Anda di halaman 1dari 67

Batang kayu yang baik adalah yang keras.

Jika ada
bagian yang menjadi lapuk dan rapuh maka dikatakan
kayu itu cacat. Demikianlah tiap-tiap komoditas
mempunyai sifat-sifat yang diharapkan, yaitu sifat-sifat
ideal yang melekat pada mutu yang baik,yang jauh
menyimpang menjadi cacat.

C. BATAS CACAT
Untuk dapat memisahkan antara produk yang
cacat,dengan yang normal perlu ditetapkan garis batas
cacat. Dengan adanya garis batas cacat maka mudah
menetapkan cacat produk. Yang kondisinya di luar garis
batas disebut cacat dan di dalam garis batas disebut
normal.
Posisi garis batas cacat terhadap produk normal, ideal dan
cacat dapat dilukiskan seperti pada gambar 10.
Dari skema pada gambar 10 terlihat bahwa letak garis
batas cacat adalah arbitrer, dapat digeser ke atas atau ke
bawah tergantung norma-norma mutu yang dianut. Jika
kita menginginkan hanya produk yang mulus yang
mendekati tipe ideal, garis batas dinaikan dengan
konsekuensi volume produk yang beredar rendah.
Sebaliknya jika toleransi kita terhadap cacat diperbesar
garis batas dapat diturunkan. Dengan demikian volume
produk di sasaran menjadi naik tetapi mutu produk secara
keseluruhan menjadi turun karena persentase cacat
meningkat.
Tipe ideal mempunyai posisi paling tinggi (Gambar 10).
Makin jauh ke bawah makin besar menyimpangan dari
tipe ideal. Garis batas bawah membatasi antara daerah
cacat dan daerah normal. Daerah jauh di bawah garis
batas cacat menunjukkan cacatnya sangat parah.
Skema batas cacat pada Gambar 10 mirip dengan skema
batas mutu. Perbedaanya terletak pada kenyataan bahwa
dalam hal cacat dikenal tipe ideal, sedangkan dalam hal
mutu yang ada ialah mutu tertinggi. Pada beberapa
komuditas kemiripan itu memang menyeluruh sedangkan
pada komoditas lain tidak. Daerah antara batas cacat dan
tipe ideal adalah daerah normal. Dalam daerah ini pada
beberapa komoditas tertentu, tingkat penyimpangan dari
tipe ideal misalnya pada kopi memang dikaitkan dengan
kelas-kelas mutu. Tetapi pada komoditas lain spektrum
daerah normal tidak dikaitkan dengan kelas
mutu.misalnya pada bentuk telur (Gambar 9) antara
bentuk bulat telur dan bentuk lonjong normal tidak
mempengaruhi kelas mutunya.
Cacat pada komoditas menyangkut macam-macam
kriteria mutu. Di samping bentuk dari ukuran, tercakup
pula cacat dari sifat-sifat mutu seperti warna, benda asing,
dan lain-lain. Untuk masing-masing mutu itu dapat
ditetapkan batas cacatnya.

GAMBAR

C. PENYEBAB CACAT
Cacat dapat dialami pada produk segar ataupun produk
olahan. Cacat produk segar dapat terjadi sebelum panen,
pada waktu panen dan setelah panen selama penanganan
segar. Beberapa contoh cacat produk segar disebabkan
oleh hama (Gambar 11 , 12). Pada produk olahan, cacat
dapat terjadi selama proses pengolahan (salah proses),
selama penanganan produk olahan, tetapi dapat juga
berasal dari bahan mentagnya.
1. Macam-Macam Penyebab Cacat
Penyebab cacat agak berbeda antara produk segar dan
produk olahan. Cacat produk segar dapat disebabkan
oleh banyak factor yaitu(1) genetik (2) fisiologik (3)
hama (4) patologik (5)mekanik dan (6) benda asing.
Cacat produk olahan berkaitan langsung dengan cara
pengolahan dan penanganan produk selanjutnya.

Cacat dapat terjadi karena bawaan atau karena jadian.


Cacat bawaan terjadi sebelum produk dipanen dan
dapat terjadi secara genotip atau secara fenotip. Cacat
genotif disebut juga cacat genetik . cacat fenotif
terjadi sebelum panen dan disebabkan oleh pengaruh
bukan genetik, melainkan pengaruh dari luar seperti
factor lokasi tumbuh, iklim, cara budi

Gambar 12. Batang Tebu Cacat Dimakan Hama.

2. Cacat genetik
Cacat genetik berasal dari bibit yang digunakan.
Untuk mencegahnya dengan pemilihan bibit unggul
yang telah diketahui produknya. Karena factor
genotip dapat menyebabkan cacat pada produk maka
cacat demikian hanya dapat dikurangi atau
dihilangkan dengan pemulian (breeding). Cacat
genotif dapat pula terjadi karena adanya pencemaran
“darah” atau pencemaran varietas.

Pencemaran “darah”terjadi dari perkawinan atau


pembuahan antara tanaman atau hewan jenis unggul
dengan tanaman atau hewan yang mengandung
genetik pembawa cacat. Turunan dari perkawinan
atau pembuahan demikian akan menghasilkan
turunan cacat. Hal ini penting terutama pada biji-
bijian dan ternak potong.

Pencampuran varietas terjadi jika bibit yang ditanam


tercampur dengan bibit varietas lain. Misalnya benih
kedele varietas unggul berukuran besar tercampur
benih kedele yang menghasilkan biji kecil.jika benih
itu ditanam, kontaminan biji kedele kecil akan
tumbuh diantara kedele unggul.hasil panen dari
tanaman demikian akan berupa kedele unggul
berukuran besar yang dicemari biji-biji kedele kecil
yang disebabkan tercampurnya benih oleh benih
penghasil cacat.
3. Cacat Fisiologik
Cacat fisiologik mencakup banyak aspek, yaitu akibat
iklim, kondisi tanah, budidaya, panen terlalu muda
atau kelewat tua. Keadan ini semua dapat
menghasilkan cacat pada hasil panennya. Butir hijau
pada gabah atau beras dapat disebabkan panen yang
terlalu muda. Butir telur ayam berkulit lembek adalah
cacat akibat pakan ternaknya kekurangan mineral,
terutama Ca. telur ayam tanpa kuning telur atau
berkuning telur ganda juga merupakan cacat telur
akibat fisiologik induk ayamnya. Pada komuditas
bunga, misalnya warna yang indah dapat
menyimpang akibat gangguan fisiologik sebelum
atau selama pembuangaan
4. Cacat Hama
Cacat hama merupakan cacat yang berasal dari
serangan langsung atau tidak langsung dari serangan
serangga. Serangga menyerang hasil pertanian
dengan gigitan, sengatan atau goresan oleh bagian
badannya, misalnya cakar. Serangan langsung dapat
terjadi di lapangan pada produk yang mendekati saat
panen (Gambar 11.12). serangan hama dapat terjadi
selama penanganan pasca panen, misalnya biji-bijian
oleh hama gudang selama penyimpanan.
Cacat hama sering dialami pada produk kering pada
penyimpanan seperti biji-bijian, gaplek, kayu, kulit
mentah. Cacat hama ini penyebabnya adalah hama
gudang dan dapat terjadi dengan atau tanpa adanya
hama tersebut.
Hama yang biasa merusak produk kering dalam
gudang ialah serangga dan tikus. Dari bentuk dan
kondisi cacatya dapat diketahui jenis hama
perusaknya. Kerusakan atau cacat hama serangga
biasanya disertai adanya investasi serangga yang
terlihat.
Kadang-kadang serangganya tidak terlihat atau sudah
mati, namun meninggalkan cacat komuditas yang
tidak terhapus misalnya lubang, adanya bubuk halus,
potongan badan serangga. Demikian pula hama tikus
meninggalkan produk dengan cacat bentung akibat
gigitan tikus dan adanya benda-benda asing berasal
dari badan tikus seperti bulu, dan kotoran tikus.
5. Cacat Patologik
Cacat patologik umumnya terjadi pada
produk/komuditas segar hasil pertanian dan
mengakibatkan dua bentuk cacat yang menonjol
yaitu(1)Bentuk deformasi atau cacat bentuk (2) dan
bentuk kerusakan/cacat di dalam yang tidak terlihat
dari luar. Penyebabnya pada umumnya oleh penyakit
yang berasal dari mikroba atau hama. Zat kimia juga
menjadi penyebabnya. Cacat bentuk atau deformasi
pada buah-buahan atau umbi-umbian dapat terjadi
akibat serangan penyakit ringan pada waktu masih
muda. Penyembuhan yang terjadi tidak sempurna dan
meninggalkan cacat bentuk (deformasi), atau cacat
warna.
Buah-buahan yang waktu mudanya diserang hama
serangga setelah buah membesar akan meninggalkan
cacat pada tenunan didalam atau pada kulitnya. Hal
ini sering dialami pada buah jambu biji jenis
Bangkok,belimbing wuluh, mentimun dan buah
mangga.
Larva serangga biasanya juga menjadi penyebab
cacat patolotikpada buah-buahan atau sayuran
misalnya jambu, nangka, sayur kacang panjang kubis.
Cacat patologik dapat pula terjadi akibat pengaruh
kekurangan hara, bencana alam, zat kimia
kontaminan, dan parasite.

