Anda di halaman 1dari 59

LAPORAN KASUS

GIZI BURUK MARASMUS DENGAN PNEUMONIA

Disusun Oleh :
dr. Khafifah Puja Amtalia, MARS

Pendamping :
dr. Mutmainnah

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT DR AGUNG KOTA BIMA
BATCH IV PERIODE NOVEMBER 2023 – MEI 2024
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : dr. Khafifah Puja Atmalia, MARS


Asal Universitas : Universitas YARSI
Judul kasus : Gizi Buruk Marasmus dengan Pneumonia
Diajukan : Maret 2024
Dipresentasikan :

Telah diperiksa dan disahkan pada tanggal …………………………………..

Mengetahui,

Pendamping Direktur RS Dr. Agung Kota Bima

dr. Mutmainnah drg. Hj. Siti Hadjar Joenoes


KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan atas kasih karunia dan rahmatNya kepada penulis
sehingga laporan kasus ini dapat selesai dengan baik dan tepat pada waktunya.
Laporan kasus ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas dalam rangkaian
kegiatan Program Internship Dokter Indonesia.
Dalam penulisan laporan kasus ini penulis telah mendapat banyak bantuan,
bimbingan dan kerjasama dari berbagai pihak maka pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan banyak terima kasih kepada :
1. drg. Hj. Siti Hadjar Joenoes selaku Direktur RS Dr. Agung Kota Bima.
2. dr. Mutmainnah selaku pendamping dokter internship di RS Dr. Agung Kota
Bima.
3. Rekan – rekan dokter intership yang hadir dalam presentasi kasus
Penulis menyadari bahwa laporan kasus yang disusun ini juga tidak luput dari
kekurangan karena kemampuan dan pengalaman penulis yang terbatas. Semoga
makalah ini bermanfaat bagi para pembaca.

Kota Bima, Maret 2024

Penulis
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN...........................................................................................ii
KATA PENGANTAR..................................................................................................iii
DAFTAR ISI.................................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................5
1.1 Latar Belakang...............................................................................................5
BAB II LAPORAN KASUS..........................................................................................6
2.1 Identitas Pasien..............................................................................................6
2.2 Anamnesis......................................................................................................6
2.3 Pemeriksaan Fisik..........................................................................................9
2.4 Pemeriksaan Penunjang...............................................................................13
2.5 Resume.........................................................................................................15
2.6 Diagnosa.......................................................................................................15
2.7 Tatalaksana...................................................................................................15
2.8 Prognosis......................................................................................................16
2.9 Follow Up....................................................................................................16
BAB III TINJAUAN PUSTAKA................................................................................19
Gizi Buruk
3.1 Definisi.........................................................Error! Bookmark not defined.
3.2 Etiologi.........................................................Error! Bookmark not defined.
3.3 Faktor Resiko...............................................Error! Bookmark not defined.
3.4 Patogenesis...................................................Error! Bookmark not defined.
3.5 Gejala Klinis.................................................Error! Bookmark not defined.
3.6 Pemeriksaan Penunjang................................Error! Bookmark not defined.
3.7 Penatalaksanaan...........................................Error! Bookmark not defined.
3.8 Komplikasi...................................................Error! Bookmark not defined.

DAFTAR PUSTAKA..................................................Error! Bookmark not defined.

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

WHO menyatakan pada tahun 2017 terdapat 808.694 kematian pada anak balita
yang disebabkan oleh pneumonia, dan menyumbang 15% dari seluruh penyebab
kematian pada kelompok usia tersebut. Angka kematian tertinggi akibat pneumonia
pada anak balita terjadi di negara berkembang. Di Indonesia, berdasarkan data Riset
Kesehatan Dasar tahun 2018, prevalensi pneumonia meningkat dari 1,6% pada tahun
2013 menjadi 2% pada tahun 2018. Data tersebut menunjukkan semakin parahnya
pneumonia pada anak balita (5,11).
Adanya malnutrisi akut yang parah dapat meningkatkan angka kematian akibat
pneumonia sebanyak 15 kali lipat. Pada balita yang kekurangan gizi atau gizi buruk,
sistem pertahanan tubuhnya menurun sehingga rentan terhadap infeksi (12). Timus
adalah salah satu organ limfoid utama yang menghasilkan sel T. Kekurangan protein
dapat menyebabkan atrofi timus sehingga mengganggu produksi sel T. Defisiensi
protein juga dapat mengganggu produksi antibodi sebagai imunitas humoral (1,4,9,13–
17). Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan status gizi dengan derajat
keparahan pneumonia pada anak balita.
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien

Nama Lengkap : An. A


Usia : 11 Bulan
Tanggal Lahir : 11 Januari 2023
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Penaraga
Tanggal Masuk : 26 Desember 2023
Ruang Perawatan : Ruang Sakura
Identitas Ayah Pasien
 Nama : Tn. F
 Usia : 35 tahun
 Pekerjaan : Buruh
Identitas Ibu Pasien
 Nama : Ny. A
 Usia : 30 tahun
 Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

2.2 Anamnesis

Auto anamnesa & Allo anamnesa (26 Desember 2023)


Keluhan Utama : Sesak nafas (+)
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD RSDA diantar oleh keluarga dengan keluhan sesak napas
sejak tadi pagi SMRS. Keluhan diawali dengan batuk berdahak (+) dan pilek (+) dengan
lendir berwarna kuning kental sejak 2 hari SMRS. Keluhan demam (+) sejak 3 hari SMRS,
demam dikatakan naik turun, suhu tubuh dirumah tidak diukur. Keluhan mual/muntah
disangkal (-), namun pasien sulit makan. Pasien juga mengalami BAB Cair 5x (+), tidak
ada ampas. Muntah 5x.

6
An.A tidak pernah meminum ASI karena setelah dilahirkan langsung dirawat di
NICU dan setelahnya ASI ibu tidak keluar. Pemberian ASI digantikan dengan pemberian
susu formula hingga saat ini. Susu formula yang diminum pasien selama ini ada 2 jenis,
yaitu susu formula yang mengandung whey protein, AA dan DHA (warna merah/SGM
BBLR) yang diberikan dari usia 0 bulan hingga sekarang, dan susu formula SGM gain 100
(makanan cair F100,warna ungu) yang mulai dikasih saat pasien berusia 11 bulan.
Susu formula diberikan 7x sehari sebanyak 90 cc. Pasien sudah diberikan makanan
pendamping ASI dari usia 6 bulan berupa bubur tim yang terbuat dari campuran 1 buah
wortel dan beras merah yang diberikan 2x sehari dan biasanya pasien hanya mau
menghabiskan 5 sendok makan.
Riwayat Penyakit Dahulu :
 Pasien pernah mengeluhkan hal ini sebelumnya. Riwayat bronkopneumonia (+) di bulan
Septmber 2023. Riwayat penyakit asma (-).

Riwayat Penyakit Keluarga :


 Tidak terdapat keluarga dengan keluhan serupa pada pasien.

Riwayat Penggunaan Obat :


 Pasien mengonsumsi obat Paracetamol tablet saat demam.

Riwayat Nutrisi :
Usia ASI/PASI dan takaran Buah/biscuit Nasi Tim
0 – 6 bulan Susu formula BBLR 3 takar dengan -
60 ml air sebanyak 5x sehari. Nasi tim
diberikan mulai
usia 6 bulan
berupa bubur
tim yang berisi
wortel dan beras
merah
7 – 9 bulan Susu formula BBLR 4 takar dengan -
90 ml air diberikan 8x sehari.
10– 11 bulan Susu formula gain 100 5 sendok takar
dengan 90 ml air 8x sehari
Riwayat Kehamilan Ibu
Pasien lahir dari Ibu G1P0A0 36 minggu SC karena KPD. Selama kehamilan, ibu
pasien mengaku tidak pernah mengalami sakit atau rawat inap. Keluhan mual muntah hebat
berkepanjangan, riwayat infeksi, tekanan darah tinggi dan penyakit gula saat kehamilan
disangkal. Ibu pasien melakukan Ante natal care (ANC) di puskesmas 3x. Selama kehamilan
ibu pasien meminum asam folat, vitamin, susu ibu hamil dan tidak mengalami penurunan nafsu
makan. Ibu pasien makan 3-5x selama hamil berupa makanan berat seperti kerang, telur, ikan
dan makanan ringan seperti biskuit dan kerupuk. Riwayat merokok, konsumsi obat-obatan rutin
dan meminum alkohol disangkal oleh ibu pasien.
Riwayat Kelahiran
Tempat bersalin : RS DR Agung BIMA
Penolong : Dokter
Cara persalinan : Sectio Cesarea
Berat badan lahir : 2800 gram
Panjang badan lahir : 48 cm
Usia gestasi : Prematur (36 minggu)
Keadaan saat lahir :
1. Nilai APGAR : Tidak ingat
2. Kelainan bawaan : Tidak ada
3. Anak ke :1
4. Langsung menangis kuat, tidak ada kebiruan, tidak pucat
8
5. Riwayat kuning dan riwayat kejang disangkal
Riwayat Tumbuh Kembang
Tanggal pemeriksa : 2023 - 12 - 16
Tanggal lahir : 2023 – 01 - 28
Usia saat ini : 11 18
Usia pasien saat diperiksa : 11 bulan 18 hari
Berdasarkan alloanamnesis terhadap ibu pasien didapatkan perkembangan pasien
perkembangan sesuai usia pasien.
Riwayat Imunisasi
1. Hepatitis B : 1x saat bayi lahir
2. Polio : 1x
3. BCG : 1x
4. DPT : 3x
5. HiB : 3x
6. MR : 1x
7. Imunisasi lain :-
Kesimpulan : Imunisasi dasar lengkap
Riwayat Sosial-Ekonomi

Pasien tinggal bersama kedua orang tua dan kakek, neneknya dalam 1 rumah. 1
rumah terdiri dari 2 kamar, 1 kamar mandi, dapur dan ruang tamu. Ventilasi cukup.
Biaya kebutuhan keluarga sehari-hari berasal dari penghasilan ayah pasien, yang bekerja
sebagai buruh sedangkan ibu pasien dan mertua nya tidak bekerja.

