Anda di halaman 1dari 22

INOVASI DALAM KONTEKS PENDEKATAN DAN MODEL

PEMBELAJARAN
Studi literatur ini dibuat dan diajukan untuk memenuhi tugas kelompok pada
mata kuliah “ inovasi pendidikan”

Dosen Pengampu:

Drs. Sakur, M. Ed

Disusun Oleh:

Kelompok 2
1. Angelina Agatha H 2105113352
2. Almer Aksara A 2105125578
3. Indah Cahyani 2105135872
4. Kurnila Mildariah 2105124292
5. M. Izwan 2105134592
6. Yuni Hariati H 2105112592

KELAS 5B

Program Studi Pendidikan Matematika


Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Riau
2023
INOVASI DALAM KONTEKS PENDEKATAN DAN MODEL PEMBELAJARAN
Abstrak : Pelaksanaan pembelajaran adalah sebuah kunci dalam menciptakan suasana yang kondusif
bagi siswa dalam mengeksplor kemampuan-kemampuan yang dimilikinya. Korelasi positif antara
langkah-langkah pembelajaran dengan kesempatan siswa dalam melatih kemampuannya merupakan
hal utama yang harus diperhatikan oleh seorang pengajar agar siswa memiliki kompetensi-kompetensi
yang diharapkan. Setiap pendidik pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP) secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif,
inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta
memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat,
dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Untuk itu setiap guru di tiap satuan pendidikan
wajib melakukan perencanaan pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran serta penilaian proses
pembelajaran dengan pendekatan, model, dan metode pembelajaran yang benar untuk meningkatkan
efisiensi dan efektivitas ketercapaian kompetensi lulusan. Langkah-langkah pembelajaran yang
dilaksanakan merupakan ruh dari sebuah model pembelajaran. Oleh karena itu model pembelajaran
yang digunakan menentukan tahapan pelaksanaan pembelajaran. Hal ini dikarenakan tahapan
pembelajaran haruslah mengikuti sintak dari sebuah model pembelajaran. Dengan demikian pemilihan
model pembelajaran yang tepat sangat menentukan terhadap ketercapaian kompetensi siswa. Model
pembelajaran yang ditetapkan oleh pemerintah untuk digunakan oleh pengajar yang menerapkan
kurikulum 2013 adalah model-model pembelajaran pilihan. Hal ini diterangkan pada silabus mata
pelajaran matematika (2016:9) “Pembelajaran Matematika menggunakan pendekatan saintifik yang
dapat diperkuat dengan model-model pembelajaran, antara lain: Model Pembelajaran Kooperatif;
Pembelajaran Kontekstual; Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing; Project Based Learning; dan
Problem Based Learning.” Dilihat dari konteks kalimatnya, hal ini menggambarkan bahwa adanya
keleluasaan bagi pengajar untuk memilih model pembelajaran yang akan digunakan, termasuk di
dalamnya keleluasaan dalam melakukan inovasi pada model pembelajaran. Hal ini sejalan dengan
pendapat Sunaryo, Ida & Nur (2018:96) yang menyatakan “Kurikulum terbaru yaitu kurikulum 2013
memberikan kesempatan yang luas bagi guru untuk menggunakan model pembelajaran yang
bervariatif.”. Selanjutnya pada Lampiran IV Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor
81A Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum Pedoman Umum Pembelajaran, menyebutkan bahwa
pendekatan, model dan metode pembelajaran sangat diperlukan dalam menunjang terwujudnya seluruh
kompetensi yang dimuat dalam Kurikulum 2013. Kurikulum memuat apa yang seharusnya diajarkan
oleh guru kepada peserta didik, sedangkan pembelajaran merupakan cara bagaimana apa yang diajarkan
bisa dikuasai oleh peserta didik.

Pendahuluan :
i
Istilah pembelajaran dapat didefinisikan dari berbagai sudut pandang. Dari sudut
pandang behavioristik, pembelajaran sebagai proses pengubahan tingkah laku siswa melalui
pengoptimalan lingkungan sebagai sumber stimulus belajar. Sejalan dengan banyaknya paham
behavioristik yang dikembangkan para ahli, pembelajaran ditafsirkan sebagai upaya pemahiran
ketrampilan melalui pembiasaan siswa secara bertahap dan terperinci dalam memberikan
respon atau stimulus yang diterimanya yang diperkuat oleh tingkah laku yang patut dari para
pengajar (Yunus, 2014).

Pembelajaran dari sudut pandang teori kognitif, didefinisikan sebagai proses belajar
yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berpikir yang dapat meningkatkan
kemampuan siswa dalam mengontruksi pengetahuan baru sebagai upaya peningkatan

1
penguasaan materi yang baik terhadap materi pelajaran. Berdasarkan pengertian ini,
pembelajaran dapat dikatakan sebagai upaya guru untuk memberikan stimulus, arahan dan
dorongan kepada siswa agar terjadi proses belajar (Yunus, 2014).

Vygotsky dalam Ridwan Abdullah (2013) menyatakan bahwa pembentukan


pengetahuan dan perkembangan kognitif terbentuk melalui internalisasi dan penguasaan proses
sosial. Proses konstruksi pengetahuan dilakukan secara bersama-sama dengan bantuan yang
diistilahkan dengan scaffolding. Filsafat konstruktivisme beranggapan bahwa pengetahuan
adalah hasil konstruksi manusia melalui interaksi dengan objek, fenomena pengalaman dan
lingkungan mereka. Kaum konstruktivis berpendapat bahwa pengetahuan bukan suatu barang
yang dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran seseorang (dalam kasus ini pendidik) kepada
peserta didik. Bahkan ketika pendidik bermaksud memindahkan konsep, ide, nilai, norma,
keterampilan dan pengertian kepada peserta didik, pemindahan itu harus diinterpretasikan dan
dibentuk oleh peserta didik sendiri. Tanpa keaktifan peserta didik dalam membentuk
pengetahuan, pengetahuan seseorang tidak akan terjadi. Pandangan Reigulth dan Merrill
(2003) menyatakan perbaikan pembelajaran harus didasarkan pada teori pembelajaran. Dalam
teori pembelajaran dikenal berbagai paradigma pembelajaran, mulai dari pandangan
behavioristik yang menempatkan penguasaan dan transfer isi atau bahan belajar (subject
matter) sebagai fokus utamanya, pandangan kognitisvistik berfokus pada penataan isi atau
bahan belajar untuk memdorong pemahaman yang bermakna. Sementara itu, pandangan
konstruktivistik menempatkan peserta didik (learner) sebagai pusat dan subyek belajar.
Pembelajaran konstruktivisme menekankan pada proses belajar, bukan mengajar. Peserta didik
diberikan kesempatan untuk membangun pengetahuan dan pemahaman baru yang didasarkan
pengalaman nyata.
ii
Pelaksanaan pembelajaran adalah sebuah kunci dalam menciptakan suasana yang
kondusif bagi siswa dalam mengeksplor kemampuan-kemampuan yang dimilikinya. Korelasi
positif antara langkah-langkah pembelajaran dengan kesempatan siswa dalam melatih
kemampuannya merupakan hal utama yang harus diperhatikan oleh seorang pengajar agar
siswa memiliki kompetensi-kompetensi yang diharapkan. Langkah-langkah pembelajaran
yang dilaksanakan merupakan ruh dari sebuah model pembelajaran. Oleh karena itu model
pembelajaran yang digunakan menentukan tahapan pelaksanaan pembelajaran. Hal ini
dikarenakan tahapan pembelajaran haruslah mengikuti sintak dari sebuah model pembelajaran.
Dengan demikian pemilihan model pembelajaran yang tepat sangat menentukan terhadap
ketercapaian kompetensi siswa.
Model pembelajaran yang ditetapkan oleh pemerintah untuk digunakan oleh pengajar
yang menerapkan kurikulum 2013 adalah model-model pembelajaran pilihan. Hal ini
diterangkan pada silabus mata pelajaran matematika (2016:9) “Pembelajaran Matematika
menggunakan pendekatan saintifik yang dapat diperkuat dengan model-model pembelajaran,
antara lain: Model Pembelajaran Kooperatif; Pembelajaran Kontekstual; Model Pembelajaran
Penemuan Terbimbing; Project Based Learning; dan Problem Based Learning.” Dilihat dari
konteks kalimatnya, hal ini menggambarkan bahwa adanya keleluasaan bagi pengajar untuk
memilih model pembelajaran yang akan digunakan, termasuk di dalamnya keleluasaan dalam
melakukan inovasi pada model pembelajaran. Hal ini sejalan dengan pendapat Sunaryo, Ida &

2
Nur (2018:96) yang menyatakan “Kurikulum terbaru yaitu kurikulum 2013 memberikan
kesempatan yang luas bagi guru untuk menggunakan model pembelajaran yang bervariatif.”