6. Cacat Mekanik
Cacat mekanik dapat terjadi pada produk segar
setelah panen atau produk olahan. Penyebabnya gaya
mekanik yang mengakibatkan luka-luka memar,
tusukan , goresan atau irisan. Luka-luka mekanik
yang terjadi pada hasil pertanian waktu masih muda
(misalnya buah muda) dan jika terjadi penyembuhan
akan meninggalkan cacat patologik yaitu cacat
bentuk atau cacat warna. Cacat mekanik dapat pula
meninggalkan bekas berbentuk retak, lubang sayatan,
terkelupas atau goresan. Cacat goresan mekanik pada
beberapa jenis produk biarpun ringan dapat sangat
menurunkan mutu, misalnya buah belimbing, jeruk,
kulit hewan.
Cacat mekanik pada produk segar dapat berlangsung
sebelum, selama atau sesudah panen. Cacat mekanik
sebelum panen biasanya dilanjutkan dengan proses
fisiologik penyembuhan yang tidak sempurna,
menjadi cacat fisiologik. Selama pemanenan dapat
pula terjadi kerusakan atau cacat mekanik dari alat-
alat pemanenan atau cara panen yang kasar. Cacat
mekanik sesudh panen dapat terjadi akibat
penanganan kasar, selama transportasi, bongkar
muat, dan penanganan lainnya.
Cacat mekanik dapat berdiri sendiri atau diikuti oleh
factor lain yang menyebabkan kerusakan sekunder.
Cacat mekanik biasanya segera diikuti oleh
kerusakan mikrobiologik. jika pengaruh
mikrobiologik kuat maka produk pangan menjadi
busuk atau rusak, jika pengruh itu ringan saja maka
dapat meninggalkan cacat.
Cacat mekanik pada produk olahan biasanya terjadi
karena penanganan yang kasar setelah produksi.
Namun dapat juga terjadi selama proses pengolahan
berlangsung.

7. Cacat Akibat Adanya Benda Asing


Cacat akibat benda asing lebih sering terdapat pada
produk ukuran kecil dan produk cair, misalnya biji-
bijian, susu, latex. Benda asing kadang-kadang disbut
kotoran atau pencemar (kontaminan). Benda-benda
asing berasal dari benda-benda yang berasal dari
sekitar produk, misalnya potongan daun, ranting,
kulit, biji lain, batu, tanah, badan insek.

Ikut sertanya benda asing pada produk pertanian


sering terjadi. Adanya benda asing biasanya sebagai
kontaminan, tetapi ada beberapa komoditas yang oleh
pedagang secara sengaja ditambahkan benda asing
dengan maksud menambah berat atau volume. Hal
terakhir ini disebut pemalsuan.

Adanya benda asing sangat menurunkan mutu,


karenanya pada pengawasan mutu benda-benda asing
ini merupakan kriteria mutu yang sangat penting,
contohnya pada komoditas kopi ose/biji, kedele,
beras.
8. Cacat Produk Olahan
Pada produk olahan cacat terjadi pengolahan yang
kurang sempurna, kontaminasi dan cacat mekanik
akibat gaya mekanik selama proses. Cacat mekanik
selama proses banyak dialami selama proses
pengupasan biji atau pengolahan lainnya, misalnya
cacat biji patah pada produk biji-bijian. Cacat produk
olahan dapat disebabkan oleh bahan asal/mentah
yang salah. Mengingat hal ini maka bahan mentah
perlu disortasi secara cermat.

Cacat produk olahan dapat ditekan jumlahnya dengan


perlakuan tambahan, penyetelan kembali peralatan,
kemudian juga dengan sortasi. Jika cacat itu akibat
kurang sempurnanya pengolahan, cacat beberapa
produk olahan masih dapat diselamatkan dengan
mengolahan kembali atau di daur ulang, misalnya
sejenis kerupuk murah. Namun cara-cara itu tidak
selamanya dapat dilakukan.

Pada industry modern cacat produk diperkecil atau


dicegah dengan system pengendalian proses. Dengan
cara pengendalian proses di samping untuk
menghilangkan atau menekan cacat sekaligus juga
digunakan untuk menghasilkan produk utuh yang
konsisten mutunya.

Kemudian produk olahan yang telah bebas cacat


perlu dilindungi agar tidak menjadi cacat lebih lanjut
dengan kemasan yang tahan benturan. Produk olahan
yang dikemas dapat pula mengalami cacat bukan
pada isinta tetapi pada kemasannya. Hal ini disebut
cacat kemasan.

E. EVALUASI CACAT KOMODITAS

Evaluasi cacat digunakan baik pada proses sortasi


atau pengkelasan mutu maupun pada proses analisa
mutu. Dalam praktek evaluasi cacat bersamaan
dengan evaluasi benda asing, namun dapat juga
terpisah.
1. Cacat dalam Kegiatan Sortasi
Cacat pada umumnya cukup dikenali secara visual.
Sejalan dengan itu banyak pekerjaan sortasi untuk
membuat cacat dilakukan secara manual
berdasarkan pengamatan visual.

Pada industry-industri yang besar yang menangani


komoditas dalam jumlah sangat besar, sortasi
dengan menggunakan tenaga manual dianggap
kurang cepat dan mungkin biaya malah menjadi
mahal. Untuk mempercepat pekerjaan sortasi
membebaskan cacat dapat digunakan mesin
otomatik selama proses berlangsung.alat-alat/
mesin sortasi demikian sebenarnya kurang cermat
dan hanya mampu memisahkan jenis cacat tertentu
saja.

Untuk memisahkan cacat dari yang normal


diperlukan biaya sortasi. Makin bersih produk dari
cacat, makin tinggi biayanya. Karena itu tidak
semua jenis komoditas harus bebas dari cacat,
beberapa jenis komoditas mempunyai toleransi
cacat sampai tingkat tertentu.

2. Analisa Cacat
Pengmatan atau penilaian cacat dapat dilakukan
pada pekerjaan sortasi, pada analis mutu dan pada
uji mutu. Pada pekerjaan sortasi produk cacat
dipisahkan dari yang normal dan dilakukan
terhadap seluruh populasi produk, sehingga
diperoleh populasi komoditas yang bebas cacat.

Pada analisa dan uji mutu pekerjaan analisa mutu


hanya dilakukan terhadap sejumlah contoh. Dari
sejumlah contoh itu tiap jenis cacat yang menjadi
perhatian dipisahkan dari yang normal kemudian
ditentukan jumlahnya dan besarnya dinyatakan
dalam persen.

Dalam pelaksanaannya penilain/analisa cacat


dilakukan secara manual atau secara instrumental.
Berbagai cacat seperti bentuk dan ukuran dapat
dengan mudah dipisahkan dengan instrument,
namun beberapa jenis cacat seperti warna dan
penampakan lebih muda dikenalo dan ditentukan
secara visual oleh orang-orang yang telah terlatih.
Orang-orang yang melakukan analisa/penilaian
cacat biasanya adalah eknisi mutu yang pada
pekerjaan sortasi disebut grader, pada
inspeksi/pemeriksaan mutu disebut penguji
mutu(quality inspector), dan pada pengendalian
mutu perusahaan disebut penganalisa/penilaian
mutu (quality analisty).

Analisis cacat dapat pula dilakukan pada produk


olahan selama proses berlangsung menggunakan
instrument mekanik dan disebut in line inspection.

3. Peralatan Pembantu
Dalam menjalankan evaluasi terhadap cacat dapat
dipergunakan alat-alat pembantu. Alat-alat ini
hanya bersifat membantu mempercepat atau
mempermudah pemeriksaan dan tidak
menggantikan petugas penilai. Karenanya peralatan
itu tidak mengurangi persyaratan keterampilan dan
kemampuan petugas penilai dalam melakukan
penilai cacat. Alat membantu ini bertujuan dalam
melakukan penilaian cacat. Alat pembantu ini
bertujuan hanya untuk lebih mempercepat evaluasi
atau untuk mengurangi kesalahan subyektif
(subjective error).
Alat pembantu ini dapat berbentuk :
(1) Gambar rujukan atau gambarpembanding,
misalnya gambar cacat kopi.
(2) Alat pembantu melihat : lop, mikroskop,
terutama, misalnya untuk melihat obyek
ukuran kecil.
(3) Alat penyiap cuplikan untuk mempercepat
pengamatan, misalnya alat penyinaran di
bawah alas penebar cuplikan untuk diperiksa.
(4) Alat pembantu untuk menghitung jumlah
cacat, misalnya alat counter.
(5) Alat pemisah cacat, misalnya pinset.

Peralatan ini biasanya tersedia dalam


laboratorium uji mutu dan menjadi piranti
penting dalam pemeriksaan cacat.

4. Kartu Mutu
Dalam analisa mutu tiap-tiap kriteria dan
spesifikasi mutu dicatat dalam kartu mutu. Dalam
kartu mutu untuk beberapa komoditas kadang-
kadang disertakan pula hasil analisa cacat atau nilai
cacat.

Dalam kartu mutu data cacat dicatat disamping,


jenis cacat juga jumlahnya. Hal ini penting karena
nilai cacat didasarkan pada jenis dan jumlah cacat,
dan masing-masing jenis cacat mempunyai bobot
nilai sendiri. Contoh kartu mutu disajikan pada
gambar 13, untuk menilai mutu kopi biji.

F. APLIKASI SISTEM NILAI CACAT PADA


STANDARISASI MUTU

Di depan sudah dibahas arti cacat bagi pengawasan


mutu. Juga telah disebutkan bahwa pemerintah
Indonesia telah mengeluarkan surat keputusan
khusus tentang standarisasi mutu kopi berdasarkan
nilai cacat.

Dalam Surat Keputusan Departemen Perdagangan


tahum 1984 itu pengkelasan mutu (grading) kopi
biji hanya didasarkan pada nilai cacat. Tiap-tiap
jenis cacat dan jumlahnya diberi nilai cacat. Jumlah
keseluruhan nilai cacat itulah kemudian
menentukan kelas/tingkat mutu (grade) kopi biji.
Makin tinggi nilai cacat maka makin rendah kelas
mutunya. Table 3 memperlihatkan kelas mutu kopi
dengan nilai cacatnya.