Ibu pasien mengatakan bahwa untuk kebutuhan keluarga agak sulit untuk
dicukupi baik dari segi sandang, pangan dan papan. Ibu dan nenek pasien mengaku
mengalami kesulitan untuk membeli susu pasien, ketika tidak ada uang, maka ibu dan
ayah pasien harus mengumpulkan uang terlebih dahulu untuk membelinya, dan selama
proses mengumpulkan uang tersebut, pasien tidak diberikan susu.

2.3 Pemeriksaan Fisik (26/12/23)

Keadaan Umum dan Tanda-tanda vital


Kesadaran : Compos Mentis

Keadaan umum : Tampak sakit sedang


Tanda Vital :

 HR : 152 x / menit, reguler


 RR : 56 x / menit, reguler
 Suhu : 38,1 °C
 SpO2 : 95% on room air

Status Gizi
 BB = 6 kg
 PB = 70 cm
WHO Z-Score CHAT

No. Parameter Gizi Hasil Interpreteasi


1. BB/U < -3 SD Berat badan sangat
kurang
2. TB/U -2 SD normal
3. BB/TB < -3 SD Gizi buruk
4. Lingkar Kepala 52 cm Normal
Kesan : Gizi Buruk dengan perawakan normal

10
Hasil Ploting BB/TB Hasil Ploting Lingkar Kepala
- Saat lahir : 2800 gram/ 48 cm - Saat lahir : 38 cm
- 8 bulan : 2.5 kg/ 50 cm - 8 bulan : 40 cm
- 10 bulan : 5.8 kg/ 70 cm - 10 bulan :42 cm
- 11 bulan : 6.095 kg/ 70 cm - 11 bulan : 48 cm

Status Generalis
 Kepala : Normocephal
 Wajah : tampak seperti orang tua
 Mata : Mata tidak cekung, CA (-/-), Gerakan bola mata normal, SI (-/-)
 Thorax
- Normochest, iga gambang (+)
- Pulmo :
I : pergerakan nafas simteris dextra dan sinistra. Tidak ada restraksi napas.
P : Vocal fremitus teraba simetris, tidak teraba ada massa.
P : Sonor di seluruh lapang paru.
A : Suara napas vesicular di kedua lapang paru, ronkhi kedua lapang paru,
wheezing tidak ada
- Jantung :
I : Iktus kordis tidak terlihat
P : Iktus kordis tidak teraba
P : Tidak dilakukan
A : Bunyi Jantung I dan II normal, murni, regular, tidak ada murmur dan tidak ada
gallop
 Abdomen
- Inspeksi : Tidak terdapat distensi abdomen, terdapat stoma dan colostomy
bag pada abdomen kiri bawah.
- Auskultasi : Bising usus (+) normoperisaltik.
- Palpasi : Supel, tidak teraba massa (-), hepatomegali (-), splenomegali (-),
nyeri tekan (-).
- Perkusi : Timpani diseluruh lapang perut.
 Ekstermitas : Akral hangat, CRT < 3 detik.. Tidak ada sianosis. Terdapat
penurunan massa otot dan lemak pada keempat ekstremitas. Tidak ada pitting
edema. Tidak ada ptekie maupun rash.

Pemeriksaan Neurologis:

1. Refleks fisiologis
a. Bisep : +/+
b. Triceps : +/+
c. Patella : +/+
d. Tendon Achilles : +/+
2. Sistem Motorik
a. Kekuatan:
5555/5555
-------------
5555/5555
b. Tonus otot : Normal pada seluruh ekstermitas
c. Cara berdiri dan berjalan : normal
d. Gerakan spontan abnormal : tidak ada

3. Refleks Patologis
a. Babinski : -/-
b. Chaddock : -/-
c. Gordon : -/-
d. Schaefer : -/-

12
e. Oppenheim : -/-
f. Hofman-Trommer : -/-

1. Pemeriksaan tanda rangsangan meningeal


a. Kaku kuduk : Negatif
b. Brudzinski I : Negatif
c. Kernig : Negatif
d. Brudzinski II : Negatif

2.4 Pemeriksaan Penunjang

Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 26/12/2023

Hematologi Nilai Nilai normal


Hb 11,4 11.0 – 15.0 g/dL
Leukosit 4,7 4.000 – 10.000/ ul
Hct 46 37 – 47 %
Trombosit 237.000 150 – 450 ribu/uL
HITUNG JENIS
Lymph 0,8 0,8 – 4.0
Mid 0,6 0,1 – 1,5
Gran 0,6 2.0 - 7
Lymph% 10,6 20 - 40 %
Mid% 7,6 3 - 15 %
Gran% 81,8 50.0 – 70.0 %
Kimia Darah Nilai Nilai normal
Gula Darah Sewaktu 96,7 <140 mg/dl

Hasil pemeriksaan Foto Thorax AP tanggal 26/12/23


Interpretasi:

- Ground glass opacity pada parahiller dan pericardial kedua paru

- Cor kesan tidak membesar, aorta normal

- Kedua hilus dan diafragma baik

- Tulang intak

Kesan : pneumonia bilateral

2.5 Resume

Pasien datang ke IGD RSDA diantar oleh keluarga dengan keluhan dispnea.
Keluhan diawali dengan batuk berdahak (+) dan pilek (+) dengan lendir berwarna
kuning kental sejak 2 hari SMRS. Keluhan demam (+) sejak 3 hari SMRS dan diare.
An.A tidak meminum ASI dan digantikan dengan pemberian susu formula hingga
saat ini. Riwayat imunisasi lengkap. Status gizi didapatkan gizi buruk dengan
perawakan normal. Pemeriksaan fisik didapatkan ronki pada kedua lapang paru dan
terdapat penurunan massa otot dan lemak pada keempat ekstremitas. Hasil
pemeriksaan penunjang radiologi didapatkan kesan pneumonia.

2.6 Diagnosa Kerja

- Gizi buruk tipe marasmus

14
- Pneumonia Bilateral
- GEA tanpe dehidras

2.7 Tatalaksana

Terapi Non-medikamentosa:

- Pantau tanda-tanda vital

- Tirah baring

- Diet lunak

- Edukasi: Banyak minum 2 L/hari

- Modifikasi gaya hidup sehat

Terapi Medikamentosa:

- IVFD Kaen 3B 12 tpm

- Inj Ceftriaxone 300 g/ 12 jam/ IV

- Inj. Gentamisin 40 mg/24 jam IV

- Inj. Dexametason 1 mg/8 jam IV

- Inj. Lansoprazole 7.5 mg/8 jam IV

- Nebul Combivent / 6jam

- F75 bahan dasar LLM 8x70 ml

- Drip. Farbion 1 amp/ 24jam/ IV

- PO Vometa 3 x 0,5 ml

- PO Mucera syr 3x 0,5 ml

- PO Azitromisin1x 50 mg

- PO Interlac 1 x 10 mg

- PO Asam Folat 1 x 10 mg

- PO Zink 1 x 10 mg
2.8 Prognosis

Quo ad Vitam : Ad bonam

Quo ad Functionam : Ad bonam

Quo ad Sanationam : Ad bonam

2.9 Follow Up

27/12/23
S Sesak sudah berkurang
Batuk +, tidak ada lender yang keluar
Demam +
BAB cair + 3x, ampas (-)
O  HR : 80 x / menit, regular, isi cukup
 RR : 20 x / menit, reguler
 Suhu : 38,6 °C
 SpO2 : 99%

A - Gizi buruk tipe marasmus


- Pneumonia Bilateral perbaikan
- GEA tanpa dehidrasi
P - IVFD Kaen 3B 12 tpm

- Inj Ceftriaxone 300 g/ 12 jam/ IV

- Inj. Gentamisin 40 mg/24 jam IV

- Inj. Dexametason 1 mg/8 jam IV

- Inj. Lansoprazole 7.5 mg/8 jam IV

- Nebul Combivent / 6jam

- F75 bahan dasar LLM 8x70 ml

- Drip. Farbion 1 amp/ 24jam/ IV

- PO Vometa 3 x 0,5 ml

- PO Mucera syr 3x 0,5 ml

16
- PO Azitromisin1x 50 mg

- PO Interlac 1 x 10 mg

- PO Asam Folat 1 x 10 mg

- PO Zink 1 x 10 mg

28/12/23
S Sesak sudah berkurang
Batuk +, tidak ada lender yang keluar
BAB cair + 1x, ampas (+)
O  HR : 80 x / menit, regular, isi cukup
 RR : 20 x / menit, reguler
 Suhu : 36,6 °C
 SpO2 : 99%

A - Gizi buruk tipe marasmus


- Pneumonia Bilateral perbaikan
- GEA tanpa dehidrasi perbaikan
P - IVFD Kaen 3B 12 tpm

- Inj Ceftriaxone 300 g/ 12 jam/ IV

- Inj. Gentamisin 40 mg/24 jam IV

- Inj. Dexametason 1 mg/8 jam IV

- Inj. Lansoprazole 7.5 mg/8 jam IV

- F75 bahan dasar LLM 8x70 ml

- PO Vometa 3 x 0,5 ml

- PO Mucera syr 3x 0,5 ml

- PO Azitromisin1x 50 mg

- PO Interlac 1 x 10 mg

- PO Asam Folat 1 x 10 mg

- PO Zink 1 x 10 mg
29/12/23
S Sesak sudah berkurang
Batuk +, demam tidak ada
BAB sudah mulai ada ampas dan tidak cair
O  HR : 70 x / menit, regular, isi cukup
 RR : 20 x / menit, reguler
 Suhu : 37 °C
 SpO2 : 99%

A - Gizi buruk tipe marasmus


- Pneumonia Bilateral perbaikan
- GEA tanpa dehidrasi perbaikan
P - IVFD Kaen 3B 12 tpm

