Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN KASUS PROFESI FISIOTERAPI

MANAJEMEN FISIOTERAPI GANGGUAN GERAK DAN FUNGSIONAL

BERUPA NYERI, MUSCLE WEAKNESS, LIMITASI ROM, ADL

SERTA REKREASI PADA KNEE JOINT DEXTRA E.C

POST OP ACL 2 MINGGU YANG LALU

OLEH

ANNISA TSABITAH DIWANTIKA


R024231021

PROGRAM STUDI FISIOTERAPI


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2023
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Studi Kasus Profesi manajemen fisioterapi gerak dan aktivitas


fungsional berupa nyeri, muscle weakness, limitasi ROM, ADL serta rekreasi
pada knee joint dextra e.c post op acl ₁ minggu yang lalu.

Pada tanggal 24 November 2023

Mengetahui, Mengetahui,
Clinical Instructor Clinical Educator

Bustaman Wahab, S.Ft., Physio., M.Kes Yery Mustari, S.Ft., Physio., M.ClinRehab.
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan Rahmat dan Anugerah-nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
laporan kasus ini sebagai pembuka pintu menyelesaikan studi, yang berjudul
“Laporan Studi Kasus Profesi manajemen fisioterapi gerak dan aktivitas
fungsional berupa nyeri, muscle weakness, limitasi ROM, ADL serta rekreasi
pada knee joint dextra e.c post op acl ₁ minggu yang lalu”. Kami menyadari
bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini masih banyak kekurangan dan
keterbatasan, namun berkat do’a, bimbingan, arahan dan motivasi dari berbagai
pihak, kami mampu menyelesaikan satu tahapan penyelesaian studi. Harapan
kami semoga laporan kasus yang diajukan ini dapat diterima dan diberi kritikan
serta masukan yang dapat semakin memperbaiki laporan kasus ini.

Makassar, 23 November 2023

Penulis
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................iv
BAB I ANATOMI & FISIOLOGI.........................................................................15
A. Anatomi dan Fisiologi Knee Joint..........................................................15
BAB II PATOFISIOLOGI.....................................................................................22
A. Definisi Ruptur ACL...............................................................................22
B. Epidemiologi...........................................................................................26
C. Etiologi....................................................................................................28
D. Healing Process Ligament......................................................................30
E. Klasifikasi Cedera Ligament...................................................................32
F. Manifestasi Klinik...................................................................................32
G. Klasifikasi Meniscus Tear.......................................................................33
H. Patomekanisme Meniscus Tear...............................................................34
I. Diagnosis Banding..................................................................................34
J. Penatalaksanaan Fisioterapi....................................................................35
BAB III MANAJEMEN FISIOTERAPI...............................................................40
A. Identitas Pasien.......................................................................................40
B. Assessment CHARTS..............................................................................40
C. Diagnosis Fisioterapi...............................................................................42
D. Problem Fisioterapi.................................................................................43
E. Tujuan Fisioterapi...................................................................................43
F. Program Fisioterapi.................................................................................43
G. Evaluasi...................................................................................................44
H. Home Program........................................................................................44
I. Modifikasi Fisioterapi.............................................................................45
J. Kemitraan................................................................................................45
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................46
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Tulang Pembentuk Knee Joint.............................................................15


Gambar 2. Otot-otot Fleksor..................................................................................16
Gambar 3. Otot-otot Ekstensor..............................................................................17
Gambar 4. Ligamen pada Knee Joint.....................................................................18
gambar 5. Meniscus Knee Joint.............................................................................20
gambar 6. Kapsul Knee Joint Tampak Anterior....................................................20
gambar 7. Bursa Knee Joint...................................................................................21
gambar 8. bone bruises...........................................................................................30
gambar 9. Klasifikasi Meniscus Tear.....................................................................34
BAB I
ANATOMI & FISIOLOGI

A. Anatomi dan Fisiologi Knee Joint


Persendian atau artikulasi adalah suatu hubungan antara dua tulang
atau lebih yang dihubungkan melalui pembungkus jaringan ikat pada bagian
luar dan pada bagian dalam terdapat rongga sendi dengan permukaan tulang
yang dilapisi oleh tulang rawan. Fungsi dari sendi secara umum adalah untuk
melakukan gerakan pada tubuh (Schulze-Tanzil et al., 2020). Knee joint atau
disebut juga sendi lutut merupakan sendi yang paling besar pada tubuh
manusia dan merupakan sendi yang paling rentan karena menjadi tumpuan
dari berat beban tubuh manusia memaparkan bahwa knee joint merupakan
sendi yang tersusun dari Os Fibula, Os. Tibia, dan Os Femur yang kemudian
disatukan dan diikat oleh ligamentum (Prathap Kumar et al., 2020). Knee
joint merupakan jenis hinge joint dan secara konseptual terbentuk dari
beberapa hubungan antar tulang atau articulatio, yaitu patello-femoral joint,
tibio-femoral joint, dan tibio-fibular joint. Meskipun sendi lutut memiliki
konstruksi yang baik, fungsinya sering terganggu bila terjadi gerakan
berlebihan pada lutut. Sendi lutut tersusun atas tulang, otot, ligamen, bursa,
meniskus, kapsul sendi, saraf, dan vaskularisasi (Prathap Kumar et al., 2020).

1. Tulang Pembentuk Knee Joint

Gambar 1 Tulang Pembentuk Knee Joint


Sumber: Houssein, (2016)
16

Sendi lutut dibentuk oleh empat tulang yaitu femur,tibia, fibulla,


dan patella. Pergerakan utama dari sendi lutut terjadi antara tulang-
tulang tersebut. Setiap tulang yang berhubungan tersebut dibungkus
oleh kartilago articular yang keras, namun halus dan didesain untuk
mengurangi resiko terjadinya cedera antar tulang. Bagian-bagian dari
tulang-tulang pembentuk sendi lutut antara lain femur, patella, tibia, dan
fibula (Zhang et al., 2020)
2. Otot Penggerak Knee Joint
Beberapa otot – otot yang bekerja pada sendi lutut berdasarkan
gerakannya, terbagi menjadi 2 gerakan yaitu otot penggerak extensor
knee dan flexor knee. Untuk dapat melakukan gerakan tersebut
dibutuhkan kelompok otot sekitar sendi lutut. Berikut ini adalah
kelompok otot yang membantu pergerakan fleksi dan ekstensi lutut:

a. Otot-otot fleksor
Otot penggerak flexor knee yaitu grup otot hamstring yaitu bicep
femoris, semitendinosus, semimembranosus otot-otot lain yang
juga berkontribusi ketika gerakan fleksi lutut yaitu gastrocnemius,
plantaris, popliteus, gracillis, dan sartorius (Hassebrock et al.,
2020).
M. Hamstring merupakan otot penggerak utama dari fleksi lutut
yang memiliki 3 otot yakni m. biceps femoris pada bagian lateral,
serta m. Semi membranosus pada bagian tengah, dan m.
Semitendinosus pada bagian medial. Lingkup gerak sendi saat aktif
fleksi adalah 140º dan 120º jika hip dalam keadaan ekstensi. Saat
pasif fleksi dapat mencapai 160º dimana tumit dapat menyentuh
bokong.

Gambar 2. Otot-otot Fleksor


Sumber: health since journal (2018)
17

b. Otot-otot ekstensor
Otot penggerak extensor knee antara lain adalah grup m.
Quadriceps (musculus rectus femoris, musculus vastus lateralis,
musculus Vastus medialis, musculus vastus intermedius). Keempat
otot quadriceps bersatu membentuk tendon dan melekat pada
tulang tibia (tuberositas tibialis) melalui ligamen patella. Fungsi m.
Vastus medialis pada sendi lutut disamping berperan sebagai
ekstensor sendi juga berperan dalam menjaga stabilisasi posisi
patella bersama–sama dengan ligament (Ahmed Ali & Babiker
Abdelwahab, 2019)

Gambar 3. Otot-otot Ekstensor


Sumber: physiopedia

3. Ligamen Pada Knee Joint

Fungsi stabilisasi pasif sendi lutut dilakukan oleh ligamen.


