Anda di halaman 1dari 13

Kelompok Kerja Guru disingkat KKG adalah organisasi guru setingkat gugus atau

kecamatan yang beranggotakan guru-guru dari sekolah di dalam gugus terkait.


Organisasi ini merupakan forum yang bertujuan untuk meningkatkan kompetensi
guru dan wadah pengembangan profesi guru berkelanjutan. KKG adalah organisasi
mandiri yang bersifat non hirarki terhadap lembaga pendidikan lain dan mempunyai
azas kekeluargaan.

KKG memiliki struktur organisasi sebagaimana organisasi struktural pada umumnya.


Terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara, koordinator mata pelajaran atau
koordinator tema dan anggota. Ketua KKG bertugas membuat perencanaan jangka
panjang dan jangka pendek selama kurun masa menjabat. Ketua juga melakukan
koordinasi dengan dinas pendidikan setempat untuk melaporkan kegiatan yang
akan, sedang dan telah dilakukan pada KKG yang diampunya. Pelaporan dilakukan
berjenjang melalui pengawas sekoah yang ditugaskan untuk mendampingi beberapa
KKG. Sekretaris bertugas mencatat hasil rapat dan menyebarluaskannya kepada
anggota KKG dan sekolah-sekolah di gugus terkait. Bendahara bertugas untuk
mengelola dana yang didapatkan KKG dari iuran anggota dan atau hibah dari dinas
pendidikan. Koordinator mata pelajaran atau tema bertugas untuk menjadi
pengampu soal, materi dan media pada mata pelajaran atau tema tertentu.

KKG pada umumnya memiliki banyak kegiatan pengembangan kemampuan


mengajar bagi guru. Biasanya dalam bentuk lokakarya, seminar dan atau pelatihan
terbatas pada gugus kecamatan. Tema-tema yang diangkat dalam kegiatan
berkaitan dengan pedagogik dan kematangan profesionalisme guru. Narasumber
kegiatan bisa diambil dari anggota KKG sendiri maupun dari luar KKG.
Persatuan Guru Republik Indonesia (disingkat PGRI) adalah organisasi di
Indonesia yang anggotanya berprofesi sebagai guru. Organisasi ini didirikan dengan
semangat perjuangan para guru pribumi pada zaman Belanda, pada tahun 1912
dengan nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB). PGRI memiliki afiliasi
dengan ASEAN Council of Teachers. PGRI juga tergabung dalam Education
International, sebuah organisasi guru dunia yang terdiri dari 172 negara.

Pada tahun 1932 nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) diubah
menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI). Perubahan nama ini mengejutkan
pemerintah Belanda, karena kata “Indonesia” yang mencerminkan semangat
kebangsaan sangat tidak disenangi oleh Belanda. Sebaliknya kata “Indonesia” ini
sangat didambakan oleh guru dan bangsa Indonesia.
Pada zaman pendudukan Jepang segala organisasi dilarang, sekolah ditutup,
Persatuan Guru Indonesia (PGI) tidak dapat lagi melakukan aktivitas.

Semangat proklamasi 17 Agustus 1945 menjiwai penyelenggaraan Kongres Guru


Indonesia pada tanggal 24-25 November 1945 di Surakarta. Di dalam kongres inilah,
pada tanggal 25 November 1945 Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI)
didirikan.

Dengan semangat pekik “merdeka” bertalu-talu, di tengah bau mesiu pengeboman


oleh tentara Inggris atas studio RRI Surakarta, mereka serentak bersatu untuk
mengisi kemerdekaan dengan tiga tujuan:
Mempertahankan dan menyempurnakan Republik Indonesia.
Mempertinggi tingkat pendidikan dan pengajaran sesuai dengan dasar-dasar
kerakyatan.

Membela hak dan nasib buruh umumnya, guru pada khususnya.


Sejak Kongres Guru Indonesia itu, semua guru Indonesia menyatakan dirinya
bersatu di dalam wadah Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).

