Anda di halaman 1dari 5

MAKALAH MKD

“MANAJEMEN KEUANGAAN DAERAH


DALAM RANGKA PELAKSANAAN OTONOMI
DAERAH”

Disusun Oleh:
Muhammad Rizky Azis Hidayat
Aby Rizky Dwi Mulyono
Anita Kartini Mau
Anselmus Manek
Maria Lidya Meak
Fridaria D. Klau

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI
TAHUN AJARAN 2021/2022
A. Pendahuluan
Pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal secara utuh yang dimulai sejak lahirnya UU
Nomor 22 Tahun 1999 dan UU Nomor 25 Tahun 1999 menimbulkan reaksi berbeda-beda bagi
daerah. Pemerintah daerah yang memiliki sumber kekayaan alam yang besar menyambut otonomi
daerah dengan penuh harapan, sebaliknya daerah yang miskin sumber daya alamnya
menanggapinya dengan sedikit rasa khawatir dan was-was. Hal ini disebabkan karena sebagian besar
pemerintahan daerah masih mengandalkan sunmber pendapatan dari hasil kekayaan alamnya.

B. Prinsip Prinsip Manajemen Penerimaan Daerah

Pengelolaan penerimaan daerah harus dilakukan secara cermat, tepat, dan hati-hati. Pemerintah
daerah hendaknya dapat menjamin bahwa semua potensi penerimaan telah terkumpul dan dicatat
kedalam sistem akuntansi pemerintahan daerah.

Selain itu, perlu dilakukan penyederhanaan prosedur administrasi, tetapi ditingkatkan prosedur
pengendaliannya. Adapun tujuan dari penyederhanaan administrasi adalah untuk memberi
kemudahan bagi masyarakat membayar pajak dan retribusi daerah. Sedangkan, tujuan dari
peningkatan prosedur pengendalian adalah untuk pengendalian intern pemerintah daerah.

C. Manajemen Pendapatan Asli Daerah

Sistem pemerintahan sentralis yang diterapkan di Indonesia sebelum era reformasi memberikan
pembelajaran kepada kita bahwa pendekatan sentralis dalam pembangunan telah menimbulkan
efek-efek negatif.

Sehingga, secara umum pemerintah daerah masih mengalami banyak masalah, diantaranya :

a. Ketidakcukupan sumber daya finansial


b. Minimnya jumlah pegawai yang memiliki keterampilan dan keahlian
c. Prosedur dan sistem pengendalian manajemen yang tidak memadai
d. Rendahnya produktivitas pegawai
e. Inefisiensi
f. Infrastruktur yang tidak memadai
g. Lemahnya perangkat hukum
h. Political will yang rendah
i. Adanya benturan budaya (SARA) yang destruktif
j. Korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN)
k. Lemahnya akuntabilitas publik
Beberapa tantangan yang masih dihadapi pemerintah daerah terkait dengan upaya meningkatkan
penerimaan daerah, antara lain:

a. Tingginya tingkat kebutuhan daerah (fiscal need) yang tidak seimbang dengan kapasitas
fiskal (fiscal capasity) yang dimiliki daerah, sehingga menimbulkan fiscal gap
b. Kualitas layanan publik yang masih memprihatinkan menyebabkan produk layanan publik
yang sebenarnya dapat dijual ke masyarakat direspons secara negatif.
c. Lemahnya infrastruktur prasarana dan sarana umum
d. Belum diketahui potensi PAD yang mendekati posisi ini

Pemerintah diharapkan dapat meningkatan PAD untuk mengurangi ketergantungan terhadap


pembiayaan dari pusat, sehingga meningkatkan dan keluasaan daerah (local discretion).

Beberapa strategi yang dapat dilakukan pemerintah daerah untuk menutupi kesengajaan fiskal
melalui manahemen penerimaan daerah, antara lain:

a. Mempelajari kemungkinan meningkatkan pendapatan melalui charging for service


(penjualan jasa publik)
b. Perlu dilakukan perbaikan administrasi penerimaan pendapatan daerah (revenue
administrasion) untuk menjamin agar semua pendapatan dapat terkumpul dengan baik
c. Kemungkinan menaikkan pajak melalui peningkatan tarif dan perluasan subjek dan objek
pajak
d. Mengoptimalkan penerimaan pajak pusat yang dapat dibagi (sharing) dengan daerah (PPh
Perseorangan, BPHTB, PBB).

Berdasarkan aturan baru, pemerintah daerah kabupaten/kota dimungkinkan untuk menambah


jenis pajak lain di luar yang telah diatur dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah dan
retribusi daerah, dengan Peraturan daerah.

