Anda di halaman 1dari 2

1.

Latar belakang perlawanan PETA di Blitar

Pemberontakan PETA di Blitar dilatarbelakangi oleh semakin sulitnya kehidupan rakyat saat itu
dan juga keinginan merdeka atas kepercayaan bahwa tentara Jepang akan segera kalah dalam
perang asia timur raya sesuai berita yang didapat dari radio Internasional dimana satu persatu
daerah kekuasaannya di asia jatuh ketangan sekutu. sehingga sebelum tentara sekutu mendarat
di Indonesia dan mengembalikan Indonesia sebagai wilayah pendudukan Belanda.Indonesia
harus merdeka dan mendapat pengakuan internasional sehingga mencegah hal itu terjadi.
Nurani para komandan muda itu tersentuh dan tersentak melihat penderitaan rakyat Indonesia
yang diperlakukan bagaikan budak oleh tentara Jepang. Kondisi Romusha, yakni orang-orang
yang dikerahkan untuk bekerja paksa membangun benteng-benteng di pantai sangat
menyedihkan.

Banyak yang tewas akibat kelaparan dan terkena berbagai macam penyakit tanpa diobati sama
sekali. Para prajurit PETA juga geram melihat kelakuan tentara-tentara Jepang yang suka
melecehkan harkat dan martabat wanita-wanita Indonesia. Para wanita ini pada awalnya
dijanjikan akan mendapatkan pendidikan di Jakarta, namun ternyata malah menjadi pemuas
nafsu seksual para tentara Jepang. Selain itu, ada aturan yang mewajibkan tentara PETA
memberi hormat kepada serdadu Jepang, walaupun pangkat prajurit Jepang itu lebih rendah
daripada anggota PETA. Harga diri para perwira PETA pun terusik dan terhina. Tanggal 14
Februari dipilh sebagai saat perlawanan karena saat itu akan ada pertemuan besar komandan
dan anggota PETA di Blitar sehingga diharapkan anggota PETA yang lain akan ikut bergabung
dalam perlawanan sehingga bisa menguasai Blitar dan mendorong pemberontakan di daerah
lainnya.

2. 4 tokoh dlm perlawanan prajurit PETA di blitar

1) Shudanco Supriyadi.
2) Shudanco Muradi.
3) Dr. Ismail
4) Sudarno

3. Lama perlawanan PETA di Blitar


Tepatnya pada 14 Februari 1945. Berlokasi di Blitar, Jawa Timur, Shodancho Supriyadi
memimpin sepasukan prajurit PETA untuk melakukan pemberontakan terhadap militer Jepang.

4. Akhir perlawanan peta

Akhir Perlawanan dengan tipu muslihat Jepang melalui Kolonel Katagiri (Komandan Pasukan
Jepang), pasukan PETA berhasil ditipu dengan pura-pura diajak berunding. Empat perwira PETA
dihukum mati dan tiga lainnya disiksa sampai mati. Sedangkan Syodanco Supriyadi berhasil
meloloskan diri.

Akan tetapi, nasib Shodancho Supriyadi tidak diketahui. Shodancho Supriyadi menghilang
secara misterius tanpa ada seorang pun yang mengetahui kabarnya. Sebagian orang meyakini
Shodancho Supriyadi tewas di tangan tentara Jepang dalam pertempuran. Sebagian orang juga
ada yang meyakini Shodancho Supriyadi tewas diterkam binatang buas di hutan-hutan sekitar
Kota Blitar. Sebagian orang pun ada yang meyakini Shodancho Supriyadi melakukan ritual
dengan cara menceburkan dirinya ke dalam kawah Gunung Kelud dekat Kota Blitar. Ada pula
sebagian orang yang meyakini bahwa Shodancho Supriyadi sesungguhnya masih hidup hingga
saat ini, hanya saja keberadaannya tidak diketahui atau sering hidup di alam ghaib. Namun satu
hal yang pasti, hilangnya Shodancho Supriyadi adalah suatu misteri sejarah nasional Indonesia
yang belum jelas hingga saat ini.

Setelah Indonesia merdeka, Shodancho Supriyadi diangkat oleh Presiden Soekarno sebagai
Menteri Pertahanan dan Keamanan Republik Indonesia yang pertama. Namun, Supriyadi
ternyata tidak pernah muncul lagi untuk selama-lamanya, hingga saat pelantikan para menteri.
Kemudian, saat para menteri dilantik oleh Presiden Soekarno, tertulis "Menteri Pertahanan
belum diangkat". Akhirnya, karena Supriyadi benar-benar tidak muncul lagi, Presiden Soekarno
pun mengangkat dan melantik Imam Muhammad Suliyoadikusumo sebagai Menteri Pertahanan
dan Keamanan Republik Indonesia.

Pemerintah Republik Indonesia pun mengakui jasa-jasa Supriyadi dan akhirnya mengangkatnya
sebagai salah satu pelopor kemerdekaan serta sebagai salah satu Pahlawan Nasional Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai