Anda di halaman 1dari 27

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Hakikat Kearifan Pesantren


1. Pengertian Kearifan Pesantren
Menelaah kata kearifan pesantren yang berperan adalah kyai, di dalam
KBBI artinya: kebijaksanaan kyai, kecerdikan dan kepandaian kyai dalam
pembinaan akhlak mulia, menurut ilmu bayan disebut majaz yang artinya
meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya, pondok pesasantren itu tempat
isinya adalah kyai yang menjalankan roda kegiatan, disebut majaz mursal min
babi itlak al-mahal wa iradati al-hal. Artinya:mengatakan tempat tapi yang
dimaksud adalah keberadaan kyainya. Sebagaimana contoh dalam alquran
sungai mengalir, yakni air mengalir di sungai.
Keraf (2002) menegaskan bahwa kearifan adalah semua bentuk
pengetahuan, keyakinan, pemahaman atau wawasan serta adat kebiasaan atau
etika yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan didalam komunitas
ekologis. Semua bentuk kearifan ini dihayati, dipraktikkan, diajarkan dan
diwariskan dari generasi ke generasi sekaligus membentuk pola perilaku
manusia terhadap sesama manusia, alam maupun gaib.
Selanjutnya Wahono (2005) menjelaskan bahwa kearifan adalah
kepandaian dan strategi-strategi pengelolaan alam semesta dalam menjaga
keseimbangan ekologis yang sudah berabad-abad teruji oleh berbagai bencana
dan kendala serta keteledoran manusia. Kearifan tidak hanya berhenti pada
etika, tetapi sampai pada norma dan tindakan tingkah laku, sehingga kearifan
dapat menjadi seperti religi yang menuntun manusia dalam bersikap dan
bertindak, baik dalam konteks kehidupan sehari-hari maupun menentukan
peradaban manusia yang lebih jauh.
Dalam kehidupan sehari-hari manusia memerlukan nilai kehidupan yang
lebih nyaman dan aman. Ada enam sistem nilai kehidupan (six value system)
yang sedang di sosialisasikan oleh Prof. Achmad Sanusi (Direktur pascasarjana

14
15

UNINUS Bandung) dalam berbagai kesempatan. Dalam Seminar nasional


bahkan Internasional, ke enam nilai tersebut (Sauri 2018).
Kepemimpinan berdasarkan nilai dapat diwujudkan dengan
mengembangkan six value sistem (enam sistem nilai) berikut ini :
Pertama, teological value (nilai teologis), yaitu nilai yang berbasis pada
wahyu ilahi atau dalil-dalil nakli yakni Al-Qur'an, al-hadis, dan ijtihad. Para
ulama. Artinya bahwa kepeminpinan pendidikan dalam tataran aplikasinya,
harus selaras atau tidak bertentangan dengan nilai-nilai teologis (agama islam),
karena agama islam memiliki kebenaran yang mutlak. Pengembangan nilai
teologis dalam konteks pendidikan, akan mampu melahirkan insan-insan yang
beriman, bertaqwa, sabar, tawakal, syukur dan sebagainya.
Pada dasarnya cita-cita pendidikan memiliki relevansi yang kuat dengan
cita-cita agama (islam). Hal itu sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang
Sistem Pendidikan Nasional yang menyebutkan bahwa pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujdkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembang kan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara (UUSPN, No20 tahun 2003).
Kedua, fhysics and physiological value (nilai fisik dan pisikologis), yaitu
nilai yang berbasis pada hukum alam semesta. Hukum alam yang bersifat
sunnatullah mengandung aturan yang konsisten dan pasti. Seorang pemimpin
pendidikan yang baik terpancar dalam sikap dan perilakunya, untuk tidak
bertentangan dengan sunnatullah (hukum-hukum alam) termasuk hukum
negara. Pemimpin sejati adalah pemimpin yang mampu membangun hubungan
harmoni antara pemimpin dengan dirinya sendiri, dengan orang lain, dan
dengan alam semesta.
Manusia sebagai pemimpin dimuka bumi khlifah fil ardi sejatinya
memperlakukan alam raya dengan sebaik-baiknya. Karena, kebaikan dan
keburukan yang dilakukan manusia terhadap alam itu akan kembali kepada
manusia itu sendiri. Begitupun para pemimpin (pendidikan) dituntut untuk
16

memilki rasa tanggung jawab (sense of responsibility) atas kebijakan atau


keputusan yang diambilnya dalam mengelola pendidikan.
Ketiga, logical value (nilai logika), yaitu nilai yang berbasis pada akal
pikiran manusia. Akal pikiran manusia memiliki cara kerja yang konsisiten
yang dapat membedakan yang hak (benar) dan yang batil (salah). Daya pikir
melahirkan logika yang dikembangkan dan dipertajam dengan cara
mengembangkan pemahaman terhadap fenomena alam melalui proses berpikir
(Suryana, dkk, 1997). Bagi Al-Attas (1988), setiap ruh insan memiliki daya
akliah cognitive power yang dapat membentuk dan menyampaikan isyarat-
isyrat bermakna meaningful signs. Daya akliah ini memliki daya untuk
membuat penilaian moral, membedakan antara yang benar dan yang palsu.
Pemimpin yang baik, sejatinya mampu menggunakan akalnya, dalam
menghadapi masalah, menganalisisi masalah, serta membuat keputusan atau
kebijakan. Atas dasar itu, pemimpin pendidikan berdasarkan kecerdasannya
akan bersikap jujur, cermat dan tanggung jawab atas pikiran dan keputusannya.
Keempat, etical value (nilai etika), yaitu nilai-nilai yang berbasis pada
nilai kebaikan, pemimpin pendidikan yang diidamkan oleh segenap civitas
akademika, adalah pemimpin yang mencintai, menjungjung tinggi, dan
memperjuangkan etika (nilai-nilai kebenaran), dimanapun dan kapanpun
pemimpin itu berada. Amin (1983) mendefinisikan etika sebagai ilmu yang
menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan
manusia, menyatakan tujuan yang harus dituju manusia di dalam perbuatan
mereka, dan menunjukan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya
diperbuat.
Kelima, estetical value (nilai estetik), yaitu nilai yang berbasis
keindahan. Pemimpin pendidikan yang baik, yakni pemimpin yang mencintai
keindahan secara universal, indah dalam bersikap, bertindak dan berucap. Atas
dasar itu, maka pemimpin pendidikan akan mencerminkan sikap dan perilaku
yang ramah, santun, toleran, menghargai orang lain dan cinta kepada sesama.
Orang yang tidak senang pada orang lainlah yang paling banyak menjumpai
17

kesulitan dalam hidupnya dan mengakibatkan kesusahan pada orang lain. Dari
orang macam itulah timbul kegagalan seluruh manusia (Carnagie, 2008).
Keenam, teleological value (nilai kemanfaatan), yaitu nilai yang lebih
mengedepankan unsur-unsur manfaat, pemimpin yang kental dengan nilai-nilai
ini, senantiasa melahirkan sikap, ucap, tindakan, serta keputusan yang
bermafaat secara individual maupun komunal. Nilai teleologis ini juga akan
memicu para pemimpin pendidikan untuk bersikap lebih responsif dan disiplin
dalam mengelola pendidikan. Alhasil tipikal kepemimpinan semacam ini,
mampu memberikan kemaslahatan bagi dirinya, peserta didik, tenaga
kependidikan, serta bagi institusi pendidikan, bahkan masyarakat sekitar.
Apabila keenam nilai tersebut tumbuh dalam jiwa kepemimpinan
seseorang, maka dapat dipastikan pemimpin tersebut memiliki sifat-sifat
beriman, bertakwa, tawakal, cerdas, jujur, adil, amanah/tanggung jawab,
disiplin, ikhlas. Dewasa ini, pemimpin yang memiliki karakteristik di atas,
adalah sosok yang dibutuhkan dalam dunia pendidikan( Sauri 2018).

