Anda di halaman 1dari 16

QUALITY ASSURANCE DALAM PENDIDIKAN PADA

TINGKAT DASAR DAN MENENGAH

MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Mutu Pendidikan
Jurusan Manajemen Pendidikan Islam
Dosen Pengampu: Dr. Hj. Eneng Muslihah, Ph.D

Disusun Oleh : Kelompok 12/VA

Siti Ifat Fatihatul Muslimah NIM. 211250001

Hidayati NIM. 211250024

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN


UIN SULTAN MAULANA HASANUDDIN BANTEN
1445 H / 2023 M
QUALITY ASSURANCE DALAM PENDIDIKAN PADA TINGKAT DASAR
DAN MENENGAH

A. Pendahuluan
Pendidikan yang bermutu, dalam arti menghasilkan lulusan sesuai
dengan harapan masyarakat, baik dalam kualitas pribadi, moral, pengetahuan
maupun kompetensi kerja menjadi syarat mutlak dalam kehidupan masyarakat
global yang terus berkembang saat ini dan yang akan datang. Dalam
merealisasikan pendidikan yang bermutu, dituntut penerapan program, mutu
yang berfokus pada upaya-upaya penyempurnaan mutu seluruh komponen dan
kegiatan pendidikan.
Peningkatan mutu pendidikan memerlukan standar mutu, dilakukan
dalam satu prosedur tata kerja yang jelas, strategi, kerjasama dan kolaborasi
antar pemangku kepentingan dan dilakukan secara terus-menerus
berkelanjutan.1
Penjaminan mutu dalam dunia pendidikan, memang harus ditingkatkan
mengingat mutu pendidikan di Indonesia pada khusuusnya jauh dari apa yang
diharapkan. Kita juga mengakui bahwa sekolah-sekolah baik dari tingkat
menengah maupun tingkat atas tentang kondisi sarana prasarana dan proses
pembelajaran masih kurang memuaskan, sehingga penjaminan mutu
pendidikan merupakan program yang utama bahkan amata sangat penting bagi
menteri pedidikan dan tentunya bagi pemerintah.
Penjaminan mutu pendidikan itu sendiri merupakan kegiatan mandiri
oleh lembaga pendidikan tertentu, oleh karena itu hrus disusun, diranacang, dan
dilakasakan sendiri. Salah satu upaya dalalm merelisasikan penjaminan mutu
tersebut dapat dilakuakan secara bertahap oleh pihak sekolah, yakni dengan
melakaukan evaluasi diri, kemudian ditindaklanjuti dengan monitoring sekolah

1 Edward Sallis, Manajemen Mutu Terpadu Pendidikan, (Jogyakarta : IRCiSoD,


2010), 17

1
oleh pihak pemerintah daerah, sehingga penjaminan mutu pendidikan dapat
dilakukan dengan baik.
B. Quality Assurance
Quality Assurance atau menjaga mutu adalah: “Suatu program berlanjut
yang disusun secara objektif dan sistematik memantau dan menilai mutu dan
kewajaran asuhan terhadap pasien. Menggunakan peluang untuk meningkatkan
asuhan pasien dan memecahkan masalah-masalah yang terungkap.
Quality assurance dalam hal ini berperan sebagai salah satu cara atau
upaya dalam meningkatkan mutu pendidikan secara kontinyu. Tujuannya
adalah untuk melindungi masyarakat sebagai pengguna jasa pendidikan, agar
masyarakat tersebut mendapatkan hasil pendidikan sesuai dengan harapan dan
yang dijanjikan oleh penyelenggara pendidikan yang berimplikasi pada
kepuasan masyarakat (pelanggan) akan hasil pendidikan. Banyaknya lembaga
pendidikan atau sekolahan yang ada tidak menjamin hasil pendidikan yang
selalu bermutu sesuai dengan harapan dan keinginan masyarakat, hal ini
disebabkan keterbatasan-keterbatasan dalam salahsatu atau sebagian komponen
yang ada disekolah, seperti fasilitas atau sarana dan prasarana yang tersedia,
profesionalisasi guru, atau bahkan sampai pada komponen kurikulum.
Tanggung jawab terhadap mutu pendidikan khususnya mutu proses pendidikan
merupakan tanggung jawab semua orang yang terlibat di dalam proses operasi
sistem lembaga pendidikan, karena masyarakat pendidikan khususnya tenaga
pendidik atau tenaga pengajar dan jajaran pengelola serta pimpinan lembaga
pendidikan harus memiliki konsep dan strategi peningkatan mutu pendidikan
secara kontinyu melalui quality assurance sebagai penjamin dalam memperoleh
hasil pendidikan, khususnya prestasi belajar siswa yang baik yang pada
akhirnya dapat menciptakan lulusan-lulusan yang berkualitas, yaitu lulusan
yang profesional dan kompeten sesuai dengan harapan masyarakat.
Istilah Quality Assurance bisa di sebut “Jaminan mutu” pada awalnya
digunakan di lingkungan dunia bisnis barang dan jasa, dengan maksud untuk
menumbuhkan budaya peduli mutu. Jaminan mutu perlu dilakukan oleh
perusahaan untuk memberikan kepuasan kepada kastemer pemakai produk.