Sifat-sifat PGRI
Sifat-sifat PGRI antara lain:[4]
Unitaristik, tanpa memandang perbedaan ijazah, tempat kerja, kedudukan, agama,
suku, golongan, gender, dan asal usul.
Independen, berlandaskan pada kemandirian dan kemitrasejajaran
Nonpartisan, bukan merupakan afiliasi dari partai politik.
Jati Diri PGRI
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) memiliki tiga jati diri organisasi,[5] yaitu:
Organisasi Profesi, dan Ketenagakerjaan.
Arti lambang PGRI
Berikut ini penjelasan tentang arti pada lambang PGRI:
Bentuk: cakra/lingkaran melambangkan cita-cita luhur dan daya upaya menunaikan
pengabdian terus-menerus.
Ukuran, corak, dan warna bidang: bagian pinggir lingkaran berwarna merah
melambangkan pengabdian yang dilandasi kemurnian dan keberanian bagi
kepentingan rakyat. Warna putih dengan tulisan "Persatuan Guru Republik
Indonesia" melambangkan pengabdian yang dilandasi kesucian dan kasih sayang.
Panduan warna pinggir merah-putih melambangkan pengabdian kepada negara,
bangsa, dan tanah air Indonesia.
Suluh berdiri tegak bercorak 4 garis tegak dan datar berwarna kuning: Simbol yang
melambangkan fungsi guru (pada pendidikan prasekolah, dasar, menengah, dan
perguruan tinggi) dengan hakikat tugas pengabdian guru sebagai pendidik yang
besar dan luhur.
Nyala api dengan 5 sinar warna merah: Simbol yang melambangkan arti
ideologi Pancasila, dan arti teknis yakni sasaran budi pekerti, cipta, rasa, karsa, dan
karya generasi.
Empat buku mengapit suluh: Posisi 2 datar dan 2 tegak (simetris) dengan warna
corak putih melambangkan sumber ilmu yang menyangkut nilai-nilai moral,
pengetahuan, keterampilan dan akhlak bagi tingkatan lembaga-lembaga pendidikan
prasekolah, dasar, menengah, dan tinggi.
Warna dasar tengah hijau: Simbol yang melambangkan kemakmuran generasi.
Gerakan Pramuka Indonesia
Halaman
Pembicaraan
Baca
Sunting
Sunting sumber
Lihat riwayat
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Artikel ini sudah memiliki referensi, tetapi tidak disertai kutipan yang
cukup. Anda dapat membantu mengembangkan artikel ini dengan
menambahkan lebih banyak kutipan pada teks artikel. (Agustus 2019) (Pelajari
cara dan kapan saatnya untuk menghapus pesan templat ini)

Artikel atau bagian mungkin perlu ditulis ulang agar sesuai dengan standar
kualitas Wikipedia. Anda dapat membantu memperbaikinya. Halaman
pembicaraan dari artikel ini mungkin berisi beberapa saran.
Gerakan Pramuka Indonesia

Lambang Gerakan Pramuka

Pimpinan Budi Waseso


Didirikan 14 Agustus 1961
Pembubaran
Negara Indonesia
Kantor Gedung Kwartir Nasional Gerakan Pramuka
Jalan Medan Merdeka Timur No. 6, Jakarta 10110
Bumi perkemahan Buperta Cibubur, Jakarta Timur
Website www.pramuka.id

Bendera Gerakan Pramuka Indonesia


Gerakan Kepanduan Praja Muda Karana, lebih dikenal sebagai Gerakan
Pramuka Indonesia, adalah nama organisasi pendidikan nonformal yang
menyelenggarakan pendidikan kepanduan di Indonesia. Kata "Pramuka" merupakan
singkatan dari Praja Muda Karana, yang memiliki arti Jiwa Muda yang Suka
Berkarya. Tapi sebelum singkatan ini ditetapkan, kata Pramuka asalnya diambil oleh
Sultan Hamengkubuwono IX dari kata "pramuka" (ejaan Jawa latin, dibaca pramuko)
yang berarti pasukan terdepan dalam perang. Dalam Kamus Bausastra Jawa karya
W.J.S Poerwadarminta tahun 1939, pramuka berarti pangarep atau lelurah, yang
artinya pemimpin.
Pramuka merupakan sebutan bagi anggota Gerakan Pramuka, yang
meliputi; Pramuka Siaga (7–10 tahun), Pramuka Penggalang (11–15
tahun), Pramuka Penegak (16–20 tahun) dan Pramuka Pandega (21-25 tahun).
Kelompok anggota yang lain yaitu Pembina Pramuka, Andalan Pramuka, Korps
Pelatih Pramuka, Pamong Saka Pramuka, Staf Kwartir dan Majelis Pembimbing.
Kepramukaan adalah proses pendidikan di luar lingkungan sekolah dan di luar
lingkungan keluarga dalam bentuk kegiatan menarik, menyenangkan, sehat, teratur,
terarah, praktis yang dilakukan di alam terbuka dengan Prinsip Dasar
Kepramukaan dan Metode Kepramukaan, yang sasaran akhirnya pembentukan
watak, akhlak, dan budi pekerti luhur. Kepramukaan adalah sistem pendidikan
kepanduan yang disesuaikan dengan keadaan, kepentingan, dan perkembangan
masyarakat, dan bangsa Indonesia.
Gerakan Pramuka dipimpin oleh Ketua Kwartir Nasional, yang saat ini
dijabat Komisaris Jenderal Polisi (Purn.) Budi Waseso.
Sejarah[sunting | sunting sumber]