- Inj Ceftriaxone 300 g/ 12 jam/ IV

- Inj. Gentamisin 40 mg/24 jam IV

- Inj. Dexametason 1 mg/8 jam IV

- F75 bahan dasar LLM 8x70 ml

- PO Vometa 3 x 0,5 ml (k

- PO Mucera syr 3x 0,5 ml

- PO Azitromisin1x 50 mg

- PO Interlac 1 x 10 mg

- PO Asam Folat 1 x 10 mg

- PO Zink 1 x 10 mg

30/12/23
S Sesak (-)
Batuk +, demam tidak ada
O  HR : 70 x / menit, regular, isi cukup
 RR : 20 x / menit, reguler
 Suhu : 36,5 °C

18
 SpO2 : 99%

A - Gizi buruk tipe marasmus


- Pneumonia Bilateral perbaikan
- GEA tanpa dehidrasi perbaikan
P - IVFD Kaen 3B 12 tpm  stop

- Inj Ceftriaxone 300 g/ 12 jam/ IV  stop

- Inj. Gentamisin 40 mg/24 jam IV  stop

- Inj. Dexametason 1 mg/8 jam IV  stop

- F75 bahan dasar LLM 8x70 ml

- PO Vometa 3 x 0,5 ml (k

- PO Mucera syr 3x 0,5 ml

- PO Azitromisin1x 50 mg

- PO Interlac 1 x 10 mg

- PO Asam Folat 1 x 10 mg

- PO Zink 1 x 10 mg

30/12/23
S Sesak (-)
Batuk +, demam tidak ada
O  HR : 70 x / menit, regular, isi cukup
 RR : 20 x / menit, reguler
 Suhu : 36,5 °C
 SpO2 : 99%

A - Gizi buruk tipe marasmus


- Pneumonia Bilateral perbaikan
- GEA tanpa dehidrasi perbaikan
P Pasien boleh pulang, obat pulang:
- PO Mucera syr 3x 0,5 ml

- PO Azitromisin1x 50 mg

- PO Interlac 1 x 10 mg

- PO Zink 1 x 10 mg

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

III. Gizi Buruk

3.1 Definisi
Gizi buruk adalah keadaan dimana tubuh tidak mendapat asupan gizi yang cukup,
malnutrisi dapat juga disebut keadaaan yang disebabkan oleh ketidak seimbangan di antara
pengambilan makanan dengan kebutuhan gizi untuk mempertahankan kesehatan. Ini bias
terjadi karena asupan makan terlalu sedikit ataupun pengambilan makanan yang tidak
seimbang. Selain itu, kekurangan gizi dalamtubuh juga berakibat terjadinya malabsorpsi
makanan atau kegagalan metabolik. Gizi buruk juga didefinisikan sebagai terdapatnya edema
pada kedua kaki atau adanya severe wasting (BB/TB < 70% atau <-3SD), atau ada gejala klinis

gizi buruk (kwashiorkor, marasmus, atau marasmik-kwashiorkor).4

3.2 Epidemiologi
Pada tahun 2018 secara global di seluruh dunia, 7,3% atau 49 juta anak balita
menderita gizi kurang (wasting) dan 2,4% atau hampir 17 juta anak menderita gizi buruk
(severely wasted). Lebih dari setengah anak-anak yang kurang gizi tinggal di wilayah Asia
Selatan, dan sisanya berada di wilayah Afrika sub-Sahara, dengan proporsi yang sama untuk
anak-anak gizi buruk. 15,2% dari prevalensi gizi kurang di Asia Selatan membutuhkan

20
perhatian serius untuk intervensi dengan program perawatan yang tepat. Indonesia termasuk
dalam kategori high (tinggi) kejadian wasting (>10%)6.

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan 2018


menunjukkan 17,7% bayi usia di bawah 5 tahun (balita) masih mengalami masalah gizi.
Balita yang mengalami gizi buruk sebesar 3,9% dan yang menderita gizi kurang sebesar
13,8%7.

Gambar 1 Proporsi Balita Mengalami Masalah Gizi (2017-2019) 7


3.3 Etiologi dan Faktor Risiko
Gizi buruk pada bayi dibawah usia 6 bulan dapat terjadi sejak di dalam
kandungan atau setelah lahir, atau akibat adanya penyakit/kelainan bawaann 1. Faktor risiko
gizi buruk pada bayi <6 bulan yaitu bayi berat lahir rendah (BBLR), asupan makanan yang
tidak adekuat, kelainan bawaaan, pola asuh yang tidak menunjang proses tumbuh kembang
bayi dan gangguan kesehatan ibu setelah melahirkan4,

Marasmus paling sering ditemukan pada balita 0-2 tahun yang tidak
mendapatkan cukup Air Susu Ibu (ASI). Penyebabnya antara lain karena masukan
makanan yang sangat kurang, infeksi, pembawaan lahir, prematur, penyakit pada masa
neonatus serta kesehatan lingkungan. Kwasiorkhor sering ditemukan pada anak usia 1-3
tahun yang kurang mendapatkan asupan protein13. Faktor Risiko penyebab penyakit gizi
buruk:
3.3.1.1 Menurut Unicef ada dua penyebab terjadinya gizi buruk, yaitu:

- Kurangnya asupan gizi dari makanan. Hal ini disebabkan terbatasnya jumlah
makanan yang dikonsumsi atau makannya tidak memenuhi unsur gizi yang
dibutuhkan karena alasan social dan ekonomi yang kemiskinan

- Akibat terjadinya penyakit yang menyebabkan infeksi.

3.3.1.2 Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), ada tiga factor penyebab gizi buruk
pada balita, yitu:

- Keluarga miskin

- Ketidaktahuan orang tua atas pemberian gizi yang baik bagi anak

- Factor penyakit bawaan: jantung, TBC, HIV, saluran pernafasan dan diare

Penyebab utama gizi kurang dan gizi buruk tidak satu.Penye bab pertama adalah
faktor alam. Secara umum tanah terkenal sebagai daerah tropis yang minim curah hujan.
Kadang curah hujannya banyak tetapi dalam kurun waktu yang sangat singkat. Akibatnya,
hujan itu bukan menjadi berkat tetapi mendatangkan bencana banjir. Tetapi, beberapa
tahun belakangan ini tidak ada hujan menjadi kering kerontang Tanaman jagung yang
merupakan penunjang ekonomi keluarga sekaligus sebagai makanan sehari-hari rakyat
gagal dipanen.

Akibatnya, banyak petani termasuk anak-anak, terutama yang tinggal di


daerahpelosok, memakan apa saja demi mempertahankan hidup. Dikhawatirkan gizi yang
22
kuang dan bahkan buruk akan memperburuk pertumbuhan fisik dan fungsi-fungsi
otak.Kalau ini terjadi, masa depan anak-anak ini dipastikan akan sangat kelam dan buram.

Penyebab kedua adalah faktor manusiawi yaitu berasal dari kultur sosial
masyarakat setempat. Kebanyakan masyarakat petani bersifat 'one dimensional,'
yaknimasyarakat yang memang sangat tergantung pada satu mata pencaharian saja.
Banyak orang menanam makanan 'secukup'nya saja, artinya hasil panen itu cukup untuk
menghidupi satu keluarga sampai masa panen berikutnya. Belum ada pemikiran untuk
membudidayakan hasil pertanian mereka demi meraup keuntungan atau demi
meningkatkan pendapatan keluarga. Adanya budaya 'alternatif' yaitu memanfaatkan
halaman rumah untuk menanam sayur-mayur demi menunjang kebutuhan sehari-hari.

3.4 Klasifikasi
Berdasarkan ada/tidaknya kompllikasi, gizi buruk dikategorikan sebagai berikut:

3.4.1 Gizi Buruk tanpa komplikasi


2) Lingkar lengan atas <11,5 cm untuk balita berusia 6-59 bulan
3) BB/TB kurang dari -3SD
4) Adanya edema bilateral dengan derajat +1 atau +219.

Gambar 2 Klasifikasi edema pada balita gizi buruk8.


3.4.2 Gizi buruk dengan komplikasi yang ditandai oleh hal tersebut diatas dan adanya satu
atau lebih komplikasi berikut:
1) Anoreksia
2) dehidrasi berat
3) letargi atau penurunan kesadaran
4) demam tinggi
5) pneumonia berat
6) anemia berat1.
3.5 Patofisiologi

Asupan energi yang tidak adekuat menyebabkan berbagai adaptasi fisiologis,


seperti pertumbuhan terhambat, kehilangan lemak, otot, lemak visceral, penurunan
metabolic basal dan penurunan total energi10.

Secara umum, marasmus terjadi ketika asupan energi (karbohidrat) tidak


mencukupi kebutuhan tubuh. Akibatnya, cadangan makanan yang ada ditubuh
berkurang, sehingga menyebabkan tubuh kehilangan jaringan otot dan lemak 4,5..
Selama tubuh dalam kondisi kelaparan jangka pendek (beberapa hari puasa), asam
lemak bebas dan badan keton dioksidasi menggunakan simpanan lemak yang tersedia
di adiposa dan protein myofibrial dipecah menjadi asam amino dan diubah menjadi
glukosa melalui gluconeogenesis. Setelah beberapa hari dalam kondisi lapar (lemak
tubuh telah habis), protein myofibrillar secara ekstensif dipecah untuk
mempertahankan proses metabolisme5. Regulasi jangka pendek bergantung pada
insulin dan glucagon, sedangkan jangka panjang bergantung pada hormone (tiroid,
katekolamin, kotrtikosteroid) 5.

Pada kwashiorkor, konsumsi karbohidrat sudah cukup, tetapi asupan protein


menurun yang menyebabkan penurunan sintesis protein visceral. Hal ini menyebabkan
terjadi hypoalbuminemia yang mempengaruhi tekanan onkotik dalam tubuh dan
berakibat pada akumulasi cairan ekstravaskuler. Malnutrisi energi-protein juga
melibatkan beberapa asupan nutrisi esensial pada tubuh. Kadar seng serum yang
rendah menyebabkan ulserasi pada kulit dan berkolerasi erat dengan adanya edema,
pertumbuhan terhambat dan wasting yan parah 4.