2
Dalam perkembangan selanjutnya, penerapan konsep jaminan mutu ini ternyata
tidak hanya terbatas di lingkungan bisnis dan industri, tetapi juga dalam bidang
pelayanan jasa pendidikan sejalan dengan munculnya gerakan akuntabilitas
Pendidikan.
Jaminan mutu adalah sebuah cara memproduksi produk yang bebas dari
cacat dan kesalahan. Jaminan mutu adalah pemenuhan spesifikasi produk secara
konsisiten produk secara konsisten atau menghasilkan produk yang selalu baik
sejak awal (right first time every time). Jaminan mutu lebih menekankan
tanggungjawab tenaga kerja dibandingkan inspeksi control mutu, meskipun
sebenarnya inspeksi tersebut juga memiliki peranan dalam jaminan mutu. Mutu
barang atau jasa yang baik dijamin oleh sistem, yang dikenal sebagai sistem
jaminan mutu, yang memposisikan secara tepat bagaimana produksi seharusnya
berperan sesuai dengan standar. Standar-standar mutu diatur oleh prosedur-
prosedur yang ada dalam jaminan mutu.
Dalam lingkungan pendidikan, khususnya persekolahan tuntutan
terhadap quality assurance merupakan gejala wajar karena penyelenggaraan
pendidikan yang bermutu merupakan bagian dari public accountability. Quality
assurance dalam hal ini berperan sebagai salah satu cara atau upaya dalam
meningkatkan mutu pendidikan secara kontinyu. Sesuatu dikatakan bermutu
jika memberikan kebaikan, baik kepada dirinya sendiri (lembaga pendidikan itu
sendiri), kepada orang lain (stakeholder dan pelanggan). Maksud dari
memberikan kebaikan tersebut adalah mampu memuaskan pelanggan. Proses
yang bermutu ini dimulai dengan pemahaman bahwa untuk melakukan sesuatu
yang berkualitas tersebut tidak boleh dilakukan dengan santai, dan harus dengan
sungguh-sungguh. Seorang praktisi pendidikan,tidak boleh bekerja dengan
seenaknya dan acuh tak acuh, sebab akan berarti merendahkan makna demi
ridha Allah atau merendahkan Allah. Dalam surah Al-Kahfi disebutkan :
‫ش ٌر ِمثْلُكُ ْم ي ُ ْو ٰحى اِلَ َّي اَنَّ َما ا ِٰل ُهكُ ْم ا ِٰلـه ٌ َّوا حِ ٌد ۚ فَ َمنْ كَا نَ يَ ْر ُج ْوا ِلقَا ٓ َء َربِ ٖه فَلْيَـ ْع َم ْل‬
َ َ‫قُ ْل اِنَّ َما اَنَ ۡا ب‬
‫ـاو ََليُش ِْركْ ِب ِعبَا َد ِة َر ِب ٖه ا َ َحداا‬
َّ ‫ع َم اًل صَا ِل اح‬
َ
Artinya: Katakanlah: “Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti
kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu

3
adalah Tuhan yang Esa". Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan
Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia
mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya".(QS. Al-
Kahfi:110)
Maksud dari kata ”mengerjakan amal shaleh” dalam ayat di atas adalah
bekerja dengan baik (bermutu dan berkualitas), sedangkan kata ”janganlah ia
mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Tuhannya” berarti tidak
mengalihkan tujuan pekerjaan selain kepada Tuhan (al-Haqq) yang menjadi
sumber nilai intrinsik pekerjaan manusia. Dalam konteks, manajemen
pendidikan Islam, hal tersebut berarti untuk mencapai mutu suatu lembaga
pendidikan, maka harus fokus pada proses dan pelanggan. Dari pemahaman
ayat tersebut, maka prosesnya adalah dalam hal melakukan amal shaleh,
sedangkan pelanggannya adalah Allah. Allah diibaratkan menjadi pelanggan,
karena Ia-lah yang menentukan apakah manusia ini baik (bermutu) atau tidak.
Tujuannya adalah untuk melindungi masyarakat sebagai pengguna jasa
pendidikan, agar masyarakat tersebut mendapatkan hasil pendidikan Sesuai
dengan harapan dan yang dijanjikan oleh penyelenggara pendidikan yang
berimplikasi pada kepuasan masyarakat (pelanggan) akan hasil pendidikan.
Banyaknya lembaga pendidikan atau persekolahan yang ada tidak
menjamin hasil pendidikan yang selalu bermutu sesuai dengan harapan dan
keinginan masyarakat, hal ini disebabkan keterbatasan-keterbatasan dalam
salahsatu atau sebagian komponen yang ada di sekolah, seperti fasilitas atau
sarana dan prasarana yang tersedia, profesionalisasi guru, atau bahkan sampai
pada komponen kurikulum.
Tanggung jawab terhadap mutu Pendidikan khususnya mutu proses
pendidikan merupakan tanggung jawab semua orang yang terlibat di dalam
proses operasi sistem lembaga pendidikan, karena masyarakat pendidikan
khususnya tenaga pendidik atau tenaga pengajar dan jajaran pengelola serta
pimpinan lembaga pendidikan harus memiliki konsep dan strategi peningkatan
mutu Pendidikan secara kontinyu melalui quality assurance sebagai penjamin
dalam memperoleh hasil pendidikan, khususnya prestasi belajar siswa yang

4
baik yang pada akhirnya dapat menciptakan lulusan-lulusan yang berkualitas,
yaitu lulusan yang profesional dan kompeten sesuai dengan harapan
masyarakat.
Dari uraian di atas, keberhasilan pengelolaan quality
assurance berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa sebagai salahsatu bentuk
kepuasan terhadap atau jaminan-jaminan mutu yang diberikan oleh lembaga
pendidikan atau dalam hal ini sekolah, karena dengan penjaminan mutu ini
dapat melahirkan kepercayaan masyarakat terhadap pendidikan yang menuntut
lembaga penyelenggara pendidikan tersebut dapat menciptakan sekolah yang
bermutu yang menjamin terpenuhinya berbagai kebutuhan pengguna jasa
Pendidikan (terutama siswa sebagai pelanggan primer) sebagai upaya untuk
emperoleh prestasi yang sangat memuaskan.
C. Tujuan Quality Assurance Pendidikan

Keberadaan Permendiknas No.63 Tahun 2009 Pemerintah


menindaklanjuti ketentuan mengenai penjaminan mutu yang terdapat pada
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 19 tahun 2005 ke dalam
Permendiknas no.63 tahun 2009 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan
(SPMP). Mutu pendidikan dalam SPMP adalah tingkat kecerdasan kehidupan
bangsa yang dapat diraih dari penerapan sistem pendidikan nasional.
Penjaminan mutu pendidikan adalah kegiatan sistemik dan terpadu oleh satuan
atau program pendidikan, penyelenggara satuan atau program pendidikan,
pemerintah daerah, pemerintah, dan masyarakat untuk menaikkan tingkat
kecerdasan kehidupan bangsa melalui pendidikan. Tujuan penjaminan mutu
pendidikan dalam permendiknas ini adalah terbangunnya SPMP yang terdiri
dari:

1. Terbangunnya budaya mutu pendidikan formal, nonformal, dan informal;


2. Pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas dan proporsional dalam
penjaminan mutu pendidikan formal dan non formal pada satuan atau
program pendidikan, penyelenggara satuan atau program pendidikan,
pemerintah kabupaten atau kota, pemerintah provinsi, dan Pemerintah;

5
3. Ditetapkannya secara nasional acuan mutu dalam penjaminan mutu
pendidikan formal dan nonformal;
4. Terpetakannya secara nasional mutu pendidikan formal dan non formal
yang dirinci menurut provinsi, kabupaten atau kota, dan satuan atau
program pendidikan;2

Terbangunnya sistem informasi mutu pendidikan formal dan non


formal berbasis teknologi informasi dan komunikasi yang andal, terpadu,
dan tersambung yang menghubungkan satuan atau program pendidikan,
penyelenggara satuan atau program pendidikan, pemerintah kabupaten atau
kota, pemerintah provinsi, dan Pemerintah

D. Quality Assurance Pendidikan


Peningkatan mutu pendidikan memerlukan standar mutu, dilakukan
dalam satu prosedur tata kerja yang jelas, strategi, kerjasama dan kolaborasi
antar pemangku kepentingan; dan dilakukan secara terus-menerus
berkelanjutan. Kebijakan pembangunan pendidikan pada dewasa ini
menunjukkan adanya modal kuat untuk meningkatkan mutu pendidikan
nasional. Delapan Standar Nasional Pendidikan (SNP) menyediakan acuan
untuk mengkaji pencapaian pendidikan, mutu pendidikan dan bidang yang
membutuhkan peningkatan mutu pendidikan. Delapan (8) SNP yang
dimaksudkan meliputi: (1) standar isi, (2) standar proses, (3) standar
kompetensi lulusan, (4) standar pendidik dan tenaga kependidikan, (5) standar
sarana dan prasarana, (6) standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan (8)
standar penilaian pendidikan.
Penjaminan & Peningkatan Mutu Pendidikan di Indonesia
Penjaminan dan peningkatan mutu pendidikan untuk pendidikan dasar dan
menengah di Indonesia terkait dengan:

2 Direktorat Jenderal Pendidikan Daar dan Menengah KEMENDIKBUD, Petunjuk


Pelaksana Penjaminan Mutu Pendidikan oleh Satuan Pendidikan, 2017

6
1. Pengkajian mutu pendidikan
2. Analisis dan pelaporan mutu pendidikan
3. Peningkatan mutu pendidikan
4. Penumbuhan budaya peningkatan mutu berkelanjutan

Penelitian internasional mengindikasikan bahwa para guru dan sekolah


adalah pihak-pihak yang memberikan kontribusi terbesar terhadap hasil mutu
pendidikan peserta didik. Untuk alasan di atas, cakupan Sistem Penjaminan dan
Peningkatan Mutu Pendidikan perlu diarahkan pada penjaminan dan
meningkatkan mutu untuk guru, kepala sekolah, sekolah, dan tenaga inti lainnya
di sekolah serta sistem yang mendukung pekerjaan mereka. Definisi
penjaminan dan peningkatan mutu pendidikan dasar dan menengah dirumuskan
sebagai: Serangkaian proses dan sistem yang terkait untuk mengumpulkan,
menganalisa dan melaporkan data mengenai kinerja dan mutu tenaga pendidik
dan kependidikan, program dan lembaga.

Proses penjaminan mutu mengidentifikasi aspek pencapaian dan


prioritas peningkatan, menyediakan data sebagai dasar perencanaan dan
pengambilan keputusan serta membantu membangun budaya peningkatan
berkelanjutan. Pencapaian mutu pendidikan untuk pendidikan dasar dan
menengah dikaji berdasarkan delapan Standar Pendidikan Nasional BSNP.
Penjaminan mutu akan berkontribusi terhadap peningkatan mutu.

