Anda di halaman 1dari 3

Prabowo dan Suharto

Prabowo Subianto memiliki momen berkesan dengan mantan mertuanya Presiden ke-2 RI Suharto.

Momen ini terjadi kala Prabowo masih menjadi menantu Suharto.

Kisah ini Prabowo ceritakan dalam bukunya yang berjudul “Buku Kepemimpinan Militer: Catatan dari
Pengalaman karya Prabowo Subianto”.

1. Pesan Suharto

Prabowo Subianto pernah menjadi menantu Presiden Suharto.

Prabowo ketika itu menikahi putri keempat Suharto bernama Siti Hediati Hariyadi atau lebih akrab disapa
Titiek Soeharto.

Pernikahan Prabowo dan Titiek terjadi pada 8 Mei 1983 di Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta.

Ada momen berkesan yang dialami Prabowo saat berinteraksi dengan Suharto.

Peristiwa itu terjadi saat Prabowo menjadi Komandan Batalyon 328 Kostrad.

Saat itu Prabowo mendapat tugas ikut operasi militer ke Timor Timur yang kini bernama Timor Leste.

Suharto yang tahu menantunya akan berangkat ke medan operasi, memanggil Prabowo ke kediamannya
di Cendana.

Prabowo menceritakan kepada perwira-perwira bawahannya bahwa dirinya dipanggil Presiden Suharto.

Kabar ini disambut gembira para perwira tersebut.

Mereka mengira Suharto akan memberikan sangu ke komandannya itu untuk bekal selama operasi di
Timtim.

Ini akan menjadi modal untuk menambah logistik sehingga mengurangi beban komandan.

Sebab sudah menjadi tradisi kalau dipanggil Panglima Tertinggi saat hendak menjalankan tugas, akan
diberi sangu, bekal.

Prabowo pun datang ke Cendana pada malam hari menemui Suharto.

Setelah menerima tamu, Suharto menemui Prabowo.

Suharto bertanya apakah benar Prabowo besok akan pergi untuk menjalankan operasi di TImtim.

Prabowo mengiyakan.

"Saya hanya titip tiga hal kepada kamu, Bowo. Ojo lali, ojo dumeh, ojo ngoyo. Paham, mengerti!"” begitu
pesan Suharto ke Prabowo.

Setelah Prabowo menyatakan siap, Suharto lantas memegang kepala menantunya itu seraya
mempersilakan Prabowo menunaikan tugasnya.

.
Hal ini biasa Suharto lalukan kepada anak, cucu dan orang yang disayanginya.

Prabowo pun kembali me Markas batalyon di Cilodong.

Semua perwira sudah menunggu di Ruang Yudha, ruang operasi.

Mereka menunggu kabar baik dari Cendana.

Kepada para perwira itu, Prabowo menyampaikan bahwa dirinya bertemu Pak Harto hanya lima menit.

Dalam pertemuan singkat itu, Pak Harto menitipkan tiga pesan: Ojo lali, ojo dumeh, ojo ngoyo.

Ada raut kekecewaan yang terlihat dari para perwira itu. Sebab mereka berharap mendapat sangu dari
Presiden.

“Saya juga kaget dan kecewa sebelumnya. Karena bukannya diberi sangu, ternyata hanya dibekali tiga
nasihat,” ucap Prabowo.

Namun dalam perjalanan satu jam kembali dari Cendana ke Cilodong, Prabowo merenungi nasehat dari
Suharto.

Menurut dia, tiga nasihat tersebut berasal dari seorang Panglima yang tumbuh dan besar dalam operasi
pertempuran.

Suharto pelaku Serangan Umum 1 Maret yang sempat menduduki Yogyakarta selama enam jam pada
akhir tahun 1948.

Padahal saat itu militer Belanda sangat kuat di Jawa Tengah.

Suharto juga terlibat dalam berbagai operasi penumpasan pemberontakan di Sulawesi, seperti
pemberontakan Andi Azis.

Suharto pernah memimpin operasi militer pembebasan Irian Barat dalam operasi Jaya Wijaya sebagai
Panglima Komando Mandala.

Dan dia merupakan tokoh kunci dalam menumpas pemberontakan G30S/ PKI tahun 1965.

Bagi Prabowo, seorang Panglima dengan segudang pengalaman tempur memberikan wejangan adalah
pelajaran yang sangat berharga.

Apalagi setelah direnungkan, Prabowo mengaku maknanya juga sangat mendalam.

Pertama, ojo lali. Berarti jangan lupa terhadap semua pelajaran yang engkau terima.

Pelajaran dari orang tua, pelajaran agama, pelajaran sekolah dasar, sampai pelajaran militer yang engkau
terima.

Kedua ojo dumeh, jangan sombong. Orang yang sombong biasanya meremehkan musuh, biasanya
lengah, biasanya tidak teliti karena dia overconfident.

Ketiga, ojo ngoyo. Jangan memaksakan diri. Jangan memaksakan anak buah. Ada kemampuan. Tapi juga
ada batas kemampuan. Kita tidak boleh bernafsu dalam melaksanakan operasi militer.
Mengingat pentingnya tiga wejangan Pak Harto, Prabowo lalu menuliskannya di atas peta di posko setiap
melaksanakan operasi militer.

Ini menjadi tradisi di Batalyon 328.

Dalam operasi tersebut, Batalyon 328 mendapat hasil yang sangat baik dan mendapat penghargaan dari
Panglima Operasi.

Penghargaan tersebut antara lain hampir 1 Kompi dari 1 Batalyon mendapat kenaikan pangkat luar biasa
berupa sekolah berjenjang tanpa tes Secapa dan Secaba.

Anda mungkin juga menyukai