Teknik Kimia Pangan
Teknik Kimia Pangan
Jika ada
bagian yang menjadi lapuk dan rapuh maka dikatakan
kayu itu cacat. Demikianlah tiap-tiap komoditas
mempunyai sifat-sifat yang diharapkan, yaitu sifat-sifat
ideal yang melekat pada mutu yang baik,yang jauh
menyimpang menjadi cacat.
C. BATAS CACAT
Untuk dapat memisahkan antara produk yang
cacat,dengan yang normal perlu ditetapkan garis batas
cacat. Dengan adanya garis batas cacat maka mudah
menetapkan cacat produk. Yang kondisinya di luar garis
batas disebut cacat dan di dalam garis batas disebut
normal.
Posisi garis batas cacat terhadap produk normal, ideal dan
cacat dapat dilukiskan seperti pada gambar 10.
Dari skema pada gambar 10 terlihat bahwa letak garis
batas cacat adalah arbitrer, dapat digeser ke atas atau ke
bawah tergantung norma-norma mutu yang dianut. Jika
kita menginginkan hanya produk yang mulus yang
mendekati tipe ideal, garis batas dinaikan dengan
konsekuensi volume produk yang beredar rendah.
Sebaliknya jika toleransi kita terhadap cacat diperbesar
garis batas dapat diturunkan. Dengan demikian volume
produk di sasaran menjadi naik tetapi mutu produk secara
keseluruhan menjadi turun karena persentase cacat
meningkat.
Tipe ideal mempunyai posisi paling tinggi (Gambar 10).
Makin jauh ke bawah makin besar menyimpangan dari
tipe ideal. Garis batas bawah membatasi antara daerah
cacat dan daerah normal. Daerah jauh di bawah garis
batas cacat menunjukkan cacatnya sangat parah.
Skema batas cacat pada Gambar 10 mirip dengan skema
batas mutu. Perbedaanya terletak pada kenyataan bahwa
dalam hal cacat dikenal tipe ideal, sedangkan dalam hal
mutu yang ada ialah mutu tertinggi. Pada beberapa
komuditas kemiripan itu memang menyeluruh sedangkan
pada komoditas lain tidak. Daerah antara batas cacat dan
tipe ideal adalah daerah normal. Dalam daerah ini pada
beberapa komoditas tertentu, tingkat penyimpangan dari
tipe ideal misalnya pada kopi memang dikaitkan dengan
kelas-kelas mutu. Tetapi pada komoditas lain spektrum
daerah normal tidak dikaitkan dengan kelas
mutu.misalnya pada bentuk telur (Gambar 9) antara
bentuk bulat telur dan bentuk lonjong normal tidak
mempengaruhi kelas mutunya.
Cacat pada komoditas menyangkut macam-macam
kriteria mutu. Di samping bentuk dari ukuran, tercakup
pula cacat dari sifat-sifat mutu seperti warna, benda asing,
dan lain-lain. Untuk masing-masing mutu itu dapat
ditetapkan batas cacatnya.
GAMBAR
C. PENYEBAB CACAT
Cacat dapat dialami pada produk segar ataupun produk
olahan. Cacat produk segar dapat terjadi sebelum panen,
pada waktu panen dan setelah panen selama penanganan
segar. Beberapa contoh cacat produk segar disebabkan
oleh hama (Gambar 11 , 12). Pada produk olahan, cacat
dapat terjadi selama proses pengolahan (salah proses),
selama penanganan produk olahan, tetapi dapat juga
berasal dari bahan mentagnya.
1. Macam-Macam Penyebab Cacat
Penyebab cacat agak berbeda antara produk segar dan
produk olahan. Cacat produk segar dapat disebabkan
oleh banyak factor yaitu(1) genetik (2) fisiologik (3)
hama (4) patologik (5)mekanik dan (6) benda asing.
Cacat produk olahan berkaitan langsung dengan cara
pengolahan dan penanganan produk selanjutnya.
2. Cacat genetik
Cacat genetik berasal dari bibit yang digunakan.