Lambang identitas dari INPO yang berupa bendera merah dan putih berukuran 84 x 120 cm.
Gerakan Pramuka atau Kepanduan di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1923
yang ditandai dengan didirikannya (Belanda) Nationale Padvinderij Organisatie
(NPO) di Bandung.[1] Di Jakarta, didirikan (Belanda) Jong Indonesische Padvinders-
Organisatie (JIPO) pada tahun yang sama.[1][2] Kedua organisasi cikal
bakal kepanduan di Indonesia ini meleburkan diri menjadi satu,
bernama (Belanda) Indonesische Nationale Padvinderij Organisatie
(INPO) di Bandung pada tahun 1926.[1] Di luar Jawa, para pelajar sekolah agama
Sumatra Barat mendirikan kepanduan El-Hilaal pada tahun 1928.[3]

Organisasi Kepanduan Indonesia di seputaran tahun 1920-an.


Pada tanggal 26 Oktober 2010, Dewan Perwakilan Rakyat mengabsahkan Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka. Berdasarkan Undang
Undang ini, maka Pramuka bukan lagi satu-satunya organisasi yang boleh
menyelenggarakan pendidikan kepramukaan. Organisasi profesi juga diperbolehkan
untuk menyelenggarakan kegiatan kepramukaan.[4]
Masa Hindia Belanda[sunting | sunting sumber]
1:21
Anggota pramuka dari Indonesia (pada masa Hindia Belanda) sedang melakukan jambore internasional di
Amsterdam, Belanda pada 19 Juli 1937.
Kenyataan sejarah menunjukkan bahwa pemuda Indonesia mempunyai "saham"
besar dalam pergerakan perjuangan kemerdekaan Indonesia serta ada dan
berkembangnya pendidikan kepanduan nasional Indonesia. Dalam perkembangan
pendidikan kepanduan itu tampak adanya dorongan dan semangat untuk bersatu,
namun terdapat gejala adanya berorganisasi yang Bhinneka.
Organisasi kepanduan di Indonesia dimulai oleh adanya cabang "Nederlandsche
Padvinders Organisatie" (NPO) pada tahun 1912, yang pada saat pecahnya Perang
Dunia I memiliki kwartir besar sendiri serta kemudian berganti nama menjadi
"Vereeniging Nederlandsch Indische Padvinders" (NIPV) pada tahun 1916.[2]
Organisasi Kepanduan yang diprakarsai oleh bangsa Indonesia adalah Javaansche
Padvinders Organisatie; berdiri atas prakarsa S.P. Mangkunegara VII pada
tahun 1916.
Kenyataan bahwa kepanduan itu senapas dengan pergerakan nasional, seperti
tersebut di atas dapat diperhatikan pada adanya "Padvinder Muhammadiyah" yang
pada 1920 berganti nama menjadi "Hizbul Wathan" (HW); "Nationale Padvinderij"
yang didirikan oleh Budi Utomo; Syarikat Islam mendirikan "Syarikat Islam Afdeling
Padvinderij" yang kemudian diganti menjadi "Syarikat Islam Afdeling Pandu" dan
lebih dikenal dengan SIAP, Nationale Islamietische Padvinderij (NATIPIJ) didirikan
oleh Jong Islamieten Bond (JIB) dan Indonesisch Nationale Padvinders Organisatie
(INPO) didirikan oleh Pemuda Indonesia.
Hasrat bersatu bagi organisasi kepanduan Indonesia waktu itu tampak mulai dengan
terbentuknya PAPI yaitu "Persaudaraan Antara Pandu Indonesia" merupakan
federasi dari Pandu Kebangsaan, INPO, SIAP, NATIPIJ dan PPS pada tanggal 23
Mei 1928.
Federasi ini tidak dapat bertahan lama, karena niat adanya fusi, akibatnya pada
1930 berdirilah Kepanduan Bangsa Indonesia (KBI) yang dirintis oleh tokoh dari
Jong Java Padvinders/Pandu Kebangsaan (JJP/PK), INPO dan PPS (JJP-Jong Java
Padvinderij); PK-Pandu Kebangsaan).
PAPI kemudian berkembang menjadi Badan Pusat Persaudaraan Kepanduan
Indonesia (BPPKI) pada bulan April 1938.
Antara tahun 1928–1935 bermunculan gerakan kepanduan Indonesia baik yang
bernapas utama kebangsaan maupun bernapas agama. kepanduan yang bernapas
kebangsaan dapat dicatat Pandu Indonesia (PI), Padvinders Organisatie Pasundan
(POP), Pandu Kesultanan (PK), Sinar Pandu Kita (SPK) dan Kepanduan Rakyat
Indonesia (KRI). Sedangkan yang bernapas agama El-Hilaal, Pandu Ansor, Al
Wathoni, Hizbul Wathan, Kepanduan Islam Indonesia (KII), Islamitische Padvinders
Organisatie (IPO), Tri Darma (Kristen), Kepanduan Asas Katolik Indonesia (KAKI),
Kepanduan Masehi Indonesia (KMI).
Sebagai upaya untuk menggalang kesatuan dan persatuan, Badan Pusat
