Anda di halaman 1dari 68

DAMPAK PENUNDAAN BANTUAN SOSIAL BAGI

MASYARAKAT YANG BELUM VAKSINASI COVID 19 DI


KECAMATAN MEUREUDU TAHUN 2021

PROPOSAL SKRIPSI

Oleh :

Alfi Syahrin
NIM: 180210119

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MALIKUSSALEH LHOKSEUMAWE
2022

1
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim Syukur alhamdulillah penulis panjatkan

kehadiran Allah SWT, Allah telah memberikan kelebihan kepada anak adam

dengan ilmu pengetahuan dan amal. Dengan karunia Allah, Alhamdulillah tugas

proposal skripsi ini telah penulis selesaikan. Shalawat dan salam kepada nabi

Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabat beliau. Nabi Muhammad telah

menciptakan peradaban baru yang tidak berilmu pengetahuan kepada yang

berilmu pengetahuan. Dengan adanya ilmu pengetahuan penulis dapat

menyelesaikan proposal skripsi ini sebagaimana mestinya dengan judul “Dampak

Penundaan Bantuan Sosial Bagi Masyarakat Yang Belum Vaksinasi Covid-

19 di Kecamatan Meureudu Tahun 2021”.

Proposal skripsi ini penulis buat untuk memenuhi sebagai gelar sarjana.

Semoga proposal skripsi ini bermanfaat kepada penulis secara pribadi dan kepada

mahasiswa umumnya. Penulis menyadari bahwa proposal skripsi ini terdapat

banyak kekurangan dan sangat mengharapkan kritik dan saran yang objektif dan

konstruktif dari berbagai pihak guna kesempurnaan penulis. Dalam penyusunan

proposal skripsi ini penulis banyak mendapatkan bimbingan dan bantuan dari

berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini tidak lupa penulis sampaikan

terimakasih yang sebesar-besarnya khusus kepada kedua orang tua saya, yang

mana senantiasa selalu menyalurkan semangat dan kasih sayang yang tiada henti

kepada penulis, dan penulis banyak-banyak mengucapkan terimakasih kepada :

i
1. Prof. Dr. Ir. Herman Fithra, S.T.,MT.,IMP.,ASEAN Eng., selaku Rektor

Universitas Malikussaleh.

2. Dr. M. Nazaruddin, S.S., M.Si., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Malikussaleh.

3. Dr. Nurhafni, S.Sos., MPA. Selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi,

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Malikussaleh.

4. Murniati, S.Sos., M.Si., selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Administrasi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Malikussaleh.

5. Muhammad Hasyem, S.Sos., M.SP., selaku Ketua Prodi Administrasi

Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Malikussaleh.

6. Drs. Aiyub, M. Si., selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah

membimbing yang telah membimbing penulis dalam urusan akademik

hingga saat ini.

7. Dr. M. Akmal, S.Sos., MA., selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak

meluangkan waktu dan pikiran dalam membimbing penulis untuk

menyelesaikan penulisan proposal skripsi ini.

8. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Malikussaleh, Khususnya Prodi Administrasi Publik dan seluruh Staff

Akademik.

9. Ayahanda Abu Bakar (Alm) dan Ibunda Husna, serta seluruh keluarga

yang senantiasa memberikan kasih sayang dan dukungan baik secara moril

maupun materil kepada penulis.

ii
10. Ucapan terima kasih kepada teman-teman yang setia menemani saya dari

semester satu hingga sekarang yaitu: Oli, Makmur, Zakiah, Nada Nabila,

Indri, Khatami, Zaky, Faisal, dan Andi

11. Teman-teman seluruh angkatan 018 Administrasi Publik beserta jurusan

lainnya.

Semoga karya yang sederhana ini bermanfaat bagi kita semua dan

mendapat ridha dari Allah SWT, Aamiin.

Bukit Indah, 17 Februari 2022

Alfi Syahrin
180210119

iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah.....................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................7
1.3 Fokus Penelitian.................................................................................8
1.4 Tujuan Penelitian...............................................................................8
1.5 Manfaat Penelitian.............................................................................9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................10


2.1 Penelitian Terdahulu........................................................................10
2.2 Landasan Teori.................................................................................13
2.2.1 Kebijakan Publik.....................................................................13
2.2.2 Pengertian Dampak..................................................................17
2.2.3 Konsep Kebijakan Pemerintah................................................19
2.2.4 Bantuan Sosial.........................................................................27
2.3 Landasan Konseptual.......................................................................34

BAB III METODE PENELITIAN.....................................................................37


3.1 Lokasi penelitian..............................................................................37
3.2 Pendekatan Penelitian......................................................................37
3.3 Informan Penelitian..........................................................................39
3.4 Sumber Data.....................................................................................41
3.5 Teknik Pengumpulan Data...............................................................42
3.6 Teknik Analisis Data........................................................................43
3.7 Jadwal Kegiatan Penelitian..............................................................45

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................46

LAMPIRAN..........................................................................................................49
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah

Dampak secara sederhana bisa diartikan sebagai pengaruh atau akibat.

Dalam setiap keputusan yang diambil oleh seorang atasan biasanya mempunyai

dampak tersendiri, baik itu dampak positif maupun dampak negatif. Dampak juga

bisa merupakan proses lanjutan dari sebuah pelaksanaan pengawasan internal.

Seorang pemimpin yang handal sudah selayaknya bisa memprediksi jenis dampak

yang akan terjadi atas sebuah keputusan yang akan diambil. (Khairunnisa, 2019)

Pengertian dampak menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah

benturan, pengaruh yang mendatangkan akibat baik positif maupun negatif.

Pengaruh adalah daya yang ada dan timbul dari sesuatu (orang, benda) yang ikut

membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang. Pengaruh adalah suatu

keadaan dimana ada hubungan timbal balik atau hubungan sebab akibat antara apa

yang mempengaruhi dengan apa yang dipengaruhi. (KBBI Online, 2010)

Pandemi Covid-19 adalah peristiwa menyebarnya Penyakit Coronavirus

Disease 2019 (Covid-19) di seluruh dunia untuk semua Negara. Penyakit ini

disebabkan oleh koronavirus jenis baru yang diberi nama SARSCoV-2. Wabah

Covid-19 pertama kali dideteksi di Kota Wuhan, Hubei, Tiongkok pada tanggal

31 Desember 2019, dan ditetapkan sebagai pandemi oleh Organisasi Kesehatan

Dunia (WHO) pada tanggal 11 Maret 2020. Virus SARS-CoV-2 menyebar di

antara orang-orang terutama melalui percikan pernapasan (droplet) yang


dihasilkan selama batuk. Percikan ini juga dapat dihasilkan dari bersin dan

pernapasan normal. Selain itu, virus dapat menyebar akibat menyentuh permukaan

benda yang terkontaminasi dan kemudian menyentuh wajah seseorang. Penyakit

Covid-19 paling menular saat orang yang menderitanya memiliki gejala,

meskipun penyebaran mungkin saja terjadi sebelum gejala muncul. Periode waktu

antara paparan virus dan munculnya gejala biasanya sekitar lima hari, tetapi dapat

berkisar dari dua hingga empat belas hari. Gejala umum di antaranya demam,

batuk, dan sesak napas. Komplikasi dapat berupa pneumonia dan penyakit

pernapasan akut berat.

Pengertian bantuan sosial menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor

254/PMK.05/2015 tentang Belanja Bantuan Sosial pada Kementerian

Negara/Lembaga adalah pengeluaran berupa transfer uang, barang atau jasa yang

diberikan oleh Pemerintah kepada masyarakat miskin atau tidak mampu guna

melindungi masyarakat dari kemungkinan terjadinya risiko sosial, meningkatkan

kemampuan ekonomi dan/atau kesejahteraan masyarakat. Program Bansos untuk

rakyat Indonesia terdiri dari Program Indonesia Pintar (PIP), Program Jaminan

Kesehatan Nasional (JKN-KIS), Program Keluarga Harapan (PKH), dan Bansos

Rastra/ Bantuan Pangan Non Tunai. Program bantuan sosial merupakan komitmen

pemerintah untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan. Hal ini terlihat dari

menurunnya angka kemiskinan dari 11,22% pada tahun 2015, menjadi 9,82%

pada tahun 2018. Gini rasio juga berkurang dari 0,408 pada tahun 2015 menjadi

0,389 pada tahun 2018. Indeks Pembangunan Manusia Naik dari 68,90 pada tahun

2014 menjadi 70,81 pada tahun 2017.

2
Vaksin merupakan antigen (mikroorganisma) yang diinaktivasi atau

dilemahkan yang bila diberikan kepada orang yang sehat untuk menimbulkan

antibodi spesifik terhadap mikroorganisma tersebut, sehingga bila kemudian

terpapar, akan kebal dan tidak terserang penyakit. Bahan dasar membuat vaksin

tentu memerlukan mikroorganisme, baik virus maupun bakteri. Menumbuhkan

mikroorganisma memerlukan media tumbuh yang disimpan pada suhu tertentu

Mikroorganisma yang tumbuh kemudian akan dipanen, diinaktivasi, dimurnikan,

diformulasi dan kemudian dikemas.

Vaksinasi adalah pemberian vaksin (antigen) yang dapat merangsang

pembentukan imunitas (antibodi) system imun di dalam tubuh. Vaksinasi sebagai

upaya pencegahan primer yang sangat handal, untuk mencegah penyakit yang

dapat dicegah dengan vaksinasi. Prosedur vaksinasi mulai dari penyiapkan dan

membawa vaksin, mempersiapkan anak dan orangtua, tehnik penyuntikan yang

aman, pencatatan, pembuangan limbah, sampai pada tehnik penyimpanan dan

penggunaan sisa vaksin dengan benar. Penjelasan kepada orangtua serta

pengasuhnya sebelum dan sesudah vaksinasi perlu dipelajari pula. Pengetahuan

tentang kualitas vaksin yang masih boleh diberikan pada bayi/anak perlu

mendapat perhatian. Ukuran jarum, lokasi suntikan cara mengatasi ketakutan pada

anak dan rasa nyeri pada anak perlu diketahui. Vaksinasi perlu dicatat dengan

lengkap termasuk keluhan kejadian ikutan pasca vaksinasi.

Vaksinasi di tengah pandemi Covid-19 seperti ini di gadang-gadang

menjadi solusi dari masalah penularan Covid-19 agar bisa memulihkan kembali

keadaan dan kehidupan masyarakat. Pemerintah Indonesia melalui satgas Covid-

3
19 menargetkan penyuntikan vaksin Covid-19 di Indonesia per orangnya

mendapatkan 2 dosis vaksin. Sehingga pemerintah terus menggalakkan vaksinasi

massal dan gratis untuk mendukung pemulihan ekonomi pasca Covid-19 selain

melalui ppkm dan aturan-aturan lain.

Atauran mengenai vaksinasi di Indonesia diatur dalam Perpres Nomor 14

Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020

tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka

Penanggulangan Pandemi Covid-19 yang ditetapkan pada 9 Februari 2021 telah

mengubah dan menambah beberapa ketentuan dalam Perpres sebelumnya dan

salah satunya adalah Pasal 13A dan 13B. Pasal-pasal tersebut mengatur

pendataan, penetapan sasaran penerima Vaksin Covid-19 dan kewajiban

mengikuti Vaksinasi Covid-19 serta ketentuan sanksi administratif jika penerima

Vaksin yang sudah ditentukan tidak mengikuti Program Vaksinasi tersebut.