Untuk mencegahnya dengan pemilihan bibit unggul
yang telah diketahui produknya. Karena factor
genotip dapat menyebabkan cacat pada produk maka
cacat demikian hanya dapat dikurangi atau
dihilangkan dengan pemulian (breeding). Cacat
genotif dapat pula terjadi karena adanya pencemaran
“darah” atau pencemaran varietas.
6. Cacat Mekanik
Cacat mekanik dapat terjadi pada produk segar
setelah panen atau produk olahan. Penyebabnya gaya
mekanik yang mengakibatkan luka-luka memar,
tusukan , goresan atau irisan. Luka-luka mekanik
yang terjadi pada hasil pertanian waktu masih muda
(misalnya buah muda) dan jika terjadi penyembuhan
akan meninggalkan cacat patologik yaitu cacat
bentuk atau cacat warna. Cacat mekanik dapat pula
meninggalkan bekas berbentuk retak, lubang sayatan,
terkelupas atau goresan. Cacat goresan mekanik pada
beberapa jenis produk biarpun ringan dapat sangat
menurunkan mutu, misalnya buah belimbing, jeruk,
kulit hewan.
Cacat mekanik pada produk segar dapat berlangsung
sebelum, selama atau sesudah panen. Cacat mekanik
sebelum panen biasanya dilanjutkan dengan proses
fisiologik penyembuhan yang tidak sempurna,
menjadi cacat fisiologik. Selama pemanenan dapat
pula terjadi kerusakan atau cacat mekanik dari alat-
alat pemanenan atau cara panen yang kasar. Cacat
mekanik sesudh panen dapat terjadi akibat
penanganan kasar, selama transportasi, bongkar
muat, dan penanganan lainnya.
Cacat mekanik dapat berdiri sendiri atau diikuti oleh
factor lain yang menyebabkan kerusakan sekunder.
Cacat mekanik biasanya segera diikuti oleh
kerusakan mikrobiologik. jika pengaruh
mikrobiologik kuat maka produk pangan menjadi
busuk atau rusak, jika pengruh itu ringan saja maka
dapat meninggalkan cacat.
Cacat mekanik pada produk olahan biasanya terjadi
karena penanganan yang kasar setelah produksi.
Namun dapat juga terjadi selama proses pengolahan
berlangsung.
2. Analisa Cacat
Pengmatan atau penilaian cacat dapat dilakukan
pada pekerjaan sortasi, pada analis mutu dan pada
uji mutu. Pada pekerjaan sortasi produk cacat
dipisahkan dari yang normal dan dilakukan
terhadap seluruh populasi produk, sehingga
diperoleh populasi komoditas yang bebas cacat.
3. Peralatan Pembantu
Dalam menjalankan evaluasi terhadap cacat dapat
dipergunakan alat-alat pembantu. Alat-alat ini
hanya bersifat membantu mempercepat atau
mempermudah pemeriksaan dan tidak
menggantikan petugas penilai. Karenanya peralatan
itu tidak mengurangi persyaratan keterampilan dan
kemampuan petugas penilai dalam melakukan
penilai cacat. Alat membantu ini bertujuan dalam
melakukan penilaian cacat. Alat pembantu ini
bertujuan hanya untuk lebih mempercepat evaluasi
atau untuk mengurangi kesalahan subyektif
(subjective error).
Alat pembantu ini dapat berbentuk :
(1) Gambar rujukan atau gambarpembanding,
misalnya gambar cacat kopi.
(2) Alat pembantu melihat : lop, mikroskop,
terutama, misalnya untuk melihat obyek
ukuran kecil.
(3) Alat penyiap cuplikan untuk mempercepat
pengamatan, misalnya alat penyinaran di
bawah alas penebar cuplikan untuk diperiksa.
(4) Alat pembantu untuk menghitung jumlah
cacat, misalnya alat counter.
(5) Alat pemisah cacat, misalnya pinset.
4. Kartu Mutu
Dalam analisa mutu tiap-tiap kriteria dan
spesifikasi mutu dicatat dalam kartu mutu. Dalam
kartu mutu untuk beberapa komoditas kadang-
kadang disertakan pula hasil analisa cacat atau nilai
cacat.
