Disusun Oleh :
dr. Khafifah Puja Amtalia, MARS
Pendamping :
dr. Mutmainnah
Mengetahui,
Puji syukur kepada Tuhan atas kasih karunia dan rahmatNya kepada penulis
sehingga laporan kasus ini dapat selesai dengan baik dan tepat pada waktunya.
Laporan kasus ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas dalam rangkaian
kegiatan Program Internship Dokter Indonesia.
Dalam penulisan laporan kasus ini penulis telah mendapat banyak bantuan,
bimbingan dan kerjasama dari berbagai pihak maka pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan banyak terima kasih kepada :
1. drg. Hj. Siti Hadjar Joenoes selaku Direktur RS Dr. Agung Kota Bima.
2. dr. Mutmainnah selaku pendamping dokter internship di RS Dr. Agung Kota
Bima.
3. Rekan – rekan dokter intership yang hadir dalam presentasi kasus
Penulis menyadari bahwa laporan kasus yang disusun ini juga tidak luput dari
kekurangan karena kemampuan dan pengalaman penulis yang terbatas. Semoga
makalah ini bermanfaat bagi para pembaca.
Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN...........................................................................................ii
KATA PENGANTAR..................................................................................................iii
DAFTAR ISI.................................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................5
1.1 Latar Belakang...............................................................................................5
BAB II LAPORAN KASUS..........................................................................................6
2.1 Identitas Pasien..............................................................................................6
2.2 Anamnesis......................................................................................................6
2.3 Pemeriksaan Fisik..........................................................................................9
2.4 Pemeriksaan Penunjang...............................................................................13
2.5 Resume.........................................................................................................15
2.6 Diagnosa.......................................................................................................15
2.7 Tatalaksana...................................................................................................15
2.8 Prognosis......................................................................................................16
2.9 Follow Up....................................................................................................16
BAB III TINJAUAN PUSTAKA................................................................................19
Gizi Buruk
3.1 Definisi.........................................................Error! Bookmark not defined.
3.2 Etiologi.........................................................Error! Bookmark not defined.
3.3 Faktor Resiko...............................................Error! Bookmark not defined.
3.4 Patogenesis...................................................Error! Bookmark not defined.
3.5 Gejala Klinis.................................................Error! Bookmark not defined.
3.6 Pemeriksaan Penunjang................................Error! Bookmark not defined.
3.7 Penatalaksanaan...........................................Error! Bookmark not defined.
3.8 Komplikasi...................................................Error! Bookmark not defined.
iv
BAB I
PENDAHULUAN
WHO menyatakan pada tahun 2017 terdapat 808.694 kematian pada anak balita
yang disebabkan oleh pneumonia, dan menyumbang 15% dari seluruh penyebab
kematian pada kelompok usia tersebut. Angka kematian tertinggi akibat pneumonia
pada anak balita terjadi di negara berkembang. Di Indonesia, berdasarkan data Riset
Kesehatan Dasar tahun 2018, prevalensi pneumonia meningkat dari 1,6% pada tahun
2013 menjadi 2% pada tahun 2018. Data tersebut menunjukkan semakin parahnya
pneumonia pada anak balita (5,11).
Adanya malnutrisi akut yang parah dapat meningkatkan angka kematian akibat
pneumonia sebanyak 15 kali lipat. Pada balita yang kekurangan gizi atau gizi buruk,
sistem pertahanan tubuhnya menurun sehingga rentan terhadap infeksi (12). Timus
adalah salah satu organ limfoid utama yang menghasilkan sel T. Kekurangan protein
dapat menyebabkan atrofi timus sehingga mengganggu produksi sel T. Defisiensi
protein juga dapat mengganggu produksi antibodi sebagai imunitas humoral (1,4,9,13–
17). Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan status gizi dengan derajat
keparahan pneumonia pada anak balita.
BAB II
LAPORAN KASUS
2.2 Anamnesis
6
An.A tidak pernah meminum ASI karena setelah dilahirkan langsung dirawat di
NICU dan setelahnya ASI ibu tidak keluar. Pemberian ASI digantikan dengan pemberian
susu formula hingga saat ini. Susu formula yang diminum pasien selama ini ada 2 jenis,
yaitu susu formula yang mengandung whey protein, AA dan DHA (warna merah/SGM
BBLR) yang diberikan dari usia 0 bulan hingga sekarang, dan susu formula SGM gain 100
(makanan cair F100,warna ungu) yang mulai dikasih saat pasien berusia 11 bulan.
Susu formula diberikan 7x sehari sebanyak 90 cc. Pasien sudah diberikan makanan
pendamping ASI dari usia 6 bulan berupa bubur tim yang terbuat dari campuran 1 buah
wortel dan beras merah yang diberikan 2x sehari dan biasanya pasien hanya mau
menghabiskan 5 sendok makan.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien pernah mengeluhkan hal ini sebelumnya. Riwayat bronkopneumonia (+) di bulan
Septmber 2023. Riwayat penyakit asma (-).
Riwayat Nutrisi :
Usia ASI/PASI dan takaran Buah/biscuit Nasi Tim
0 – 6 bulan Susu formula BBLR 3 takar dengan -
60 ml air sebanyak 5x sehari. Nasi tim
diberikan mulai
usia 6 bulan
berupa bubur
tim yang berisi
wortel dan beras
merah
7 – 9 bulan Susu formula BBLR 4 takar dengan -
90 ml air diberikan 8x sehari.
