Anda di halaman 1dari 8

Modul 11:

Subkompetensi: Mampu membandingkan pola-pola kepribadian manusia


dari perspektif Psikologi Islam

Materi Kuliah : Pola kepribadian menurut Islam

Pengalaman Belajar:
Mahasiswa mendeskripsikan polq kepribadian berdasarkan perspektif
Islam

Pendahuluan:

Pemikiran Islam tentang Pola Kepribadian. Ada baiknya terlebih dahulu


penulis mengemukakan mengenai pandangan psikologi yang sangat popular dan
menggema sangat luas di dunia psikologi saat ini yaitu Psikologi Positif. Psikologi
Positif fokus studinya pada elemen-eleman dan prediktor kehidupan yang baik atau
“good life”. Yaitu merupakan kombinasi dari hubungan yang positif terhadap orang
lain, memiliki sifat-sifat/karakter positif, serta memiliki kualitas atas kehidupan
regulasinya. Adapun tokohnya adalah Martin E.P. Seligman (l998) yang saat ini
menjabat sebagai Presiden APA ( American Psychology Association).

A. Psikologi Positif

Psikologi Positif dalam hal telaahannya lebih fokus pada area pengalaman
manusia, yang meliputi:

(1) Level subjektif. Yaitu mempejari sifat-sifat subjektif atau emosi-emosi positif
seperti halnya: kebahagiaan, keringanan, kepuasan hidup, kedamaian (rileks),
kecintaan, keintiman, kesenangan, dan sifat-sifat yang konstruktif lainnya. Selain
itu kajian Psikologi Positif juga mengangkat tentang pikiran-pikiran konstruktif
tentang diri dan tentang masa depan, seperti optimisme dan harapan, serta
mengangkat hal-hal yang terkait dengan kekuatan, vitalitas, dan kepercayaan, serta
berbagai efek dari emosi yang positif seperti halnya tertawa.
(2) Pada level individual. Psikologi positif mengangkat studi yang berkaitan dengan
sifat-sifat positif dari individu seperti: courage ( keberanian), persistence
(ketekunan), honesty (kejujuran) dan wisdom (kearifan), sedangkan
(3) Pada tingkat kelompok atau masyarakat . Psikologi Positif fokusnya pada
pengembangan, penciptaan, atau pemeliraan adat kebiasaan yang positif, seperti
pengembangan atas berbagai kebijakan sipil, membangun dan menciptakan yang
keluarga sehat. Serta mempelajari lingkungan kerja yang sehat maupun komunitas
positif.

Kajian tentang kekuatan karakter adalah berkaitan dengan karakter positif yang berisi
karakter baik. Karakter baik adalah suatu kualitas yang ditampilkan oleh individu yang
membuat individu tersebut dipandang baik secara moral ( Park & Peterson. 2009). Adapun
karakter positif ini dapat dilihat dan tercermin dari perasaan, pemikiran, dan perilakunya
(Peterson & Seligman 2004: Park & Peterson, 2009). Lebih lanjut Perterson & Seligmen
(2004) mengemukakan bahwa karekter ini bersifat stabil, meskipun demikian dapat berubah.
Karakter positif sebagai trait positif dapat membantu seseorang menjalani hidup lebih baik.

Kekuatan karakter menurut Peterson & Seligmen (2004) akan memberi output
(keluaran) yang nyata berupa kebahagiaan, penerimaan diri (baik diri sendiri maupun orang
lain), memberi petunjuk yang positif untuk menjalani kehidupan, menunjukkan akan
kompetensinya, penguasaannya, kesehatan fisik dan mental, serta mampu menciptakan
jaringan sosial yang kaya dan suportif, dihargai dan menghargai orang lain, menunjukkan
tingkat kepuasan kerja tinggi, serta mampu membangun komunitas dan keluarga sehat.

Lebih lanjut Peterson dan Seligman (2004) mengklasifikasi karakter positif ke dalam
tiga level konseptual:

(1) Kebajikan (virtues) adalah karakteristik utama yang dihargai oleh filsuf moral dan
pemikir religius. Kebajikan bersifat universal yhang diyakini terus berkembang
secara biologis dalam proses evolusi. Kebajikan dikumpulkan dari berbagai
pengalaman filsafat dan agama dari seluruh dunia.
(2) Kekuatan karakter (character strenght) adalah proses mekanisme psikologis yang
mendefinisikan kebajikan (virtues) yang membentuk jalan lain dalam
menampilkan kebajikan. Kekuatan karakter adalah trait positif yang terdapat pada
individu.
(3) Tema situasional adalah perilaku spesifik yang muncul dalam situasi khusus saja.
Tema situasional berbeda dengan kekuatan karakter yang menetap, di mana hanya
muncul pada situasi spesifik.