Table 3. klasifikasi Mutu Kopi Ose untuk Ekspor


Berdasarkan Sistem Nilai

GAMBAR

1. Prinsip Dasar Nilai Cacat


Nilai cacat pada komoditas kopi biji adalah suatu
system penilaian yang dikembangkan dalam
standarisasi mutu. System penilaian mutu kopi
ini menggunakan konsep mutu ideal atau idola
sebagai titk tolak penilaian. Adanya
penyimpangan dari mutu idola dinilai cacat.
Besarnya nilai cacat menggambarkan besarnya
penurunan mutu. Besarnya penurunan mutu
dinyatakan sebagai nilai cacat.
System penilaian cacat ini baru diterapkan pada
standarisasi mutu kopi biji, namun system ini
dapat pula dikembangkan dan diterapkan pada
beberapa jenis komoditas lain. Tentunya dengan
seperangkat kriteria dan spesifikasi cacat yang
sesuaikan dengan produk yang bersangkutan.

2. Penerapan Nilai Cacat pada Komoditas Kopi


Dengan system penilaian cacat seperti dalam
S.K. Departemen Perdagangan tahun 1984 itu
mutu ideal atau mutu idola adalah kopi biji yang
sama sekali tidak ada cacatnya atau nilai
cacatnya nol. Kopi dengan kelas mutu 1 nilai
catatnya sampai 11, artinya semua jenis
komoditas kopi dengan nilai cacat dari 0 sampai
dengan 11 termasuk kopi kelas mutu 1. dalam
praktek komoditas kopi dengan kelas mutu 1
jarang di peroleh komoditas kopi dengan nilai
cacat 0 hampit tidak pernah ada.

Dari S.K. tersebut batas cacat menjdikan kopi


masuk lewat mutu ialah nilai cacat 225. Artinya
komoditas kopi dengan nilai cacat lebih besar
dari 225 tidak dianggap bermutu atau lewat
mutu. Namun perlu diingat bahwa batas mutu
225 adalah batas mutu hanya untuk perdagangan
kopi ekspor. Ini berarti bahwa komoditas kopi
dengan nilai cacat lebih besar dari 225 tidak
boleh diekspor, tetapi tidak ada larangan untuk
menjual didalam negeri tau dioleh menjadi
bentuk kopi bubuk.

Di antara nilai cacat 0 sampai 225 dikenal ada 6


kelas mutu(tabel 3). Kisaran nilai cacat antara
kelas mutu yang satu dengan yang lain tidak
harus sama. Contohnya kelas mutu 2 mempunyai
kisaran nilai mutu dari 12 sampai 25 dengan
kisaran nilai 13 butir. Selanjutnya kopi kelas
mutu 5 mempunyai nilai cacat antara 81 sampai
105 dengan kisaran nilai 69 butir. Makin rendah
tingkat mutunya, makin lebar kisaran nilai
cacatnya.

3. Kriteria dan Spesifikasi Nilai Cacat Kopi Biji


Untuk menetapkan nilai cacat, masih diperlukan
pedoman penilaian seperti pada tabel 4. Pedoman
penilaian itu memuat definisi kriteria cacat dan
spesifikasi cacat serta nilai cacat yang
dilekatkannya. Besar-kecilnya nilai cacat untuk
tiap-tiap kriteria cacat didasarkan pada besar-
kecilnya pengaruh cacat itu terhadap mutu kopi
secara keselurahan. Dari tabel 4 terlihat bahwa
kriteria cacat yang paling tinggi nilai cacatnya
yaitu benda asing ukuran besar dengan nilai
cacat 5 setiap butir benda asing berukuran besar
per 300gr contohnya kopi biji kering. Nilai cacat
yang terendah ialah ada 4 kriteria /spesifikasi
yaitu biji berkulit ari, kulit tanduk ukuran kecil,
biji berlubang satu dan biji berbecak-becak,
masing-masing dengan nilai cacat 1 untuk setiap
10 butirnya dalam 300gr contoh kopi .

Disamping pedoman nilai cacat pada tabel 4,


untuk mempermudah pengamatan juga
disediakan gambar-gambar untuk masing-masing
jenis cacat, sehingga para analis mutu kopi
dengan mudah dapat melaksanakan analisanya.

G. CACAT KEMASAN

Produk yang telah melewati pemeriksaan mutu


dan dinyatakan bermutu sebelum dipasarkan
biasanya dikemas dalam suatu system kemasan.
Pengemasan di samping banyak tujuan lain
terutama bertujuan melindungi produk selama
penanganan selanjutnya. Untuk lebih memberi
perlindungan terhadap produk maka kemasan
dapat dilakukan menjadi kemasan satu tingkat
(primer) atau bertingkat ganda (sekunder, tertier,
dst).

Tabel 4. Kriteria dan spesifikasi penentuan nilai


cacat.

TABEL

a) Buah kopi kering belum terkelupas masih


lengkap denngan kulit buah dan kulit
kerasnya.
b)Kulit kopi kering, kulit buah dan kulit
kerasnya.
c) Untuk Robusta, proses basah.
d)Kulit keras langsung di luar biji kopi.
e) Untuk proses basah.
f) Ranting tanaman, tanah, batu.

Kemasan dapat mengalami rusak atau cacat


oleh berbagai sebab, dan kerusakan/cacat
kemasan dapat mengurangi atau
menghilangkan perlindungan terhadap produk
yang dikemas. Jadi cacat kemasan dapat
mengakibatkan kerusakan atau penurunan
mutu komuditas.

Dalam dunia industry, terutama industry


pangan, cacat kemasan sangan rawan dan
menjadi factor kritikal dalam pengawasan
mutu. Cacat kemasan harus mendapat
perhatian seksama dalam pengawasan mutu
pangan. Kawasan produk pangan yang cacat
perlu dicurigai terhadap keutuhan mutu isinya
dan terhadap keamanan ( safety) produk bagi
kesehatan konsumen.
1. Penyebab dan macam cacat kemasan
Cacat kemasan umumnya disebabkan oleh
gaya mekanik seperti jatuh, tekanan beban,
sayatan tajam, tusukan dan dorongan benda
tumpul atau factor fisik-kimia seperti terendam
air, kena sinar, panas tinggi, terkena zat kimia.
Semua itu dapat menyebabkan kerusakan
kemasan dan hasilnya menjadi cacat kemasan.
Manivestasi cacat pada kemasan berbeda
antara kemasan tunggal (kemasan primer) dan
kemasan ganda (sekunder, terkier, dst) dan
berbeda pula pada bahan kemasan yang
digunankan dalam bentuk kemasannya.
Pada kemasan primer dari gelas cacat kemasan
dapat berupa retak atau kerusakan tutup; pada
kemasan wadah plastic cacat kemasan dapat
berupa retak, lubang, sobek, rusak tutup. Pada
kemasan metal, misalnya kaleng, cacat
kemasan dapat berpa deformasi (Penyok),
cacat sambungan, kerusakan tuutp dan karatan.
Semua ini dapat menjadi penyebab kebocoran
isinya, yang berarti jika ada bocoran isi produk
perlu segera diperiksa cacat kemasannya
2. Pengaruh Cacat Kemasan
Kemasan yang cacat mengurangi kemampuan
melindungi produk di dalamnya. Cacat
kemasan mempunyai berbagai implikasi
terhadap kondisi dan mutu produk.

Pertama, kemasan yang cacat dapat


mengurangi/menurunkan daya tarik komoditas
bagi konsumen. Salah satu fungsi kemasan
adalah memberi daya tarik. Jika kemasannya
cacat, meskipun isinya masih utuh, daya tarik
komoditas akan menurun dan jika di pasarkan
harganya menurun.
Kedua, cacat kemasan dapat merusak atau
menghilangkan identitas produk/komoditas,
hal ini terjadi jika cacat itu merusak label yang
melekat pada kemasan atau merusak bentuk
kemasan hingga susah dikenali. Hal ini sangat
merugikan meskipun mungkin saja
produk/komoditas di dalamnya masih utuh.
Ketiga, kemasan yang cacat dapat mengurangi
kemampuan melindungi isinya. Jika kemasan
primer yang cacat/rusak maka pengaruhnya
langsung terhadap produk didalammya. Jika
kemasan sekunder atau tertier yang
cacat/rusak, mungkin produk dalam kemasan
primernya masih utuh, namun ancaman
terhadap kerusakan produk menjadi lebih
besar.
Keempat, cacat kemasan dapat mengakibatkan
kerusakan produk di dalamnya. Misalnya cacat
kemasan plastic atau karton dapat
menyebabkan air atau udara masuk ke produk
dan merusak. Kemasan yang cacat dapa pula
menyebabkan sinar masuk kedlam dan
merusak produk.
Kelima, cacat kemasan dapat menyebabkan
kontamisani produk. Misalnya cacat
sambungan kaleng atau tutup botol isi
makanan, dapat menyebabkan kontaminasi
yang merusak atau membahayakan isinya.
Keenam, cacat kemasan produk pangan dapat
menyebabkan keracunan. Zat beracun ini dapat
berasal dari luar yang mencemari produk atau
terbentuk dari dalam produk pangan oleh
pertumbuhan mikroba.

3. Pengamatan Cacat Kemasan


Cacat kemasan merupakan bagian penting
dalam transaksi/pengiriman barang dan
dalam pemeriksaan mutu produk/komoditas.
Dalam transaksi, pemeriksaan cacat
kemasan ditujukan untuk
penerimaan/penolakan kemasan, sedangkan
dalam pemeriksaan mutu ditujukan unutk
mnetapkan status mutu produk.