Pengenaan sanksi yang diatur dalam Pasal 13A ayat (4) tersebut adalah

penundaan atau penghentian pemberian jaminan sosial atau bantuan sosial,

penundaan atau penghentian layanan administrasi pemerintahan dan/atau denda.

Dan Pasal 13B menekankan bagi orang yang tidak mengikuti Vaksinasi Covid-19,

tidak hanya mendapatkan sanksi administrasi tetapi juga ketentuan sanksi sesuai

dengan ketentuan undang-undang tentang wabah penyakit menular yang mana

salah satunya adalah sanksi pidana sebagaimana dalam Pasal 14 dan 15 UU

Wabah Penyakit Menular.

Meneruskan aturan diatas, maka pemerintah kabupaten Pidie Jaya melalui

surat edaran bupati Pidie Jaya dengan nomor 360/2104 yang salah satu inti

4
kebijakannya adalah mewajibkan bagi masyarakat yang menerima atau

mendapatkan bantuan sosial untuk vaksin terlebih dahulu agar bantuan nya bisa di

ambil atau di cairkan. Selain itu juga, bagi masyarakat yang menolak untuk di

vaksin akan mendapatkan sanksi yang sudah di tetapkan oleh pemerintah

kabupaten Pidie Jaya. Sehingga terdapat pro dan kontra di tengah masyarakat di

kabupaten Pidie Jaya pun terjadi termasuk salah satunya yaitu kecamatan

Meureudu yang ikut merasakan dampak dari kebijakan tersebut.

Penyebaran Covid-19 di Kecamatan Meureudu saat ini di rincikan

sebanyak 151 terkonfirmasi positif, 30 orang dalam perawatan, 118 orang yang di

nyatakan sembuh, sementara itu 3 orang dinyatakan meninggal karena terinfeksi

Covid-19. Jika melihat dari data kasus Covid-19 di Kecamatan Meuredu yang

masih di bawah 1000 orang dari total 22.226 jiwa. Hal ini tentunya berbanding

jauh jika dibandingkan dengan jumlah masyarakat di Kecamatan Meureudu yang

menerima bantuan sosial. Yang mana, total penerima bantuan sosial dengan jenis

bantuan langsung tunai dana desa ( BLT-DD) di Kecamatan Meureudu menurut

Data yang diperoleh AJNN dari Bagian Penanggulangan Kemiskinan pada Dinas

Pemberdayaan Masyarakat Gampong (DPMG) Pidie Jaya, pada tahun 2021

sebanyak 2.094 KK yang tersebar di 30 Gampong di Kecamatan Meureudu.

dengan besaran Rp. 300.000 per KK. (AJNN.net)

Surat edaran nomor 360/2104 tersebut untuk memerintahkan melakukan

penundaan penyaluran bantuan kepada penerima bantuan sosial. Sebagai salah

satu Kabupaten termiskin dimana salah satu Kecamatan yang terdapat di dalam

Kabupaten Pidie Jaya ini yaitu Kecamatan Meureudu, seharusnya penyaluran

5
bansos tersebut harus dipercepat mengingat masyarakat sangat membutuhkan

bantuan tersebut di masa sulit seperti ini. Jika harus di wajibkan vaksin terlebih

dahulu, akan membuat masyarakat yang belum mau atau belum mendapatkan

vaksin harus menunda pengambilan bansosnya. Dimana dampak dari suatu

kebijakan itu bisa memberikan dampak positif maupun negatif dari para aktor

pembuat kebijakan, melihat hal ini tentunya akan menimbulkan dampak negatif

terhadap masyarakat mengingat masyarakat sangat membutuhkan bantuan

tersebut untuk biaya hidup namun malah di tahan akaibat dari konsekuensi surat

edaran Bupati Kabupaten Pidie Jaya tersebut. Hak masyarakat untuk mendapatkan

bantuan sosial itu tidak boleh dibatasi, sebab vaksin adalah hak dari masyarakat

yang tidak boleh dipaksakan.

Jika masalah ini terus di biarkan maka akan menimbulkan dampak negatif

terhadap masalah sosial lain dan terjadinya demo di mana-mana untuk menolak

kebijakan dalam surat edaran tersebut. Pengadaan atau pelaksanaan vaksinasi

yang seharusnya menjadi solusi atas permasalahan yang ada, upaya pemerintah

untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat di tengah pandemi yang belum

juga berkesudahan, serta sebagai bentuk respon pemerintah atas

tanggungjawabnya dalam melindungi segenap bangsa, tak seharusnya dicederai

dengan adanya sanksi penundaan atau penghentian jaminan sosial bagi

masyarakat yang sudah ditetapkan sebagai sasaran penerima vaksin Covid-19

namun tidak ikut menjalani vaksinasi. Sehingga dalam hal ini sanksi yang perlu

diterapkan adalah cukup pada sanksi denda semata, tentunya dengan

memperhatikan kondisi perekonomian masyarakat.

6
Berdasarkan wawancara awal penulis dengan salah satu penerima BLT-

DD di Kecamatan Meureudu menyebutkan bahwa penundaan yang dilakukan oleh

Pemkab Pidie Jaya mengharuskan penerima bansos untuk vaksin terlebih dahulu

agar bantuan sosial yang diterima bisa dicairkan. Hal ini alih-alih memberikan

dampak positif dari kebijakan ini akan tetapi malah membuat dampak negatif

terhadap masyarakat yang membutuhkan dan merasa kesulitan di tengah kesulitan

ekonomi akibat Pandemi covid-19 ini. Padahal bansos seyogiyanya diberikan

untuk meringankan beban masyarakat. Namun, hal ini berbanding terbalik karena

adanya peraturan dari Bupati tersebut.

Berdasarkan permasalahan diatas, penulis tertarik untuk mengkaji dampak

dari surat edaran tersebut di masyarakat Kecamatan Meureudu. Mengingat tujuan

dari bantuan sosial adalah untuk mensejahterakan masyarakat terutama di masa

sekarang ini. Maka dari itu penulis akan mengangkat penelitian mengenai

permasalahan tersebut dengan judul “Dampak Penundaan Bantuan Sosial Bagi

Masyarakat Yang Belum Vaksinasi Covid-19 di Kecamatan Meureudu Tahun

2021”.

I.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka peneliti merumuskan

permasalahan yang dapat dikemukakan dalam beberapa rumusan masalah sebagai

berikut:

1. Bagaimana Dampak dari Kebijakan Penundaan Bantuan Sosial Bagi

Masyarakat Yang Belum Vaksinasi Covid 19 di Kecamatan Meureudu

Tahun 2021?

7
2. Apa kendala yang terjadi dalam Penundaan Bantuan Sosial Bagi

Masyarakat Yang Belum Vaksinasi Covid 19 di Kecamatan Meureudu

Tahun 2021 ?

I.3 Fokus Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka yang menjadi fokus penelitian

adalah :

1. Dampak dari Implementasian Kebijakan Penundaan Bantuan Sosial Bagi

Masyarakat Yang Belum Vaksinasi Covid-19 di Kecamatan Meureudu.

2. Kendala yang terjadi dalam Penundaan Bantuan Sosial Bagi Masyarakat

Yang Belum Vaksinasi Covid 19 di Kecamatan Meureudu.

I.4 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan fokus penelitian di atas, maka yang menjadi tujuan dari

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mendeskripsikan Dampak dari Implementasi Kebijakan Penundaan

Bantuan Sosial Bagi Masyarakat Yang Belum Vaksinasi Covid 19 di

Kecamatan Meureudu.

2. Mendeskripsikan Kendala yang terjadi dalam Penundaan Bantuan Sosial

Bagi Masyarakat Yang Belum Vaksinasi Covid 19 di Kecamatan

Meureudu.

8
I.5 Manfaat Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan fokus kajian maka penelitian ini

diharapkan bermamfaat secara praktis dan teoritis. Adapun rician manfaat

penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan saran atau masukan kepada

Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya tentang kebijakan penundaan bantuan sosial

bagi masyarakat yang belum melakukan vaksinasi agar bisa lebih memprihatinkan

undang-undang yang berlaku dan mempertimbangkan nasib masyarakat yang

terkena imbas akibat penundaan bantuan sosial tersebut.

b. Manfaat Teoritis

Dapat berguna untuk pengembangan khazanah keilmuan khususnya dalam

pemberian pengetahuan dalam rangka mewujudkan insan akademis yang cerdas

dan berpengaruh luas, memberikan kesempatan kepada penulis untuk

mengaplikasikan ilmu dan teori yang dipelajari selama ini, dan menambah

pemahaman peneliti dan sebagai bahan pustaka Administrasi Publik yang

diharapkan menjadi bahan referensi untuk penelitian selanjutnya.

9
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Penelitian Terdahulu


Penelitian terdahulu ini menjadi salah satu acuan penulis dalam melakukan

penelitian sehingga penulis dapat memperkaya teori yang digunakan dalam

mengkaji penelitian yang dilakukan. Dari penelitian terdahulu, penulis tidak

menemukan penelitian dengan judul yang sama dengan seperti judul penelitian

penulis. Namun penulis mengangkat beberapa penelitian sebagai referensi dalam

memperkaya bahan kajian pada penelitian penulis. Berikut merupakan penelitian

terdahulu berupa beberapa jurnal terkait dengan penelitian yang dilakukan penulis

adalah sebagai berikut:

1. Hasil Penelitian Dodi Hidayat et al (2021).

Penelitian Dodi Hidayat (2021) yang berjudul “Tinjauan Yuridis Terhadap

Penundaan atau Penghentian Jaminan Sosial Pada Perpres Nomor 14 Tahun

2021”. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif. Penelitian

ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana sanksi administratif yang ada di dalam

Perturan Presiden Nomor 14 tahun 2021, dan untuk mengetahui dasar

pertimbangan Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2021.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa, Perpres

Nomor 14 Tahun 2021 bertentangan dengan beberapa peraturan diatasnya yaitu

Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional, Undang-Undang Hak Asasi

Manusia, Bahkan Kontitusi itu sendiri,. Adapun dasar pertimbangan keluarnya

10
Perpes No 14 Tahun 2021 yakni kebutuhan pelaksanaan pengadaan vaksin

COVID-19, cakupan keadaan kahar (force majeur), Kejadian ikutan pasca

pelaksanaan vaksinasi, dan pembayaran uang di muka atau uang muka untuk

penyediaan Vaksin COVID-19. Dan juga untuk memperbaiki stabilitas ekonomi

sebagaimana dasar hukum keluarnya Perpres tersebut yaitu Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2020.

Perbedaan penelitian yang dilakukan Dodi Hidayat yaitu metode yang di

gunakan hanya melihat dari sisi hukum normatif saja dan cakupan nya lebih luas

dan umum yaitu secara nasional. Persamaannya ialah keduanya sama-sama

meneliti mengenai Perturan Presiden Nomor 14 tahun 2021.