Ligamen-ligamen yang terdapat pada sendi lutut adalah ligamen
cruciatum yang terdiri dari ligamen cruciatum anterior dan ligamen
cruciatum posterior, ligamen collateral yang terdiri dari ligamen
collateral medial dan ligamen collateral lateral, ligamen patellaris,
ligamen popliteal oblique, dan ligamen transversal (Maralisa &
Lesmana, 2020).
18

Gambar 4. Ligamen pada Knee Joint


Sumber: Physiopedia
a. Ligamen Cruciatum Anterior
Ligamen crusiatum anterior membentang dari bagian anterior fossa
intercondyloid tibia melekat pada bagian lateral condylus femur
yang berfungsi untuk mencegah gerakan slide tibia ke anterior
terhadap femur, menahan eksorotasi tibia pada saat fleksi lutut,
mencegah hiperekstensi lutut dan membantu saat rolling dan
gliding sendi lutut (Hassebrock et al., 2020). Ligamen cruciatum
merupakan ligamen terkuat pada sendi lutut meskipun tidak
menutupi kapsul sendi. Dinamakan ligamen cruciatum karena
saling menyilang antara satu dengan yang lain. Ligamen ini berada
pada bagian depan dan belakang sesuai dengan perlekatan pada
tibia (Hassebrock et al., 2020)
b. Ligamen Cruciatum Posterior
Ligamen crusiatum posterior merupakan ligamen yang lebih
pendek tetapi lebih kuat dibanding dengan ligamen cruciatum
anterior. Ligamen ini berbentuk kipas membentang dari bagian
posterior tibia ke bagian depan atas dari fossa intercondyloid tibia
dan melekat pada bagian luar depan condylus medialis femur.
Ligamen ini berfungsi untuk mengontrol gerakan slide tibia ke
belakang terhadap femur, mencegah hiperekstensi lutut dan
memelihara stabilitas sendi lutut (Hassebrock et al., 2020).
c. Ligamen Collateral Medial
Ligamen collateral medial merupakan ligamen yang lebar, datar,
dan membranous band nya terletak pada sisi tengah sendi lutut.
Ligamen ini terletak lebih posterior di permukaan medial sendi
lutut, yang
19

melekat diatas epycondilus medial femur bawah di bawah


tuberculum adductor dan ke bawah menuju condylus medial tibia
serta pada medial meniscus. Seluruh ligamen collateral medial
meregang pada gerakan penuh ROM ekstensi lutut, ligamen
collateral medial ini juga melekat pada meniscus medialis.
Ligamen ini sering mengalami cedera, cedera ligamen ini sering
menyertai cedera meniscus medialis dan fungsinya untuk menjaga
gerakan ekstensi dan mencegah gerakan ke arah (Ahmed Ali &
Babiker Abdelwahab, 2019).
d. Ligamen Collateral Lateral
Ligamen collateral lateral merupakan ligamen yang kuat dan
melekat diatas ke belakang epicondylus femur dan dibawah
permukaan luar caput fibula. Fungsi ligamen ini adalah untuk
mengawasi gerakan ekstensi dan mencegah gerakan ke arah
medial. Dalam gerak fleksi lutut ligamen ini melindungi sisi lateral
lutut (Ahmed Ali & Babiker Abdelwahab, 2019).

4. Kapsul Knee Joint


Kapsul knee joint terdiri dari dua lapisan yaitu stratum fibrosum
yang merupakan lapisan luar dari kapsul sendi dan berperan sebagai
penutup atau selubung dan stratum sinovium yang bersatu dengan bursa
suprapatelaris. Stratum sinovium merupakan lapisan dalam yang
berfungsi memproduksi cairan sinovium untuk melicinkan permukaan
sendi lutut. Kapsul sendi lutut ini termasuk jaringan fibrosus yang
avaskular sehingga jika cedera, sulit untuk proses penyembuhan.

gambar 6 Kapsul Knee Joint Tampak Anterior

Sumber: Netter&Kubey,2011
20

5. Bursa Knee Joint


Bursa merupakan kantong yang berisi cairan yang memudahkan
terjadinya gesekan dan gerakan pada sendi. Memiliki dinding yang tipis
dan dibatasi oleh membran sinovium. Ada beberapa bursa yang terdapat
pada sendi lutut antara lain bursa suprapatelaris, bursa infrapatelaris,
bursa prepatelaris, bursa semimembranosus dan bursa subsatorial.

gambar 7 Bursa Knee Joint


Sumber: Netter & Kubey, 2011
21

BAB II
PATOFISIOLOGI

A. Definisi Ruptur ACL

ACL dipertimbangkan sebagai stabilisator utama sendi lutut, karena


berkontribusi terhadap 85% stabilitas lutut, memungkinkan gerakan fleksi dan
rotasi lutut yang halus. Selain itu juga berperan penting dalam mencegah
rotasi internal tibia yang berlebihan. ACL menjadi ligamen pada lutut yang
paling sering mengalami cedera dan menjadi fokus studi dalam beberapa
dekade terakhir (Hunt et al., 2021).
Ruptur adalah robek atau putusnya jaringan lunak yang disebabkan
karena trauma dimana dapat terjadi secara parsial maupun komplit. Ruptur
ACL adalah robeknya ligament anterior cruciatum yang menyebabkan sendi
lutut menjadi tidak stabil sehingga tulang tibia bergeser secara bebas.
Sedangkan rupture LCL adalah robeknya lateral collateral ligament yang
disebabkan karena adanya desakan ke bagian luar lutut. Ruptur ACL sering
terjadi pada olahraga high-impact, seperti sepak bola, futsal, bola voli, tenis,
bulutangkis, bola basket dan olahraga lain seperti beladiri (Nakamae et al.,
2021).
Ruptur ACL adalah robeknya ligament anterior cruciatum yang
menyebabkan sendi lutut menjadi tidak stabil sehingga tulang tibia bergeser
secara bebas. Ruptur ACL sering terjadi pada olahraga high-impact, seperti
sepak bola, futsal, bola voli, tenis, bulutangkis, bola basket dan olahraga lain
seperti beladiri (McMillan, 2013). Sebagian besar cedera ACL memerlukan
tindakkan operasi. Standar operasi rekonstruksi ACL yang biasa dipakai
adalah teknik arthroskopi (Nakamae et al., 2021).
Sebagian besar cedera ACL memerlukan tindakkan operasi.Standar
operasi rekonstruksi ACL yang biasa dipakai adalah teknik arthroskopi
(Moore et al., 2014). Rekonstruksi ACL adalah operasi penggantian ligamen
anterior cruciate dengan cangkok jaringan untuk mengembalikan fungsi
seperti sebelumnya. Operasi ini biasa dilakukan dengan bantuan arthroscopy.
Arthroscopy merupakan alat yang digunakan untuk memeriksa bagian dalam
suatu sendi untuk melakukan prosedur diagnosis atau terapetik di dalam sendi
22

tersebut (Zhang et al., 2020).


Cangkok atau graft untuk menggantikan ACL yang putus dapat
diambil dari tubuh pasien itu sendiri (autograft) atau dari sumber diluar tubuh
pasien (allograft). Penelitian menunjukkan bahwa allograft (jaringan donor dari
mayat) memiliki tingkat kegagalan yang lebih tinggi pada pasien di bawah usia
25 tahun. Bagi banyak atlet rekreasional, kekuatan ACL yang direkonstruksi
menggunakan allograft sudah cukup untuk kebutuhan mereka, dan allograft
tampaknya memberikan hasil yang setara stabilitas pada autograft (Samuelsen et
al., 2017).