Pada pemeriksaan mutu produk, titik berat


pemeriksaan cacat kemasan ditujukan pada
kemasan primer, yang meliputi cacat
labeling, cacat wadah kemasan, cacat
penutupan kemasan dan cacat kebocoran.
Cacat labeling meliputi identitas kebenaran
pernyataan/deskripsi label, pemalsuan.
Cacat wadah yang penutupan kemasa
meliputi cacat bentuk dan kondisinya,
sedangkan cacat kebocoran melihat
ada/tidaknya kebocoran.

Soal
1. Apa arti cacat bagi mutu komoditas ?
2. Apakah pengertian produk normal dan
produk cacat ?
3. System apa yang digunakan untuk
menetapkan standar mutu kopi mentah di
Indonesia ?
4. Bagaimana klasifikasi dan penyebab cacat
dalam masalah mutu ?
5. Apa arti tipe ideal, batas cacat dan mutu
tertinggi ?
6. Terangkan prinsip standarisasi mutu kopi
mentah !

Daftar Pustaka

1. Oskari Atmawinata (1989). Uji


citarasa untuk menentukan mutu
kopi. Pusat Penelitian Perkembangan
Bogor.
2. PPMB (1989) . uji citarasa dan
Defect System dalam Pemetapan
mutu kopi. Departemen Perdagangan.
3. A.kramer dan B.A. Twigg (1979).
Fundamentals of Quality Control for
the food industry. the AVI publ. inc.,
Conn. USA.
4. Soewarno T.soekarto (1989). Uji
Organeleptik untuk Pengembangan
komoditas kopi. Ceramah latihan uji
citarasa kopi. 5-10 juni 1989 di
Surabaya.

VI. MUTU INDRAWI


A.MAKNA MUTU INDRAWI
PADA PRODUK PANGAN

Keistimewaan produk pangan yaitu bahwa produk pangan


mempunyai nilai mutu subjektif yang menonjol di
samping sifat mutu obyektif. Jika mutu obyektif dapat
diukur dengan instrument fisik maka sifat mutu subyektif
hanya dapat diukur dengan instrument manusia.
Sifat subjektif pangan lebih umum disebut organoleptic
atau sifat indrawi karena penilaiannya menggunakan
organ indra manusia, kadang-kadang juga disebutsifat
sensorik karena penilaiannya didasarkan pada rangsangan
sensorik pada organ indra. Dalam buku ini istilah indrawi
dan organoleptic adalah sinonim dan dipakai untuk
maksud yang sama.
1. Mutu Indrawi dan Makna Ujinya
Jadi sifat mutu indrawi pangan adalah sifat produk/
komuditas pangan yang hanya dikenali atau diukur
dengan proses pengintraan yaitu penglihatan dengan
mata, pembauan/penciuman dengan hidung, pencicipan
dengan rongga mulut, perabaan dengan ujung jari
tangan atau pendengaran dengan telinga. Cara menilai
sifat-sifat indrawi itu disebut uji/penilaian indrawi,
kadang-kadang ada yang menyebutnya uji/penilaian
subjektif. Uji indrawi/organoleptik pada produk pangan
kadang-kadang secara sempit disebut uji cita rasa. Hal
ini karena penilaian mutu pangan dengan pencicipan
cita rasanya sangat menonjol.
Uji indrawi sangat penting untuk produk pangan, lebih-
lebih untuk makanan special (spesialities), makanan
kenikmatan dan barang-barang kebutuhan intim manusi
yang melibatkan selera konsumen. Dalam bidang
pangan pengujian indrawi digunakan untuk berbagai
keperluan yaitu (1) untuk pemeriksaan mutu komoditas,
(2) untuk pengendalian proses selama pengolahan
berlangsung dan (3) sebagai metode
pengamatan/pengukuran sifat mutu dalam penelitian.
Mutu organoleptik mempunyai peranan dan makna
yang sangat besar dalam penilaian mutu produk pangan,
baik sebagai bahan pangan hasil pertanian, bahan
mentah industri maupun produk pangan olahan , lebih-
lebih sebagai makanan hidangan.
Meskipun dengan uji-uji fisik dan kimia serta uji gizi
dapat menunjukkan suatu produk pangan bermutu
tinggi, namun akan tidak ada artinya jika produk
pangan itu tidak dapat dimakan karena tidak enak atau
sifat-sifat organoleptik lainnya tidak membangkitkan
selera. Lebih-lebih jika rasanya tidak enak sama sekali,
maka mutu yang lain tidak ada artinya sama sekali. Jadi
bagi komoditas pangan pengujian organoleptik
merupakan suatu keharusan.

2. Makna Macam-macam Sifat Mutu Indrawi


Pengujian mutu organoleptic komoditas pangan
bukan hanya mengenai rasanya saja. Banyak sifat
produk lannya yang sangat penting. Dalam pengujian
mutu produk pangan yang menonjol ialah sifat-sifat
mutu organoleptic seperti bentuk, ukuran, warna,
tekstur, bau dan kemudian baru rasa.

Terutama terhadap produk pangan special, produk


pangan kenikmatan dan zat pemberi rasa, uji mutu
indrawi menjadi cara penilaian mutu yang paling
utama. Termasuk dalam produk pangan spesial atau
istimewa ialah keju istimewa, kecap istimewa,
anggur special, berasa special, tembakau spesial.
Termasuk dalam produk pangan kenikmatan ialah
kopi, the dan bir; sedangkan dalam zat pemberi rasa-
rasa termasuk vanili essence. Beberapa perusahaan
yang menghasilkan poduk pangan demikian
mengandalkan penilaian mutunya pada penilaian
organoleptik.

3. Makna Mutu Indrawi yang Lain


Pengujian organoleptik penting tidk hanya pada
komoditas pangan tetapi juga sangat penting untuk hal-hal
pertanian lainnya. Tidaklah berlebihan jika dikatakan
bahwa hamper semua komoditas sedikit banyak
penggunaan uji organoleptik dalam penilaian mutunya.
Disamping terhadap produk pangan uji mutu
organoleptic juga dilakukan pada banyak jenis komoditas
non pangan seperti produk kosmetika, wewangian
(fracrancy), produk mewah (luxuries). Sebenarnya
hamper semua komoditas yang menjadi kebutuhan orang
sehari-hari selalu dinilai mutu organoleptiknya. Ibu-ibu
rumah tangga dalam berbelanja sehari-hari hamper selalu
menerapkan penilaian mutu organoleptic terhadap barang-
barang yang akan dibelinya, terhadap komoditas keramik
untuk menilai mutu kehalusannya dengan meraba, dan
untuk menilai mutu bahan hasil pengolahannya dengan
memukul-mukulkan dengan jari. Demikian pula dalam
penilaian kealusan ukiran atau pahatan dilakukan
penilaian mutu secara organoleptik.
Meskipun rasa sangat menentukan dalam penerimaan
produ pangan, tetapi dalam praktek standarisasi mutu
tidak selalu menjadi kriteria mutu yang penting. Hal jni
karena beberapa sifat mutu organoleptic sudah melekat
pada factor-faktor mutu lainnya seperti jenis, varietas,
asal daerah, umur panen dan lain-lain. Dalam standarisasi
mutu sifat-sifat organoleptik akan berkaiatan erat dengan
sifat-sifat mutu fisik.
B.SIFAT MUTU ORGANOLEPTIK
Sifat mutu produk yang hanya dapat diukur atau dinilai
dengan uji atau penilaian organoleptik disebut sifat mutu
organoleptik. Sifat-sifat mutu ini banyak ditemukan pada
produk pangan, juga pada produk pertanian pada
umumnya seperti : pahit, manis, asam, empuk, renyah,
pulen halus, sepet, tengik, enak dan suka. Sifat-sifat ini
hanya dapat diukur atau dinilai secara langsung dengan
penilaian organoleptik. Adanya instrumen fisik yang
digunakan orang untuk mengukur sifat-sifat terebut
hanyalah pengukuran tidak langsung. Keandalan
instrumen ini tidak semata-mata ditentukan oleh adanya
korelasi yang tinggi antara data pengukuran dengan mutu
organoleptik yang bersangkutan. Jika korelasinya rendah,
bagaianapun canggih dan pekanya alat itu nilainya
sebagai alat ukur juga rendah.
1. Panelis dan Penguji Mutu
Jadi sifat mutu organoleptik hanya dapat diukur atau
dinilai dengan menggunakan manusia. Orang yang
bertindak sebagai instrumen dapat menilai sifat-sifat
organoleptik disebut panelis. Orang yang memeriksa
mutu organoleptik untuk transaksi komoditas disebut
pemeriksa atau penguji mutu.
Sifat organoleptik merupakan hasil reaksi
fisikopsikologik berupa tanggapan atau kesan pribadi
seorang paneis atau penguji mutu. Tanggapan atau kesan
itu dapat dirasakan dengan mudah oleh panelis, namun
kadang-kadang sifat organoleptik itu susah dipaparkan
atau dideskripsikan dalam kata-kata. Dalam hal ini
pengelola uji harus menyediakan sarana komunikasi
secara kreatif, disertai cara-cara komunikasi dengan
pembandingan, analogi, asosiasi, kemiripan dan lain-lain.
Contohnya untuk mengenalkan sift amis, diasosiasikan
dengan bau ikan, rasa sepet dengan salak, dan bau apek
dengan barang bekas.
Tabel 5. Klasifikasi Sifat-sifat Mutu Organoleptik

2. Jenis Mutu Organoleptik


Berdasarkan alat indra yang digunakan untuk memeriksa
sifat mutu organoleptik dapat digolongkan menjadi : Sifat
visual, sifat bau, sifat rasa, sifat audio, sifat textual. Tiap
golongan sifat ini terdiri dari banyak sifat-sifat rincinya
(Tabel.5)
Beberapa produk mempunyai sifat-sifat mutu
organoleptik yang khas. Misalnya komoditas Lombok
mempunyai sifat mutu organoleptik yang khas yaitu
pedas, mentimu renyah, saus tomat merah, krupuk
renyah. Aroma atau rasa khas juga sangat penting
beberapa komoditas. Beberapa jenis komoditas dengan
sifat-sifat khasnya disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Macam-macam komoditas dengan mutu
organoleptik spesifiknya.