2. Hasil Penelitian Ana Fauzia et al (2021)

Penelitian Ana Fauzia (2021) yang berjudul “Sanksi Penundaan atau

Penghentian Jaminan Sosial Pada Masa Pandemi COVID-19”. Penelitian ini

menggunakan metode penelitian hukum normatif. Tujuan dari penelitian ini untuk

mengkaji masalah dari segi filosofis, perspektif yuridis, dan sosiologis tentang

sanksi administratif keterlambatan atau penghentian jaminan sosial terkait dengan

persyaratan vaksin.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa, program

jaminan sosial mencerminkan tanggung jawab negara untuk menyediakan

perlindungan ekonomi bagi warga negara. Namun, jaminan sosial di Indonesia

tetap ada menjadi isu sentral pasca Perpres Nomor 14 Tahun 2021 peraturan

tersebut menguraikan sanksi administratif atas penundaan atau penghentian

jaminan sosial bagi warga yang menolak vaksin. Pengaturan tentang penundaan

11
atau pemutusan hubungan sosial ketentuan keamanan bertentangan dengan Pasal

20 (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Negara Sistem keamanan

sosial. Juga, itu melanggar hak asasi manusia tentang hak atas jaminan sosial

berdasarkan UUD 1945. Sebaliknya, untuk berhasil dalam vaksinasi, ia harus

mengadopsi pendekatan sosial budaya dengan memadukan instrumen hukum

dengan unsur budaya lokal di masyarakat untuk melegitimasi vaksinasi sebagai

bagian dari diterima di masyarakat.

Perbedaan penelitian yang dilakukan Ana Fauzia yaitu dari metode

penelitiannya yang menggunakan metode penelitian hukum normatif dan cakupan

nya lebih luas yaitu secara nasional. Persamaannya ialah keduanya sama-sama

meneliti mengenai Perturan Presiden Nomor 14 tahun 2021.

3. Hasil Penelitian Jeannifer (2021)

Penelitian Jeannifer (2021) yang berjudul “Sanksi Pidana Terhadap

Penolak Vaksin Covid-19 di Indonesia”. Penelitian ini menggunakan metode

penelitian hukum normatif. Penelitian ini bertujuan untuk membahas mengenai

penerapan sanksi pidana terhadap penolak vaksin covid-19, dengan mengingat

bahwa setiap manusia memiliki hak untuk memilih bentuk layanan kesehatan

yang diberikan oleh pemerintah.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa,

penerapan sanksi pidana dalam Peraturan Presiden No. 14 Tahun 2021 tentang

Perubahan atas Peraturan Presiden No. 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin

dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona

Virus Disease 2019 (Covid-19) ini tidak sejalan dengan tujuan dari hukum pidana

12
apabila tindakan menolak vaksin dianggap sebagai sebuah kejahatan atau

pelanggaran yang dapat dikenakan sanksi pidana. Tidak dapat dikatakan bahwa

masyarakat, yang dalam hal ini adalah sasaran penerima vaksin Covid-19 yang

menolak untuk mengikuti kegiatan vaksinasi dianggap menyebabkan terhalangnya

penanggulangan penyebaran Covid-19. Terlebih lagi terhadap sasaran penerima

vaksin Covid-19 yang menolak vaksin, namun sangat mematuhi protokol

kesehatan yang ditetapkan oleh pemerintah.

Perbedaan penelitian yang dilakukan Jeannifer yaitu dari metode

penelitiannya yang menggunakan metode penelitian hukum normatif dan lokasi

penelitiannya. Persamaannya ialah keduanya sama-sama meneliti mengenai

Perturan Presiden Nomor 14 tahun 2021.

II.2 Landasan Teori


Teori yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya teori yang bisa

menjawab hasil penelitian di lapangan dan bisa membantu dalam mencari data

dimana teori yang digunakan yang berhubungan Dampak Penundaan Bantuan

Sosial Bagi Masyarakat Yang Belum Vaksinasi Covid-19 di Kecamatan

Meureudu seperti yang dijelaskan dibawah ini.

II.2.1 Kebijakan Publik

Kebijakan publik menurut Thomas R. Dye (dikutip dalam Islamy, 2007 :

18) adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak

dilakukan (public policy is whatever governments choose to do or not to do).

Konsep tersebut sangat luas karena kebijakan publik mencakup sesuatu yang tidak

dilakukan pemerintah disamping yang dilakukan oleh pemerintah ketika

13
pemerintah menghadapi suatu masalah publik. Definisi kebijakan publik dari

Thomas R. Dye tersebut mengandung makna bahwa kebijakan publik tersebut

dibuat oleh badan pemerintah, bukan organisasi swasta dan kebijakan publik

menyangkut pilihan yang harus dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah.

James E. Anderson (dikutip dalam Islamy, 2007 : 19) mengartikan kebijakan

publik sebagai kebijakan- kebijakan yang dikembangkan oleh badan-badan dan

pejabat pemerintah.

Menurut Anderson, implikasi dari pengertian kebijakan publik tersebut

adalah : (1) bahwa kebijakan publik itu selalu mempunyai tujuan tertentu atau

merupakan tindakan yang berorientasi pada tujuan, (2) bahwa kebijakan itu berisi

tindakan-tindakan atau pola-pola tindakan pejabat-pejabat pemerintah, (3) bahwa

kebijakan itu adalah apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah, (4) bahwa

kebijakan publik itu bersifat positif dalam arti merupakan beberapa bentuk

tindakan pemerintah mengenai suatu masalah tertentu atau bersifat negatif dalam

arti merupakan keputusan pejabat pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu, dan

(5) bahwa kebijakan publik setidak-tidaknya dalam arti yang positif didasarkan

atau selalu dilandaskan pada peraturan perundang- undangan yang bersifat

memaksa.

Dari penjelasan kebijakan publik diatas selanjutnya dapat ditarik

kesimpulan bahwa kebijakan publik adalah serangkaian tindakan atau action dari

pemerintah mengenai pencarian jalan keluar dari permasalahan yang tidak dapat

lagi diselesaikan oleh masyarakat itu sendiri dan terdapat paksaan kepada

masyarakat untuk mematuhinya dan melaksanakan. Secara analisis terdapat dua

14
unsur yang terdapat dalam kebijakan yaitu tujuan kebijakan (policy objectives)

dan cara atau peralatan untuk mencapai tujuan (policy instrument). Tujuan

tertentu yang ingin dicapai merefleksikan nilai yang mendasari dan ingin

diwujudkan. Hal ini mempengaruhi cara atau langkahlangkah yang dipilih atau

instrumen untuk mencapainya.

2.2.1.1 Analisis Kebijakan

Ada beberapa model analisis kebijakan yang dikemukakan oleh William

Dunn (2003: 117-124) yaitu sebagai berikut :

1. Model Prospektif yaitu bentuk analisis kebijakan yang mengarahkan

kajiannya pada konsekuensi- konsekuensi kebijakan ‘sebelum’ suatu

kebijakan diterapkan. Model ini dapat disebut sebagai model prediktif,

karena seringkali melibatkan teknikteknik peramalan (forecasting) untuk

memprediksi kemungkinan- kemungkinan yang akan timbul dari suatu

kebijakan yang akan diusulkan.

2. Model Retrospektif adalah analisis kebijakan yang dilakukan terhadap

akibat-akibat kebijakan ‘setelah’ suatu kebijakan diimplementasikan.

Model ini biasanya disebut model evaluatif,karena banyak melibatkan

pendekatan evaluasi terhadap dampak-dampak kebijakan yang sedang atau

telah diterapkan.

3. Model Integratif adalah model perpaduan antara kedua model di atas.

Model ini sering disebut sebagai model komprehensif atau model holistik,

karena analisis dilakukan terhadap konsekuensi-konsekuensi kebijakan

yang mungkin timbul, baik ‘sebelum’ maupun ‘sesudah’ suatu kebijakan

15
dioperasikan. Model analisis kebijakan ini biasanya melibatkan teknik-

teknik peramalan dan evaluasi secara terintegrasi.

2.2.1.2 Evaluasi Dampak Kebijakan

Dalam Studi Analisis Kebijakan Publik, analisis kebijakan publik

seringjuga disebut evaluasi kebijakan. Mengapa Evaluasi kebijakan dilakukan,

karena pada dasarnya setiap kebijakan negara ( public policy ) mengandung resiko

untuk mengalami kegagalan. Mengutip pendapat Hogwood dan Gunn ( 1986),

selanjutnya menjelaskan bahwa penyebab dari kegagalan suatu kebijakan ( policy

failure ) dapat dibagi menjadi 2 katagori yaitu : ( 1 ) karena “non implementation

(tidak terimplementasi, dan ( 2 ) karena “unsuccessful” (implementasi yang tidak

berhasil. Tidak terimplementasikannya suatu kebijakan itu berarti bahwa

kebijakan itu tidak dilaksanakan sesuai dengan di rencanakan.

Implementasi yang tidak berhasil biasanya terjadi bila suatu kebijakan

tertentu telah dilaksanakan sudah sesuai rencana, dengan mengingat kondisi

eksternal ternyata sangat tidak menguntungkan, maka kebijakan pendidkan

tersebut tidak dapat berhasil dalam mewujudkan dampak atau hasil akhir yang

telah dikehendaki. Pada studi evaluasi kebijakan telah dibedakan antara “policy

impact / outcome dan policy output. “Policy Impact / outcome”adalah akibat-

akibat dan konsekuensi konsekuensi yang ditimbulkan“Policy output” ialah dari

apa-pa yang telah dihasilkan dengan adanya program proses perumusan kebijakan

pemerintah ( Islamy, 1986 : 114-115).

Dampak kebijakan disini tidak lain adalah seluruh dari dampak pada

kondisi “dunia -nyata” ( the impact of a policy is all its effect on real – world

16
conditions ), untuk itu masih menurut ( Dye, 1975: 367 ) yang termasuk dampak

kebijakan adalah :

1. Dampak pada masalah public (pada kelompok sasaran) yg diharapakan

atau tidak

2. Dampak pada kelompok diluar sasaran sering juga disebut eksternalitas /

dampak melimpah(spillover effects)

3. Dampak sekarang dan yg akan datang

4. Dampak biaya langsung yang dikeluarkan untuk membiayai program

5. Dampak tak langsung (yg dikeluarkan publik akibat suatu kebijakan ).

Dampak Kebijakan yang digunakan oleh peneliti adalah sebagai berikut :

Dampak internal , meliputi :

1. Ketersediaan data

2. Lembaga atau organisasi

Dampak Eksternal meliputi, meliputi :

1. Lingkungan

2. Masyarakat

3. Psikologis

4. Ekonomi

Pemilihan dampak kebijakan ini diambil dari beberapa teori dampak

kebijakan dari Thomas dye , Langbein Weiss dan Finterbusch and motz.

II.2.2 Pengertian Dampak

Pengertian Dampak dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah

benturan, pengaruh yang mendatangkan akibat baik positif maupun negatif.

17
Pengaruh adalah daya yang ada dan timbul dari sesutu (orang, benda) yang ikut

membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang. Pengaruh adalah suatu

keadaan dimana ada hubungan timbal balik atau hubungan sebab akibat antara apa

yang mempengaruhi dengan apa yang dipengaruhi. (Suharno & Retnoningsih)

Dampak secara sederhana bisa diartikan sebagai pengaruh atau akibat.