 Keuntungan: Melakukan operasi ACL menggunakan allograft


memungkinkan waktu operasi yang lebih singkat, tidak perlu
mengangkat jaringan lain untuk pencangkokan, sayatan yang lebih kecil,
dan mengurangi rasa sakit pasca operasi. Lebih lanjut, jika cangkok
gagal, operasi revisi dapat dilakukan dengan menggunakan cangkok
tendon patela atau hamstring (Samuelsen et al., 2017).
 Kekurangan: Secara historis, cangkok ini berkualitas buruk dan
membawa risiko penularan penyakit yang signifikan. Baru-baru ini,
teknik persiapan allograft telah meningkat secara dramatis, dan
kekhawatiran ini tidak terlalu menjadi masalah. Namun, proses persiapan
cangkok (pengeringan beku) membunuh sel hidup dan menurunkan
kekuatan jaringan. Risiko penularan penyakit juga masih tetap ada.
Meskipun sterilisasi dan persiapan cangkok meminimalkan risiko ini, hal
itu tidak menghilangkannya sepenuhnya (Samuelsen et al., 2017).
Adapun jenis autograft yang digunakan untuk rekonstruksi ACL
memiliki beberapa potensi kejadian motbiditas lokasi donor sebagai berikut:
1. Graft bone patellar
Tendon patela adalah struktur di depan lutut Anda yang menghubungkan
tempurung lutut (patella) ke tulang kering (tibia). Tendon patela rata-rata
antara 25 hingga 30 mm lebarnya. Ketika tendon patela tendon dipilih,
pusat 1/3 dari tendon patella dihapus (sekitar 9 atau 10 mm) bersama
dengan blok tulang di situs lampiran di tempurung lutut dan tibia
(Montalvo et al., 2019).
23

 Keuntungan: Banyak ahli bedah lebih memilih cangkok tendon


patella karena sangat mirip dengan ACL yang robek. Panjang tendon
patella hampir sama dengan ACL, dan ujung tulang graft dapat
ditempatkan ke tulang di mana ACL menempel. Hal ini
memungkinkan penyembuhan "tulang ke tulang", sesuatu yang
dianggap oleh banyak ahli bedah lebih kuat daripada metode
penyembuhan lainnya.
 Kekurangan: Ketika tendon tendon patella diambil, segmen tulang
dikeluarkan dari tempurung lutut, dan sekitar 1/3 tendon dilepaskan.
Ada risiko fraktur patela atau robekan tendon patella setelah operasi
ini. Juga, masalah paling umum setelah operasi ini adalah rasa sakit
di bagian depan lutut ( nyeri lutut anterior ). Bahkan, pasien kadang-
kadang mengatakan mereka merasa sakit ketika berlutut, bahkan
bertahun-tahun setelah operasi.

2. Graft tendon hamstring (semi tendinosus)


Otot hamstring adalah kelompok otot di belakang paha Anda. Ketika
tendon hamstring digunakan dalam operasi ACL, dua tendon otot-otot ini
dihapus, dan "dibundel" bersama-sama untuk menciptakan ACL baru.
Selama bertahun-tahun, metode memperbaiki cangkok ini ke tempatnya
telah membaik (Montalvo et al., 2019).

 Keuntungan: Masalah paling umum setelah operasi ACL


menggunakan tendon patella adalah rasa sakit di bagian depan lutut.
Sebagian dari rasa sakit ini diketahui disebabkan oleh cangkokan dan
tulang yang dihilangkan. Ini bukan masalah saat menggunakan
tendon hamstring. Sayatan untuk mendapatkan cangkok lebih kecil,
dan rasa sakit baik pada periode pasca operasi segera dan di jalan,
dianggap kurang.

 Kekurangan: Masalah utama dengan cangkokan ini adalah fiksasi


cangkokan di terowongan tulang. Ketika tendon patella digunakan,
tulang ujungnya sembuh ke terowongan tulang (penyembuhan
"tulang ke tulang"). Dengan cangkok hamstring, periode waktu
yang lebih
24

lama diperlukan agar cangkokan menjadi kaku. Oleh karena itu,


orang dengan cangkok hamstring sering dilindungi untuk jangka
waktu yang lebih lama sementara cangkok sembuh ke tempatnya.
3. Graft tendon quadriceps (rectus femoris)
Cangkok tendon quadricep menawarkan manfaat unik untuk
rekonstruksi ligamen cruciatum, seperti diameter besar yang dapat
diprediksi, morbiditas rendah dan profil kekakuan yang lebih disukai
untuk rekonstruksi ligamen lutut. Pemanen Quadriceps dirancang untuk
memanen cangkok paha depan dengan aman, mudah, dan cepat
menggunakan teknik invasif minimal 2-4 Ujung yang tajam
menunjukkan cangkok silinder yang mendekati. Pegangannya yang
dirancang secara ergonomis menampilkan gradasi pada bagian bening
untuk memungkinkan visualisasi perkiraan panjang cangkokan selama
pemanenan. Tersedia dalam 4 ukuran (8 mm hingga 11 mm), pemanen
tendon Quadricep dapat mengakomodasi kebutuhan unik setiap pasien
serta preferensi ahli bedah untuk diameter cangkok.
Implan FiberTag, TightRope, memfasilitasi pemasangan cangkok
ujung tunggal, seperti cangkok tendon quad, ke implan ACL Tight Rope
RT dan ABS. Jahitan FiberTag terintegrasi ke dalam implan TightRope
untuk koneksi yang kuat dan konsisten antara jahitan dan loop
TightRope. Teknik penjahitan yang disederhanakan, bersama dengan
kemasan inovatif dan instrumen persiapan cangkok GraftClamp baru,
membuat persiapan cangkok tendon paha depan lebih cepat dan lebih
dapat direproduksi dari sebelumnya (Zhang et al., 2020)
4. Graft tendon peroneus longus
Tindakan rekonstruksi ACL dengan autograft tendon peroneus
longus memberikan hasil yang sama baik dibandingkan tendon hamstring
menurut instrumen IKDC, Modified Cincinnati, dan Lysholm pada
evaluasi satu tahun post operasi. Tendon peroneus longus memiliki
keunggulan meliputi ukuran graft yang lebih besar, atrofi paha yang lebih
kecil, tidak ditemui adanya nyeri saat berlutut, dan fungsi ankle yang
baik menurut instrumen AOFAS dan FADI (Zhang et al., 2020)
25

Rekonstruksi ACL menggunakan cangkok atau autograft tendon


hamstring melibatkan ahli bedah menggunakan satu atau dua tendon
hamstring pada sisi medial (sisi paling dekat dengan garis tengah) lutut.
Rekonstruksi ini juga merupakan pilihan graft ACL yang populer.
Tindakan ini menjadi pilihan paling umum untuk rekonstruksi cedera
pada anak-anak yang memiliki tulang muda karena untuk meminimalkan
risiko perlambatan pertumbuhan pasca rekonstuksi. Kemungkinan dan
kekhawatiran dengan autografts hamstring adalah ketidaknyamanan di
belakang lutut atau paha dan merasa kelemahan pada fleksi lutut yang
dialami beberapa pasien pasca rekonstruksi. Keuntungan dari pemilihan
graft hamstring adalah lebih besarnya cross-sectional area dan menjaga
integritas mekanisme ekstensor. Selanjutnya kekuatan tegangan dari
hamstring graft mendekati tiga kali lebih besar dibandingkan ACL
normal. Tingkat kembali dari level pre-operasi ke aktivitas olahraga
adalah 69%. Tingkat komplikasi (hilangnya ekstensi, nyeri lutut anterior
dan infeksi) lebih rendah dibandingkan dengan graft pattelar.
Kekurangan dari hamstring graft meliputi waktu kesembuhan dan
integrasi graft dengan tulang yang lebih lama. Selain itu, kurangnya
hamstring dalam proteksi dan stabilisasi selama gerakan tertentu, kondisi
ini menjadi faktor predisposisi rupturnya graft ACL. Pasien dengan graft
hamstring memiliki gaya tekut yang lebih rendah dengan pasien yang
menggunakan graft patellar (Hunt et al., 2021).
B. Epidemiologi
Robeknyaa ligament ACL adalah salah satu cedera lutut yang paling
sering terjadi. Cedera lutut hamper mendekati 60% cedera olahraga pada
tingkat sekolah menengah. Rupture ACL sendiri dihitung lebih dari 50% pada
kejadian cedera lutut diperkirakan bahwa sekitar 200.000 rekonstruksi ACL
dilakukan setiap tahun di Amerika Serikat, jumlahnya akan meningkatlebih
lanjut diikuti oleh peningkatan partisipasi dalam kegiatan atletik (Hunt et al.,
2021). Tingkat kejadian cedera ACL pertahun sebesar 68,6 per 100.000
orang. Sementara cedera pada lateral collateral ligament mewakili hingga 39
persen dari semua cedera pada atlet, cedera ligamen LCL lebih jarang terjadi.
Banyak
26