C.HUBUGAN MUTU ORGANOLEPTIK DAN MUTU


FISIK
Secara umum penilaian atau uji organoleptik adalah cara
mengukur, menilai atau menguji mutu komoditas dengan
menggunakan kepekaan alat indra manusia yaitu
penglihatan dengan mata, penciuman dengan hidung,
pencicipan dengan rongga mulut, perabaan dengan ujung
jari, pendengaran dengan telinga. Uji organoleptik juga
disebut pengukuran subjektif karena mendasarkan pada
respon subjektif manusia sebagai alat ukur. Lawannya
adalah pengukuran objektif, yaitu pengukuran
menggunakan instrumen fisik, dari respon objektif, seperti
pH meter, tenderometer, refraktometer dan thermometer.
1. Kesepadanan Sifat Organoleptik dan Fisik
Berdasarkan sifat organoleptik mempunyai kesepadanan
dengan sifat fisik, misalnya rasa manis dengan kadar gula,
sifat kruh dengan % transmisi, warna merah dengan
panjang elektromagnetik daerah 700 nm. Bagi Negara-
negara industry pengujian mutu fisik banyak digunakan
sebagai pengganti atau penunjang uji organoleptik.
Sebaliknya bagi Negara yang belum maju industrinya uji
organoleptik lebih dominan.
Berdasarkan kaitannya dengan sifat organoleptik, sifat
mutu komoditas dapat dikelompokkan menjadi 3
golongan yaitu : (1) sifat mutu organoleptik semata, (2)
sifat mutu fisik organoleptik dan (3) sifat mutu fisik
semata ketiga golongan sifat mutu dapat dilakukan seperti
pada Gambar 13.
2. Sifat Mutu Fisik Semata
Sifat mutu fisik semata yaitu sifat fisik yang pengaruhnya
terhadap mutu tidak dapat dikaitkan secara langsung
dengan sifat mutu organoleptik. Contohnya yaitu berat
jenis (BJ) titik beku, titik gelatiminasi pada pati, bilangan
penyabunan pada lemak. Sifat-sifat ini terutama banyak
digunakan untuk pengendalian proses. Dalam standarisasi
mutu sifat-sifat mutu fisik semata tidak banyak
digunakan. Sifat-sifat mutu fisik semata dari suatu
komoditas jika dijadikan kriteria mutu pengukurannya
harus dilakukan secara objektif. Dengan demikian dalam
menyusun standarisasinya perlu disertakan pula peralatan
yang digunakan untuk mengukur kriteria mutu demikian.
Pembahasan lebih lanjut tentang sifat-sifat mutu fisik
dapat disajikan dalam bab ini.
3. SIfat Mutu Fisik Organoleptik
Sifat mutu fisik organoleptik yaitu sifat mutu yang
mempunyai kaitan erat antara fisik dan sifat organoleptik.
Dalam hal ini sifat mutu itu mengandung fenomena fisik
dan organoleptik. Sift mutu golongan ini banyak
digunakan sebagai krieria mutu dalam pengujian mutu
dan standarisasi mutu barang, lebih-lebih untuk
komoditas pangan dan hasil pertanian. Cara pengukuran
atau ujinya dapat dilakukan secara objektif atau subjektif
atau dua-duanya sekaligus.
Gambar 14. Kelompok Sifat Mutu Berdasarkan Kaitannya
dengan Sifat Organoleptik.
Karena sifat-sifat mutu yang tergolong mutu fisik
organoleptik cukup banyak, maka dapat dikelompokkan
yaitu sifat mutu spektralvisual dan sifat mutu reologi-
textual. Sifat-sifat spektral dan reologi merupakan gejala
fisik sedangkan sifat visual dan textual merupakan
tanggapan psikologik atau sifat organoleptik. Hubungan
antara sifat fisik dan organoleptik itu dapat dan
perlihatkan pada Tabel 7.
Tabel 7. Hubungan Sifat Mutu Fisik Organoleptik

4. Sifat Reologi-Textual
Sifat reologi-textual termasuk sifat fisik-organoleptik,
terutama menyangkut gaya mekanik. Banyak sifat-sifat
mutu produk pangan dan hasil pertanian lainnya yang
berhubungan dengan gaya mekanik. Sifat-sifat produk
pangan seperti keras-lunak, empuk-liat, kasar-halus,
lengket-kalis, kental-encer, kempal-kerei, lembut-
berserat, pulen-pera, renyak-lembek, dan lain-lain adalah
sifat-sifat mutu yang berkaitan dengan gaya mekanik.
Sifat-sifat tersebut adalah memang sifat organoleptik,
namun langsung atau tidak langsung menunjukkan juga
sifat mekanik.
Sifat-sifat pangan itu telah menjadi tidak popular di
kalangan masyarakat. Meskipun demikian istilah yang
menyatakan sifat mutu reologi-textual itu tidak muah
dipaparkan dengan kata-kata atau didefinisikan. Sering
terjadi untuk pengertian sifat mutu yang sama diberi
istilah lain oleh kelompok masyarakat lain. Misalnya sifat
nasi pulen di Indonesia, sifat lengket (sticky) di Jepang
dan Amerika Serikat. Juga terjadi untuk pengertian sama
digunakan istilah lain untuk produk pangan yang berbeda.
Misalnya nasi yang tidak keras disebut pullen, sedangkan
daging yang tidak keras disebut empuk, sebaiknya istilah
mutu yang sama dapat pengertian berbeda untuk
komoditas berbeda. Musalnya istilah halus untuk bubur
(tidak kasar) pengertiannya berbeda dengan istilah halus
untuk sutera (lembut, tidak kaku).
Sifat-sifat mutu fisik yang menyangkut reologi akan
dibahas di bab terpisah
5. Sifat Mutu Organoleptik Semata
Sifat mutu organoleptik semata yaitu sifat organoleptik
yang pengaruhnya terhadap mutu sangat mutlak dan tidak
dapat dikaitkan secara langsung dengan mutu fisik. Jika
sifat mutu organoleptik dijadikan kriteria mutu dalam
standarisasi maka pengujiannya pun hanya secara
organoleptik. Termasuk dalam sifat mutu organoleptik
semata ialah rasa enak, lezat, gurih.
Termasuk dalam sifat mutu organoleptik semata adalah
sifat-sifat hedonic. Sifat-sifat ini lebih pribadi
dibandingkan sifat-sifat organoleptik yang ain dan banyak
ditentukan oleh factor kebiasaan, tradisi, persepsi,
pengalaman, selera, pendidikan dan prestise.
6. Instrumen Mekanik untuk Mengukur Sifat
Organoleptik
Manusia dalam menjalankan fungsinya sebagai instrumen
organoleptik itu ialah dengan menggunakan kemampuan
inderanya, yaitu indera mata, hidung, rongga mulut,
telinga dan sentuhan kulit.
Sebagai instrumen, manusia mempunyai kelemahan
karena keputusan sensoriknya banyak dipengaruhi oleh
kondisi fisiologik dan psikologik orang yang
bersangkutan. Respon sensorik dapat berubah jika panelis
sedang sakit, marah, sedih, emosi, tekanan mental dan
lain-lain. Karena itu banyak alat mekanik diciptakan
untuk menggantikan instrumen manusia. Alat-alat
mekanik demikian pada umumnya tidak dapat menyamai
fungsi indera, tetapi beberapa hasil pengukurannya
mempunyai korelasi yang baik dengan sifat mutu
organoleptik. Jadi alat-alat mekanik ini dapat diandalkan
selama hasil pengukuran mempunyai korelasi yang tinggi
dengan sifat mutu organoleptik tertentu. Dengan demikian
alat-alat mekanik pengganti instrumen manusia harus
selalu diuji keterandalannya.
D.PENGUJIAN DAN PEMERIKSAAN MUTU
Dalam pengawasan mutu uji organoleptik banyak
digunakan dalam berbagai kegiatan. Yang terbanyak ialah
uji secara visual. Kegiatan-kegiatan yang banyak
menggunakan pengamatan secara visual
(1) Pemanenan
(2) Sortasi
(3) Pengkelasan mutu (grading)
(4) Pemeriksaan mutu
(5) Pengendalian mutu
(6) Standarisasi mutu
1. Pemanenan
Dalam memanen hasil pertanian mutu panen umumnya
ditentukan secara organoleptik. Meskipun ada uji objektif,
hanya sebagai pelengkap. Saat panen yang tepat
ditetapkan dengan visual, perabaan, reaksi bunyi, pasa
waktu pemetikan, terutama pemetikan secara manual,
para pemetik sambil memetik juga menilai mutu petik
secara organoleptik yaitu melihat warna, reaksi rabaan
dan lain-lain. Karenanya perlu disiapkan agar sebelum
memanen, para pemetik dilatih mengenal tanda-tanda
panen secara organoleptik.
Pemetikan secara mekanik tidak dapat memilih mutu
petik yang tepat karena itu hasil petiknya terdiri dari
berbagai tingkat umur panen. Untuk mendapatkan mutu
seragam perlu adanya sortasi yang ketat pada produk yang
dipetik secara mekanis, atau pemuliaan tanaman agar
tanaman dengan hasil panen yang serentak.
2. Sortasi
Sortasi dapat dilakukan secara manual atau masinal.
Sortasi secara manual biasanya didasarkan pada
pengamatan organoleptik : membuang benda-benda asing
atau memisahkan individu yang cacat atau rusak yang
dilakukan secara manual didasarkan pada pengamata
visual. Untuk itu diperlukan pekerja-pekerja khusus yang
dipekerjakannya mengamati dan mengambil bagian yang
cacat atau rusak. Tanda-tanda cacat dan rusak dikenali
secara organoleptik.
3. Pengkelasan Mutu
Seperti halnya sortasi, banyak pula klasifikasi mutu
(grading) di Indonesia yang dilaksakannya secara visual.
Misalnya klasifikasi udang dalam berbagai kelas bobot,
tidak dengan menimbang buah tetapi hanya secara visual.
Pada industri-industri besar klasifikasi mutu dilakukan
secara masinal, dengan prinsip mekanik berdasarkan berat
atau ukuran, dan tidak lagi didasarkan pada penilaian
organoleptik. Sedangapn pada industri-industri kecil dan
industry rumah tangga klasifikasi mutu secara visual
masih sangat umum. Dalam hal ini para pelaksana
klasifikasi mutu perlu diajari atau dilatih mengenal
kriteria mutu organoleptik yang menjadi dasar klasifikasi.
4. Pemeriksaan Mutu
Dalam melakukan pemeriksaan mutu terhadap cuplikan
(contoh, sample) yang dilakukan di laboratorium uji,
peranan observasi organoleptik sangat penting. Cuplikan
biasanya dalam kemasan atau wadah tetap. Sebelum
kemasan dibuka dan isinya dikeluarkan terlebih dahulu
diperiksa keutuhan dan kebenaran kemasan.
Pada waktu membuka kemasan juga sambil memeriksa
secara visual keutuhan dan kesempurnaan kemasan. Isi
kemasan juga diperiksa secara visual sebelum dilakukan
pengukuran atau analisa objektif. Kadang-kadang
cuplikan perlu dibau atau diuji dengan jari untuk
mengetahui keadaan mutu produk.
Terhadap cuplikan itu sendiri pada pemeriksaan mutu di
samping diuji secara objeketif dilakukan uji organoleptik
sebagai prosedur baku pemeriksaan.
5. Pengendalian Proses
Dalam melakukan pengendalian proses di dalam industri
dilakukan pemeriksaan secara teratur baik pemeriksaan
objektif, kadang-kadang secara instrumental. Tetapi
dibeberapa titik dalam rantai pengolahan kadang-kadang
perlu diuji (check) oleh manusia pemeriksa. Hal ini perlu
agar jika ada kesalahan (fault) pada instrumen penguji
dapat segera diketahui.
Pada industri kecil dan rumah tangga hamper seluruh
rantai proses diperiksa secara organoleptik.
E. STANDARISASI MUTU ORGANOLEPTIK
Standarisasi mutu tidak selamanya menggunakan kriteria
mutu objektif. Pada banyak komoditas di samping kriteria
objektif digunakan pula kriteria mutu organoleptik. Sifat-
sifat mutu organoleptik yang sering dijadikan mutu ialah
warna, bentuk, ukuran dan bau.
Dalam menentukan kesegaran komoditas udang dan ikan
digunakan standarisasi mutu kesegaran yang semata-mata
menggunakan kriteria mutu organoleptik. (Tabel 8). Pada
komoditas telur banyak digunakan kriteria mutu
organoleptik (Tabel 9) disamping kriteria mutu objektif.
Banyak komoditas di Indonesia dalam standarisasi
mutunya mengandung kriteria mutu organoleptik.
Misalnya pada standarisasi mutu kulit mentah digunakan
kriteria organoleptik bau, warna, bentuk bentangan,
struktur dan bulu. Pada komoditas produk ikan sifat
organoleptik juga dijadikan kriteria mutu.
1. Pemeriksaan Mutu Organoleptik
Untuk melakukan pemeriksaan mutu organoleptik
diperlukan pemeriksaan mutu. Pemeriksaan mutu ini
berbeda dengan panelis.
Panelis terdiri dari beberapa orang, keputusan diambil
berdasarkan data atau kesan pertama. Pemerika mutu
harus dapat mengambil keputusan sendiri. Di pabrik para
pemeriksa mutu biasanya bekerja sendiri dalam
menghadapi produk yang bergerak.
Tabel 8. Klasifikasi Mutu Ikan Segar secara Organoleptik