Pada keadaan wasting yang parah, sekresi insulin berkurang yang


menyebabkan proses lipolitik dan proteolitik serta pelepasan asam lemak bebas dan
asam amino ke dalam aliran darah. Asam lemak bebas diambil oleh jaringan otot untuk
oksidasi, diambil leh hati untuk produksi ATP dan sinteis protein esensial dan glukosa.
Pada keadaan kwasiokor, respon adaptif ini terganggu, sehingga menyebabkan
pelepasan asam lemak bebas dari jaringan adiposa dan asam amino dari jaringan otot
berkurang. Kerusakan mitokondria di hati dikaitkan dengan peningkatan spesies
oksigereaktif (ROS) dan penurunan glutathione 5.

24
Gambar 3 Proses metabolisme keadaan wasting yang parah5.

Gambar 4. Patofisiologi marasmus dan kwashiokor5

3.6 Diagnosis Gizi Buruk

Anamnesis

Keluhan yang sering ditemukan adalah pertumbuhan yang kurang, anak kurus atau
berat badannya kurang. Selain itu ada keluhan anak kurang atau tidak mau makan, sering
menderita sakit yang berulang atau timbulnya bengkak pada kedua kaki kadang sampai
seluruh tubuh14.
Hal yang perlu ditanyakan untuk identifikasi gizi buruk yaitu food recall, riwayat
pemberian ASI, imunisasi, berat badan lahir, riwayat perkembangan, jadawal periksa ke
posyandu, jika terdapat tanda gizi buruk yang jelas, tanyakan sejak kapan ,penyakit
penyerta, ika anak sudah kooperatif, tanyakan apakah anak mengalami kesulitan melihat
saat sore hari, apakah anak tidak nafsu makan.
Tanda dan gejala berdasarkan defisiensi mikronutrien:

- Besi: lemah, anemia, penurunan kongnitif, sakit kepala, glossitis, dan perubahan kuku

- Iodine: goiter, perkembangan terhambat, dan retardasi mental

- Vitamin D : pertumbuhan kurang, rickettsia dan hipokalemia

- Vitamin A: rabun senja, xerophtalmia, perubahan rambut

- Folate: glossitis, anemia dan neural tube defects

- Zinc: anemia, dwarfisme, hepatosplenomegaly, hiperpigmentasi dan hipogonadisme,


acrodermatitis enterohepatica9.

Pemeriksaan fisik

Kwashiorkor:

- Perubahan mental sampai apatis

- Anemia

- Perubahan warna dan tekstur rambut, mudah dicabut atau rontok

- Gangguan sistim gastrointestinal

- Pembesaran hati

- Perubahan kulit

- Atrofi otot

- Edema simetris 1,3,.

Gambar 5 Kondisi balita kwasiokor

Marasmus:

- Penampilan wajah seperti orang tua, terlihat sangat kurus

26
- Perubahan mental, cengeng

- Kulit kering, dingin dan mengendor, keriput

- Lemak subkutan menghilang hingga turgor kulit berkurang

- Otot atrofi sehingga kontur tulang terlihat jelas

- Kadang-kadang bradikardi

- Tekanan darah lebih rendah dibandingkan anak sehat yang sebaya 1.

Gambar 6 Kondisi balita Marasmus

Antropomteri :

Tabel 1 Penentuan status gizi menurut kriteria Waterlow, WHO 2006 dan CDC 2000 11,12.

Anak didiagnosis gizi buruk apabila:

 BB/TB < -3 SD atau <70% dari median (marasmus)

 Edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh (kwashiorkor: BB/TB >-3SD
atau marasmik-kwashiorkor: BB/TB <-3SD

 Jika BB/TB atau BB/PB tidak dapat diukur, dapat digunakan tanda-tanda klinis gizi
buruk untuk mendiagnosis 3.
Tabel 2 Kriteria Diagnosis Gizi Buruk 15

Pemeriksaan penunjang
Darah lengkap , sedimen, elektrolit, tes Mantoux, radiologi, Urinalisis, Kultur sesuai
dengan kebutuhan1.

3.7 Tatalaksana

Anak dengan gizi buruk kronik membutuhkan intake kalori lebih dari 120-150
kcal/kg/haru untuk mencapai berat yang cukup. Tujuan dari manajemen gizi buruk adalah
untuk mencegah kematian jangka pendek, mencapai pemulihan nutrisi yang berkelanjutan
untuk mengurangi kerentanan terhadap infeksi yang mengancam jiwa dan untuk mendukung
perkembangan neurokognitif 5.

Gambar 7 Alur penapisan balita gizi buruk/kurang dan jenis layanan yang diperlukan17e

28
2.7.1 Rawat jalan
Balita usia 5-59 bulan dengan gizi buruk tanpa komplikasi. Layanan ini
dilakukan di fasilitas kesehatan primer17.
3.7.1.1 Konfirmasi status Gizi
• Pengukuran BB, TB dan LiLA. Semua hasil pengukuran dicatat di buku KIA
• Periksa apakah ada edema bilateral dan tentukan derajatnya 17.

3.7.1.2 Pelayanan rawat jalan


• Setiap balita yang berobat ke tenaga medis atau berkunjung di fasilitas
kesehatan diperiksa dengan pendekatan MTBS
• Prosedur yang dilakukan dimulai dari anamnesis hingga pemeriksaan
penunjang sesuai kebutuhan
• Pemberian obat sesuai hasil pemeriksaa diberikan saat pertama kali balita
masuk rawat jalan, walaupun tidak ada gejala klinis infeksi: Amoksisilin (15
mg/kg per oral setiap 8 jam) selama 5 hari
• Parasetamol hanya diberikan pada demam lebih dari 38°C. Pantau suhu tubuh
balita dan bila demam > 39°C, rujuk balita ke rawat inap.

3.7.1.3 Kebutuhan gizi untuk balita gizi buruk tanpa komplikasi

• Energi : 150-220 kkal/kgBB/hari


• Protein : 4-6 g/kgBB/hari
• Cairan : 150 -200 ml/kgBB/hari17

Pemenuhan kebutuhan gizi ini dapat dilakukan dengan pemberian F-100 atau
RUTF

• Bila menggunakan F-100 diberikan dalam bentuk kering (susu, gula,


minyak) diberikan untuk keperluan 2 hari, karena pada suhu ruang
hanya dapat bertahan 2x24 jam. Pada tahap awal, balita yang beratnya
kurang dari 7 kg hanya diberi F-100. Bila BB ≥ 7 kg maka diberikan
2/3 total kebutuhan kalori berupa F-100, sisanya diberikan berupa
makanan yang mengandung tinggi protein hewani dan tinggi
energi/minyak
• Bila menggunakan RUTF, maka dilakukan tes nafsu makan. Jumlah
RUTF yang diberikan sesuai dengan berat badan balita dan diberikan
untuk 7 hari17.

3.7.1.4 Konseling

Prosedur yang dilakukan pada saat kunjungan ulang (seminggu sekali) adalah
penilaian kemajuan dengan menimbang berat badan, periksa edema dan kondisi
klinis lainnya. Target berat badan minimal 5 g/kgBB/hari atau 50 g/kgBB/mnggu.
Hitung ulang kebutuhan makanan sesuai dengan berat badan terakhir 17.

Prosedur yang dilakukan sebulan sekali pada balita yang menjalani rawat jalan
yaitu melakukan seperti kunjungan mingguan dan mengukur TB dan lingkar
kepala, berikan obat-obatan rutin dan layanan kesehatan lain (misalnya imunisasi).
Tidak ada durasi minimum bagi balita gizi buruk untuk menjalani rawat jalan.
Balita dinyatakan pulih bila indicator antropometeri untuk status gizi mencapai
normal, tidak ada edema dan anak secara klinis membaik selama 2 minggu
berturut- turut (2 kali kunjungan) 17..

Gambar 8 Kriteria masuk dan keluar layanan rawat jalan balita gizi buruk17

Pemindahan ke rawat inap diperlukan jika: berat badan turun atau tetap sejak
kunjungan terahir, nafsu makan tidak ada atau ditemukan tanda-tanda komplikasi17.

2.7.2 Rawat Inap


- Bayi <6 bulan dengan gizi buruk (dengan atau tanpa komplikasi);
- Balita gizi buruk usia 6-59 bulan dengan komplikasi dan atau penyakit penyerta
yang diduga dapat menyebabkan gizi buruk, seperti TB dan HIV;
- Semua bayi berusia diatas 6 bulan dengan berat badan kurang dari 4 kg (10)
Rawat inap dilakukan di puskesmas perawatan yang mampu memberi
pelayanan balita gizi buruk dengan komplikasi (kecuali pada bayi <6 bulan harus
di rumah sakit), RS pratama, serta RS tipe C, B dan A. Pada rawat inap, keluarga
tetap berperan mendampingi balita yang dirawat17. Tiga fase dalam terapi rawat
inap yaotu fase stabiliasai, fase transisi, fase rehabilitasi17.
30
1. Rawat inap pada balita 6-59 bulan gizi buruk

Gambar 9 10 Langkah utama tatalaksana gizi buruk menurut fasenya17

A. Fase stabilisasi
Pada fase ini diprioritaskan penanganan kegawatdarurtan yang mengancam jiwa yaitu
hipoglikemia, hipotermia, dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit dan infeksi.
Langkah 1: hipoglikemia

Semua balita gizi buruk berisiko mengalami hipoglikemia (kadar glukosa darah
yang sangat rendah (<3 mmol/liter atau <54 mg/dl), sehingga setiap balita gizi buruk
diberi makan atau larutan gluosa 10% segera setelah masuk layanan rawat inap.
Pemberian makanan yang sering tiap 2 jam sangat penting dilakukan pada anak gizi
buruk.

o Berikan 50 ml larutan glukosa 10% (1 sendok teh munjung gula pasir dalam
50 ml air) secara oral / melalui NGT, segera dilanjutkan dengan pemberian F-
75.
o F-75 yang pertama atau modifikasinya diberikan 2 jam sekali dalam 24 jam
pertama,dilanjutkan setiap 2-3 jam, siang dan malam selama minimal dua hari.
o Bila masih mendapat ASI, terusan.
o Jika anak tidak sadar/letargi, berikan larutan glukosa 10% secara intravena
(bolus) sebanyak 5 ml/kgBB atau larutan glukosa 50 ml dengan NGT. Jika
glukosa IV tidak tersedia, berikan satu sendok teh gula ditambah 1 atau 2 tetes
air di bawah lidah, dan ulangi setiap 20 menit untuk mencegah terulangnaya
hipoglikemia17.
Langkah 2: Hipotermia

Hipotermia (suhu aksilar kurang dari 36 oC) sering ditemukan pada balita gizi
buruk dan jika ditemukan bersama hipoglikemia menandakan adanya infeksi berat17.
Hangatkan tubuh balita dengan menutup seluruh tubuh, dapat juga digunakan pemanas
atau letakkan balita langsung pada perut dada atau perut ibunya 17. Ukur suhu aksila
setiap 2 jam sampai suhu meningkat menjadi 36,5°C atau lebih . jika menggunakan
pemanas, ukur suhu tiap setengah jam.