2. Potret Pendidikan Karakter Di Pesantren


Pemahaman kyai tentang pembinaan karakter sangat kuat dalam
mendorong para santri untuk selalu melakukan ha-hal yang baik. Pembicaraan
kyai tidak lepas dari karakter qurani dan karakter Nabi Muhammad SAW,
pesantren menjadi tempat pembinaan karakter, sehingga karakter itu di
sejajarkan dengan akhlak. Akhlak itu adalah perilaku yang sudah melekat pada
diri yang dilakukan secara spontan tanpa dipikirkan terlebih dahulu, semua
perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh kyai, santri, dan seluruh keluarga
besarnya selalu mengedepankan perilaku-perilaku yang baik yang sering
disebut dengan akhlakul karimah.
Kedamaian dan keharmonian di pesantren tertata lebih sempurna dan
selalu kegiatan-kegiatan tersebut mengharapkan kepada ridha Allah swt. Hal
itu karena yang ditanamkan selama hidup di pesantren selalu mengedepankan
pendidikan akidah, syariah, dan akhlak. Bila aqidahnya sudah kuat atau
keimananya sudah mantap maka dia akan melaksanakan perintah-perintah
18

Allah itu dengan penuh ketulusan dan keyakinan yang sangat mendalam,
mereka tidak merasa terpaksa melaksanakan kegiatan yang mahdhah atau ghair
mahdhah tersebut, secara spontanitas mereka lakukan dengan sepenuh hati dan
merasa dipantau, diperhatikan, dilihat, dan ditatap oleh Allah swt. Sehingga
nilai kepercayaan itu merupakan nilai yang paling utama dan pertama.
Nilai keteladanan merupakan metode yang paling tepat dalam
menginternalisasi nilai-nilai pesantren, karena nilai keteladanannya itu di
ambil dari Rasulullah saw. Adapun hal yang diteladani dari pribadi Rasul Itu
yang sekaligus diterapkan di pesantren sekurang-kurangnya ada tiga hal : (1)
keteladanan dalam berucap; (2) keteladanan dalam berbuat, dan (3)
keteladanan dalam bertindak. Dalam istilah Arabnya adalah qaulun wa fi’lun
wa amalun bil arkani.
Kyai dan pendidik lainya berupaya sekuat tenaga untuk mengucapkan
yang keluar dari mulutnya itu harus ucapan yang berlandaskan al-qur'an yaitu:
a) Qaulan Sadida ( QS. 4 An-Nisa:9, 33 Al-Ahzab: 70 )
Qaulan sadida di dalam al-qur'an di ungkapkan dalam konteks
pembicaraan mengenai wasiat. Hamka ( 1987) menafsirkan qaulan sadida
dalam konteks ayat 9 An-Nisa, yaitu orang yang memberi wasiat harus
menggunakan ucapan yang jelas dan jitu: tidak meninggalkan keraguan bagi
orang yang di tinggalkannya. Sedangkan qaulan sadida pada QS.Al-
Ahzab:70, upacan yang tepat yang timbul dari hati yang bersih Almaraghi
(1943, juz 3) melihat dari kontek ayat yang berkisar bagi para wali dan
orang di wasiati, yaitu orang di titipi anak yatim, dan perintah bagi mereka
untuk menyayangi anak yatim seperti anak-anaknya. Al- Buruswi ( 1996,
juz 4 ) qaulan sadida dalam konteks tutur kata kepada anak-anak yatim
yang harus dilakukan dengan cara yang lebih baik dengan penuh kasih
sayang seperti kepada anak sendiri. Berdasarkan pendapat para ahli tafsir
maka dapat di simpulkan bahwa qaulan sadida dari segi konteks ayat
mengandung makna kehawatiran dan kecemasan seorang pemberi wasiat
kepada anak-anaknya yang di gambarkan dalam bentuk ucapan yang lembut
(halus), jelas, jujur, tepat, baik, dan adil. Lemah lembut artinya
19

penyampaian di ungkapkan dengan penuh kasih sayang. Jelas artinya


ucapanya tidak penafsiran lain. Jujur sepertinya tidak ada yang di
sembunyikan. Tepat berarti sesuai dengan tujuan yang ingin di capai. Baik
berarti sesuai dengan nilai-nilai moral maupun ilahiah.
b) Qaulan Ma'rufa (QS. An-Nisa: 5, QS. Al-Baqarah: 235, An-Nisa: 5 dan 8,
Al- mu'minun: 32)
Secara bahasa ma'ruf adalah baik dan di terima oleh nilai-nilai yang
berlaku di masyarakat (Shihhab, 1999), ucapan yang baik adalah ucapan
yang dapat di terima sebagai sesuatu yang baik dalam pandangan
masyarakat lingkungan penutur. Amir (1987) meyebutkan arti dari qaulan
ma'rufa adalah ucapan yang baik dan pantas yaitu yang sesuai dengan norma
dan sesuai dengan orang yang berbicara. Jika dilihat dari konteks wasiat dan
waris qaulan ma'rufa adalah ucapan yang halus ucapan yang di sukai oleh
perempuan dan anak-anak yang pantas di ucapakan oleh maupun orang
yang di ajak bicara. Hamka (1983, juz 22) memaknai qaulan ma'rufa dalam
konteks itu adalah ucapan yang baik yang sopan dan santun penuh
penghargaan. Sedangakan pada QS. Al- Isra di maknai ucapan yang
khidmat dasar budi kepada orang tua. Sedangakan pada QS. Al-Ahzab: 32
beliau menafsirkan sebagi kata-kata yang pantas. Al- Buruswi (1996)
menyebutkan bahwa qaulam ma'rufa dalah ucapan yang baik, halus
sebagaimana ucapan seorang lelaki pada perempuan yang akan ia
persunting. At-thabbari (1988, juz 22) meyebutkan qaulan ma'rufa
mengandung nada optimisme (harapan) dan doa. Ashiddiqi (1977)
meyebutkan ucapan yang baik yaitu ucapan yang tidak membuat dirinya
atau orang lain mersa malu. Khozin (725 H: 203 dan 404) menyebutkan
qaulan ma'rufa dalah ucapan yang baik, benar, menyenangkan, dan tidak di
ikuti dengan celaan dan cacian. Al-jauhari ( juz 2) meyatakan ucapan yang
sesuai dengan hukum dan akal yang sehat (logis). Dengan itu dapat di
simpulkan bahwa makna dari qulan ma'rufa adalah ucapan yang baik yaitu
ucapan yang sopan, halus, indah penuh penghargaan menyenangkan dan
sesuai kaidah hukum dan logika. Dan baik dalam arti bahasa yaitu bahasa
20

