Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN KASUS PROFESI FISIOTERAPI

MANAJEMEN FISIOTERAPI GANGGUAN GERAK DAN FUNGSI


GERAK KNEE JOINT SINISTRA BERUPA NYERI, LIMITASI ROM,
KELEMAHAN OTOT E.C POST OP FRACTURE PATELLA SEJAK 3
BULAN YANG LALU

OLEH :

ANNISA TSABITAH DIWANTIKA

R024231021

PROGRAM STUDI PROFESI FISIOTERAPI

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2023

1
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Studi Kasus Profesi Manajemen Fisioterapi Gangguan Gerak dan Fungsi
Gerak Knee Joint Sinistra Berupa Nyeri, Limitasi ROM, Kelemahan Otot e.c Post
OP Fracture Patella Sejak 3 Bulan yang Lalu

Pada tanggal Desember 2023 :

Mengetahui, Mengetahui,

Clinical Instructor Clinical Educator

Yery Mustari, S.Ft., Physio., M.ClinRehab.


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, yang
telah melimpahkan Rahmat dan Anugerah-nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan laporan kasus ini sebagai pembuka pintu menyelesaikan studi,
yang berjudul “Laporan Kasus Profesi Manajemen Fisioterapi Gangguan Gerak dan
Fungsi Gerak Knee Joint Sinistra Berupa Nyeri, Limitasi ROM, Kelemahan Otot
e.c Post OP Fracture Patella Sejak 3 Bulan yang Lalu”. Kami menyadari bahwa
dalam penyusunan laporan kasus ini masih banyak kekurangan dan keterbatasan,
namun berkat do’a, bimbingan, arahan dan motivasi dari berbagai pihak, kami
mampu menyelesaikan satu tahapan penyelesaian studi. Harapan kami semoga
laporan kasus yang diajukan ini dapat diterima dan diberi kritikan serta masukan
yang dapat semakin memperbaiki laporan kasus ini.

Makassar, Desember 2023

Penulis
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN.........................................................................................
KATA PENGANTAR................................................................................................
DAFTAR ISI...............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................
A. Latar Belakang......................................................................................................
B. Tujuan Praktik......................................................................................................
C. Manfaat Praktik....................................................................................................
D. Tempat dan Waktu................................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................
A. Definisi Sendi Lutut (Knee Joint).........................................................................
B. Etiologi.................................................................................................................
C. Epidemiologi.........................................................................................................
D. Patofisiologi..........................................................................................................
E. Manifestasi Klinis.................................................................................................
F. Pemeriksaan dan Penegakan Diagnosis................................................................
G. Penatalaksanaan Fisioterapi................................................................................
BAB III MANAJEMEN FISIOTERAPI.................................................................
A. ANAMNESIS UMUM.......................................................................................
B. ANAMNESIS KHUSUS....................................................................................
C. DIAGNOSA FISIOTERAPI..............................................................................
D. PROBLEM FISIOTERAPI................................................................................
E. TUJUAN FISIOTERAPI....................................................................................
F. PROGRAM FISIOTERAPI................................................................................
G. MODIFIKASI FISIOTERAPI............................................................................
H. EVALUASI........................................................................................................
I. HOME PROGRAM............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Patah tulang adalah kerusakan atau keretakan pada tulang yang disebabkan
oleh cedera, tekanan fisik, kekakuan, sudut, kondisi jaringan lunak yang
mengelilingi tulang, yang menentukan apakah tulang tersebut patah seluruhnya
atau tidak. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), setiap tahun setidaknya
5 juta orang meninggal karena patah tulang, dan patah tulang menyumbang 9%
kematian di seluruh dunia dan menimbulkan ancaman kesehatan di seluruh dunia.
Kecelakaan lalu lintas menyebabkan setidaknya 1,35 juta kematian setiap
tahunnya. Sekitar 20 hingga 50 juta orang menderita cedera yang tidak fatal, dan
banyak yang mengalami patah tulang. Di negara berkembang, jumlah kematian
per 100.000 penduduk terus meningkat (masing-masing 24,1% dan 18,4%).
Angka kejadian patah tulang di Indonesia tercatat sebesar 5,5%. Cedera pada
bagian tubuh paling banyak terjadi, terbanyak terjadi pada ekstremitas bawah
sebesar 67,9% (Novitasari, 2023).