Langkah 3 dan 4: Dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit

Semua balita gizi buruk dengan diare atau penurunan jumlah urin dianggap
mengalami dehidrasi ringan. Hypovolemia dapat terjadi bersamaan dengan adanya
edema17. Tatalaksana yang diberikan tergantung kondisi kegawatdaruratan yang
ditemukan:

o Jangan gunakan infus untuk rehidrasi, kecuali pada aksus dehidrasi berat
dengans yok
o Berikan ReSoMal secara oral atau NGT, lakukan lebih lambat dari rehidrasi
pada anak dengan gizi baik:
 Beri 5 ml/kgBB setiap 30 menit untuk 2 jam pertama

 Berikan ReSoMal 5-10 ml/kgBB/jam berselang-seling dengan F-75


dengan jumlah yang sama, setiap jam selama 10 jam. Jumlah yang
pasti tergantung seberapa banyak anak mau, volume tinja yang
keluar dan apakah anak muntah. ReSoMal mengandung Natrium
yang rendah, Kalium lebih tinggi, plus Mg, Zn dan Cu untuk
mengatasi defisiensi mineral. 70-100 ml ReSoMal/kgBB
mengembalikan hidrasi normal.

32

Gambar 10 Cara membuat cairan ReSoMal


o Selanjutnya berikan F-75 teratur setiap 2 jam

o Jika masih diare, beri ReSoMal setiap kali diare. Untuk usia <2 tahun: 50-100
ml setiap buang air besar, usia ≥ 2 tahun : 100-200 ml setiap buang air besar
o Jika balita gizi buruk dalam keadaan syok atau dehidrasi berat tetapi tidak
memungkinkan diberi rehidrasi oral, maka rehidrasi diberikan melalui infus
cairan Ringer Laktat dan Dextrosa/Glukosa 10% dengan perbandingan 1:1.
Jumlah cairan yang diberikan 15 ml/kgBB selama 1 jam atau 5
tetes/menit/kgBB17.
Tanda membaiknya hidrasi antara lain kembalinya air mata, mulut basah,
cekung mata dan fontanel berkurang serta turgor kulit membaik. Jika sulit dinilai
pantau berat badan. Bila ditemukan tanda kelebihan cairan (Frekuensi nafas
meningkat 5x/menit dan frekuensi nadi 15x/menit), hentikan segera pemberian cairan
dan lakukan penilaian ulang setelah 1 jam17. Anak dengan gizi buruk harus diberikan
vitamin A (50.000 U, 100.000 IU, atau 200.000 IU tergantung usia) 10.

Langkah 5: Infeksi
Semua balita gizi buruk dianggap menderita infeksi pada saat datang kef askes
dan segera diberikan antibiotik spektrum luas.

o Bila tanpa komplikasi, beri amoksisilin (15 mg/kg per oral setiap 8 jam)
selama 5 hari.
o Pada balita gizi buruk dengan komplikasi (hipoglikemia, hipotermia,
penurunan kesadaran atau terlihat sakit) atau komplikasi lainnya diberikan
antibiotika parenteral (IM/IV)
 Ampisilin 50 mg/kg IM atau IV setiap 6 jam selama 2 hari,
kemudian dilanjutkan dengan Amoksisilin oral (225-40 mg/kgBB
setiap 8 jam selama 5 hari)
 Ditambah Gentamisin 75 mg/kg IM atau IV sehari sekali selama 7
hari
 Pemberian obat antihelmintik diberikan setelah balita memasuki
fase rehabilitasi. Berikan pyrantel pamoat dosis tunggal atau
albendazole dosis tunggal setelah pemeriksaan tinja positif
menderita kecacingan, sedangan pada balita yang tidak terdiagnosa
kecacingan tetap diberikan Mebendazole pada hari ke 7 setelah
dirawat inap  dafpus
o Jika terdapat anoreksia setelah pemberian antibiotika, lanjutkan terapi sampai
10 hari. Lakukan penilaia ulang menyeluruh17.
Pada fase stabilisasi, balita gizi buruk diberikan F-75 yang merupakan
formula rendah protein (pada fase ini protein tingi dapat meningkakan risiko
kematian), rendah laktosa, mengandung zat gizi makro dan mikro seimbang,
diberikan dalam jumlah sedikit tapi sering. Makanan diberikan secara oral atau NGT
dengan jumlah dan frekuensi sesuai tabel 4. Jumlah energi/kalori : 100
kkal/kgBB/hari dan protein 1-1,5 g/kgBB.hari. Cairan 130 ml/kkgBB/hari , namun
jika ada edema diberi 100 ml/kgBB.hari. Bila masih mendapat ASI, teruskan.

Tabel 3 Jumlah dan frekuensi pemberian F-75 pada balita gizi buruk tanpa edema17

Tabel 4 Kebutuhan zat gizi untuk balita gizi buruk menurut fasenya17

Tabel 5 Komposisi F-75 dan F-10017. 34


Tabel 6 Jumlah F-75 perkali makan untuk anak edema berat
Peningkatan jumlah dan frekuensi F-75 dilakukan bertahap bila makanan dapat
dihabiskan dan tidak ada reaksi muntah atau diare.

Langkah 6: Defisiensi gizi mikro

Semua anak gizi buruk mengalami defisinesi vitamin dan mineral. Meskipun
sering di temukan anemia, zat besi tidak boleh diberikan pada fase stabilisasi, dan
diberikan setelah anak mempunya nafsu makan baik dan mulai bertambahnya berat
badannya (fase rehabilitasi) 17.

B. Fase Transisi

Langkah 7: memberikan makanan stabilisasi dan transisi

Fase ini ditandai oleh transisi dari kondisi stabil ke kondisi yang
memenuhi syarat untuk menjalani rawat jalan. Fase transisi dimulai ketika:

o Komplikasi medis teratasi

o Tidak ada hipoglikemia

o Nafsu makan pulih

o Edema berkurang

Pengelolaan fase transisi, yaitu:

- Transisi ke layanan rawat jalan, jika bersedia


- Transisi ke layanan rawat inap fase rehabilitasi jika rawat layanan rawat jalan
tidak tersedia

C. Fase Rehabilitasi

Langkah 8: Memberikan nutrisi tumbuh kejar

Transisi dilakukan secara bertahap dari F-75 ke F-100 selama 2-3 hari, sesuai
kondisi.

 Formula F-75 diganti menjadi F-100 dalam volume yang sama seperti pemberian
F-75 yang terakhir selama 2 hari. Berikan formula tumbuh kejar (F-100) yang
mengandung 100 kkal/100 ml dan 2,9 protein/100 ml.
 Pada hari ketiga: F-100 dinaikkan sebanyak 10 ml/kali pemberian sampai balita
tidak mampu menghabiskan/tersisa sedikit. Setelah transisi bertahap, berikan
dalam frekuensi sering dengan jumlah kalori : 150-220 kkal/kgBB/hari dan
protein 4-6 g/kgBB/hari17.
Hal yang perlu dihindari pada fase ini adalah terjadinya gagal jantung. Gejala
dini gagal jantung yaitu nadi cepat dan nafas cepat. Bila keduanya meningkat
yaitu pernafasan naik 5x/menit dan nadi naik 25x/menit yang menetap selama 2
kali pemeriksaan masing-masing dengan jarak 4 jam berturut-turut, maka hal ini
merupakan tanda bahaya, Langkah-langkah yang dapat dilakukan:
 Volume makanan dikurangi menjadi 100 ml/gBB/hari diberikan tiap dua jam
 Volume makanan ditingkatkan perlahan-lahan sebagai berikut:
B. 115 ml/kgBB/hari selama 24 jam berikutnya
C. 130 ml/kgBB/hari selama 48 jam berikutnya Selanjutnya tingkatkan setiap kali
makan dengan 10 ml
 Cari penyebab dan atasi 17.

Kemajuan terapi dinilai dari kecepatan kenaikan beart badan setelah fase
transisi dan mendapat F-100.

• Timbang dan catat berat badan setiap pagi sebelum makan. Hitung dan
catat kenaikan berat badan setiap 3 hari dalam g/kgBB/hari

• Bila kenaikan berat badan: Kurang yaitu < 5 g/kgBB/hari, balita


membutuhkan penilaian ulang lengkap Sedang, kenaikan berat badan 5-10

36
g/kg/hari perlu diperiksa apakah target asupan terpenuh atau ada infeksi
yang tidak terdeteksi Baik yaitu berat badan >10 g/kgBB/hari

Langkah 9: stimulasi sensorik dan emosional

Hal yang perlu dilakukan yaitu ungkapan kasing saying, terapi bermain
terstruktur selama 15-30 menit/hari, aktivitas fisik segera setelah balita cukup sehat,
keterlibatan ibu dan anggota keluarga sesering mungkin17.

Langkah 10: Tindak lanjut di rumah


Kriteria pulang dari rawat inap dan pindah ke layanan rawat jalan;
- Tidak ada komplikasi medis
- Edema berkuang
- Nafsu makan baik

- Secara klinis baik17.