Inovasi yang dilakukan guna menciptakan pembelajaran yang bervariatif tentunya tidak
boleh sembarangan. Terutama jika mengingat objek dari pembelajaran yang dilaksanakan
adalah siswa yang sejatinya merupakan tunas bangsa yang memliki porsi besar dalam
membangun bangsa Indonesia kedepannya. Oleh sebab itu, inovasi pada model pembelajaran
haruslah merupakan suatu karya yang tepat yang mendukung terhadap terciptanya sumber daya
manusia yang berkualitas. Hal ini sejalan dengan tuntutan kurikulum yang saat ini digunakan
yaitu siswa harus mampu berpikir tingkat tinggi atau Higher Order Thinking Skills (HOTS).
Kemampuan berpikir yang termasuk ke dalam HOTS adalah kemampuan berpikir kritis,
kreatif, pemecahan masalah dan lain sebagainya. Seperti tersirat pada makna HOTS, maka
siswa harus mampu memiliki kemampuan-kemampuan tersebut yang merupakan bagian dari
tuntutan kurikulum 2013.
Hal yang dapat dilakukan dalam menciptakan langkah-langkah pembelajaran baru yang
merupakan hasil dari suatu inovasi, salah satu caranya adalah dengan menerapkan suatu
pendekatan pembelajaran pada model pembelajaran yang telah ada. Menurut Mokhamad
(2018:1) “Pendekatan pembelajaran sendiri dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut
pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya
suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi,
menguatkan dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu.” Terdapat
beberapa macam pendekatan pembelajaran. Secara umum terdapat dua macam pendekatan
pembelajaran yakni pendekatan pembelajaran yang berpusat di siswa (student centered) dan
pendekatan pembelajaran yang berpusat di guru (teacher centered).

Menurut Mokhamad (2018:1) pendekatan pembelajaran terbagi menjadi 10 macam


yakni: (1) Pendekatan Kontekstual / Contextual Teaching and Learning (CTL); (2) Pendekatan
Kontruktivisme; (3) Pendekatan Deduktif; (4) Pendekatan Induktif; (5) Pendekatan Konsep;
(6) Pendekatan Proses; (7) Pendekatan Open – Ended; (8) Pendekatan Saintific; (9) Pendekatan
Realistik; dan (10) Pendekatan Sains, Teknologi dan Masyarakat.

Berdasarkan daftar tersebut terlihat bahwa pendekatan kontekstual ada diantara nama-
nama pendekatan pembelajaran, sama halnya seperti di silabus yang sebelumnya telah dibahas.
Menurut US Departement of Education (Mokhamad, 2018:2) “Pendekatan Kontekstual atau
Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru
mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong
siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Selanjutnya menurut MKDP
(2007) inti dari pendekatan kontekstual adalah keterkaitan antara materi atau topik
pembelajaran dengan kehidupan nyata.

3
Pengertian Inovasi dalam Konteks Pendekatan dan Model Pembelajaran
iii
Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita
terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses
yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan
melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. ivPendekatan (Approach)
dapat diartikan sebagai cara pandang kita terhadap proses pembelajaran yang relatif terhadap
pandangan yang bersifat umum. Pendekatan pembelajaran dapat dikategorikan menjadi dua
jenis: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi tau berpusat pada siswa (student centered
approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi tau berpusat pada guru (teacher
centered approach).

Pendekatan yang berpusat pada pendidik memperoleh model instruksional langsung


dan model deduktif atau penjelasan (pendekatan deduktif). Pendekatan pembelajaran yang
berpusat pada peserta didik meliputi model pembelajaran berbasis penemuan, model
pembelajaran berbasis inkuiri, dan model pembelajaran kolaboratif. Pendekatan pembelajaran
dapat diartikan sebagai titik tolak atau cara pandang bagi proses pembelajaran. Hal ini mengacu
pada melihat apa yang terjadi dalam proses yang sangat umum yang mendasari cara belajar
diserap, dirangsang, ditingkatkan dan memiliki ruang lingkup teoretis tertentu.
1. Pendekatan Deskriptif

Pendekatan deskriptif menekankan pada penyampaian informasi yang disampaikan


kepada warga belajar melalui sumber belajar. Pendekatan ini memungkinkan sumber belajar
untuk sepenuhnya menyampaikan materi. Pendekatan deskriptif lebih tepat apabila sifat materi
pembelajaran yang informatif berupa konsep-konsep dasar dan prinsip-prinsip yang diperlukan
siswa untuk memastikan pemahamannya. Pendekatan ini juga cook bila jumlah penduduk yang
belajar dalam kegiatan pembelajaran relatif banyak.

Pendekatan pembelajaran deskriptif cenderung berfokus pada sumber belajar yang


memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1) adanya dominasi sumber belajar dalam pembelajaran, 2)
bahan belajar terdiri dari konsep -konsep dasar atau materi yang baru bagi warga belajar, 3)
materi lebih cenderung bersifat informasi, 4) terbatasnya sarana pembelajaran.
Petunjuk penggunaan pendekatan

deskriptif:
a. Sumber belajar memberikan informasi tentang konsep, dasar, dan contoh konkret. Pada
tahap ini, sumber belajar dapat menggunakan berbagai metode yang dianggap tepat
untuk menyampaikan informasi.
b. Kesimpulan dari keseluruhan pembahasan ditulis oleh sumber belajar atau warga
belajar, atau secara bersama-sama antara sumber belajar dan warga belajar.
Keuntungan menggunakan pendekatan deskriptif adalah sumber belajar dapat
menyampaikan materi pembelajaran secara utuh sesuai dengan rencana yang telah ditentukan.
Materi pembelajaran yang diterima peserta didik konsisten. Artinya, dari sumber yang melatih
siswa tentang konten yang disajikan. Menangkap dan menafsirkan materi pembelajaran.

4
Sasaran sumber daya, materi pembelajaran yang terdistribusi mudah dicapai dan dapat dikuti
ole warga belajar yang jumlahnya relatif banyak.

Selain sisi baiknya, ia juga memiliki kelemahan. Dengan kata lain, pembelajaran terlalu
terfokus pada sumber belajar, kegiatan didominasi ole sumber belajar, dan kreativitas warga
belajar terhambat. Kelemahan lainnya adalah kurangnya kegiatan umpan balik dalam hal ini,
sehingga slit untuk menentukan tingkat pengetahuan suatu komunitas belajar terhadap suatu
materi tertentu. Untuk mengatasi kelemahan pendekatan ini, sumber belajar mengungkapkan
kepada penduduk ide-ide yang berkaitan dengan kesempatan belajar, masalah, atau materi yang
akan dipelajari.