10– 11 bulan Susu formula gain 100 5 sendok takar
dengan 90 ml air 8x sehari
Riwayat Kehamilan Ibu
Pasien lahir dari Ibu G1P0A0 36 minggu SC karena KPD. Selama kehamilan, ibu
pasien mengaku tidak pernah mengalami sakit atau rawat inap. Keluhan mual muntah hebat
berkepanjangan, riwayat infeksi, tekanan darah tinggi dan penyakit gula saat kehamilan
disangkal. Ibu pasien melakukan Ante natal care (ANC) di puskesmas 3x. Selama kehamilan
ibu pasien meminum asam folat, vitamin, susu ibu hamil dan tidak mengalami penurunan nafsu
makan. Ibu pasien makan 3-5x selama hamil berupa makanan berat seperti kerang, telur, ikan
dan makanan ringan seperti biskuit dan kerupuk. Riwayat merokok, konsumsi obat-obatan rutin
dan meminum alkohol disangkal oleh ibu pasien.
Riwayat Kelahiran
Tempat bersalin : RS DR Agung BIMA
Penolong : Dokter
Cara persalinan : Sectio Cesarea
Berat badan lahir : 2800 gram
Panjang badan lahir : 48 cm
Usia gestasi : Prematur (36 minggu)
Keadaan saat lahir :
1. Nilai APGAR : Tidak ingat
2. Kelainan bawaan : Tidak ada
3. Anak ke :1
4. Langsung menangis kuat, tidak ada kebiruan, tidak pucat
8
5. Riwayat kuning dan riwayat kejang disangkal
Riwayat Tumbuh Kembang
Tanggal pemeriksa : 2023 - 12 - 16
Tanggal lahir : 2023 – 01 - 28
Usia saat ini : 11 18
Usia pasien saat diperiksa : 11 bulan 18 hari
Berdasarkan alloanamnesis terhadap ibu pasien didapatkan perkembangan pasien
perkembangan sesuai usia pasien.
Riwayat Imunisasi
1. Hepatitis B : 1x saat bayi lahir
2. Polio : 1x
3. BCG : 1x
4. DPT : 3x
5. HiB : 3x
6. MR : 1x
7. Imunisasi lain :-
Kesimpulan : Imunisasi dasar lengkap
Riwayat Sosial-Ekonomi
Pasien tinggal bersama kedua orang tua dan kakek, neneknya dalam 1 rumah. 1
rumah terdiri dari 2 kamar, 1 kamar mandi, dapur dan ruang tamu. Ventilasi cukup.
Biaya kebutuhan keluarga sehari-hari berasal dari penghasilan ayah pasien, yang bekerja
sebagai buruh sedangkan ibu pasien dan mertua nya tidak bekerja.
Ibu pasien mengatakan bahwa untuk kebutuhan keluarga agak sulit untuk
dicukupi baik dari segi sandang, pangan dan papan. Ibu dan nenek pasien mengaku
mengalami kesulitan untuk membeli susu pasien, ketika tidak ada uang, maka ibu dan
ayah pasien harus mengumpulkan uang terlebih dahulu untuk membelinya, dan selama
proses mengumpulkan uang tersebut, pasien tidak diberikan susu.
Status Gizi
BB = 6 kg
PB = 70 cm
WHO Z-Score CHAT
10
Hasil Ploting BB/TB Hasil Ploting Lingkar Kepala
- Saat lahir : 2800 gram/ 48 cm - Saat lahir : 38 cm
- 8 bulan : 2.5 kg/ 50 cm - 8 bulan : 40 cm
- 10 bulan : 5.8 kg/ 70 cm - 10 bulan :42 cm
- 11 bulan : 6.095 kg/ 70 cm - 11 bulan : 48 cm
Status Generalis
Kepala : Normocephal
Wajah : tampak seperti orang tua
Mata : Mata tidak cekung, CA (-/-), Gerakan bola mata normal, SI (-/-)
Thorax
- Normochest, iga gambang (+)
- Pulmo :
I : pergerakan nafas simteris dextra dan sinistra. Tidak ada restraksi napas.
P : Vocal fremitus teraba simetris, tidak teraba ada massa.
P : Sonor di seluruh lapang paru.
A : Suara napas vesicular di kedua lapang paru, ronkhi kedua lapang paru,
wheezing tidak ada
- Jantung :
I : Iktus kordis tidak terlihat
P : Iktus kordis tidak teraba
P : Tidak dilakukan
A : Bunyi Jantung I dan II normal, murni, regular, tidak ada murmur dan tidak ada
gallop
Abdomen
- Inspeksi : Tidak terdapat distensi abdomen, terdapat stoma dan colostomy
bag pada abdomen kiri bawah.
- Auskultasi : Bising usus (+) normoperisaltik.
- Palpasi : Supel, tidak teraba massa (-), hepatomegali (-), splenomegali (-),
nyeri tekan (-).
- Perkusi : Timpani diseluruh lapang perut.
Ekstermitas : Akral hangat, CRT < 3 detik.. Tidak ada sianosis. Terdapat
penurunan massa otot dan lemak pada keempat ekstremitas. Tidak ada pitting
edema. Tidak ada ptekie maupun rash.