Delapan Standar Pendidikan Nasional (NSP) menyediakan acuan untuk


mengkaji pencapaian pendidikan, mutu pendidikan dan bidang yang
membutuhkan peningkatan mutu pendidikan. Pendidikan dasar dan menengah
di Indonesia beroperasi dalam suatu konteks manajemen dan pemerintahan
yang mendelegasikan sebagian besar tanggung jawab implementasinya kepada
propinsi, kabupaten dan sekolah.3

3 Jerome S. Arcaro, Pendidikan Berbasis Mutu: Prinsip-Prinsip Perumusan Dan Tata


Langkah Penerapan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005)

7
Agar dapat berjalan dengan efektif dalam konteks kebijakan dan
manajemen ini, sistem penjaminan dan peningkatan mutu pendidikan perlu
menyediakan fleksibilitas yang memadai yang akan memungkinkan kabupaten
dan sekolah untuk mengkaji dan meningkatkan mutu di wilayah prioritas yang
mencerminkan faktor kontekstual lokal dan spesial.

E. Mekanisme Quality Assurance Pendidikan

Penjaminan mutu pendidikan dilakukan atas dasar prinsip


keberlanjutan, terencana dan sistematis, dengan kerangka waktu dan target-
target capaian mutu. SPMP merupakan sistem terbuka yang terus
disempurnakan secara berkelanjutan. Penyelenggara satuan atau program
pendidikan wajib menyediakan sumber daya yang diperlukan untuk
terlaksananya penjaminan mutu. Sementara itu, pemerintah pusat, pemerintah
provinsi, pemerintah kabupaten/kota wajib mensupervisi, mengawasi, dan
mengevaluasi, serta dapat memberi fasilitasi, saran, arahan, dan bimbingan
kepada pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten atau kota dan
penyelenggara satuan pendidikan sesuai kewenangannya berkaitan dengan
penjaminan mutu satuan pendidikan. Kegiatan tersebut harus dapat bekerjasama
dengan:

1. Mengikuti arahan dan binaan LPMP untuk pendidikan formal.


2. Mengikuti arahan dan binaan P2PNFI atau BPPNFI untuk pendidikan
nonformal
3. Inspektorat pemerintah untuk melakukan audit kinerja terhadap unit
pelaksana teknis daerah yang terlibat dalam penjaminan mutu pendidikan
4. Memperhatikan pertimbangan dari dewan pendidikan provinsi, kabupaten
atau kota.

Penyelenggara satuan atau program pendidikan menetapkan prosedur


operasional standar (POS) untuk memenuhi 8 standar yang terdapat dalam SNP.
Penjaminan mutu oleh satuan atau program pendidikan menjadi tanggung jawab
satuan atau program pendidikan dan wajib didukung oleh seluruh pemangku

8
kepentingan satuan atau program pendidikan. Semua satuan atau program
pendidikan wajib melayani audit kinerja penjaminan mutu yang dilakukan oleh
Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten atau kota sesuai
kewenangannya.

Namun sangat disayangkan, sampai saat ini, pemerintah belum


mengeluarkan pendoman atau juknis yang jelas tentang pemaparan dari
permendiknas no.63 yang telah ditetapkan setahun yang lalu. Disamping itu,
pemerintah belum mensosialisasikan permendiknas ini secara optimal kepada
seluruh stakeholder yang berkepentingan sehingga banyak terjadi
kesimpangsiuran akan persepsi dari proses implementasinya. Ditambah lagi
dengan adanya sistem otonomi daerah yang ada di negara kita yang belum
dilaksanakan secara utuh sehingga mengakibatkan terjadinya banyak tembok
penghalang dalam proses komunikasinya. Hal ini terjadi karena pemerintah
pusat yang mengeluarkan permendiknas tersebut tidak memiliki wewenang
penuh dalam hal pengaturan institusi sekolah. Di era otonomi sekarang ini,
institusi sekolah sepenuhnya adalah wewenang kabupaten/kota dalam tataran
pelaksanaan. Tidak dapat dipungkiri bila pemerintah pusat tidak dapat
berkoordinasi dan bekerja sama dengan pemerintah daerah maka konsep yang
telah terbangun tentang penjaminan mutu pendidikan akan terasa sia-sia dan
tidak akan dapat diimplementasikan secara sempurna.4

Untuk itu diperlukan pola hubungan kerja (networking) yang


memungkinkan proses penjaminan mutu pendidikan dapat berhubungan
langsung secara fungsional dengan semua pihak yang terlibat dalam
peningkatan mutu pendidikan. Hubungan fungsi tersebut perlu ditindak lanjuti
dengan hubungan struktural jika diperlukan. Dengan pola networking yang baik
dan tepat tentunya akan terjalin komunikasi horizontal yang intensif yang dapat
memudahkan proses administrasi maupun implementasi dari sistem penjaminan
mutu pendidikan.