Sumber: Fraktur Rockwood dan Green pada Dewasa, Edisi ke-9, Gambar 59-4
Patela adalah bagian penting dari perjalanan biomekanik alat ekstensor
lutut, Patela adalah bagian penting dari perjalanan biomekanik alat ekstensor lutut.
Fraktur patela dapat mengganggu mekanisme ekstensor dan dikombinasikan
dengan permukaan artikular posterior yang tidak kongruen dan menyebabkan
komplikasi jangka panjang, misalnya ketidaknyamanan akibat osteoartritis
femoropatellar. Pilihan pengobatan yang ada bergantung pada pola fraktur yang
mendasarinya (Kruse et al., 2022).
Patologi yang terjadi di lutut dapat mengakibatkan keterbatasan gerak pada
tungkai bawah yang dapat berpengaruh kepada mobilitas sehari-hari seseorang
seperti berjalan, berdiri dan naik turun tangga.

B. Tujuan Praktik
Praktek Profesi Fisioterapi Muskuloskeletal II bertujuan untuk
memberikan pengetahuan dan kemampuan dasar kepada mahasiswa tentang teori
musculoskeletal bedah dan peran fisioterapi pada kasus muskuloskeletal bedah.

C. Manfaat Praktik
Manfaat yang diperoleh dari praktik fisioterapi muskuuloskeletal II ini
adalah mahasiswa mampu melakukan assessment pada kasus muskuloskeletal
bedah. Mahasiswa juga mampu merancang dan melakukan tindakan intervensi
fisioterapi pada pasien kasus muskuloskeletal bedah.

D. Tempat dan Waktu


Praktik Fisioterapi Muskuloskeletal II dilaksanakan pada tanggal 16
Oktober – 27 November 2023 di Rumah Sakit Pendidikan Unhas dan Rumah
Sakit Wahidin Sudirohusodo.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Sendi Lutut (Knee Joint)


Sendi lutut atau knee joint merupakan salah satu sendi terbesar dalam
tubuh dan merupakan sendi yang kompleks. Gerakan yang ada pada sendi lutut
ini yaitu menekuk dan meluruskan serta membantu setiap pergerakan seperti
berjalan, berlari dan berjongkok (Anggoro & Wulandari, 2019).

(Palastanga & Soames, 2012)


1. Tulang Pembentuk Sendi Lutut (Knee Joint)
Menurut Pratama, (2019) Tulang pembentuk sendi lutut (knee joint)
terdiri dari sendi tibiofemoral, sendi patellofemoral dan sendi proksimal
tibiofibular. Sendi tersebut di bentuk dari beberapa tulang yaitu os femur, os
tibia, os patella dan os fibula.
a. Os femur
Tulang femur adalah tulang terpanjang dan terbesar di tulang kerangka,
pada bagian pangkal terdapat caput femoris. Pada tulang femur terdapat 2
tonjolan yaitu condylus medialis dan condylus lateralis, di antara kedua
condylus terdapat lekukan tulang tempurung patella yaitu fosa condylus.
b. Os tibia
Tulang tibia bentuknya lebih kecil, bagian pangkal melekat pada tulang
fibula dan bagian ujungnya membetuk persendian tulang pangkal kaki.
c. Os fibula
Tulang fibula adalah tulang pipa terbersar setelah tulang femur, pada
tulang ini membentuk persendian genu dan tulang femur pada bagian
ujungnya.
d. Os patella
Tulang patella berfungsi sebagai perekat otot-otot dan tendon yang
sebagai pengerak sendi genu. Patela adalah tulang sesamoid terbesar di
tubuh manusia. Bagian posterior patela mengandung lapisan tulang rawan
yang tebal, yang merupakan tulang rawan paling tebal di
tubuh. Punggungan vertikal memisahkan sisi medial dan lateral
permukaan artikular dan berartikulasi dengan troklea femoralis. Patela
melindungi aspek anterior sendi lutut, berfungsi sebagai penyisipan tendon
paha depan, dan berfungsi sebagai titik tumpu untuk memaksimalkan
efisiensi mekanisme ekstensor. Kutub inferior patela menempel pada
tendon patela. Retinakulum patela dibentuk oleh kontribusi dari fasia lata,
broadus medialis, dan broadus lateralis. Patela menerima suplai darah
sentripetal dari arteri genikulatum, dengan pembuluh darah superior
terletak di anterior tendon paha depan dan pembuluh darah inferior lewat
di posterior tendon patela. Suplai darah terpenting ke patela menembus
kutub inferior sepanjang bantalan lemak di bawah patella (T David Luo et
al., 2023)
2. Otot- Otot Pada Sendi Lutut (Knee Joint)
Pada sendi lutut atau knee joint terdapat dua grup otot yaitu otot
quadriceps femoris dan otot hamstring. Otot quadriceps femoris yaitu otot
yang digunakan sebagai mobilisasi penggerak pada extremitas bawah. Otot
quadriceps femoris ini terdiri dari m. rectus femoris, m. vastus
intermedianus, m. vastus lateralis, m.vastus medialis. Pada grup otot ini
berfungsi sebagai ekstensor lutut pada saat kaki tidak menyentuh pada lantai
dan menahan lutut saat menyentuh lantai. Pada grup otot tersebut tendon
menyatu dan berinsersio pada anterior patella. Otot- otot hamstring berorigo
di tuberositas iscihiadika, otot hamstring ini terdiri dari m. semitendinosus
yang berinsersio di medial tibia, m. semimembranosus berinsersio di
condilus medial tibia, dan m. biceps femoris berinsersio di lateral caput
fibula. Grup otot ini berfungsi sebagai gerakan fleksi pada sendi lutut
(Sukamti et al., 2016).
3. Biomekanika Sendi Lutut
Osteokinematik merupakan analisa gerak yang dilihat dari tulang
pembentuk sendi. Gerakan yang dapat diukur dengan menggunakan
goneometer. Gerakan pada osteokinematik terdiri dari gerak flexsi- extensi,
gerak eksorotasi-endorotasi disebut dengan gerak angulasi. Arthrokinematika
merupakan mengananalisa gerak yang di mana gerak tersebut di pandang di
permukaan sendinya, dan juga disebut gerak intra articular terdiri dari
gerakan traksi, kompresi, translasi roll slade dan spin (Anwar, 2012).

