Anda di halaman 1dari 4

Nama : Uzlifatul Hasanah

Absen/Nim : 21/4120023021
Mata Kuliah : Pendidikan Karakter Berbasis Aswaja
Konsep dasar Pendidikan Karakter Berbasis Aswaja
(Ahlussunnah wa al- Jama’ah)

A. Pendidikan Berkarakter
1. Arti Karakter
Secara kebahasaan, karakter terambil dari beberapa istilah. Menurut Majid dan
Andayani (2011) bahwa karakter berasal dari bahasa latin “kharakter”, “kharassein”,
“kharax” dalam bahasa Yunani character, sedangkan dalam bahasa Indonesia
“karakter”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) karakter merupakan sifat-
sifat kejiawaan, akhlak atau budi pekerti membedakan seseorang dengan orang lain.
Ulil Amri Syafri (2012:7) memaknai karakter adalah bawaan hati, jiwa, kepribadian,
budi pekerti, perilaku personalitas, sifat tabiat, tempramen, watak.

Dengan demikian bisa pahami bahwa karakter adalah moral, akhlak, atau budi
pekerti individu yang merupakan kepribadian khusus yang mengakar pada individu
orang tersebut, dan merupakan pendorong bagaimana individu orang tersebut
bertindak, bersikap, berujar dan merespon sesuatu. Perilaku demikian bisa terwujud
bila tingkah lakunya sesuai dengan kaidah yang berlaku.1

2. Arti Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukan dirinya dan
masyarakat.

Dalam pengertian yang sederhana dan umum makna pendidikan sebagai usaha
manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik

1
Subaidi, “PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS ASWAJA DI MA AMSILATI BANGSRI JEPARA”, (Jepara,
Universitas Islam Nahdlatul Ulama Jepara, 2021) Hal 40
jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan
kebudayaan. Pendidikan dan budaya ada bersama dan saling memajukan. 2

3. Pendidikan Karakter:
Menurut Ratna Megawangi dalam Dharma Kusuma, dkk, (2011: 4) bahwa
Pendidikan karakter adalah sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat
mengambil keputusan dengan bijak dan mepraktikkannya dalam kehidupan
sehari hari sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif kepada
lingkungannya. Karakter, dimaknai sebagai cara berfikir dan berperilaku yang khas
tiap individu, baik dalam skup keluarga, masyarakat, bangsa, dan Negara. Individu
yang berkarakter mulia adalah individu yang dapat membuat keputusan dan siap
mempertanggungjawabkan setiap akibat dari keputusannya.3

B. Aktivasi Nilai Pendidikan Berkarakter Aswaja


Salah satu nilai dari ajaran Ahlussunnah Wal Jamaah ini adalah akhlak al
karimah. Akhlakul karimah memuat unsur konsiderasi yang dominan dalam rangka
pembentukan karakter individual. Sebab dalam bangunan akhlak al karimah ini memuat
sejumlah point penting yaitu: (tawassuth), toleran (tasamuh), seimbang (tawazun) dan
amar ma’tuf nahi mungkar.4

1. Pengertian Dari Point-point:5


a) Tawassuth
Sikap tengah-tengah atau sedang di antara dua sikap, tidak terlalu keras
(fundamentalis) dan terlalu bebas (liberalisme)
b) Tawazun
Sikap seseorang untuk memilih titik yang seimbang atau adil dalam menghadapi
suatu persoalan (Seimbang)
c) Tasamuh
Sikap kemurahan hati dan kemudahan dari kedua belah pihak atas dasar saling
pengertian (Toleransi)

2
ABD Rahman, Dkk, “PENGERTIAN PENDIDIKAN, ILMU PENDIDIKAN DAN UNSUR-UNSUR
PENDIDIKAN”, (Makassar, Universitas Muhammadiyah Makassar, 2022), Hal 2-3
3
Subaidi, “PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS ASWAJA DI MA AMSILATI BANGSRI JEPARA”, (Jepara,
Universitas Islam Nahdlatul Ulama Jepara, 2021) Hal 40
4
Abdul Muchid Muzadi, “Mengenal Nahdlatul Ulama”, (Surabaya: Khalista, 2006), Hal 27
5
Muhammad Thohir, Dkk, “Model Konsep Tawassuth, Tawazun dan Tasamuh”, (Jakarta, Direktorat Jenderal
Pendidikan Islam Kementerian Agama Republik Indonesia, 2023), Hal 21-61
C. Internalisasi Pendidikan Berkarakter
Perumusan kurikulum pendidikan Islam yang bernafas moderat ala paham Aswaja
merupakan langkah mendesak yang harus dilakukan. Sebab, dewasa ini eskalasi
kekerasan berbasis agama kian meningkat. Keberadaan kurikulum pendidikan Islam
bermuatan nilai-nilai moderat menjadi komponen yang penting lantaran menjadi
pedoman bagi para pendidik dalam menyampaikan materi-materi tentang ajaran Islam
yang menghargai keragaman dan perbedaan.6