Seligmen (2011) juga memperkenalkan istilah “kekuatan khas” (signature strenght)


yang merupakan karakter khas seseorang individu. Menurut beliau individu dapat mencapai
keberhasilan dan kepuasan emosional yang terdalam dalam menggunakan dan
mengembangkan kekuatan khas dalam kehidupan sehari-hari, alih-alih berusaha amat keras
untuk memperbaiki kelemahan. Kekuatan khas adalah sebagai kekuatan yang disadari dan
sering ditampilkan dalam kehidupan sehari-hari. Kekuatan khas ini adalah trait-trait pribadi
yang diasosiasikan dengan kebajikan-kebajikan khusus. Penggunaan kekuatan khas ini akan
membuat perasaan senang dan lebih siap dalam menghadapi aktivitas.
(hhtp://doi.or/313971759)

Peterson & Seligmen (2004. Hhtps: doi.org Seligman) menjelaskan tentang karakter
positif ini ke dalam 24 kekuatan yang dapat membentuk enam kebajikan yaitu:
(1) Kearifan dan pengetahuan (wisdom dan knowledge) meliputi didalamnya terdapat
karakter kreatifvitas, keingintahuan, keterbukaan pikiran, kecintaan belajar, dan
perspektif.
(2) Keteguhan hati (courage) meliputi didalamnya karakter kebernian, ketekunan,
integritas, vitalitas.
(3) Perikemanusiaan dan cinta (Humanity and love) meliputi: cinta, kebaikan hati,
kecerdasan sosial.
(4) Keadilan (Justice) meliputi: keanggotaan dalam kelompok, keadilan dan persamaan,
kepemimpinan.
(5) Kesederhanaan (temperance) meliputi: memaafkan, kerendahan hati, kebijaksanaan,
dan regulasi diri.
(6) Transendensi (transcendence) meliputi: apresiasi terhadap keindahan dan
kesempurnaan, bersyukur, harapan, humor, dan spiritualitas/religiousness.

Uraian berikutnya marilah kita perhatikan pandangan Islam tentang pola kepribadian
manusia sebagaimana digambarkan dalam al-Qur’an

B. Pola Kepribadian Manusia Berdasarkan Perspektif Islam

Pada uraian sebelumnya penulis telah mengemukakan bahwa fokus telahaan


psikologi kepribadian, khususnya berdasarkan perspektif Isl/am, menempatkan manusia
dalam empat dimensi yaitu demensi biologis/fisik, dimensi sosial, dimensi psikologis, dan
juga dimensi spiritual. Keempat dimensi tersebut, semestinya saling terkait satu sama lainnya.
Artinya mereka yang memiliki dimensi spiritualitas tinggi, seharusnya akan menampilkan
sikap dan tindakan yang akan mencerminkan sikap positif terhadap diri sendiri dan
lingkungannya. Karena tingkah lakunya lebih dituntun oleh pertimbangan akalnya.
Sebaliknya individu dengan dimensi spiritual rendah, dimungkinkan ia lebih memandang diri
dan lingkunganpun negatif. Karena kehidupannya lebih didominasi oleh hawa nafsunya.

Sikap dan tindakan yang akan dimunculkan oleh masing-masing pola kepribadian
tersebut akan tampak dari indikasi-indikasi maupun sikap-sikap yang ditampilkannya. Oleh
karena dalam uraian berikut ini akan dikemukakan tentang pola kepribadian dan aspek-aspek
yang akan menggambarkan kepribadiannya sesuai dengan padangan al-Qur’an.

Menurut al-Qur’an manusia dikelompokkan ke dalam tiga pola kerpribadian, yaitu:


orang-orang muknin, kafir, dan omunafik. Masing-masing pola memiliki sifat-sifat utama
yang membedakan ketiganya. Oleh karena itu dalam uraian beriktu ini akan dijelaskan
masing-masing pola kepribadian yang dimaksud.

