tabulasi dan olah data dalam pengujian hipotesis, maka dapat
disimpulkan bahwa intellectual capital (IC) berpengaruh terhadap profitabilitas
secara keseluruhan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI) untuk tahun 2010-2013.
2. Pada hasil analisis data juga diperoleh bahwa intellectual capital (IC) berpengaruh
terhadap profitabilitas sebelum dan sesudah implementasi IFRS (International
Financial Reporting Standards) pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia (BEI). Pengujian ini dilakukan bertujuan untuk memberikan informasi
tambahan dari komponen pendukung atas komponen utama penelitian.
3. Pada pengujian setiap sektor industri manufaktur bertujuan untuk membuktikan
konsistensi pengaruh intellectual capital terhadap profitabilitas, sehingga hasilnya
13
adalah sektor industri semen dan sektor plastik kemasan yang menunjukkan bahwa
intellectual capital (IC) tidak berpengaruh terhadap profitabilitas untuk tahun 2010-
2011.
14
berpengaruh terhadap
profitabilitas untuk tahun
2010-2011
H1 (+)
Human Capital Efficiency
(HCE)
H2 (+)
Structural Capital
Efficiency
PROFITABILITAS
H3 (+) (ROA)
Relational Capital
Efficiency
H4 (+)
Capital Employe Efficiency
(CEE)
H5 (+)
2.4. Hipotesis
2.4.1. Pengaruh Human Capital Efficiency terhadap Profitabilitas
Human Capital (HC) menggambarkan sumber daya manusia dengan
pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi yang unggul, maka dapat meningkatkan
kinerja keuangan perusahaan sehingga mencapai keunggulan kompetitif (Kartika dan
15
Saarce, 2013:18). Human capital mencerminkan kemampuan kolektif perusahaan untuk
menghasilkan solusi terbaik berdasarkan pengetahuan yang dimiliki orang – orang yang
ada dalam perusahaan tersebut (Sawarjuwono dan Agustine, 2003:38). Indikasi gaji dan
tunjangan yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawan, mampu mmeningkatkan
karyawan dalam mendukung kinerja perusahaan sehingga HC dapat menciptakan value
added serta meningkatkan pendapatan dan profit perusahaan (Kartika dan Saarce,
2013:18). Laba akuntansi merupakan ukuran return bagi pemegang saham
(shareholder), sementara value added merupakan ukuran yang lebih akurat yang
diciptakan oleh stakeholder (Ulum, 2008 dalam Kartika dan Saarce, 2013:18). Value
added yang dimiliki perusahaan salah satunya dihasilkan oleh efisiensi dari human
capital. Artinya, perusahaan mampu memaksimalkan pengetahuan, keahlian, jaringan
sehingga menciptakan nilai, sehingga hal ini juga dapat menguntungkan shareholder
karena manajemen mampu mengelola organisasi untuk kepentingan mereka. Salah satu
ukuran kepentingan shareholder yaitu ROA. Sehingga dapat disimpulkan bahwa human
capital memiliki pengaruh signifikan terhadap profitabilitas dan hubungan positif
(Kartika dan Saarce, 2013:18).
H1 : Value Added Human Capital/HCE berpengaruh positif terhadap
profitabilitas.
2.4.2. Pengaruh Structural Capital Efficiency (SCE) terhadap Profitabilitas
Structural capital merupakan kemampuan organisasi atau perusahaan dalam
memenuhi proses rutinitas perusahaan dan strukturnya yang mendukung usaha karyawan
untuk menghasilkan kinerja intelektual yang optimal serta kinerja bisnis secara
keseluruhan, misalnya: sistem operasional perusahaan, proses manufakturing, budaya
organisasi, filosofi manajemen dan semua bentuk intellectual property yang dimiliki
perusahaan (Sawarjuwono dan Agustine, 2003:38). Tanpa diiringi oleh pengelolahan SC
yang baik maka akan menghambat produktivitas karyawan dalam menghasilkan value
added (Basyar, n.d dalam Kartika dan Saarce, 2013:18). Manajemen yang mampu
mengelolah SC dengan baik akan membantu meningkatkan kinerja perusahaan sehingga
dapat meningkatkan pendapatan dan profit perusahaan (Kartika dan Saarce, 2013:18).