2. Pendekatan Penelitian
Istilah penelitian memiliki konsep yang mirip dengan istilah lain seperti penemuan,
pemecahan masalah dan pemikiran reflektif. Konsep-konsep yang dijabarkan ini memiliki
kesamaan dalam penerapannya, yaitu mereka bertujuan untuk memberikan kesempatan belajar
untuk warga belajar dengan melalui kegiatan pengarsipan dari berbagai masalah secara
sistematis sehingga pembelajaran lebih terfokus pada kegiatan yang dilakukan warga belajar.
Dalam kegiatan pembelajaran dengan pendekatan penelitian, materi pembelajaran tidak
menyajikan materi secara keseluruhan, tetapi memberikan kesempatan kepada warga belajar
untuk mencari dan menemukannya sendiri dengan menggunakan pendekatan problematik yang
berbeda. Seperti yang ditunjukkan Bruner, titik awal penyelidikan ini adalah bahwa dengan
cara ini hasil belajar lebih mudah dingat dan lebih mudah ditransfer bagi warga belajar.
Pengetahuan dan keterampilan peserta didik yang. terlibat dapat menumbuhkan motivasi
intrinsik karena peserta didik puas dengan penemuan mereka.
Pendekatan penelitian ini dilakukan bertujuan pada metode pembelajaran yang
menggunakan cara kritis dan analitis untuk mempelajari atau mencari suatu obiek sehingga
menjadi pengalaman belaiar yang lebih bermakna. Warga belajar harus mampu secara
sistematis mengajukan serangkaian pertanyaan tentang mata pelajaran yang dipelajarinya
sehingga dapat menarik kesimpulan berdasarkan informasi yang diterimanya. Peran sumber
belajar dalam menggunakan metode penelitian in adalah sebagai pemandu/fasilitator yang
dapat membimbing warga belajar secara efektif dan efisien dalam kegiatan belajarnya.
Dalam menggunakan metode penelitian, perhatikan hal-hal berikut dalam sumber belajar:

1. Siswa sudah mengetahui konsep dasar yang berkaitan dengan materi pelajaran
2. Siswa memiliki keraguan terhadap informasi dan nilai yang diterima, rasa ingin tahu,
menghargai penggunaan akal, menghargai informasi, objektivitas, rasa ingin tahu
dalam pengambilan keputusan dan toleransi terhadap ketimpangan
3. Memahami penggunaan prosedur penerapan strategi penelitian-belajar.

Model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang berfungsi sebagai pedoman


dalam proses pelaksanaan pembelajaran. Ini dibangun secara sistematis untuk memenuhi
tujuan pembelajaran yang berkaitan dengan sintaksis, sistem sosial, prinsip reaksi, dan sistem
pendukung (Joice & Wells). Sedangkan menurut Arends dalam (Trianto, 2015), mengatakan
bahwa "model pembelajaran adalah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merancang

5
pembelajaran di kelas." Selain itu, model pembelajaran merupakan kerangka kerja yang
memberikan penjelasan secara sistematis tentang bagaimana pembelajaran harus dilakukan
guna membantu siswa dalam belajar ke arah tujuan tertentu yang harus dicapai. Sintaks dan
tahapannya akan diterapkan dalam model pembelajaran tersebut (Parta, 2017).

Istilah "Pendekatan Pembelajaran" dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut
pandang kita terhadap proses pembelajaran. Istilah ini merujuk pada pandangan tentang
terjadinga suatu proses yang sifatnya mash sangat umum, yang di dalamnya menampung,
menginspirasi, menguatkan, dan mendasari metode pembelajaran dengan ruang lingkup teori
tertentu. Pendekatan pembelajaran dapat dipandang sebagai titik tolak atau sudut pandang kita
terhadap proses pembelajaran. Dilihat dari pendekatannya, ada dua macam pendekatan
pembelajaran yang berbeda, yaitu sebagai berikut: (1) pendekatan pembelajaran yang
berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan (2) pendekatan
pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach)(Sanjaya,
2008). vPendekatan yang berpusat pada guru menurunkan strategi pembelajaran langsung
(direct instruction), pembelajaran deduktif atau pembelajaran ekspositor. Sedangkan,
pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa menurunkan strategi pembelajaran inkuri
atau discovery serta pembelajaran induktif.

Para ahli menyusun model pembelajaran berdasarkan prinsip– prinsip pembelajaran,


teori–teori psikologi, sosiologis, analisis sistem, atau teori–teori lain yang mendukung (Joyce&
Weil: 1980). Model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya guru dapat memilih
model yang sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan pembelajarannya. Sebelum menentukan
model pembelajaran yang akan digunakan dalam kegiatan pembelajaran, ada beberapa hal yang
harus dipertimbangkan guru dalam memilihnya, yaitu.

a. Pertimbangan terhadap tujuan yang hendak dicapai. Pertanyaan– pertanyaan yang dapat
diajukan adalah :
a) Apakah tujuan pembelajaran yang ingin dicapai berkenaan dengan kompetensi
akademik, kepribadian, sosial dan kompetensi vokasional atau yang dulu diistilahkan
dengan domain kognitif, afektif atau psikomotor?
b) Bagaimana kompleksitas tujuan pembelajaran yang ingin dicapai? Dan
c) Apakah untuk mencapai tujuan itu memerlukan keterampilan akademik?
b. Pertimbangan yang berhubungan dengan bahan atau materi pembelajaran:
a) Apakah materi pelajaran itu berupa fakta, konsep, hukum atau teori tertentu?
b) Apakah untuk mempelajari materi pembelajaran itu memerlukan prasyarat atau tidak?
c) Apakah tersedia bahan atau sumber–sumber yang relevan untuk mempelajari materi
itu?
c. Pertimbangan dari sudut peserta didik atau siswa:
a) Apakah model pembelajaran sesuai dengan tingkat kematangan peserta didik?
b) Apakah model pembelajaran sesuai dengan minat, bakat, dan kondisi peserta didik?
c) Apakah model pembelajaran itu sesuai dengan gaya belajar peserta didik?

6
d. Pertimbangan lainnya yang bersifat nonteknis:
a) Apakah untuk mencapai tujuan cukup dengan satu model saja?
b) Apakah model pembelajaran yang kita tetapkan dianggap satu–satunya model yang
dapat digunakan?
c) Apakah model pembelajaran itu memiliki nilai efektivitas atau efisiensi?

Jenis - Jenis Inovasi dalam Pendekatan Pembelajaran


vi
1. Pendekatan Kontruktivisme

Konstruktivisme merupakan pandangan filsafat yang pertama kali dikemukakan oleh


Giambatista Vico tahun 1710,yang pada intinya adalah bahwa pengetahuan seseorang itu
merupakan konstruksi individu melalui interaksi dengan objek, fenomena pengalaman dan
lingkungannya (Suwarna &Poedjiadi, 2012). Konstruktivisme merupakan landasan
kontekstual, yaitu pengetahuan dibangun sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui
konteks yang terbatas dan tidak dengan tiba-tiba. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta–
fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Tetapi manusia harus
mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Siswa perlu
dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya,
bergelut dengan ide–ide, yaitu siswa harus mengkonstruksi pengetahuan dibenak mereka
sendiri (Suwangsih, 2000)

Menurut Suparno (1997) secara garis besar prinsip-prinsip konstruktivisme adalah


sebagai berikut:
a. Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri,baik secara personal maupun secara sosial;
b. Pengetahuan tidak dipindahkan dari guru ke siswa, kecuali dengan keaktifan siswa
sendiri untuk bernalar;
c. Siswa aktif mengkonstruksi secara terus menerus, sehingga terjadi perubahan konsep
menuju kekonsep yang lebih rinci, lengkap, serta sesuai dengan konsep ilmiah;
d. Guru berperan membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi siswa
berjalan mulus.
Konstruktivisme dibedakan dalam dua tradisi besar yaitu konstruktivis mepsikologis
(personal) dan sosial. Konstruktivisme psikologis bercabang dua, yaitu yang lebih personal
(Piaget, 1981) dan yang lebih sosial (Vygotsky); sedangkan konstruktivisme sosial berdiri
sendiri (Kukla, 2003) .
2. Pendekatan Behavioristik

Behaviorisme adalah pandangan yang menyatakan bahwa perilaku harus dijelaskan


melalui pengalaman yang dapat diamati, bukan dengan proses mental. Pendekatan belajar
behavioristik menjelaskan belajar itu adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur dan
dinilai secara konkret. Perubahan terjadi melalui rangsangan (stimulans) yang menimbulkan
hubungan perilaku reaktif (respon) berdasarkan hukum-hukum mekanistik. Stimulans tidak
lain adalah lingkungan belajar anak, baik yang internal maupun eksternal yang menjadi

7
penyebab belajar. Sedangkan respons adalah akibat atau dampak, berupa reaksi fisik terhadap
stimulans. Belajar berarti penguatan ikatan, asosiasi, sifat dan kecenderungan perilaku S-R
(Stimulus Respon).