Dalam setiap keputusan yang diambil oleh seorang atasan biasanya mempunyai

dampak tersendiri, baik itu dampak positif maupun dampak negatif. Dampak juga

bisa merupakan proses lanjutan dari sebuah pelaksanaan pengawasan internal.

Seorang pemimpin yang handal sudah selayaknya bisa memprediksi jenis dampak

yang akan terjadi atas sebuah keputusan yang akan diambil.Dari penjabaran diatas

maka kita dapat membagi dampak ke dalam dua pengertian yaitu:

1. Dampak Positif

Dampak adalah keinginan untuk membujuk, meyakinkan, mempengaruhi

atau memberi kesan kepada orang lain, dengan tujuan agar mereka mengikuti atau

mendukung keinginannya. Sedangkan positif adalah pasti atau tegas dan nyata

dari suatu pikiran terutama memperhatikan hal-hal yang baik. positif adalah

suasana jiwa yang mengutamakan kegiatan kreatif dari pada kegiatan yang

menjemukan,kegembiraan dari pada kesedihan, optimisme dari pada pesimisme.

Positif adalah keadaan jiwa seseorang yang dipertahankan melalui usaha-

usaha yang sadar bila sesuatu terjadi pada dirinya supaya tidak membelokkan

fokus mental seseorang pada yang negatif. Bagi orang yang berpikiran positif

mengetahui bahwa dirinya sudah berpikir buruk maka ia akan segera memulihkan

dirinya. Jadi pengertian dampak positif adalah keinginan untuk membujuk,

18
meyakinkan, mempengaruhi atau memberi kesan kepada orang lain, dengan

tujuan agar mereka mengikuti atau mendukung keinginannya yang baik.

2. Dampak Negatif

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia dampak negatif adalah pengaruh

kuat yang mendatangkan akibat negatif. Dampak adalah keinginan untuk

membujuk, meyakinkan, mempengaruhi atau memberi kesan kepada orang lain,

dengan tujuan agar mereka mengikuti atau mendukung keinginannya. berdasarkan

beberapa penelitian ilmiah disimpulkan bahwa negatif adalah pengaruh buruk

yang lebih besar dibandingkan dengan dampak positifnya.

Jadi dapat disimpulkan pengertian dampak negatif adalah keinginan untuk

membujuk, meyakinkan, mempengaruhi atau memberi kesan kepada orang lain,

dengan tujuan agar mereka mengikuti atau mendukung keinginannya yang buruk

dan menimbulkan akibat tertentu.

II.2.3 Konsep Kebijakan Pemerintah

1. Pengertian Kebijakan Publik

Menurut Ali (2012: 3) Sebagai suatu konsep yang mengandung nilai,

kebijakan pemerintah diramu dari dua konsep dasar yaitu konsep kebijakan dan

konsep pemerintah. Dua konsep yang mengandung makna satu kesatuan

pengertian ketika masing-masing konsep diuraikan secara konseptual yang

berujung pada satu kesatuan pengertian dalam konteks pemakaian yang berbeda.

Pemerintah yang menempatkan konteks kebijakan dalam pemberian makna atas

arti terhadapnya pada hakikatnya menjadikan pemerintah sebagai suatu konsep

menjadi sesuatu yang actual, sesuatu yang tidak sekedar menjadi pemikiran akan

19
tetapi menjadi sesuatu yang diaplikasikan, diterapkan dan menjadikan ia menjadi

actual dalam kehidupan pemerintah suatu Negara. Dan ketika aktualisasi

pemerintah nampak dalam kebijakan yang dirumuskan, dan untuk kemudian

diimplementasikan maka rakyat didalam berbagai status sebagai pihak yang

diperintah tidak saja akan menjadi kelompok sasaran dari kehendak yang ingin

diwujudkan akan tetapi sekaligus menjadi pelaku dari kehendak pemerintah secara

bersama-sama, apalagi ketika pemerintah dalam kebijakan secara filosofis

diletakkan dalam tuntutan pemerintah demokrasi.

(Parsons, 2006), memberikan gagasan tentang kebijakan adalah seperangkat

aksi atau rencana yang mengandung tujuan politik. Menurutnya kata policy

mengandung makna kebijakan sebagai rationale, sebuah manifestasi dari penilaian

pertimbangan. Artinya sebuah kebijakan adalah usaha untuk mendefenisikan dan

menyusun basis rasional untuk melakukan atau tidak melakukan suatu tindakan.

Syafiie (2006:104), mengemukakan bahwa kebijakan (policy) hendaknya

dibedakan dengan kebijaksanaan (wisdom) karena kebijaksanaan merupakan

pengejawantahan aturan yang sudah ditetapkan sesuai situasi dan kondisi setempat

oleh person pejabat yang berwenang. Untuk itu kebijakan publik adalah semacam

jawaban terhadap suatu masalah karena akan merupakan upaya memecahkan,

mengurangi, dan mencegah suatu keburukan serta sebaliknya menjadi penganjur,

inovasi, dan pemuka terjadinya kebaikan dengan cara terbaik dan tindakan

terarah. Anderson (Ekowati, 2005:5) mengartikan kebijakan publik sebagai

serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan-tujuan tertentu yang diikuti dan

dilaksanakan oleh pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan masalah

20
tertentu. “Suatu kebijakan dapat dikatakan sebagai kebijakan publik atau tidak,

dilihat dari komponen Public Policynya” hal tersebut dikemukakan oleh Jones

yang dikutip oleh Nogi (2003:4) menyebutkan komponen-komponen public

policy yang mencakup hal-hal tersebut :

1. Intentions, yaitu niat atau tujuan sebenarnya dari tindakan.

2. Goals, yaitu tujuan atau keadaan akhir yang hendak dicapai.

3. Plans or proposal, yaitu rencana atau usulan untuk mencapai tujuan.

4. Program, yaitu program yang disyahkan untuk mencapai tujuan kebijakan.

5. Decisions or choices, yaitu keputusan atau pilihan atas tindakan-tindakan

yang diambil untuk mencapai tujuan, mengembangkan rencana,

melaksanakan dan mengevaluasi progam.

6. Effect, yaitu dampak atau pengaruh yang dapat diukur.

Keban (2008:55) memberikan pengertian dari sisi kebijakan publik, yang

dikutipnya dari pendapat Graycar, dimana menurutnya bahwa : Public Policy

dapat dilihat dari konsep filosofis, sebagai suatu produk, sebagai suatu proses, dan

sebagai suatu kerangka kerja. Sebagai suatu konsep filosofis, kebijakan

merupakan serangkaian prinsip, atau kondisi yang diinginkan, sebagai suatu

produk, kebijakan dipandang sebagai serangkaian kesimpulan atau rekomendasi,

dan sebagai suatu proses, kebijakan dipandang sebagai suatu cara dimana melalui

cara tersebut suatu organisasi dapat mengetahui apa yang diharapkan darinya,

yaitu program dan mekanisme dalam mencapai produknya, dan sebagai suatu

kerangka kerja, kebijakan merupakan suatu proses tawar menawar dan negosiasi

untuk merumus isu-isu dan metode implementasinya.

21
Anderson dalam Wahab, (2001:3) merumuskan “kebijakan sebagai

langkah tindakan yang secara sengaja dilakukan oleh seorang aktor atau sejumlah

aktor berkenaan dengan adanya masalah atau persoalan tertentu yang dihadapi”.

Sehingga dapat kita lihat bahwa terdpat kesamaan dari ketiga definisi dari para

ahli tersebut. Kesamaan tersebut adalah kebijakan publik merupakan keputusan

yang dibuat oleh aparatur pemerintahan atau orang-orang yang memiliki

wewenang dalam menangani masalah-masalah publik. Nurcholis (2007:263),

memberikan defenisi tentang kebijakan sebagai keputusan suatu organisasi yang

dimaksudkan untuk mencapai tujuan tertentu, berisikan ketentuan-ketentuan yang

dapat dijadikan pedoman perilaku dalam hal :

1. Pengambilan keputusan lebih lanjut, yang harus dilakukan baik kelompok

sasaran ataupun unit organisasi pelaksanaan kebijakan,

2. Penerapan atau pelaksanaan dari suatu kebijakan yang telah ditetapkan

baik dalam hubungan dengan (unit) organisasi pelaksana maupun dengan

kelompok sasaran yang dimaksudkan.

Kebijakan publik menurut Dye (2008:1), mengemukakan : Public policy is

what ever governments choose to do or not to do”, konsep ini menjelaskan bahwa

kebijakan publik adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan

atau tidak dilakukan. Menurutnya bahwa apabila pemerintah memilih untuk

melakukan sesuatu maka harus ada tujuan dan kebijakan negara tersebut harus

meliputi semua tindakan pemerintah, bukan semata-mata pernyataan keinginan

pemerintah atau pejabatnya. Disamping itu sesuatu yang tidak dilaksanakan oleh

pemerintah termasuk kebijakan negara. Hal ini disebabkan sesuatu yang tidak

22
dilakukan oleh pemerintah akan mempunyai pengaruh yang sama besarnya

dengan sesuatu yang dilakukan oleh pemerintah. Dengan demikian kebijakan

menurt Dye, adalah merupakan upaya untuk memahami:

1. Apa yang dilakukan dan atau tidak dilakukan oleh pemerintah

2. Apa penyebab atau yang mempengaruhinya, dan

3. Apa dampak dari kebijakan tersebut jika dilaksanakan atau tidak

dilaksanakan.

Edward III dan Sharkansky memberikan pengertian kebijakan

Negarasecara lebih fokus, sebagaimana yang dikutip oleh Islamy (2003:18) yaitu

“Kebijakan Negara adalah apa yang dinyatakan dan dilakukan pemerintah,

kebijaksanaan itu berupa sasaran atau tujuan-tujuan program-program

pemerintah”. Kalau konsep ini diikuti, maka dengan demikian perhatian kita

dalam mempelajari kebijakan seyogianya diarahkan pada apa yang nyata

dilakukan oleh pemerintah dan bukan sekedar apa yang ingin dilakukan. Dalam

kaitan inilah maka mudah dipahami jika kebijakan acap kali diberikan makna

sebagai tindakan politik. Sehubungan dengan hal tersebut Dunn, (2003:22),

mengemukakan bahwa proses analisis kebijakan adalah serangkaian aktivitas

intelektual yang dilakukan di dalam proses kegiatan yang pada dasarnya bersifat

politis. Aktivitas politis tersebut dijelaskan sebagai proses pembuatan kebijakan

dan diaktualisasikan sebagai serangkaian tahap yang saling bergantung yang

diatur menurut urutan waktu penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi

kebijakan, implementasi kebijakan, dan penilaian kebijakan. Itulah sebabnya

Utomo (2006:76), mengemukakan setiap peraturan daerah, undang-undang

23
maupun kebijakan akan selalu terkait atau dikaitkan atau bahkan dipengaruhi oleh

sistem politik, sistem pemerintahan atau suasana politik atau bahkan keinginan

power elit pada suatu waktu. Senada dengan hal tersebut (Nugroho, 2003: 7),

mengemukakan bahwa kebijakan adalah suatu aturan yang mengatur kehidupan

bersama yang harus ditaati dan berlaku mengikat seluruh warganya. Setiap

pelanggaran akan diberi sanksi sesuai dengan bobot pelanggaran yang dilakukan

dan sanksi dijatuhkan di depan masyarakat oleh lembaga yang mempunyai tugas

menjatuhkan sanksi.