Persaudaraan Kepanduan Indonesia BPPKI merencanakan "All Indonesian
Jamboree". Rencana ini mengalami beberapa perubahan baik dalam waktu
pelaksanaan maupun nama kegiatan, yang kemudian disepakati diganti dengan
"Perkemahan Kepanduan Indonesia Oemoem" disingkat PERKINO dan
dilaksanakan pada tanggal 19–23 Juli 1941 di Yogyakarta.
Masa Perang Dunia II[sunting | sunting sumber]
Pada masa Perang Dunia II, bala tentara Jepang mengadakan penyerangan dan
Belanda meninggalkan Indonesia. Partai dan organisasi rakyat Indonesia, termasuk
gerakan kepanduan, dilarang berdiri. Namun upaya menyelenggarakan PERKINO II
tetap dilakukan. Bukan hanya itu, semangat kepanduan tetap menyala di dada para
anggotanya. Karena Pramuka merupakan suatu organisasi yang menjunjung tinggi
nilai persatuan. Oleh karena itulah bangsa Jepang tidak mengizinkan Pramuka di
Indonesia.
Masa Republik Indonesia[sunting | sunting sumber]
Sebulan sesudah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, beberapa tokoh
kepanduan berkumpul di Yogyakarta dan bersepakat untuk membentuk Panitia
Kesatuan Kepanduan Indonesia sebagai suatu panitia kerja, menunjukkan
pembentukan satu wadah organisasi kepanduan untuk seluruh bangsa Indonesia
dan segera mengadakan Kongres Kesatuan Kepanduan Indonesia.
Kongres yang dimaksud dilaksanakan pada tanggal 27–29 Desember 1945 di
Surakarta dengan hasil terbentuknya Pandu Rakyat Indonesia. Perkumpulan ini
didukung oleh segenap pimpinan dan tokoh serta dikuatkan dengan "Janji Ikatan
Sakti", lalu pemerintah RI mengakui sebagai satu-satunya organisasi kepanduan
yang ditetapkan dengan keputusan Menteri Pendidikan, Pengajaran dan
Kebudayaan No.93/Bag. A, tertanggal 1 Februari 1947.
Tahun-tahun sulit dihadapi oleh Pandu Rakyat Indonesia karena serbuan Belanda.
Bahkan pada peringatan kemerdekaan 17 Agustus 1948 waktu diadakan api unggun
di halaman gedung Pegangsaan Timur 56, Jakarta, senjata Belanda mengancam
dan memaksa Soeprapto menghadap Tuhan, gugur sebagai martir gerakan
kepanduan di Indonesia. Di daerah yang diduduki Belanda, Pandu Rakyat dilarang
berdiri,. Keadaan ini mendorong berdirinya perkumpulan lain seperti Kepanduan
Putera Indonesia (KPI), Pandu Puteri Indonesia (PPI), Kepanduan Indonesia Muda
(KIM).
Masa perjuangan bersenjata untuk mempertahankan negeri tercinta merupakan
pengabdian juga bagi para anggota pergerakan kepanduan di Indonesia, kemudian
berakhirlah periode perjuangan bersenjata untuk menegakkan dan mempertahankan
kemerdekaan itu, pada waktu inilah Pandu Rakyat Indonesia mengadakan Kongres
II di Yogyakarta pada tanggal 20–22 Januari 1950.
Kongres ini antara lain memutuskan untuk menerima konsep baru, yaitu memberi
kesempatan kepada golongan khusus untuk menghidupkan kembali bekas
organisasinya masing-masing dan terbukalah suatu kesempatan bahwa Pandu
Rakyat Indonesia bukan lagi satu-satunya organisasi kepanduan di Indonesia
dengan keputusan Menteri PP dan K nomor 2344/Kab. tertanggal 6 September 1951
dicabutlah pengakuan pemerintah bahwa Pandu Rakyat Indonesia merupakan satu-
satunya wadah kepanduan di Indonesia, jadi keputusan nomor 93/Bag. A tertanggal
1 Februari 1947 itu berakhir sudah.
Mungkin agak aneh juga kalau direnungi, sebab sepuluh hari sesudah keputusan
Menteri No. 2334/Kab. itu keluar, maka wakil-wakil organisasi kepanduan
mengadakan konferensi di Jakarta. Pada saat inilah tepatnya tanggal 16 September
1951 diputuskan berdirinya Ikatan Pandu Indonesia (IPINDO) sebagai suatu
federasi.
Pada 1953 Ipindo berhasil menjadi anggota kepanduan sedunia.
Ipindo merupakan federasi bagi organisasi kepanduan putera, sedangkan bagi
organisasi puteri terdapat dua federasi yaitu PKPI (Persatuan Kepanduan Puteri
Indonesia) dan POPPINDO (Persatuan Organisasi Pandu Puteri Indonesia). Kedua
federasi ini pernah bersama-sama menyambut singgahnya Lady Baden-Powell ke
Indonesia, dalam perjalanan ke Australia.
Dalam peringatan Hari Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-10