Pajak baru tersebut harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

a. Bersifat pajak dan bukan retribusi


b. Objek pajak terletak atau terdapat diwilayah daerah kabupaten/kota yang bersangkutan dan
mempunyai mobilitas yang cukup rendah serta hanya melayani masyarakat diwilayah daerah
yang bersangkutan
c. Objek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan kepentingan umum
d. Objek pajak bukan merupakan objek pajak provinsi dan atau objek pajak pusat
e. Potensinya memadai
f. Tidak memberikan dampak yang negatif terhadap perokonomian
g. Memperlihatkan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat
h. Menjaga kelestarian lingkungan

Sementara itu, Devas (1989) memberikan kriteria yang lebih rinci untuk menetapkan kelayakan
suatu pajak, yaitu:

a. Hasil/perolehan pajak (tax yield)


b. Keadilan (equity)
c. Daya guna ekonomi (economic efficiency/economic neutrality)
d. Kemampuan melaksanakan (ability to implement)
e. Kecocokan sebagai sumber penerimaan daerah (suitability as a local revenue source)
f. Masalah tarif pajak diferenasial (the problem of differential tax rates)
g. Pengaruh tempat (lokasi) terhadap beban pajak (location responses to taxation)
h. Masalah keadilan antar wilayah (the problem of inter-regional equity)
i. Kapasitas untuk memplementasikan (capasity to implement)

Selain itu, pemerintah dapat mengoptimalkan penerimaan pajak pusat yang dapat dibagi (sharing)
dengan daerah (misalnya PPh orang pribadi dan BPHTB). Jika potensinya cukup besar maka
pemerintah daerah dapat membantu mobilisasi penerimaan pajak pusat, sehingga bagian hasil pajak
daerah tersebut tinggi.

D. Memperbaiki Sistem Perpajakan Daerah

Untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah, pemerintah daerah perlu memperbaiki sistem
perpajakan daeah.

Pada prinsipnya, sistem perpajakan harus ekonomis, efisien, dan adil, serta sederhana dalam
pengadministrasiaannya. Beberapa hal yang harus perlu dilakukan pemerintah daerah untuk
memperbaiki sistem perpajakan antara lain:

a. Perlunya dilakukan perbaikan administrasi penerimaan daerah (revenue administration)


untuk menjamin pendapatan dapat terkumpul dengan baik
b. checking system
c. pelaporan hasil pengumpulan pajak dan retribusi daerah perlu dimonitor secara teratur
dibandingkan dengan target dan potensi, dan hasilnya dilaporkan kepada staf senior yang
memiliki wewenang mengambil keputusan bila terjadi masalah
d. metode menghitung potensi pajak dan retribusi daerah yang efektif

E. Optimalisasi Peran BUMD

BUMD sebagai perusahaan sebagai milik daerah mulanya diatur dalam UU Nomor 5 Tahun 1962
tentang Perusahaan Daerah. Sehubungan dengan adanya desentralisasi dan otonomi daerah,
sebagai bagian dari daerah, BUMD juga diatur cukup detail Pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Dalam PP Nomor 54 Tahun 2017, tentang BUMD, Pemerintah Daerah dapat mendirikan Badan
Usaha Milik Daerah melalui Peraturan Daerah (Perda) dengan tujuan:

a. Memberikan manfaat bagi perkembangan perekonomian daerah


b. Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan atau jasa yang
bermutu bagi pemenuhan hajat hidup masyarakat sesuai kondisi, karakteristik dan potensi
daerah yang bersangkutan berdasarkan tata kelola perusahaan yang baik
c. Memperoleh laba dan atau keuntungan.

Dengan demikian dapat diketahui bahwa harapan yang melekat pada sebuah BUMD adalah untuk
menjadi penggerak perekonomian daerah (engine of growth), menjadi penyedia layanan umum,
serta memberikan keuntugan kepada daerah dalam bentuk laba/deviden perusahaan.

F. Optimalisasi Peran BUMD


Badan Layanan Umum (BLU) secara resmi diatur pertama kali pada UU Nomor 1 Tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara. Dalam UU tersebut, disebutkan bahwa BLU adalah instansi di
lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa
barang atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan
kegiatannya didasarkan pada prinsip efesiensi dan produktivitas.

Dari pengertian diatas, dapat diketahui tujuan pembentukan BLU/BLUD adalah untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui penyediaan umum yang ekonomis, efisien dan
efektif serta berkualitas.

Menurut PP Nomor 74 Tahun 2012, dalam menentukan tarif layanan BLU/BLUD harus
mempertimbangkan aspek-aspek, sebagai berikut:

a. Kontiunitas dan pengembangan layanan


b. Daya beli masyarakat
c. Asas keadilan dan kepatuhan
d. Kompetisi yang sehat.

Anda mungkin juga menyukai