Tabel 9. Standar Mutu Telur Utuh Sistem Amerika


Serikat

Untuk menjadi pemeriksa mutu organoleptik para


pemeriksa perlu belajar dan berlatih untuk mendapatkan
kemahiran memeriksa. Berbeda dengan panelis, proses
belajar dan berlatih bagi pemeriksa biasanya
berlanngsung cepat. Karyawan pabrik biasanya sekaligus
dibekali sebagai pemeriksa mutu. Tetapi kadang-kadang
pemeriksa mutu diseleksi, disiapkan dan dilatih secara
khusus.
2. Tempat Pemeriksaan Mutu Organoleptik
Pemeriksaan mutu komoditas yang dilakukan oleh badan
pengawasan mutu dilakukan di laboratorium. Dalam
pemeriksaan di laboratorium ini biasanya pemeriksa mutu
organoleptik dan objektif dilakukan bersama-sama .
dalam hal ini pemeriksanya adalah teknisi laboratorium.
Pemeriksaan mutu sanitasi dan hygiene industri dilakukan
di dalam pabrik dan daerah sekitarnya. Dalam
pemeriksaan ini banyak observasi organoleptik dilakukan,
terutama pengamatan visual. Disini pemeriksa adalah
petugas dari kesehatan.
3. Pemeriksaa Produk Organoleptik
Pemeriksaan mutu organoleptik dalam hubungannya
dengan pengendlian proses dilakukan di pabrik pada saat
proses pengolahan berlangsung. Pemeriksaan dilakukan
terhadap bahan mentah yang digunakan maupun terhadap
peralatan yang telah dioperasikan. Pemeriksaan terhadap
bahan mentah dilakukan secara indrawi oleh pekerja
pengolah. Sementara itu operator mesin memeriksa
jalannya proses juga secara indrawi terhadap produk yang
sedang diolah.
Dalam pemeriksaan mutu secara indrawi biasanya
dilakukan dengan format dan prosedur baku (standard
procedures). Dalam prosedur itu termasuk waktu
pemeriksaan, contoh yang diperiksa, cara pemeriksaan,
cara pengisian format dan cara penyimpulkan hasil
pemeriksaan.
Contoh format pemeriksaan mutu organoleptik disajikan
pada Gambar 61. Format ini memuat bagian identitas
pemeriksaan dan bagian data pencatatan mutu. Bagian
identitas pemeriksaan meliputi nama pemeriksa/penguji
mutu, tanggal pemeriksaan dan jenis produk yang diuji.
Bagian data pencatatan mutu memuat kode contoh dan
tanda rating atau skor mutu untuk tipe-tipe contoh yang
diperiksa.
Untuk tiap contoh yang diperiksa berdasarkan kemudian
dapat digolongkan kelas mutunya berdasarkan hasil skor
yang dicapai. Misalnya, kelasa mutu I, disebut “Fancy”
dengan pencapaian skor yang tertinggi yaitu dari 8 sampai
dengan 10; kelas mutu II, disebut “Extra Standard”
dengan skor 5-7; kelas mutu III, disebut “Standard”
dengan skor 2-3 dan terakhir kelas mutu IV dengan skor 1
atau 0
Gambar 15. COntoh Format Uji Mutu Organoleptik
Soal
1. Apakah yang disebut mutu organoleptik, sifat-sifat
organoleptik, uji organoleptik?
2. Mengapa mutu organoleptik sangat penting pada
produk pangan bila dibandingkan dengan dengan
produk hasil pertanian non pangan?
3. Apa iitu panelis? Sebutkan dan terangkan macam-
macam panelis!
4. Apakah itu pemeriksa/penguji mutu organoleptik?
Apa bedanya dengan panelis? Bagaimana penguji
mutu ini memeriksa mutu organoleptik?

Daftar Pustaka
A.Kramer dan B.A Twigg (1979), Fundamentals of
Quality Control for the Food Industry. The AVI Pub.
Inc., Conn., USA.
E.Larmound (1973). Method for Sensory Evaluation of
Food. Canada Departement of Agriculture.
Oskari Atmawinata (1989). Uji citarasa untuk
Menentukan Mutu Kopi. Pusat Penelitian Perkebunan
Bogor.
PPBM (1989). Uji Citarasa dan Depect System dalam
Pemantapan Mutu Kopi. Departemen Perdagangan.
Soewarno T. Soekarno (1958). Penilaian Organoleptik
Bharata, Jakarta.