yang di pahami oleh orang di ajak bicara dan di ucapkan sesuai dengan
norma dan di arahkan kepada (obyek) yang tepat.
c) Qaulan Baligha ( QS.4 An-Nisa : 63 )
Qaulan baligha diartikan sebagai ucapan yang jelas, fasih dan terang
maknanya. Hamka (1983 jilid 5) meyebutkan qaulan baligha sebagai
ucapan yang sampai pada lubuk hati orang yang di ajak bicara yaitu kata-
kata yang fashehat dan balaghat (fasih dan tepat) yaitu kata-kata yang
keluar dari lubuk hati sanubari orang yang mengucapkannya. Alburuswi
(1996, juz 5) memaknai qaulan baligha yaitu dari segi cara
mengungkapkanya yaitu perkataan yang menyentuh hati hati sanubari
orang yang di ajak bicara. Almaraghi (1943) mengartikan qaulan baligha
dengan tablig salah satu sifat rasul yaitu (tablig dan baligha) berasal dari
kata dasar yang sama yaitu balaga yang artinya Nabi Muhammad saw
ditugasi untuk menyampaikan peringatan kepada umatnya dengan
perkataan yang menyentuh hati mereka. Assiddiqi (1977) memaknai qaulan
baligha yaitu dengan cara pengungkapan, yaitu perkataan yang membuat
orang lain terkesan atau mengesankan orang yang di ajak bicara. Rahmat
(1993) mengartikan dari sudut komunikasi yaitu ucapan yang fasih, jelas
maknanya, tenang, tepat mengungkapkan apa yang di kehendaki. Dapat di
simpulkan bahwa qaulan baligha diartikan sebagai ucapan yang benar dari
segi kata. Apabila dilihat dari segi sasaran atau ranah yang di sentuh itu di
artikan sebagai ucapan yang efektif.
d) Qaulan Masyura ( QS. 17 AL-Isra :28)
Secara bahasa masyura dalah perkataan yang mudah. Almaghari (1943,
jilid 2) mengartikan dalam konteks ayat ini yaitu ucapan yang lunak baik
dan ucapan janji yang tidak mengecewakan. Dilihat dari asbabun nuzulnya
ayat sebagaimana diriwayatkan oleh Saad bin Mansur ketika orang–orang
muzayyinah meminta kepada Rasul untuk memberinya kendaraan untuk
berperang. Rasul menjawab aku tidak mendapatakan lagi kendaraan untuk
kalian, mereka memalingkan diri sambil berlinangan air mata dan
menyangka bahwa Rasul itu marah kepada mereka. Maka turunlah ayat ini
21

sebagai petunjuk untuk menolak suatu permohonan dengan kata-kata yang


lemah lembut. Katsir (1410 H, jilid 3) menyebutkan makna qaulan masyura
dengan ucapan yang pantas yakni dengan janji yang menyenangkan. Dalam
tafsir Dapartemen Agama RI menyatakan bahwa jika kamu belum bisa
memberikan hak pada orang lain maka katakanlah perkataan yang baik
supaya mereka tidak kecewa. Qaulan masyura adalah ucapan yang membuat
orang lain mempunyai harapan dan menyebabkan orang lain tidak kecewa.
At-thabari (1988, juz 15) makna indah dan bernada mengharapkan. Hamka
(1983 juz 15) mengartikan bahwa qaulan masyura adalah kata –kata yang
menyenangkan, bagus, halus, dermawan, dan menolong orang. Memahami
qaualan masyura dari segi teks atau pun konteks yaitu, kata yang mudah
yaitu kata yang komunukatif sehingga dapat di mengerti oleh orang lain
tetap mempunyai harapan ucapan yang lunak adalah ucapan yang di
ungkapkan pantas atau layak. Dan ucapan yang lemah lembut adalah ucapan
yang tidak membuat kecewa dan tersinggung. Dengan demikian qaulan
masyura memberikan rincian tatacara pengucapan bahasa yang santun.
e) Qaulan Layyina ( QS. 20 Thaahaa: 40)
Qaulan layyina dalah perkataan yang lemah lembut bersal dari kata
layyin artinya lemah lembut. Almaghari (1943) menyatakan bahwa ayat ini
berbicara dalam konteks pembicaraan Nabi Musa dengan Firaun Allah
mengajarkan Nabi Musa untuk bertutur kata yang lembut supaya Fir'aun
tertarik dan tersentuh hatinya. Katsir (1410) meyebutkan qaulan layyina
sebagai ucapan yang lemah lembut. Asiddiqi (1977) memaknai qaulan
layyina sebagai ucapan yang lemah lembut yang di dalamnya mengandung
harapan orang yang di ajak bicara untuk melaksanakan kewajiban atau
meninggalkanya. Athabari ( 1988) menambahkan arti baik dan lembut pada
kata layyina. Dengan demikian qaulan layyina dapat di artikan ucapan yang
baik yang di lakukan dengan lemah lembut sehingga dapat menyentuh hati
orang yang di ajak bicara. Akibatnya ucapan itu akan memiliki pengaruh
yang dalam, bukan hanya sekedar sampaian informasi, tetapi berubahnya
pandangan, sikap perilaku orang yang di ajak berbicara.
22

f) Qaulan karima ( QS. 17 Al-Isra)


Dari segi bahasa qaulan karima berarti perkataan yang mulia. Perkataan
mulia adalah perkataan yang memberi penghargaan penghormatan kepada
orang yang di ajak bicara. Almaraghi (1943) menafsirkan qaulan karima
dengan merujuk pada perkataan Ibnu Musyayyub ucapan mulia itu bagaikan
ucapan seorang budak yang bersalah di hadapan majikannya yang galak.
Katsir (1410) menjelaskan qaulan karima dengan arti lembut, baik, serta
sopan disertai tatakrama, penghormatan dan pengagungan. Melihat
gambaran di atas dapat di simpulkan bahwa qaulan karima memiliki
pengertian mulia, penghormatan, pengagungan, dan penghargaan. Ucapan
qaulan karima berarti ucapan yang lembut yang berisi pemuliaan,
penghargaan, pengaguangan, dan penghormatan kepada orang yang di ajak
bicara sebaliknya ucapan yang menghinakan dalah ucapan yang tidak
santun.

3. Nilai-Nilai Dasar Kearifan Pesantren


a. Ikhlas dalam Beramal
Ikhlas dalam beramal merupakan nilai dasar yang pertama dari
nilai-nilai dasar yang menjadi kearifan lokal pesantren. Para kyai
memberikan keteladanan dalam menjalankan nilai dasar ini. Para santri
selalu diajari dan di nasihati agar selalu ikhlas dalam beramal. Nilai dasar
ini biasanya merujuk pada hadis Nabi SAW tentang peranan "niat"
dalam beramal.
Ikhlas merupakan nilai tinggi. Karena iblis yang biasanya selalu
berhasil menjerumuskan manusia, sama sekali tidak bisa menjurumuskan
orang-orang yang ikhlas. Karena amal ikhlas yang akan mendapatkan
ganjaran dari Allah SWT.
Amal ibadah yang ikhlas didasarkan atas niat lillaah (karena
Allah), fii sabiilillaah (di jalan Allah), billaah (bersama Allah), dan
ilallaah (menuju Allah). Jangan sampai ada niat-niat tambahan berupa
pamrih dunia. Lawan ikhlas adalah riya, yang diartikan suatu amal
23

