Anda di halaman 1dari 53

PENGARUH PERENCANAAN PAJAK DAN BEBAN PAJAK

TANGGUHAN TERHADAP MANAJEMEN LABA


PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR SEKTOR
INDUSTRI BARANG KOMSUMSI YANG
TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA
PERIODE TAHUN 2017-2020

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana (SI)
Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial
Universitas Sari Mutiara

Oleh :

MASTA
190312019

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI &ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
MEDAN
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadiran Allah SWT, atas limpah Rahmat dan

Karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian ini yang

berjudul : “Pengaruh Perencanaan Pajak Dan Beban Pajak Tangguhan

Manajemen Laba Pada Perusahaan Manufaktur Sektor Industri Barang

Komsumsi Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2017-

2020”.Yang diajukan untuk memenuhi syarat dalam memperoleh Gelar Sarjana

Akuntansi pada Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Sari Mutiara

Indonesia.

Selama penelitian dan penyusunan laporan ini, penulis tidak luput dari

kendala dan masalah. Kendala dan masalah tersebut dapat penulis atasi berkat

adanya bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, Oleh karena itu

pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Parlindungan, S.H., M.M, Selaku Ketua Yayasan Universitas Sari

Mutiara Indonesia.

2. Ibu Dr. Ivan Elisabeth Purba, M.Kes Selaku Rektor Universitas Sari Mutiara

Indonesia.

3. Bapak Hery Enjang Syahputra, S.E., M.Si Selaku Dekan Fakultas Universitas

Sari Mutiara Indonesia.

4. Ibu Renika Hasibuan, S.E.,M.Si Selaku Ketua Program Studi Akuntansi Ilmu

Sosial Universitas Sari Mutiara Indonesia.

5. Ibu Rika Mei Hayani Ginting, S.E., M.Si Selaku Dosen Pembimbing yang

selalu memberi bimbingan, sran, arahan kepada penulis dalam menyelesaikan

proposal skripsi ini.

i
6. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Sosial, khususnya Dosen Program Studi

Akuntansi Perpajakan yang selama ini telah memberikan dan menularkan

kajian keilmuannya kepada penulis selama proses perkuliahan.

7. Terima kasih kepada kedua orang tua saya yang telah mendukung saya dalam

mengerjakan proposal skripsi ini.

8. Teman-teman seperjuangan Program Studi Akuntansi angkatan 2019 yang

selalu mendukung serta senantiasa memberikan semangat kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa di dalam penguraian dan penyusunan laporan

proposal penelitian ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu dengan penuh

kerendahan hati penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun

guna menyempurnakan penelitian ini dari semua pihak.

Akhir kata penulis sangat berharap agar penelitian ini dapat bermamfaat

bagi pembaca dan semua pihak pihak yang membutuhkan.

Medan, Mei 2023


Penulis

Masta
Nim : 190312019

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR...................................................................................... vi

BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah....................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................ 8
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................. 8
1.4 Manfaat Penelitian................................................................ 9
1.4.1 Bagi penulis.............................................................. 9
1.4.2 Bagi peneliti.............................................................. 9
1.4.3 Bagi perusahaan........................................................ 9

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA...................................................................... 10


2.1 Landasan Teori..................................................................... 10
2.1.1 Perencanaan Pajak (Tax Planning)........................... 10
2.1.1.1 Pengertian Perencanaan Pajak...................... 10
2.1.1.2 Strategi Perencanaan Pajak........................... 11
2.1.1.3 Pengukuran Perencanaan Pajak.................... 14
2.1.1.4 Langkah-langkah Perencanaan Pajak........... 14
2.1.2 Beban Pajak Tangguhan........................................... 16
2.1.2.1 Pengertian Pajak Tangguhan........................ 16
2.1.2.2 Pengertian Beban Pajak Tangguhan............. 17
2.1.2.3 Pengukuran Beban Pajak Tangguhan........... 19
2.1.3 Manajemen Laba...................................................... 20
2.1.3.1 Pengertian Manajemen Laba........................ 20
2.1.3.2 Motivasi Manajemen Laba........................... 21
2.1.3.3 Bentuk-bentuk Manajemen Laba.................. 22
2.1.3.4 Pengukuran Manajemen Laba...................... 25

iii
2.2 Kerangka Konseptual........................................................... 26
2.3 Hipotesis .............................................................................. 28

BAB 3 METODE PENELITIAN ............................................................. 32


3.1 Jenis Penelitian..................................................................... 32
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ............................................. 32
3.2.1 Tempat dan Waktu Penelitian................................... 32
3.3 Populasi dan Sampel............................................................ 33
3.3.1 Populasi.................................................................... 33
3.3.2 Sampel...................................................................... 33
3.4 Teknik Pengumpulan Data................................................... 35
3.5 Operasional Variabel............................................................ 36
3.6 Metode Analisis Data.......................................................... 38
3.6.1 Statistik Deskriptif.................................................... 38
3.6.2 Asumsi Klasik........................................................... 38
3.6.2.1 Uji Normalitas............................................ 39
3.6.2.2 Uji Multikolinearitas.................................. 39
3.6.2.3 Uji Autokorelasi......................................... 40
3.6.2.4 Uji Heteroskedastisitas............................... 40
3.6.3 Uji Regresi Linier Berganda..................................... 41
3.6.4 Uji Hipotesis............................................................. 41
3.6.4.1 Uji t............................................................. 42
3.6.4.2 Uji F............................................................ 42
3.6.4.3 Uji Determinasi (R2)................................... 42
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 44

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Data Perencanaa Pajak, Beban Pajak Tangguhan & Manajemen
Laba............................................................................................... 5
Tabel 3.1 Rincian Waktu Penelitian.............................................................. 33
Tabel 3.2 Kriterian Sampel Penelitian........................................................... 34
Tabel 3.3 Daftar Sampel Perusahaan Sektor Industri Barang Konsumsi...... 35

v
DAFTAR GAMBAR

Gambari 2.1 Gambar Kerangka Konseptual..................................................... 27

vi
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Laba merupakan informasi yang mempunyai peran penting bagi pihak

yang berkepentingan terhadap suatu perusahaan. penilaian kinerja sebuah

perusahaan dapat tercemin dari pencapaian laba perusahaan tersebut. laba sering

digunakan untuk pengambilan keputusan bagi pihak eksternal maupun internal

sebagai dasar dalam pengambilan keputusan terkait bonus, kompensasi, tolak ukur

prestasi maupun kinerja pihak manajemen serta sebagai dasar penentuan besaran

pajak. oleh karena itu, kualitas informasi tentang laba menjadi pusat perhatian

bagi investor, kreditor, pembuat kebijakan akuntansi, dan pemerintah dalam hal

ini adalah Direktorat Jenderal Pajak.

Perusahaan kini dituntut dapat mengelola keuangan denga baik, tidak

hanya dari kualitas dan kuantitas pengelolaan produk yang ditawarkan saja. Oleh

karena itu, pihak manajemen sebagai pengelola perusahaan secara langsung tentu

ingin memperoleh laba yang tinggi. Hal ini berpengaruh dalam menghadapi

persaingan yang ketat untuk dapat bertahan dalam pasar global. Kondisi ini yang

membuat manajer untuk melakukan perilaku yang menyimpang dalam

menyajikan dan melaporkan informasi laba tersebut yang dikenal dengan praktik

manajemen laba (earning manajemen). Berbagai upaya dapat dilakukan

perusahaan untuk mengelabui stakeholder atas informasi laba yang dilaporkan

perusahaan, upaya perusahaan untuk merekayasa informasi melalui praktik


2

manajemen laba dengan adanya keinginan pihak manajemen untuk menekan dan

membuat beban pajak sekecil mungkin, maka pihak manajemen cenderung untuk

meminimalkan pembayaran pajak. Untuk setiap perusahaan di Indonesia dalam

membuat laporan keuangan diharuskan sesuai dengan kaidah Pernyataan Standar

Akuntansi Keuangan (PSAK) agar dapat menghasilkan laporan keuangan yang

berkualitas dan informatif. Selain itu, perusahaan juga menyusun laporan laba rugi

berdasarkan aturan perpajakan. Dengan adanya perbedaan penyusunan laporan

laba rugi antara aturan PSAK dan peraturan perpajakan menimbulkan nilai laba

yang berbeda.

Manajemen Laba merupakan upaya manajer perusahaan untuk

mengintervensi atau mempengaruhi informasi – informasi dalam laporan

keuangan dengan tujuan untuk mengelabui stakeholder yang ingin mengetahui

kinerja perusahaan (Sulistyanto, 2008) Praktik manajemen laba dalam perusahaan

merupakan hal yang logis karena fleksibilitas akuntansi memungkinkan manajer

dalam mempengaruhi pelaporan. (Negara & Suputra, 2017) menyatakan konsep

mengenai manajemen laba dapat dijelaskan dengan menggunakan pendekatan

teori keagenan (agency theory) yakni teori yang menyatakan bahwa praktik

manajemen laba dipengaruhi oleh konflik kepentingan antara pihak yang

berkepentingan (principal) dengan manajemen sebagai pihak yang menjalankan

kepentingan (agent), konflik ini muncul pada saat setiap pihak berusaha untuk

mencapai tingkat kemakmuran yang diinginkannya. Menurut (Aditama,2016),

manajemen laba merupakan upaya yang dilakukan pihak manajemen untuk

menguntungkan dirinya sendiri, yaitu pihak perusahaan yang terkait. (Aditama &
3

Purwaningsih, 2014), manajemen laba dapat diukur dengan menggunakan

pendekatan distribusi laba. Dalam penelitian ini, peneliti mengukur manajemen

laba dengan pendekatan distribusi laba yang menunjukkan usaha manajemen laba

untuk menghindari penurunan laba. Philips, et al 2003 dalam jurnal (Aditama &

Purwaningsih, 2014) menggunakan titik perubahan laba nol untuk mengetahui

indikasi praktik manajemen laba.