4 Direktorat Jenderal Pendidikan Daar dan Menengah KEMENDIKBUD, Pedoman


Umum Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Dasar dan Menengah

9
F. Langkah-langkah Quality Assurance Pendidikan

Bila kita lihat, pengelolaan pendidikan selama ini lebih bersifat macro-
oriented, dimana proses dan berbagai kebijakan banyak diatur oleh jajaran
birokrasi di tingkat atas dengan tidak semaksimal mungkin
mengkomunikasikan serta mengsosialisasikan dengan baik ke tataran bawah.
Oleh karenanya banyak persoalan proses rancangan implementasi yang
diproyeksikan di tingkat makro (pusat) tidak terjadi atau tidak berjalan
sebagaimana mestinya di tingkat mikro (sekolah) sehingga seringkali tidak
dapat terpikirkan secara utuh dan akurat oleh birokrasi pusat. Sekolah sebagai
institusi pelaksana pendidikan yang paling utama dengan berbagai keragaman
potensi peserta didik yang memerlukan layanan pendidikan yang beragam,
harus senantiasa dinamis dan kreatif dalam melaksanakan perannya untuk
mengupayakan peningkatan mutu pendidikan. Oleh karenanya, sudah
sepatutnya sekolah diberikan kepercayaan untuk mengelola institusinya sendiri
sesuai dengan kondisi realistis yang ada dan kebutuhan peserta didiknya. Untuk
itu perlu adanya standar yang diatur dan disepakati secara nasional untuk
dijadikan indikator penilaian bagi keberhasilan peningkatan mutu dari institusi
tersebut.5

Saat ini, pemerintah telah menetapkan standar tersebut dengan adanya 8


standar nasional pendidikan yang menjadi pijakan utama bagi sekolah dalam
memberikan pendidikan yang bermutu bagi peserta didik. Pemerintah memiliki
peranan penting dalam mensosialisasikan konsep dasar mutu pendidikan bagi
sekolah khususnya kepada masyarakat. Selain itu pemerintah harus dapat
menggalang kesadaran bahwa peningkatan mutu pendidikan merupakan
tanggung jawab semua komponen masyarakat, dengan fokus peningkatan mutu
yang berkelanjutan (terus menerus) pada tataran sekolah. Konsep penjaminan
mutu berkembang didasarkan kepada suatu keinginan dan keharusan bagi
sekolah untuk turut berpartisifasi langsung secara aktif dan dinamis dalam

5 Meinsheiner, C. G. Quality Assurance, A Complete Guide to effective Program, AS


Aspen Lab. Marlyland, 1985, hal. 9.

10
rangka proses peningkatan mutu pendidikan melalui penerapan proses
manajemen terpadu (TQM). Sekolah harus mampu menterjemahkan dan
menangkap esensi segala kebijakan yang berhubungan dengan proses
penjaminan mutu serta memahami bagaimana proses implementasinya yang
kemudian melalui proses perencanaan, sekolah harus dapat
memformulasikannya ke dalam kebijakan mutu melalui bentuk program -
program prioritas yang harus dilaksanakan sehingga tercipta budaya mutu.
Dengan demikian sekolah secara mandiri tetapi masih dalam kerangka acuan
kebijakan nasional, memiliki tanggung jawab terhadap pengembangan dan
peningkatan mutu pendidikannya.