ibadah yang didasarkan pamer semata, Sekedar untuk mendapatkan


pujian dari manusia, bukan karena atas dasar lillaahi Ta’ala.
b. Syukur nikmat
Syukur berasal dari bahasa arab yang berarti berterima kasih,
adapun dalam kamus besar bahasa indonesia syukur memiliki dua arti :
(1) rasa berterima kasih kepada Allah; dan (2) berarti untunglah, yakni
merasa lega atau senang, dan lain lain.
Sebagian ulama mengartikan syukur sebagai gambaran dalam
benak tentang nikmat dan menampakkannya ke permukaan. Ulama
lainnya menjelaskan syukur berasal dari kata ‘syakara’ yang berarti
membuka. Lawan katanya ‘kufur’ yang berarti menutup atau melupakan
segala nikmat kemudian menutup-nutupinya (Sauri, 2011).
c. Wara’ dan Zuhud
Wara’ adalah meninggalkan segala hal yang syubhat, terlebih-lebih
yang haram. Adapun zuhud, dalam Risalah Al-Qusyairi (Simuh, 1996)
disebutkan, jika wara’ sebatas menjauhi yang syubhat dan hanya
memilih yang halal, maka zuhud adalah tidak mengutamakan kesenangan
dunia walau halal dan lebih mengejar kelezatan bermujahadah
(memperbanyak ibadah). Dalam praktiknya pasa zahid (orang yang
zuhud) memilih yang serba sederhana, menjauhi yang mewah walau
halal, dan lebih memperbanyak ibadah.
d. Ta’aawun (Tolong-menolong)
Tolong-menolong adalah perbuatan yang baik. Tetapi dalam islam
tolong-menolong masih dalam masih bersifat netral, bisa baik dan juga
bisa buruk, tergantung jenis pertolongannya. Dalam istilah masyarakat
tidak ada tolong menolong dalam perbuatan maksiat dan kemungkaran
walau dalam realitasnya ada.
e. Pola hidup sederhana
Pola hidup sederhana dipondok pesantren diwujudkan mulai pola
makan dengan memilih makanan yang murah tapi higienis, pakaian dari
bahan/kain yang murah, dan pondok yang juga sederhana. Kyai dan
24

keluarganya pun menampilkan pola hidup sederhana, walau punya uang


yang berkecukupan.

4. Usaha Penanaman Nilai Kearifan Pesantren


a. Do’a
Do’a adalah permohonan dari seorang hamba terhadap khaliq
pencipta alam jagat raya. Doa merupakan kegiatan yang bernilai ibadah
yang harus menjadi pengamalan setiap saat. Dan doa juag merupakan
senjata bagi orang-orang yang beriman. Doa yang di munculkan kyai
agar ilmunya selalu bermanfaat yang menjadi obor dalam kehidupan di
saat sedang menemukan kegelapan, dan meminta agar ilmunya tersebut
selain di amalkan juga dapat di sampaikan kembali kepda khalayak
yang lainya.
b. Ikhtiar
Selanjutnya perlu adanya upaya dan usaha agar apa yang di
inginkan itu terlaksana dengan baik. Selain pengajaran yang di
sampaikan oleh kiyai dan ustad sebagai wujud pengamalan keilmuan
yang di berikan, maka di berikan tugas-tugas berupa hafalan atau
laporan tertulis yang secara periodik di laporkan kepada kyai atau
ustadz.
c. Tawakal
Para santri berusaha sekuat tenaga agar ilmu yang ia peroleh
dapat di rasakan dalam kehidupanya. Karean tawakal merupakan bagian
yang kepasrahan sepenuh hati apa pun dari hasil upaya dan doa itu
disisipkan dan di hadapi dengan penuh penghargaan kepda Allah SWT.
Tawakal bukan menyerah tapi berjuang dengan sekuat tenga bagaimana
bisa menerima segala keputusan yang Allah berikan.
d. Husnudzan
Husnudzan adalah bagian yang paling besar memberikan
pengaruh kepada pribadi santri, husnudzan merupakan bagian yang
paling ampuh untuk hidup penuh ketenangan terhindar dari hasud,
25

sum'ah , takabur, sombong, dan lain sebagainya. Para santri setelah


berkiprah mencari ilmu di pesantren maka penanaman nilai-nilai
husnudzan dengan yang lebih penting.

5. Kendala Pemimpin Pesantren Dalam Pembinaan Nilai Kearifan Lokal


Terhadap Santri
Setiap manusia hidup di dunia tidak terlepas dari kelebihan dan
kekurangan. Tidak ada seorang manusia pun yang hidup sempurna kecuali
kesempuranaan Nabi Muhammad sebagai pilihan Allah SWt. Meskipun
usaha telah di maksimalkan dan harapan yang tidak pernah henti, tetapi
keterbatasan tetap terjadi seperti yang di alami di pesantrean antara lain:
a. Terbatasnya ustadz dan kiyai utuk memantau perilaku santri di luar
kegiatan pengajian. Mengahadapi santri yang sangat banyak 1
berbanding 500 santri sehingga kemampuan untuk membantu sangat
terbatas.
b. Pergaulan yang tidak terbatas misalnya santri yang keluar berkunjung
ke lain pesantren di luar pesantren, kebiasaan di luar bisa berpengaruh
terhadap perilaku santri.
c. Latar belakang santri yang beraneka ragam. Hal ini yang menjadi
bagian yang sangat sulit untuk menyatukan persepsi pemikiran yang
sama namun walaupun demikian upaya pesantren untuk membina
yang baik tidak pernah ada kata berakhir.
d. Perhatian masyarakat yang kurang, bahkan ada santri yang masuk ke
rumah masyarakat bicara dan bergaul dengan anak dari masyarakat di
biarkan tidak di berikan teguran atau melaporkan langsung ke
pesantren.
e. Fasilitas yang perlu di sempuranakan tempat istirahat dan olah raga
santri masih terbatas, alat pemantau berupa CCTV untuk memantau
perilaku santri di berbagai tempat belum terpasang dan lain
sebagainya.
26

f. Kesadaran semua pihak dalam menegakkan dan pelestarian


pembiasaan berakhalak baik masih perlu di sempurnakan, misalnya
dengan membuang sampah pada tempatnya, membersihkan
lingkungan yang kotor menjadi bersih. Dan sebagainya. Dengan
demikian seluruh urusan kehidupan manusia dan eksistensi alam
semesta di dunia ini telah di serahkan oleh Allah swt kepada manusia.
Akan tetapi lebih penting dari itu semua fitrah manusia adalah
pembinaan karakter umat manusia menjadi hamba Allah secara kaffah
dan memilki keselarasan dan keseimbangan dalam hidup bahagia dunia
akhirat. Untuk mengoptimalkan potensi –potensi manusia tersebut adalah
dengan berdirinya lembaga-lembaga pendidikan diantara lembaga
pendidikan nonformal adalah pesantren. Ciri utama tujuan pendidikan
pesantren adalah sebagai berikut:
a. Memilki kebijaksanaan menurut ajaran agama islam. Santri di bantu
oleh kiyai, guru atau ustadz dalam lingkup pesantren agar mampu
memahami makna hidup, keberadaan, peranan, serta tangguang jawab
dalam kehidupan bermasyarakat.
b. Memilki kebebasan yang terpimpin. Setiap manusia memiliki
kebebasan tetapi kebebasan itu harus di batasi. Manusia bebas
menetapkan aturan hidup tetapi dalam berbagai hal manusia
menerima saja aturan yang datang dari tuhan.
c. Berkemampuan mengatur diri sendiri. Di pesantren, santri mengatur
dirinya sendiri kehidupan nya menuruti batasan yang di anjurkan
agama. Ada unsur kebebasan dan kemandirian disini.
d. Memilki rasa kebersamaan yang tinggi. Dalam pesantren yang
berlaku prinsip: dalam hal kewajiban individu, dan harus menunaikan
kewajiban lebih dahulu, sedangkan dalam hal hak, individu harus
mementingkan orang lain sebelum kepentingan dirinya sendiri.
e. Menghormati orang tua dan guru, ini memang ajaran islam tujuan ini
di kenal dengan antara lain melalui penegakkan berbagai pranata di
pesantren seperti mencium tangan guru dan tidak membantah guru.
27

f. Cinta kepada ilmu. Menurut Al-qur'an ilmu pengetahuan datang dari


Allah dan banyak yang mengajarkan pentingnya menuntut ilmu dan
mengajarkannya.
g. Mandiri, jika mengatur diri kita sendiri di sebut otonomi, maka
mandiri yang dimaksud adalah berdiri di atas kekuatan sendiri. Karena
santri sejak awal telah di latih untuk mandiri.
h. Kesederhanaan, dilihat dari lahiriahnya sederhana mirip dengan
miskin. Padahal yang dimaksud sederhana di pesantren adalah sikap
hidup secara wajar, proposional, dan fungsional, sebenarnya banyak
santri yang berlatar belakang orang kaya, tetapi mereka di latih hidup
sederhana.