VII. MUTU FISIK


A.ASPEK FISIK DALAM PENGAWASAN MUTU
Sifat-sifat fisik pada komoditas memegang peranan sangat
penting dalam pengawasan dan standarisasi mutu produk.
Sifat fisik biasanya banyak digunakan untuk perincian
mutu komoditas dan standarisasi mutu karena sifat-sifat
fisik lebih mudah dan lebih cepat dikenali atau diukur
dibandingkan dengan sifat-sifat kimia, mikrobiologik dan
fisiologik. Beberapa sifat fisik untuk pengawasan mutu
diukur secara objektif dengan alat-alat sederhana,
beberapa sifat fisik dapat diamati secara organoleptik
sehingga lebih cepat dan langsung. Atas pertimbangan ini
banyak uji mutu hanya didasarkankan pada sifat-sifat fisik
semata.
Beberapa sifat fisik komoditas mempunyai korelasi
langsung maupun tidak langsung dengan sifat-sifat lain
seperti sifat kimiawi, mikrobiologik, organoleptik, dan
sifat fisiologis. Misalnya sifat lunaknya buah pisang
berkalitan dengan kematangan buah, warna produk olahan
yang menyimpang berkaitan dengan pertumbuhan
mikroba. Karenanya dalam rangka perincian dan
standarisasi mutu komoditas banyak dipelajari sifat-sifat
fisik pada komoditas yang kemudian dijadikan kriteria
mutu dan spesifikasi mutu.
1. Sifat Fisik Umum
Sifat fisik umum adalah sifat fisik yang berlaku untuk
semua produk. Beberapa sifat mutu fisik komoditas
berlaku pada hampir semua komoditas, misalnya warna,
bentuk, ukuran. Warna dimiliki oleh hampir semua
produk padat dan cair. Kadang-kadang warna suatu
produk memberikan ciri tertentu atau sifat-sifat lain yang
penting yang berkaitan dengan mutu produk.
Bentuk juga penting pada identitas produk. Semua produk
padat mempunyai bentuk. Aspek bentuk dan ukuran
merupakan unsur-unsur dalam pengenalan produk,
terutama produk primer hasil pertanian.
2. Sifat Fisik Khusus
Sifat fisik khusus ialah sifat fisik komoditas yang khs
yang berlaku untuk jenis atau kelompok komoditas
tertentu. Karena sifatnya yang khas itu beberapa sifat fisik
khusus dapat digunakan mencirikan jenis komoditas atau
sekelompok jenis komoditas.
Pada kelompok produk cair sifat-sifat mutunya
menggunakan sifat fisik benda cair, misalnya titik beku
pada produk segar, index refraksi pada produk sirup,
endapan pada sari buah, titik beku pada minyak goring.
Beberapa produk cair bersifat bening menjadi kriteria
mutu yang penting.
Pada produk padat sifat-sifat mutu seperti bentuk, ukuran,
kekerasan, menjadi penting dalam pengawasan mutu.
Keadaan permukaan produk produk padat juga menjadi
perhatian konsumen, produser dan pemasar. Dalam kaitan
ini sifat-sifat permukaan seperti halus-kasar, kilap-suram,
berbulu-licin, rata-bergelombang memegang peranan
penting pada pengawasan mutu komoditas padat,
terutama produk pangan segar hasil pertanian.
Pada produk bentuk pasta (pudding), bentuk gel
(jelly,jam) dan bentuk adonan kental (dodol) dikenal sifat-
sifat mutu produk seperti kental, lengket, elastic, kenyal.
Sifat-sifat ini dapat diukur secara fisik objektif, namun
dapat pula secara organoleptik.
Produk bentuk lembaran seperti bahan pembungkus,
sayur daun dan kembang tahu mempunyai sifat mutu yang
penting, yaitu tahan sobek (wulet), ketipisan dan
kelenturan.
3. Macam-macam Sifat Fisik
Sifat-sifat fisik yang penting dalam pengawasan mutu
dapat dikelompokkan mejadi (1) Morfologi, (2) Sifat
spektral, (3) Sifat Thermal, dan (4) Sifat reologi.
Beberapa sifat fisik ini akan dibahas dalam bab ini. Sifat
spektral dan warna, sebagai salah satu sifat spektral yang
sangat penting, akan dibahas pada bab terpisah.
Sifat thermal adalah sifat fisik pada produk yang
berkaitan dengan perambatan panas atau perubahan suhu.
Sifat thermal meliputi panas jenis (c), konduktivitas panas
(k), koefisien perambatan panas konveksi (h), emisitas
panas (e), difusitas panas (d). Sifat-sifat ini tidak langsung
menjadi unsur mutu namun berpengaruh tidak langsung
pada produk yaitu terutama dalam hal cepat-lambatnya
penurunan mutu atau kerusakan prosuk jika terkena panas
atau dingin dari sekitarnya. Misalnya produk yang
permukaannya hitam selama transportasi, penumpukan di
udara jika kena sinar matahari akan cepat menjadi panas
dan berakibat cepat mengalami penurunan mutu. Produk
yang dibungkus dengan metal yang nilai konduktivitas
panasnya tinggi akan cepat menjadi panas di ruang
menyimpanan bersuhu tinggi dan akan cepat pula menjadi
tunun mutunya.
Macam-macam kelompok sifat fisik itu masih dapat
dirinci lebih lanjut yang akan dibahas pada bab yang
bersangkutan. Meskipun sifat-sifat fisik ini penting untuk
diketahui dan terus dipelajari namun perlu dipilih sifat-
sifat yang betul dapat dijadikan kriteria mutu.
B.SIFAT MORFOLOGI
Sifat morfologi sangat penting dalam pengawasan mutu
dan standarisasi mutu. Kadang-kadang pengkelasan mutu
komoditas semata-masa didasarkan pada sifat-sifat
morfologi saja.
Beberapa sifat morfologi yang penting dalam pengawasan
mutu ialah : (1) bentuk, (2) ukuran, (3) aspek atau sifat
permukaan, (4) susunan dan (5) warna. Sifat-sifat
morfologi ini penting untuk produk padat, terutama
produk pangan atau hasil pertanian segar seperti buah,
sayuran, ikan, telur, biji-bijian, umbi, dan lain-lain.
Banyak sortasi komoditas didasarkan pada sifat-sifat
morfologi tersebut, demikian pula dalam klasifikasi
mutunya.
Pengertian cacat bentuk dari suatu komoditas pada
umumnya menyatakan penyimpangan dari sifat-sifat
morfologi, termasuk penyimpangan bentuk, ukuran,
susunan, permukaan dan warna.
Sifat-sifat morfologi dikenali dengan pengamatan visual
(organoleptik) atau dengan alat (secara objektif). Dalam
hubungannya dengan pengawasan mutu sifat morfologi
umumnya diamati secara visual, misalnya pengenalan,
bentuk, warna, banyak sedikitnya rambut pada buah
rambutan. Beberapa sifat morfologi diukur dengan alat
pengukur dengan alat pengukur, misalnya dengan
timbangan, ukuran dengan ayakan (mesh). Pemisah
bentuk dan ukuran dari beberapa jenis biji-bijian
dilakukan dengan ayakan atau cetakan khusus.
1. Bentuk
Pengertian bentuk pada komoditas cukup luas tergantung
dari sudut pandang. Dalam ilmu Fisika bentuk benda
dinyatakan sebagai padat, cair dan gas. Dalam komoditas
pangan terdapat bentuk antara padat dan cair yaitu bentuk
pasta (pudding), kental (jelly, bubur, lem). Secara
geometrik bentuk benda padat dapat dikelompokkan
menjadi bentuk dasar : lempeng, silinder dan bundar.
Kombinasi atau modifikasi dari ketiga bentuk dasar
geometrik itu dapat berupa bentung lonjong, lembaran,
pita, pipa, kerucut dan lain-lain.
Dalam perdagangan produk pangan dan hasil pertanian
dikenal pengertian bentuk komoditas yang berbeda
dengan uraian diatas. Bentuk komoditas produk pangan
dapat dikelompokkan sebagai bentuk umum dan bentuk
normal. Bentuk umum komoditas menyatakan bentuk
yang dapat didiskusikan dan diukur secara fisik. Dalam
pengawasan mutu produk bentuk komoditas padat yang
bersifat umum dapat dinyatakan seperti ketiga bentuk
dasar atau bentuk turunannya : bulat, lonjong, silinder,
kerucut, kubus, bundar dan lain-lain. Namun kadang-
kadang bentuk umum komoditas dinyatakan secara
campuran seperti pada Tabel 10.
Tabel 10. Bentuk-bentuk Umum Komoditas dan
Contohnya.

Di dalam bentuk-bentuk umum seperti yang diuraikan di


atas terdapat banyak komoditas yang tidak dapat
didiskripsikan bentuknya, seperti ayur bayam, karkas
ayam, sayur kangkung, kepiting, udang. Dalam
hubungannya dengan mutu maka bentuk komoditas
demikian biasanya didiskripsikan sebagai normal dan
menyimpang. Bentuk normal artinya mempunyai susunan
dan bentuk sesuai dengan bentuk ideal atau norma
gambaran khas komoditas yang bersangkutan. Bentuk
menyimpang artinya jauh dari bentuk ideal atau gambaran
yang diterima masyarakat banyak.

Di samping bentuk keseluruhan satuan komoditas, dalam


pengawasan mutu kadang-kadang juga menganalisa
bentuk bagian komoditas. Beberapa komoditas hanya
dinalisa bentuk bagiannya saja. Seperti pada ikan yaitu
bentuk mata, pada mangga bentuk paruh (yaitu bagian
lancip ujung buah), pada rambutan bentuk rambutnya,
pada durian bentuk durinya.

2. Ukuran
Ukuran menyatakan besaran materai atau isi pada
suatu komoditas. Ukuran pada umumnya dijadikan
factor mutu penting dalam klasifikasi mutu. Bahkan
pada komoditas yang belum dikenali factor-faktor
mutunya pertama;tama yang digunakan ialah ukuran.
Ukuran suatu komoditas dimanifestasikan dalam
beberapa bentuk besaran (peubah) seperti berat,
volume, luas, panjang, lebar, diameter, tebal. Masing-
masing jenis komoditas menggunakan besaran
berbeda-beda dalam menyatakan ukuran. Kadang-
kadang kombinasi besaran (peubah) atau parameter
yang diturunkan dari beberapa besaran (peubah) itu
yang digunakan untuk menyatakan ukuran suatu
komoditas, misalnya hasil kali panjang dan diameter,
berat, dibagi volume.