Adapun manajemen laba dipengaruhi oleh perencanaan pajak (tax

planning) dan beban pajak tangguhan karena adanya perbedaan antara laba

akuntansi dan laba fiskal, sehingga mempengaruhi posisi laporan keuangan dan

menyebabkan tidak seimbangnya saldo akhir. Oleh karena itu, perlu penyesuaian

saldo antara laba fiskal melalui rekonsiliasi fiskal. Menurut (Negara & Suputra,

2017) dimana semakin tinggi perencanaan pajak maka peluang perusahaan

melakukan manajemen laba semakin besar dan semakin tinggi nilai beban pajak

tangguhan akan mengakibatkan profitabilitas perusahaan yang melakukan

manajemen laba juga semakin tinggi.

UU No.28 Tahun 2007, Pajak merupakan kontribusi wajib kepada Negara

yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan

Undang – Undang , dengan tidak mendapatkan imbalan langsung dan digunakan

untuk keperluan negara bagi sebesar – besarnya. Perencanaan pajak (Tax

planning) merujuk pada peroses merekayasa usaha dan transaksi wajib Pajak

supaya utang pajak berada dalam jumlah minimal tetapi masih dalam bingkai

peraturan perpajakan (Suandy, 2016). Tujuan perencanaan pajak adalah

merekayasa agar beban pajak dapat ditekan serendah mungkin, karena pajak
4

merupakan unsur pengurang laba yang tersedia baik untuk dibagikan kepada

pemegang saham maupun untuk diinvestasikan kembali. menurut (Suandy, 2016),

upaya untuk meminimalkan beban pajak secara eufimisme ini sering disebut

dengan perencanaan pajak (tax planning) atau tax sheltering. Perencanaan pajak.

(tax planning) merupakan tindakan yang legal dalam koridor undang – undang

perpajakan yang berlaku di Indonesia (Negara & Suputra, 2017). menurut

(Aditama & Purwaningsih, 2018) perencanaan pajak dapat diukur dengan

menggunakan rumus tax retention rate ( tingkat retensi pajak). dalam penelitian

ini, peneliti menggunakan rumus tax retention rate ( tingkat retensi pajak) karena

dapat digunakan untuk menganalisa ukuran perencanaan pajak. menurut Wild et

al, (2004) dalam (Aditama & Purwaningsih, 2018) Tax retention rate ( tingkat

retensi pajak) dapat dikatakan sebagai suatu alat dengan fungsi untuk menganalisa

suatu ukuran dari tingkat efektifitas manajemen pajak yang dilakukan pada

laporan keuangan tahun berjalan Wild et al, 2004 . ukuran efektifitas manajemen

pajak yang dimaksud dalam penelitian ini adalah ukuran efektifitas perencanaan

pajak.

Beban pajak tangguhan merupakan beban yang timbul karena adanya

perbedaan temporer antara untung akuntansi dengan laba fiskal. Beda temporer

adalah perbedaan yang disebabkan adanya perbedaan waktu dan metode

pengakuan penghasilan dan beban tertentu berdasarkan standar Akuntansi dan

Peraturan Perpajakan (Suandy, 2016) . Beban pajak tangguhan ini muncul karena

dilakukannya koreksi fiskal, dimana terjadi koreksi negatif yaitu jumlah

penghasilan berdasarkan standar akuntansi lebih besar dari jumlah penghasilan


5

berdasarkan peraturan perpajakan, dan jumlah beban berdasarkan standar

akuntansi lebih kecil dari jumlah beban berdasarkan peraturan perpajakan.

(Sumomba & Hutomo, 2012) dalam penelitiannnya untuk mengukur beban pajak

tangguhan menggunakan rumus besaran beban pajak tangguhan (deferred tax

expense). Penelitian ini menggunakan rumus besaran beban pajak tangguhan

(deferred tax expense), karena adanya perbedaan antara laporan keuangan standar

akuntansi dengan laporan keuangan perpajakan dalam penyusunan laporan

keuangan sehingga memberikan keleluasaan bagi manajemen dalam melakukan

manajemen laba. (Anggraeni et al., 2017), perhitungan tentang beban pajak

tangguhan dihitung dengan menggunakan indikator membobot beban pajak

tangguhan dengan total aktiva atau asset, hal ini dilakukan untuk pembobotan

beban pajak tangguhan dengan total asset pada periode sebelumnya untuk

memperoleh nilai yang terhitung dengan proporsional.

Tabel 1.1
Data Perencanaa Pajak, Beban Pajak Tangguhan & Manajemen Laba
Perusahaan Tahun Perencanaan Pajak Beban Pajak Manajemen Laba
Tangguhan
BUDI 2018 0,731072078 0,003349711 0,04484266
2019 0,748836371 0,003861782 0,016710569
2020 0,703069057 0,006603943 0,011058013
GGRM 2018 0,747125786 0,003290131 0,00178812
2019 0,743097598 0,000616362 0,006714677
2020 0,743666579 0,00014789 0,000234435
KLBF 2018 0,760511816 0,003902846 0,004128531
2019 0,756898939 0,000689807 0,001292191
2020 0,755281575 0,00073043 0,000617683
Sumber:www.idx.co.id

Dilihat dari data diatas yang berhubungan dengan perencanaan pajak

bahwa selisih laba sebelum pajak dan laba setelah pajak cenderung tidak

signifikan dibeberapa perusahaan sehingga adanya indikasi perencanaan pajak.


6

Dapat diketahui perencanaan pajak pada periode 2018– 2020 cenderung

mengalami peningkatan sehingga berpengaruh terhadap laba. Menurut (Suandy,

2016), upaya untuk meminimalkan beban pajak secara eufimisme ini sering

disebut dengan perencanaan pajak (tax planning) atau tax sheltering. Menurut

Fitriani (2016) pajak yang ditanggung merupakan suatu elemen biaya yang

mengurangi laba perusahaan karena semakin tinggi pajak yang ditanggung oleh

suatu perusahaan berarti semakin kecil pula laba yang akan didapatkan

perusahaan tersebut,sehingga timbul upaya menimalkan pajak yang sering disebut

perencanaan pajak.

Data diatas yang berhubungan dengan beban pajak tangguhan bahwasanya

beban pajak tangguhan cenderung mengalami kenaikan sehingga mempengaruhi

laba bersih tahun berjalan. Menurut Fitriani (2016) beban pajak tangguhan

menerangkan bahwa suatu beban pajak tangguhan dapat mempengaruhi suatu

perusahaan untuk melakukan manajemen laba karena beban pajak tangguhan

dapat menurunkan tingkat laba dalam perusahaan.

Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan dilakukannya

perencanaan pajak ( tax planning) dan meningkatnya jumlah beban pajak

tangguhan adanya indikasi melakukan manajemen laba atas laporan keuangan

perusahaan. Berdasarkan data diatas juga dapat dilihat melakukan manajemen

laba, hal ini disebabkan selisih laba perusahaan cenderung menurun dan tidak

menunjukkan fluktuasi laba yang signifikan sehingga memungkinkan adanya

perataan laba pada perusahaan. Menurut (Aditama, 2016), manajemen

labamerupakan upaya yang dilakukan pihak manajemen untuk menguntungkan

dirinya sendiri, yaitu pihak perusahaan yang terkait.


7

Penelitian – penelitian sebelumnya tentang hubungan antara perencanaan

pajak, beban pajak tangguhan, dan manajemen laba menghasilkan simpulan yang

berbeda – beda. (Negara & Suputra, 2017) menemukan perencanaan pajak dan

beban pajak tangguhan berpengaruh positif terhadap manajemen laba. Penelitian

dari (Putra et al., 2019), menyatakan perencanaan pajak dan beban pajak

tangguhan berpengaruh positif secara simultan atau bersama – sama terhadap

manajemen laba. Sedangkan menurut (Enni Endriati, Hj. Nur Hidayati, 2015)

menyatakan perencanaan pajak tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen

laba. Penelitian mengenai hal ini juga pernah dilakukan oleh (Aditama &

Purwaningsih, 2014) menyatakan perencanaan pajak tidak berpengaruh positif

terhadap manajemen laba. Hasil yang berbeda didapat oleh (Khotimah, 2014)

yang menyatakan perencanaan pajak yang diproksikan dengan tariff pajak

efektiflebih berpengaruh besar signifikan daripada perencanaan pajak yang

diproksikan dengan beban pajak tangguhan dan beban pajak tangguham tidak

berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba.