GAMBAR
G. CACAT KEMASAN
TABEL
Soal
1. Apa arti cacat bagi mutu komoditas ?
2. Apakah pengertian produk normal dan
produk cacat ?
3. System apa yang digunakan untuk
menetapkan standar mutu kopi mentah di
Indonesia ?
4. Bagaimana klasifikasi dan penyebab cacat
dalam masalah mutu ?
5. Apa arti tipe ideal, batas cacat dan mutu
tertinggi ?
6. Terangkan prinsip standarisasi mutu kopi
mentah !
Daftar Pustaka
4. Sifat Reologi-Textual
Sifat reologi-textual termasuk sifat fisik-organoleptik,
terutama menyangkut gaya mekanik. Banyak sifat-sifat
mutu produk pangan dan hasil pertanian lainnya yang
berhubungan dengan gaya mekanik. Sifat-sifat produk
pangan seperti keras-lunak, empuk-liat, kasar-halus,
lengket-kalis, kental-encer, kempal-kerei, lembut-
berserat, pulen-pera, renyak-lembek, dan lain-lain adalah
sifat-sifat mutu yang berkaitan dengan gaya mekanik.
Sifat-sifat tersebut adalah memang sifat organoleptik,
namun langsung atau tidak langsung menunjukkan juga
sifat mekanik.
Sifat-sifat pangan itu telah menjadi tidak popular di
kalangan masyarakat. Meskipun demikian istilah yang
menyatakan sifat mutu reologi-textual itu tidak muah
dipaparkan dengan kata-kata atau didefinisikan. Sering
terjadi untuk pengertian sifat mutu yang sama diberi
istilah lain oleh kelompok masyarakat lain. Misalnya sifat
nasi pulen di Indonesia, sifat lengket (sticky) di Jepang
dan Amerika Serikat. Juga terjadi untuk pengertian sama
digunakan istilah lain untuk produk pangan yang berbeda.
Misalnya nasi yang tidak keras disebut pullen, sedangkan
daging yang tidak keras disebut empuk, sebaiknya istilah
mutu yang sama dapat pengertian berbeda untuk
komoditas berbeda. Musalnya istilah halus untuk bubur
(tidak kasar) pengertiannya berbeda dengan istilah halus
untuk sutera (lembut, tidak kaku).
Sifat-sifat mutu fisik yang menyangkut reologi akan
dibahas di bab terpisah
5. Sifat Mutu Organoleptik Semata
Sifat mutu organoleptik semata yaitu sifat organoleptik
yang pengaruhnya terhadap mutu sangat mutlak dan tidak
dapat dikaitkan secara langsung dengan mutu fisik. Jika
sifat mutu organoleptik dijadikan kriteria mutu dalam
standarisasi maka pengujiannya pun hanya secara
organoleptik. Termasuk dalam sifat mutu organoleptik
semata ialah rasa enak, lezat, gurih.
Termasuk dalam sifat mutu organoleptik semata adalah
sifat-sifat hedonic. Sifat-sifat ini lebih pribadi
dibandingkan sifat-sifat organoleptik yang ain dan banyak
ditentukan oleh factor kebiasaan, tradisi, persepsi,
pengalaman, selera, pendidikan dan prestise.
6. Instrumen Mekanik untuk Mengukur Sifat
Organoleptik
Manusia dalam menjalankan fungsinya sebagai instrumen
organoleptik itu ialah dengan menggunakan kemampuan
inderanya, yaitu indera mata, hidung, rongga mulut,
telinga dan sentuhan kulit.