Pemeriksaan Neurologis:
1. Refleks fisiologis
a. Bisep : +/+
b. Triceps : +/+
c. Patella : +/+
d. Tendon Achilles : +/+
2. Sistem Motorik
a. Kekuatan:
5555/5555
-------------
5555/5555
b. Tonus otot : Normal pada seluruh ekstermitas
c. Cara berdiri dan berjalan : normal
d. Gerakan spontan abnormal : tidak ada
3. Refleks Patologis
a. Babinski : -/-
b. Chaddock : -/-
c. Gordon : -/-
d. Schaefer : -/-
12
e. Oppenheim : -/-
f. Hofman-Trommer : -/-
- Tulang intak
2.5 Resume
Pasien datang ke IGD RSDA diantar oleh keluarga dengan keluhan dispnea.
Keluhan diawali dengan batuk berdahak (+) dan pilek (+) dengan lendir berwarna
kuning kental sejak 2 hari SMRS. Keluhan demam (+) sejak 3 hari SMRS dan diare.
An.A tidak meminum ASI dan digantikan dengan pemberian susu formula hingga
saat ini. Riwayat imunisasi lengkap. Status gizi didapatkan gizi buruk dengan
perawakan normal. Pemeriksaan fisik didapatkan ronki pada kedua lapang paru dan
terdapat penurunan massa otot dan lemak pada keempat ekstremitas. Hasil
pemeriksaan penunjang radiologi didapatkan kesan pneumonia.
14
- Pneumonia Bilateral
- GEA tanpe dehidras
2.7 Tatalaksana
Terapi Non-medikamentosa:
- Tirah baring
- Diet lunak
Terapi Medikamentosa:
- PO Vometa 3 x 0,5 ml
- PO Azitromisin1x 50 mg
- PO Interlac 1 x 10 mg
- PO Asam Folat 1 x 10 mg
- PO Zink 1 x 10 mg
2.8 Prognosis
2.9 Follow Up
27/12/23
S Sesak sudah berkurang
Batuk +, tidak ada lender yang keluar
Demam +
BAB cair + 3x, ampas (-)
O HR : 80 x / menit, regular, isi cukup
RR : 20 x / menit, reguler
Suhu : 38,6 °C
SpO2 : 99%
- PO Vometa 3 x 0,5 ml
16
- PO Azitromisin1x 50 mg
- PO Interlac 1 x 10 mg
- PO Asam Folat 1 x 10 mg
- PO Zink 1 x 10 mg
28/12/23
S Sesak sudah berkurang
Batuk +, tidak ada lender yang keluar
BAB cair + 1x, ampas (+)
O HR : 80 x / menit, regular, isi cukup
RR : 20 x / menit, reguler
Suhu : 36,6 °C
SpO2 : 99%
- PO Vometa 3 x 0,5 ml
- PO Azitromisin1x 50 mg
- PO Interlac 1 x 10 mg
- PO Asam Folat 1 x 10 mg
- PO Zink 1 x 10 mg
29/12/23
S Sesak sudah berkurang
Batuk +, demam tidak ada
BAB sudah mulai ada ampas dan tidak cair
O HR : 70 x / menit, regular, isi cukup
RR : 20 x / menit, reguler
Suhu : 37 °C
SpO2 : 99%
- PO Vometa 3 x 0,5 ml (k
- PO Azitromisin1x 50 mg
- PO Interlac 1 x 10 mg
- PO Asam Folat 1 x 10 mg
- PO Zink 1 x 10 mg
30/12/23
S Sesak (-)
Batuk +, demam tidak ada
O HR : 70 x / menit, regular, isi cukup
RR : 20 x / menit, reguler
Suhu : 36,5 °C
18
SpO2 : 99%
- PO Vometa 3 x 0,5 ml (k
- PO Azitromisin1x 50 mg
- PO Interlac 1 x 10 mg
- PO Asam Folat 1 x 10 mg
- PO Zink 1 x 10 mg
30/12/23
S Sesak (-)
Batuk +, demam tidak ada
O HR : 70 x / menit, regular, isi cukup
RR : 20 x / menit, reguler
Suhu : 36,5 °C
SpO2 : 99%
- PO Azitromisin1x 50 mg
- PO Interlac 1 x 10 mg
- PO Zink 1 x 10 mg
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Gizi buruk adalah keadaan dimana tubuh tidak mendapat asupan gizi yang cukup,
malnutrisi dapat juga disebut keadaaan yang disebabkan oleh ketidak seimbangan di antara
pengambilan makanan dengan kebutuhan gizi untuk mempertahankan kesehatan. Ini bias
terjadi karena asupan makan terlalu sedikit ataupun pengambilan makanan yang tidak
seimbang. Selain itu, kekurangan gizi dalamtubuh juga berakibat terjadinya malabsorpsi
makanan atau kegagalan metabolik. Gizi buruk juga didefinisikan sebagai terdapatnya edema
pada kedua kaki atau adanya severe wasting (BB/TB < 70% atau <-3SD), atau ada gejala klinis
3.2 Epidemiologi
Pada tahun 2018 secara global di seluruh dunia, 7,3% atau 49 juta anak balita
menderita gizi kurang (wasting) dan 2,4% atau hampir 17 juta anak menderita gizi buruk
(severely wasted). Lebih dari setengah anak-anak yang kurang gizi tinggal di wilayah Asia
Selatan, dan sisanya berada di wilayah Afrika sub-Sahara, dengan proporsi yang sama untuk
anak-anak gizi buruk. 15,2% dari prevalensi gizi kurang di Asia Selatan membutuhkan
20
perhatian serius untuk intervensi dengan program perawatan yang tepat. Indonesia termasuk
dalam kategori high (tinggi) kejadian wasting (>10%)6.