Perbedaan hasil penelitian – penelitian tentang pengaruh perencanaan

pajak dan beban pajak tangguhan terhadap manajemen laba menjadi motivasi

danalasan penelitian ini. Selain itu penelitian ini memfokuskan sampel penelitian

pada salah satu sektor kelompok perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesian (BEI), yaitu perusahaan sektor industri barang konsumsi.

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, sehingga penulis tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul “ Pengaruh Perencanaan Pajak Dan Beban

Pajak Tangguhan Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan

Manufaktur Sektor Industri Barang Konsumsi Yang Terdaftar di Bursa

Efek Indonesia (BEI)”.


8

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah diatas maka rumusan masalah

penelitian adalah sebagai berikut:

1. Apakah perencanaan pajak berpengaruh terhadap manajemen laba pada

perusahaan manufaktur sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di

Bursa Efek Indonesia Periode 2017-2020?

2. Apakah beban pajak tangguhan berpengaruh terhadap manajemen laba pada

perusahaan manufaktur sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di

Bursa Efek Indonesia periode 2017-2020?

3. Apakah perencanaan pajak dan beban pajak tangguhan berpengaruh secara

bersama-sama terhadap manajemen laba pada perusahaan manufaktur sektor

industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode

2017-2020?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan di atas,maka

tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengaruh perencanaan pajak dalam melakukan manajemen

laba pada perusahaan manufaktur sektor industri barang konsumsi yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2017-2020.

2. Untuk mengetahui beban pajak tangguhan dalam melakukan manajemen laba

pada perusahaan manufaktur sektor industri barang konsumsi yang terdaftar

Bursa Efek Indonesia periode 2017-2020.


9

3. Untuk mengetahui perencanaan dan beban pajak tangguhan secara simultan

terhadap manajemen laba pada perusahaan manufaktur sektor industri barang

konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2017-2020.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi penulis

Penelitian ini sebagai bahan pembelajaran untuk menambah

pengetahuan dan wawasan khususnya mengenai pengaruh perencanaan

pajak dan beban pajak tangguhan terhadap manajemen laba

1.4.2 Bagi peneliti

Selanjutnya Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan

referensi dalam melakukan penelitian sejenis serta menambah pengetahuan

dan bukti empiris tentang manajemen laba dan faktor yang

mempengaruhinya.

1.4.3 Bagi perusahaan

Perusahaan dapat mengetahui langkah – langkah yang akan diambil

dalam mengantisipasi kegiatan usahanya berdasarkan perencanaan pajak

dan beban pajak tanggguhan yang tersedia bagi pencapaian sasaran yang

baik.
10
BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Perencanaan Pajak (Tax Planning)

2.1.1.1 Pengertian Perencanaan Pajak (Tax Planning)

Perencanaa Pajak adalah salah satu cara yang dapat dimanfaatkan

oleh wajib pajak dalam melakukan management perpajakan usaha atau

penghasilannya, namun perlu diperhatikan bahwa perencanaan pajak yang

dimaksud adalah perencanaan pajak tampa melaukan pelanggaran

konstitusi atau Undang-Undang Perpajakan yang berlaku. Perencanaan

pajak adalah suatu kapasitas yang dimiliki oleh wajib pajak (WP) untuk

menyusun aktivitas keuangan guna mendapat pengeluaran (beban) pajak

yang minimal. Secara teoritis, perencanaan pajak dikenal sebagai effective

tax planning, yaitu seorang wajib pajak berusaha mendapat penghematan

pajak (tax planning) melalui prosedur penghindaran pajak (tax avoidance)

secara sistematis sesuai ketentuan UU Perpajakan (Fitriany et al.,2016).

Menurut Resmi (2016), perencanaan pajak adalah langkah awal

dalam manajemen pajak. Pada tahap ini dilakukan pengumpulan dan

penelitian terhadap peraturan perpajakan agar dapat diseleksi jenis

tindakan penghematan pajak yang akan dilakukan. Pada umumnya

penekanan perencanaan pajak (tax planning) adalah untuk meminimalkan

kewajiban pajak (Rahmat & Zaini, 2020). Sedangkan menurut (Hapsari &

10
11

Manzillah, 2016) menyatkan bahwa tax planning adalah suatu kapasitas

wajib pajak untuk mengatur aktivitas keuangan yang dapat meminimalkan

pembayaran pajak.

2.1.1.2 Strategi Perencanaan Pajak

(Sumarsam ,2015), Strategi Perencanaan Pajak yang paling mudah

adalah mempelajari, memahami, dan menerapkan peraturan dan

perundang- undangan perpajakan yang berlaku sampai hal-hal yang sangat

sederhana. Perencanaan pajak merupakan kegiatan yang melihat ke depan,

sedangkan kepatuhan pajak atau pelaporan pajak, merupakan suatu

gambaran yang kembali pada peristiwa yang telah terjadi.

Model SAVANT merupakan model startegi perencanaan pajak

yang dikemukakan oleh Karayan. Adapun model SAVANT yang

dikemukakan oleh Karayan adalah sebagai berikut.

1. Strategi

Sebuah perusahaan tidak mengubah bentuk transaksi kegiatan usahannya

dengan alasan untuk melakukan manajemen pajak. Strategi kompetitif

perusahaan dapat dibentuk berdasarkan keadaan pajaknya. Perusahaan yang

memiliki status pajak yang lebih menguntungkan dapat memberikan

keuntungan biaya yang lebih dari pesaingamya.

2. Antisipasi

Wajib pajak brantisipasi terhadap penurunan tarif pajak penghasilan. Karena

dengan turunnya tarif pajak penghasilan maka besarnya pajak penghasilan

yang akan dibayar menjadi lebih kecil. Antisipasi perubahan peraturan pajak
12

dapat mempengaruhi harga. Biasanya jika jika tarif pajak turun maka harga

barang akan naik dan sebaliknya jika tarif pajak meningkat maka harga

barang akan turun.

3. Bernilai Tambah

Perusahaan mengukur apakah perencanaan pajak meningkatkan arus kas

bersih setelah pajak dapat meningkatkan nilai peemegang saham. Dengan

menggunakan metode arus kas bersih yang didiskontokan dapat mengukur

apakah metode manajemen pajak akan meningkatkan nilai perusahaan.

4. Negosiasi

Perusahaan dapat menggeser penghasilan atau biaya melalui negosiasi harga

beli produk atau harga jual produk dengan pihak lainnya. Penggeseran pajak

dikenal sebagai kemampuan perusahaan untuk meembagikan beban pajak

kepada pihak lain. Pemerintah dapat meringankan pajak perusahaan dengan

tujuan untuk menciptakan lapangan kerja atau untuk membangun daerah yang

terpencil.

5. Transformasi

Perencanaan pajak termasuk meelakukan transformasi biaya yang tidak dapat

dikurangkan menjadi biaya yang dapat dikurangkan (deductiblee expense).

Selain itu, ada beberapa cara juga yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak

untuk meminimalkan beban pajak, menurut Lumbantoruan (1996) dalam

(Endriati et al., 2018) diantaranya:

a. Pergeseran pajak ( tax shifting) adalah pemindahan atau mentransfer

beban pajak subjek pajak kepada pihak lainnya. Dengan demikian, orang
13

atau badan yang dikenakan pajak dimungkinkan sekali tidak

menganggung beban pajaknya.

b. Kapitalisasi adalah pengurangan harga objek pajak sama dengan jumlah

pajak yang akan dibayarkan kemudian oleh pihak pembeli

c. Transformasi adalah cara pengelakan pajak yang dilakukan oleh

perusahaan dengan cara menaggung beban pajak yang dikenakan

terhadapnya.

d. Penggelapan pajak (tax evision ) adalah penghindaran pajak yang

dilakukan secara sengaja oleh wajib pajak dengan melanggar ketentuan

perpajakan yang berlaku. Penggelapan pajak (tax evision) dilakukan

dengan cara memanipulasi secara illegal beban pajak dengan tidak

melaporkan sebagian dari penghasilan, sehingga dapat memperkecil

jumlah pajak terutang yang sebenarnya.

Perencanaan pajak sama dengan halnya dengan tax avoidance karena

secara hakikat ekonomis keduanya berusaha untuk memaksimalkan penghasilan

setelah pajak karena pajak merupakan unsur pengurangan saham maupun untuk

diinvestasikan kembali. Perencanaan perpajakan umumnya selalu dimulai dengan

meyakinkan apakah suatu transaksi atau fenomena terkena pajak. Kalau transaksi

tersebut terkena pajak, apakah dapat diupayakan untuk dikecualikan atau

dikurangi jumlah pajaknya, selanjutnya apakah pembayaran pajak dimaksud dapat

ditunda pembayarannya.
14

2.1.1.3 Pengukuran Perencanaan Pajak (Tax planning)

Menurut (Denni Putri Hapsari & Dwi Manzilla, 2016), untuk

mengukur perencanaan pajak menggunakan rumus Tax Retention Rate

atau tingkat retensi pajak. Tax retention rate ( tingkat retensi pajak) dapat

dikatakan sebagai suatu alat dengan fungsi untuk menganalisa suatu

ukuran dari tingkat efektifitas manajemen pajak yang dilakukan pada

laporan keuangan tahun berjalan. Ukuran efektifitas manajemen pajak

yang dimaksud dalam penelitian ini adalah ukuran efektifitas perencanaan

pajak ( Wild et al, 2004). Rumus Tax Retention Rate yaitu ( wild et. al,

2005) :

Net Income
TRR=
Pretax Income(EBIT )

Keterangan :

TRR = tax retention rate (tingkat retensi pajak) perusahaan i pada

tahun t.