Pendapat Rasastaya yang dikutip Islamy (2002:17) mengemukakan bahwa

kebijakan sebagai suatu taktik yang diarahkan untuk mencapai suatu tujuan. Oleh

karena itusuatu kebijakan adalah sebagai berikut :

1. Identifikasi dan tujuan yang ingin dicapai;

2. Taktik atau strategi dari berbagai langkah untuk mencapai tujuan yang

diinginkan.

3. Penyediaan berbagai input untuk memungkinkan pelaksanaan secara nyata

dari taktik atau strategi.

Pengertian kebijakan kemudian dikemukakan oleh Friedrich dalam Wahab

(2002:3) menyatakan bahwa kebijakan adalah suatu yang mengarah pada tujuan

yangdiusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan

tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu seraya mencari

peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang

diinginkan. Jenkins dalamWahab (2008:4) mengemukakan Kebijakan Negara

adalah serangkaian keputusan yang saling berkaitan yang diambil oleh seorang

24
aktor politik atau sekelompok aktor politik berkenaan dengan tujuan yang telah

dipilih beserta cara-cara untuk mencapainya dalam suatu situasi dimana

keputusankeputusan itu prinsipnya masih berada dalam batas-batas kewenangan

kekuasaan dari para aktor tersebut. Pendapat Islamy (2003:20) yang

menyimpulkan pengertian kebijakan negara adalah serangkain tindakan yang

diterapkan dan dilaksanakan atau tidak dilaksanakan oleh pemerintah yang

mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu demi kepentingan

seluruh masyarakat. Pengertian kebijakan negara tersebut diatas mempunyai

implikasi sebagai berikut :

1. Bahwa kebijakan negara didalam bentuk perdananya berupa

tindakantindakan pemerintah.

2. Bahwa kebijakan negara itu tidak cukup hanya dinyatakan tetapi

dilaksanakan dalam bentuknya yang nyata.

3. Bahwa kebijakan negara baik untuk melakukan sesuatu atau tidak

melakukan sesuatu itu mempunyai dan dilandasi dengan maksud dan

tujuan tertentu.

2. Tahap-Tahap Kebijakan Publik

Terdapat beberapa pakar kebijakan yang menganalisis tentang tahapan

dalam pembuatan kebijakan publik. Salah satunya adalah menurut William Dunn

dalam Budi Winarno (2007:32-33) adalah :

a. Tahap penyusunan agenda. Dalam tahap ini berbagai masalah akan

berkompetisi dahulu agar dapat masuk kedalam agenda kebijakan. Pada

tahap ini dimungkinkan ada masalah yang tidak tersentuh sama sekali,

25
sementara masalah lainnya akan menjadi fokus pembahasan, atau ada

masalah-masalah tertentu yang akan tertunda dalam waktu yang lama.

b. Tahap formulasi kegiatan Di tahap ini, masalah-masalah didefinisikan

kemudian dicarikan pemecahan masalah yang terbaik.Pemecahan

permasalahan tersebut berasal dari berbagai alternatif atau pilihan

kebijakan yang ada. Dalam tahap ini, Para aktor penentu kebijakan

tersebut masing-masing juga akan ikut dalam menentukan kebijakan yang

akan dibuat.

c. Adopsi / Legitimasi kebijakan Dari sekian banyak alternatif kebijakan

yang ditawarkan oleh para perumus kebijakan, pada akhirnya salah satu

dari kebijkan tersebut akan diadopsi. Dengan dukungan dari pihak

legislatif, konsensus antara direktur lembaga atau keputusan peradilan.

d. Implementasi kebijakan Keputusan program kebijakan yang telah diambil

selanjutnya akan di implementasikan. Implementasi kebijakan artinya

kebijakan yang diambil akan dilaksanakan oleh badan-badan administrasi

maupun agen-agen pemerintah. Dalam tahap ini kemungkinan yang terjadi

adalah ada beberapa kebijakan yang diterima atau dilaksanakan olem para

implementor (pelaksana), ada pula yang tidak mendapat dukungan dari

pelaksana sehingga kebijkan yang telah diambil tidak dilaksanakan di

lapangan.

e. Penilaian / Evaluasi kebijakan Pada tahap ini, kebijakan yang telah

dijalankan akan dinilai atau di evaluasi, untuk melihat sejauh mana

kebijakan tersebut dapat menyelesaikan masalah yang ada.

26
II.2.4 Bantuan Sosial

1. Pengertian dan Bentuk Bantuan sosial

Bantuan sosial merupakan pemberian bantuan yang sifatnya tidak secara

terus menerus dan selektif dalam bentuk uang/barang kepada masyarakat yang

bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dalam pemberian bantuan

sosial, baik Pemerintah Daerah sebagai pemberi bantuan sosial maupun

Masyarakat/Lembaga Kemasyarakatan sebagai penerima bantuan sosial

mempunyai kewajiban untuk mempertanggungjawabkan bantuan sosial sesuai

porsinya berdasarkan ketentuan yang berlaku.

Berdasarkan Pasal 1 angka 15 Permendagri No. 32 Tahun 2011, bantuan

sosial merupakan pemberian bantuan berupa uang/barang dari pemerintah daerah

kepada individu, keluarga, kelompok dan/atau masyarakat yang sifatnya tidak

secara terus menerus dan selektif Tulisan Hukum – Subbagian Hukum yang

bertujuan untuk melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko sosial.

Berdasarkan pengertian bantuan sosial tersebut, yang menjadi tujuan dari

pemberian bantuan sosial adalah untuk melindungi dari kemungkinan terjadinya

resiko sosial. Resiko sosial sesuai Pasal 1 angka 16 Permendagri No. 32 Tahun

2011 adalah kejadian atau peristiwa yang dapat menimbulkan potensi terjadinya

kerentanan sosial yang ditanggung oleh individu, keluarga, kelompok dan/atau

masyarakat sebagai dampak krisis sosial, krisis ekonomi, krisis politik, fenomena

alam dan bencana alam yang jika tidak diberikan belanja bantuan sosial akan

semakin terpuruk dan tidak dapat hidup dalam kondisi wajar. Berdasarkan Pasal 3

ayat (2) dan Pasal 26 ayat (1) Permendagri No. 32 Tahun 2011, bantuan sosial

27
diberikan dalam bentuk uang atau barang. Permendagri No. 39 Tahun 2012 tidak

merubah ketentuan dalam Permendagri No. 32 Tahun 2011 terkait pengertian dan

bentuk bantuan sosial tersebut.

2. Sifat dan Kriteria Bantuan sosial

Sifat dan kriteria bantuan sosial diatur dalam Bab IV Permendagri No. 32

Tahun 2011 Sebagaimana Telah Diubah Terakhir dengan Permendagri No. 39

Tahun 2012 sebagai berikut:

1) Bantuan sosial dapat diberikan kepada anggota/kelompok masyarakat oleh

Pemerintah Daerah sesuai kemampuan keuangan daerah, setelah

memprioritaskan pemenuhan belanja urusan wajib dengan memperhatikan asas

keadilan, kepatutan, rasionalitas dan manfaat untuk masyarakat.

2) Anggota/kelompok masyarakat yang dapat diberikan bantuan sosial meliputi :

a) Individu, keluarga, dan/atau masyarakat yang mengalami keadaan yang

tidak stabil sebagai akibat dari krisis sosial, ekonomi, politik, bencana,

atau fenomena alam agar dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum;

b) Lembaga non pemerintahan bidang pendidikan, keagamaan, dan bidang

lain yang berperan untuk melindungi individu, kelompok, dan/atau

masyarakat dari kemungkinan terjadinya resiko sosial.

3) Bantuan sosial berupa uang kepada individu dan/atau keluarga terbagi atas :

a) Bantuan sosial yang direncanakan sebelumnya

Bantuan sosial yang direncanakan sebelumnya dialokasikan kepada

individu dan/atau keluarga yang sudah jelas nama, alamat penerima dan

besarannya pada saat penyusunan APBD.

28
b) Bantuan sosial yang tidak dapat direncanakan sebelumnya

Bantuan sosial yang tidak dapat direncanakan sebelumnya dialokasikan

untuk kebutuhan akibat resiko sosial yang tidak dapat diperkirakan pada

saat penyusunan APBD yang apabila ditunda penanganannya akan

menimbulkan resiko sosial yang lebih besar bagi individu dan/atau

keluarga yang bersangkutan. Pagu alokasi anggaran bantuan social berupa

uang yang tidak dapat direncanakan sebelumnya tidak melebihi pagu

alokasi anggaran bantuan sosial berupa uang yang direncanakan

sebelumnya.

4) Kriteria minimal pemberian bantuan sosial sebagai berikut :

1) Selektif, yaitu bantuan sosial hanya diberikan kepada calon penerima yang

ditujukan untuk melindungi dari kemungkinan resiko sosial.

2) Memenuhi persyaratan penerima bantuan, yaitu memiliki identitas yang

jelas dan berdomisili dalam wilayah administratif pemerintahan daerah

berkenaan.

3) Bersifat sementara dan tidak terus menerus, kecuali dalam keadaan

tertentu dapat berkelanjutan. Kriteria tersebut diartikan bahwa pemberian

bantuan sosial tidak wajib dan tidak harus diberikan setiap tahun anggaran,

kecuali dalam keadaan tertentu, yaitu bantuan sosial diberikan sampai

penerima bantuan telah lepas dari resiko sosial.

4) Sesuai tujuan Penggunaan, yaitu :

29
a) Rehabilitasi sosial, yaitu ditujukan untuk memulihkan dan

mengembangkan kemampuan seseorang yang mengalami disfungsi sosial

agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar.

b) Perlindungan sosial, yaitu ditujukan untuk mencegah dan menangani

resiko dari guncangan dan kerentanan sosial seseorang, keluarga,

kelompok masyarakat agar kelangsungan hidupnya dapat dipenuhi sesuai

dengan kebutuhan dasar minimal.

c) Pemberdayaan sosial, yaitu ditujukan untuk menjadikan seseorang atau

kelompok masyarakat yang mengalami masalah social mempunyai daya,

sehingga mampu memenuhi kebutuhan dasarnya.

d) Jaminan sosial, yaitu skema yang melembaga untuk menjamin penerima

bantuan agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.

e) Penanggulangan kemiskinan, yaitu kebijakan, program, dan kegiatan yang

dilakukan terhadap orang, keluarga, kelompok masyarakat yang tidak

mempunyai atau mempunyai sumber mata pencaharian dan tidak dapat

memenuhi kebutuhan yang layak bagi kemanusiaan.

f) Penanggulangan bencana, yaitu serangkaian upaya yang ditujukan untuk

rehabilitasi.