Marasmus paling sering ditemukan pada balita 0-2 tahun yang tidak
mendapatkan cukup Air Susu Ibu (ASI). Penyebabnya antara lain karena masukan
makanan yang sangat kurang, infeksi, pembawaan lahir, prematur, penyakit pada masa
neonatus serta kesehatan lingkungan. Kwasiorkhor sering ditemukan pada anak usia 1-3
tahun yang kurang mendapatkan asupan protein13. Faktor Risiko penyebab penyakit gizi
buruk:
3.3.1.1 Menurut Unicef ada dua penyebab terjadinya gizi buruk, yaitu:
- Kurangnya asupan gizi dari makanan. Hal ini disebabkan terbatasnya jumlah
makanan yang dikonsumsi atau makannya tidak memenuhi unsur gizi yang
dibutuhkan karena alasan social dan ekonomi yang kemiskinan
3.3.1.2 Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), ada tiga factor penyebab gizi buruk
pada balita, yitu:
- Keluarga miskin
- Ketidaktahuan orang tua atas pemberian gizi yang baik bagi anak
- Factor penyakit bawaan: jantung, TBC, HIV, saluran pernafasan dan diare
Penyebab utama gizi kurang dan gizi buruk tidak satu.Penye bab pertama adalah
faktor alam. Secara umum tanah terkenal sebagai daerah tropis yang minim curah hujan.
Kadang curah hujannya banyak tetapi dalam kurun waktu yang sangat singkat. Akibatnya,
hujan itu bukan menjadi berkat tetapi mendatangkan bencana banjir. Tetapi, beberapa
tahun belakangan ini tidak ada hujan menjadi kering kerontang Tanaman jagung yang
merupakan penunjang ekonomi keluarga sekaligus sebagai makanan sehari-hari rakyat
gagal dipanen.
Penyebab kedua adalah faktor manusiawi yaitu berasal dari kultur sosial
masyarakat setempat. Kebanyakan masyarakat petani bersifat 'one dimensional,'
yaknimasyarakat yang memang sangat tergantung pada satu mata pencaharian saja.
Banyak orang menanam makanan 'secukup'nya saja, artinya hasil panen itu cukup untuk
menghidupi satu keluarga sampai masa panen berikutnya. Belum ada pemikiran untuk
membudidayakan hasil pertanian mereka demi meraup keuntungan atau demi
meningkatkan pendapatan keluarga. Adanya budaya 'alternatif' yaitu memanfaatkan
halaman rumah untuk menanam sayur-mayur demi menunjang kebutuhan sehari-hari.
3.4 Klasifikasi
Berdasarkan ada/tidaknya kompllikasi, gizi buruk dikategorikan sebagai berikut:
24
Gambar 3 Proses metabolisme keadaan wasting yang parah5.
Anamnesis
Keluhan yang sering ditemukan adalah pertumbuhan yang kurang, anak kurus atau
berat badannya kurang. Selain itu ada keluhan anak kurang atau tidak mau makan, sering
menderita sakit yang berulang atau timbulnya bengkak pada kedua kaki kadang sampai
seluruh tubuh14.
Hal yang perlu ditanyakan untuk identifikasi gizi buruk yaitu food recall, riwayat
pemberian ASI, imunisasi, berat badan lahir, riwayat perkembangan, jadawal periksa ke
posyandu, jika terdapat tanda gizi buruk yang jelas, tanyakan sejak kapan ,penyakit
penyerta, ika anak sudah kooperatif, tanyakan apakah anak mengalami kesulitan melihat
saat sore hari, apakah anak tidak nafsu makan.
Tanda dan gejala berdasarkan defisiensi mikronutrien:
- Besi: lemah, anemia, penurunan kongnitif, sakit kepala, glossitis, dan perubahan kuku
Pemeriksaan fisik
Kwashiorkor:
- Anemia
- Pembesaran hati
- Perubahan kulit
- Atrofi otot
Marasmus:
26
- Perubahan mental, cengeng
- Kadang-kadang bradikardi
Antropomteri :
Tabel 1 Penentuan status gizi menurut kriteria Waterlow, WHO 2006 dan CDC 2000 11,12.
Edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh (kwashiorkor: BB/TB >-3SD
atau marasmik-kwashiorkor: BB/TB <-3SD
Jika BB/TB atau BB/PB tidak dapat diukur, dapat digunakan tanda-tanda klinis gizi
buruk untuk mendiagnosis 3.
Tabel 2 Kriteria Diagnosis Gizi Buruk 15
Pemeriksaan penunjang
Darah lengkap , sedimen, elektrolit, tes Mantoux, radiologi, Urinalisis, Kultur sesuai
dengan kebutuhan1.
3.7 Tatalaksana
Anak dengan gizi buruk kronik membutuhkan intake kalori lebih dari 120-150
kcal/kg/haru untuk mencapai berat yang cukup. Tujuan dari manajemen gizi buruk adalah
untuk mencegah kematian jangka pendek, mencapai pemulihan nutrisi yang berkelanjutan
untuk mengurangi kerentanan terhadap infeksi yang mengancam jiwa dan untuk mendukung
perkembangan neurokognitif 5.
Gambar 7 Alur penapisan balita gizi buruk/kurang dan jenis layanan yang diperlukan17e
28
2.7.1 Rawat jalan
Balita usia 5-59 bulan dengan gizi buruk tanpa komplikasi. Layanan ini
dilakukan di fasilitas kesehatan primer17.