Penekanan pendekatan behvioristik ini adalah perubahan tingkah laku setelah terjadi
proses belajar dalam diri siswa. Pelopor-pelopor pendekatan behavioristik pada dasarnya
berpegang pada keyakinan bahwa banyak perilaku manusia merupakan hasil suatu proses
belajar dan karena itu perilaku tersebut dapat diubah dengan belajar juga. Pendekatan
behavioristik ini berpangkal pada beberapa keyakinan tentang martabat manusia, yang
sebagian bersifat falsafah dan sebagian lagi bercorak psikologis, yaitu:

a. Manusia pada dasarnya tidak berakhlak baik atau buruk, bagus atau jelek. Manusia
mempunyai potensi untuk bertingkah laku baik atau buruk, tepat, atau salah.
Berdasarkan bekal keturunan atau pembawaan dan berkat interaksi antara bekal
keturunan dan lingkungan, terbentuk pola-pola bertingkah laku yang menjadi ciri-ciri
khas dari kepribadiannya.
b. Manusia mampu untuk berefleksi atas tingkah lakunya sendiri, menangkap apa yang
dilakukannya, dan mengatur serta mengontrol perilakunya sendiri.
c. Manusia mampu untuk memperoleh dan membentuk sendiri pola-pola tingkah laku
yang baru melalui suatu proses belajar.
d. Manusia dapat mempengaruhi perilaku orang lain dan dirinya pun dipengaruhi oleh
perilaku orang lain.
Berdasarkan penjelasan diatas maka dalam pendekatan behavioristik ini lebih
menekankan atau mementingkan pada: (1) faktor lingkungan; (2) faktor bagian; (3) tingkah
laku yang nampak dengan mempergunakan metode obyektif; (4) sifatnya mekanis; (5) masa
lalu. Tokoh penting dalam pendekatan belajar Behavioristik ini antara lain Edward L
Thorndike, Ivan P Pavlov, BF Skinner, Robert Gagne dan Albert Bandura.
3. Pendekatan Humanistik

Menurut pendekatan humanistik, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia.


proses belajar dianggap berhasil jika peserta didik (siswa) memahami lingkungannya dan
dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu
mencapai aktualisasi diri dengan sebaikbaiknya. Pendekatan belajar ini berusaha memahami
perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya (peserta didik,siswa) bukan dari sudut pandang
orang lainnya (pengamatnya). Dalam pendekatan ini, tujuan utama para pendidik adalah
membantu siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu
untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam
mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka. Para ahli humanistik melihat adanya
dua bagian pada proses belajar, yaitu :
a) Proses pemerolehan informasi baru.

b) Personalia informasi ini pada individu.


Tokoh penting dalam pendekatan belajar humanistik antara lain adalah: Arthur W.
Combs, Abraham Maslow dan Carl Rogers.

8
4. Pendekatan Kognitif
Pendekatan kognitif pembelajaran beranjak dari teori perkembangan kognitif Piaget
(1970). Menurut Piaget, proses kognitif ditandai oleh tiga proses dasar yaitu asimilasi,
akomodasi, dan equilibrasi. Asimilasi adalah proses pengintegrasian data baru ke dalam
struktur kognitif. Akomodasi adalah proses penyesuaian struktur kognitif dengan situasi baru.
Sedangkan equilibrasi adalah proses penyesuaian kembali yang terus-menerus antara asimilasi
dan akomodasi.

Pendekatan pembelajaran yang bertolak dari teori kognitif mencakup tiga kegiatan
pokok, yaitu :
a. Memberi sarana bagi proses pembangunan pengetahuan anak.
b. Memberi sarana berpikir operasional.
c. Memberi sarana berpikir operasi-formal.

Menurut pendekatan kognitif yang mutakhir, elemen terpenting dalam proses belajar
adalah pengetahuan yang dimiliki oleh tiap individu kepada situasi belajar. Dengan kata lain
apa yang telah kita diketahui akan sangat menentukan apa yang akan menjadi perhatian,
dipersepsi, dipelajari, diingat ataupun dilupakan. Pengetahuan bukan hanya hasil dari proses
belajar sebelumnya, tapi juga akan membimbing proses belajar berikutnya. Berbagai riset
terapan tentang hal ini telah banyak dilakukan dan makin membuktikan bahwa pengetahuan
dasar yang luas ternyata lebih penting dibanding strategi belajar yang terbaik yang tersedia
sekalipun. Terlebih bila pengetahuan dan wawasan yang luas ini disertai dengan strategi yang
baik tentu akan membawa hasil lebih baik lagi tentunya. Perspektif kognitif membagi jenis
pengetahuan menjadi tiga bagian, yaitu:
a. Pengetahuan Deklaratif, yaitu pengetahuan yang bisa dideklarasikan biasanya dalam
bentuk kata atau singkatnya pengetahuan konseptual.
b. Pengetahuan Prosedural, yaitu pengetahuan tentang tahapan yang harus dilakukan
misalnya dalam hal pembagian satu bilangan ataupun cara kita mengemudikan sepeda,
singkatnya “pengetahuan bagaimana”.
c. Pengetahuan Kondisional, adalah pengetahuan dalam hal “kapan dan mengapa”
pengetahuan deklaratif dan prosedural digunakan.
5. Pendekatan Konstektual

Pendekatan kontekstual menempatkan siswa dalam konteks bermakna yang


menghubungkan pengetahuan awal siswa dengan materi yang sedang dipelajari dan sekaligus
memperhatikan faktor kebutuhan individual siswa dan peran guru. Contextual Learning (CTL)
adalah sebuah sistem yang merangsang otak untuk menyusun pola-pola yang mewujudkan
makna. CTL adalah suatu sistem pengajaran yang cocok dengan otak yang menghasilkan
makna dengan menghubungkan muatan akademis dengan kehidupan sehari-hari siswa
(Johnson, 2006: 65). Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang menekankan pada
proses keterlibatan peserta didik untuk menemukan materi yang dipelajari dan
menghubungkannya dengan kehidupan nyata (konteks kehidupan sehari-hari, seperti konteks
pribadi, sosial, dan budaya) dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Proses demikian

9
akan mengakrabkan siswa dengan lingkungannya, baik lingkungan keluarga, masyarakat,
maupun dunia kerja.

Adapun tujuan belajar berbasis pendekatan kontekstual adalah sebagai berikut:


a. mendorong siswa untuk menemukan pengalaman-pengalaman baru.
b. menghubungkan antara kemampuan awal dengan kemampuan baru.
c. membantu siswa agar dapat menyimpulkan titik temu antara pengalaman baru dengan
yang lama.
d. mendorong siswa untuk mengidentifikasi kemampuankemampuan awal sehingga dapat
mengkonstruksi pengetahuan/ pengalaman baru yang bermakna.
e. mengembangkan kemampuan siswa untuk menyelesaikan permasalahan berbasis
kontektual, baik yang bersifat pribadi, sosial, maupun budaya.
f. mewujudkan pembelajaran sesuai dengan potensi dan kebutuhan siswa.
g. mengukur kemampuan siswa berbasis kinerja (proses dan hasil). memfasilitasi siswa
agar memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking skills/HOTS)

6. Pendekatan Saintifik
Pembelajaran saintifik merupakan pembelajaran yang mengadopsi langkah-langkah
saintis dalam membangun pengetahuan melalui metode ilmiah. Model pembelajaran yang
diperlukan adalah yang memungkinkan terbudayakannya kecakapan berpikir sains,
terkembangkannya “sense of inquiry” dan kemampuan berpikir kreatif siswa (Alfred De Vito,
1989). Model pembelajaran yang dibutuhkan adalah yang mampu menghasilkan kemampuan
untuk belajar (Joice & Weil: 1996), bukan saja diperolehnya sejumlah pengetahuan,
keterampilan, dan sikap, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana pengetahuan,
keterampilan, dan sikap itu diperoleh peserta didik (Zamroni, 2000; & Semiawan, 1998).
Pembelajaran saintifik tidak hanya memandang hasil belajar sebagai muara akhir,
namum proses pembelajaran dipandang sangat penting. Oleh karena itu pembelajaran saintifik
menekankan pada keterampilan proses. Model pembelajaran berbasis peningkatan
keterampilan proses sains adalah model pembelajaran yang mengintegrasikan keterampilan
proses sains ke dalam sistem penyajian materi secara terpadu (Beyer, 1991). Model ini
menekankan pada proses pencarian pengetahuan dari pada transfer pengetahuan, peserta didik
dipandang sebagai subjek belajar yang perlu dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran,
guru hanyalah seorang fasilitator yang membimbing dan mengkoordinasikan kegiatan belajar.
Dalam model ini peserta didik diajak untuk melakukan proses pencarian pengetahuan
berkenaan dengan materi pelajaran melalui berbagai aktivitas proses sains sebagaimana
dilakukan oleh para ilmuwan (scientist) dalam melakukan penyelidikan ilmiah (Nur: 1998),
dengan demikian peserta didik diarahkan untuk menemukan sendiri berbagai fakta,
membangun konsep, dan nilai-nilai baru yang diperlukan untuk kehidupannya. Fokus proses
pembelajaran diarahkan pada pengembangan keterampilan siswa dalam memproseskan
pengetahuan, menemukan dan mengembangkan sendiri fakta, konsep, dan nilai-nilai yang
diperlukan (Semiawan: 1992).