(Palastanga & Soames, 2012)

Osteokinematik pada sendi ini diklasifikasi menjadi 2 yaitu swing dan


spin. Swing merupakan gerak ayunan yang menyebabkan terjadinya
perubahan sudut diantara axiz panjang tulang- tulang pembentuknya. Spin
merupakan gerakan yang tulangnya bergerak akan tetapi axis mekanik pada
sendinya tidak ada gerakan. Gerakan pada sendi lutut yaitu fleksi 140° dan
pada gerakan hyerektensi 5°-10°. Anthrokinematik sendi lutut pada tulang
femur gerakan yang terjadi yaitu rolling dan sliding berlawanan arah, rolling
ke arah ke belakang dan slidingg ke depan. Pada gerakan ekstensi, rolling ke
arah depan dan sliding ke belakang. Pada tulang tibia gerakan flexsi dan
extensi rolling dan sliding arahnya searah, pada gerakan fleksi kedorsal dan
gerak extensi ke depan (Pratama, 2019).
B. Etiologi
Fraktur patela mungkin disebabkan oleh kekuatan langsung atau
tidak langsung, dan mekanisme cedera sering kali menentukan pola
fraktur. Patela paling sering gagal secara tidak langsung saat berada dalam
tekanan. Kekuatan eksentrik dari mekanisme ekstensor dapat mengalahkan
sifat mekanik tulang. Karena posisi patela di bawah kulit, cedera langsung
dapat terjadi akibat pukulan pada lutut anterior, seperti terjatuh atau
benturan dari dasbor pada kecelakaan kendaraan bermotor. Fraktur
periprostetik adalah masalah yang kompleks dan memerlukan riwayat
komprehensif, diskusi menyeluruh sebelum operasi dengan pasien dan
anggota keluarga, dan perencanaan bedah yang ekstensif. Mirip dengan
patah tulang patela asli, patah tulang periprostetik disebabkan oleh trauma
langsung atau beban eksentrik melalui tendon patela atau paha depan (T
David Luo et al., 2023).