Jadi dapat disimpulkan bahwa structural capital memiliki pengaruh sigfnifikan terhadap
profitabilitas dan hubungan positif.
16
H2 : Structural Capital Efficiency berpengaruh positif terhadap profitabilitas
2.4.3. Pengaruh Relational Capital Efficiency terhadap Profitabilitas
Relational capital merupakan hubungan yang harmonis/association network
yang dimiliki oleh perusahaan dengan para mitranya, baik yang berasal dari para
pemasok yang andal dan berkualitas, berasal dari pelanggan yang loyal dan merasa puas
akan pelayanan perusahaan yang bersangkutan, berasal dari hubungan perusahaan
dengan pemerintah maupun dengan masyarakat sekitar (Sawarjuwono dan Agustine,
2003:39). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Ulum (2014), yang menguji pengaruh
relational capital terhadap value added (nilai tambah) tidak memberikan kontribusi yang
signifikan pada perusahaan perbankan. Nilai R2 yang diperoleh untuk relational capital
berada dalam kisaran antara 0,461-0,665, angka ini relatif lebih kecil dari komponen lain
karena jumlah investasi relational capital diproksi oleh biaya pemasaran
(Ulum,2014:114). Dengan demikian, Relational Capital Efficiency tidak memiliki
pengaruh signifikan terhadap nilai tambah peusahaan.
H3: Relational Capital Efficiency (RCE) tidak berpengaruh signifikan terhadap
nilai tambah perusahaan / profitabilitas
2.4.4. Pengaruh Capital Employe Efficiency terhadap Profitabilitas
Capital employed (CE) menggambarkan kemampuan perusahaan dalam
mengelola sumber daya berupa capital asset yang apabila dikelola dengan baik akan
meningkatkan kinerja keuangan perusahaan (Kartika dan Saarce, 2013:18-19). VACA
merupakan bentuk dari kemampuan perusahaan dalam mengelola sumber dayanya yang
berupa capital asset. Dengan pengelolaan dan pemanfaatan capital asset yang baik,
maka perusahaan dapat meningkatkan kinerja keuangan, pertumbuhan perusahaan, dan
nilai pasar (Kusumo, 2012 dalam Kartika dan Saarce, 2013:19). Pemanfaatan efisiensi
CE yang digunakan dapat meningkatkan ROA, karena modal yang digunakan
merupakan nilai aset yang berkontribusi pada kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan pendapatan (Kartika dan Saarce, 2013:19). Semakin baik perusahaan
dalam mengelola komponen - komponen intellectual capital, maka menunjukkan
semakin baik perusahaan dalam mengelola aset. Jika perusahaan mampu mengelola aset
dengan baik dan dapat menekan biaya operasional, maka dapat meningkatkan value
added dari hasil kemampuan intelektual perusahaan. Dengan demikian, dapat
17
disimpulkan bahwa capital employed efficiency memiliki pengaruh sigfnifikan terhadap
profitabilitas dan hubungan positif.
H4 : Capital Employe Efficiency (CEE) berpengaruh positif terhadap
profitabilitas
2.4.5. Pengaruh Intellectual Capital terhadap Profitabilitas
Meskipun meningkatnya pengakuan pentingnya Intellectual Capital (IC) dalam
berkendara nilai – nilai perusahaan dan keunggulan kompetitif, standar akuntansi yang
mengatur IC masih sangat terbatas (Ulum, 2014:104). Intellectual Capital (IC) adalah
aset tidak terwujud yang penting untuk kemajuan dan perkembangan perusahaan.