Net income = Laba bersih perusahaan i pada tahun t.

Pretax income = Laba sebelum pajak perusahaan i tahun t.

2.1.1.4 Langkah-Langkah dalam Perencanaan Pajak

Dalam rangka melakukan perencanaan pajak, maka Wajib Pajak harus

memperhatikan langkah-langkah berikut untuk menyusun perencanaan pajak bagi

perusahaannya yaitu sebagai berikut :

a. Memahami dan menerapkan peraturan dan perundang-undangan perpajakan.

Jenis-jenis peraturan perpajakan adalah Undang-Undang, Peraturan


15

Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri Keuangan, Peraturan

Menteri Keuangan, Keputusan Dirjen Pajak, Peraturan Dirjen Pajak, dan

Surat Edaran Dirjen Pajak. Dengan mengetahui peraturan dan perundang-

undangan perpajakan maka Wajib Pajak dapat mengoptimalkan fasilitas

perpajakan yang ada.

b. Menentukan hasil (outcome) dari melakukan perencanaan pajak, seperti

berikut:

1. Wajib Pajak melakukan efisiensi pembayaran pajak yang masih dalam

ruang lingkup peraturan dan perundang-undangan perpajakan dan tidak

melanggar ketentuan peraturan dan perundang-undangan perpajakan.

2. Wajib Pajak menerapkan seluruh peraturan dan perundang undangan

perpajakan, sehingga terhindar dari pengenaan sanksi-sanksi, baik sanksi

administrasi maupun sanksi pidana.

3. Wajib Pajak dalam membayar gaji karyawan atau pengguna jasa tenaga

ahli (dokter, konsultan atau pengacara), maka harus melakukan

pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 15.

4. Menyusun laporan keuangan yang di lengkapi dengan buku besar,

laporan pendukung laporan keuangan ataupun rekonsiliasi dan ekualisasi

yang dapat memperjelas transaksi keuangan perusahaan.

5. Pembayaran pajak yang terutang dengan tepat waktu untuk menghindari

adanya sanksi keterlambatan dari kantor pajak.

6. Penyampaian Surat Pemberitahuan ke Kantor Pajak tepat waktu sesuai

dengan peraturan perpajakan yang berlaku.


16

2.1.2 Beban Pajak Tangguhan

2.1.2.1 Pengertian Pajak Tangguhan

Pajak tangguhan merupakan jumlah pajak penghasilan yang

terutang (payable) atau terpulihkan (recoverable) pada tahun mendatang

sebagai akibat adanya perbedaan temporer yang boleh dikurangkan dari

sisa kompensasi kerugian yang dapat dikompensasikan. Pengakuan pajak

tangguhan berdampak terhadap berkurangnya laba atau rugi bersih sebagai

akibat adanya kemungkinan pengakuan beban pajak tangguhan dan

manfaat pajak tangguhan.

Menurut PSAK No. 46, pajak tangguhan adalah jumlah pajak

penghasilan untuk periode mendatang sebagai akibat dari perbedaan

temporer (waktu) yang boleh dikurangkan dan sisa kompensasi kerugian,

(Harnanto, 2015). Sedangkan menurut PSAK No.46 (IAI, 2009: 8) Pajak

tangguhan adalah saldo akun di neraca sebagai manfaat pajak yang

jumlahnya merupakan jumlah estimasi yang akan dipulihkan dalam

periode yang akan datang sebagai akibat adanya perbedaan temporer

antara standar akuntansi keuangan dengan peraturan perpajakan akibat

adanya saldo kerugian yang dapat dikompensasi pada periode mendatang.

Pajak tangguhan pada prinsipnya merupakan dampak dari PPh

dimasa yang akan datang yang disebabkan perbedaaan temporer (waktu)

antara perlakuan akuntansi dan perpajakan serta kerugian fiskal yang

masih dapat dikompensasikan di masa yang akan datang (tax loss carry
17

forward) yang perlu disajikan dalam laporan keuangan suatu periode

tertentu serta adanya perbedaan antara laba akuntansi yang berasal dari

laporan keuangan komersial dengan laba fiskal yang berasal dari laporan

keuangan fiskal. Dampak PPh di masa yang akan datang yang perlu

diakui, dihitung, disajikan dan diungkapkan dalam laporan keuangan, naik

laporan posisi keuangan maupun laporan laba komprehensif. Bila dampak

pajak di masa datang tersebut tidak tersaji dalam laporan posisi keuangan

dan laporan laba komprehensif, akibatnya bisa saja laporan keuangan

menyesatkan pembacanya.

Perbedaan yang terjadi perhitungan laba akuntansi fiskal

disebabkan laba fiskal didasarkan pada undang-undang perpajakan,

sedangkan laba akuntansi didasarkan pada standar akuntansi.

2.1.2.2 Pengertian Beban Pajak Tangguhan

Menurut (Amanda & Febrianti, 2015), Beban pajak tangguhan adalah

beban yang timbul akibat perbedaan antara laba akuntansi (yaitu laba dalam

laporan keuangan untuk kepentingan pihak eksternal) dengan laba fiskal (laba

yang digunakan sebagai dasar perhitungan pajak). Perbedaan antara laporan

keuangan, standar akuntansi dan fiskla disebabkan dalam kekeluasaan bagi

manajemen dalam menentukan prinsip dan asumsi dibandingkan yang diperoleh

menurut pajak.

Menurut (Philips et al ,2003), beban pajak tangguhan adalah beban yang

timbul akibat perbedaan temporer antara laba akuntansi (yaitu laba dalam laporan

keuangan untuk kepentingan pihak eksternal ) dengan laba fiskal ( laba yang
18

digunakan sebagai dasar perhitungan pajak). Menurut (Dr. Chairil Anwar Pohan,

Msi, n.d.), Beban pajak tangguhan merupakan selisih dari aktiva pajak tangguhan

dan kewajiban tangguhan.

Beban pajak tangguhan ini sesungguhnya mencerminkan besarnya beda

waktu yang telah dikalikan dengan suatu tarif pajak marginal. Beda waktu timbul

karena adanya kebijakan akrual (discretionary accruals) tertentu yang diterapkan

sehingga terdapat suatu perbedaan waktu pengakuan penghasilan atau biaya antara

akuntansi dengan pajak. Oleh karena perbedaan ini maka terlebih dahulu harus

disesuaikan antara laba akuntansi yang berasal dari laporan keuangan komersial

dengan laba fiskal yang berasal dari laporan keuangan fiskal sebelum menghitung

besarnya PKP. Proses penyesuaian laporan keuangan ini disebut dengan koreksi

fiskal atau dapat juga disebut dengan rekonsiliasi laporan keuangan akuntansi

dengan koreksi fiskal atau rekonsiliasi fiskal. Koreksi fiskal ini lebih

dimaksudkan untuk meniadakan perbedaan antara laporan keuangan komersial

yang disusun berdasarkan SAK dengan peraturan perpajakan, sehingga akan

menghasilkan laba fiskal atau PKP. Selanjutnya Koreksi fiskal ini dapat berupa:

a. Perbedaan permanen / Tetap Perbedaan permanen merupakan perbedaan

pengakuan suatu penghasilan atau biaya berdasarkan ketentuan perundang-

undangan perpajakan dengan prinsip akuntansi yang sifatnya permanen atau

tetap. Artinya, perbedaan ini tidak akan hilang sejalan dengan waktu. Selain

itu, perbedaan pengakuan pajak ini timbul karena terjadi transaksi-transaksi

pendapatan dan biaya yang diakui menurut akuntansi komersial dan tidak

diakui menurut fiskal (pajak).


19

b. Perbedaan temporer (waktu)/Sementara Perbedaan temporer yakni perbedaan

yang terjadi secara fiskal karena perbedaan pengakuan waktu dan biaya

dalam menghitung laba. Perbedaan temporer juga terjadi karena perbedaan

pengakuan pembebanan dalam periode yang berbeda, namun kejadian-

kejadian tersebut tetap diakui baik dalam laporan keuangan maupun dalam

laporan fiskal tetapi dalam periode yang berbeda. Perbedaan temporer ini

merupakan perbedaan dasar pengenaan pajak (DPP) dari suatu aktiva atau

kewajiban, yang menyebabkan laba fiskal bertambah atau berkurang pada

periode yang akan datang. Perbedaan temporer disebabkan oleh perbedaan

persyaratan waktu item pendapatan dan biaya. Perbedaan sementara setelah

beberapa waktu dampaknya akan sama terhadap laba akuntansi maupun laba

fiskal.