6. Internalisasi Pendidikan Nilai Kearifan Pesantren


a. Internalisasi Nilai melalui Metode Uswah Hasanah
Metode yang paling besar pengaruhnya terhadap keberhasilan adalah
Uswah Hasanah (teladan yang baik). Metode uswah hasanah adalah
suatu metode pendidikan dengan cara memberikan contoh yang baik
kepada peserta didiknya, baik dalam berucap, berbuat. Hamba-hamba
Allah yang selalu mendekatkan dirinya kepada-Nya telah diberi
kemampuan untuk meneladani para Rasulnya dalam menjalankan
keberagamannya. Oleh karena itu, keteladanan merupakan metode
pendidikan yang paling utama sebagai kearifan pesantren. Tanpa
keteladanan, maka pesantren kehilangan maknanya sebagai benteng
pendidikan islam.
b. Implementasi Nilai melalui Metode Pembiasaan
Secara teoritis, kebiasaan merupakan pola pikir yang perilaku yang
relatif terjadi secara berulang-ulang, otomatis, dan tidak di sadari.
Melalui metode "pembiasaan" ini para santri dibiasakan untuk
mengerjakan perbuatan-perbuatan yang baik sesuai deangan syariat
islam. Ibadah salat lima waktu misalnya selalu di laksanakan secara
bersama-sama (berjamaah) berbondong-bondong pergi ke masjid
28

kemudian mereka berdzikir dan membaca wiridan lalu mengaji kitab


kuning sesuai tingkat individualitas masing-masing.
c. Implementasi Nilai melalui Metode Bandungan
Metode bandungan atau weton adalah sistem pengajaran secara
kolektif yang dilakukan di pesantren. Disebut weton karena
berlangsungnya pengajian itu merupakan inisiatif kyai sendiri, baik
dalam menentukan tempat, waktu, terutama kitabnya. Disebut bandungan
karena pengajian diberikan secara kelompok yang diikuti oleh seluruh
santri. Kelompok santri yang duduk mengitari kyai dalam pengajian itu
disebut halaqoh. Dimulai dengan mengirim hadiah surah al-fatihah
kepada penulis kitab. Lalu kyai membaca kalimat demi kalimat kitab,
kemudian membedahnya dari segi bahasa arab (nahwu dan sharaf). Para
santri biasanya menyimak dan menuliskan kajian nahwu dan sharaf
dibawah kalimat-kalimat dari kitab yang dikajinya itu. Setelah itu kyai
menjelaskan arti dan makna dari kalimat tersebut hingga satu faragraf
(satu term) dari kitab yang dikajinya itu. (Sauri, 2018 : 264-265).
d. Implementasi Nilai melalui Metode Sorogan
Pembelajaran dengan metode sorogan biasanya diselenggarakan
pada ruang tertentu. Ada tempat duduk Kyai atau Ustadz, didepannya ada
meja pendek untuk meletakkan kitab bagi santri yang menghadap.
Setelah kyai atau ustadz membacakan teks dalam kitab kemudian santri
mengulanginya. Sedangkan santri-sanri lain, baik yang mengaji kitab
yang sama ataupun berbeda duduk agak jauh sambil mendengarkan apa
yang diajarkan oleh kyai atau ustadz sekaligus mempersiapkan diri
menunggu giliran dipanggil. Diharapkan semakin bertambah lamanya
santri bermukim di pondok pesantren, para santri dapat memahami kitab-
kitab klasik yang diajarkan para kyai atau ustadz.

7. Nilai-Nilai Kearifan Pesantren Yang Perlu Dikembangkan


Pendidikan adalah pilar utama pembangunan bangsa. Keberhasilan
pendidikan suatu bangsa berakaitan erat dengan kemajuan yang di capai.
29

Kerena itu keniscayaan bila pemerintah dalam memprioritaskan


pembangunan bidang pendidikan seacara menyeluruh, terutama pendidikan
yang membentuk karakter nasional bangsa. (Zarkasyi, 2010).
Pola pendidikan berbasis karakter yang berkembang di pondok
pesantren dinilai berhasil. Oleh karena itu, Kemdiknas Mohmmad Nur pada
Seminar Nasional Pendidikan Karakter Bangsa melalui Pola Pendidikan
Pesantren di Kementerian Pendidikan Nasional (Jakarta/Jumat oktober
2017) menyampaikan keinginannya untuk memasukkan nilai kearifan
pesantren ke sekolah umum. Nilai-nilai kerifan pesantren yang perlu
dikembangkan diantaranya adalah sarungan (memakai sarung), kokoan
(memakai baju koko berwarna putih), kopiahan (memakai songkok/peci
sehari-hari), kobong (tempat mondok santri), tahlilan (pembacaan tahlil
setiap hari), silaan (duduk dengan bersila), tawasulan, haulan (peringatan
hari kematian tokoh masyarakat seperti syaikh, wali dan lain-lain),
marhabaan (puji-pujian), shalawatan, debaan (melantunkan shalawat kepada
Nabi Muhammad saw), manakiban (kegiatan membaca riwayat hidup serta
cerita kebaikan amal dan akhlak terpuji seseorang), dzikiran, bandongan
(proses belajar secara seksama atau menyimak), balagan, sorogan, ngalogat
(menulis dengan arab di kitab sebagai makna dari kalimat dalam kitab yang
dikaji), tamrinan (latihan pidato di depan orang umum), imtihan (tradisi
tahunan yang ada di pesantren), dulagan (seni menabuh beduk), bedugan,
nuzulul qur'an, mauludan, rajaban, nadoman (seni membaca puisi lama), dan
khitobahan (pidato).

B. Hakikat Pondok Pesantren


1. Pengertian Pondok Pesantren
Pesantren adalah sebuah lembaga pendidikan tradisional yang para
santri atau siswanya tinggal bersama dan belajar ilmu-ilmu keagamaan di
bawah bimbingan para guru yang lebih di kenal dengan sebutan kyai.
Asrama untuk para siswa tersebut berada di komplek pesantren dimana
kyainya bertempat tinggal. Disamping itu juga ada fasilitas ibadah berupa
30

masjid, ruang untuk belajar dan kegiatan lainnya. Biasanya pondok


pesantren di kelilingi dengan tembok untuk mengawasi arus keluar
masuknya santri sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Pondok pesantren merupakan dua istilah yang menunjukkan satu
pengertian. Pesantren menurut dasarnya adalah tempat belajar para santri
sedangkan pondok berarti berarti rumah atau tempat tinggal sederhana
terbuat dari bambu. Disamping itu kata pondok berasal dari bahasa Arab
Funduq yang berarti asrama atau hotel. Di Jawa dan Madura terkenal
dengan kata Pondok Pesantren, sedang di Aceh terkenal dengan nama
dayah atau rangkang, sedangkan dalam Minangkabau disebut surau.
Secara garis besar, pesantren sekarang dapat dibedakan atas dua
macam, Pertama: pesantren tradisional, yaitu pesantren yang masih
mempertahankan sistem pelajaran kitab-kitab kuning. Kedua: yaitu
pesantren yang berusaha mengintegrasikan secara penuh sistem klasikal
dan sekolah kedalam pesantren kemoderenan sistem di pesantren bisa
ditandai dengan mulai adanya penggunaan teknologi dalam mengatur
kehidupan dan keberlangsungan pesantren. Serta dengan menerapkan
organisasi kepesantrenan dengan pola lebih baik. Sentralisasi Kyai dalam
mengasuh sebuah pesantren dan mengatur segala kebijakan-kebijakan
pesantren sudah mulai memudar dimasa ini hal ini tidak ada lain
dikarenakan banyak munculnya pesantren yang berada dibawah naungan
institusi sehingga tugas pengurusan pesantren yang diberikan kepada
masing-masing pengurus sesuai tupoksinya.