Ipindo menyelenggarakan Jambore Nasional, bertempat di Ragunan, Pasar
Minggu pada tanggal 10–20 Agustus 1955, Jakarta.
Ipindo sebagai wadah pelaksana kegiatan kepanduan merasa perlu
menyelenggarakan seminar agar dapat gambaran upaya untuk menjamin kemurnian
dan kelestarian hidup kepanduan. Seminar ini diadakan di Tugu, Bogor pada bulan
Januari 1957.
Seminar Tugu ini menghasilkan suatu rumusan yang diharapkan dapat dijadikan
acuan bagi setiap gerakan kepanduan di Indonesia. Dengan demikian diharapkan
kepramukaan yang ada dapat dipersatukan. Setahun kemudian pada bulan
November 1958, pemerintah RI, dalam hal ini Departemen PP dan K mengadakan
seminar di Ciloto, Bogor, Jawa Barat, dengan topik "Penasionalan Kepanduan".
Kalau Jambore untuk putra dilaksanakan di Ragunan Pasar Minggu-Jakarta, maka
PKPI menyelenggarakan perkemahan besar untuk puteri yang disebut Desa
Semanggi bertempat di Ciputat. Desa Semanggi itu terlaksana pada tahun 1959.
Pada tahun ini juga Ipindo mengirimkan kontingennya ke Jambore Dunia di MT.
Makiling Filipina.
Nah, masa-masa kemudian adalah masa menjelang lahirnya Gerakan Pramuka.
Kelahiran Gerakan Pramuka Indonesia[sunting | sunting sumber]
Gerakan Pramuka lahir pada tahun 1961, jadi kalau akan menyimak latar belakang
lahirnya Gerakan Pramuka, orang perlu mengkaji keadaan, kejadian dan peristiwa
pada sekitar tahun 1960.
Dari ungkapan yang telah dipaparkan di depan kita lihat bahwa jumlah perkumpulan
kepanduan di Indonesia waktu itu sangat banyak. Jumlah itu tidak sepadan dengan
jumlah seluruh anggota perkumpulan itu.
Peraturan yang timbul pada masa perintisan ini adalah Ketetapan MPRS Nomor
II/MPRS/1960, tanggal 3 Desember 1960 tentang rencana pembangunan Nasional
Semesta Berencana. Dalam ketetapan ini dapat ditemukan Paragraf 330 yang
menyatakan bahwa dasar pendidikan di bidang kepanduan adalah Pancasila.
Seterusnya penertiban tentang kepanduan (Pasal 741) dan pendidikan kepanduan
supaya diintensifkan dan menyetujui rencana Pemerintah untuk mendirikan Pramuka
(Pasal 349 Ayat 30). Kemudian “kepanduan supaya dibebaskan dari sisa-sisa Lord
Baden Powellisme” (Lampiran C Ayat 8).
Ketetapan itu memberi kewajiban agar Pemerintah melaksanakannya. Karena itulah
Presiden/Mandataris MPRS pada 9 Maret 1961 mengumpulkan tokoh-tokoh dan
pemimpin gerakan kepanduan Indonesia, bertempat di Istana Negara. Hari Kamis
malam itulah Presiden mengungkapkan bahwa kepanduan yang ada harus
diperbaharui, metode dan aktivitas pendidikan harus diganti, seluruh organisasi
kepanduan yang ada dilebur menjadi satu yang disebut Pramuka. Presiden juga
menunjuk panitia yang terdiri atas Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Menteri P dan K
Prof. Prijono, Menteri Pertanian Dr.A. Azis Saleh dan Menteri Transmigrasi,
Koperasi dan Pembangunan Masyarakat Desa, Achmadi. Panitia ini tentulah perlu
sesuatu pengesahan. Dan kemudian terbitlah Keputusan Presiden RI No.112 Tahun
1961 tanggal 5 April 1961, tentang Panitia Pembantu Pelaksana Pembentukan
Gerakan Pramuka dengan susunan keanggotaan seperti yang disebut oleh Presiden
pada tanggal 9 Maret 1961.
Ada perbedaan sebutan atau tugas panitia antara pidato Presiden dengan
Keputusan Presiden itu.
Masih dalam bulan April itu juga, keluarlah Keputusan Presiden RI Nomor 121
Tahun 1961 tanggal 11 April 1961 tentang Panitia Pembentukan Gerakan Pramuka.
Anggota Panitia ini terdiri atas Sri Sultan (Hamengku Buwono IX), Prof. Prijono, Dr.
A. Azis Saleh, Achmadi dan Muljadi Djojo Martono (Menteri Sosial).
Panitia inilah yang kemudian mengolah Anggaran Dasar Gerakan Pramuka, sebagai
Lampiran Keputusan Presiden RI Nomor 238 Tahun 1961, tanggal 20 Mei 1961
tentang Gerakan Pramuka.
Gerakan Pramuka ditandai dengan serangkaian peristiwa yang saling berkaitan
yaitu:
Pidato Presiden/Mandataris MPRS dihadapan para tokoh dan pimpinan yang
mewakili organisasi kepanduan yang terdapat di Indonesia pada tanggal 9 Maret