2.1.2.3 Pengukuran Beban Pajak Tangguhan

Menurut (Sumomba & Hutomo, 2012) dalam penelitiannnya untuk

mengukur beban pajak tangguhan menggunakan rumus besaran beban

pajak tangguhan (deferred tax expense). Perhitungan tentang beban pajak

tangguhan dihitung dengan menggunakan indikator membobot beban

pajak tangguhan dengan total aktiva atau asset, hal ini dilakukan untuk

pembobotan beban pajak tangguhan dengan total asset pada periode

sebelumnya untuk memperoleh nilai yang terhitung dengan proporsional

(Anggraeni et al., 2017).

Rumus besaran deferred tax expense (Philips et.al, 2003) adalah

sebagai berikut:

Beban pajak tangguhan i pada tahun t


BBPT =
Totalaktiva pada akhir tahun t−1
20

Keterangan:

BBPT : Besaran beban pajak tangguhan

2.1.3 Manajemen Laba

2.1.3.1 Pengertian Manajemen Laba

Manajemen laba adalah usaha yang dilakukan oleh manajeman

untuk merekayasa angka-angka kepada pihak eksternal dengan tujuan

untuk keuntungan bagi dirinya sendiri dengan cara mengubah atau

mengabaikan standar akuntansi yang telah ditetapkan, sehingga

menyajikan informasi yang tidak sebenarnya dapat menyesatkan pihak-

pihak ekstrnal yang menggunakan laporan keuangan tersebut dalam

pengambilan pertimbangan tersebut (Putra,2019).

Manajemen laba terjadi ketika para manajer menggunakan

keputusan tertentu dalam laporan keuangan dan mengubah transaksi untuk

mengubah laporan keuangan sehingga menyesatkan stakeholder yang

ingin mengetahui kinerja ekonomi yang diperoleh perusahaan atau

mempengaruhi hasil kontrak yang menggunakan angka-angka akuntansi

yang dilaporkan dalam laporan keuangan.

Manajemen laba merupakan proses untuk mengambil langkah

tertentu yang disengaja dalam batas – batas prinsip akuntansi berterima

umum untuk menghasilkan tingkat yang diinginkan dari laba yang

dilaporkan (Davidsom et al, 2008).


21

Scott (2006: 344) mendefinisikan manajemen laba adalah sebagai

berikut”manajemen laba merupakan pemilihan kebijakan akuntansi oleh

manajer dari Standar Akuntansi Keuangan yang ada dan dengan demikian

maka secara langsung dapat memaksimalkan utilitas atau nilai pasar

perusahaan” (Abarca, 2021).

Pada dasarnya, definisi dari manajemen laba (earning

management) berikut definisi manajemen menurut Belkaoui (2007:201)

dan Djamaluddin (2008:56) yang dibahas oleh (Fitriany et al.,2016).

a. Belkaoiu (2007:201) manajemen laba adalah prilaku yang dilakukan oleh

manajer perusahaan untuk meningkatkan atau menurunkan laba dalam proses

pelaporan keuangan eksternal dengan tujuan untuk menguntungkan dirinya

sendiri.

b. Djamaluddin (2008:56) manajemen laba adalah prilaku yang dilakukan

manajer menggunakan kebijakan (judgment) dalam pelaporan keuangan dan

dalam menyusun transaksi untuk mengubah laporan keuangan dan

menyesatkan stakeholders mengenai kinerja ekonomi perusahaan,atau untuk

mempengaruhi contractual outcomes yang tergantung pada angka akuntansi

yang dilaporkan.

Berdasarkan definisi di atas, Pengertian manajemen laba adalah suatu

usaha yang dilakukan oleh manajemen untuk memanipulasi angka-angka

akuntansi yang dilaporkan kepada pihak eksternal dengan tujuan untuk

keuntungan bagi dirinya sendiri dengan cara mengubah atau mengabikan standar
22

akuntansi yang telah ditetapkan, sehingga menyajikan informasi yang tidak

sebenarnya.

2.1.3.2 Motivasi Manajemen laba

Pertimbang cost dan benefist dari perbolehkannya manajemen

untuk memilih dan menerapkan metode-metode akuntansi menjadi pintu

masuk utama bagi manager untuk melakukan manajemen laba. Menurut

Scott (2009) yang di bahas oleh (Wicaksono, 2014) mengemukakan

bebrapa motivasi terjadinya manajemen laba, yaitu :

1. Bonus Purposes

Manager yang memiliki informasi atas laba bersih perusahaan akan bertindak

secara opportunistic untuk melakukan manajemen laba dengan

memaksimalkan laba saat ini.

2. The debt covenant hypotesis

Manajemen akan berusaha untuk meningkatkan laba agar tidak melanggar

perjanjian kredit yang telah dilakukan serta demi menjaga nama baik dan

reputasi mereka.

3. Political motivations

Manajemen laba digunakan untuk mengurangi laba yang dilaporkan pada

perusahaan publik. Perusahaan cenderung mengurangi laba yang dilaporkan

karena adanya tekanan publik yang mengakibatkan pemerintah menetapakan

peraturan yang lebih ketat.

2.1.3.3 Bentuk-bentuk Manajemen Laba


23

Manajemen laba menjadi suatu hal yang tidak baik dilakukan

karena informasi dalam laporan keuangan yang disajikan berkurang

reliabilitasnya, sehingga dapat berakibat pada pembuatan keputusan yang

kurang valid. Bentuk- bentuk manajemen laba menurut (F. A. S. Lubis,

2020) adalah Taking a bath manajemen laba memiliki tiga bentuk utama,

yaitu upaya perataan laba (income smoothing) untuk setiap periode, upaya

peningkatan atau pemaksimalan, dan penurunan atau peminimalan laba

dalam suatu periode a bath, income minimization, income maximization,

dan income smoothing. Berikut ini merupakan penjabaran mengenai

bentuk-bentuk manajemen laba tersebut dapat kiita lihat sebagai beriku:

a. Taking a bath

Taking a bath terjadi pada periode reorganisasi termasuk pengangkatan Chief

Executive Officer (CEO) baru. Taking a bath adalah pola manajemen laba

yang dilakukan dengan cara menjadikan laba perusahaan pada periode

berjalan menjadi sangat ekstrim rendah (bahkan rugi) atau sangat ekstrim

tinggi dibandingkan dengan laba pada periode sebelumnya atau sesudahnya.

Taking a bath mengakui adanya biaya-biaya pada periode yang akan datang

dan kerugian pada periode berjalan ketika terjadi keadaan buruk yang tidak

menguntungkan dan tidak bisa dihindari pada periode berjalan. Manajemen

harus menyusutkan beberapa aset dan membebankan perkiraan biaya

mendatang, sehingga laba yang dilaporkan di periode mendatang meningkat.

b. Income Minimization
24

Income minimization adalah pola manajemen laba yang dilakukan dengan

cara menjadikan laba pada laporan keuangan periode berjalan lebih rendah

daripada laba sesungguhnya. Income minimization biasanya dilakukan pada

saat profitabilitas perusahaan sangat tinggi dengan maksud agar tidak

mendapat perhatian secara politis. Kebijakan yang diambil dapat berupa

depresiasi atas barang modal dan aset tidak berwujud, biaya iklan, dan

pengeluaran untuk Research and Development.

c. Income Maximization

Income maximization adalah pola manajemen laba yang dilakukan dengan

cara menjadikan laba pada laporan keuangan periode berjalan lebih tinggi

daripadalaba sesungguhnya. Income maximization dilakukan dengan tujuan

untuk meningkatkan keuntungan dan untuk menghindari pelanggaran atas

kontrak hutang jangka panjang. Income maximization dilakukan dengan cara

mempercepat pencatatan pendapatan, menunda biaya, dan memindahkan

biaya untuk periode lain. Income maximization dilakukan pada saat laba

menurun. Pola ini dilakukan oleh perusahaan yang melakukan pelaggaran

perjanjian hutang.

d. Income Smoothing

Income smoothing atau perataan laba merupakan salah satu bentuk

manajemen laba yang dilakukan dengan cara membuat laba akuntansi relatif

konsisten dari periode ke periode. Dalam hal ini, pihak manajemen dengan

sengaja menurunkan atau meningkatkan laba untuk mengurangi gejolak


25

dalam pelaporan laba, sehingga perusahaan terlihat stabil atau tidak berisiko

tinggi. Perataan laba atau income smoothing merupakan usaha yang disengaja

untuk meratakan laba sehingga dipandang normal. Income smoothing

dilakukan perusahaan dengan cara meratakan laba yang dilaporkan sehingga

dapat mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar karena pada umumnya

investor lebih menyukai laba yang relatif stabil.

2.1.3.4 Pengukuran Manajemen Laba

Praktik manajemen laba dalam perusahaan merupakan hal yang

logis karena fleksibilitas akuntansi memungkinkan manajer dalam

mempengaruhi pelaporan. Dalam melakukan penelitian untuk

mengungkap adanya praktik manajemen laba, ada beberapa proksi yang

digunakan untuk mengevaluasi manajemen laba. Model yang digunakan

peneliti sebagai proksi manajemen laba adalah pendekatan distribusi laba

(Philips et al, 2003). Salah satu pendekatan dalam menentukan perilaku

manajemen laba pada suatu perusahaan adalah pendekatan distribusi laba.

Pendekatan distribusi laba mengidentifikasikan batas pelaporan laba

(earnings thrreshold) dan menemukan bahwa perusahaan yang berada

dibawah earnings thresholds akan berusaha untuk melewati batas tersebut

dengan melakukan manajemen laba.

(Philips et al, 2003) menyatakan bahwa para manajer melakukan

manajemen laba dengan pendekatan distribusi laba dikarenakan manajer


26

sadar bahwa pihak eksternal, khususnya para investor, bank, dan supplier

menggunakan batas pelaporan laba dalam menilai kinerja manajer.

(Philips et al ,2003) menyatakan bahwa terdapat dua macam

earnings thresholds, yaitu:

a. Titik pelaporan laba nol, yang menunjukkan usaha manajemen laba untuk

menghindari pelaporan kerugian. (Philips et al ,2003) menggunakan

pendekatan ini dengan membandingkan antara tahun perusahaan yang

memiliki tingkat laba berskala nol atau positif dengan sampel tahun

perusahaan yang memiliki laba negatif.

b. Titik perubahan laba nol, yang menunjukkan usaha manajemen laba untuk

menghindari penurunan laba. (Philips et al ,2003) menggunakan titik

perubahan nol untuk mengetahui indikasi praktik manajemen laba. Adanya

upaya praktik manajemen laba dilakukan dengan membandingkan perusahaan

yang perubahan labanya negatif.

Rumus pendekatan distribusi laba yaitu (Philips et al ,2003)


Eit−Eit−1
∆ E=
MVEt −1

Keterangan:

E = Perubahan laba

= laba perusahaan i pada tahun t

= laba perusahaan I pada tahun t – 1

= Market Value of Equity perusahaan i pada tahun t – 1

2.2 Kerangka Konseptual


27

Informasi yang terdapat dalam laporan keuangan sering direkayasa

oleh pihak manajemen untuk mengoptimalkan keuntungan perusahaan dan

juga untuk kepentingan dirinya sendiri atau dikenal dengan manajemen

laba.

Menurut (Sulistyanto, 2008), “ Praktik manajemen laba adalah

upaya manajer perusahaan untuk mengintervensi atau mempengaruhi

informasi – informasi dalam laporan keuangan dengan tujuan untuk

mengelabui stakeholder yang ingin mengetahui kinerja dan kondisi

perusahaan .” Untuk menguji telah dilakukannya praktik manajemen laba

yaitu dengan melihat kaitan manajemen laba dengan perencanaan pajak

dan beban pajak tangguhan.

Perencanaan pajak merupakan usaha yang dilakukan manajemen

untuk mengurangi beban pajak penghasilan. Oleh karena itu, pajak yang

merupakan unsur pengurang laba yang tersedia untuk dibagi kepada

investor atau diinvestasikan oleh perusahaan, akan diusahakan oleh

manajemen untuk diminimalkan guna mengoptimalkan jumlah dari laba

bersih perusahaan. Dalam hal ini, terdapat suatu indikasi manajemen

melakukan manajemen laba dalam proses perencanaan pajak.

Beban pajak tangguhan merupakan salah satu pendekatan yang

dapat digunakan untuk mendeteksi adanya praktik manajemen laba yang

dilakukan oleh manajemen perusahaan. Menurut (Philips et al ,2003), “

beban pajak tangguhan adalah beban yang timbul akibat perbedaan

temporer antara laba akuntansi (yaitu laba dalam laporan keuangan untuk
28

kepentingan pihak eksternal) dengan laba fiskal ( laba yang digunakan

sebagai dasar perhitungan pajak).” Artinya, semakin besar perbedaan laba

fiskal dengan laba akuntansi maka semakin tinggi pula beban pajak

tangguhan sehingga dapat digunakan untuk mendeteksi praktik

manajemen laba. Berdasarkan pembahasan tersebut maka kerangka

konseptual penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Perencanaan Pajak H1
(X1)
Manajemen Laba
(Y1)
Beban pajak Tangguhan H2
(X2)
H3

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Hubungan Perencanaan Pajak dan


Beban Pajak Tangguhan Terhadap Manajemen Laba
2.3 Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan

masalah penelitian, karena sifatnya masi sementara, maka perlu di

buktikan kebenaranya melalui data empirik yang terkumpul (Sugiyono

2017:326). Berdasarkan uraian yang ada pada penjelasan sebelumnya,

maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pengaruh Beban Pajak Tangguhan Terhadap Manajemen Laba Beban pajak

tangguhan adalah beban yang timbul akibat perbedaan temporerantara laba

akuntansi (yaitu laba dalam laporan keuangan untuk kepentingan pihak

eksternal) dengan laba fiskal (laba yang digunakan sebagai dasar perhitungan

pajak). Laba yang dilaporkan manajemen bukan hanya pertanggungjawaban


29

kepada stakeholder saja melainkan untuk kepentingan otoritas pajak juga.

Jika laba yang dilaporkan oleh pihak manajemen besar maka hal tersebut juga

menjadi berita yang baik bukan hanya bagi stakeholder melainkan bagi pihak

otoritas pajak, karena yang dijadikan dasar dalam perhitungan beban pajak

adalah laba yang dihasilkan perusahaan. Bila laba yang Beban Pajak

Tangguhan (X1) Perencanaan Pajak (X2) Manajemen Laba (Y) H1 H2 H3

dihasilkan besar, maka beban pajaknya pun akan besar sehingga dapat

mengurangi laba yang akan didapat oleh perusahaan (Baraja et al., 2017).

Selain itu beban pajak tangguhan adalah salah satu pendekatan yang dapat

digunakan untuk mendeteksi adanya praktik manajemen laba yang dilakukan

oleh manajemen perusahaan. Perbedaan yang timbul antara akuntansi pajak

dan komersial dapat menyediakan informasi tambahan bagi pengguna laporan

keuangan untuk menilai kualitas laba perusahaan. Menurut Penelitian,

(Hidayat, 2021) bahwa beban pajak tangguhan dapat mempengaruhi

perusahaan dalam melakukan manajemen laba maka hipotesis yang di buat

sebagai berikut:

H1 : Beban pajak tangguhan berpengaruh terhadap manajemen laba.

H01 : Beban pajak tangguhan tidak berpengaruh terhadap manajemen laba.

2. Pengaruh Perencanaan Pajak Terhadap Manajemen Laba

Perencanaan pajak adalah merekayasa agar beban pajak (tax burden)

dapatditekankan serendah mungkin dengan memanfaatkan peraturan yang ada

tetapi berbeda dengan tujuan pembuatan Undang-Undang, maka perencanaan

pajak di sini sama dengan tax avoidance karena secara hakikat ekonomi
30

kedunya berusaha untuk memaksimalkan penghasilan setelah pajak (after tax

return) karena pajak merupakan unsur pengurangan laba yang tersedia, baik

untuk dibagikan kepada pemegang saham maupun untuk diinvestasikan

kembali.

Perusahaan melakukan perencanaan pajak seefektif mungkin, bukan hanya

untuk memperoleh keuntungan dari segi fiskal saja, tetapi juga untuk

meningkatkan nilai saham perusahaan dan membuat manajemen termotivasi

untuk memberikan informasi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Astutik

(2016) dalam (Fatchan Achyani, 2019) menunjukkan perencanaan pajak

memiliki pengaruh, jika semakin tinggi perencanaan pajaknya akan semakin

banyak peluang dalam melakukan manajemen laba. Berbeda dengan hasil

penelitan Aditama (2014) bahwa perencanaan pajak tidak berpengaruh

terhadap manajemen laba (Hidayat, 2021). Berdasarkan penelitian di atas,

peneliti menghipotesiskan:

H2 : Perencanaan pajak berpengaruh terhadap manajemen laba.

H02 : Perencanaan pajak tidak berpengaru terhadap manajemen laba.

3. Beban Pajak Tangguhan dan Perencanaan Pajak secara bersama-sama

berpengaruh terhadap Manajemen Laba.

Pengaruh perencanaan pajak, aset pajak tangguhan dan beban pajak

tangguhan terhadap manajemen laba dijelaskan dengan teori pendekatan distribusi

laba. Pendekatan distribusi laba mengidentifikasikan batas pelaporan laba (earnigs

thresholds) dan menemukan bahwa perusahaan yang berada di bawah earnigs

thresholds akan berusaha untuk melewati batas tersebut dengan melakukan


31

manajemen laba. Para manajer melakukan manajemen laba dengan pendekatan

distribusi laba dikarenakan manajer sadar bahwa pihak eksternal, khususnya para

investor, bank, dan supplier menggunakan batas pelaporan laba dalam menilai

kinerja manajer, (F. A. S. Lubis, 2020). Pendekatan ini dapat diukur dengan dua

cara, yaitu: titik pelaporan laba nol (usaha manajemen laba untuk menghindari

pelaporan kerugian) dan titik perubahan laba nol (usaha manajemen laba untuk

menghindari penurunan laba)

Informasi yang terdapat dilaporan keuangan kemungkinn adanya rekayasa

oleh pihak manajemen untuk mengoptimalkan keuntungan proses perencanaan

pajak, begitupun dengan beban pajak tangguhan salah satu pendekatan yang dapat

digunakan untuk mendekteksi adanya praktik manajemen laba dilakukan oleh

manajemen perusahaan. Hasil yang dilakukan Astutik (2016) dalam, (Yogi

Saputra, 2018) yang di bahas oleh (Hidayat, 2021). Berdasarkan uraian di atas,

maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H3 : Beban pajak tangguhan dan perencanaan pajak secara bersama-sama

berpengaruh terhadap manajemen laba.