C. Epidemiologi
Dari beberapa hasil penelitian menyatakan bahwa fraktur patela
terutama terjadi pada wanita yang lebih tua (>65 tahun) akibat trauma
berenergi rendah yang disebabkan oleh terjatuh. Tergelincir di luar
ruangan dapat menyebabkan variasi musiman dan mekanisme trauma.
Mekanisme cedera yang paling umum adalah jatuh sederhana sejalan
dengan penelitian sebelumnya. Kecelakaan lalu lintas sebagai penyebab
patah tulang patela tiga kali lebih sering terjadi pada laki-laki. Sekali lagi,
perbedaan distribusi fraktur berdasarkan jenis kelamin mungkin sebagian
disebabkan oleh kualitas tulang yang berbeda, terjatuh dan benturan
langsung mengakibatkan patah tulang vertikal lateral (laki-laki) atau patah
tulang melintang sederhana (wanita) (Kruse et al., 2022).
Dalam suatu penelitian didapatkan bahwa terjatuh merupakan
mekanisme yang sering menyebabkan fraktur pada kelompok lansia,
paling sering terjadi di dapur dan kamar mandi. Kejadian jatuh pada
kelompok lansia tergantung pada berbagai faktor antara lain adanya
gangguan keseimbangan atau gait yang tidak stabil. Insiden fraktur yang
disebabkan oleh kejadian jatuh sebesar 40% pada lansia (Kepel dan
Lengkong, 2020).
D. Patofisiologi

Patela mengalami pola pembebanan yang kompleks dan dinamis.


Dengan lutut dalam posisi ekstensi, tarikan paha depan menyebabkan
patela tegang. Sebaliknya, fleksi lutut menempatkan gaya tekan di
sepanjang patela posterior. Selain itu, patela mengalami kompresi dan
gaya tekuk 3 titik yang diberikan oleh tendon paha depan dan patela
selama fleksi lutut. Jika fleksi lutut yang cepat terjadi selama kontraksi
aktif paha depan, gaya tekuk 3 gaya dapat menyebabkan patela gagal
dalam kompresi. Ketegangan eksentrik tidak langsung melalui mekanisme
ekstensor sering mengakibatkan fraktur avulsi pada kutub inferior atau
fraktur transversal yang meluas ke retinakulum ekstensor sehingga
menyebabkan perpindahan fraktur. Dengan fraktur langsung patela,
mekanisme retinakulum dan ekstensor sering kali tetap utuh meskipun
terjadi kominusi fraktur dan kerusakan tulang rawan yang signifikan.
Fraktur patela periprostetik diklasifikasikan berdasarkan temporal,
intraoperatif atau pascaoperasi. Fraktur patela periprostetik pasca operasi
lebih umum terjadi dibandingkan fraktur intraoperatif dan memiliki faktor
predisposisi yang terkait dengan patologinya. Fraktur patela periprostetik
intraoperatif mungkin timbul dari; artroplasti revisi, tekanan berlebihan
pada penjepit patela, reaming patela yang berlebihan (sisa tulang <10
hingga 15 mm), perforasi anterior selama persiapan, dan nekrosis termal
(T David Luo et al., 2023).

E. Manifestasi Klinis
Pada anamnesis pasien dengan fraktur, keluhan utama yang
biasanya didapatkan ialah nyeri dan ketidakmampuan menggunakan
anggota gerak tubuhnya disertai riwayat trauma. Baik trauma langsung
maupun trauma tidak langsung, keduanya dapat menyebabkan fraktur.
Nyeri yang dirasakan pasien biasanya terlokalisir dan nyeri akan
bertambah bila bagian tubuh tersebut digerakkan. Selain nyeri, didapatkan
juga keluhan penyerta lain seperti pembengkakan, gangguan fungsi
anggota gerak, deformitas, kelainan gerak, krepitasi dan gejala lainnya
(Kepel & Lengkong, 2020).