1. Kepribadian Orang mukmin

Orang mukmin adalah manusia yang menempatkan akal sebagai pengatur dan
pengendali nafsunya. Adapun ciri-ciri manusia paripurna sebagaimana apa yang
dikemukiakan oleh Utsman Najati (2004, 263-264), menunjukkan sifat-sifat positif seperti
tampak dalam uraian berikut ini:

(1). Dalam hal keimanan yaitu menunjukkan: keimanan kepada Allah, para rasul-
Nya, Kitab-kitab-Nya, malaikat, hari akhir, kebangkitan dan perhitungan,
surga dan neraka, hal yang gaib dan qadar.
(2). Dalam hal ibadah yaitu: menyembah semata-mata hanya kepada Allah,
menjalankan ibadah shalat, berpuasa, zakat, haji, berjihad di jalan Allah
dengan harta dan jiwa, bertakwa kepada Allah, Mengingat-Nya selalu,
memohon ampun kepada-Nya, berserah diri kepada-Nya, dan membaca al-
Qur’an.

(3). Dalam hal hubungan sosial: mereka menunjukkan interaksi yang baik dengan
orang lain, dermawan dan suka berbuat kebajikan, suka menjalin kerjasama,
tidak memisahkan diri dari kelompok, menyeru kepada kebaikan dan
mencegah kemungkaran, suka memaafkan, mementingkan kepentingan orang
lain, dan menghindari diri dari hal-hal yang tidak bermanfaat.

(4). Dalam hal hubungan kekeluargaan, mereka senantiasa berbuat baik kepada
kedua orang tua dan karib-kerabat, menunjukan pergaulan yang baik antara
suami istri, menjaga dan membiayai keluarga.

(5). Dalam hal moral: mereka menunjukkan sabar, lapang dada, lurus, adil,
melaksanakan amanat, menempati janji kepada Allah dan kepada sesama
manusia, menjauhi dari perbuatan dosa, rendah hati, teguh pada kebenaran di
jalan Allah, luhur jiwa, mempunyai kehendak yang kuat, mampu
mengendalikan hawa nafsu.

(6). Dalam hal emosional dan sensual: mereka menunjukkan cinta kepada Allah,
takut akan azab Allah, tidak putus asa akan rahmat Allah, cinta dan senang
berbuat kebajikan kepada sesama, menahan kemarahan, tidak suka memusuhi
orang lain dan menyakiti orang lain, tidak dengki kepada orang lain, tidak
sombong, penyayang, menyesali diri atas perbuatan salah dan bertaubat
setelah melakukan dosa.

(7). Dalam hal intelektual dan kognitif: mereka senantiasa memikirkan alam
semesta dan ciptaan-Nya (Allah) serta mampu mencari hikmah dari hasil
pemikirannya, selalu menuntut ilmu, tidak mengikuti sesuatu yang masih
merupakan dugaan, teliti dalam meneliti sesuatu realitas, bebas dalam berpikir
dan berakidah.

(8). Dalam hal kehidupan praktis dan profesional: menunjukkan ketulusan dalam
bekerja dan senantiasa menyempurnakan setiap pekerjaan, serta berusaha
dengan giat dalam upaya memperoleh rizki.

(9). Dalam hal fisik: kuat, sehat, bersih, dan suci dari najis.

Citra manusia mukmin sebagaimana dikemukakan dalam al-Qur’an adalah


citra manusia yang paripurna dalam batas-batas kemampuannya. Pembentukan
manusia sempurna ini telah dilakukan oleh Rasulullah saw dalam mendidik generasi
pertama pada orang-orang mukmin yang telah merealisasikan sifat-sifat itu, sehingga
kepribadian mereka benar-benar telah berubah menjadi pribadi-pribadi yang kokoh.
Kokoh dalam pendirian, kokoh dalam keyakinannya, serta mereka menunjukkan
antusiasme dan tidak mengenal menyerah dalam memperjuangkan dan menegakkan
agama Islam, sehingga dari mereka tampillah tokoh-tokoh muslim yang mampu
mengubah lembaran sejarah kehidupan umat manusia.

Sifat dan karakteristik individu mukmin, akan menampilkan sifat-sifat yang


saling terkait satu sama lain, saling berinteraksi, saling berpartisipasi, dan senantiasa
saling menyempurnakan satu sama lainnya dalam mengarahkam tingkah lakunya
yang sempurna dalam semua bidang kehidupannya.

Meski demikian kadar atau derajat dari masing-masing sifat yang dimiliki
individu, tidaklah semuanya berada dalam kadar yang sama, baik dalam hal
ketakwaan, sosial, moral, intelektual, dsb Hal inipun telah ditegaskan dalam. Al-
Qur’an sendiri yang mengemukakan bahwa peringkat atau kelompok dari orang-orang
mukmin ini ada orang yang menganiaya diri sendiri, ada orang-orang yang berada
pada kategori tengah-tengah, dan ada pula orang-orang yang bersegera untuk berbuat
kabajikan. Penegesan Allah Swt ini dapat kita perhatikan pada QS Fathir 35:32) yang
berbunyi:

        


      
       
kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di
antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang Menganiaya diri mereka
sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula)
yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. yang demikian itu adalah
karunia yang Amat besar.