3.7.1.1 Konfirmasi status Gizi
• Pengukuran BB, TB dan LiLA. Semua hasil pengukuran dicatat di buku KIA
• Periksa apakah ada edema bilateral dan tentukan derajatnya 17.
Pemenuhan kebutuhan gizi ini dapat dilakukan dengan pemberian F-100 atau
RUTF
3.7.1.4 Konseling
Prosedur yang dilakukan pada saat kunjungan ulang (seminggu sekali) adalah
penilaian kemajuan dengan menimbang berat badan, periksa edema dan kondisi
klinis lainnya. Target berat badan minimal 5 g/kgBB/hari atau 50 g/kgBB/mnggu.
Hitung ulang kebutuhan makanan sesuai dengan berat badan terakhir 17.
Prosedur yang dilakukan sebulan sekali pada balita yang menjalani rawat jalan
yaitu melakukan seperti kunjungan mingguan dan mengukur TB dan lingkar
kepala, berikan obat-obatan rutin dan layanan kesehatan lain (misalnya imunisasi).
Tidak ada durasi minimum bagi balita gizi buruk untuk menjalani rawat jalan.
Balita dinyatakan pulih bila indicator antropometeri untuk status gizi mencapai
normal, tidak ada edema dan anak secara klinis membaik selama 2 minggu
berturut- turut (2 kali kunjungan) 17..
Gambar 8 Kriteria masuk dan keluar layanan rawat jalan balita gizi buruk17
Pemindahan ke rawat inap diperlukan jika: berat badan turun atau tetap sejak
kunjungan terahir, nafsu makan tidak ada atau ditemukan tanda-tanda komplikasi17.
A. Fase stabilisasi
Pada fase ini diprioritaskan penanganan kegawatdarurtan yang mengancam jiwa yaitu
hipoglikemia, hipotermia, dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit dan infeksi.
Langkah 1: hipoglikemia
Semua balita gizi buruk berisiko mengalami hipoglikemia (kadar glukosa darah
yang sangat rendah (<3 mmol/liter atau <54 mg/dl), sehingga setiap balita gizi buruk
diberi makan atau larutan gluosa 10% segera setelah masuk layanan rawat inap.
Pemberian makanan yang sering tiap 2 jam sangat penting dilakukan pada anak gizi
buruk.
o Berikan 50 ml larutan glukosa 10% (1 sendok teh munjung gula pasir dalam
50 ml air) secara oral / melalui NGT, segera dilanjutkan dengan pemberian F-
75.
o F-75 yang pertama atau modifikasinya diberikan 2 jam sekali dalam 24 jam
pertama,dilanjutkan setiap 2-3 jam, siang dan malam selama minimal dua hari.
o Bila masih mendapat ASI, terusan.
o Jika anak tidak sadar/letargi, berikan larutan glukosa 10% secara intravena
(bolus) sebanyak 5 ml/kgBB atau larutan glukosa 50 ml dengan NGT. Jika
glukosa IV tidak tersedia, berikan satu sendok teh gula ditambah 1 atau 2 tetes
air di bawah lidah, dan ulangi setiap 20 menit untuk mencegah terulangnaya
hipoglikemia17.
Langkah 2: Hipotermia
Hipotermia (suhu aksilar kurang dari 36 oC) sering ditemukan pada balita gizi
buruk dan jika ditemukan bersama hipoglikemia menandakan adanya infeksi berat17.
Hangatkan tubuh balita dengan menutup seluruh tubuh, dapat juga digunakan pemanas
atau letakkan balita langsung pada perut dada atau perut ibunya 17. Ukur suhu aksila
setiap 2 jam sampai suhu meningkat menjadi 36,5°C atau lebih . jika menggunakan
pemanas, ukur suhu tiap setengah jam.
Semua balita gizi buruk dengan diare atau penurunan jumlah urin dianggap
mengalami dehidrasi ringan. Hypovolemia dapat terjadi bersamaan dengan adanya
edema17. Tatalaksana yang diberikan tergantung kondisi kegawatdaruratan yang
ditemukan:
o Jangan gunakan infus untuk rehidrasi, kecuali pada aksus dehidrasi berat
dengans yok
o Berikan ReSoMal secara oral atau NGT, lakukan lebih lambat dari rehidrasi
pada anak dengan gizi baik:
Beri 5 ml/kgBB setiap 30 menit untuk 2 jam pertama
32
o Jika masih diare, beri ReSoMal setiap kali diare. Untuk usia <2 tahun: 50-100
ml setiap buang air besar, usia ≥ 2 tahun : 100-200 ml setiap buang air besar
o Jika balita gizi buruk dalam keadaan syok atau dehidrasi berat tetapi tidak
memungkinkan diberi rehidrasi oral, maka rehidrasi diberikan melalui infus
cairan Ringer Laktat dan Dextrosa/Glukosa 10% dengan perbandingan 1:1.
Jumlah cairan yang diberikan 15 ml/kgBB selama 1 jam atau 5
tetes/menit/kgBB17.
Tanda membaiknya hidrasi antara lain kembalinya air mata, mulut basah,
cekung mata dan fontanel berkurang serta turgor kulit membaik. Jika sulit dinilai
pantau berat badan. Bila ditemukan tanda kelebihan cairan (Frekuensi nafas
meningkat 5x/menit dan frekuensi nadi 15x/menit), hentikan segera pemberian cairan
dan lakukan penilaian ulang setelah 1 jam17. Anak dengan gizi buruk harus diberikan
vitamin A (50.000 U, 100.000 IU, atau 200.000 IU tergantung usia) 10.