H03 : Beban pajak tangguhan dan perencanaan pajak secara bersama-sama tidak

berpengaruh terhadap manajemen laba.


32
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian asosiatif

kuantitatif. Menurut (Umar ,2003), penelitian asosiatif adalah penelitian

yang bertujuan untuk mengetahui hubungan dua variable atau lebih dan

data yang digunakan adalah data berbentuk angka. Dalam penelitian ini,

penulis ingin mengetahui pengaruh perencanaan pajak dan beban pajak

tangguhan terhadap manajemen laba .Data sekunder yang digunakan

dalam penelitian ini berasal dari website Bursa Efek Indonesia yaitu

www.idx.co.id serta data diperoleh dari studing literature, jurnal, artikel

maupun media tulis lain yang berkaitan dengan topic pembahasan dari

penelitian ini.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

3.2.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini menggunakan data empiris yang diperoleh dari Bursa

Efek Indonesia (www.idx.co.id) yang berupa data laporan keuangan

perusahaan manufaktur sektor industri barang konsumsi 2017-2020.Waktu

penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Januari sampai bulan Juni 2023.

33
34

Tabel 3.1 Rincian Waktu Penelitian


Bulan
N
Kegiatan Jan Feb Mar Apr Mei Juni
o
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Pengajuan Judul
2. Penyusunan Proposal
3. Bimbingan Proposal
4. Seminar Proposal
5. Penelitian dan
Pengolahan Data
6. Sidang Meja Hijau

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Menurut Sugiyono (2018) populasi merupakan letak generalisasi

yang terdiri dari objek atau subjek yang memiliki kualitas dan karakteristik

tertentu untuk dipelajari dan sesudah itu ditarik kesimpulannya. Populasi

dalam penelitian ini adalah sektor industri barang konsumsi yang terdaftar

di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2017-2020 yang berjumlah 53

perusahaan.

3.3.2 Sampel

Menurut Sugiyono (2018) sampel merupakan bagian dari jumlah

dan karakteristik yang dimiliki oleh popolasi tersebut. Penelitian ini dalam

pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling. Purposive

sampling merupakan teknik pengambilan sampel berdasarkan kriteria


35

tertentu (Sugiyono,2018). Berikut ini terdapat kriteria-kriteria dalam

pengambilan sampel yang dipertimbangkan yaitu:

1. Perusahaan manufaktur sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di

Bursa Efek Indonesia pada tahun 2017-2020

2. Perusahaan mempublikasikan laporan keuangan selama periode pengamatan

dari tahun 2016 – 2018.

3. Perusahaan yang memperoleh laba pada periode tahun 2017 – 2020.

4. Perusahaan disajikan dengan mata uang Rupiah.

5. Perusahaan yang memiliki beban pajak tangguhan pada periode tahun 2017 –

2020.

Tabel 3.2
Kriteria Sampel Penelitian
No Kriteria Sampel Penelitian Jumlah
1 Perusahaan manufaktur sektor industri barang 53
konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
pada tahun 2017-2020
2 Perusahaan yang tidak mempublikasikan laporan (5)
keuangan per tanggal 31 Desember
3 Perusahaan tidak memperoleh laba (14)
4 Perusahaan yang tidak menyajikan dengan mata 0
uang Rupiah
5 Perusahaan yang tidak memiliki beban pajak (18)
tangguhan
Jumlah Sampel 16
Jumlah sampel selama 4 tahun (16 x 4) 53
36

Setelah melakukan identifikasi pemilihan sampel berdasarkan

kriteria peneliti memperoleh data analisis menggunakan metode

pengumpulan data berupa literatur dengan menggunakan laporan keuangan

perusahaan yang telah diaudit pada tahun 2017-2020 pada perusahaan

sektor industri barang konsumsi maka penulis memperoleh data analisis

sebanyak 64 data laporan keuangan yang telah diaudit.

Tabel 3.3
Daftar Sampel Perusahaan Sektor Industri Barang Konsumsi
NO Kode Saham Nama Perusahaan
1 UNVR PT. Unilever Indonesia Tbk
2 HMSP PT. Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk
3 ICBF PT. Indofood CBF Sukses Makmur Tbk
4 KLBF PT. Kalbe Farma Tbk
5 MYOR PT. Mayora Indah Tbk
6 INDF PT. Indofood Sukses Makmur Tbk
7 GGRM PT. Gudang Garam Tbk
8 CMRY PT. Cisarua Mountain Dairy Tbk
9 SIDO PT. Industri Jamu dan Farmasi
10 MBLI PT. Multi Bintang Indonesia Tbk
11 GOOD PT. Garudafoof Putra Putri Jaya Tbk
12 PANI PT. Pratama Abadi Nusa Industri Tbk
13 ULTJ PT. Ultra Jaya Milk Industri & Tranding
14 ROTI PT. Nippon Indosari Corpindo Tbk
15 DMND PT. Diamond Food Indosia Tbk
16 TSPC PT. Tempo Scan Pacific Tbk
Sumber : Bursa Efek Indonesia,2020

3.4 Teknik Pengumpulan Data


37

Data yang digunakan adalah data eksternal. Data eksternal adalah

data yang dicari secara simultan dengan cara mendapatkannya dari luar

perusahaan. Pada penelitian ini, pengumpulan data dilakukan dengan

teknik studi dokumentasi dimana pengumpulan data diperoleh dari laporan

keuangan pada perusahaan manufaktur sektor industri barang konsumsi

yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2017– 2020yang

diambil dari situs resmi Bursa Efek Indonesia yaitu www.idx.co.id.

3.5 Operasional Variabel

Konsep dasar dari definisi oprasional mencakup pengertian untuk

mendapatkan data yang akan di analisis dengan tujuan untuk

mengoprasionalkan konsep-konsep penelitian menjadi variabel penelitian

(F. A. S. Lubis, 2020). Variabel dalam penelitian ini dibedakan menjadi

dua yaitu variabel independen dan variabel dependen. Variabel

Independen pada penelitian ini beban pajak tanguhan dan perencanaan

pajak, sedangkan variabel dependen pada penelitian ini manajemen laba.

1. Perencanaan Pajak (X1)

Tax planning (perencanaan pajak) merupakan langkah awal dalam melakukan

manajemen pajak. Perencanaan pajak diukur dengan menggunakan rumus tax

retention rate (tingkat retensi pajak), yang menganalisis suatu ukuran dari

efektivitas manajemen pajak pada laporan keuangan perusahaan tahun

berjalan, Wild et al. (2004) dalam (Baraja et al., 2017). Ukuran efektifitas

manajemen pajak yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu ukuran efektifitas

perencanaan pajak. Rumus tax retention rate (tingkat retensi pajak) adalah :
38

Net incomeit
TTRi=
Pretax income ( EBIT )¿ ¿

Keterangan :

TTRi = Tax Retention Rate (tingkat retensi pajak) Perusahaan i pada tahun t

Net Income it = Laba bersih perusahaan i pada tahun t Pretax Income (EBITit) =

Laba sebelum pajak perusahaan i tahun t

2. Beban Pajak Tangguhan (X2)

Menurut Harnanto (2011:115) Perbedaan antara laporan keuangan, standar

akuntansidan fiskal disebabkan dalam penyusunan laporan keuangan, standar

akuntansi lebih memberikan keleluasaan bagi manajemen dalam menentukan

prinsip dan asumsi dibandingkan yang diperolahkan menurut pajak (Putra,

2019). Penghitungan tentang beban pajak tangguhan dihitung dengan

menggunakan indikator membobot beban pajak tangguhan dengan total

aktiva atau total asset (Fitriany et al., 2016). Hal itu dilakukan untuk

pembobotan beban pajak tangguhan dengan total asset pada periode t-1 untuk

memperoleh nilai yang terhitung dengan proporsional. Beban pajak

tangguhan diukur dengan rumus sebagai Berikut:

Beban Pajak Tangguhan


BPit¿
Total Asseti−1

Keterangam:

BPT it = Beban pajak tangguhan

BPT t = Beban pajak tangguhan tahun t

Total asset t-1 = Total aset pada tahun t-1

3. Manajemen Laba (Y)


39

Variabel manajemen laba merupakan variable dummy, yakni variabel yang

bersifat kategorikal, manajemen laba dalam penelitian ini diukur dengan

menggunakan variabel dummy dan dibagi ke dalam dua kategori yakni range

small profit dan small loss firms. Manajemen laba dapat diukur dengan

menggunakan rumus sebagai berikut:

Eit−Eit−1
∆ E=
MVEi−1

Keterangan :

∆E : Perubahan Laba

Eit : Laba Perusahaan I pada tahun t

Eit−1 : Laba perusahaan I pada tahun t-1

MVEt−1 : Market Value of Equity pada perusahaan I pada tahun t.