10
7. Pendekatan Tematik
Pendekatan pembelajaran tematik adalah pendekatan pembelajaran terpadu yang
melibatkan beberapa mata pelajaran untuk memberikan pengalaman bermakna kepada siswa.
Dikatakan bermakna karena dalam pembelajaran tematik, siswa akan memahami konsep-
konsep yang mereka pelajari melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan
konsep lain yang telah dipahaminya (Rusman, 2011).
Dalam pelaksanaannya, model tematik ini bertolak dari suatu tema yang dipilih dan
dikembangkan oleh guru bersama siswa dengan memperhatikan keterkaitannya dengan isi
mata pelajaran. Tema adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang menjadi pokok
pembicaraan (Poerwadarminta,1993). Tujuan dari adanya tema ini bukan hanya untuk
menguasai konsep-konsep dalam suatu mata pelajaran, akan tetapi juga keterkaitannya dengan
konsep-konsep dari mata pelajaran lainnya.
Pembelajaran tematik memiliki tujuan sebagai berikut:

a. Peserta didik mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu karena materi
disajikan dalam konteks tema yang jelas;
b. Peserta didik mampu mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai
kompetensi dasar antar mata pelajaran dalam tema yang sama;
c. Pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan;
d. Kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik karena mengkaitkan berbagai mata
pelajaran dengan pengalaman pribadi dalam situasi nyata yang diikat dalam tema
tertentu;
e. Guru dapat menghemat waktu karena mata pelajaran yang disajikan secara tematik
dapat dipersiapkaan sekaligus dan diberikan dalam dua atau tiga pertemuan, waktu
selebihnya dapat digunakan untuk kegiatan remedial, pemantapan, atau pengayaan.

Jenis - Jenis Inovasi dalam Model Pembelajaran


1. Model Pembelajaran Kontekstual
vii

Model pembelajaran kontekstual (contekstual teaching and learning) merupakan proses


pembelajaran yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk memahami makna materi ajar
dan mengaitkannya dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari. Adapun pengertian CTL
menurut Elaine B. Johnson dalam Rusman (2011) mengatakan pembelajaran kontekstual
adalah sebuah sistem yang merangsang otak untuk menyusun pola-pola yang mewujudkan
makna dan menghubungkan muatan akademis dengan konteks kehidupan sehari-hari siswa.
Jadi, pembelajaran kontekstual adalah usaha untuk membuat siswa aktif dalam memompa
kemampuan diri tanpa merugi menetapkan dan mengaitkan dengan dunia nyata.

Howey R, Keneth, dalam Rusman (2011) mendefinisikan CTL “Contextual teaching is


teaching that enables learning in wich student aploy their academic understanding and abilities
in a variety of in-and out of school context to solve simulated or real world problems, both
alone and with others” (CTL adalah pembelajaran yang memungkinkan terjadinya proses
belajar di mana siswa menggunakan pemahaman dan kemampuan akademiknya dalam

11
berbagai konteks dalam dan luar sekolah untuk memecahkan masalah yang bersifat simulatif
ataupun nyata, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama.

Dalam pembelajaran kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai


tujuannya. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk
menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Ciri khas CTL ditandai oleh tujuh
komponen utama, yaitu: 1) Constructivism; 2) Inkuiri; 3) Questioning; 4) Learning
Community; 5) Modelling; 6) Reflection; dan 7) Autthentic Assesment.

Sebelum melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan CTL, guru harus membuat


desain/skenario pembelajaran sebagai pedoman umum dan sekaligus sebagai alat kontrol
dalam pelaksanaannya. Pada intinya pengembangan komponen CTL tersebut dalam
pembelajaran dapat dilakukan melalui langkahlangkah sebagai berikut.
a. Mengembangkan pemikiran siswa untuk melakukan kegiatan belajar lebih bermakna,
apakah dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstrusi
pengetahuan dan keterampilan baru siswa.
b. Melaksanakan kegiatan inkuiri untuk semua topik yang diajarkan.
c. Mengembangkan sifat ingin tahu melalui pertanyaan-pertanyaan.
d. Menciptakan masyarakat belajar, seperti melalui kegiatan kelompok berdiskusi, tanya
jawab, dan lain sebagainya.
e. Menghadirkan contoh pembelajaran melalui ilustrasi, model, bahkan media yang
sebenarnya.
f. Membiasakan anak melakukan refleksi setiap kegiatan pembelajaran yang telah
dilakukan.
g. Melakukan penilaian secara objektif, yaitu menilai kemampuan yang sebenarnya pada
setiap siswa.
2. Model Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan model pembelajaran


dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang
anggotanya terdiri dari empat hingga lima orang siswa dengan struktur kelompok bersifat
heterogen. Konsep heterogen di sini adalah struktur kelompok yang memiliki perbedaan latar
belakang kemampuan akademik, perbedaan jenis kelamin, perbedaan ras dan bahkan mungkin
etnisitas. Hal ini diterapkan untuk melatih siswa menerima perbedaan dan bekerja dengan
teman yang berbeda latar belakangnya.

Kelough & Kelough dalam Kasihani (2009: 16) menyatakan bahwa model
pembelajaran kooperatif merupakan suatu strategi pembelajaran secara berkelompok, siswa
belajar bersama dan saling membantu dalam menyelesaikan tugas dengan penekanan pada
saling supportdi antara anggota kelompok, karena keberhasilan belajar siswa tergantung pada
keberhasilan kelompoknya. Oleh karena itu, kegiatan pembelajaran belum tuntas atau belum
berhasil jika hanya beberapa siswa yang mampu menyerap dan memahami materi pelajaran
yang dirancang guru di kelas.

12
Terdapat empat hal penting dalam strategi pembelajaran kooperatif, yakni (1) adanya
peserta didik dalam kelompok, (2) adanya aturan main (role) dalam kelompok,(3) adanya
upaya belajar dalam kelompok, (4) adanya kompetensi yang harus dicapai oleh kelompok.