D. Materi Pendidikan Dalam Paradigma Aswaja


Dalam rangka membangun keberagamaan moderatinklusif di sekolah ada beberapa
materi pendidikan agama Islam yang bisa dikembangkan dengan melalui paradigma
Aswaja, antara lain:
1. Materi Al-Qur’an, dalam menentukan ayat-ayat pilihan, selain ayat-ayat tentang
keimanan juga perlu ditambah dengan ayat-ayat yang dapat memberikan pemahaman
dan penanaman sikap ketika berinteraksi dengan orang yang berlainan agama,
sehingga sedini mungkin sudah tertanam sikap toleran, inklusif pada peserta didik,
yaitu 1) Materi yang berhubungan dengan pengakuan al-Qur’an akan adanya pluralitas
dan berlomba dalam kebaikan (Q.S. Al-Baqarah [2]: 148). 2) Materi yang
berhubungan dengan pengakuan koeksistensi damai dalam hubungan antar umat
beragama (Q.S. Al-Mumtahanah [60]: 8-9). 3) Materi yang berhubungan dengan
keadilan dan persamaan (Q.S. An-Nisa’ [4]: 135)7
2. Materi Fiqh, bisa diperluas dengan kajian fikih siyasah (pemerintahan). Dari fikih
siyasah inilah terkandung konsep-konsep kebangsaan yang telah dicontohkan pada
zaman Nabi, sahabat ataupun khalifah-khalifah sesudahnya. Akan tetapi pemahaman
fikih siyasah bukan diartikan bahwa sistem di masa sekarang harus sama persis seperti
sistem di era tersebut. Urgensi dari mempelajari fikih siyasah ialah mempelajari tata
nilai atau moral etik yang bisa diterapkan di era sekarang ini. Bukan terjebak pada
angan utopis untuk menegakkan kembali Khilafah Islamiyah yang sudah tidak lagi
relevan dengan tantangan zaman saat ini.
3. Materi Akhlak yang memfokuskan kajiannya pada perilaku baik-buruk terhadap Allah,
Rasul, sesama manusia, diri sendiri, serta lingkungan, penting artinya bagi peletakan

6
Amin Ary Wibowo, Dkk, “INTERNALISASI NILAI PENDIDIKAN KARAKTER ASWAJA”, (Surakarta,
Universitas Nahdlatul Ulama Surakarta, 2018), Hal 15
7
Andik Wahyun Muqoyyidin, “Membangun Kesadaran Inklusif-Multikultural untuk Deradikalisasi Pendidikan
Islam”, Jurnal Pendidikan Islam :: Volume II, Nomor 1, Juni 2013/1434, hlm 144.
dasar-dasar kebangsaan. Sebab, kelanggengan suatu bangsa tergantung pada akhlak,
bila suatu bangsa meremehkan akhlak, punahlah bangsa itu. Dalam al-Qur’an telah
diceritakan tentang kehancuran kaum Luth, disebabkan runtuhnya sendi-sendi moral.
Lebih jauh, dalam setiap menjalankan dakwah, akhlak pun harus dikedepankan. Amar
ma’ruf juga harus dengan akhlak, nahi munkar pun harus bil ma’ruf dengan
menjunjung akhlak yang mulia.
4. Materi Sejarah Kebudayaan Islam (SKI), materi yang bersumber pada fakta dan
realitas historis dapat dicontohkan praktik-praktik interaksi sosial yang diterapkan
Nabi Muhammad ketika membangun masyarakat Madinah. Dari sisi historis proses
pembangunan Madinah yang dilakukan Nabi Muhammad ditemukan fakta tentang
pengakuan dan penghargaan atas nilai pluralisme dan toleransi.8

E. Penanaman Nilai-nilai Karakter


Penanaman nilai-nilai karakter Aswaja. Nilai- nilai karakter Aswaja adalah sikap
tawassuṭ ,tawāzun, ta’adul , dan tasāmuḥ. Nilai-nilai utama ini kemudian diintegrasikan
dengan pendidikan karakter bangsa. Perangkat penanaman nilai-nilai karakter Aswaja
tersebut juga harus disediakan dan direncanakan secara matang dan tepat sasaran sesuai
kebutuhan. Sementara menurut Ngainun Naim mengutip Hamiddin, aspek yang tidak
kalah penting adalah optimalisasi kaidah al muḥāfaẓah ‘alā ’l-qadīm al-ṣāliḥ wa’l-akhdhu
bi’l-jadīd al-aṣlāḥ. Artinya bahwa nilai-nilai lama yang baik dijadikan pedoman atau
landasan untuk mengimplementasikan nilai-nilai karakter Aswaja dalam konteks
kekinian. Keteladanan, kontinuitas dan penanaman nilai-nilai karakter selalu
direkonstruksi untuk menemukan model-model penanaman nilai-nilai karakter Aswaja
yang aplikatif, humanis dan kontekstual.183 Berdasarkan kaidah tersebut Islam lebih bisa
leluasa bersinergi dengan budaya mana pun asal tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
Islam tidak datang untuk menolak dan anti terhadap lokalitas budaya, malahan Islam bisa
mewarnai dan merekontruksi sebuah kebudayaan dengan arif dan bijak tanpa harus alergi
terhadap lokalitas budaya tertentu.9

8
Erlan Muliadi, “Urgensi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berbasis Multikultural di Sekolah”,
(Yogyakarta, Jurnal Pendidikan Islam Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,
2012), Hal 65
9
M. Saiful Umam, Mustiqowati Ummul Fithriyah, “Internalisasi Nilai-Nilai Aswaja Dalam Pendidikan Islam
Sebagai Upaya Deradikalisasi Menuju Good Citizen”, (UIN Sultan Syarif Kasim Riau & IAIN Kediri, 2018)
Hal 121

Anda mungkin juga menyukai