2. Sejarah Pesantren
Histori asal muasal istilah “pesantren” tidak lepas dari awal mulanya
penyebaran islam yang dibawa oleh para wali. Awalnya, pesantren
merupakan pusat-pusat penyebaran islam yang merupakan sambungan
Zawiyah di India dan Timur Tengah. Hal ini menunjukkan bahwa para
walilah yang merintis berdirinya model lembaga pendidikan islam tertua
di Indonesia yang disebut dengan pesantren.
31

Sistem pendidikan pesantren secara terminologis berasal dari India.


Istilah pesantren sendiri “konsep mengaji” yang bukan dari istilah arab
melainkan dari India juga. Ada beberapa kesamaan dengan pendidikan
tradisi hindu, yaitu sistem pendidikannya bersifat agama, guru tidak bergaji,
penghormatan yang besar terhadap guru serta lokasi pondok yang berada di
luar kota.
Asal-usul sejarah datangnya islam ke nusantara, terjadi sejak abad ke
7 M, oleh para musafir dan pedagang muslim melalui jalur perdagangan.
Hingga pada abad ke 11 M islam telah masuk ke kota-kota pantai di
nusantara, dan berdirilah pusat-pusat kekuasaaan islam seperti di Aceh,
Demak, Giri, Ternate dan Gowa pada abad ke 17 M. Dari sinilah islam
mulai tersebar ke seluruh pelosok nusantara melalui pedagang, para wali
atau ulama, hingga mubaligh dengan cara mendirikan pesantren.
Sejak awal datangnya islam di Indonesia, sistem pendidikan islam
tumbuh dan berkembang, pada abad 20 M tradisi islam melahirkan
budayawan Kyai Wahid, tokoh pembangunan peradaban Indonesia modern,
setaraf dengan pendiri peradaban melayu islam nusantara. Kehidupan
pesantren hanya menyentuh aspek kesederhanaan dalam lingkungan,
kehidupan para santri, kepatuhan mutlak santri kepada kyainya, hingga
pembelajaran mengenai kitab-kitab klasik. Adapun politik dalam pesantren
hanya akan terlibat pada satu tujuan yaitu melestarikan dan
mengembangkan islam dalam masyarakat.

3. Karakteristik Pendidikan Pesantren


Dalam ulasannya mengenai pesantren, Zamahksyari Dhofier (1990)
mengemukakan lima unsur pokok yang menjadi elemen dasar dari tradisi
pesantren, yakni pondok, masjid, santri, pengajaran kitab-kitab islam klasik,
santri dan kyai:
Elemen pertama adalah Pondok. Pondok adalah tempat tinggal para
santri di pesantren karena pesantren pada dasarnya adalah asrama
pendidikan islam sehingga kata pondok selalu melekat pada kata
32

pesantren, Ada tiga alasan mengapa pesantren hanya mengandalkan asrama


bagi para santri satu : kemasyhuran seorang kyai dan kedalaman tentang
pengetahuan tentang islam menarik santri-santri dari jauh untuk mendapat,
mengali ilmu kiyai tersebut secara teratur dan dalam waktu yang lama
karena santri harus meninggalkan halaman dan menetap di dekat kediaman
kiyai. Kedua: hampir samua pesantren berada di desa-desa dimana tidak
tersedia perumahan (akomodasi) yang cukup untuk dapat menampung
santri-santri. Dengan demikian perlu adanya asrama khusus untuk para
santri. Ketiga: adanya sikap timbal balik antara santri dengan kyai para
santri menganggap bahwasannya kyai adalah sebagai bapaknya sendiri
sedangkan kyai menganggap para santri sebagai titipan tuhan yang harus
dilindungi. Sikap ini yang menimbulkan perasaan tanggung jawab di pihak
kyai untuk dapat menyediakan tempat tinggal bagi para santri, disitulah
tumbuh perasaan pengabdian kepada kyainya sehingga dapat memperoleh
imbalan dari para santri sebagai sunber tenaga bagi kepentingan pesantren
dan keluarga kyai.
Elemen kedua adalah masjid, masjid tidak dapat dipisahkan dengan
pesantren dan dianggap tempat yang paling tepat untuk mendidik para santri
terutama dalam shalat lima waktu, khutbah, dan sholat jum'at dan mengajar
kitab-kitab klasik. Kedudukan masjid sebagai pusat pendidikan islam
tradisional dengan kata lain kesinambungan sistem islam yang berpusat
pada masjid, sejak masjid kuba yang didirikan dekat kota madinah pada
masa Nabi Muhammad Saw, tetap terpancar dalam sistem pesantren.
Elemen yang ketiga adalah santri, santri merupakan elemen penting
dalam pesantren karena seorang kyai tidak di sebut kyai jika tidak memiliki
pesantren dan santri yang tinggal menepati pesantren tersebut. Terdapat dua
kelompok santri:
1. Santri mukim yaitu murid-murid yang berasal dari daerah jauh yang
menetap dalam pesantren
2. Santri kalong yaitu murid-murid yang berasal dari desa-desa, di
sekeliling pesantren, yang bisanya tidak menetap dalam pesantren.
33

Makna santry kata Mbah Muhaimin Jubair terdiri dari huruf : SA :


Salikun ila al-akhirah (artinya orang yang menuju akhirah) N : naibun ‘ani
al-masyaikh (pengganti guru) T : Tarikun ‘ani al-ma’ashi (orang yang
meninggalkan maksiat) R : raghibun fil akhirah (orang yang cinta akhirat)
Y: yarjus-salamah fidunya wal akhirah (orang yang berharap keselamatan
dunia akhirat).
Elemen yang keempat adalah kyai, kyai merupakan elemen yang
sangat esensial bagi suatu pondok pesantren. Rata-rata pesantren yang
berkembang di jawa dan madura mempunyai sosok kyai yang begitu sangat
berpengaruh, karismatik, dan berwibawa sehingga amat di segani oleh
masyarakat di lingkungan pesantren. Disamping itu kyai di pesantren
basanya juga sebagai penggagas dan pendiri dari yang besangkutan oleh
karenanya sangat wajar pertumbuhan pesantren sangat begantung pada
seorang kyai. Kekhasan seorang kyai tidak lepas dalam bentuk-bentuk
kealiman yaitu kopiah dan sorban. Masyarakat biasanya mengharapkan kyai
dapat menyelesaikan persoalan-persoalan praktis mengenai keagamaan
dengan ilmu yang ia miliki. Syarat menjadi kyai ada empat, yaitu harus
menguasai kitab-kitab klasik (membaca), riyadhoh khusus (amaliah),
berkomunikasi dengan masyarakat, punya pondok pesantren. (Ahmad tafsir,
2008).
Elemen yang kelima dalah pengajaran kitab-kitab klasik, materi yang
diajarkan seorang kyai adalah mengaji dan membahas kitab-kitab klasik
yang di sebut kitab kuning, karena pada masa lalu kitab-kitab itu di tulis
atau di cetak dikertas berwarna kuning yang berisikan tentang ilmu ke
islaman fiqih, hadist, tafsir, maupun tentang akhlak. (Sofyan Sauri, 2018 ).
Dengan demikian unsur-unsur tradisi pesantren dapat dikatagorikan
lagi menjadi tiga kelompok:
1. Sarana perangkat keras; Pondok dan Masjid merupakan dua bangunan
yang sangat penting. Pondok pada dasarnya adalah asrama pendidikan
islam tradisional di mana para santri tinggal bersama dan mendapat
bimbingan dari kyai. Pondok, asrama bagi santri, ini sekaligus menjadi
34