Kegagalan pengobatan yaitu:

- Primer:

 Hari ke 4: tidak ada nafsu makan

 Hari ke 10: edema belum menghilang

- Sekunder:

 Fase rehabilitasi: kenaikan BB <5 g/kg/hari


2. Rawat inap pada bayi gizi buruk <6 bulan
Tatalaksana berdasarkan status pemberian ASI karena dalam 6 bulan
pertama kehidupannya makanan bayi adalah ASI eksklusif

a. Ada kemungkinan pemberian ASI:

 Bayi masih mendapat ASI tapi kurang gizi

 Bayi sudah tidak mendat ASI tetapi ibu masih ingin menyusu

 Bayi sudah berhenti menyusu tetapi ada ibu pesusuan

i. Fase stabilisasi

 Atasi komplikasi sesuai protocol umum

 Mulai refeeding dengan susu formula pengganti , segera beri


F-75/F- 100 yang diencerkan, bila tidak ada keduanya berikan susu
formula dan teruskan pemberian tiap 2-3 jam
 Bila ASI masih ada dan bayi mampu menghisap, satu jam sebelum
F75/F-100 yang diencerkan/formula, berikan ASI lebih kurang 20
menit, siang dan malam, ASI merupakan maanan tambahan.
 Bila ASI masih ada tetapi bayi tidak mampu menyusui, bantu ibu
memerah ASI dilakukan minimal 8x/hari selama 20-30 menit tiap
kali, berikan dengan cara drip-drop/cangkir/NGT
 Bila ASI tidak ada atau sudah berhenti, anjurkan relaktasi, berikan
F75/F-100 yang diencerkan dengan supplementer17.
ii. Fase transisi

Formula yang digunakan tetap sama, transisi yang terjadi adalah


mengupayakan agar bayi semakin banyak mendapat ASI17.

iii. Fase rehabilitasi

Menurunkan jumlah formula yang diberikan, mempertahankan


kenaikan berat badan, lanjutkan ASI17.

Kemajuan klinis pada bayi dinilai dari kenaikan berat badan setiap hari:

- Bila berat badan turun atau tidak naik selama 3 hari tetapi bayi tampak lapar dan
menghabiskan semua formula yag diberikan, tambahkan 5 ml pada setiap
pemberian formula.
- Bila setelah beberapa hari bayi tidak menghabisan jatah formulanya tetapi BB
tetap naik, berarti asupan ASI meningkat dan bayi mendapat cukup asupan
Kriteria pulang:

- Relaktasi menghisap efektif, kenaikan berat badan minimal 20 g/hari selama 5


hari berturut-turut hanya dengan mengonsumsi ASI
- Tidak ada edema bilateral selama 2 minggu

- Kondisi klinis baik, bayi sadar dan tidak ada masalah medis

- Ibu sudah mendapat konseling cukup


b. Tidak ada kemungkinan pemberian ASI

o Bayi tidak pernah mendapat ASI

38
o Bayi sudah berhenti menyusui dan tidak ada ibu pesusuan

o Tidak ada ibu dan ibu pesusuan17


i. Fase stabilisasi
• Antibiotika : amoksisilin diberikan 15 mg/kg.kali selama 5 hari selama 5
hari sedangkan untuk bayi dengan berat badan di bawah 3 kg diberikan
setiap 12 jam
• Vitamin A 50.000 SI dosistunggal pada hari pertama
• Asam folat 2,5 mg dosis tunggal
• Sufas ferrous diberikan segera setelah bayi dapat menghisap dengan baik
dan berat badan naik
• Harus diberikan F-75 atau F-100 yang diencerkan.
• Bayi dengan edema harus selalu diberi F-75 di fase stabilisasi
• Kriteria peralihan dari fase stabilisasi ke fase transisi: Nafsu makan
Kembali dan Edema hilang

ii. Fase transisi


 Hanya diberikan F-100 yang diencerkan
 Jumlah F-100 yang diencerkan dinaikkan 1/3 dari jumlah pada fase
stabilisasi
 Kriteria beralih dari fase transisi ke fase rehabilitasi
• Nafsu makan baik minimal bisa menghabiskan minimal 90%
pada fase transisi
• Edema hilang pada bayi
• Minimal 2 hari pada fase transisi
• Tidak ada masalah medis

iii. Fase rehabilitasi


 Hanya diberikan F-100 yang digunakan
 Jumlah F-100 yang diencerkan diberikan 2 kali jumlah fase stabilisasi

2.8 Komplikasi
Penyebab kematian tersering yaitu:
 24 jam : hipoglikemia, hipotermia, dehidrasi, septiemia, anemia berat, overload
cairan
 72 jam : refeeding syndrome, ketidakseimbangan elektrolit, antibiotic
 Malam hari: hipotermia, hipoglikemia
 Pemberian F-100: terlalu cepat dan terlalu banyak

2.9 Pencegahan dan Edukasi

1. Pencegahan gizi buruk pada balita

a. Upaya perbaikan status gizi ibu sejak masa remaja, yang dilanjutan dengan:

 Upaya peningkatan kesehatan ibu sebelum hamil antara lain dengan


menghindari kehamilan 4 terlalu (Terlalu muda, teralu tua, terlalu dekat
jarak kehamulan dan terlalu banyak), mengatasi anemia, penyakit infeksi
atau penyakit kronis pada ibu
 Penerapan pola hidup sehat

b. Pemenuhan kebutuhan gizi balita yang dimulai sejak lahir, dengan standar emas
makanan bayi
 Inisiasi menyusu dini (<1 jam setelah lahir)

 ASI eksklusif dalam 6 bulan pertama kehidupan

 Makanan pendamping ASI mulai diberikan pada usia 6 bulan dan diberikan
secara tepat waktu, kandungan gizi cukup dan seimbang, aman dan
diberikan secara benar
 ASI dilanjutkan sampai anak berusia 2 tahun atau lebih

c. Penapisan massal untuk menemukan hambatan pertumbuhan dan gizi kurang


secara berkala.
d. Perhatian khusus diberikan kepada bayi dan balita denfan faktor risiko mengalami
kekurangan gizi, misalnya:

 Bayi yang dilahirkan dengan ibu kurang energi kronis (KEK) dan/atau ibu
usia remaja: bayi yang lahir prematuBBLR, kembar, lahir dengan kelainan
bawaan
 Balita dengan infeksi kronis atau infeksi akut berulang dan adanya sumber
penularan penyakit dari dalam/luar rumah
 Balita yang berasal dari keluarga dengan status sosio ekonomi kurang

 Balita berkebutuhan khusus

40
 Balita yang berada di lingkungan yang terkenala akses air bersih dan/atau
hygiene dan sanitasi yang buruk
2. Pencegahan gizi buruk pada balita 6-59 bula
 Asupan makanan sesuai dengan umur

 Mencegah terjadinya infeksi

 Kekebalan tubuh terhadap infeksi antara lain dipengaruhi kelengkapan


pemberian imunisasi dasar

Gambar 11 Kebutuhan Gizi sepanjang usia17


PNEUMONIA

2.1 Definisi
Pneumonia adalah infeksi pada saluran napas bawah yang berkaitan dengan
jalan napas dan parenkim paru dengan konsolidasi ruang alveolar.Pneumonia
disebabkan oleh patogen yang menular baik dari inhalasi, aspirasi, invasi epitel

saluran napas, atau secara hematogen. Infeksi saluran napas bawah sering digunakan

untuk mencakup bronkhitis, bronkiolitis, pneumonia, atau kombinasi ketiganya.20,21


2.2 Etiologi
Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme (virus/bakteri)

dan sebagian kecil disebabkan oleh hal lain (aspirasi dari makanan atau sekret
lambung, benda asing, dan hidrokarbon; radiasi atau obat; reaksi hipersensitivitas; dan

lain-lain)21

Tabel 7 Patogen yang Sering Menyebabkan Pneumonia21

2.3 Faktor Risiko


Terdapat berbagai faktor risiko yang menyebabkan tingginya angka mortalitas
pneumonia pada anak balita di negara berkembang. Faktor risiko tersebut adalah:
pneumonia yang terjadi pada masa bayi, berat badan lahir rendah (BBLR), tidak
mendapat imunisasi, tidak mendapat ASI yang adekuat, malnutrisi, defisiensi vitamin
A, kepadatan hunian, tingginya prevalens kolonisasi bakteri patogen di nasofaring,
tingginya pajanan terhadap polusi udara (polusi industri atau asap rokok),
imunokompeten, defek anatomi bawaan, dan kondisi imunokompromais21

1
2.4 Patogenesis
Pneumonia terjadi melalui invasi pathogen di saluran pernapasan bawah.
Barrier pada saluran napas terhadap infeksi adalah struktur anatomi, meliputi rambut

hidung, konka, epiglottis, serta silia, dan imunitas humoral dan selular 21,23. Mekanisme
pertahanan pulmonal meliputi respon imun, refleks batuk, bersin, dan klirens
mukosilia, makrofag, dan immunoglobulin A, yang memproteksi individu dari
pneumonia. Pada pneumonia terjadi kerusakan ekosistem respiratori bawah yang
kompleks sehingga terjadi interaksi dinamis antara patogen penyebab pneumonia,
komunitas mikroba, dan pertahanan system imun host21
Patogen dapat menyebar secara secara (1) aspirasi secret orofaring yang terdiri
atas bakteri flora normal dan/atau cairan lambung (20 – 30%); (2) inhalasi
kontaminan (virus, Mycoplasma); atau (3) kontaminasi dari sirkulasi sistemik
(hematogen). Infeksi dapat mengakibatkan kerusakan atau kematian epitel saluran
pernapasan, peradangan interstisial, atau cedera alveolus. Alveolus terisi oleh eksudat
dan leukosit, yang mengganggu oksigenasi dan menyebabkan kolaps, sehingga terjadi
V/Q (ventilation-perfusion) mismatch akibat gangguan difusi gas
Secara keseluruhan, virus mendominasi pneumonia anak yang lebih muda,
meskipun organisme bakteri atipikal, jamur, parasit, dan oportunistik juga dapat

menyebabkan pneumonia anak25 Pneumonia virus biasanya terjadi karena penyebaran


infeksi pada jalan napas disertai kerusakan epitel respiratori sehingga mengobstruksi
jalan napas oleh edema, sekret abnormal, dan debris selular. Atelectasis, edema
interstisial, dan hipoksemia dapat terjadi karena adanya V/Q mismatch oleh obstruksi

jalan napas20.