Menurut Rusman, setidaknya ada empat karakter yang menjadi ciri khas model
pembelajaran kooperatif, yaitu :
a. Pembelajaran secara kelompok (team work)
b. Berdasar pada manajemen kooperatif memiliki tiga fungsi, yaitu: a) Fungsi
manajemen sebagai perencanaan b) Fungsi manajemen sebagai organisasi, c)
Fungsi manajemen sebagai kontrol.
c. Kemauan bekerja sama dalam konteks pembelajaran kooperatif
d. Keterampilan bekerja sama.
Roger dan David Johnson dalam Agus Suprijono (2010) mengatakan tidak semua
belajar kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai hasil yang
maksimal, ada lima unsur dasar dalam model pembelajaran kooperatif yang harus diterapkan,
yaitu sebagai berikut :
a. Prinsip Ketergantungan Positif (Positive Interdependence), prinsip ini meyakini
bahwa keberhasilan dalam menyelesaikan tugas tergantung pada usaha yang
dilakukan oleh kelompok tersebut. Oleh karena itu, semua anggota kelompok akan
merasakan saling ketergantungan.
b. Tanggung Jawab Perseorangan (Individual Accountability) keberhasilan kelompok
sangat tergantung dari masing-masing anggota kelompoknya. Oleh karena itu,
setiap anggota kelompok mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam kelompok
tersebut.
c. Interaksi Tatap Muka (Face To Face Promotive Interaction) dalam interaksi tatap
muka siswa dalam kelompok berkesempatan untuk saling berdiskusi, saling
memberi dan menerima informasi dari anggota kelompok lain. Kegiatan interaksi
ini akan membentuk sinergi yang menguntungkan bagi semua anggota kelompok.
d. Partisipasi dan Komuniksi (Interpersonal Skill), komunikasi antar anggota
kelompok atau keterampilan sosial merupakan prinsip kegiatan peserta didik untuk
saling mengenal dan mempercayai, saling berkomunikasi secara akurat dan tidak
ambisius, saling menerima dan saling mendukung, dan menyelesaikan konflik
secara konstruktif. Kontribusi terhadap keberhasilan dalam pembelajaran
kooperatif memerlukan ketarampilan interpersonal dalam kelompok kecil. Oleh
karena itu, diperlukan keterampilan-keterampilan seperti kepemimpinan,
pengambilan keputusan, membangun kepercayaan, berkomunikasi, dan mengelola
konflik harus diajarkan dengan tepat sebagai keterampilan akademis.
e. Evaluasi Proses Kelompok (Group Processing) evaluasi proses kelompok
merupakan kegiatan penilaian atau mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil
kerja sama mereka, agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif.
Pembelajaran kooperatif akan efektif digunakan apabila: (1) guru menekankan
pentingnya usaha bersama di samping usaha secara individual, (2) guru menghendaki

13
pemerataan perolehan hasil dalam belajar, (3) guru ingin menanamkan tutor sebaya atau belajar
melalui teman sendiri, (4) guru menghendaki adanya pemerataan partisipasiaktif siswa, (5)
guru menghendaki kemampuan siswa dalam memecahkan berbagai permasalahan. (Sanjaya,
2006).

3. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)


Pendidikan pada abad ke-21 berhubungan dengan permasalahan baru yang ada di dunia
nyata. Pendekatan PBM berkaitan dengan penggunaan inteligensi dari dalam diri individu yang
berada dalam sebuah kelompok orang, atau lingkungan untuk memecahkan masalah yang
bermakna, relevan, dan kontekstual. Pembelajaran berbasis masalah adalah seperangkat model
mengajar yang menggunakan masalah sebagai fokus untuk mengembangkan ketrampilan
pemecahan masalah, materi, dan pengaturan diri (Hmelo-Silver, 2004; Serafino & Ciccheilli,
2005).
Pembelajaran berbasis masalah merupakan pendekatan yang efektif untuk
pembelajaran proses berpikir tingkat tinggi. Pembelajaran ini membantu siswa untuk
memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka
sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Pembelajaran ini untuk mengembangkan
pengetahuan dasar maupun kompleks.
Pembelajaran berbasis masalah memiliki karakteristik sebagai berikut.

a. Pengajuan pertanyaan atau masalah


Artinya, pembelajaran berdasarkan masalah mengorganisasikan pengajaran
disekitar pertanyaan dan masalah yang kedua-duanya secara sosial penting dan
secara pribadi bermakna untuk siswa.
b. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin.
Artinya, meskipun pengajaran berbasis masalah mungkin berpusat pada mata
pelajaran tertentu (IPA, matematika, ilmuilmu sosial), masalah yang akan diselidiki
telah yang dipilih benar- benar nyata agar dalam pemecahannya siswa meninjau
masalah itu dari banyak mata pelajaran.
c. Penyelidikan autentik
Artinya, pengajaran berbasis masalah mengharuskan siswa melakukan
penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata.
Mereka menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis dan
membuat ramalan, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melakukan
eksperimen (jika diperlukan), membuat inferensi dan merumuskan kesimpulan.
d. Menghasilkan produk/karya dan memamerkannya.
Pengajaran berbasis masalah menuntut siswa menghasilkan produk tertentu dalam
bentuk karya nyata atau artefak dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili
bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan.
e. Kolaborasi.
Pembelajaran berbasis masalahdicirikan oleh siswa yangbekerja satu sama dengan
yang lainnya, paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil.
4. Model Pembelajaran Pakem

14
Pakem yang merupakan singkatan dari pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan
menyenangkan, merupakan sebuah model pembelajaran kontekstual yang melibatkan paling
sedikit empat prinsip utama dalam proses pembelajarannya. Pertama, proses interaksi (siswa
berinteraksi secara aktif dengan guru, rekan siswa, multimedia, referensi, lingkungan dan
sebagainya). Kedua, proses komunikasi (siswa mengkomunikasikan pengalaman belajar
mereka dengan guru danrekansiswa lain melalui cerita, dialog atau melalui simulasi role-play).
Ketiga, proses refleksi, (siswa memikirkan kembali tentang kebermaknaan apa yang mereka
telah pelajari, dan apa yang mereka telah lakukan). Keempat, proses eksplorasi (siswa
mengalami langsung dengan melibatkan semua indera melalui pengamatan, percobaan,
penyelidikan dan wawancara).

Guru harus menyadari bahwa pembelajaran memiliki sifat yang sangat kompleks.
Artinya, pembelajaran tersebut harus menunjukkan kenyataan bahwa pembelajaran
berlangsung dalam suatu lingkungan pendidikan dan guru pun harus mengerti bahwa siswa-
siswa pada umumnya memiliki taraf perkembangan yang berbeda-beda. Cara memahami
materi yang diajarkan berbeda-beda, ada yang bisa menguasai materi lebih cepat dengan
keterampilan motorik (kinestetik), ada yang menguasai materi lebih cepat dengan mendengar
(auditif), dan ada juga menguasai materi lebih cepat dengan melihat atau membaca (visual).

Daryanto (2013) menyatakan sekurang-kurangnya ada empat prinsip PAKEM, yakni.


a. Mengalami, dalam hal ini peserta didik mengalami secara langsung dengan
memanfaatkan banyak indra. Bentuk konkritnya adalah peserta didik melakukan
pengamatan, percobaan, dan wawancara. Jadi peserta didik belajar banyak melalui
berbuat (learning by doing).
b. Intraksi, dalam hal ini interaksi antara peserta didik itu sendiri maupun dengan guru,
baik melalui diskusi/Tanya jawab maupun melalui metode lain (bermain peran dan
sebagainya) harus selalu ada dan terjaga. Karena dengan interaksi inilah,
pembelajaran menjadi lebih hidup dan menarik.
c. Komunikasi, dalam hal ini komunikasi perlu diupayakan. Komunikasi adalah cara
kita menyampaikan apa yang kita ketahui. Interaksi tidak cukup jika tidak terjadi
komunikasi. Bahkan interaksi menjadi lebih bermakna jika interaksi itu
komunikatif.
d. Refleksi merupakan hal penting lainnya agar pembelajarannya bermakna.
Pembelajaran bermakna adalah pembelajaran yang memungkinkan terjadinya
refleksi dari si peserta didik ketika mereka mempelajari sesuatu. Refleksi
maksudnya adalah memikirkan kembali apa yang diperbuat/dipikirkan. Dengan
refleksi, kita bisa menilai efektif atau tidaknya pembelajaran. jangan-jangan setelah
direfleksi ternyata pembelajaran kita yang menyenangkan, namun tingkat
penguasaan subtansi atau materi masih rendah atau belum tercapai sesuai yang kita
harapkan.

5. Model Pembelajaran Berbasis WEB (E-Learning)


Surya (2008) menyebutkan e-learning yaitu satu model pembelajaran dengan
menggunakan media teknologi komunikasi dan informasi khususnya internet. Mengutip

15
pendapat Rosenberg (2001), Surya (2008) menyatakan e-learning merupakan satu penggunaan
teknologi internet dalam penyampaian pembelajaran dengan jangkauan luas yang berlandaskan
tiga kriteria yaitu:

a. e-learning merupakan jaringan dengan kemampuan untuk memperbaharui,


menyimpan, mendistribusi dan membagi materi ajar atau informasi,
b. pengiriman sampai ke pengguna terakhir melalui komputer dengan menggunakan
teknologi internet yang standar,
c. memfokuskan pada pandangan yang paling luas tentang pembelajaran di balik
paradigma pembelajaran tradisional.