ciri khas tradisi pesantren yang membedakannya dengan sistem


tradisional lainnya di masjid-masjid, surau, bahkan madrasah pada
umumnya.
Kehadiran masjid tidak dapat dipisahkan dari kehidupan pesantren
yang diangap sebagai tempat paling tepat untuk mendidik santri,
terutama praktek sembahyang berjamaah yang lima waktu, khutbah
jumat, dan pengajian kitab-kitab klasik. Jadi masjid merupakan tempat
sentral bagi transformasi dan isnad ilmu di pesantren.
2. Kyai dan santri dalam tradisi pesantren adalah dua entitas yang tak
dapat dipisahkan. Dengan kelebihan berbagai dimensi tersebut, kyai
merupakan figur dan pemimpin sentral dalam suatu pesantren. Santri,
biasanya berkonotasi pada siswa yang belajar untuk mempelajari kitab-
kitab klasik. Oleh karena itu santri merupakan elemen lain yang juga
sangat penting setelah kyai. (Kompri, 2018).
3. Aktivitas Intelektual, pengajian kitab-kitab islam klasik. Tujuan utama
para santri untuk berguru ke pesantren tidak lain adalah belajar agama.
Pelajaran-pelajaran agama biasanya didapat dari menggali kitab-kitab
klasik yang memang tersedia banyak di pesantren. Bahkan pada masa
lalu, pengajaran kitab-kitab islam klasik, terutama karangan-karangan
ulama penganut paham syafi’iyah, merupakan satu-satunya pengajaran
formal yang diberikan dalam lingkungan pesantren (Dhofier,1990:50).
Menurut Nata, dikutip Anwar, terdapat dua unsur yang didapat
dalam kegiatan pondok pesantren:
a. Kedaulatan penuh
Unsur pendidikan dan pengajaran agama islam dengan
menggunakan sistem yang dianggap unik, yaitu kedaulatan penuh di
bawah kepemimpinan seorang kyai.
b. Keunikan sistem pendidikan
Sistem pendidikan dan pengajaran yang dikembangkan di dalam
pondok pesantren berbeda dengan model pendidikan lainnya,
walaupun pada beberapa sisi memiliki kesamaan.
35

4. Ciri-Ciri Pendidikan Pesantren


Ciri umum pondok pesantren menurut C.G. Kusuma (2013) yaitu:
1. Mengikuti pola umum pendidikan islam tradisional
Yaitu pendidikan islam yang tidak terlembagakan, seperti
pengajian yang dilakukan di kampung-kampung. Pengajian ini
dilakukan di rumah sendiri dengan orang tua sebagai gurunya atau di
rumah-rumah guru ngaji, masjid atau majelis taklim sederhana.
Kemudian pendidikan islam itu terlembagakan dalam bentuk
pesantren.
2. Musafir ilmu
Ciri umum kedua pesantren adalah sosok pencari ilmunya sering
disebut sebagai musafir pencari ilmu, sehingga mereka layak untuk
mendapatkan zakat karena termasuk sabilillah. Ciri ini berlaku dalam
tradisi pesantren manapun walaupun sekarang mungkin bisa bergeser
menjadi beasiswa santri. Musafir dimaknai sebagai orang yang berada
dalam suatu perjalanan. Santri disebut musafir ilmu karena ia selalu
mengembara untuk mencari ilmu dari satu pesantren ke pesantren lain.
Musafir juga bisa dimaknai sebagai orang yang sedang
mengembara di dunia spritual. Santri adalah pengembara dunia
spritual. Ia mengembara dari satu tingkat spritual ketingkat yang lebih
tinggi. Memang tidak semua santri sukses dalam pengembaraan
spritual, namun secara umum ciri santri memang seperti itu dan
seharusnya begitu.
3. Pengejarannya yang unik
Ciri umum yang ketiga pesantren adalah sistem pengajaranya yang
unik. Dikenal dua sistem pengajaran, yaitu sorogan dan bandongan
atau weton. Sistem sorogan masih banyak ditemukan di pesantren
salaf dan hampir tidak ada di pesantren khalaf. Siatem bandongan
populer di pesantren salaf dan khalaf. Di pesantren khalaf, sistem
bandongan berkembang menjadi dinamika kelompok atau seminar
36

kelas dan efektif dalam membangun dinamika santri dalam proses


pembelajaran.
Menurut A. Mukti Ali, yang ditulis oleh Mahmud(2011) ciri-ciri
pesantren sebagai berikut:
a. Kepatuhan santri kepada kyai (li adabi ta’alum), karena menentang kyai
akan menjadi penyebab kurangnya memperoleh keberkahan ilmu yang
didapat.
b. Hidup hemat dan sederhana, karena ketika sudah masuk dalam
lingkungan pondok pesantren antara yang kaya dan miskin dianggap
sama semua.
c. Kemandirian amat terasa di pesantren, sebab semua pekerjaan dilakukan
sendiri.
d. Disiplin sangat dianjurkan, untuk menjaga kedisiplinan biasanya akan
diadakan ‘iqobah/ta’jir (sanksi), ketika seorang santri melakukan
larangan yang ditetapkan pondok pesantren.
e. Keprihatinan untuk mencapai tujuan yang mulia, biasanya dilakukan
santri dengan puasa sunnah, dzikir, i’tikaf, qiyamul lail, dan bentuk-
bentuk riyadoh lainnya.
f. Rasa jiwa tolong-menolong dan suasana persaudaraan sangat mewarnai
pergaulan pesantren.
g. Pemberian ijazah, yang diberikan kepada santri berprestasi selama berada
di pondok pesantren.