Sebagai instrumen, manusia mempunyai kelemahan
karena keputusan sensoriknya banyak dipengaruhi oleh
kondisi fisiologik dan psikologik orang yang
bersangkutan. Respon sensorik dapat berubah jika panelis
sedang sakit, marah, sedih, emosi, tekanan mental dan
lain-lain. Karena itu banyak alat mekanik diciptakan
untuk menggantikan instrumen manusia. Alat-alat
mekanik demikian pada umumnya tidak dapat menyamai
fungsi indera, tetapi beberapa hasil pengukurannya
mempunyai korelasi yang baik dengan sifat mutu
organoleptik. Jadi alat-alat mekanik ini dapat diandalkan
selama hasil pengukuran mempunyai korelasi yang tinggi
dengan sifat mutu organoleptik tertentu. Dengan demikian
alat-alat mekanik pengganti instrumen manusia harus
selalu diuji keterandalannya.
D.PENGUJIAN DAN PEMERIKSAAN MUTU
Dalam pengawasan mutu uji organoleptik banyak
digunakan dalam berbagai kegiatan. Yang terbanyak ialah
uji secara visual. Kegiatan-kegiatan yang banyak
menggunakan pengamatan secara visual
(1) Pemanenan
(2) Sortasi
(3) Pengkelasan mutu (grading)
(4) Pemeriksaan mutu
(5) Pengendalian mutu
(6) Standarisasi mutu
1. Pemanenan
Dalam memanen hasil pertanian mutu panen umumnya
ditentukan secara organoleptik. Meskipun ada uji objektif,
hanya sebagai pelengkap. Saat panen yang tepat
ditetapkan dengan visual, perabaan, reaksi bunyi, pasa
waktu pemetikan, terutama pemetikan secara manual,
para pemetik sambil memetik juga menilai mutu petik
secara organoleptik yaitu melihat warna, reaksi rabaan
dan lain-lain. Karenanya perlu disiapkan agar sebelum
memanen, para pemetik dilatih mengenal tanda-tanda
panen secara organoleptik.
Pemetikan secara mekanik tidak dapat memilih mutu
petik yang tepat karena itu hasil petiknya terdiri dari
berbagai tingkat umur panen. Untuk mendapatkan mutu
seragam perlu adanya sortasi yang ketat pada produk yang
dipetik secara mekanis, atau pemuliaan tanaman agar
tanaman dengan hasil panen yang serentak.
2. Sortasi
Sortasi dapat dilakukan secara manual atau masinal.
Sortasi secara manual biasanya didasarkan pada
pengamatan organoleptik : membuang benda-benda asing
atau memisahkan individu yang cacat atau rusak yang
dilakukan secara manual didasarkan pada pengamata
visual. Untuk itu diperlukan pekerja-pekerja khusus yang
dipekerjakannya mengamati dan mengambil bagian yang
cacat atau rusak. Tanda-tanda cacat dan rusak dikenali
secara organoleptik.
3. Pengkelasan Mutu
Seperti halnya sortasi, banyak pula klasifikasi mutu
(grading) di Indonesia yang dilaksakannya secara visual.
Misalnya klasifikasi udang dalam berbagai kelas bobot,
tidak dengan menimbang buah tetapi hanya secara visual.
Pada industri-industri besar klasifikasi mutu dilakukan
secara masinal, dengan prinsip mekanik berdasarkan berat
atau ukuran, dan tidak lagi didasarkan pada penilaian
organoleptik. Sedangapn pada industri-industri kecil dan
industry rumah tangga klasifikasi mutu secara visual
masih sangat umum. Dalam hal ini para pelaksana
klasifikasi mutu perlu diajari atau dilatih mengenal
kriteria mutu organoleptik yang menjadi dasar klasifikasi.
4. Pemeriksaan Mutu
Dalam melakukan pemeriksaan mutu terhadap cuplikan
(contoh, sample) yang dilakukan di laboratorium uji,
peranan observasi organoleptik sangat penting. Cuplikan
biasanya dalam kemasan atau wadah tetap. Sebelum
kemasan dibuka dan isinya dikeluarkan terlebih dahulu
diperiksa keutuhan dan kebenaran kemasan.
Pada waktu membuka kemasan juga sambil memeriksa
secara visual keutuhan dan kesempurnaan kemasan. Isi
kemasan juga diperiksa secara visual sebelum dilakukan
pengukuran atau analisa objektif. Kadang-kadang
cuplikan perlu dibau atau diuji dengan jari untuk
mengetahui keadaan mutu produk.