5) Bantuan sosial dapat berupa uang atau barang yang diterima langsung oleh

penerima bantuan sosial, dengan penjelasan sebagai berikut :

a) Bantuan sosial berupa uang adalah uang yang diberikan secara langsung

kepada penerima seperti beasiswa bagi anak miskin, yayasan pengelola

30
yatim piatu, nelayan miskin, masyarakat lanjut usia, terlantar, cacat berat

dan tunjangan kesehatan putra putri pahlawan yang tidak mampu.

b) Bantuan sosial berupa barang adalah barang yang diberikan secara

langsung kepada penerima seperti bantuan kendaraan operasional untuk

sekolah luar biasa swasta dan masyarakat tidak mampu, bantuan perahu

untuk nelayan miskin, bantuan makanan/pakaian kepada yatim piatu/tuna

sosial, ternak bagi kelompok masyarakat kurang mampu.

3. Penganggaran Bantuan Sosial

Mengenai penganggaran bantuan sosial diatur dalam Pasal 27 s.d. Pasal 30

Permendagri No. 32 Tahun 2011 Sebagaimana Telah Diubah Terakhir Dengan

Permendagri No. 39 Tahun 2012 sebagai berikut :

1) Anggota/kelompok masyarakat menyampaikan usulan tertulis kepada

kepala daerah.

2) Kepala daerah menunjuk SKPD terkait untuk melakukan evaluasi usulan

tertulis dari anggota/kelompok masnyarakat tersebut.

3) Kepala SKPD terkait menyampaikan hasil evaluasi berupa rekomendasi

kepada kepala daerah melalui Tim Anggaran Pemerintah Daerah

(selanjutnya disingkat TAPD).

4) TAPD memberikan pertimbangan atas rekomendasi sesuai dengan

prioritas dan kemampuan keuangan daerah.

5) Rekomendasi Kepala SKPD dan pertimbangan TAPD menjadi dasar

pencantuman alokasi anggaran bantuan sosial dalam rancangan KUA dan

31
PPAS. Pencantuman alokasi anggaran meliputi anggaran bantuan sosial

berupa uang dan/atau barang.

6) Bantuan sosial berupa uang dicantumkan dalam Rencana Kerja dan

Anggaran (selanjutnya disingkat RKA) PPKD, sedangkan bantuan sosial

berupa barang dicantumkan dalam RKA SKPD. RKA PPKD dan RKA

SKPD menjadi dasar penganggaran bantuan sosial dalam APBD sesuai

peraturan perundang-undangan.

7) Bantuan sosial berupa uang dianggarkan dalam kelompok belanja tidak

langsung, jenis belanja bantuan sosial, objek belanja bantuan sosial dan

rincian objek belanja berkenaan pada PPKD.

8) Objek belanja bantuan sosial dan rincian objek belanja bantuan sosial

meliputi individu dan/atau masyarakat, masyarakat, dan lembaga non

pemerintahan.

9) Bantuan sosial berupa barang dianggarkan dalam kelompok belanja

langsung yang diformulasikan ke dalam program dan kegiatan, yang

diuraikan ke dalam jenis belanja barang dan jasa, objek belanja bantuan

sosial barang dan rincian objek belanja bantuan sosial barang yang

diserahkan kepada pihak ketiga/masyarakat pada SKPD.

10) Kepala Daerah mencantumkan daftar nama penerima, alamat penerima

dan besaran bantuan sosial dalam Lampiran IV Peraturan Kepala Daerah

tentang Penjabaran APBD, tidak termasuk bantuan sosial kepada individu

dan/atau keluarga yang tidak dapat direncanakan sebelumnya.

4. Pelaksanaan dan Penatausahaan Bantuan Sosial

32
Pelaksanaan dan penatausahaan bantuan sosial diatur dalam Pasal 31 s.d.

Pasal 33 Permendagri No. 32 Tahun 2011 Sebagaimana Telah Diubah Terakhir

Dengan Permendagri No. 39 Tahun 2012 sebagai berikut:

1) Pelaksanaan anggaran bantuan sosial berupa uang berdasarkan atas

Dokumen Pelaksanaan Anggaran (selanjutnya disingkat DPA) PPKD,

sedangkan pelaksanaan bantuan sosial berupa barang berdasarkan atas

DPA SKPD.

2) Kepala daerah menetapkan daftar penerima dan besaran bantuan sosial

dengan keputusan kepala daerah berdasarkan peraturan daerah tentang

APBD dan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD.

3) Penyaluran dan/atau penyerahan bantuan sosial didasarkan pada daftar

penerima bantuan sosial yang tercantum dalam keputusan kepala daerah

tersebut, kecuali bantuan sosial kepada individu dan/atau keluarga yang

tidak dapat direncanakan sebelumnya. Penyaluran/penyerahan bantuan

sosial kepada individu dan/atau keluarga yang tidak dapat direncanakan

sebelumnya didasarkan pada permintaan tertulis dari individu dan/atau

keluarga yang bersangkutan atau surat keterangan dari pejabat yang

berwenang serta mendapat persetujuan kepala daerah setelah diverifikasi

oleh SKPD terkait.

4) Pencairan bantuan sosial berupa uang dilakukan dengan cara pembayaran

langsung (LS), dalam hal bantuan sosial berupa uang dengan nilai sampai

dengan Rp5.000.000,00 dapat dilakukan melalui mekanisme tambah uang

(TU). Pencairan bantuan sosial dengan mekanisme TU harus dilengkapi

33
dengan kuitansi bukti penerimaan uang bantuan sosial. Tulisan Hukum –

Subbagian Hukum

5) Pengadaan barang dan jasa salam rangka bantuan sosial berpedoman pada

peraturan perundang-undangan.

II.3 Landasan Konseptual


Konsep merupakan yang paling penting dalam melaksanakan penelitian,

konsep juga dapat membatasi dan mengarahkan perhatian penulis pada topik yang

telah ditentukan. Konsep diartikan sebagai generalisasi dari kelompok fenomena

tertentu sehingga dapat menggambarkan gejala yang sama.

Berdasarkan uraian yang terdapat pada landasan teoritis, maka penulis

menggunakan kernagka konseptual sebagai acuan yang penting untuk

mengungkapkan bagaimana Dampak Penundaan Bantuan Sosial Bagi Masyarakat

Yang Belum Vaksinasi Covid-19 di Kecamatan Meureudu.

34
Dasar Hukum

1. Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan


Presiden Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan
Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19
2. Surat Edaran Bupati Nomor 360/2104 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan
Vaksinasi Covid 19

Masalah

Terjadi Fokus Penelitian


penolakan di
1. Dampak dari Implementasi Kebijakan Penundaan
masyarakat
Bantuan Sosial Bagi Masyarakat Yang Belum
yang mendapat Vaksinasi Covid-19 di Kecamatan Meureudu.
bantuan sosial 2. Kendala yang terjadi dalam Implementasi Kebijakan
namun masih Penundaan Bantuan Sosial Bagi Masyarakat Yang
belum Belum Vaksinasi Covid 19 di Kecamatan Meuredu.
melakukan
vaksinasi covid-
19.

Teori
Teori dampak kebijakan dari Thomas dye ,
Langbein Weiss dan Finterbusch and motz.
Dampak internal , meliputi :
1. Ketersediaan data
2. Lembaga atau organisasi
Dampak Eksternal meliputi, meliputi :
1. Lingkungan
2. Masyarakat
3. Psikologis
4. Ekonomi

Harapan Peneliti

Dapat memberikan saran dan masukan kepada pemerintah terkait penundaan bantuan
sosial di Kabupaten Pidie Jaya.

Gambar 1.1 Landasan Konseptual

Sumber : Olahan Penelitian Tahun 2022

35
Penelitian ini dilakukan atas permasalahan dimana penundaan penyaluran

bantuan kepada penerima bantuan sosial oleh Pemerintah akan membuat

masyarakat yang belum mau atau belum mendapatkan vaksin harus menunda

pengambilan bansosnya. Hal ini tentunya akan menimbulkan masalah di

masyarakat mengingat masyarakat sangat membutuhkan bantuan tersebut untuk

biaya hidup namun malah di tahan akibat dari konsekuensi surat edaran bupati

Kabupaten Pidie Jaya tersebut. Sebagai salah satu kabupaten termiskin seharusnya

penyaluran bansos tersebut harus dipercepat mengingat masyarakat sangat

membutuh kan bantuan tersebut di masa sulit seperti ini.

Fokus penelitian ini mengarah kepada dampak dari implementasi

kebijakan penundaan seperti diketahui judul dari permasalahan ini bagaimana

Dampak Penundaan Bantuan Sosial Bagi Masyarakat Yang Belum Vaksinasi

Covid-19. Dengan Harapan mampu memberikan saran atau masukan kepada

Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya sehingga kesejahteraan dan hak-hak masyarakat

dapat terpenuhi.

36
BAB III

METODE PENELITIAN

III.1 Lokasi penelitian


Lokasi penelitian adalah lokasi yang dicirikan oleh adanya unsur yaitu

pelaku, tempat dan kegiatan yang dapat di observasi untuk keperluan penelitian.

Dalam penelitian ini yang menjadi objek penelitian ini adalah di Kecamatan

Meureudu terkait dengan kebijakan Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya dalam

mengeluarkan Surat Edaran dengan Nomor 360/2104 yang ditandatangani Bupati

Pidie Jaya tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka

Penanggulangan Pandemi Covid-19 Kabupaten Pidie Jaya. Inti dari surat edaran

tersebut adalah mewajibkan bagi masyarakat yang menerima atau mendapatkan

bantuan sosial untuk vaksin terlebih dahulu agar bantuan nya bisa di ambil atau di

cairkan. Selain itu juga, bagi masyarakat yang menolak untuk di vaksin akan

mendapatkan sanksi yang sudah di tetapkan oleh pemerintah kabupaten Pidie

Jaya. Hal ini mendorong penulis ingin memahami dampak kebijakan penundaan

bantuan sosial bagi masyarakat yang belum Vaksinasi Covid-19 di Kecamatan

Meureudu.

III.2 Pendekatan Penelitian


(Corbin, 2003) memaknai penelitian kualitatif sebagai jenis Penelitian

dimana kekuatannya bukan pada data dan analisis statistik, tapi pada deskripsi.

(Rianto, 2020) Menurut Bogdan dan Taylor yang dikutip (Suwandi, 2008) dalam

bukunya berjudul Memahami Penelitian Kualitatif mendefinisikan metodologi


kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa

kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.

Dalam melakukan penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan

kualitatif sehingga dengan ini hasil akhir yang akan didapat digambarkan dengan

kata-kata atau kalimat yang menunjukan kesimpulan dari penelitian yang telah

dilakukan. Sedangkan dalam menyajikan penelitian ini, penulis memakai metode

penelitian deskriptif, dimana penelitian deskriptif ini sendiri adalah suatu metode

dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu

sistem pemikiran, ataupun suatu peristiwa dengan cara membuat deskripsi,

gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta

yang ada serta memiliki hubungan antar fenomena, sehingga peneliti dapat

menerangkan hubungan yang terjadi antara fenomena dengan perilaku, persepsi,

dan tindakan yang ada.