1961 di Istana Negara. Peristiwa ini kemudian disebut sebagai Hari Tunas Gerakan
Pramuka.
Diterbitkannya Keputusan Presiden Nomor 238 Tahun 1961, tanggal 20 Mei 1961,
tentang Gerakan Pramuka yang menetapkan Gerakan Pramuka sebagai satu-
satunya organisasi kepanduan yang ditugaskan menyelenggarakan pendidikan
kepanduan bagi anak-anak dan pemuda Indonesia, serta mengesahkan Anggaran
Dasar Gerakan Pramuka yang dijadikan pedoman, petunjuk dan pegangan bagi
para pengelola Gerakan Pramuka dalam menjalankan tugasnya. Tanggal 20 Mei
adalah; Hari Kebangkitan Nasional, namun bagi Gerakan Pramuka memiliki arti
khusus dan merupakan tonggak sejarah untuk pendidikan di lingkungan ke tiga.
Peristiwa ini kemudian disebut sebagai Hari Permulaan Tahun Kerja.
Pernyataan para wakil organisasi kepanduan di Indonesia yang dengan ikhlas
meleburkan diri ke dalam organisasi Gerakan Pramuka, dilakukan di Istana
Olahraga Senayan pada tanggal 30 Juli 1961. Peristiwa ini kemudian disebut
sebagai Hari Ikrar Gerakan Pramuka.
Pelantikan Mapinas, Kwarnas dan Kwarnari di Istana Negara, serta penganugerahan
Panji-Panji Gerakan Pramuka pada tanggal 14 Agustus 1961.
Selain pelantikan pengurus Gerakan Pramuka, pada tanggal 14 Agustus 1961 pula
dilangsungkan defile Pramuka yang bertujuan untuk memperkenalkan secara resmi
Gerakan Pramuka Indonesia kepada khalayak. Sejak itu, tanggal 14 Agustus
kemudian dikenal sebagai Hari Pramuka.[5]
Gerakan Pramuka diperkenalkan[sunting | sunting sumber]
Pidato Presiden pada tanggal 9 Maret 1961 juga menggariskan agar pada
peringatan Proklamasi Kemerdekaan RI Gerakan Pramuka telah ada dan dikenal
oleh masyarakat. Oleh karena itu Keppres RI No.238 Tahun 1961 perlu ada
pendukungnya yaitu pengurus dan anggotanya.
Menurut Anggaran Dasar Gerakan Pramuka, pimpinan perkumpulan ini dipegang
oleh Majelis Pimpinan Nasional (MAPINAS) yang di dalamnya terdapat Kwartir
Nasional Gerakan Pramuka dan Kwartir Nasional Harian.
Badan Pimpinan Pusat ini secara simbolis disusun dengan mengambil angka
keramat 17-8-’45, yaitu terdiri atas Mapinas beranggotakan 45 orang di antaranya
duduk dalam Kwarnas 17 orang dan dalam Kwarnasri 8 orang.
Namun dalam realisasinya seperti tersebut dalam Keppres RI No.447 Tahun 1961,
tanggal 14 Agustus 1961 jumlah anggota Mapinas menjadi 70 orang dengan rincian
dari 70 anggota itu 17 orang di antaranya sebagai anggota Kwarnas dan 8 orang di
antara anggota Kwarnas ini menjadi anggota Kwarnari.
Mapinas diketuai oleh Dr. Ir. Soekarno, Presiden RI dengan Wakil Ketua I, Sri
Sultan Hamengku Buwono IX dan Wakil Ketua II Brigjen TNI Dr.A. Aziz Saleh.
Sementara itu dalam Kwarnas, Sri Sultan Hamengku Buwono IX menjabat Ketua
dan Brigjen TNI Dr.A. Aziz Saleh sebagai Wakil Ketua merangkap Ketua Kwarnari.
Gerakan Pramuka secara resmi diperkenalkan kepada seluruh rakyat Indonesia
pada tanggal 14 Agustus 1961 bukan saja di Ibu kota Jakarta, tetapi juga di tempat
yang penting di Indonesia. Di Jakarta sekitar 10.000 anggota Gerakan Pramuka
mengadakan Apel Besar yang diikuti dengan pawai pembangunan dan defile di
depan Presiden dan berkeliling Jakarta.
Sebelum kegiatan pawai/defile, Presiden melantik anggota Mapinas, Kwarnas dan
Kwarnari, di Istana negara, dan menyampaikan anugerah tanda penghargaan dan
kehormatan berupa Panji Gerakan Kepanduan Nasional Indonesia (Keppres No.448
Tahun 1961) yang diterimakan kepada Ketua Kwartir Nasional, Sri Sultan Hamengku
Buwono IX sesaat sebelum pawai/defile dimulai.
Peristiwa perkenalan tanggal 14 Agustus 1961 ini kemudian dilakukan sebagai HARI
PRAMUKA yang setiap tahun diperingati oleh seluruh jajaran dan anggota Gerakan
Pramuka.
Pasca-Reformasi[sunting | sunting sumber]
Pramuka dijadikan ekstrakurikuler wajib pada tahun 2013 dengan adanya Kurikulum
2013. Meskipun demikian, sekolah-sekolah, terutama Sekolah Dasar, sudah
menjadikan pramuka sebagai ekstrakurikuler wajib sejak lama sebelum kebijakan ini.
[6][7]