Langkah 5: Infeksi
Semua balita gizi buruk dianggap menderita infeksi pada saat datang kef askes
dan segera diberikan antibiotik spektrum luas.
o Bila tanpa komplikasi, beri amoksisilin (15 mg/kg per oral setiap 8 jam)
selama 5 hari.
o Pada balita gizi buruk dengan komplikasi (hipoglikemia, hipotermia,
penurunan kesadaran atau terlihat sakit) atau komplikasi lainnya diberikan
antibiotika parenteral (IM/IV)
Ampisilin 50 mg/kg IM atau IV setiap 6 jam selama 2 hari,
kemudian dilanjutkan dengan Amoksisilin oral (225-40 mg/kgBB
setiap 8 jam selama 5 hari)
Ditambah Gentamisin 75 mg/kg IM atau IV sehari sekali selama 7
hari
Pemberian obat antihelmintik diberikan setelah balita memasuki
fase rehabilitasi. Berikan pyrantel pamoat dosis tunggal atau
albendazole dosis tunggal setelah pemeriksaan tinja positif
menderita kecacingan, sedangan pada balita yang tidak terdiagnosa
kecacingan tetap diberikan Mebendazole pada hari ke 7 setelah
dirawat inap dafpus
o Jika terdapat anoreksia setelah pemberian antibiotika, lanjutkan terapi sampai
10 hari. Lakukan penilaia ulang menyeluruh17.
Pada fase stabilisasi, balita gizi buruk diberikan F-75 yang merupakan
formula rendah protein (pada fase ini protein tingi dapat meningkakan risiko
kematian), rendah laktosa, mengandung zat gizi makro dan mikro seimbang,
diberikan dalam jumlah sedikit tapi sering. Makanan diberikan secara oral atau NGT
dengan jumlah dan frekuensi sesuai tabel 4. Jumlah energi/kalori : 100
kkal/kgBB/hari dan protein 1-1,5 g/kgBB.hari. Cairan 130 ml/kkgBB/hari , namun
jika ada edema diberi 100 ml/kgBB.hari. Bila masih mendapat ASI, teruskan.
Tabel 3 Jumlah dan frekuensi pemberian F-75 pada balita gizi buruk tanpa edema17
Tabel 4 Kebutuhan zat gizi untuk balita gizi buruk menurut fasenya17
Semua anak gizi buruk mengalami defisinesi vitamin dan mineral. Meskipun
sering di temukan anemia, zat besi tidak boleh diberikan pada fase stabilisasi, dan
diberikan setelah anak mempunya nafsu makan baik dan mulai bertambahnya berat
badannya (fase rehabilitasi) 17.
B. Fase Transisi
Fase ini ditandai oleh transisi dari kondisi stabil ke kondisi yang
memenuhi syarat untuk menjalani rawat jalan. Fase transisi dimulai ketika:
o Edema berkurang
C. Fase Rehabilitasi
Transisi dilakukan secara bertahap dari F-75 ke F-100 selama 2-3 hari, sesuai
kondisi.
Formula F-75 diganti menjadi F-100 dalam volume yang sama seperti pemberian
F-75 yang terakhir selama 2 hari. Berikan formula tumbuh kejar (F-100) yang
mengandung 100 kkal/100 ml dan 2,9 protein/100 ml.
Pada hari ketiga: F-100 dinaikkan sebanyak 10 ml/kali pemberian sampai balita
tidak mampu menghabiskan/tersisa sedikit. Setelah transisi bertahap, berikan
dalam frekuensi sering dengan jumlah kalori : 150-220 kkal/kgBB/hari dan
protein 4-6 g/kgBB/hari17.
Hal yang perlu dihindari pada fase ini adalah terjadinya gagal jantung. Gejala
dini gagal jantung yaitu nadi cepat dan nafas cepat. Bila keduanya meningkat
yaitu pernafasan naik 5x/menit dan nadi naik 25x/menit yang menetap selama 2
kali pemeriksaan masing-masing dengan jarak 4 jam berturut-turut, maka hal ini
merupakan tanda bahaya, Langkah-langkah yang dapat dilakukan:
Volume makanan dikurangi menjadi 100 ml/gBB/hari diberikan tiap dua jam
Volume makanan ditingkatkan perlahan-lahan sebagai berikut:
B. 115 ml/kgBB/hari selama 24 jam berikutnya
C. 130 ml/kgBB/hari selama 48 jam berikutnya Selanjutnya tingkatkan setiap kali
makan dengan 10 ml
Cari penyebab dan atasi 17.
Kemajuan terapi dinilai dari kecepatan kenaikan beart badan setelah fase
transisi dan mendapat F-100.
• Timbang dan catat berat badan setiap pagi sebelum makan. Hitung dan
catat kenaikan berat badan setiap 3 hari dalam g/kgBB/hari
36
g/kg/hari perlu diperiksa apakah target asupan terpenuh atau ada infeksi
yang tidak terdeteksi Baik yaitu berat badan >10 g/kgBB/hari
Hal yang perlu dilakukan yaitu ungkapan kasing saying, terapi bermain
terstruktur selama 15-30 menit/hari, aktivitas fisik segera setelah balita cukup sehat,
keterlibatan ibu dan anggota keluarga sesering mungkin17.