2
Gambar 12 Patogenesis dan Temuan Klinis Pneumonia Pediatri14

2.5 Klasifikasi

A. Klasifikasi berdasarkan predileksi lokasi atau luasnya infeksi terjadi, yaitu:19

- Pneumonia lobaris
Pneumonia lobaris merupakan peradangan pada semua atau sebagian
besar satu atau lebih segmen paru.
- Pneumonia lobularis (bronkopneumonia)
Mengacu pada peradangan paru-paru yang berpusat di bronkiolus dan
mengarah ke produksi eksudat mukopurulen yang menghalangi
beberapa saluran udara kecil dan menyebabkan patchy consolidation
dari lobulus yang berdekatan.
- Pneumonia interstisialis (bronkiolitis)
Peradangan interstitium, yang terdiri dari dinding alveoli, kantung dan
duktus alveolar, jaringan peribronkial, serta interlobular. Pneumonitis
interstitial adalah karakteristik infeksi virus akut tetapi juga bisa
menjadi proses inflamasi atau fibrosis kronis.

3
Gambar 13 Klasifikasi Pneumonia Berdasarkan Lokasi5

B. Berdasarkan asal infeksi26


i) Pneumonia yang didapat dari masyarakat (community acquired
pneumonia/CAP)
Pneumonia pada anak yang sebelumnya sehat, disebabkan oleh agent
infeksius yang di dapat di luar rumah sakit (dari komunitas).
ii) Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (hospital acquired
pneumonia/ HAP)
Pneumonia yang terjadi 48 jam atau lebih setelah masuk rumah sakit
pada pasien yang sebelumnya tidak ada tanda-tanda pneumonia. HAP
diklasifikasikan menjadi early onset (setelah 48 – 96 jam) dan late
onset (>96 jam).

iii) Ventilator associated pneumonia (VAP): Tipe HAP yang mengenai


pasien yang terventilasi secara mekanik. VAP merupakan pneumonia
yang terjadi lebih dari 48 jam setelah intubasi.
iv) Health-care associated pneumonia (HCAP) Harus memenuhi 1 dari:
a. Berada di rumah sakit selama lebih dari 2 hari dalam 90 hari
infeksi
b. Tinggal di rumah sakit atau fasilitas perawatan jangka panjang
c. Terapi antibiotic atau kemoterapi atau perawatan luka dalam 30
hari infeksi
d. Rutin ke pusat hemodialisis

4
C. Berdasarkan karakteristik penyakit
i) Pneumonia tipikal
Pneumonia tipikal disebabkan oleh bakteri tipikal, seperti
Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenzae, Staphylococcus

aureus, dan Klebsiella pneumonia.21 Pneumonia tipikal memiliki


manifestasi klinis seperti demam, batuk non produktif, takipnea, dan

menurunnya suara napas pada sisi lobus yang terkena.20


ii) Pneumonia atipikal
Pneumonia atipikal merupakan pneumonia yang disebabkan oleh

bakteri atipikal, seperti Mycoplasma spp., Chlamydia spp., Legionella

spp.).21 Pneumonia atipikal memiliki onset manifestasi klinis yang


mendadak berupa demam, malaise, myalgia, nyeri kepala, fotofobia,
nyeri tenggorokan, dan batuk non produktif yang berkepanjangan dan

semakin memberat.20
iii) Pneumonia Virus
Virus yang biasanya menyerang balita dan anak-anak yaitu virus
parainfluenza, Virus influenza, Adenovirus, Respiratory Syncytial

Virus (RSV) dan Cytomegalovirus.21


iv) Pneumonia Jamur
Sering merupakan infeksi sekunder, terutama pada penderita dengan

daya tahan tubuh lemah (immunocompromised).21

D. Berdasarkan keparahan pneumonia

5
Gambar 14 Klasifikasi Pneumonia Berdasarkan Keparahan

B. Klasifikasi pneumonia berdasarkan WHO:21


WHO merekomendasikan penggunaan frekuensi napas dan retraksi subkostal
untuk mengklasifikasikan pneumonia di negara berkembang.
I) Bayi kurang dari 2 bulan
- Pneumonia berat: napas cepat (≥60 kali/menit) atau retraksi yang berat.
- Pneumonia sangat berat: tidak mau menetek atau minum, kejang,
letargis, demam atau hipotermia, bradipneu atau pernapasan ireguler.
II) Anak umur 2 bulan – 5 tahun
a. Pneumonia ringan: napas cepat (≥50 kali/menit pada usia 2 bulan
hingga 1 tahun, ≥40 kali/menit pada usia >1-5 tahun).
b. Pneumonia berat: retraksi.
c. Pneumonia sangat berat: tidak dapat minum/makan, kejang, letargis,
malnutrisi.
2.6 Manifestasi Klinis
Gejala utama infeksi saluran pernapasan bawah meliputi batuk, demam,

tachypnea, dan gangguan pernapasan. Namun, tanda dan gejala bervariasi

berdasarkan usia dan agen penyebab spesifik. 20, 21,


Gejala klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat ringannya

infeksi, tetapi secara umum dibagi 2 kelompok adalah sebagai berikut:21


- Gejala infeksi umum, yaitu demam (ada pada 88-96% pasien yang
terkonfirmasi pneumonia secara radiologis), sakit kepala, gelisah,
malaise, penurunan nafsu makan, keluhan gastrointestinal seperti mual,

6
muntah, atau diare; kadang-kadang ditemukan gejala infeksi
ekstrapulmoner.
- Gejala gangguan respiratori, yaitu batuk (batuk didapatkan pada 76%
anak dengan pneumonia komunitas), takipnea (takipnea merupakan
penanda pneumonia yang paling sensitive), sesak napas (retraksi
dada/chest indrawing), napas cuping hidung, air hunger, merintih, dan
sianosis.
2.7 Diagnosis
Pneumonia dapat didiagnosis dari anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis, hal-hal penting yang perlu

diketahui, yaitu:21

1. Batuk yang awalnya kering, kemudian menjadi produktif dengan dahak


purulen bahkan bisa berdarah
2. Sesak napas
3. Demam
4. Kesulitan makan/minum
5. Tampak lemah
6. Jenis serangan pertama atau berulang, untuk membedakan dengan kondisi
imunokompromais, kelainan anatomi bronkus, atau asma

Pemeriksaan fisik yang perlu dilakukan adalah:21

- Penilaian keadaan umum anak, frekuensi napas, dan nadi harus dilakukan saat
awal pemeriksaan sebelum pemeriksaan lain yang dapat menyebabkan anak
gelisah atau rewel.
- Penilaian keadaan umum antara lain meliputi kesadaran dan kemampuan
makan/minum
- Gejala distres pernapasan seperti takipneu, retraksi subkostal, batuk, krepitasi,
dan penurunan suara paru.
- Crackles (terjadi pada 33-90% anak dengan pneumonia)
- Penurunan suara napas pada sisi yang terkena
- Suara napas bronkial, spesifik pada konsolidasi lobar
- Hilangnya suara napas vesicular

7
- Redup pada perkusi, menandakan adanya efusi
- Demam dan sianosis
- Anak dibawah 5 tahun mungkin tidak menunjukkan gejala pneumonia klasik.
Pada anak yang demam dan sakit akut, terdapat gejala nyeri yang diproyeksikan
ke abdomen. Pada bayi muda, terdapat gejala pernapasan tak teratur dan
hipopneu.

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah:

1. Darah perifer lengkap

Jumlah sel darah putih pada pneumonia viral/mycoplasma sering

normal atau sedikit meningkat (<20.000/mm3) dengan dominasi limfosit,


sedangkan pneumonia bakteri jumlah sel darah putih meningkat; (15.000-
40.000/mm3) dengan dominasi neutrofil PMN. Pada infeksi Chlamydia

kadang ditemukan eosinofilia.20,21.

2. Foto thoraks

Pemeriksaan foto thoraks tidak direkomendasikan secara rutin pada


anak dengan infeksi saluran napas bawah akut ringan tanpa
komplikasi.Pemeriksaan foto thoraks direkomendasikan pada penderita
pneumonia yang dirawat inap atau bila ada tanda klinis yang ditemukan

membingunkan. Meskipun terdapat temuan radiografi karakteristik


pneumonia, pemeriksaan radiografi saja tidak dapat memberikan diagnosis

mikrobiologis definitif. Follow up foto thoraks hanya dilakukan bila


didapatkan adanya atelektasis, kecurigaan terjadi komplikasi, pneumonia
berat, gejala yang menetap atau memburuk, atau tidak respons terhadap

antibiotic.21.

8
9
Gambar 15 Gambaran Radiologis Pneumonia17,18

C. Kulur Prawatan Gram


Sputum jarang diproduksi pada anak <10 tahun, dan sampel selalu

terkontaminasi olah flora normal oral. 15, 16 Pemeriksaan ini direkomendasikan

dalam tata laksana anak dengan pneumonia berat. 3 Kultur sputum yang adekuat

10
seharusnya ditemukan >25 sel polimorfonuklear (PMN) per lapang pandang dan <10
sel gepeng per lapang pandang.30,31

D. Uji serologi

Serologi merupakan tes yang akurat dan cepat terhadap bakteri atipik seperti

Mycoplasma penumoniae, Chlamydophila sp., dan Legionella serta beberapa jenis

virus seperti RSV, Sitomegalovirus, campak, Parainfluenza 1,2,3, Influenza A dan

B, dan Adenovirus, peningkatan antibodi IgM IgG dapat mengonfirmasi diagnosis.

Diagnosis infeksi Streptococcus grup A dapat dikonfirmasi dengan peningkatan titer

antibodi seperti antistreptolisin O, streptosim, atau antiDnase B.30, 31

2.8 Diganosis Banding


i) Asma
ii) Bronkiolitis
iii) Inhalasi benda asing

2.9 Tata Laksana

Dasar tatalaksana pneumonia adalah pengobatan kausal dengan antibiotik yang


sesuai, serta tindakan suportif. Urutan langkah-langkah cara pelaksanaan tatalaksana

pneumonia balita antara lain, sebagai berikut:

i) Menilai anak batuk atau kesukaran bernapas


Tatalaksana yang dapat dilakukan dalam proses menilai anak batuk

dan kesukaran bernapas untuk balita pneumonia, sebagai berikut: 31

1. Tanyakan:
 Berapa umur anak?
 Apakah anak menderita batuk atau kesukaran bernapas?
 Sudah berapa lama?
 Apakah anak bisa minum atau menetek?