Terdapat beberapa isu-isu yang menjadi perhatian khusus yang


merupakan kunci utama dalam menciptakan stategi sekolah yang bermutu. Isu
yang pertama berkaitan dengan visi dan misi sekolah. Sekolah harus
mengetahui apa visi dan misi mereka, apakah tujuan yang akan mereka capai
dan nilai-nilai apa yang akan mengarahkan mereka dalam pencapaian mutu
sekolah. Isu yang kedua adalah bagaimana sekolah mengenali para
pelanggannya dengan baik. Siapakah pelanggan sekolah itu sebenarnya, apa
yang diharapkan dan dibutuhkan oleh para pelanggan dari sekolah. Sekolah
harus melakukan apa untuk memenuhi harapan pelanggannya. Metode apa yang
digunakan sekolah dalam mengidentifikasi kebutuhan pelanggannya. Isu yang
ke tiga adalah bagaimana caranya sekolah meraih sebuah kesuksesan. Untuk itu
pihak sekolah harus mengetahui apa kekuatan, kelemahan, peluang dan
ancaman bagi sekolah dalam upaya meraih kesuksesan tersebut. Faktor-faktor
apa saja yang terpenting dalam mencapai mutu yang diinginkan dan bagaimana
caranya sekolah mencapai mutu yang diharapkan. Isu yang ke empat adalah
bagaimana sekolah menempatkan mutu sebagai tujuan utama. Sekolah harus
dapat menetapkan standar yang akan digunakan guna mencapai mutu yang
diinginkan. Sekolah harus dapat mengetahui bagaimana caranya
menyampaikan mutu tersebut agar dapat dipahami dan dimengerti oleh semua
komponen sekolah dan para pelanggannya. Selain itu sekolah harus dapat
memikirkan biaya apa yang harus dikeluarkan untuk pencapaian mutu tersebut.

11
Isu yang ke lima adalah bagaimana sekolah menginvestasikan sumber daya
manusia yang ada. sekolah harus mengetahui apa yang seharusnya dilakukan
terhadap semua staf yang ada dan bagaimana caranya melakukan komunikasi
yang baik serta bagaimana caranya memberikan pengembangan yang berarti
buat mereka. Isu yang terakhir adalah bagaimana sekolah dapat mengevaluasi
proses yang telah dilakukan oleh sekolah. Sekolah harus memiliki proses
tertentu dalam menghadapi sesuatu yang salah dengan mengutamakan segi
pencegahan hingga akhirnya sekolah akan berpikir bagaimana sekolah
mengetahui bahwa sekolah tersebut telah sukses dalam meningkatkan mutu
yang diinginkan sesuai dengan tujuannya.

Jerome S. Arcaro (1995) membuat sebuah model visual tentang sekolah


yang menerapkan mutu total. Sekolah tersebut ditopang oleh lima pilar yaitu
berfokus kepada pelanggan, keterlibatan secara total akan semua komponen dan
anggota sekolah yang ada didalamnya, selalu melakukan pengukuran yang
periodik akan ketercapaian mutu, semua komponen dan yang utama kepala
sekolah berkomitmen pada sebuah perubahan yang menuju kearah peningkatan
mutu dan yang terakhir melakukan penyempurnaan secara terus-menerus.6

Sistem jaminan mutu dalam sekolah setidaknya harus mencakup elemen


seperti di bawah ini:

1. Adanya pengembangan sekolah melalui sebuah perencanaan yang trategis


dengan memberikan visi jangka panjang serta mewujudkannya dengan
program-program yang sesuai dengan 8 standar pendidikan nasional
2. Adanya kebijakan mutu sebagai statemen publik tentang komitmen institusi
yang mengatur ketercapaian standar yang diharapkan
3. Adanya tanggung jawab manajemen yang mengatur peranan sekolah yang
merujuk kepada kebijakan yang ada berdasarkan peraturan yang berlaku.

6 Edward Sallis, Total Quality Management in Education. (London: Kogan Page, 2006

12
4. Adanya pengidentifikasian wilayah tanggung jawab dan wewenang dari
semua unit yang ada di sekolah berikut juga tim-tim mutu yang dibentuk
dalam rangka meningkatkan mutu sekolah
5. Sekolah harus dapat memberikan informasi yang jelas melalui komunikasi
yang efektif kepada semua konsumen pendidikan tentang standar mutu yang
akan diberikan terutama dalam hal program pembelajaran.