3.6 Metode Analisis Data

3.6.1 Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran atau

deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar

deviasi, varian, maksimum, minimum, sum, range, kurtosis dan skewness,

Ghozali (2013). Statistik deskriptif akan memberikan gambaran umum

dari setiap variabel penelitian. Alat analisis yang digunakan adalah nilai

rata-rata (mean), nilai minimum dan maksimum serta standar deviasi.

3.6.2 Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik merupakan tahap yang harus dilakukan sebelum

uji hipotesis. Hal ini perlu dilakukan untuk mengetahui adanya


40

kemungkinan normalitas, multikolearitas, autokorelasi, dan

heteroskedastisitas. Adapun kriterian dalam uji asumsi klasik yaitu:

3.6.2.1 Uji Normalitas

Uji normalitas menurut (Ghozali:2013) “bertujuan untuk menguji

apakah dalam model regresi, variabel penggangu atau residual memiliki

distribusi normal.” Seperti diketahui bahwa uji t dan F mengasumsikan

bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Kalau asumsi ini

dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil

(F. A. S. Lubis, 2020).

Metode untuk mendeteksi normalitas data pada penelitian ini,

peneliti menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov (Iii & Penelitian, 2019).

Berikut ini, dasar pengambilan keputusan untuk uji normalitas.

1. Data dapat dikatakan terdistribusi normal, apabila hasil uji memiliki nilai

signifikansi > 0,05

2. Data dapat dikatakan tidak terdistribusi normal, apabila hasil uji 42 memiliki

nilai signifikansi < 0,05. Namun jika data tidak terdistribusi normal, dapat

dilakukan transformasi data sehingga data dapat menjadi normal (Ghozali,

2016:34)

3.6.2.2 Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model

regresi ditemukan adanya korelasi antara variabel bebas. Model regresi

yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antara variabel independen. Uji
41

multikolinearitas dapat dilakukan dengan melihat nilai tolerance dan

lawannya variance inflation factor (VIF) (Ghozali, 2014 :116). Berikut

cara mendeteksi ada atau tidaknya multikolinearitas

1. Data dikatakan tidak terjadi gejala multikolinearitas apabila nilai tolerance >

0,1 dan VIF < 10

3.6.2.3 Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi ini bertujuan “untuk menguji apakah dalam model

regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t

dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya).”

Autokorelasi dapat terjadi pada observasi yang menggunakan runtun

waktu (time series) dimana data pada periode sebelumnya akan

berpengaruh terhadap data pada periode berikutnya. Model regresi yang

baik harus terbebas dari adanya autokorelasi, Ghozali (2013 : 110) yang di

bahas (F. A. S. Lubis, 2020).

Menurut Santoso untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi

adalahmelalui metode tabel Durbin-Watson yang dapat dilakukan dengan

program SPSS, dimana secara umum dapat diambil patokan Singgih

(Santoso, 2002:219), yang dibahas oleh (Khaeruman, 2018), yaitu:

1. Jika angka D-W dibawah -2 berarti autokorelasi positif

2. Jika angka D-W dibawah -2 sampai 3 berarti tidak ada autokorelasi

3. Jika angka D-W dibawah+2 berarti ada autokorelasi negative.

3.6.2.4 Uji Heteroskedastisitas


42

Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi

ketidaksamaan varian dari residual dari suatu pengamatan ke pengamatan

yang lain, Azuar dkk (2006: 171). Jika variance dari residual satu

pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan

jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Untuk mendeteksi ada tidaknya

heteroskedastisitas digunakan uji sperman. Metode ini dilakukan dengan

mengkorelasikan nilai absolute residual dengan masing – masing variabel

independen.

3.6.3 Uji Regresi Linier Berganda

Analisis regresi linier berganda adalah analisis yang dilakukan

untuk membangun persamaan yang menghubungkan antara variabel Y dan

variabel X bertujuan untuk menentukan nilai ramalan atau dugaan, dimana

setiap perubahan X mempengaruhi Y, tetapi tidak sebaliknya. Persamaan

yang menyatakan bentuk hubungan antara variabel X dan variabel Y

disebut dengan persamaan regresi (Ghozali, 2011:165). Regresi linier

berganda digunakan untuk menguji pengaruh variabel independen secara

bersama-sama (simultan) terhadap variabel dependen (Sugiyono,

2015:149). Analisis regresi linier berganda digunakan untuk meramalkan

bagaimana keadaan (naik turunnya) variabel dependen, jika dua atau

lebihvariabel independen sebagai faktor yang dapat dinaik turunkan

nilainya. Persamaan umum regresi linier berganda adalah:

𝐘 = 𝛂 + 𝛃𝟏𝐗𝟏 + 𝛃𝟐𝐗𝟐 + ε

Keterangan :
43

Y = Manajemen Laba

X1 = Beban Pajak Tangguhan

X2 = Perencanaan Pajak

β = Koefisien

α = Konstanta

ε = Eror

3.6.4 Uji Hipotesis

Uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan pengujian t-secara

parsial, pengujian F-secara simultan, koefisien Korelasi (r) dan

Determinasi (R2).

3.6.4.1 Uji t

Uji t dilakukan untuk mengetahui pengaruh masing – masing

variabel independen yang terdiri atas perencanaan pajak dan beban pajak

tangguhan terhadap manajemen laba. Uji t juga menunjukkan seberapa

jauh pengaruh satu variabel penjelas / independen secara individual dalam

menerangkan variasi varibel dependen (Ghozali, 2011) Ketentuan:

Jika tsig > 0.05 = H0 diterima Ha ditolak

Jika tsig ≤ 0.05 = H0 ditolak Ha diterima

3.6.4.2 Uji F

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui secara bersama – sama

apakah variabel bebas berpengaruh secara signifikan atau tidak terhadap

variabel terikat (Ghozali, 2011). Kriteria pengujian digunakan sebagai

berikut:
44

1. H0 diterima dan Ha ditolak apabila sig F > 0,05. Artinya variabel bebas

secara bersama – sama tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel

terikat.

2. H0 diterima dan Ha ditolak apabila sig F < 0,05. Artinya variabel bebas

secara bersama – sama berpengaruh secara signifikan terhadap variabel

terikat.

3.6.4.3 Uji Determinasi (R2)

Koefisien Determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh

kemampuan variabel independen dalam menerangkan variabel dependen.

Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai koefisien

determinasi yang lebih kecil berarti kemampuan variabel – variabel

independen dalam menjelaskan variabel dependen sangat terbatas atau

dapat dikatakan lemah. Nilai Adjusted R2 yang mendekati 1 berarti

kemampuan variabel – variabel independen memberikan hamper semua

informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variabel – variabel

dependen (Ghozali, 2011).


DAFTAR PUSTAKA

Aditama, F., & Purwaningsih, A. (2014). The effect of tax planning on earnings
management in non-manufacturing companies listed in Indonesia Stock.
MODE-Journal of Economics and Business, 26(1), 33-50.
https://doi.org/10.24002/modus.v26i1.567
Amanda, F., & Febrianti, M. (2015). Analisis Pengaruh Beban Pajak Kini, Beban
Pajak Tangguhan, Dan Basis Akrual Terhadap Manajemen Laba. Jurnal
ULTIMA Accounting, 7(1), 70-86.
https:doi.org/10.31937/akuntansi.v7i1.83
Anggraeni, D., Handayani, D., & Putra, R. (2017). Analisis Pengaruh Tax
Planning Terhadap Ekuitas Perusahaan. Journal of Applied Accounting
and Taxation, 8(2), 107-113
Astutik, R. E. P., & Mildawati, T. (2016). Pengaruh Perencanaan Pajak Dan
Beban Pajak Tangguhan. Jurnal Ilmu Dan Riset Akuntansi, 5, 1-17.
Enni Endriati, Hj. Nur Hidayati, J. (2015). Pengaruh Perencanaan Pajak
Terhadap Manajemen Laba Pada Perubahan Non Manufaktur Yang
Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia. 3(2), 54-67.
http://repositirio.unan.edu.ni/2986/1/5624.pdf
Fahmi, M., & Prayoga, M. D. (2018). Pengaruh Manajemn Laba dan Tax
Avoidance terhadap Nilai Perusahaan dengan Kualitas Audit sebagai
Variabel Moderasi. Jurnal Pendidikan Akuntansi, 1(3), 225-238.
Ghozali, I. (2011). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IMB
SPSS.Universitas Diponegoro.
Khotimah, H. (2014). Pengaruh Perencanaan Pajak Terhadap Manajemen Laba.
4(2), 165.
Negara, A. ., & Suputra, I. G. .(2017). Pengaruh Perencanaan Pajak Dan Beban
Pajak Tangguhan Terhadap Manajemen Laba. E-Jurnal Akuntansi, 20,
2045-2072.
Putra, Y.M. (2019). Pengaruh Aset Pajak Tangguhan, Beban Pajak Tangguhan,
dan Perencanaan Pajak Terhadap Manajemen Laba (Sektor Industri
Barang Konsumsi Yang Terdaftar Di BEI Tahun (2015-2017). Journal
Ilmu & Riset Akuntansi, 8(7), 1-21.
Suandy, E. (2016). Perencanaan Pajak. Selemba Empat.
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan
R&D. Alfabeta.
Sulistyanto, S. (2008). Manajemn Laba. PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

45

Anda mungkin juga menyukai