- Primer:
- Sekunder:
Bayi sudah tidak mendat ASI tetapi ibu masih ingin menyusu
i. Fase stabilisasi
Kemajuan klinis pada bayi dinilai dari kenaikan berat badan setiap hari:
- Bila berat badan turun atau tidak naik selama 3 hari tetapi bayi tampak lapar dan
menghabiskan semua formula yag diberikan, tambahkan 5 ml pada setiap
pemberian formula.
- Bila setelah beberapa hari bayi tidak menghabisan jatah formulanya tetapi BB
tetap naik, berarti asupan ASI meningkat dan bayi mendapat cukup asupan
Kriteria pulang:
- Kondisi klinis baik, bayi sadar dan tidak ada masalah medis
38
o Bayi sudah berhenti menyusui dan tidak ada ibu pesusuan
2.8 Komplikasi
Penyebab kematian tersering yaitu:
24 jam : hipoglikemia, hipotermia, dehidrasi, septiemia, anemia berat, overload
cairan
72 jam : refeeding syndrome, ketidakseimbangan elektrolit, antibiotic
Malam hari: hipotermia, hipoglikemia
Pemberian F-100: terlalu cepat dan terlalu banyak
a. Upaya perbaikan status gizi ibu sejak masa remaja, yang dilanjutan dengan:
b. Pemenuhan kebutuhan gizi balita yang dimulai sejak lahir, dengan standar emas
makanan bayi
Inisiasi menyusu dini (<1 jam setelah lahir)
Makanan pendamping ASI mulai diberikan pada usia 6 bulan dan diberikan
secara tepat waktu, kandungan gizi cukup dan seimbang, aman dan
diberikan secara benar
ASI dilanjutkan sampai anak berusia 2 tahun atau lebih
Bayi yang dilahirkan dengan ibu kurang energi kronis (KEK) dan/atau ibu
usia remaja: bayi yang lahir prematuBBLR, kembar, lahir dengan kelainan
bawaan
Balita dengan infeksi kronis atau infeksi akut berulang dan adanya sumber
penularan penyakit dari dalam/luar rumah
Balita yang berasal dari keluarga dengan status sosio ekonomi kurang
40
Balita yang berada di lingkungan yang terkenala akses air bersih dan/atau
hygiene dan sanitasi yang buruk
2. Pencegahan gizi buruk pada balita 6-59 bula
Asupan makanan sesuai dengan umur
2.1 Definisi
Pneumonia adalah infeksi pada saluran napas bawah yang berkaitan dengan
jalan napas dan parenkim paru dengan konsolidasi ruang alveolar.Pneumonia
disebabkan oleh patogen yang menular baik dari inhalasi, aspirasi, invasi epitel
saluran napas, atau secara hematogen. Infeksi saluran napas bawah sering digunakan
dan sebagian kecil disebabkan oleh hal lain (aspirasi dari makanan atau sekret
lambung, benda asing, dan hidrokarbon; radiasi atau obat; reaksi hipersensitivitas; dan
lain-lain)21
1
2.4 Patogenesis
Pneumonia terjadi melalui invasi pathogen di saluran pernapasan bawah.
Barrier pada saluran napas terhadap infeksi adalah struktur anatomi, meliputi rambut
hidung, konka, epiglottis, serta silia, dan imunitas humoral dan selular 21,23. Mekanisme
pertahanan pulmonal meliputi respon imun, refleks batuk, bersin, dan klirens
mukosilia, makrofag, dan immunoglobulin A, yang memproteksi individu dari
pneumonia. Pada pneumonia terjadi kerusakan ekosistem respiratori bawah yang
kompleks sehingga terjadi interaksi dinamis antara patogen penyebab pneumonia,
komunitas mikroba, dan pertahanan system imun host21
Patogen dapat menyebar secara secara (1) aspirasi secret orofaring yang terdiri
atas bakteri flora normal dan/atau cairan lambung (20 – 30%); (2) inhalasi
kontaminan (virus, Mycoplasma); atau (3) kontaminasi dari sirkulasi sistemik
(hematogen). Infeksi dapat mengakibatkan kerusakan atau kematian epitel saluran
pernapasan, peradangan interstisial, atau cedera alveolus. Alveolus terisi oleh eksudat
dan leukosit, yang mengganggu oksigenasi dan menyebabkan kolaps, sehingga terjadi
V/Q (ventilation-perfusion) mismatch akibat gangguan difusi gas
Secara keseluruhan, virus mendominasi pneumonia anak yang lebih muda,
meskipun organisme bakteri atipikal, jamur, parasit, dan oportunistik juga dapat
jalan napas20.
2
Gambar 12 Patogenesis dan Temuan Klinis Pneumonia Pediatri14
2.5 Klasifikasi
- Pneumonia lobaris
Pneumonia lobaris merupakan peradangan pada semua atau sebagian
besar satu atau lebih segmen paru.
- Pneumonia lobularis (bronkopneumonia)
Mengacu pada peradangan paru-paru yang berpusat di bronkiolus dan
mengarah ke produksi eksudat mukopurulen yang menghalangi
beberapa saluran udara kecil dan menyebabkan patchy consolidation
dari lobulus yang berdekatan.