a. Sekolah harus dapat menyediakan dan mengelola kurikulum yang tepat


dengan melakukan proses manajemen kurikulum sampai pada proses
pembelajarannya yang sesuai dengan standar
b. Seluruh guru dan staf sekolah harus didorong agar kompeten dalam
melaksanakan tugas mereka dan selalu berupaya melakukan
pengembangan agar menghasilkan guru dan staf yang professional.
c. Sekolah harus dapat memiliki sistem umpan balik yang baik dalam
rangka menilai apakah mutu sekolah telah sesuai dengan standar yang
diharapkan maka mekanisme pencegahan dan koreksi harus tepat
sehingga dapat mengawasi prestasi peserta didik dan kesuksesan
program yang telah ditentukan
d. Sekolah harus dapat mendokumentasikan semua prosedur administrasi
pokok baik dari mulai input, proses dan out put. Proses kontrol dokumen
adalah hal yang penting untuk menjaga kedisiplinan seluruh unit sekolah
dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan.7

Masalah kegagalan mutu pada pendidikan biasanya terletak pada


masalah manajemen. Masalah tersebut adalah kegagalan manajemen senior
(kepala sekolah) dalam hal ini pimpinan institusi pendidikan dalam
menyusun perencanaan ke depan. Perencanaan yang sekarang ini banyak
dilakukan oleh kepala sekolah bukan merupakan serangkaian langkah untuk

7 Jennifer Rowley, “A New Lecturer's Simple Guide to Quality Issues in Higher


Education, dalam International Journal of Education Management, (9,1, 1995), hlm. 24-27.

13
menerapkan mutu, tetapi desakan terhadap manajemen ada di atasnya
tentang apa yang harus dan tidak boleh dilakukan agar sekolah berjalan
dengan baik. Ada lima kendala yang sangat signifikan dalam permasalahan
pencapaian mutu di sekolah menurut Deming yaitu : kurang konstannya
tujuan dalam sebuah institusi pendidikan, pola pikir jangka pendek dengan
tidak menekankan sebuah visi kedepan dengan mengembangkan kultur
perbaikan, evaluasi prestasi individu melalui penilaian atau peninjaunan
kinerja tahunan dengan mengesampingkan kinerja harian yang dia lakukan
setiap harinya, rotasi kerja yang terlalu tinggi di antara para pimpinan
sekolah dan para guru serta staf sekolahnya, manajemen yang menggunakan
prinsip angka yang nampak dalam mengukur sebuah keberhasilan dan
kurang mengikutsertakan nilai kebahagiaan dan kesuksesan dari para
pelanggannya. Kegagalan yang sering terjadi dalam sekolah adalah
kegagalan sistem seperti desain kurikulum yang lemah, bangunan yang
tidak memenuhi syarat, lingkungan kerja yang buruk, sistem dan prosedur
yang tidak sesuai dan pengembangan staf yang tidak memadai. Permasalah
ini merupakan kegagalan sistem yang memerlukan perubahan kebijakan
dengan implikasi manajemennya adalah hal tersebut harus dihilangkan dan
sistem serta prosedurnya harus disusun, ditetapkan dan dikembangkan
kembali. Selain kegagalan sistem, sebab-sebab kegagalan yang lainnya
adalah prosedur dan aturan yang tidak diikuti dan ditaati serta adanya
kegagalan komunikasi dan kesalah-pahaman di dalam interen sekolah.

14
DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Jenderal Pendidikan Daar dan Menengah KEMENDIKBUD,


Pedoman Umum Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Dasar dan
Menengah

Direktorat Jenderal Pendidikan Daar dan Menengah KEMENDIKBUD,


Petunjuk Pelaksana Penjaminan Mutu Pendidikan oleh Satuan
Pendidikan, 2017

Edward Sallis, Total Quality Management in Education. (London: Kogan


Page, 2006

Edward Sallis, Manajemen Mutu Terpadu Pendidikan, (Jogyakarta :


IRCiSoD, 2010),17

Jennifer Rowley, “A New Lecturer's Simple Guide to Quality Issues in


Higher Education, dalam International Journal of Education
Management, (9,1, 1995), hlm. 24-27.

Jerome S. Arcaro, Pendidikan Berbasis Mutu: Prinsip-Prinsip Perumusan


Dan Tata Langkah Penerapan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2005)

Meinsheiner, C. G. Quality Assurance, A Complete Guide to effective


Program, AS Aspen Lab. Marlyland, 1985, hal. 9.

15

Anda mungkin juga menyukai