cedera lateral collateral ligament (LCL) terjadi bersamaan dengan kerusakan


lutut lainnya. Penyebab terjadinya cedera ACL berhubungan dengan olahraga
yang melibatkan gerakan seperti lompatan, berputar, dan perubahan arah
gerak secara tiba-tiba. Tingkat kejadian cedera ACL terbanyak akibat
olahraga non- kontak, yaitu mencapi 70-80% (Yuliana & Kushartanti, 2020)
oleh karena itu tingkat cedera ACL banyak dialami oleh atlet. Cedera ACL
untuk wanita lebih tinggi dibanding pria dengan perbandingan 33 per 100.000
untuk atlet. Prevalensi kejadian cedera ACL yang lebih besar ditemukan pada
wanita dibandingkan dengan laki-laki (Nakamae et al., 2021). Sekitar 5%
pasien dengan cedera ACL juga didapati ruptur pada meniskus. Pada cedera
ACL akut, meniskus lateralis lebih sering robek, pada ACL kronis, meniskus
medial lebih sering robek (Zhang et al., 2020).
Cedera lutut hampir mendekati 60% cedera olahraga pada tingkat
sekolah menengah. Ruptur ACL sendiri dihitung lebih dari 50% pada
kejadian cedera lutut. Cedera ini mengganggu sejumlah olahragawan, dimana
gangguannya sebesar 80% dari semua cedara olahraga. Selanjutnya pada
proses perbaikan, rekonsonstruksi ACL menjadi pilihan utama. Rekonstruksi
ACL adalah prosedur keenam yang paling umum dilakukan pada ortopedi.
Diperkirakan bahwa sekitar 200.000 rekonstruksi ACL dilakukan setiap tahun
di Amerika Serikat, jumlahnya diperkirakan akan meningkat lebih lanjut
diikuti oleh peningkatan partisipasi dalam kegiatan atletik oleh remaja dan
dewasa muda (Zhang et al., 2020).
Cedera ACL menjadi masalah khususnya anak muda yang terlibat
dalam olahraga kompetitif, karena efek jangka panjang yang ditimbulkan
seperti, ketidakstabilan lutut, robekan meniskus, cedera tulang rawan, dan
osteoartritis. Selain itu, cedera ACL berpengaruh terhadap kesehatan
seseorang seperti, tekanan psikologis, terbatasnya olahraga atau aktivitas
yang dilakukan karena gangguan fungsional, dan takut cedera kembali.
Cedera ACL bahkan dapat menyebabkan atlet kehilangan kariernya karena
harus berhenti sebagai atlet (career ending injury) (James et al., 2012).
27

C. Etiologi

1. Etiologi ACL dan LCL injury


Diperkirakan bahwa 70 persen dari cedera ACL terjadi melalui
mekanisme non kontak sementara 30 persen adalah hasil dari kontak
langsung dengan pemain lain atau object. Mekanisme cedera sering
dikaitkan dengan perlambatan diikuti dengan pemotongan, berputar atau
“side stepping manuver”, pendaratan canggung atau "out of control play"
(Schulze-Tanzil et al., 2020). Banyak hal yang dapat meningkatkan risiko
cedera ACL, baik yang berasal dari luar (faktor ekstrinsik) maupun faktor
dari atlet (faktor intrinsik). Faktor ekstrinsik yang mungkin mempengaruhi
terjadinya cedera ACL adalah cabang olahraga, cuaca, dan kondisi tempat
latihan, serta alas kaki yang digunakan. Faktor intrinsik yang mungkin
akan mempengaruhi terjadinya cedera ACL adalah jenis kelamin, anatomi
Indeks Massa Tubuh (IMT), faktor hormonal, riwayat keluarga cedera
ACL, riwayat cedera sebelumnya, dan fungsi neurokognitif (Zago et al.,
2021). Penyebab terjadinya cedera pada lateral collateral ligament (LCL)
yaitu kontak langsung ke bagian dalam lutut, seperti saat bertabrakan atau
menjegal, teknik pendaratan yang buruk, tiba-tiba berubah arah saat
berlari, memutar lutut saat kaki diam. Menurut Zago pada tahun 2021, di
jelaskan urutan penyebab terjadinya cedera ACL sebagai berikut:
a. Cutting and Pivoting Sport Kebanyakan pemicu cedera ACL pada
atlet berasal dari situasi non-contac (sekitar 70%). biasanya terjadi
saat atlet mendarat setelah melakukan lompatan, merubah arah dengan
cepat untuk menghindari pemain lawan, atau saat atlet melakukan
gerakan berhenti secara mendadak (Zago et al., 2021).
b. Usia Usia muda merupakan kelompok penyumbang angka cedera
ACL tertinggi. Faktornya adalah karena mereka melakukan banyak
aktivitas fisik dalam kegiatan sehari - hari maupun dalam latihan
olahraga kesehatan atau prestasinya. American Academy of
Orthopaedic memberikan data bahwa dari 2000 operasi yang
dilakukan untuk cedera ACL kebayakan pasien dalam range usia 15 -
25 tahun (Zago et al., 2021).
28

c. Jenis Kelamin Studi menjelaskan bahwa wanita yang aktiv dalam


"Cutting Sport" -sepak bola, bola basket, dll- memiliki 6 kali resiko
lebih tinggi untuk menderita cedera ACl dibanding pria dengan jenis
olahraga yang sama. Sebagian besar dari wanita yang menderita ACL
yakni pada usia 12 - 18 tahun. Penyebabnya adalah, secara anatomi
kondisi "Valgus" wanita lebih lunak dari pada pria.Itu yang
menyebabkan wanita memiliki resiko terkena cedera ACl lebih tinggi
dibanding dengan pria.Selain itu, faktor tingginya hormon 14
esterogen pada siklus menstruasi membuat kekompakkan sendi
menurun, sendi menjadi lebih tidak stabil (Zago et al., 2021).