11
 Apakah anak kurang bisa minum atau menetek? (Jika anak berusia
<2 bulan)
 Apakah anak demam? Sudah berapa lama?
 Apakah anak kejang?

2. Lihat:

 Apakah napas cepat?


 Apakah terlihat retraksi?
 Apakah terlihat kesadaran menurun?
2. Dengar
 Apakah terdengar stridor?
 Apakah terdengar wheezing?
ii) Membuat klasifikasi dan memnentukan Tindakan sesuai untuk 2 kelompok balita
Dalam membuat klasifikasi harus dibedakan menjadi 2 kelompok yakni umur <2
bulan dan kelompok umur 2 - 59 bulan. Menentukan tindakan berarti mengambil
tindakan pengobatan terhadap infeksi bakteri secara garis besar dibedakan
menjadi 3 yaitu rujuk segera ke RS, beri antibiotic dirumah, dan beri pengawasan
dirumah. Adapun tatalaksana yang dapat dilakukan dalam membuat klasifikasi
dan menentukan tindakan untuk 2 kelompok umur balita pneumonia,
sebagai berikut:31

Sebelum menentukan klasifikasi lakukan penilaian tanda bahaya untuk

menentukan tindakan rujukan. Menentukan tanda bahaya, seperti tidak bisa

minum, kejang, kesadaran menurun,


stridor pada waktu anak tenang, gizi buruk,
tampak biru (sianosis), ujung tangan dan kaki pucat dan dingin. Bila tidak
ditemukan tanda bahaya, tentukan klasifikasi apakah termasuk pneumonia sangat
19
berat, pneumonia berat, pneumonia, dan batuk bukan pneumonia.

12
13
iii) Menentukan pengobatan dan rujukan
Adapun tatalaksana yang dapat dilakukan dalam proses menentukan pengobatan
31
dan rujukan balita pneumonia, sebagai berikut:

Pengobatan

a. Pemberian antibiotic oral

Tabel 8 Pemberan Antibiotik Oral pada Pneumonia

Pada bayi berumur <2 bulan pemberian antibitik oral merupakan

tindakan pra rujukan dan diberikan jika bayi masih bisa minum atau diberikan
dengan cara injeksi intramuscular Ampisilin 50 mg/kg BB IM single dose dan
Gentamisin: 7,5 mg/kg BB IM single dose. Cegah agar gula darah bayi tidak

turun dengan cara memberikan ASI.32

b. Pengobatan Demam Tinggi32

- Demam tidak tinggi (<38,5oC) tidak diperlukan pemberian paracetamol.

- Demam Tinggi (>38,5oC)


• Berikan parasetamol setiap 6 jam dengan sesuai sampai demam
mereda. Berikan paracetamol kepada ibu untuk 3 hari.
• Bayi < 2 bulan jika ada demam harus dirujuk, tidak diberikan
paracetamol untuk demamnya.

c. Pengobatan Mengi/ Wheezing32

14
i) Inhalasi bronkodilator kerja cepat (Salbutamol nebulisasi,
salbutamol dengan MDI, atau suntikan epinefrin secara
subkutan), bila belum membaik dapat diberikan sampai 3 kali
dalam 1 jam
ii) Wheezing Tidak menghilang → Bukan Asma → Tatalaksana
Pneumonia
iii) Wheezing dan sesak mereda/menghilang → Asma →
Tatalaksana Asma sesuai buku pedoman Asma

Rujukan

Anak dengan pneumonia membutuhkan perawatan di rumah sakit jika


terdapat kriteria sebagai berikut

Tabel 9 Kriteria Rawat Inap untuk Pneumonia Anak21

Anak- anak berusia 2 - 59 bulan dengan pneumonia berat harus ditangani di

rumah sakit dengan:31

- Ampisilin 50 mg/kg BB/hr setiap 6 jam selama setidaknya lima hari


- Gentamisin 7,5 mg/kg IM/IV sekali sehari selama setidaknya lima hari
- Jelaskan kepada orang tua keadaan bayi yang sedang sakit berat. Minta
persetujuan orangtua untuk tindakan/pengobatan yang akan saudara
lakukan.
- Untuk kelompok umur <2 bulan berikan Ampisilin IM/IV
(100mg/kgBB/24 jam diberikan tiap 12 jam) dan Gentamisin IM/IV
(5mg/kg BB dibagi dalam 2 dosis).

15
- Bila anak memberikan respon yang baik maka lanjutkan pemberian
injeksi selama 5 hari.
- Zinc peroral 10 mg/hari (<12 bulan) atau 20 mg/hari (≥ 12 bulan) selama
7 hari dapat mengurangi mortalitas pada anak-anak di negara berkembang

dengan pneumonia berat.


- Selanjutnya terapi bisa dilanjutkan dirumah dengan amoksisilin oral
(50mg/kgBB dibagi dalam 2 dosis) dan Gentamisin IM sekali/hari selama
5 hari lagi untuk melengkapi keseluruhan pengobatan 10 hari.

Kriteria Pulang

- Gejala dan tanda pneumonia menghilang


- Asupan per oral adekuat
- Pemberian antibiotik dapat diteruskan di rumah (per oral)
- Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana kontrol
- Kondisi rumah memungkinkan untuk perawatan lanjutan di rumah.
2.10 Komplikasi
Penyebaran infeksi bakteri secara langsung di rongga toraks menyebabkan
efusi pleura, empyema, dan abses paru atau penyebaran secara hematogen
menyebabkan meningitis, arthritis sepsis, abses system saraf pusat, dan
osteomyelitis.21
2.11 Prognosis
Pada Sebagian besar anak, prognosis pneumonia baik. Pneumonia yang
disebabkan oleh virus cenderung sembuh tanpa pengobatan. Gejala sisa jangka
panjang jarang terjadi. Anak-anak dengan tuberkulosis memiliki risiko tinggi
untuk perkembangan penyakit jika tidak segera diobati. Anak-anak dengan
imunokompromais memiliki prognosis terburuk. Setiap tahun, sekitar 3 juta
anak meninggal karena pneumonia dan mayoritas dari anak- anak ini juga
memiliki penyakit penyerta lain seperti penyakit jantung bawaan,
imunosupresi, atau penyakit paru-paru kronis akibat prematuritas.21

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Al, T. C. e., 2017. Clinical Nutrition. Elsevier, September.Volume 36.


2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Hasil Utama Riskesdas 2018.
Jakarta, 2018.
3. Hospital Care for Children, 2016. Lampiran 5. Melakukan Penilaian Status
Gizi Pada Anak. [Online] Available at: http://www.ichrc.org/lampiran-5-
melakukan-penilaian- status-gizi-anak [Accessed 15 Mei 2021)
4. Atassi H, Abell TL, Shoen AM. Protein-Energy Malnutrition. In: Khardori
R, editor. Medscape. New York: WebMD LLC, 2019.
5. Bhutta, Z. A., Berkley, J. A. & Bandsma, R. H. J., 2017. Severe Chilhood
Malnutriton. Europe Pubmed Central.
Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7004825/ [Accessed 2 Jan
2023)
6. UNICEF. (2019). The Prevalence of Wasting in South Asia is Very High, at
15.2 per cent. New York: WHO.
7. Kemenkes RI. (2018). Hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) Tahun 2017.
Jakarta: Direktorat Gizi Masyarakat Direktorat Jendral Kesehatan
Masyarakat Kemenkes.
8. Shashidhar, H. R., 2017. Malnutrition. Medscape.
9. Dipasquale, V., Cucinotta, U. & Romano, C., 2020. Acute Malnutrition in
Children: Pathophysiology, Clinical Effects, and Treatmen. Nutrients,
Volume 12. www.mdpi.com/journal/nutrients
10. Availabel at: https://www.who.int/health-topics/malnutrition#tab=tab_1
[Accessed pada tanggal 16 Mei 2021]
11. Kementrian Kesehatan RI. 2019. Pedoman Pelayanan Anak Gizi Buruk.
Jakarta : Dirjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak, Direktorat Bina
Gizi Kementrian Kesehatan RI.
12. Kementrian Kesehatan RI. 2020. Pedoman Pelayanan Anak Gizi Buruk.
Jakarta : Dirjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak, Direktorat Bina
Gizi Kementrian Kesehatan RI.
13. Kliegman, Robert, et al. Nelson Textbook of Pediatrics. 20th ed.
Philadelphia, PA: Elsevier; 2016.
14. Ebeledike C, Ahmad T. Pediatric Pneumonia. [Updated 2022 May 8]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-.
Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK536940/
15. Copeland JE. Pneumonia in Infants and Children. In: 8e ed. McGraw Hill;
2016 [cited 2024 Jan 3]. Available from:
https://accessmedicine.mhmedical.com/Content.aspx?
bookid=1658&sectionid=10940726
16. Banasik JL, Copstead LEC. Pathophysiology. 6th ed. Elsevier. St. Louis:
Elsevier; 2019.

17
17. Sutarga IM. Determinan Pneumonia Pada Balita. Pneumonia. 2017;10–22
18. Ivanova N, Gugleva V, Dobreva M, Pehlivanov I, Stefanov S, Andonova V.
Pneumonia in Children. Intech. 2016; i(tourism):13.
19. Wulandari D, Erawati M. Buku Ajar Keperawatan Anak. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar; 2016.
20. Pestana C, Farooqui A, Hill MN, James TA. USMLE step 2 CK lecture notes
2019: Pediatrics. Cvetnic WG, Pino E, editors. New York: Kaplan Medical;
2018
21. Waseem M. Pediatric Pneumonia: Practice Essentials, Background,
Pathophysiology [Internet]. 2020 [cited 2024 Jan 3]. Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/967822

18

Anda mungkin juga menyukai