Ukuran produk berupa tepung atau butiran kecil


dapat dinyatakan dengan mesh. Mesh berarti
saringan. Ukuran mesh menyatakan jumlah lubang
persatuan luas N/in2. (system Inggris) N/cm2 (sistim
metric).

Ukuran juga menyatakan dimensi dalam ruang, yaitu


panjang, lebar dan tebal yang hanya berbeda dalam
arah dimensi. Biasanya perlu dibuat consensus atau
definisi untuk menyatakan panjang, lebar, tebal dan
diameter pada tiap-tiap komoditas yang
bersangkutan.
3. Berat

Berat merupakan salah satu bentuk dari ukuran.


Seperti sudah diuraikan di atas berat menyatakan isi
dalam satuan komoditas dan suatu manifestasi dari
ukuran. Di sini berat dibahas tersendiri karena dalam
pengawasan mutu dimensi berat mempunyai banyak
cara dalam menyatakan tingkat pada bentuk, ukuran
jenis dan komoditas.

Pada komoditas berukuran besar atau sedang


digunakan satuan berat kg, misalnya : sapi, kerbau,
kambing dalam kg/ekor. Bagi komoditas ukuran kecil
seperti ikan, buah, umbi-umbian, telur, dan ain-lain
dinyatakan dalam gram/ekor, gram/buah, gram/butir.

Bagi komoditas yang berukuran terlalu kecil seperti


beras, jagung, kedelai, kacang hijau dan lain-lain,
maka dimensi berat dinyatakan dalam gram per 100
atau per 1000 butir. Cara pengukuran ini tidak biasa
dalam standarisasi mutu, tetapi sangat biasa dalam
menyatakan sifat-sifat varietas yang berhubungan
dengan ukuran butir.
Volume
Dalam pengawasan mutu, volume jarang digunakan untuk
menyatakan ukuran isi per individu komoditas. Tetapi
volume banyak digunakan untuk menyatakan komoditas
berbentuk cair, tepung atau biji-bijian kecil.
Untuk komoditas yang kamba (bulky) maka volume
dinyatakan dalam satuan volume jenil, l/kg atau m3/ton.
Volume biasanya dikaitkan dengan berat. Hubungan
diantara volume berat dinyatakan sebagai berat jenis atau
volume jenis.Komoditas cair dinyatakan tepung dalam
berat jenis, kg/l. sedangkan komoditas tepung dan biji-
bijian dinyatakan dalam volume jenis, l/kg.
Luas
Luas menyatakan besaran permukaan.Dimensi luar sangat
penting untuk komoditas berbentuk lembaran.Komoditas
berbentuk lembaran banyak terdapat pada bahan
pembungkus separti kertas, kantong plastik,daun dan
bahan pembungkus lainnya.Komoditas lain seperti daun
tembakau,di samping faktor-faktor mutu
lainnya,menggunakan dimensi luas sebagai faktor
mutu.Daun tembakau berukuran besar dinilai lebih tingg
mutunya.
Panjang
Beberapa komoditas berbentuk panjang atau lonjong
seperti kacang panjang dan mentimun,dimensi panjang
menjadi faktor mutu yang penting.Hasil pertanian lain
seperti rotan,kayu,serat-seratan ukuran panjang berperan
penting dalam klasifikasi mutu.
Diameter
Diameter sebenarnya juga untuk menyatakan luas
penampang.Ukuran diameter biasanya penting untuk
komoditas berbentuk panjang,bulat atau berbentuk
silindrik.Dalam pengawasan mutu ukuran diameter
penting untuk klasifikasi mutu seperti rotan,gelondong.
Tebal
Dimensi tebal untuk menyatakan mutu ukuran komoditas
berbentuk gepeng (mangga,ikan,lapisan daging),
komoditas berbentuk lembaran (kertas,bahan
kaleng,plastik) serta juga wadah (botol,kotak dan bahan
wadah atau isolatip)
Dalam perdagangan beberapa komoditas (berbentuk
lembaran diklasifikasi mutunya berdasarkan
tebalnya.Pada beberapa komoditas tebal hanya dijadikan
faktor atau kriteria mutu.
C.SUSUNAN ANATOMI
Jika bentuk dan ukuran diketahui dari luar maka susunan
anatomi meliputi susunan fisik dalam dari suatu
komoditas hasil pertanian.Susunan anatomi berperan
penting dalam penilaian mutu beberapa komoditas hasil
pertanian,terutama produk segarnya.

Susunan anatomi hasil pertanian, termasuk bahan


pangan,sangat besar varietasnya. Pentingnya peranan
susunan anatomi pada komoditas umumnya melekat pada
tiap-tiap jenis komoditas.Beberapa komoditas komponen
pentingnya ada di bagian buah, sementara itu beberapa
produk komponen pentingnya terdapat di bagian biji
(jambu mete). Karenanya susunan anatomi banyak
digunakan sebagai pengenal produk, varietas dan ras,
sebagai kriteria identifikasi jenis komoditas atau kelas
mutu.Selanjutnya akan dibahas beberapa bagian anatomi
pruduk yang memegang peranan penting dalam
pengawasan mutu,uji mutu,pengenalan mutu dan
pengkelasan mutu.
1. Kulit
Kulit memegang peranan penting dalam menetukan mutu
komoditas. Pada buah-buahan kulit umumnya tidak
termasuk yang dimakan tetapi mempunyai banyak fungsi,
karenanya berpengaruh terhadap mutu. Beberapa fungsi
kulit (1) melindungi isi dalamnya (2) memberi bentuk (3)
mempunyai daya tarik dan memberikan identitas produk.
Keadaan kulit dalam banyak hal mempunyai hubungan
dengan mutu dalamnya. Kulit yang rusak akan
menunjukkan keadaan di dalamnya. Bentuk-bentuk
kerusakan kulit itu meliputi
memar,berlubang,sobek,tersayat,lembek. Kerusakan kulit
produk kadang-kadang dijadikan kriteria kerusakan
seluruhnya, misalnya komoditas telurnya.
Pada kulit kadang-kadang tedapat bentuk-bentuk
modifikasi-modifikasi seperti rambut, duri, sisik
(ikan,salak), bulu. Kulit dan modifikasinya kadang-
kadang membentuk ciri-ciri tertentu yang menunjukkan
varietas atau jenis. Varietas buah rambutan dapat dikenali
dari kulit dan rambutnya. Susunan dan bentuk sisik ikan
juga menjadi salah satu ciri jenis ikan.
Daya tarik pada kulit biasanya dakaitkan dengan warna
keteraturan kilap,keharumanisan. Karenanya salah satu
usaha mempertahankan mutu produk dilakukan dengan
menjaga kondisi kulitnya.
2. Bagian-bagian khusus

Dari suatu komoditas kadang-kadang hanya bagan


tertentu yang dimanfaatkan. Misalnya pada buah
mangga hanya bagian daging buah yang dikonsumsi
sebagai buah. Karenanya tebal daging buah
memegang peranan penting dalam identifikasi mutu
atau pengkelasan mutu. Ikan hanya bagian-bagian
tertentu yang dimakan, meskipun pada ikan kecil
seluruh tubuh ikan digunakan. Demikian pula udang
juga hanya bagian daging yang dimakan. Pada
produk-produk seperti ini dalam penanganan mutu
dikenal parameter mutu yang disebut yang dapat
dimakan (edible portion).
Pada kelapa sawit bagian kulit buah atau sabut
kelapalah yang terutama menghasilkan
minyak.Sedangkan bagian biji (karnel,inti) lebih
sedikit hasil minyaknya dan karena inti sawit itu
dibungkus oleh bagian kulit biji yang tebal dank eras
maka pengolahan minyak inti sawit menjadi sangat
sulit. Jambu mete selama ini hanya bagian biji yang
berbentuk kacang yang terutama dimanfaatkan.
Bagian buah dan kulit biji belum banyak
dimanfaatkan di Indonasia, meskipun ke dua bagian
itu mempunyai potensi sebagai bahan mentah
industri. Dari buah pala dapat dihasilkan 3 jenis
komoditas penting yaitu dari bagian daging buah
dapat dijadikan manisan pala, bagian pembungkus
biji (fuli) dijadikan komoditas tersendiri, demikian
pula bagian biji dijadikan komoditas rempah-
rempah.

Dari uraian di atas jelaslah bahwa beberapa produk


bahan pangan atau hasil pertanian mempunyai
bagian-bagian tertentu saja yang terutama
dipentingkan. Karenanya bagian-bagian tertentu itu
dijadikan unsur mutu yang penting.

Dari suatu komoditas perbandingan masing masing


bagian anatominya tidak konsisten. Pada berbagai
jenis mangga, misalnya, terdapat persentase bagian
daging yang berbeda antar jenis. Demikian pula pada
beberapa jenis duren mempunyai lapisan daging tebal
dan beberapa jenis lain lapisan dagingnya tipis.
Perbedaan mempunyai peranan dalam pengkelasan
mutunya.
Pada berkas ayam terdapat bagian-bagian
karkas tertentu seperti paha, dada, sayap, ekor,
leher,panggul. Masing-masing bagian memiliki
peletakan daging dan mengandung mutu daging yang
berbeda. Masing-masing bagian itu bahkan
mempunyai penggemar-penggemar yang berbeda
pula. Bagian-bagian ini membentuk identitas
komoditas atau kelas mutu tersendiri.

Anda mungkin juga menyukai