2. Etiologi Bone Bruises


Memar tulang terlihat pada magnetic resonance imaging (MRI) setelah
cedera ACL dapat memberikan informasi yang signifikan untuk menentukan
mekanisme cedera ACL. Bone bruises (memar pada tulang) adalah cedera
traumatis pada tulang yang tidak separah patah tulang, cedera pada bone
bruise hanya merusak beberapa trabekula. Adanya bone bruises
menyebabkan darah menumpuk di area bawah periosteum
yang menyebabkan hematoma subperiosteal.
Cedera juga dapat menyebabkan pendarahan dan pembengkakan di
daerah antara tulang rawan dan tulang di bawahnya. Kondisi ini
menyebabkan memar tulang pada subchondral atau pendarahan dan
pembengkakan dapat terjadi di medula tulang. Bone bruises merupakan
akibat dari trauma seperti terjatuh atau kecelakaan, dapat terjadi saat
melakukan rotasi anggota gerak yang berlebih (Shi et al., 2021). Berikut ini
dapat menyebabkan perubahan sumsum tulang pada memar tulang:
a. Penggumpalan darah yang melebar menghambat aliran darah, yang
menyebabkan peradangan parah.
b. Cairan di dalam tulang: cairan terkumpul di otot dan menjadi bengkak
atau edema yang juga disebabkan oleh tekanan.
c. Hiperemia reaktif akibat peningkatan darah drastic
29

gambar 8 bone bruises


Sumber: https://lennymacrina.com/acl-tears-and-bone-bruises/

D. Healing Process Ligament


Fungsi sekunder ACL adalah untuk mencegah posisi valgus dan varus
pada lutut, terutama saat ekstensi. Cedera ACL menyebabkan perubahan
kinematika lutut. Hampir seluruh cedera ligamen lutut terjadi saat lutut sedang
dalam posisi fleksi, dimana kapsul sendi dan ligamen dalam keadaan rileks dan
femur dapat dengan bebas berotasi pada tibia. Dorongan dari femur dapat
mengakibatkan tibia terdesak dan menghasilkan tekanan yang dapat
menyebabkan cidera pada ligamen pada sendi lutut. Cedera ligamen cruciatum
dapat terjadi tersendiri maupun bersamaan dengan cedera pada bagian yang
lain. Anterior Cruciate Ligament (ACL) adalah yang lebih sering terkena
cedera (Hunt et al., 2021).
1. Fase inflamasi adalah adanya respon vaskuler dan seluler yang terjadi
akibat perlukaan yang pada jaringan lunak. Tujuan yang hendak dicapai
adalah menghentikan perdarahan dan membersihkan area luka dari benda
asing, sel-sel mati dan bakteri untuk mempersiapkan dimulainya proses
penyembuhan. (James et al., 2012). Pada awal fase ini kerusakan
pembuluh darah akan menyebabkan keluarnya platelet yang berfungsi
sebagai hemostasis. Platelet akan menutupi vaskuler yang terbuka dan juga
mengeluarkan “substansi vasokonstriksi” yang mengakibatkan pembuluh
darah kapiler vasokonstriksi.
2. Selanjutnya terjadi penempelan endotel yang akan menutup pembuluh
darah. Periode ini berlangsung 5-10 menit dan setelah itu akan terjadi
vasodilatasi kapiler akibat stimulasi saraf sensoris (Local sensory nerve
30

ending), local reflex action dan adanya substansi vasodilator (histamin,


bradikinin, serotonin dan sitokin). Histamin juga menyebabkan
peningkatan permeabilitas vena, sehingga cairan plasma darah keluar dari
pembuluh darah dan masuk ke daerah luka dan secara klinis terjadi
oedema jaringan dan keadaan lingkungan tersebut menjadi asidosis. Secara
klinis fase inflamasi ini ditandai dengan: eritema, hangat pada kulit,
oedema dan rasa sakit yang berlangsung sampai hari ke-3 atau hari ke 4
(James et al., 2012).
3. Fase Ploriferasi Proses kegiatan seluler yang penting pada fase ini adalah
memperbaiki dan menyembuhkan jaringan lunak dan ditandai dengan
proliferasi sel. Peran fibroblas sangat besar pada proses perbaikan yaitu
bertanggung jawab pada persiapan menghasilkan produk struktur protein
yang akan digunakan selama proses rekonstruksi jaringan (James et al.,
2012)
4. Fase Maturasi Fase ini dimulai pada minggu ke-3 setelah perlukaan dan
berakhir sampai kurang lebih 12 bulan. Tujuan dari fase maturasi adalah
menyempurnakan terbentuknya jaringan baru menjadi jaringan
penyembuhan yang kuat dan bermutu. Fibroblas sudah mulai
meninggalkan jaringan granulasi, warna kemerahan dari jaringan mulai
berkurang dan serat fibrin dari kolagen bertambah banyak untuk
memperkuat jaringan parut. Kekuatan dari jaringan parut akan mencapai
puncaknya pada minggu ke-10 setelah perlukaan (James et al., 2012).
Untuk mencapai penyembuhan yang optimal diperlukan keseimbangan
antara kolagen yang diproduksi dengan yang dipecahkan. Kolagen yang
berlebihan akan terjadi penebalan jaringan parut atau hypertrophic scar,
sebaliknya produksi yang berkurang akan menurunkan kekuatan jaringan
parut dan luka akan selalu terbuka. Jaringan lunak dikatakan sembuh jika
terjadi kontinuitas lapisan kulit dan kekuatan jaringan parut mampu atau
tidak mengganggu untuk melakukan aktifitas normal. Meskipun proses
penyembuhan luka sama bagi setiap penderita, namun outcome atau hasil
yang dicapai sangat tergantung pada kondisi biologis masing-masing
individu, lokasi serta luasnya luka. Penderita muda dan sehat akan
mencapai proses yang cepat dibandingkan
31

dengan kurang gizi, diserta penyakit sistemik (diabetes mielitus) (James et


al., 2012).
E. Klasifikasi Cedera Ligament
Ruptur pada Ligament dapat digolongkan menjadi:
1. Derajat I Robekan mikro pada ligamen. Umumnya tidak menimbulkan
gejala
ketidakstabilan dan dapat kembali bermain setelah proses
penyembuhan, sedikir serabut yang putus disertai nyeri ringan dan
bengkak tetapi tidak ada perpanjangan kerusakan pada ligament
(Montalvo et al., 2019).
2. Derajat II Serat ligamen yang robek sebagian atau robek lengkap
dengan perdarahan. Ada pembengkakan yang moderat dengan
beberapa hilangnya fungsi. Sendi mungkin merasa tidak stabil selama
aktivitas. Nyeri dan sakit meningkat dengan Lachman dan anterior
drawer stress test (Montalvo et al., 2019).
3. Derajat III Serat-serat ligamen benar-benar robek (ruptured). Ligamen
telah robek sepenuhnya menjadi dua bagian. Ada kelembutan tetapi
tidak banyak rasa sakit terutama bila dibandingkan keseriusan cedera.
Mungkin ada pembengkakan sedikit atau banyak pembengkakan.
Ligamen tidak dapat mengendalikan gerakan lutut. Lutut terasa tidak
stabil (Montalvo et al., 2019).

F. Manifestasi Klinik
Pasien dengan cedera ligamen lutut terkadang akan mendengar bunyi,
“pop” saat lututnya terhentak. Lutut membengkak dan terasa sakit terutama
jika melakukan banyak gerakan. Lutut terasa lebih lunak segera setelah
mengalami cedera. Manifestasi klinis dapat bervariasi bergantung robeknya
ligamen secara komplit atau hanya sebagian. Robekan komplit kadang tidak
memberikan rasa nyeri sama sekali sementara pada robekan sebagian akan
memberikan rasa nyeri yang luar biasa. Pembengkakan juga akan memburuk
pada robekan sebagian karena pendarahan tertahan didalam kapsul sendi
sementara pada
32

robekan komplit, pendarahan dapat berdifusi melalui celah pada robekan


kapsul sendi.