Pada Juli 2017, pemerintah Indonesia menangguhkan dukungan untuk Gerakan


Pramuka Indonesia setelah Ketua Kwartir Nasional (Kwarnas) Pramuka Adhyaksa
Dault menyatakan dukungannya untuk Hizbut Tahrir,[8] karena Hizbut Tahrir
bertentangan dengan landasan legislatif Indonesia Pancasila.[9] Bantuan keuangan
ditangguhkan menunggu klarifikasi dari Adhyaksa Dault atas kehadirannya di rapat
umum Hizbut Tahrir pada tahun 2013 dan wawancara dengan videografer Hizbut
Tahrir[10] yang menyatakan "Kekhalifahan adalah ajaran Nabi. Jika Tuhan
menghendaki, dengan atau tanpa bantuan kita, khilafah akan bangkit. Cara kita
mungkin berbeda tapi tujuan kita sama. Itulah mengapa saya di sini. Kita terus
membuat perubahan kecil. Kita harus membuat perubahan besar. Tatanan dunia
harus diubah. Kita harus memaksakan syariah."[8]
Tujuan[sunting | sunting sumber]
Gerakan Pramuka bertujuan untuk membentuk setiap pramuka:
Memiliki kepribadian yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, berjiwa patriotik, taat
hukum, disiplin, menjunjung tinggi nilai-nilai luhur bangsa, berkecakapan hidup,
sehat jasmani, dan rohani;
Menjadi warga negara yang berjiwa Pancasila, setia, dan patuh kepada Negara
Kesatuan Republik Indonesia serta menjadi anggota masyarakat yang baik, dan
berguna, yang dapat membangun dirinya sendiri secara mandiri serta bersama-
sama bertanggungjawab atas pembangunan bangsa, dan negara, memiliki
kepedulian terhadap sesama hidup, dan alam lingkungan.[11]
Prinsip dasar[sunting | sunting sumber]
Lambang Kwarnas Gerakan Pramuka Indonesia
Artikel utama: Prinsip Dasar Kepramukaan
Gerakan Pramuka berlandaskan prinsip-prinsip dasar[11] sebagai berikut:
Iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Peduli terhadap bangsa dan tanah air, sesama hidup dan alam seisinya
Peduli terhadap diri pribadinya.
Taat kepada Kode Kehormatan Pramuka.
Metode[sunting | sunting sumber]
Artikel utama: Metode Kepramukaan
Metode Kepramukaan[11] merupakan cara belajar interaktif progresif melalui:
Pengamalan Kode Kehormatan Pramuka.
Belajar sambil melakukan.
Kegiatan berkelompok, bekerja sama, dan berkompetisi.
Kegiatan yang menarik, dan menantang.
Kegiatan di alam terbuka.
Kehadiran orang dewasa yang memberikan bimbingan, dorongan, dan dukungan.
Penghargaan berupa tanda kecakapan.
Satuan terpisah antara putra, dan putri.
Keanggotaan[sunting | sunting sumber]
Anggota Gerakan Pramuka[11] terdiri dari Anggota Muda, dan Anggota Dewasa.
Anggota Muda adalah Peserta Didik Gerakan Pramuka yang dibagi menjadi
beberapa golongan di antaranya:
Golongan Siaga merupakan anggota yang berusia 7 s.d. 10 tahun
Golongan Penggalang merupakan anggota yang berusia 11 s.d. 15 tahun
Golongan Penegak merupakan anggota yang berusia 16 s.d. 20 tahun
Golongan Pandega merupakan anggota yang berusia 21 s.d. 25 tahun
Anggota yang berusia di atas 25 tahun berstatus sebagai anggota dewasa. Anggota