Penelitian deskriftif merupakan data yang dikumpulkan lebih mengambil

bentuk kata-kata atau gambar daripada angka-angka. Hasil penelitian tertulis

berisi kutipan-kutipan dari data untuk mengilustrasikan dan menyediakan bukti

presentasi. Alasan penulis menggunakan pendekatan penelitian ini di dalam

penelitian yang penulis lakukan dikarenakan fokus penelitian yang penulis kaji

berkaitan dengan hubungan antara prilaku dengan tindakan, serta tindakan

terhadap fenomena ataupun kejadian, sehingga langkah terbaik untuk

mendapatkan suatu hasil penelitian dengan menggunakan metode pendekatan

bersifat kualitatif. Hal ini dikarenakan pendekatan ini merupakan sutau metode

yang paling tepat untuk dipakai ketika ingin menjelaskan mengenai suatu

38
hubungan yang terjadi, dan ingin mendeskripsikan permasalahan tentang

implementasi kebijakan penundaan bantuan sosial bagi masyarakat yang belum

Vaksinasi Covid-19 di Kabupaten Pidie Jaya.

III.3 Informan Penelitian


Teknik penentuan informan yang dilakukan oleh peneliti dalam penelitian

ini adalah teknik purposive sampling. Menurut Sugiyono,“teknik purposive

sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan

tertentu” (Sugiyono, 2010).

Informan (narasumber) penelitian adalah seseorang yang memiliki

informasi mengenai objek penelitian tersebut. Informan dalam penelitian ini yaitu

berasal dari dari wawancara langsung yang disebut sebagai narasumber. Dalam

penelitian ini menentukan informan dengan menggunakan teknik purposive, yaitu

dipilih dengan pertimbangan dan tujuan tertentu, yang benar-benar menguasai

suatu objek yang peneliti teliti. Purposive sampling adalah teknik pengambilan

sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini,

misalnya orang tersebut yang dianggap paling tahu tentang apa yang kita

harapkan, atau mungkin dia sebagai penguasa sehingga memudahkan peneliti

menjelajahi objek/situasi sosial yang diteliti. (Sugiyono, 2012).

Peneliti beralasan menggunakan purposive sampling yaitu untuk

mengumpulkan suatu data yang benar-benar real atau nyata dengan

mewawancarai seorang informan yang dianggap mengetahui atau menguasai

suatu keahlian atau pekerjaan tertentu dibidangnya. Sehingga dari purposive

39
sampling tersebut yang peneliti gunakan untuk penelitian itu guna mempermudah

pengolahan data untuk keperluan penelitian itu sendiri.

Untuk informan dalam penelitian ini, penelitian akan mengumpulkan

informasi dari dari informan sebagai berikut:

Tabel 1.1
Informan Penelitian
No. Informan Teknik Penentuan Informan

1 Purposive
Camat Kecamatan Meureudu
Kepala Dinas Pemberdayaan
2 Purposive
masyarakat Gampong Kabupaten
Pidie Jaya
3 Ketua satuan tugas Covid-19 vaksin Purposive
Kabupaten Pidie Jaya
4 Purposive
Kepala Desa di Kecamatan Meureudu
Penerima Bantuan sosial yang di tunda
5 Aksidental
akibat belum Vaksin di Kecamatan
Meureudu
6 Aksidental
Masyarakat Kecamatan Meuredu
Sumber: Hasil Olahan Peneliti Tahun 2021

Masing-masing informan tersebut menurut peneliti telah mewakili

terhadap fokus penelitian yang telah di teliti. Informan yang diambil merupakan

orang yang memiliki pengetahuan, terlibat, dan punya pengalaman mengenai

implementasi kebijakan penundaan bantuan sosial bagi masyarakat yang belum

Vaksinasi Covid-19 di Kabupaten Pidie Jaya. Peneliti mendapatkan informan dari

lingkungan dan hasil pencarian peneliti yang di bantu oleh beberapa teman.

40
III.4 Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan

data sekunder, menurut (Sugiyono, 2019, hal. 296) disebutkan bahwa:

a. Data primer yaitu data yang berupa teks hasil wawancara yang diperoleh

melalui wawancara dengan informan yang sedang dijadikan sample dalam

penelitiannya. Dengan demikian data primer adalah data yang diperoleh

langsung dari lapangan. Data dikumpulkan sendiri oleh peneliti langsung

dari sumber pertama atau objek penelitian tersebut.

b. Data sekunder yaitu sumber data yang diperoleh peneliti secara tidak

langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain).

Data sekunder umumnya berupa bukti, catatan atau laporan historis yang

telah tersusun dalam arsip. Misalkan struktur organisasi, laporan

pembelian, persediaan dan laporan penjualan.

Pemilihan sumber data berupa data primer dan data sekunder dalam

penelitian ini dikarenakan data tersebut dapat menjelaskan secara langsung

mengenai permasalahan dan fokus penelitian yang ada di dalam penelitian ini,

seperti wawancara dari informan penelitian tentu akan menjawab segala

permasalahan dan fokus penelitian yang peneliti miliki, sehingga data yang

didapatkan dari wawancara tersebut dapat menghasilkan sebuah hasil penelitian

yang tidak dapat diganggu keabsahannya karena berasal dari informan yang

merupakan aktor di dalam realisasi kebijakan tersebut. Selain itu, data observasi

sangat dibutuhkan dalam penelitian ini. Data observasi didasarkan hasil

pengamatan peneliti dilapangan dalam memahami mekanisme program Vaksinasi.

41
III.5 Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam

penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa

mengetahui metode pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan

data yang memenuhi standar data yang ditetapkan. Adapun teknik yang digunakan

dalam pengumpulan data adalah sebagai berikut:

1. Observasi

Yaitu teknik pengumpulan data dengan melakukan pengamatan secara

langsung terhadap objek penelitian kemudian mencatat gejala-gejala yang terjadi

dilapangan untuk melengkapi data-data yang diperlukan, sebagai acuan yang

berkaitan dengan permasalahan penelitian. Sebelum ke lapangan penulis terlebih

dahulu menyusun pedoman observasi.

2. Wawancara

Menurut Esterberg (2002) wawancara adalah pertemuan dua orang untuk

bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab sehingga dapat dikonstruksikan

makna dalam suatu topik tertentu. Dengan wawancara maka peneliti akan

mengetahui hal-hal yang lebih mendalam tentang partisipan dalam

menginterprestasikan situasi dan fenomena yang terjadi dimana hal ini tidak bisa

ditemukan melalui observasi.

3. Studi Dokumentasi

Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data dengan menggunakan

catatan atau foto-foto dan rekaman, yang ada di lokasi penelitian serta sumber-

sumber lain yang relevan dengan objek penelitian. Sebelum ke lapangan penulis

terlebih dahulu menyusun pedoman dokumentasi.

42
III.6 Teknik Analisis Data
Dalam melakukan analisis data, peneliti menggunakan model analisis

kualitatif secara interaktif berdasarkan model yang dikembangkan oleh Huberman

dan Miles. Model interaktif ini terdiri dari tiga hal utama yaitu reduksi data,

penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi. Ketiga kegiatan tersebut

merupakan kegiatan yang jalin-menjalin pada saat sebelum, selama dan sesudah

pengumpulan data dalam bentuk yang sejajar untuk membangun wawasan umum

yang disebut analisis. (Idrus, 2009, hal. 151)

1. Tahap reduksi data

Tahap reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan

perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang

muncul dari catatan-catatan tertulis dilapangan. Reduksi data berlangsung secara

terus menerus sejalan pelaksanaan penelitian berlangsung. Tahapan analisis data

merupakan bagian kegiatan analisis sehingga pilihan-pilihan peneliti tentang

bagian data mana yang dikode, dibuang, pola-pola mana yang meringkas sejumlah

bagian yang tersebut, cerita-cerita apa yang berkembang, merupakan pilihan-

pilihan analitis. Dengan begitu, proses reduksi data dimaksudkan untuk lebih

menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang bagian data yang tidak

diperlukan, serta mengorganisasikan data sehingga memudahkan untuk dilakukan

penarikan kesimpulan yang kemudian akan dilanjutkan dengan proses verifikasi.

43
2. Tahap penyajian data (display data)

Tahap penyajian data adalah tahap penyajian sekumpulan informasi

tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan

mengambilan tindakan. Dengan mencermati penyajian data ini, peneliti akan lebih

mudah memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan.

Maksudnya apakah peneliti meneruskan analisisnya atau mencoba untuk

mengambil tindakan dengan memperdalam temuan tersebut. Kegiatan reduksi

data dan proses penyajian data adalah aktivitas-aktivitas yang terkait langsung

dengan proses analisis data model interaktif. Dengan begitu, kedua proses ini pun

berlangsung selama proses penelitian berlangsung dan belum berakhir sebelum

laporan hasil akhir penelitian disusun sehingga jangan terburu-buru untuk

menghentikan kegiatan display data ini sebelum yakin bahwa semua yang

seharusnya diteliti telah dipaparkan atau disajikan.

3. Verifikasi dan Penarikan Kesimpulan

Tahap verifikasi dan penarikan kesimpulan adalah tahap terakhir dalam

analisis data yang dimaknai sebagai penarikan arti data yang telah ditampilkan.

Pemberian makna ini tentu sejauh pemahaman peneliti dan intepretasi yang

dibuatnya. Beberapa cara yang dapat dilakukan dalam proses ini adalah dengan

melakukan pencatatan pola-pola dan tema yang sama, pengelompokan, pencarian

kasus-kasus (kasus khas, berbeda, mungkin pula menyimpang dari kebiasaan yang

44
ada di masyarakat). Kegiatan penelitian kualitatif, penarikan kesimpulan dapat

saja berlangsung saat proses pengumpulan data berlangsung, baru kemudian

dilakukan reduksi dan penyajian data. Hanya saja perlu disadari bahwa

kesimpulan yang dibuat itu bukan sebagai sebuah kesimpulan final. Hal ini karena

setelah proses penyimpulan tersebut, peneliti dapat saja melakukan verifikasi hasil

temuan ini kembali di lapangan.

III.7 Jadwal Kegiatan Penelitian


Penelitian ini ditencanakan berlangsung dalam beberapa tahapan, seperti

yang tersaji dalam tabel jadwal penelitian berikut ini :

Tabel 3.2
Jadwal Kegiatan Penelitian

Bulan/Tahun 2021
No. Jadwal Kegiatan
Okt Jan Feb Apr Mei Jun Jul Ags Sept Okt

I Pengajuan Judul

Bimbingan

Proposal

II Perbaikan/

Persiapan Proposal

Seminar Proposal

Penelitian

Lapangan
III
Pengelolaan Data

Analisis Data

45
Penulisan Laporan

IV Sidang

Penggandaan

Sumber data: Hasil Olahan Penelitian, Tahun 2022

46
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian dan Pembahasan

4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kecamatan Meureudu merupakan salah satu Kecamatan yang terdapat di

Kabupaten Pidie Jaya, Secara geografis Kecamatan Meureudu berada pada

05,073877 Lintang Utara dan 96,236623 Bujur Timur dengan ketinggian 0-2.300

Mdpl di atas permukaan laut. Definitif, dengan batas-batas administratif sebagai

berikut:

 Sebelah Utara : Berbatasan dengan Selat Malaka

 Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kab. Pidie

 Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kec. Trienggadeng

 Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kec. Meurah Dua

Secara administratif Kecamatan Meureudu dibagi menjadi 30 Desa. Luas

wilayahnya mencapai 124,79 km kuadrat dan penduduknya mencapai 22.226

(sensus penduduk 2020). Penduduk pada umumnya bekerja di sektor

perdagangan, pertanian, jasa, industri, perkebunan, perikanan, peternakan pegawai

negeri dan ABRI.