F. Pemeriksaan dan Penegakan Diagnosis


1. Pada pemeriksaan fisik, perlu diperhatikan beberapa keadaan
bahaya yang harus segera ditangani sebelum melakukan pemeriksaan
status lokalis, yaitu adanya syok, anemia atau perdarahan, kerusakan
organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang atau organ-
organ dalam rongga toraks, panggul, dan abdomen, serta terdapat faktor
predisposisi lainnya seperti fraktur patologik. Pemeriksaan awal dilaku-
kan untuk menyingkirkan keadaan-keadaan yang dapat mengancam
nyawa, selanjutnya dilakukan pemeriksaan status lokalis sesuai yang
dikeluhkan pasien (Kepel dan Lengkong, 2020).
2. Pemeriksaan status lokalis terdiri dari inspeksi (look), palpasi
(feel), dan perge- rakan (move). Pada pemeriksaan neurologik pasien
dengan fraktur, pada keadaan terten- tu mungkin didapatkan kelainan
neurologik pada bagian-bagian yang lebih distal dari daerah fraktur pada
ekstermitas. Bila didapatkan gangguan neurologik, maka harus dicurigai
bahwa fraktur yang terjadi telah memengaruhi sistem saraf sehingga dapat
ditemukan kelainan motorik maupun sensorik
3. Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan radiologik dan
peme- riksaan laboratorik. Pemeriksaan radiologik diperlukan untuk
menentukan keadaan, lokasi, serta ekstensi fraktur. Untuk meng- hindari
nyeri serta kerusakan jaringan lunak sebelumnya, maka sebaiknya
digunakan bidai yang bersifat radiolusen untuk imoblisasi sementara
sebelum dilakukan pemeriksaan radiologik. Tujuan pemeriksaan
radiologik yaitu mempelajari gambaran normal tulang dan sendi,
konfirmasi adanya fraktur, evaluasi sejauh mana pergerakan dan
konfigurasi fragmen serta pergerak- annya, serta menentukan teknik
pengo- batan, apakah fraktur baru atau tidak, apakah fraktur intra atau
ekstra-artikuler, adanya keadaan patologik lain pada tulang, adanya benda
asing, misalnya peluru. Pemeriksaan radiologik yang dapat dila- kukan
yakni foto polos, CT-Scan, MRI, tomografi, dan radioisotop scanning
a. Pemeriksaan Khusus
1. VAS (Visual Analog Scale)
VAS digunakan untuk mengukur kwantitas dan kwalitas nyeri yang
pasien rasakan, dengan menampilkan suatu kategoris nyeri mulai dari
“tidak nyeri, ringan, sedang dan berat” (Aras, 2014).
1) Skala 0 : tidak nyeri (tidak ada rasa sakit, merasa normal)
2) Skala 1-3 : nyeri ringan (masih bisa ditahan, aktifitas tak
terganggu
3) Skala 3-7 : nyeri sedang. Menggangu aktifitas fisik
4) Skala 7-10 : nyeri berat (tidak dapat melakukan aktifitas secara
mandiri).
2. Manual Muscle Test (MMT)
Derajat dari MMT di nilai dalam angka dari 0 sampai dengan 5.
Faktor subjektif adalah penilaian penguji pada tahanan yang di
berikan pada pasien dalam tes. Sedangkan faktor objektif adalah
kemampuan pasien untuk memenuhi ROM atau melawan tahanan dan
gravitasi (Kusumaningrum, 2014).

Tidak ada kontraksi otot sama sekali (baik


0 Zero
dilihat atau diraba)
1 Kontraksi otot dapat terlihat/ teraba tetapi
Trace
tidak ada gerakan sendi
Ada kontraksi otot, dapat menggerakkan sendi
2 Poor
secara penuh, tidak melawan gravitasi
Kontraksi otot, dapat menggerakkan sendi
3 Fair
dengan penuh dan mampu melawan gravitasi
Kontraksi otot dengan sendi penuh, mampu
4 Good
melawan gravitasi dengan tahanan minimal
Kontraksi otot dengan gerakkan sendi penuh,
5 Normal mampu melawan gravitasi dan dengan tahanan
optimum.

3. Range Of Motion (ROM)


ROM merupakan pemeriksaan dasar untuk menilai pergerakan dan
mengidentifikasikan masalah gerak untuk intervensi. Ketika sendi
bergerak dengan ROM yang full atau penuh, semua struktur dalam
region sendi tersebut mulai dari otot, ligament, tulang dan fasia ikut
terlibat di dalamnya (Kusumaningrum, 2014) . Berdasarkan
International Standart of Measurement (ISOM) bidang gerak sendi
dibagi menjadi 4 yaitu sagital (S), frontal (F), transversal (T), rotasi
(R). Penulisan diawali dengan bidang gerak dilanjutkan dengan luas
lingkup gerak sendi. Semua gerakan dituliskan dalam tiga angka
dengan urutan luas lingkup gerak sendi yang menjahui tubuh, posisi
awal sendi, dan gerakkan yang mendekati tubuh. Penulisan diawali
dengan menuliskan bidang gerak dimana gerakan terjadi. Kemudian
dilanjutkan dengan menuliskan luas lingkup gerak sendi. Semua
gerakan ditulis 3 angka dengan urutan ekstensi (dan semua gerakan
menjauhi tubuh) kemudian posisi awal (posisi netral/) menyusul
gerakan fleksi (dan semua gerakan mendekati tubuh) (Suharti et al.,
2018).
G. Penatalaksanaan Fisioterapi
Selanjutnya, mengikuti beberapa protocol sesuai dengan fase
waktu penyembuhan dengan hubungan tujuan, indikasi, kontraindikasi
dan bentuk exercise yang akan digunakan untuk fraktur patella.