Namun, metode pengukurannya tidak mudah karena ketentuan yang masih terbatas
seperti yang tercantum dalam PSAK 19 yang menyatakan bahwa aset tidak berwujud
diakui dan hanya jika : 1).Kemungkinan besar yang Perusahaan akan memperoleh
manfaat ekonomis masa depan dari aset tersebut, dan 2). Biaya aset dapat diukur secara
andal (Ulum, 2014:104). Oleh karena persyaratan itulah, seorang peneliti yang bernama
Pulic (1998) mengembangkan metode pengukuran yang dikenal dengan VAIC TM (Value
Added Intellectual Coeficient). VAICTM tidak mengukur IC itu sendiri, tetapi mengukur
dampak dari manajemen IC (Ulum, 2009b, Ulum, Ghozali, dan Chariri 2008 dalam
Ulum, 2014:104). Model VAICTM yang dibangun oleh Pulic (1998) terdiri dari tiga (3)
komponen, yaitu : Human Capital Efficiency (HCE), Struktural Capital Efficiency
(SCE), dan Capital Employe Efficiency (CEE) (Ulum, 2014:104).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Kartika dan Saarce (2013), hasil
pengukuran yang dilakukan atas ketiga komponen tersebut menghasilkan bahwa
Intellectual Capital yang terdiri dari HCE, SCE, dan CEE menunjukkan pengaruh yang
signifikan terhadap profitabilitas perusahaan. Jika perusahaan mengelola IC dengan
baik, maka perusahaan tersebut sudah dapat mengelola aset perusahaan dengan baik
pula. Sehingga, semakin baik perusahaan dapat mengelola aset dan mampu menekan
biaya operasional, maka nilai tambah perusahaan dapat meningkat atas hasil kemampuan
intellectual perusahaan. Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa
Intellectual Capital berpengaruh poritif terhadap profitabilitas.
H5: Intellectual Capital berpengaruh positif terhadap profitabilitas.
18
19
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.3.2. Sampel
Pemilihan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling
dengan tujuan mendapatkan sampel yang representative sesuai dengan kriteria yang
sudah ditentukan (Indriantoro dan Supomo, 2002 dalam Dwipayani, 2014:47).
Kemudian menurut Sekaran (2006) dalam Dwipayani (2014:47) mengemukakan bahwa
penggunaan metode purposive sampling bertujuan agar peneliti mendapatkan informasi
dari kelompok sasaran yang spesifik. Berikut ini adalah kriteria dalam penentuan
sampel:
20
1. Perusahaan tidak mengalami delisting di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2010 –
2015. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan data yang lengkap.
2. Perusahaan memiliki tahun buku yang berakhir pada 31 Desember tahun 2010 –
2015 dan telah di audit.
3. Perusahaan memiliki nilai laba positif selama tahun 2010 – 2015.
21
EC : Employe Cost / Biaya Karyawan
D : Depresiasi
A : Amortisasi
2. Menghitung HCE (Pulic,2000a dalam Ulum, 2014:108-109)
Menurut Pulic (2004) dalam Ulum (2014:109), VAICTM adalah jumlah dari
Intellectual Capital Efficiency (ICE) dan Capital Employe Efficiency (CEE),
sementara ICE adalah HCE (Human Capital Efficiency) ditambah SCE (Structural
Capital Efficiency). Tahap kedua adalah dengan mencari nilai HCE (Human Capital
Efficiency) sebagai variabel X1 dengan rumus berikut:
HCE = VA
HC
Dimana :
HCE : Human Capital Efficiency (rasio VA ke HC)
VA : Value Added
HC : Human Capital (Jumlah gaji dan upah)
3. Menghitung SCE (Pulic,2000a dalam Ulum, 2014:108-109)
Tahap ketiga adalah menhitung nilai Structural Capital Efficiency (SCE) sebagai
variabel X2 dengan rumus :
SCE = SC
VA
Dimana :
SCE : Structural Capital Efficiency (rasio SC ke VA)
SC : Structural Capital (VA – HC)
4. Menghitung RCE (M-VAIC) (Ulum, 2014)
Dalam M-VAIC, Ulum (2014:109-110) menambahkan komponen ketiga dari IC,
yaitu RCE (Relational Capital Efficiency). RCE menggambarkan efisiensi investasi
dalam aspek relasional. Dalam hal ini, modal relasional diproksikan dengan biaya
pemasaran. Rumus RCE (Relational Capital Efficiency) sebagai variabel X3 sebagai
tahap ke empat adalah :
RCE = RC
VA
Dimana :
RCE : Relational Capital Efficiency (rasio RC untuk VA)
22
RC : Relational Capital / biaya pemasaran (Nazari dan Herremans, 2007
: dalam Ulum, 2014:110).