- Pneumonia interstisialis (bronkiolitis)
Peradangan interstitium, yang terdiri dari dinding alveoli, kantung dan
duktus alveolar, jaringan peribronkial, serta interlobular. Pneumonitis
interstitial adalah karakteristik infeksi virus akut tetapi juga bisa
menjadi proses inflamasi atau fibrosis kronis.
3
Gambar 13 Klasifikasi Pneumonia Berdasarkan Lokasi5
4
C. Berdasarkan karakteristik penyakit
i) Pneumonia tipikal
Pneumonia tipikal disebabkan oleh bakteri tipikal, seperti
Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenzae, Staphylococcus
semakin memberat.20
iii) Pneumonia Virus
Virus yang biasanya menyerang balita dan anak-anak yaitu virus
parainfluenza, Virus influenza, Adenovirus, Respiratory Syncytial
5
Gambar 14 Klasifikasi Pneumonia Berdasarkan Keparahan
6
muntah, atau diare; kadang-kadang ditemukan gejala infeksi
ekstrapulmoner.
- Gejala gangguan respiratori, yaitu batuk (batuk didapatkan pada 76%
anak dengan pneumonia komunitas), takipnea (takipnea merupakan
penanda pneumonia yang paling sensitive), sesak napas (retraksi
dada/chest indrawing), napas cuping hidung, air hunger, merintih, dan
sianosis.
2.7 Diagnosis
Pneumonia dapat didiagnosis dari anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis, hal-hal penting yang perlu
diketahui, yaitu:21
- Penilaian keadaan umum anak, frekuensi napas, dan nadi harus dilakukan saat
awal pemeriksaan sebelum pemeriksaan lain yang dapat menyebabkan anak
gelisah atau rewel.
- Penilaian keadaan umum antara lain meliputi kesadaran dan kemampuan
makan/minum
- Gejala distres pernapasan seperti takipneu, retraksi subkostal, batuk, krepitasi,
dan penurunan suara paru.
- Crackles (terjadi pada 33-90% anak dengan pneumonia)
- Penurunan suara napas pada sisi yang terkena
- Suara napas bronkial, spesifik pada konsolidasi lobar
- Hilangnya suara napas vesicular
7
- Redup pada perkusi, menandakan adanya efusi
- Demam dan sianosis
- Anak dibawah 5 tahun mungkin tidak menunjukkan gejala pneumonia klasik.
Pada anak yang demam dan sakit akut, terdapat gejala nyeri yang diproyeksikan
ke abdomen. Pada bayi muda, terdapat gejala pernapasan tak teratur dan
hipopneu.
2. Foto thoraks
antibiotic.21.
8
9
Gambar 15 Gambaran Radiologis Pneumonia17,18
dalam tata laksana anak dengan pneumonia berat. 3 Kultur sputum yang adekuat
10
seharusnya ditemukan >25 sel polimorfonuklear (PMN) per lapang pandang dan <10
sel gepeng per lapang pandang.30,31
D. Uji serologi
Serologi merupakan tes yang akurat dan cepat terhadap bakteri atipik seperti
1. Tanyakan:
Berapa umur anak?
Apakah anak menderita batuk atau kesukaran bernapas?
Sudah berapa lama?
Apakah anak bisa minum atau menetek?
11
Apakah anak kurang bisa minum atau menetek? (Jika anak berusia
<2 bulan)
Apakah anak demam? Sudah berapa lama?
Apakah anak kejang?
2. Lihat:
12
13
iii) Menentukan pengobatan dan rujukan
Adapun tatalaksana yang dapat dilakukan dalam proses menentukan pengobatan
31
dan rujukan balita pneumonia, sebagai berikut:
Pengobatan
tindakan pra rujukan dan diberikan jika bayi masih bisa minum atau diberikan
dengan cara injeksi intramuscular Ampisilin 50 mg/kg BB IM single dose dan
Gentamisin: 7,5 mg/kg BB IM single dose. Cegah agar gula darah bayi tidak
14
i) Inhalasi bronkodilator kerja cepat (Salbutamol nebulisasi,
salbutamol dengan MDI, atau suntikan epinefrin secara
subkutan), bila belum membaik dapat diberikan sampai 3 kali
dalam 1 jam
ii) Wheezing Tidak menghilang → Bukan Asma → Tatalaksana
Pneumonia
iii) Wheezing dan sesak mereda/menghilang → Asma →
Tatalaksana Asma sesuai buku pedoman Asma
Rujukan
15
- Bila anak memberikan respon yang baik maka lanjutkan pemberian
injeksi selama 5 hari.
- Zinc peroral 10 mg/hari (<12 bulan) atau 20 mg/hari (≥ 12 bulan) selama
7 hari dapat mengurangi mortalitas pada anak-anak di negara berkembang
Kriteria Pulang
16
DAFTAR PUSTAKA
17
17. Sutarga IM. Determinan Pneumonia Pada Balita. Pneumonia. 2017;10–22
18. Ivanova N, Gugleva V, Dobreva M, Pehlivanov I, Stefanov S, Andonova V.
Pneumonia in Children. Intech. 2016; i(tourism):13.
19. Wulandari D, Erawati M. Buku Ajar Keperawatan Anak. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar; 2016.
20. Pestana C, Farooqui A, Hill MN, James TA. USMLE step 2 CK lecture notes
2019: Pediatrics. Cvetnic WG, Pino E, editors. New York: Kaplan Medical;
2018
21. Waseem M. Pediatric Pneumonia: Practice Essentials, Background,
Pathophysiology [Internet]. 2020 [cited 2024 Jan 3]. Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/967822
18