Phase I (0-12 minggu)


Goals 1) Lindungi perbaikan post op dan pengendalian nyeri dan
edema
Mulai terapi • Penyangga lutut terkunci pada ekstensi WBAT,
fisik (5 – 7 hari, ROM 0-30 x 2 minggu, brace tidak terkunci untuk ROM saja,
2x minggu) Hindari kekuatan quad rantai terbuka x 6 minggu.
Exercise :
Quad set, pompa pergelangan kaki, abduksi pinggul secara
SLY dan berdiri, angkat betis, berdiri pinggul 4 arah, o hinged
knee brace locked at 0 degrees, intermittent active and active
assisted flexion with passive extension for 5-10 minutes QID,
patellar mobilization activity o stay within 0-45 degrees ROM.
Strength: isometric hamstrings utilizing an endurance
program of 10-40 repetitions per set with 5 sets per day.
Kriteria Bebas nyeri 0-30 ROM
Kemajuan
Phase II (Week 2-6)
Goals Lindungi perbaikan, memperoleh ROM secara perlahan,
pengendalian nyeri dan edema, mobilitas patella.
Lanjutkan 1. WBAT dengan brace terkunci dalam perpanjangan x
terapi fisik (2x 6 minggu
minggu) 2. Kemajuan fleksi ROM sebesar 10 derajat setiap
minggunya hingga 90 derajat x 6 minggu.
Exercise :
1. Lanjutkan terapi sebelumnya
2. Jalankan SLR setelah quadset sudah cukup kuat
3. Keseimbangan bilateral berlanjut ke satu kaki
Kriteria Fleksi lutut bebas nyeri ROM 0-90 derajat
Kemajuan
Immediate Phase III (Week 6-12)
Goals 1. Menormalkan pola berjalan
2. Dapatkan ROM lutut penuh dalam 8 – 10 minggu
Lanjutkan • Lambatnya perkembangan ROM fleksi lutut hingga penuh x
terapi fisik (2x 10 minggu
minggu) Hentikan brace dalam gaya berjalan ketika kontrol quad
sudah memadai, Hindari kekuatan quad rantai terbuka
Exercise :
• Sepeda, pelatihan berjalan
Mulai kekuatan quad CKC, squat, lunge, step up/down.
Latihan pinggul/inti dengan fokus pada penyelarasan
mekanis
Kriteria 1. ROM bebas nyeri
Kemajuan 2. Pola berjalan normal
Advanced Activity Phase IV (Week 14-26)
Goals 1. Kembali olahraga
Lanjutkan Hindari nyeri patellofemoral dengan semua latihan
terapi fisik (1-
2x minggu)
Exercise :
Kelincahan, kekuatan pliometrik bilateral berkembang
menjadi satu kaki, lateral gerak statis berkembang menjadi
dinamis, • Kekuatan satu kaki yang eksentrik, Keseimbangan
satu kaki statis berkembang menjadi dinamis
Kriteria Lulus tes Kembali melakukan aktivitas fungsional dan
Kemajuan olahraga dengan baik.
Sumber: Mammoth Orthopedic Institute
BAB III
MANAJEMEN FISIOTERAPI