Dua kelebihan yang dinilai paling tinggi dari e-learning ini adalah (a) fleksibilitas pada
waktu dan tempat dan (b) kemudahan dalam bahan ajar (Yaghoubi, 2008). Persoalan e-learning
bukan sekedar penyampaian materi ajar secara online, sebagaimana dikemukakan Leitch
(2008) bahwa pengajaran secara online tidak hanya ditandai dengan bagaimana pengajaran itu
diselenggarakan, tetapi lebih mendasar tentang bagaimana falsafah dalam mendesain
pendidikan yang interaktif, responsif dan peluang mendistribusikan informasi valid kepada
pebelajar dalam waktu, tempat dan bentuk tampilan yang sesuai (menyenangkan).

Untuk merancang dan mengimplementasikan pembelajaran berbasis web, langkahnya


adalah sebagai berikut.
a. Sebuah program pendidikan untuk peningkatkan mutu pembelajaran di lingkungan
kampus dengan berbasis web. Program ini dilakukan idealnya selama 5-10 bulan
dan dibagi menjadi 5 tahap. Tahap 1,3,dan 5 dilakukan secara jarak jauh dan untuk
itu dipilih media web sebagai alat komunikasi. Sedangkan tahap 2 dan 4 dilakukan
secara konvensional dengan tatap muka.
b. Menetapkan mata kulia pilihan di jurusan. Pembelajaran dengan tatap muka
dilakukan secara rutin tiap minggu pada tujuh minggu pertama. Setelah itu, tatap
muka dilakukan setiap 2 atau 3 minggu sekali.

6. Model Pembelajaran Inkuiri


Menurut Trianto (2010) Inkuiri merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran
berbasis kontekstual.Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan
hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Sedangkan
menurut Hanafiah (2010), inkuiri adalah suatu rangkaian kegiatan pembelajaran yang
melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan peserta didik untuk mencari dan menyelidiki
secara sistematis, kritis, dan logis sehingga mereka dapat menemukan sendiri pengetahuan,
sikap dan keterampilan sebagai wujud adanya perubahan prilaku. Sehingga pembelajaran
inkuiri merupakan kegiatan pembelajaran yang melibatkan secara maksimal seluruh
kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki sesuatu (benda, manusia atau pristiwa)
secara sistematis, kritis, logis, analitis sehingga mereka dapat merumuskan penemuannya
dengan penuh percaya diri.
Berdasarkan pendapat di atas, dipilihnya metode inkuiri terbimbing, karena guru
berperan dalam menentukan permasalahan dan tahap-tahap pemecahannya, dan siswa

16
menyelesaikan masalah secara diskusi kelompok dan menarik kesimpulan secara mandiri.
Sehingga inkuiri terbimbing dapat diartikan sebagai salah satu model pembelajaran berbasis
inkuiri/penemuan yang menyajikan masalah dan penyelesaian dari masalah ditentukan guru.

Pembelajaran inkuiri terjadi apabila para pembelajar diminta untuk mendapatkan


sesuatu.Seorang guru lebih memilih mengajukan pertanyaan tentang sesuatu daripada
menyebutkannya. Menurut Cruickshank, dkk, setidaknya ada 3 maksud guru menggunakan
inkuiri adalah: Pertama, mengharapkan pembelajar mengetahui bagaimana berpikir dan
mendapatkan sesuatu untuk mereka. Sebaliknya mereka tidak diharapkan menjadi kurang
dependen atau mandiri dalam menerima penngetahuan dari para guru dan kesimpulan yang
diperoleh orang lain. Kedua, mengharapkan pembelajar mengenali bagaimana pengetahuan
diperoleh.Hal ini berarti para guru mengharapkan para siswa belajar melalui mengumpulkan
(collecting), mengorganisasi (organizing), dan menganalisa informasi (analyzing information)
untuk sampai kepada kesimpulan sendiri. Ketiga, para guru menginginkan siswa menggunakan
kemampuan tertinggi dalam berpikir (highest-order thinking skill) yakni kemampuan
menganalisa (analyze), mensintesis (synthesize) dan menilai (evaluate).
Peranan Pendekatan dan Model Pembelajaran
viii
Dalam kurikulum 2006 lebih menitik beratkan pada asfek kognitif, sedangkan
dalam kurikulum 2013 mulai menekankan pada pengembangan karakter, serta memuat
5 model pembelajaran sebagai model inti. Kelima model pembelajaran tersebut
berorientasi agar siswa dapat mengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam
proses pembelajaran yang bersifat aktif dan kreatif, serta siswa dapat mengembangkan
kemampuan kritis dan terampil dalam berkomunikasi. Kelima model pembelajaran
tersebut adalah : Model pembelajaran saintifik, Model pembelajaran Integratif
Berdiferensiasi, Model Pembelajaran Multi sensori, dan Model Pembelajaran Kooperatif.
Pada model pembelajaran Saintifik siswa diarahkan beraktivitas seperti ahli sain. Hal ini
berarti siswa melakukan aktivitas selayaknya mengikuti langkah-langkah metode ilmiah,
yakni: merumuskan masalah, mengemukakan hipotesis, mengumpulkan data.

Implementasi pembelajaran matematika pada Kurikulum 2013 lebih menekankan


pada metode ilmiah (scientific method). Melalui metode ilmiah, konsep pengetahuan
siswa terkonstruksi berdasarkan fakta ilmiah yang diawali dengan melakukan
pengamatan. Marsigit (2015) mengatakan fakta atau fenomena merupakan objek
keilmuan yang digunakan untuk membangun(ilmu) pengetahuan dengan pendekatan saintifik
yang melibatkan unsur logika dan pengalaman. Segala macam kira-kira, khayalan,
legenda, atau dongeng dapat berfungsi untuk memperkuat landasan pikiran dan pengalaman.
Murtianto (2014: 78) menjelaskan bahwa pembelajaran matematika dalam Kurikulum
2013 juga diharapkan mampu mengakomodasi potensi siswa dalam meningkatkan proses
berpikir taraf tinggi (higher order thinking), namun kenyataan di sekolah memperlihatkan
bahwa guru-guru matematika masih mengalami berbagai kendala dalam
mengimplementasikan Kurikulum 2013, apalagi untuk memfasilitasi siswa dalam
meningkatkan proses berpikir taraf tinggi.

17
Pendekatan saintifik dapat menjadikan siswa lebih aktif dalam mengkonstruksi
pengetahuan dan keterampilannya, juga dapat mendorong siswa untuk melakukan
penyelidikan guna menemukan fakta-fakta dari suatu fenomena atau kejadian. Dalam
pendekatan saintifik, proses pembelajaran dimulai dengan mengamati suatu fenomena atau
kejadian sebagai sumber belajar, selanjutnya menanya,mengumpulkan informasi,
mengasosiasi, dan mengkomunikasikan (Efriana, 2014: 170-181).
Salah satunya faktor yang menyebabkan rendahnya literasi matematika siswa
adalah proses pembelajaran masih terpusat pada guru (teacher centered learning) dengan kata
lain guru merupakan sosok pembawa pesan. Berbagai faktor yang ada seharusnya
guru matematika harus bekerja lebih dari sebelumnya untuk menggabungkan upaya
reformasi untuk menyediakan pendidikan matematika bermakna bagi semua siswa
yang berhubungan dengan isu-isu dunia nyata (Reilly, 2014: 62).
Proses pembelajaran tidak akan efektif dan menarik apabila guru hanya bercerita
(ceramah) tentang hal-hal yang terjadi. Untuk itulah diperlukan suatu media yang
dapat dimanipulasi, dapat dilihat, dapat didengar dan dapat dibaca oleh siswa
(Ismawanto, 2014: 528). Era teknologi dan informasi yang semakin pesat akan membuat
terkikisnya nilai budaya bangsa. Matematika juga membantu dalam pemeliharaan dan
penerusan tradisi budaya. Budaya yang berkaitan dengan konsep-konsep matematika
biasa disebut etnomatematika, dimana unsur-unsur budaya tempat tinggal siswa dapat
digunakan sebagai sumber belajar siswa dengan harapan pembelajaran akan lebih
bermakna bagi siswa (Abdullah, 2015: 286). Etnomatematika mengintegrasikan praktik
matematika secara historis dikembangkan dibudaya yang berbeda dan mengusulkan
pendekatan multikultural pendidikan (Massarwe, 2010: 1).