47
48
DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Ali Farried. 2012. Studi Kebijakan Pemerintah. Bandung. Redika Aditama.

Dun Willian N, 2003.Pengantar Analisis Kebijakan Publik Edisi Kedua.


(Diterjemahkan oleh: Samodra Wibawa.dkk.) Yogyakarta: Gaja Mada
University Pres.

Ekowati, Lilik.2005.Perencanaan Impelemntasi dan evaluasi atau program.


Surakarta: Pustaka Cakra.

Idrus, M. (2009). Metode Penelitian Ilmu Sosial, Pendekatan Kualitatif dan


Kuantitatif. Jakarta: Erlangga.

Islamy, Irfan. 2003. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara. Jakarta :


Bumi Aksara.

Keban, Yeremias, T. 2004. Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik Konsep,


Teori dan Isu, Penerbit Gaya Media Yogyakarta.

Khairunnisa. (2019). Pengertian Dampak. eprints, 7.

Moleong, L. J. (2015). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja


Rosdakarya.

Nasution. (2003). Metode penelitian naturalistik kualitatif. Bandung: Tarsito.

Nugroho, D, Riant. 2003. Kebijakan Publik: Formulasi, Implementasi, dan


Evaluasi. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.

Nugroho. (2008). Kebijakan Publik Formulasi Implementasi dan Evaluasi.


Jakarta: Rineka Cipta.

49
Nurcholis, Hanif. 2007. Teori dan Praktek Pemerintahan dan Otonomi Daerah,
Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.

Parsons, Wayne. 2006. Public Policy: Pentgantar Teori dan Praktik Analisis
Kebijakan. Dialihbahasakan oleh Tri Wibowo Budi Santoso. Jakarta:
Kencana.

Sugiyanto, S. (2001). Analisis Kebijakan Publik. Jakarta: Lembaga Administrasi


Negara RI.

Sugiyono. (2019). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:


PT Alfabet.

Syafiie, Inu Kencana. 2006. Ilmu Administrasi Publik. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Utomo, Warsito. 2006. Admnistrasi Publik Baru Indonesia, Perubahan


Pradigmacdari Adninistrasi Negara ke Administrasi Publik. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.

Wahab, Solichin Abdul. 2001. Analisis Kebijakan : Dari Formulasi Ke


Implementasi Kebijaksanaan Negara. Bumi Aksara. Jakarta.

Winarno, Budi. (2002). Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta: Media
Pressindo.

Winarno, Budi.2007. Teori dan praktek kebijakan publik.Yogyakarta.Media


Pressindo.

Jurnal dan Skripsi

Fauzia, A. (2021). Sanksi Penundaan atau Penghentian Jaminan Sosial Pada Masa
Pandemi COVID-19.

Hidayat, D. (2021). Tinjauan Yuridis Terhadap Penundaan atau Penghentian


Jaminan Sosial Pada Perpres Nomor 14 Tahun 2021.

Jeannifer. (2021). Sanksi Pidana Terhadap Penolak Vaksin Covid-19 di Indonesia

50
Media Massa / Internet

Dye R Thomas. 2008. Understanding Public Policy. Pearson Education' Upper


Saddle River' NewJersey. (22 januari 2014, 20:00 WIB)
http://www.google.com

Ismail, I. (2022, Februari Rabu). Serambinews. Diambil kembali dari


aceh.tribunnews.com: https://aceh.tribunnews.com/2021/12/09/pidie-jaya-
tuntaskan-penyaluran-dana-desa-2021-piagam-penghargaan-dalam-
genggaman

Muksalmina. (2022, Februari Rabu). AJNN. Diambil kembali dari AJNN.NET:


https://www.ajnn.net/news/baru-113-gampong-di-pijay-terima-blt-dd-
bulan-pertama-tahun-2021/index.html

51
LAMPIRAN

52
Data Yang Terkena Covid 19 Di Kecamatan Meureudu Tahun 2021

Desa Total

Beurawang
3

Blang Awe
20

Bunot
12

Dayah Timu
1

Dayah Tuha
9

Geuleudah
4

Glumpang Tutong
0

Grong Grong
0

Kota Meureudu
10

Kudrang
2

Kuta Trieng
2

Lampoh Lada
7

Manyang Cut
9

Manyang Lancok
8

Mesjid Tuha
11

Meunasah Balek
1

53
Meunasah Hagu
0

Meunasah Kulam
11

Meunasah Lhok
3

Meuraksa
5

Meunasah Mulieng
7

Lampoih Lada
0

Rungkom
3

Mayang Lancok
2

Puhroh
3

Rumpuen
0

Rambong
1

Pulo U
0

Teupin Peuraho
4

Rhieng Mancang
2

Rhieng Blang
3

Total 151

Sumber Data : Gugus Tugas Penanganan Covid 19

54
Data Jumlah Masyarakat Yang Sudah dan Belum Di Vaksin Di Kecamatan

Meureudu Tahun 2021

Desa Sasaran Dosis 1 Dosis 2 BLM Vaksin

Beurawang 977 253 112 724

Blang Awe 1.057 562 219 495

Bunot 377 115 79 262

Dayah Timu 383 216 110 167

Dayah Tuha 482 302 103 180

Geuleudah 212 111 89 101

Glumpang 298 132 93 166


Tutong
Grong Grong 884 487 114 397

Kota 565 312 126 253


Meureudu
Kudrang 291 163 87 128

Kuta Trieng 628 489 212 139

Lampoh Lada 274 96 20 178

Manyang Cut 1.707 743 234 964

Manyang 998 532 123 466


Lancok
Mesjid Tuha 1.531 841 324 690

55
Meunasah 1.674 923 523 751
Balek
Meunasah 137 93 17 44
Hagu
Meunasah 517 219 34 298
Kulam
Meunasah 1.305 826 219 479
Lhok
Meuraksa 1.580 793 220 787

Meunasah 623 312 67 311


Mulieng
Lampoih Lada 274 98 21 176

Rungkom 370 126 87 244

Mayang 998 354 45 644


Lancok
Puhroh 470 212 78 458

Rumpuen 635 312 46 323

Rambong 976 432 89 544

Pulo U 339 189 65 150

Teupin 965 382 47 583


Peuraho
Rhieng 474 173 34 301
Mancang
Rhieng Blang 805 432 23 373

Total 22.226 11.230 3.870 11.756

Sumber Data : Puskesmas Meureudu per 14 Oktober 2021

56
Data Masyarakat Penerima BLT Yang Belum dan Sudah Vaksin Di

Kecamatan Meureudu Tahun 2021

Desa JMLH Penerima BLT Sudah Vaksin BLM Vaksin

Beurawang 180 122 58

Blang Awe 159 109 50

Bunot 379 105 274

Dayah Timu 50 16 34

Dayah Tuha 40 11 29

Geuleudah 42 19 23

Glumpang 39 15 24
Tutong
Grong Grong 125 67 58

Kota 53 19 34
Meureudu
Kudrang 47 25 22

Kuta Trieng 110 52 58

Lampoh Lada 36 21 15

Manyang Cut 274 112 162

Manyang 56 18 38
Lancok
Mesjid Tuha 215 20 195

57
Meunasah 118 32 86
Balek
Meunasah 23 8 15
Hagu
Meunasah 19 10 9
Kulam
Meunasah 87 38 49
Lhok
Meuraksa 73 32 41

Meunasah 21 6 15
Mulieng
Lampoih Lada 21 8 13

Rungkom 20 12 8

Mayang 15 8 7
Lancok
Puhroh 18 11 7

Rumpuen 27 14 13

Rambong 30 24 6

Pulo U 39 13 26

Teupin 54 32 22
Peuraho
Rhieng 34 14 20
Mancang
Rhieng Blang 67 38 29

Total 2.094 1.003 1.091

Sumber data: Tim Relawan Desa Covid-19 Kecamatan Meureudu 2021

58
Data Total Penerima BLT Di Kecamatan Meureudu Tahun 2021

Desa JMLH Penerima BLT

Beurawang 180

Blang Awe 159

Bunot 379

Dayah Timu 50

Dayah Tuha 40

Geuleudah 42

Glumpang Tutong 39

Grong Grong 125

Kota Meureudu 53

Kudrang 47

Kuta Trieng 110

Lampoh Lada 36

Manyang Cut 274

Manyang Lancok 56

Mesjid Tuha 215

Meunasah Balek 118

59
Meunasah Hagu 23

Meunasah Kulam 19

Meunasah Lhok 87

Meuraksa 73

Meunasah Mulieng 21

Lampoih Lada 21

Rungkom 20

Mayang Lancok 15

Puhroh 18

Rumpuen 27

Rambong 30

Pulo U 39

Teupin Peuraho 54

Rhieng Mancang 34

Rhieng Blang 67

Total 2.094

Sumber data: Tim Relawan Desa Covid-19 Kecamatan Meureudu 2021

60
PEDOMAN WAWANCARA

1. Apa yang bapak/ ibuk ketahui mengenai Pogram Bantuan Sosial kepada

masyarakat yang sudah melakukan vaksinasi covid 19?

2. Bagaimana pandangan bapak/ibuk soal pelaksanaan program Vaksinasi

Covid-19?

3. Bagaimana tanggapan Bapak/Ibu tentang penundaan bantuan sosial dan

sanksi administratif bagi yang tidak melakukan Vaksinasi?

4. Apa dampak positif dan negatif yang Bapak/Ibu Rasakan terhadap

Penundaan bantuan sosial dan sanksi administratif ini?

5. Apa tujuan dari program Vaksinasi Covid-19 ini? Apakah tujuan dari

program ini sudah tercapai?

6. Bagaimana dampak dari implementasi program Vaksinasi Covid-19 di

Kabupaten Pidie Jaya?

7. Apa kendala yang terjadi dalam implementasi kebijakan bantuan sosial

bagi masyarakat yang belum vaksinasi covid 19 ini?

8. Bagaimana respon pemerintah terkait permasalahan di lapangan mengenai

program Vaksinasi Covid-19?

9. Apakah kebijakan tersebut sudah benar-benar di terapkan sesuai dengan

SOP yang berlaku?

10. Upaya apa yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan dalam

pelaksanaan program ini?

61
Lampiran Dokumentasi

Foto penulis melakukan wawancara dengan salah satu penerima bantuan sosial

yang sudah melakukan vaksinasi covid 19 Pada Tanggal 6 Juni 2022

62
Foto penulis melakukan wawancara dengan salah satu penerima bantuan sosial

yang terkena dampak dari penundaan bantuan sosial yang belum

melakukan vaksinasi covid 19 Pada Tanggal 6 Juni 2022

Foto penulis melakukan wawancara dengan salah satu masyarakat penerima


bantuan sosial untuk memperoleh data awal pada Tanggal 8 Juni 2022

63

Anda mungkin juga menyukai