C. Makna Akhlakul Karimah


1. Pengertian Akhlakul Karimah Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, akhlak adalah budi pekerti,
kelakuan : krisis, pendidikan. Sedangkan karimah adalah baik, terpuji. Jadi
akhlakul karimah adalah tingkah laku atau budi pekerti yang baik.
2. Pengertian Akhlakul Karimah Menurut Para Ahli
a. Ahmad Amin (1975:3), dalam bukunya “Al-Akhlak” merumuskan
pengertian akhlak adalah suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan
37

buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh sebagian


manusia kepada lainnya, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh
manusia dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk
melakukan apa yang harus diperbuat.
b. Imam Abu Hamid al-Ghazali (2004:28), ialah suatu sifat yang terpatri
dalam jiwa yang darinya terlahir perbuatan-perbuatan dengan mudah
tanpa memikirkan dan merenung terlebih dahulu, serta dapat
digambarkan sebagai suatu sifat jiwa dan gambaran batinnya.
c. Muhammad bin Ali asy-Syariif al-Jurjani (ibid : 32), mengatakan bahwa
akhlak adalah istilah suatu sifat yang tertanam kuat dalam diri, yang
darinya terlahir perbuatan-perbuatan dengan mudah dan ringan, tanpa
perlu berfikir dan merenung.
d. Ibn Maskawaih dalam bukunya “Tahdzib al-Akhlak” (2011:151),
mendefinisikan akhlak adalah keadaan jiwa seseorang yang
mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa terlebih dahulu melalui
pemikiran dan pertimbangan.
3. Sumber Akhlakul Karimah
Akhlak merupakan kehendak dan perbuatan seseorang, maka sumber
akhlak pun bermacam-macam. Hal ini terjadi karena seseorang mempunyai
kehendak yang bersumber dari berbagai acuan, bergantung pada
lingkungan, pengetahuan, atau pengalaman orang tersebut. Namun dari
berbagai macam sumber itu berdasarkan pada norma-norma yang datangnya
dari Allah swt dan Rasul-Nya dalam bentuk ayat-ayat al-qur’an serta
pelaksanaanya dilakukan Rasulullah SAW. (Aditya dan Rinda, 2018 : 157).
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Akhlakul Karimah
a. Insting (naluri), adalah pola perilaku yang tidak dipelajari, mekanisme
yang dianggap ada sejak lahir dan juga muncul pada setiap spesies
(A.Budiarjo, 1987: 208-209). Jadi naluri merupakan tabiat yang dibawa
manusia sejak lahir dan juga dapat mendatangkan mafaat atau kerusakan
tergantung cara pengekspresiannya.
38

b. Keturunan, adalah kekuatan anak yang menjadikan anak menurut


gambaran orang tua. Ada yang mengatakan turunan adalah persamaan
antara cabang dan pokok. Ada pula yang mengatakan bahwa turunan
adalah yang terbelakang mempunyai persediaan persamaan dengan yang
terdahulu lingkungan (Rahmad, 1985 : 7).
c. Lingkungan, adalah segala sesuatu yang melingkungi atau mengelilingi
individu sepanjang hidupnya. Baik lingkungan fisik seperti rumah, atau
lingkungan psikologis seperti aspirasi, cita-cita, masalah yang dihadapi
dan lain sebagainya. (Sanapiah dan Andi: 185).
d. Kebiasaan, adalah perbuatan yang diulang-ulang sehingga mudah
dikerjakan. Baik kebiasaan sejak nenek moyangnya, atau karena
lingkungan tempat dia bergaul.
e. Kehendak, merupakan faktor yang menggerakkan manusia untuk berbuat
dengan sungguh-sungguh. Seseorang dapat bekerja sampai larut malam,
dan pergi menuntut ilmu di negeri seberang berkat kekuatan kehendak.
Kehendak ini mendapat perhatian khusus dalam lapangan etik, karena
itulah yang menentukan baik buruknya suatu keadaan.
f. Pendidikan, merupakan faktor penting yang memberikan pengaruh dalam
pembentukan akhlak. Pendidikan turut mematangkan kepribadian
manusia sehingga tingkah lakunya sesuai dengan pendidikan yang
diterimanya (Aditya dan Rinda, 2018 : 165).
5. Ruang Lingkup Ajaran Akhlakul Karimah
a. Akhlak terhadap Allah SWT
Akhlak kepada Allah yakni pengakuan dan kesadaran bahwa tiada
tuhan selain Allah SWT, dzat yang Maha Esa, Maha Suci atas sifat-sifat
terpuji-Nya, tidak ada satupun yang dapat menandingi keesaan-Nya,
jangankan manusia, malaikat pun tidak ada yang menjangkau hakikat-
Nya.
b. Akhlak terhadap diri sendiri
39

1. Sabar, adalah menahan diri dari dorongan hawa nafsu demi


menggapai keridhoan Tuhannya dan menggantinya dengan sungguh-
sungguh menjalani cobaan-cobaan Allah SWT.
2. Syukur, merupakan sikap seseorang untuk tidak menggunakan nikmat
yang diberikan oleh Allah SWT. Dalam melakukan maksiat kepada-
Nya. Bentuk syukur ini ditandai dengan keyakinan hati bahwa nikmat
yang diperoleh berasal dari Allah SWT.
3. Menunaikan amanah, menurut bahasa amanah adalah kesetiaan,
ketulusan hati, kepercayaan, atau kejujuran, kebalikan dari khianat.
(Rosihon, akhlak tasawuf : 98).
4. Benar dan jujur, maksudnya adalah berlaku benar dan jujur baik
dalam perkataan maupun perbuatan (Rosihon, akhlak tasawuf : 104)
5. Menepati janji, janji dalam islam adalah utang, utang harus dibayar
(ditepati). Kalau kita mengadakan suatu perjanjian pada hari tertentu,
kita harus menunaikan nya tepat pada waktunya. Janji mengandung
tanggung jawab.
6. Memelihara kesucian diri, adalah menjaga diri dari segala tuduhan,
fitnah, dan memelihara kehormatan. Upaya memelihara kesucian diri
hendaknya dilakukan setiap hari agar diri tetap berada dalam status
kesucian, malu, sabar, toleran, lembut, dan membantu (Aditya dan
Rinda, 2018 : 167)
c. Akhlak terhadap keluarga
Berbakti kepada kedua orang tua merupakan faktor utama
diterimanya seseorang, juga merupakan amal saleh paling utama yang
dilakukan seorang muslim. Banyak sekali ayat al-Qur’an ataupun al-
Hadist yang menjelaskan keutamaan berbuat baik kepada kedua orang
tua. Oleh karena itu, perbuatan terpuji ini seiring dengan nilai-nilai
kebiakan untuk selamanya dan dicintai oleh setiap orang sepanjang masa.
(Rosihon, akhlak tasawuf : 107).
40

d. Akhlak terhadap masayarakat


Tetangga adalah orang yang terdekat dengan kita, dekat bukan
karena pertalian darah atau pertalian persaudaraan. Bahkan mungkin
tidak seagama dengan kita. Ada atsar yang mengatakan bahwa tetangga
adalah 40 rumah yang berada dari setiap penjuru mata angin.
e. Akhlak terhadap lingkungan
Pada dasarnya akhlak yang diajarkan al-Qur’an terhadap lingkungan
bersumber dari fungsi manusia sebagai khalifah. Kekhalifahan menuntut
adanya interaksi manusia dengan sesamanya dan manusia terhadap alam.
Kekhalifahan mengandung arti pengayoman, pemeliharaan, serta
pembimbingan agar setiap makhluk mencapai tujuan penciptaannya.
((Rosihon, akhlak tasawuf : 107).
6. Program Pembinaan dan Penanaman Akhlakul Karimah
a. Program akhlakul karimah terhadap Allah SWT, seperti istighasah
(meminta pertolongan dalam keadaan sukar dan sulit), shalat berjamaah,
shalat sunnah, BTQ dan tahfidz al-Qur’an, dan seni baca al-Qur’an.
b. Program akhlakul karimah kepada sesama manusia, seperti mondok,
PHBI (Peringatan Hari Besar Islam), dan diklat Da’i.
c. Program akhlakul karimah kepada lingkungan, seperti pesantren kilat,
piket sebelum belajar, serta berbaris di lapangan (Aditya dan Rinda,
2018:169-186).

Anda mungkin juga menyukai