Pembelajaran matematika berbasis budaya (etnomatematika) merupakan salah


satu cara yang dipersepsikan dapat menjadikan pembelajaran matematika lebih bermakna dan
kontekstual yang berkaitan erat dengan komunitas budaya. Selain itu, pembelajaran
matematika berbasis budaya akan menjadi alternatif pembelajaran yang menarik,
menyenangkan, dan inovatif karena memungkinkan terjadinya pemaknaan secara kontekstual
berdasarkan pada pengalaman siswa sebagai anggota suatu masyarakat budaya
sehingga diharapkan dapat turut serta mendukung gerakan literasi. Beberapa keunggulan
model pembelajaran berbasis etnomatematika dibandingkan dengan model pembelajaran
konvensional adalah:
a. Menjadi media yang mudah dimengerti dalam penyampaian konsep-konsep
matematika;
b. Matematika menjadi lebih realistik sehingga mudah diterima oleh siswa;
c. Model pembelajaran berbasis etnomatematika (melalui observasi) menjadikan
motivasi siswa belajar matematika meningkat;
d. Kemampuan siswadalam berkolaborasi meningkat;
e. Mendorong siswa mempraktikkan keterampilan berkomunikasi dan bernalar;
f. Memberikan pengalaman kepada siswa dalam mengorganisasikan proyek
mengalokasikan waktu, dan mengelola sumber daya seperti peralatan dan bahan
untuk menyelesaikan tugas;

18
g. Melibatkan siswa untuk belajar mengumpulkan informasi dan menerapkan sekaligus
memperkenalkan kebudayaan kepada siswa;
h. Membuat suasana belajar menjadi menyenangkan dan siswa menjadi aktif,sehingga
siswa maupun guru menikmati proses pembelajaran.

Melalui model pembelajaran berbasis etnomatematika yang diberikan, siswa


menjadi lebih tertarik untuk berdiskusi dan mengerjakan proyek yang diberikan, karena
konsep-konsep matematika yang dijadikan proyek sangat dekat dengan kehidupan mereka
bahkan setiap hari mereka jumpai. Model pembelajaran model pembelajaran berbasis
etnomatematika semakin memiliki keunggulan dibandigkan dengan model
pembelajarankonvensional ketika dipadukan dengan etnomatematika. Kolaborasi antara
model pembelajaran dengan unsur budaya Bali melalui etnomatematika membuat siswa
semakin tertarik mempelajari matematika.

Simpulan
Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita
terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses
yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan
melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Model pembelajaran
merupakan kerangka konseptual yang berfungsi sebagai pedoman dalam proses pelaksanaan
pembelajaran. Ini dibangun secara sistematis untuk memenuhi tujuan pembelajaran yang
berkaitan dengan sintaksis, sistem sosial, prinsip reaksi, dan sistem pendukung (Joice & Wells).
Sedangkan menurut Arends dalam (Trianto, 2015), mengatakan bahwa "model pembelajaran
adalah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merancang pembelajaran di kelas." Selain
itu, model pembelajaran merupakan kerangka kerja yang memberikan penjelasan secara
sistematis tentang bagaimana pembelajaran harus dilakukan guna membantu siswa dalam
belajar ke arah tujuan tertentu yang harus dicapai. Sintaks dan tahapannya akan diterapkan
dalam model pembelajaran tersebut (Parta, 2017).
Para ahli menyusun model pembelajaran berdasarkan prinsip– prinsip pembelajaran,
teori–teori psikologi, sosiologis, analisis sistem, atau teori–teori lain yang mendukung (Joyce&
Weil: 1980). Model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya guru dapat memilih
model yang sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan pembelajarannya.
Terdapat beberapa pertimbangan dalam menentukan dan memilih model pembelajaran
yang akan digunakan dalam kegiatan pembelajaran, yaitu:

1. Pertimbangan terhadap tujuan yang hendak dicapai


2. Pertimbangan yang berhubungan dengan bahan atau materi pembelajaran
3. Pertimbangan dari sudut peserta didik atau siswa
4. Pertimbangan lainnya yang bersifat nonteknis

Pembelajaran matematika berbasis budaya (etnomatematika) merupakan salah


satu cara yang dipersepsikan dapat menjadikan pembelajaran matematika lebih bermakna dan
kontekstual yang berkaitan erat dengan komunitas budaya. Selain itu, pembelajaran
matematika berbasis budaya akan menjadi alternatif pembelajaran yang menarik,

19
menyenangkan, dan inovatif karena memungkinkan terjadinya pemaknaan secara kontekstual
berdasarkan pada pengalaman siswa sebagai anggota suatu masyarakat budaya
sehingga diharapkan dapat turut serta mendukung gerakan literasi.

Keunggulan model pembelajaran berbasis etnomatematika dibandingkan dengan


model pembelajaran konvensional adalah:
1. Menjadi media yang mudah dimengerti dalam penyampaian konsep-konsep
matematika;
2. Matematika menjadi lebih realistik sehingga mudah diterima oleh siswa;
3. Model pembelajaran berbasis etnomatematika (melalui observasi) menjadikan
motivasi siswa belajar matematika meningkat;
4. Kemampuan siswadalam berkolaborasi meningkat;
5. Mendorong siswa mempraktikkan keterampilan berkomunikasi dan bernalar;
6. Memberikan pengalaman kepada siswa dalam mengorganisasikan proyek
mengalokasikan waktu, dan mengelola sumber daya seperti peralatan dan bahan
untuk menyelesaikan tugas;
7. Melibatkan siswa untuk belajar mengumpulkan informasi dan menerapkan sekaligus
memperkenalkan kebudayaan kepada siswa;
8. Membuat suasana belajar menjadi menyenangkan dan siswa menjadi aktif,sehingga
siswa maupun guru menikmati proses pembelajaran.

20
DAFTAR PUSTAKA

i
Nurdyansyah, Nurdyansyah and Fahyuni, Eni Fariyatul (2016). Inovasi Model Pembelajaran Sesuai
Kurikulum 2013. Nizamia Learning Center.
ii
Yoni Sunaryo, Ai Tusi Fatimah (2018). Implementasi pendekatan kontekstual pada model pembelajaran
scaffolding. vol. 4 no. 2, pp. 87–96.
iii
Haerullah, Ade Hi and Hasan, Said (2017) MODEL & PENDEKATAN PEMBELAJARAN INOVATIf (Teori
dan Aplikasi). In: MODEL & PENDEKATAN PEMBELAJARAN INOVATIf (Teori dan Aplikasi). CV LINTAS
NALAR, pp. 1-396.
iv
Kurniawan, Andri dkk. 2022. Model Pembelajaran Inovatif II.
v
Nurdyansyah, Nurdyansyah and Fahyuni, Eni Fariyatul (2016). Inovasi Model Pembelajaran Sesuai
Kurikulum 2013. Nizamia Learning Center.
vi
Haerullah, Ade Hi and Hasan, Said (2017) MODEL & PENDEKATAN PEMBELAJARAN INOVATIf (Teori
dan Aplikasi). In: MODEL & PENDEKATAN PEMBELAJARAN INOVATIf (Teori dan Aplikasi). CV LINTAS
NALAR, pp. 9-97.
vii
Nurdyansyah, Nurdyansyah and Fahyuni, Eni Fariyatul (2016). Inovasi Model Pembelajaran Sesuai
Kurikulum 2013. Nizamia Learning Center.
viii
Made Surat, I. 2018. Peranan Model Pembelajaran Berbasis Etnomatematika sebagai Inovasi Pembelajaran
dalam Meningkatkan Literasi Matematika. Volume VII No.2, h. 143-154.

21

Anda mungkin juga menyukai