A. ANAMNESIS UMUM
1. Identitas Pasien
Nama : Tn. S
Umur : Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : PNS
2. Vital Sign
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Denyut nadi : 97 x/menit
B. ANAMNESIS KHUSUS
C: Chief of Complaint
Nyeri dan kaku pada lutut kiri
H : History Taking
Pasien terjatuh pada bulan agustus dari ketinggian sekitar 2meter dengan posisi
lutut langsung menumpu di tanah. Pada awal jatuh pasien tidak merasakan
nyeri hebat tetapi dikarenakan pada awal jatu lutu pasien langsung di Tarik
oleh istrinya setelah itu baru pasien merasakan nyeri yang sangat hebat.
Malam setealh jatuh kaki pasien tepatnya pada lutut pasien mengalami
bengkak dan keesokan harinya pasien memutuskan untuk memeriksakan
diri ke dokter dan melakukan foto radiologi yaitu hasil nya pasien
mengalami patah pada tempurung lutut kaki kiri pasien. Setelah beberapa
hari periksa pasien langsung operasi. Pasien datang ke fisioterapi pada
tanggal 27 november 2023 dengan kondisi kaki kiki tertekuk dan tidak bisa
diluruskan karena pasien merasa takut dan sakit apabila diluruskan.
-Pasien berjalan menggunakan tongkat.
A : Assymetric
1. Inspeksi Statis
- pasien datang dengan ekspresi sedikit cemas
2. Inspeksi Dinamis
- saat berjalan pincang dan menggunakan tongkat
- kaki pasien tertekuk sekitar 35 derajat
3. Palpasi :
- Suhu : Agak hangat
- Oedem : Tidak ada
- Kontur kulit : ada bekas insici pada knee sinistra
- Tenderness : bagian lateral dan medial knee sinistra
4. Tes Orientasi
-Pasien mampu duduk berdiri namum ada nyeri
5. PFGD
a. Aktif
Regio Gerakan Dextra Sinistra
Fleksi Dalam batas Normal Terbatas, Hardendfeel
Knee
Ekstensi Dalam batas Normal Terbatas, Hardendfeel
b. Pasif
Regio Gerakan Dextra Sinistra
Fleksi Dalam batas Normal Terbatas, Hardendfeel
Knee
Ekstensi Dalam batas Normal Terbatas, Hardendfeel

c. TIMT
Regio Gerakan Dextra Sinistra
Fleksi Mampu Mampu, nyeri
Knee
Ekstensi Mampu Mampu, nyeri

R: Restrictive
• Limitasi ROM : Limitasi ROM Fleksi dan ekstensi knee
• Limitasi ADL : Walking, Toiletting dan selfcare
• Limitasi Pekerjaan : terbatas sebagai PNS
• Limitasi Rekreasi :-
T: Tissue impairment
• Musculotendinogen : weakness m. flexor dan extensor knee
sinistra, m. hamstring sinistra dan m. quadriceps sinistra
• Osteoarthrogen : post op fraktur Os. Patella
• Psikogen : ada kecemasan
• Neurogen :-
S: Spesific Test
1. VAS
Tipe Nyeri Hasil
Nyeri Diam = ₁ Nyeri ringan
Nyeri Gerak = 3 Nyeri sedang
Nyeri Tekan = 4 Nyeri berat

2. MMT
Hasil : 3+ (mampu melawan tahanan minimum) otot-otot flexor dan
extensor knee.
3. Range Of Motion
Regi
Gerakan Dextra Sinistra
o
Aktif S : 0º.0º.130º S : 0º.0º.30º
Knee
Pasif S : 0º.0º.130º S : 0º.0º.50º
Interpretasi : Limitasi Gerakan pasif sinistra

4. HRS-A
Ip : 20 (Kecemasan Sedang)
5. Lower Extremity Funtional Test (LEFT)
Hasil : skor 50/80, dengan fungsi tungkai bawah sebesar 62,5%
6. Other Spesifik Test (Penunjang)
Pemeriksaan X-ray : Memastikan diagnosis dan tingkat perpindahan
fraktur dan polanya. IP: Terdapat fraktur patella sinistra
C. DIAGNOSA FISIOTERAPI
1. Activity Limitation :
- Sulit berjalan dan melakukan aktivitas toileting dan dressing
2. Body Structure &Function :
- Limitasi ROM pada fleksi-ekstensi knee
3. Participation Restriction : Terhambat sebagai PNS
4. Environmental factors : Bersosialisasi
5. Personal Factors : Merasa cemas
6. Diagnosa Fisioterapi : gangguan gerak dan fungsi gerak knee joint berupa
nyeri, muscle weakness, limitasi ROM, e.c Post OP Fracture Patella sejak
3 bulan yang lalu
D. PROBLEM FISIOTERAPI
1. Primer : Muscle weakness, keterbatasan ROM, kecemasan
2. Sekunder : Nyeri
3. Kompleks :Gangguan ADL yaitu walking, toileting dan dressing.
E. TUJUAN FISIOTERAPI
1) Jangka pendek :
- Mengurangi nyeri
- Mengurangi kecemasan
- Meningkatkan ROM
- Meningkatkan kekuatan otot
2) Jangka panjang :
Mengembalikan kemampuan ADL, yaitu walking, toiletting dan dressing