dewasa Gerakan Pramuka terdiri atas:
Tenaga Pendidik
Pembina Pramuka
Pelatih Pembina
Pembantu Pembina
Pamong Saka
Instruktur Saka
Fungsionaris
Ketua, dan Andalan Kwartir (Ranting s.d. Nasional)
Staf Kwartir (Ranting s.d. Nasional)
Majelis Pembimbing (Gugus Depan s.d. Nasional)
Pimpinan Saka (Cabang s.d. Nasional)
Anggota Gugus Dharma Gerakan Pramuka
Gerakan Pramuka Indonesia memiliki 17.103.793 anggota (per 2011),[12] menjadikan
Gerakan Pramuka sebagai organisasi kepanduan terbesar di dunia.
Lambang[sunting | sunting sumber]
Artikel utama: Lambang Pramuka
Lambang Gerakan Pramuka[11] adalah Tunas Kelapa.
Sifat[sunting | sunting sumber]
Berdasarkan resolusi Konferensi Kepanduan
Sedunia tahun 1924 di Kopenhagen, Denmark, maka kepanduan mempunyai tiga
sifat atau ciri khas, yaitu:
Nasional[sunting | sunting sumber]
Organisasi yang menyelenggarakan kepanduan di suatu negara haruslah
menyesuaikan pendidikannya itu dengan keadaan, kebutuhan, dan kepentingan
masyarakat, bangsa, dan negara.
Internasional[sunting | sunting sumber]
Organisasi kepanduan di negara manapun di dunia ini harus membina, dan
mengembangkan rasa persaudaraan, dan persahabatan antara sesama Pandu, dan
sesama manusia, tanpa membedakan kepercayaan/agama, golongan,
tingkat, suku dan bangsa.
Universal[sunting | sunting sumber]
Kepanduan dapat dipergunakan di mana saja untuk mendidik anak-anak dari
bangsa apa saja
Lagu[sunting | sunting sumber]
H. Mutahar salah seorang pejuang, pengubah lagu, dan tokoh Pramuka
menciptakan sebuah Hymne Pramuka bagi Gerakan Pramuka. Lagu itu berjudul
Hymne Pramuka. Hymne Pramuka menjadi lagu yang selalu dinyanyikan dalam
upacara-upacara yang dilaksanakan dalam Gerakan Pramuka.
Syair lagu Hymne Pramuka adalah
Kami Pramuka Indonesia
“ Manusia Pancasila
Satyaku kudharmakan, dharmaku kubaktikan
agar jaya, Indonesia, Indonesia
tanah
Kami jadi pandumu.
air ku

Kode kehormatan[sunting | sunting sumber]
Kode kehormatan dalam Gerakan Pramuka terdiri dari tiga janji yang disebut
"Trisatya" dan sepuluh moral yang disebut "Dasadarma". Khusus untuk golongan
siaga kode kehormatan terdiri dari dua janji yang disebut "Dwi Satya" dan dua moral
yang disebut "Dwi Darma"
Trisatya Pramuka
Demi kehormatanku aku berjanji akan bersungguh-sungguh:
Menjalankan kewajibanku terhadap Tuhan, dan Negara Kesatuan Republik
Indonesia, mengamalkan Pancasila
Menolong sesama hidup, dan mempersiapkan diri serta membangun masyarakat
Menepati Dasadarma
Dasadarma Pramuka
Taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Cinta Alam, dan kasih sayang sesama manusia.
Patriot yang sopan, dan kesatria.
Patuh, dan suka bermusyawarah.
Rela menolong, dan tabah.
Rajin, terampil, dan gembira.
Hemat, cermat, dan bersahaja.
Disiplin, berani, dan setia.
Bertanggung jawab, dan dapat dipercaya.
Suci dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan.

Anda mungkin juga menyukai