G. Diagnosis Banding
1. Patellofemoral Dysfunction. Nyeri lutut depan, atau biasa disebut
patellofemoral pain yang berhubungan dengan tidak berfungsinya sendi
patellofemoral. Nyeri di patellofemoral bisa mendeskripsikan banyak
kondisi yang berhubugan denga disfungsi patellofemoral, ternasuk
patella malalignment syndrome, chondromalacia patellae, dan subluksasi
atu dislokasi patella. Nyeri di daerah patellofemoral dapat disebabkan
karena trauma atau mungkin disebabkan karena overuse. Setelah operasi
di hip,
33

knee atau ankle, biasanya terjadi perubahan mekanik di ekstremitas


bawah, sehingga menyebabkan nyeri di patella-femoral (Zago et al.,
2021).
2. Medial Colateral Ligament Injury (MCL). Hal yang harus diperhatikan
dalam cedera MCL mirip seperti PCL. Beberapa penelitian menyatakan
bahwa gerakan yang dilakukan lebih awal pada menejemen nonsurgical
menghasilkan hasil yang lebih bagus pada cedera MCL grade III (Zago et
al., 2021)
3. Meniscus adalah bangunan fibrocartilago berbentuk bulan sabit yang
memisahkan antara os. Femur dan os. Tibia. Letak meniskus ada 2, yaitu
meniskus medial dan meniskus lateral. Fungsi dar meniskus adalah
sebagai shock absorber dari tekanan yang dihasilkan saat kita berjalan,
berlari dan melompat, serta meminimalisir kerusakan sendi yang ada.

H. Penatalaksanaan Fisioterapi
Penyembuhan ACL pasca operasi memiliki 6 fase penyembuhan
menurut Massachusetts General Hospital Sports Medicine (James et al., 2012)
a. Fase 1: IMMEDIATE POST-OP (0-2 weeks after surgery)
Dengan tujuan melindungi rekonstruksi ACL, mengurangi
pembengkakan dan peradangan karena inflamasi, mengembalikan dan
mempertahankan gerakan full ekstensi, mengembalikan gerakan fleksi
knee secara bertahap, mengaktifkan kembali kerja otot quadriceps,
melakukan ambulasi secara mandiri, dan fisioterapis memberikan
edukasi pda pasien terkait perlindungan pada daerah sekitar pemasangan
graft agar tetap terfiksasi Latihan yang dapat diberikan adalah sebagai
berikut: ankle pumping, pasif knee ekstensi 0 derajat, Straigh leg raises
(SLR), quadriceps sets, close kinematic chain exercise, stretching
hamstring.
b. Fase II. MAKSIMAL- FASE PROTEKSI ( MINGGU 2-8)
Tujuannya untuk kontrol penuh dari pengaruh luar dan melindungi graf
(Keseimbangan dan pola jalan normal), memelihara artikular di tulang
rawan, mengurangi pembengkakan, mencegah atrofi pada paha depan.
Latihan yang dapat diberikan adalah sebagai berikut: Pasif ROM exercise
0-100 derajat, mobilisasi patella, bicycle static, isometric quadriceps sets,
34
35

quadriceps eksentrik 40-100 derajat, melanjutkan semua latihan di fase


awal
c. Fase III. MODERATE-FASE PROTEKSI ( MINGGU 10-16)
Memaksimalkan penguatan untuk otot quadriceps dan otot-otot
ekstremitas bawah, meberi perlindungan (kuat) pada sendi
patellofemoral. Latihan yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:
knee ekstensi 90 derajat, hamstring curls, wall squats, hip abduksi dan
adduksi, isometric strengthening, latihan hip fleksi-ekstensi, lateral
lunges (straight plane)
d. Fase IV. AKTIVITAS BERAT-FASE AKTIF ( BULAN 4-5)
Ada peningkatan/penambahan kekuatan otot, power, dan endurance
(daya tahan), mulai bisa melakukan aktifitas fungsional secara bertahap.
Latihan yang dapat diberikan adalah sebagai berikut: continue close
kinematic chain exercise, step up, calf raises, bicycle untuk endurance,
walking program, high speed isokinetic, hamstring curls dan stretching,
latihan agility, ekstensi knee 90-40 derajat, mini squat.
e. Fase V. KEMBALI-FASE MENUJU OLAHRAGA ( BULAN 6-7)
Meraih kekutan dan daya tahan maksimal, kembali pada aktivitas
olahraga, tetap melanjutkan program penguatan selama 1 tahun sejak
melakukan operasi sesuai latihan yang di latih sebelumnya.
Latihan fungsional pada pasien di fase kelima:
 Lari digaris lurus, continue close kinematic chain exercise, return to
sport activities, wall squat, step-up, hamstring curls, calf raises,
hight speed hamstring, backward running, balance drills, hight
speed ekstensi-fleksi, leg press.
 Lari-larikecil (jogging)
36

Penyembuhan meniscus tears memiliki 4 fase penyembuhan menurut


Massachusetts General Hospital Sports Medicine (James et al., 2012)
1. Fase Perlindungan Maksimum (Minggu 1-6)
Sasaran: Mengontrol peradangan dan efusi izinkan penyembuhan dini
Ekstensi lutut pasif penuh Peningkatan bertahap dalam fleksi lutut l
kontrol paha depan independen.
Tahap 1: Hari pascaoperasi segera kontrol pembengkakan dengan
pemberian ice, kompresi, elevasi brace: terkunci pada 0° untuk ambulasi
dan hanya tidur l dapat dibuka saat duduk, dll. Rentang gerak: Pasif 0°-
90° Mampu mengembalikan ekstensi dan hiperekstensi l mobilisasi
patela Peregangan paha belakang dan betis Latihan penguatan: Set regu
fleksi slr adduksi pinggul l ekstensi lutut 60°-0° Bantalan berat: Sentuhan
kaki dengan dua kruk Hindari fleksi lutut aktif melebihi 90 ° fleksi.
Tahap 2: minggu 2-4 Kontrol pembengkakan lanjutkan penggunaan es
dan penyangga kompresi terkunci untuk ambulasi dan tidur Panduan
rentang gerak, tingkatkan pasif ROM exercise secara bertahap, seperti
yang ditoleransi minggu 2-0°-100° l minggu 3-0°-110° l minggu 4-0°-
120° Panduan menahan beban—lanjutkan penguncian brace l minggu 2-
25%- 50% wb, minggu 3-50%-75% wb. Minggu 4-full weight bearing
sebagai toleransi Lanjutkan latihan prom dan latihan penguatan
peregangan: Isometrik quadriceps multisudut SLR, Perpanjangan lutut
90°-0° l ckc pergeseran berat Hindari memutar, jongkok dalam, dan
membungkuk selama 12 minggu menghindari penguatan hamstring
selama 8 minggu. Tahap 3: minggu 5-6 Menahan beban—sebagai latihan
yang dapat ditoleransi: Mulailah latihan ckc, seperti: 1⁄2 jongkok 0 °-45 °
Tekan kaki 0 °-60 ° l jongkok dinding 0°-60 ° Memulai pelatihan
proprioception: l tilt board squats Stabilitas biodeks Lanjutkan latihan
ckc Mulai abduksi/adduksi pinggul dan fleksi/ekstensi pinggul Pada
mesin multi- pinggul.
37