Ibn Katsir menjelaskan penggalan ayat yang berbunyi “menganiaya diri


sendiri, dimaksudkan ialah orang-orang yang berlebih-lebihan dalam melaksanakan
kewajiban, tetapi ia melanggar sebagian larangan. Sedangkan yang dimaksud
pertengahan, ialah orang-orang yang melaksanakan kewajiban dan tidak melanggar
larangan, namun kadang-kadang ia meninggalkan apa yang dianjurkan dan melakukan
sebagian yang kurang diseyogyakan. Dan diantara mereka ada yang lebih cepat
berbuat kebaikan dengan izin Allah.

Berdasarkan uraian di atas dengan tegas al-Qur’an menjelaskan bahwa


manusia adalah unik dan berbeda-beda tentang sifat dan karakternya. Oleh karena itu
tugas ilmuan psikologi adalah mengkaji lebih lanjut untuk memperoleh gambaran riil
tentang pola kepribadian manusia sesuai dengan syarat-syarat ilmiah yang berlaku.

Selanjutnya, uraian berikut ini akan dijelaskan tentang ciri-ciri dari orang kafir
sebagaimana berikut ini.

2. Kepribadian Orang Kafir


Orang kafir adalah orang-orang yang akalnya tertutup oleh kehidupan hawa
nafsunya. Cerminan dari sikap pemberontak ini menurut hasil penelusuran Utsman
Najadi (2004) dalam al-Qur’an diperoleh gambaran sebagai berikut:

(1) Berkenaan dengan akidah ditandai dengan: tidak beriman kepada Allah, para
rasul, hari kemudian, dan hari kebangkitan maupun hari perhitungan.

(2) Berkenaan dengan berbagai ibadah: mereka menyembah selain Allah yang
mendatangkan manfaat dan mudharat bagi mereka.

(3) Sifat-sifat yang berkenaan dengan hubungan-hubungan sosial: mereka zhalim,


menunjukkan sikap permusuhan terhadap mereka yang yang beriman, suka
menghina orang-orang yang beriman, senang mengajak kepada kemungkaran,
dan melarang orang berbuat kebajikan.

(4) Sifat-sifat yang berhubungan dengan hubungan kekeluargaan: relasi mereka


dangkal dan suka memutus silaturrahim.

(5) Sifat-sifat moral: mereka ingkar janji, berlaku serong, suka mengikuti hawa
nafsu, sombong, dan takabur.

(6) Sifat-sifat emosional dan sensual: menunjukkan sikap benci dan dengki
terhadap orang-orang yang beriman, dan dengki terhadap karunia yang
diberikan Allah kepada mereka yang beriman.

(7) Sifat-sifat intelektual dan kognitif: pikiran yang statis, tidak mampu
memahami dan berpikir tentang Allah swt dengan segala kebesarannya, kalbu
tertutup, taklid buta terhadap kepercayaan dan tradisi nenek moyang, suka
memperdaya orang lain.

Citra kepribadian orang-orang kafir seperti digariskan oleh al-Qur’an adalah


tidak beriman kepada tauhid, mereka mengikuti penyembahan nenek moyang yang
tidak mendatangkan manfaat maupun mudharat, tidak mau mendengar, berbicara
maupun berpikir (tentang kebenaran). Mereka adalah pribadi-pribadi yang statis
pemikirannya dan tidak mampu memahami tauhid yang diserukan Islam. Oleh karena
itu Allah Swt telah mengunci hati mereka untuk menerima kebenaran, dan Allah pun
mengancam mereka untuk memperoleh siksa yang amat berat. Hal ini sebagaimana
dilukiskan dalam QS al- Baqarah 2:7 yang berbunyi:

          


   
Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan
mereka ditutup, dan bagi mereka siksa yang amat berat.

3. Kepribadian Orang-Orang Munafik.


Orang-orang munafik adalah kelompok manusia yang mempunyai kepribadian
yang lemah, peragu, dan tidak mempunyai sikap yang tegas dalam masalah keimanan.
Individu munafik ini adalah senantiasa berada dalam kondisi konflik antara kekuatan
akal dan hawa nafsunya. Adapun sifat-sifat yang menjadi ciri khas mereka dapat
diikhtisarkan sebagai berikut:

(1) Sifat-sifat yang berkenaan dengan akidah: mereka tidak mempunyai sikap
tegas terhadap akidah tauhid, mereka menyatakan beriman apabila mereka
berada di kalangan orang-orang yang beriman. Dan apabila berada dikalangan
musyrik, mereka menunjukkan kemusyrikan.