5. Menghitung CEE (Pulic, 2000a dalam Ulum, 2014:110)
Pulic (2004) dalam Ulum (2014:110) berpendapat bahwa untuk memiliki gambaran
yang luas dari efisiensi semua sumber daya, itu adalah penting untuk modal
finansial dan modal fisik (Capital Employed) sebagai salah satu pertimbangan CEE
(Capital Employed Efficiency) sebagai variabel X4 merupakan tahap ke lima untuk
mendapatkan nilainya dihitung dengan rumus:
CEE = VA
CE
Dimana :
CEE : Capital Employed Efficiency (rasio VA ke CE)
CE : Capital Employed (nilai buku dari tortal aset)
6. Tahap ke enam adalah untuk bisa mendapatkan nilai Modified Value Added
Coeficient sebagai variabel X5 yaitu dengan cara berikut ini :
23
Gambar 3.1. Gambar Perumusan M-VAIC
Human Capital
(HC) HCE
Relational Capital
RCE M-VAIC
(RC)
Capital Employed
ICE
(CE)
Sumber : dimodifikasi dari Laing, Dunn, dan Hughes-Lucas (2010) dalam Ulum (2014:110)
24
Tabel 3.1. Definisi Operasional Variabel
HCE = VA
HC
Structural Capital merupakan
Strutural Sawarjuwono
kemampuan organisasi atau
Capital dan Agustine
perusahaan dalam memenuhi SC
Efficiency SCE = (2003:38).
proses rutinitas perusahaan dan
(X2)
strukturnya yang mendukung VA Dan Ulum
usaha karyawan untuk (2014:108-
menghasilkan kinerja 109)
intelektual yang optimal serta
kinerja bisnis secara
keseluruhan, misalnya: sistem
operasional perusahaan, proses
manufakturing, budaya
organisasi, filosofi manajemen
dan semua bentuk intellectual
property yang dimiliki oleh
perusahaan (Sawarjuwono dan
Agustine, 2003:38).
25
Intellectual M-VAIC adalah ukuran M-VAIC = Ulum
Capital / M- komprehensif IC berdasarkan HCE+SCE+RCE+CEE (2014:109-
VAIC model VAICTM Pulic (1998) 110)
yang dikembangkan oleh Ulum
(X5)
(2014) dengan penambahan
komponen ketiga IC yaitu
relational capital effeciency
(RCE)
26
3.6.3. Uji Asumsi Klasik
1. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi
linier ada korelasi antara kesalahan penggangu dengan pada peride t dengan kesalahan
pengganggu pada periode t-1 atau periode sebelumnya (Dwipayani,2014:50). Masalah
autokkorelasi disebabkan oleh residual (kesalahan pengganggu) tidak bebas dari
observasi ke observasi lainnya (Ghozali, 2011 dalam Dwipayani, 2014:50). Model
regresi yang baik adalah model regresi yang terbebas dari autokorelasi. Dalam penelitian
ini, menggunakan model Durbin Watson (DW-test). Untuk mendeteksi ada atau tidaknya
autokorelasi maka dilakukan pengujian Durbin-Watson (DW) dengan ketentuan sebagai
berikut (Sulaiman, 2004 dalam Awaluddin, 2014:31):
a. 1,65 < DW < 2,35 berarti tidak terjadi autokorelasi
b. 1,21 < DW < 1,65 atau 2,35 < DW < 2,79 berarti tidak dapat disimpulkan
c. DW < 1,21 atau DW > 2,79 berarti terjadi autokorelasi
2. Uji Heterokedastisitas
Uji Heterokedastisitas adalah suatu keadaan dimana varians dan kesalahan
pengganggu tidak konstan untuk semua variabel bebas. Model regresi yang baik adalah
tidak terjadi heterokedastisitas. Uji heterokedastisitas dapat dilakukan dengan
menggunakan uji glejser yaitu dengan menguji tingkat signifikansinya. Pengujian ini
dilakukan untuk merespon variabel X sebagai variabel independen dengan nilai absolut
unstandardized residual regresi sebagai variabel dependent. Apabila hasil uji diatas level
signifikan ( r > 0,05 ) berarti tidak terjadi heterokedastisitas dan sebaliknyaa apabila
level dibawah signifikan ( r < 0,05 ) berarti terjadi heterokedastisitas.
3. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
ditemukan adanya korelasi yang tinggi atau sempurna antara variabel independen atau
tidak. Adapun cara pendeteksiannya adalah jika multikolinearitas tinggi, kemungkinan
diperoleh R2 yang tinggi tetapi tidak satupun atau sangat sedikit koefisien yang ditaksir
yang signifikan/penting secara statistik (Sulaiman, 2004 dalam Awaluddin, 2014:30-31).
Model yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi yang tinggi diantara variabel
independen. Multikolinearitas juga dapat dilihat dari nilai tolerance dan lawannya
variance inflation factor (VIF). Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel
27
independen manakah yang dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Tolerance
mengukur variabilitas variabel independen yang terpilih yang tidak dapat dijelaskan oleh
variabel independen lainnya. Jadi apabila nilai tolerance rendah sama dengan nilai VIF
tinggi (karena VIF = 1/tolerance) dan menunjukkan adanya multikolinearitas yang
tinggi. Nilai cutoff yang umum dipakai adalah nilai tolerance di atas 0,10 atau sama
dengan nilai VIF di bawah 10 maka tidak terjadi multikolienieritas.
Keterangan :
Y : Profitabilitas ( ROA )
: Konstanta
X1 : Human Capital Efficiency ( HCE )
X2 : Structural Capital Efficiency ( SCE )
X3 : Capital Employed Efficiency (CEE)
X4 : Relational Capital Efficiency ( RCE )
X5 : M-VAIC
1........... 5 : Koefisien
: Error
28
1. Uji Koefesien Determinasi ( R2 )
Koefisien determinasi pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model
dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai R2 terletak antara 0 sampai dengan
1 (0 ≤ R2 ≤ 1). Tujuan menghitung koefisien determinasi adalah untuk mengetahui
pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Nilai R2 memunyai interval
antara 0 sampai 1 (0≤ R2 ≤1). Semakin besar nilai R2 (mendekati 1), semakin baik hasil
untuk model regresi tersebut. Semakin mendekati 0, maka variabel independen secara
keseluruhan tidak dapat menjelaskan variabel dependen (Sulaiman, 2004 dalam
Awaluddin, 2014:32).
2. Uji Simultan ( Uji F )
Uji signifikan F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel independen
yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap
variabel dependen (Awaluddin, 2014:33). Langkah-langkah Uji f sebagai berikut.
a. Menentukan Hipotesis
Ho : β = 0, artinya variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh
terhadap variabel dependen.
Ha : β ≠ 0, artinya variabel independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap
variabel dependen.
b. Menentukan Tingkat Signifikan
Tingkat signifikan pada penelitian ini adalah 5% artinya risiko kesalahan mengambil
keputusan 5%.
c. Pengambilan Keputusan
Jika probabilitas (sig F) > α (0,05) maka Ho diterima, artinya tidak ada pengaruh
yang signifikan dari variabel independen terhadap variabel dependen.
Jika probabilitas (sig F) < α (0,05) maka Ho ditolak, artinya ada pengaruh yang
signifikan dari variabel independen terhadap variabel dependen.