2. Fase Perlindungan Sedang (Minggu 7-12)


Sasaran: Tetapkan PROM penuh Mengurangi pembengkakan atau
peradangan dan membangun kembali kontrol otot.
Edukasi pola berjalan yang benar minggu 7-10, kontrol pembengkakan,
lanjutkan penggunaan es dan kompresi sesuai kebutuhan, rentang gerak:
lanjutkan ROM dan peregangan l minggu 7: pasif ROM 0°-125°/130°
Brace, lanjutkan penggunaan brace selama 8 minggu Latihan penguatan
lanjutan: l leg press 70°-0° Ekstensi lutut 90°-40° adduksi pinggul squat
0°-70°, squat vertikal 0°-60° lateral step-up. Pelatihan keseimbangan atau
propriosepsi: tabilitas biodex jongkok di papan rocker, latihan sepeda,
program kolam renang hindari memutar, berputar, berlari, dan jongkok
dalam Minggu 10-12 Lanjutkan semua latihan yang tercantum di atas,
inisiasi hamstring curl “ringan”, inisiasi toe/calf raises.
3. Fase Aktivitas Terkendali (Minggu 13-18)
Sasaran: meningkatkan kekuatan dan daya tahan l mempertahankan rom
penuh Tingkatkan stres yang diterapkan secara bertahap.
Minggu 13 Lanjutkan semua latihan penguatan yang tercantum di atas,
mulai stepper tangga Mengangkat jari kaki/betis Latihan keseimbangan
lanjutan Kemajuan ke program penguatan isotonik memulai lunge depan
Memulai renang (maju dan mundur) memulai program berjalan
(lanjutan). Program rehabilitasi setelah perbaikan robekan meniscal yang
kompleks—lanjutan. 36 Minggu 16 Lanjutkan program penguatan dan
peregangan program jalan kaki lanjutan Mulai berlari dan memotong di
kolam renang
4. Fase Kembali Berolahraga (Bulan 6-8)
Sasaran: meningkatkan kekuatan dan daya tahan bersiap untuk aktivitas
tak terbatas l maju ke latihan kelincahan dan pemotongan. Kriteria untuk
maju ke fase ini: rom penuh yang tidak menyakitkan tidak ada rasa sakit
atau kelembutan temuan memuaskan pada pemeriksaan klinis l hasil
memuaskan pada uji isokinetik.
Latihan: Lanjutkan dan tingkatkan semua latihan penguatan Dan latihan
peregangan Program isotonik lanjutan Squat dinding Tekan kaki
Langkah-
38

langkah lateral Ekstensi lutut 90°-40° Ikal hamstring Penculikan /


adduksi pinggul Sepeda, tangga stepper, mesin elips Jongkok dalam: 51⁄2
bulan 37 Memulai lari garis lurus: 6 bulan l memulai berputar dan
memotong: 7 bulan l memulai pelatihan kelincahan: 7 bulan. Secara
bertahap kembali ke olahraga: 7-8 bulan.
39

BAB III
MANAJEMEN FISIOTERAPI

A. Identitas Pasien

Nama : Tn. A
Usia : 21 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Mahasiswa
Agama : Islam
Hobi : Bermain basket
Tanggal fisioterapi : 09 September 2021
B. Assessment CHARTS
1. Chief of Complain
Nyeri dan kekakuan pada daerah lutut sebelah kanan pasca rekonstruksi
ACL
2. History Taking
Trauma terjadi kurang lebih 2 bulan bulan 4 minggu yang lalu akibat
kecelakaan atau terjatuh dari motor pada tanggal 13 Juli 2021 dengan kaki
kanannya sebagai penumpu berat badan. Sesaat setelah kejadian pasien
langsung ke dokter, namun karena antrian untuk penanganan operasi di
rumah sakit tersebut panjang akibatnya pasien mendapatkan penanganan
operasi pada tanggal 02 Agustus 2021 dengan hasil rontgen total rupture
ACL dextra dan partial tear LCL grade 2 sisi dextra. Post operasi pasien
telah melakukan empat kali fisioterapi di salah satu rumah sakit akan tetapi
pasien merasakan tidak ada perubahan signifikan yang terjadi dan nyeri
makin bertambah. Pasien merasa nyaman saat dalam posisi terlentang dan
kaki diluruskan. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit lain dan keluhan
lain.
3. Assymetic
a. Inspeksi Statis
Tampak Anterior: tampak oedem dan luka bekas insisi knee dextra,
otot paha dextra tampak lebih kecil (indikasi atrofi) dibanding otot
paha sisi
40

sinistra, patella tampak asimetris (sisi dextra lebih tinggi dibanding sisi
sinistra)
b. Tampak lateral : knee sisi dextra tampak sedikit semifleksi dibanding
knee sisi sinistra
c. Inspeksi Dinamis : Pola jalan pasien abnormal, pasien datang dengan
berjalan menggunakan tongkat dikedua sisi.
d. Palpasi :
 Suhu : hangat (sisi dextra)
 Kontur kulit : adhesive pada bekas insisi bagian knee dextra
 Oedem : terdapat oedem pada knee dextra
 Tenderness : tidak Ada
e. PFGD
Fleksi Knee Dextra:
 Aktif : Tidak full ROM, ada nyeri
 Pasif : Tidak full ROM, ada nyeri, soft end feel.
 TIMT : Tidak full ROM, ada nyeri, tidak mampu melawan
tahanan.
Ekstensi Knee Dextra:
 Aktif : tidak full ROM, ada nyeri
 Pasif : full ROM, ada nyeri, hard end feel
 TIMT : full ROM, tidak ada nyeri, tidak mampu melawan
tahanan.
4. Restrictive
 ROM : limitasi ROM fleksi-ekstensi knee dextra.
 Pekerjaan : terbatas sebagai mahasiswa
 ADL : mengalami limitasi pada aktifitas praying, walking, dan
toileting
 Rekreasi : limitasi rekreasi untuk melakukan hobi bermain basket
5. Tissue Impairment
 Musculotendinogen: weakness pada m. Quadriceps femoris, m.
abductor, m. Adductor, m. Hamstring, m. Gastrocnemius, m. Tibialis
41

Anterior dextra, longitudinal tear meniscus medialis, partial tear LCL


dextra, atrofi m.quadriceps dextra
 Osteoarthrogen : stiffness knee joint dextra
 Neurogen : -
 Psikogen : -
6. Spesifik Test
 Manual Muscle Test (MMT)
Hasil :₁
Interpretasi : (ada tonus, full ROM tetapi tidak melawan
gravitasi, tidak mampu melawan tahanan)
 Visual Analog Scale (VAS)
Nyeri diam 0
Nyeri gerak 2
Nyeri tekan 4
 Patellar movement test
Hasil : adhesive pada patella knee dextra
 Sirkumferensia:
Sinistra: Upper – 55 cm , lower – 47 cm
Dextra: Upper – 49 cm, lower – 42,7 cm
 ROM fleksi knee dextra : S: 8◦.0◦.60◦
 Radiologi (MRI) tanggal 22 Juli 2021
Bone bruises epifise femur dan tibia
Total ruptur ACL
Partial tear LCL, grade 2
Knee joint effusion
Longitudinal tear cornu posterior meniscus medialis
C. Diagnosis Fisioterapi
Gangguan Aktivitas Fungsional berupa Praying, Toileting, Walking E.C
Post-Op Rekonstruksi ACL, Longitudinal Tear Meniscus Medial dan Partial
Tear LCL grade 2 sejak 4 Minggu yang Lalu.
42

D. Problem Fisioterapi
 Primer : nyeri dan keterbatasan ROM knee dextra
 Sekunder : weakness, atrofi otot, dan stiffness joint
 Kompleks : keterbatasan ADL (praying, walking, toileting)
E. Tujuan Fisioterapi
 Jangka pendek : meningkatkan ROM, mengatasi nyeri & oedem,
meningkatkan kekuatan otot, stiffness joint
 Jangka Panjang : mengembalikan fungsional ADL (walking, praying,
toileting), mencegah re-injury.
F. Program Fisioterapi
No. Problem Modalitas Dosis
F: Setiap hari
I: 2x/hari
Ice Compress T: Ice compres (medial-
lateral, anterior-posterior)
T: 10 menit
F: Setiap hari
I: 8 hit, 3x rep
Exercise Therapy
T: Ankle Pumping
T: 2 menit
1. Nyeri dan Oedem
F: Setiap hari
I: 10-15 menit
Exercise Therapy
T: Elevasi
T: 2 jam sekali
F: Setiap hari
I: 2 set, 8 rep, 2 hit
Exercise Therapy T: Static contraction
(isometric exc)
T: 3 menit
F: Setiap hari
I: 2 set, 10 rep
2. Adhesive Patella Manual Therapy
T: mobilisasi patella
T: 3 menit
F : Setiap hari
I : 18mA
Elektroterapi T : Muscle Strength
(Co.Planar)
Weakness m. qua
3. T : 30 menit
dricep
F: Setiap hari
I: 2 set, 8 rep, 8 hit
Exercise Therapy
T: Static contraction
(isometric exc)
43