F. PROGRAM FISIOTERAPI
No. Problem Modalitas Dosis
F : 1x/hari
Komunikasi I : setiap terapi
1. Kecemasan
teraupetik T : interpersonal approach
T : selama terapi
F : 1x/hari
TENS (Pre I : 35 mA
2. Nyeri
eliminary Exc.) T : Contraplanar
T : 15 menit
Limitasi F : 1x/hari
3. ROM Exercises
ROM I : 8 hitungan, 4 repetisi
T : AROMEX, PROMEX
T : 3 menit
F : 1x/hari
Stretching Exc.
I : 2x8 hitungan, 2 repetisi
T : Stretch hamstring
&quadriceps
T : 3 menit
4. Kelemahan F : 1x/hari
Otot I : 2x8 hitungan, 4 repetisi
T : quad set
T : 3 menit

G. MODIFIKASI FISIOTERAPI
Modifikasi latihan yang dapat diberikan seperti single leg bridging, Weight
bearing exc. dan star exurcision exc. untuk memberikan variasi latihan
strengthening dan balance.
H. EVALUASI
No. Problem Parameter Sebelum Sesudah
Nyeri diam : 0 Nyeri diam : 0
1. Nyeri VAS Nyeri gerak : 2 Nyeri gerak : 0
Nyeri tekan : 2 Nyeri tekan : 1
Limitasi ROM Goniometer
2 S : 0º.0º.30º S : 0º.0º.45º
pasif
Nilai 3+ untuk Nilai 3+ untuk otot-
3. Kekuatan otot MMT otot-otot fleksi- otot fleksi-ekstensi
ekstensi knee knee

I. HOME PROGRAM
No. Problem Modalitas Dosis
F : 1x/hari
I : 8 rep, 2 set
T : straight leg raise
1. Kekuatan otot Strengthening Exc
(tanpa/dengan beban)
T : 3 menit

J. Rencana Tindak Lanjut


No. Problem Modalitas Dosis
Lanjutkan terapi fisik (1-2x
minggu) :
Exercise:
1. Agility : Side Shuffle,
Squat Thrust, Lari zigzag,
Agility ladder, High knees
Kekuatan otot,
drills dll
Limitasi Exercise Therapy
2. Pilometrik : Knee luck
1. ROM, Phase IV (12 – 18
jump dan jump to box
keseimbangan minggu)
3. Keseimbangan satu kaki dari
.
statis ke dinamis : knee
stabilization dynamic, star
exurcion exercise, decline
eccentric squat.
(masing-masing gerakan 3x
repetisi selama 3 menit).
DAFTAR PUSTAKA

Kepel, F. R., & Lengkong, A. C. (2020). Fraktur geriatrik. E-CliniC, 8(2), 203–210. HYPERLINK
"https://doi.org/10.35790/ecl.v8i2.30179"https://doi.org/10.35790/ecl.v8i2.30179

Kruse, M., Wolf, O., Mukka, S., & Brüggemann, A. (2022). Epidemiology,
classification and treatment of patella fractures: an observational study of 3194
fractures from the Swedish Fracture Register. European Journal of Trauma and
Emergency Surgery, 48(6), 4727–4734. https://doi.org/10.1007/s00068-022-
01993-0

Kusumaningrum, P. W. (2014a). Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Low Back Pain


Akibat Spondylosis Lumbal Dan Scolisis Di Rsud Dr. Moewardi Surakarta.

Novitasari, D. (2023). Terapi Relaksasi Pernapasan Dalam untuk Penerapan Nyeri


Akut pada Pasien Fraktur Patella Sinistra Pasca ORIF. 257–264.
https://doi.org/10.56359/gj

Palastanga, N., & Soames, R. (2012). Anatomy and Human Movement: Structure and
Function (6th ed.). Churchill Livingstone Elsevier.

T David Luo; Dominic V. Marino; Holly Pilson. (2023). Patella Fracture.

Rubin, G. D. (2014). Computed tomography: Revolutionizing the practice of medicine


for 40 years. Radiology, 273(2), S45–S74.
https://doi.org/10.1148/radiol.14141356

Wenham, C. Y. J., & Conaghan, P. G. (2010). The role of synovitis in


osteoarthritis. In Therapeutic Advances in Musculoskeletal Disease (Vol. 2,
Issue 6, pp. 349–359). https://doi.org/10.1177/1759720X10378373

Anda mungkin juga menyukai