(2) Sifat-sifat yang berkenaan dengan ibadah: mereka melaksanakan ibadah hanya
karena riya saja, bukan karena penerimaan penuh akan kewajiban tersebut.
Dalam mendirikan shalat, mereka bermalas-malasan.

(3) Sifat-sifat yang berkenaan dengan hubungan-hubungan sosial: mereka


menyuruh

pada kemungkaran dan mencegah kebajikan. Mereka berusaha menimbulkan


kericuhan dalam barisan kaum muslimin, memperdayakan orang dengan
berbagai isu, bermulut manis untuk menarik perhatian para pendengar, dan
banyak bersumpah guna mendorong orang percaya pada mereka. Selain itu,
mereka suka berpenampilan baik dalam berpakaian mereka, guna menarik
perhatian dan mempengaruhi orang lain.

(4) Sifat-sifat moral: kurang percaya diri, suka ingkar janji, tindakannya
didasarkan pada pamrih, penakut, pembohong, kikir, hedonis dan oportunitis,
dan suka menuruti hawa nafsu.

(5) Sifat-sifat emosional dan sensual: Mereka penakut, takut baik terhadap orang-
orang yang beriman maupun yang musyrik, takut mati, sehingga mereka tidak
mau ikut berperang bersama kaum muslimin. Mereka membeci dan dengki
terhadap kaum muslimin.

(6) Sifat-sifat intelektual dan kognitif: mereka ini peragu dan tidak mampu
mengambil keputusan dan ketetapan, mereka tidak mampu berpikir secara
benar, cenderung mempertahankan diri mereka dengan mengemukakan
berbagai alasan bagi tindakan-tindakan mereka.

Diantara sifat-sifat utama kepribadian orang munafik adalah keraguan mereka


antara keimanan dan kekafiran dan ketidakmampuan untuk mengambil sikap tegas
dan jelas terhadap akidah tauhid. Sikap yang mereka tampilkan kemungkinan karena
mereka adalah orang-orang yang penakut, kurang percaya pada diri sendiri, takut
kepada orang-orang yang beriman, dan takut terhadap orang-orang musyrik, sehingga
mereka ragu-ragu, dan tidak mampu mengambil keputusan yang jelas pada kelompok
mana sebenarnya mereka akan berafiliasi. Sikap dan keragu-raguan yang tinggi yang
mereka alami, telah mendorong orang-orang munafik untuk berbohong, riya, berdalih
menyembunyikan perasaan yang sebenarnya benci, dengki, maupun iri hati. Sikap dan
dan keragu-raguan yang demikian, selanjutnya mendorong mereka untuk berbuat
kericuhan terhadap kaum muslimin secara terselubung, dengan menggunakan
berbagai isu yang semata-mata untuk melindungi dirinya (Utsman Najati, 2004.265).

SIMPULAN

Dengan memperhatikan berbagai teori kepribadian sebagaimana telah


dikemukakan pada paparan di atas, memberikan gambaran; Pertama, bahwa
pendekatan psikologi konvensional tentang sifat-sifat manusia, sebenarnya hanya
menggambarkan sebagian kecil apa yang dikemukakan oleh al-Qur’an. Kedua
sebagaimana telah dikemukakan pada uraian sebelumnya bahwa pendekatan psikologi
Islam, selain menempatkan manusia sebagai material (biologis, psikologis, dan
sosiologis), manusia juga adalah makhluk spiritual, oleh karena itu penggambaran
sifat-sifat manusia mau tidak mau harus menggambarkan sifat-sifat spiritualnya. Yang
kesemua itu akan tercemin dalam keseimbangan dan keharmonisan diri, karena akal
mampu melaksanakan fungsinya sebagai pengatur dan pengendali hawa nafsunya.
Sebaliknya individu dengan kepribadian kafir adalah sebagai pribadi pemberontak,
yang kehidupannya lebih didominasi oleh hawa nafsunya. Sedangkan kepribadian
munafik adalah menggambarkan pribadi yang mengalami konflik dan terombang-
ambing antara kekuatan akal dan nafsunya, sehingga tampil dalam sifat peragu dan
berubah-ubah pendirian untuk memperoleh rasa aman dan menghindari ancaman
maupun kecemasan yang kemungkinan muncul baik datang dari kelompok mukmin
maupun kafir.

Anda mungkin juga menyukai