3. Uji Hipotesis
Uji statistik t menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen
secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen dengan taraf
signifikansi 5% (Awaluddin, 2014:33-34). Langkah-langkah dalam menguji t adalah
sebagai berikut.
a. Merumuskan Hipotesis
Ho : β = 0, artinya tidak terdapat pengaruh yang signifikan antar variabel independen
(X) terhadap variabel dependen (Y).
29
Ha : β ≠ 0, artinya terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel independen (X)
terhadap variabel dependen (Y).
b. Menentukan Tingkat Signifikan
Tingkat signifikan pada penelitian ini adalah 5%, artinya risiko kesalahan mengambil
keputusan adalah 5%.
c. Pengambilan Keputusan
Jika probabilitas (sig t) > α (0,05) maka Ho diterima, artinya tidak ada pengaruh
yang signifikan secara parsial dari variabel independen (X) terhadap variabel
dependen (Y).
Jika probabilitas (sig t) < α (0,05) maka Ho ditolak, artinya ada pengaruh yang
signifikan secara parsial dari variabel independen (X).
30
DAFTAR PUSTAKA
Cahyani, R., I., T. W. S., & J. L. Ferdiana., (2015). Pengaruh Intellectual Capital
Terhadap Profitabilitas pada Perusahaan Manufaktur yang Terdatar di Bursa Efek
Indonesia. Jurnal Riset Akuntansi dan Perpajakan JRAP. ISSN : 2339-1545.
Volume 2. No. 1, Juni 2015, hal 1-18. Program Studi Magister Akuntansi
Universitas Pancasila. STIE Perbanas. Surabaya.
Dwipayani,. C., C. (2014). Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Profitabilitas dan
Kinerja Pasar (Studi Empiris pada Perusahaan Dagang dan Jasa). Skripsi.
Universitas Diponegoro. Semarang.
Kartika, M., & S. E. Hatane., (2013). Pengaruh Intellectual Capital Terhadap
Profitabilitas pada Perusahaan Perbankan yang Terdatar di Bursa Efek Indonesia
pada Tahun 2007-2011. Business Accounting Review. Volume 1. No. 2, 2013.
Program Studi Akuntansi. Universitas Kristen Petra. Surabaya.
Kuryanto, B., & M. Syafruddin., (2003). Intellectual Capital: Perlakuan, Pengukuran
dan Pelaporan (Sebuah Library Research). Jurnal Akuntansi dan Keuangan,
Vol.5, No.1, Mei: 35-57. Program Studi Akuntansi. Universitas Kristen Petra.
Surabaya.
Mayasani, R., (2015). Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Economic Value Added
pada Perusahaan Farmasi yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2009-
2013. Jurnal Akuntansi. Fakultas Ekonomi. Universitas Negeri Surabaya.
Surabaya.
Poetri, F. S. R., (2015). Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Economic Value Added
pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode
2011-2013. Jurnal Akuntansi. Fakultas Ekonomi. Universitas Negeri Surabaya.
Surabaya.
Pulic, A., (1998). Measuring the Performance of Intellectual Potential in Knowledge
Economy. Paper presented at the the 2nd McMaster World Congress on
Measuring and Managing Intellectual Capital, Austria.
31
Ulum,. I., (2007). Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan
Perbankan di indonesia. Tesis. Universitas Diponegoro. Semarang.
Ulum, I., (2008). Intellectual Capital Performance Sektor Perbankan di Indonesia.
Jurnal Akuntansi dan Keuangan. Volume 10. No. 2, November 2008:77-84.
Fakultas Ekonomi. Universitas Muhammadiyah. Malang.
Ulum, I., (2014). Intellectual Capital Performance Of Indonesian Banking Sector: A
Modified VAIC (M-VAIC) Perspective. Asian Journal Of Finance & Accounting.
ISSN : 1946-052X. Volume 2. No. 6, 1 Desember 2014. Universitas
Muhammadiyah. Malang.
Wijaya, S., P., (2012). Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Profitabilitas pada
Perusahaan Farmasi di BEI. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Akuntansi. Volume 1. No.
3, Mei 2012. Jurusan Akuntansi Fakultas Bisnis. Unika Widya Mandala.
Surabaya.
32