Terhadap cuplikan itu sendiri pada pemeriksaan mutu di
samping diuji secara objeketif dilakukan uji organoleptik
sebagai prosedur baku pemeriksaan.
5. Pengendalian Proses
Dalam melakukan pengendalian proses di dalam industri
dilakukan pemeriksaan secara teratur baik pemeriksaan
objektif, kadang-kadang secara instrumental. Tetapi
dibeberapa titik dalam rantai pengolahan kadang-kadang
perlu diuji (check) oleh manusia pemeriksa. Hal ini perlu
agar jika ada kesalahan (fault) pada instrumen penguji
dapat segera diketahui.
Pada industri kecil dan rumah tangga hamper seluruh
rantai proses diperiksa secara organoleptik.
E. STANDARISASI MUTU ORGANOLEPTIK
Standarisasi mutu tidak selamanya menggunakan kriteria
mutu objektif. Pada banyak komoditas di samping kriteria
objektif digunakan pula kriteria mutu organoleptik. Sifat-
sifat mutu organoleptik yang sering dijadikan mutu ialah
warna, bentuk, ukuran dan bau.
Dalam menentukan kesegaran komoditas udang dan ikan
digunakan standarisasi mutu kesegaran yang semata-mata
menggunakan kriteria mutu organoleptik. (Tabel 8). Pada
komoditas telur banyak digunakan kriteria mutu
organoleptik (Tabel 9) disamping kriteria mutu objektif.
Banyak komoditas di Indonesia dalam standarisasi
mutunya mengandung kriteria mutu organoleptik.
Misalnya pada standarisasi mutu kulit mentah digunakan
kriteria organoleptik bau, warna, bentuk bentangan,
struktur dan bulu. Pada komoditas produk ikan sifat
organoleptik juga dijadikan kriteria mutu.
1. Pemeriksaan Mutu Organoleptik
Untuk melakukan pemeriksaan mutu organoleptik
diperlukan pemeriksaan mutu. Pemeriksaan mutu ini
berbeda dengan panelis.
Panelis terdiri dari beberapa orang, keputusan diambil
berdasarkan data atau kesan pertama. Pemerika mutu
harus dapat mengambil keputusan sendiri. Di pabrik para
pemeriksa mutu biasanya bekerja sendiri dalam
menghadapi produk yang bergerak.
Tabel 8. Klasifikasi Mutu Ikan Segar secara Organoleptik
Daftar Pustaka
A.Kramer dan B.A Twigg (1979), Fundamentals of
Quality Control for the Food Industry. The AVI Pub.
Inc., Conn., USA.
E.Larmound (1973). Method for Sensory Evaluation of
Food. Canada Departement of Agriculture.
Oskari Atmawinata (1989). Uji citarasa untuk
Menentukan Mutu Kopi. Pusat Penelitian Perkebunan
Bogor.
PPBM (1989). Uji Citarasa dan Depect System dalam
Pemantapan Mutu Kopi. Departemen Perdagangan.
Soewarno T. Soekarno (1958). Penilaian Organoleptik
Bharata, Jakarta.
2. Ukuran
Ukuran menyatakan besaran materai atau isi pada
suatu komoditas. Ukuran pada umumnya dijadikan
factor mutu penting dalam klasifikasi mutu. Bahkan
pada komoditas yang belum dikenali factor-faktor
mutunya pertama;tama yang digunakan ialah ukuran.
Ukuran suatu komoditas dimanifestasikan dalam
beberapa bentuk besaran (peubah) seperti berat,
volume, luas, panjang, lebar, diameter, tebal. Masing-
masing jenis komoditas menggunakan besaran
berbeda-beda dalam menyatakan ukuran. Kadang-
kadang kombinasi besaran (peubah) atau parameter
yang diturunkan dari beberapa besaran (peubah) itu
yang digunakan untuk menyatakan ukuran suatu
komoditas, misalnya hasil kali panjang dan diameter,
berat, dibagi volume.