T: 3 menit
F: Setiap Hari
I: 3 set, 3x rep, 8 hit
4. Limitasi ROM Exercise Therapy
T: heel slide exercise
T: 3 menit

G. Evaluasi
No. Problem Parameter Sebelum Setelah Ket.
Nyeri diam : 0 Nyeri diam : 0 Ada
1. Nyeri VAS Nyeri gerak : 0 Nyeri gerak : 0 penurunan
Nyeri tekan : 4 Nyeri tekan : 3 nyeri
Kekuatan Belum ada
2. MMT 2 2
otot perubahan
Terjadi
3. ROM Goniometer S: 8◦.0◦.60◦ S: 6◦.0◦.60◦ peningkatan
ROM

H. Home Program
1. Heel slide: pasien diedukasi untuk melakukan heel slide di rumah sesering
mungkin yang bertujuan untuk menjaga dan meningkatkan ROM pasien.
2. Quadriceps Sets: pasien diedukasi untuk melakukan isometric kontraksi di
rumah sesering mungkin yang bertujuan untuk meningkatkan nilai otot
yang mengalami kelemahan (m. quadriceps).

3. Ankle Pumping: pasien diedukasi untuk melakukan gerakan ankle pumping


di rumah sesering mungkin yang bertujuan untuk mencegah bertambahnya
oedem pada knee dextra.
4. Elevasi: pasien diedukasi untuk melakukan gerakan elevasi di rumah
sesering mungkin yang bertujuan untuk mencegah bertambahnya oedem
atau pembengkakan pada knee dextra,
5. Ice Compress: pasien diedukasi untuk melakukan ice compress di rumah
setiap 2-3 jam sekali untuk mengurangi nyeri yang muncul.

I. Modifikasi Fisioterapi
Tenaga fisioterapis melakukan modifikasi pada program intervensi dan
latihan yang diberikan apabila tidak ada peningkatan kondisi yang lebih baik.

J. Kemitraan
Dalam kasus ini pengembangan kemitraan dilakukan dengan dokter spesialis
orthopedic dan bagian radiologi dalam rangka memberikan pelayanan
sepenuhnya terhadap kondisi pasien dan untuk mengetahui perkembangan
patofisiologi pasien sesaat setelah pemberian exercise.
44

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed Ali, A., & Babiker Abdelwahab, M. (2019). Short-Term Outcome of


Multi-Ligament Knee Injury among Sudanese Patients the Creative
Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License (CC BY-NC
4.0). 7(9), 1486–1493.
Hassebrock, J. D., Gulbrandsen, M. T., Asprey, W. L., Makovicka, J. L., &
Chhabra, A. (2020). Knee ligament anatomy and biomechanics. Sports
Medicine and Arthroscopy Review, 28(3), 80–86.
https://doi.org/10.1097/JSA.0000000000000279
Houssein, L. (2016). Contribution to the development of an experimental device
based on a robotic platform for gait rehabilitation. July 2016.
Hunt, E. R., Jacobs, C. A., Conley, C. E. W., Ireland, M. L., Johnson, D. L., &
Lattermann, C. (2021). Anterior cruciate ligament reconstruction reinitiates
an inflammatory and chondrodegenerative process in the knee joint. Journal
of Orthopaedic Research, 39(6), 1281–1288.
https://doi.org/10.1002/jor.24783
James, A., L, Harresson, G., & E. Wilk, K. (2012). Physical Rehabilitation of The
Injured Athlete (Vol. 148).
Maralisa, A. D., & Lesmana, S. I. (2020). Penatalaksanaan Fisioterapi
Rekonstruksi Acl Knee Dextra Hamstring. Indonesian Journal of
Physiotherapy Research and Education, 1(1), 4–17.
Markes, A. R., Hodax, J. D., & Ma, C. B. (2020). Meniscus Form and Function.
Clinics in Sports Medicine, 39(1), 1–12.
https://doi.org/10.1016/j.csm.2019.08.007
Montalvo, A. M., Schneider, D. K., Webster, K. E., Yut, L., Galloway, M. T.,
Heidt, R. S., Kaeding, C. C., Kremcheck, T. E., Magnussen, R. A., Parikh, S.
N., Stanfield, D. T., Wall, E. J., & Myer, G. D. (2019). Anterior cruciate
ligament injury risk in sport: A systematic review and meta-analysis of injury
incidence by sex and sport classification. Journal of Athletic Training, 54(5),
472–482. https://doi.org/10.4085/1062-6050-407-16
Moore, K. L., II, A. F. D., & Agur, A. M. R. (2014). Clinically Oriented
Anatomy. Clinical Anatomy, 27(2), 274–274.
https://doi.org/10.1002/ca.22316
Nakamae, A., Miyamoto, A., Kamei, G., Eguchi, A., Shimizu, R., Akao, M.,
Ishikawa, M., & Adachi, N. (2021). An older age, a longer duration between
injury and surgery, and positive pivot shift test results increase the
prevalence of articular cartilage injury during ACL reconstruction in all three
compartments of the knee in patients with ACL injuries. Knee Surgery,
Sports Traumatology, Arthroscopy, 0123456789.
https://doi.org/10.1007/s00167-021-06461-7
Prathap Kumar, J., Arun Kumar, M., & Venkatesh, D. (2020). Healthy gait:
45

Review of anatomy and physiology of knee joint. International Journal of


Current Research and Review, 12(6), 1–8.
https://doi.org/10.31782/IJCRR.2020.12061
Samuelsen, B. T., Webster, K. E., Johnson, N. R., Hewett, T. E., & Krych, A. J.
(2017). Hamstring Autograft versus Patellar Tendon Autograft for ACL
Reconstruction: Is There a Difference in Graft Failure Rate? A Meta-analysis
of 47,613 Patients. Clinical Orthopaedics and Related Research, 475(10),
2459–2468. https://doi.org/10.1007/s11999-017-5278-9
Schulze-Tanzil, G., Silawal, S., & Hoyer, M. (2020). Anatomical feature of
knee joint in Aachen minipig as a novel miniature pig line for experimental
research in orthopaedics. Annals of Anatomy, 227, 151411.
https://doi.org/10.1016/j.aanat.2019.07.012
Shi, H., Ding, L., Ren, S., Jiang, Y., Zhang, H., Hu, X., Huang, H., & Ao, Y.
(2021). Prediction of Knee Kinematics at the Time of Noncontact Anterior
Cruciate Ligament Injuries Based on the Bone Bruises. Annals of Biomedical
Engineering, 49(1), 162–170. https://doi.org/10.1007/s10439-020-02523-y
Yuliana, E., & Kushartanti, W. (2020). Fungsional lutut dan kesiapan
psikologis pasca cedera ACL penanganan operatif dan non-operatif. Jurnal
Sportif Jurnal Penelitian Pembelajaran, 6(3), 561–574.
Zago, M., David, S., Bertozzi, F., Brunetti, C., Gatti, A., Salaorni, F., Tarabini,
M., Galvani, C., Sforza, C., & Galli, M. (2021). Fatigue Induced by
Repeated Changes of Direction in Élite Female Football (Soccer) Players:
Impact on Lower Limb Biomechanics and Implications for ACL Injury
Prevention.
Frontiers in Bioengineering and Biotechnology, 9(July), 1–11.
https://doi.org/10.3389/fbioe.2021.666841
Zhang, L., Liu, G., Han, B., Wang, Z., Yan, Y., Ma, J., & Wei, P. (2020). Knee
Joint Biomechanics in Physiological Conditions and How Pathologies Can
Affect It: A Systematic Review. Applied Bionics and Biomechanics, 2020.
https://doi.org/10.1155/2020/7451683

Anda mungkin juga menyukai