Anda di halaman 1dari 22

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah Semua bahan pangan mengalami kerusakan pada beberapa tingkatan setelah dipanen atau disembelih. Kerusakan pangan ini dapat menyebabkan kehilangan nilai gizi, unsur organoleptik, dan perubahan warna, serta yang lebih penting, keamanan bahan pangan tidak terjamin. 1 Hal ini menyebabkan bahan pangan tidak dapat dikonsumsi lagi oleh manusia atau kualitas edibilitasnya menjadi berkurang. Bahan pangan akan mengalami penyimpangan konsistensi atau tekstur dari keadaan normal. Beberapa contoh kerusakan yang terjadi pada bahan makanan adalah kentang, ubi jalar, dan wortel menjadi lunak; sawo, aple, dan mangga menjadi memar; sayur asin berlendir dan bau busuk; makanan kaleng bau busuk atau kalengnya menggembung; gorengan gosong; tepung menggumpal atau mengeras; minyak goring tengik; ikan busuk; kacang-kacangan berkapang; dan sebagainya. Berbagai kerusakan pangan ini diakibatkan oleh berbagai macam penyebab. Kerusakan pangan sendiri dibagi menjdai empat berdasarkan penyebabnya, yaitu kerusakan pangan mikrobiologis,

kerusakan mekanis atau fisik, kerusakan kimiawi dan kerusakan biologis. Kerusakan pangan ini merupakan suatu tantangan bagi industri makanan untuk mengendalikan kerusakan ini dan mempertahankan keamanan makanan, selain meyakinkan bahwa makanan tersebut baik, bernutrisi, dan sedapat mungkin ada.1

1.2 Tinjauan Masalah 1.2.1 1.2.2 1.2.3 Apa yang dimaksud dengan kerusakan pangan secara biologi? Apa saja penyebab kerusakan pangan secara biologi? Bagaimana pencegahan dan cara mengatasinya?

1.3 Tujuan Penulisan 1.3.1 1.3.2 1.3.3 Untuk mengetahui pengertian kerusakan pangan secara biologi. Untuk mengetahui penyebab kerusakan pangan secara biologi. Untuk mengetahui pencegahan dan cara mengatasi kerusakan pangan secara biologi.

1.4 Manfaat Penulisan Makalah ini dapat digunakan sebagai referensi mengenai kerusakan pangan secara biologi.

BAB II ISI

2.1 Pengertian Kerusakan Biologi Kerusakan biologi didefinisikan perubahan karakteristik dari suatu bahan yang tidak diinginkan yang disebabkan oleh kegiatan vital suatu organisme. Kerusakan ini dapat terjadi pada banyak bahan seperti makanan, kayu, kertas, kulit, bahan bakar, kosmetik, bahan bangunan, dan struktur bangunan. Kerusakan biologi merupakan hasil dari proses metabolik salah satu dari banyaknya mikroorganisme atau dapat disebabkan oleh serangga, hewan pengerat, atau burung.1 Kerusakan biologi dapat juga diartikan sebagai kerusakan yang disebabkan karena mahluk hidup. Misalnya pada buah-buahan yang di pohon dapat dimakan kalong, buah-buahan yang masih kecil sudah dihinggapi serangga yang dapat membuat lubang pada buah tersebut kemudian buah menjadi besar akhirnya ada ulat di dalamnya. Contoh yang lain adalah bahan pangan yang disimpan dimakan oleh binatang pengerat misalnya tikus, kecoa dan sebagainya, tupai juga bisa merusak kelapa, nangka dan sebagainya.2 Sisi yang penting dari kerusakan biologi ini adalah bahwa kerusakan diakibatkan oleh organisme. Menurut pengertiannya,

kerusakan ini bukan degradasi yang terjadi secara alami pada beberapa material organik atau bahan pangan yang diakibatkan oleh enzim intrinsik seperti enzim-enzim yang muncul pada suatu produk yang mengakibatkan degradasi atau kebusukan setelah mati. Sebagai contohnya, kehilangan kualitas makanan oleh enzim intrinsik adalah hal yang penting karena hal tersebut dapat menyebabkan penurunan kualitas makanan dan membuat makanan tidak diterima. Reaksi karena enzim-enzim ini tidak dibahas dalam makalah ini, tapi hal ini penting untuk diingat karena aktivitas

enzim-enzim ini dapat membuat kandungan gizi produk pangan tersedia dan mudah diakses sehingga reaksi kerusakan biologi dapat terjadi berikutnya.1 Kerusakan karena serangga, tikus, dan burung lebih banyak menyebabkan penyusutan kuantitatif. Serangga dan binatang pengerat dapat menyerang bahan pangan baik di lapangan maupun di gudang. Masuknya ulat dari serangga ke buah dan sayur dapat merusak struktur bagian dalam, sehingga merupakan jalan masuk bagi mikroba pembusuk untuk tumbuh dan merusak bahan hasil pertanian tersebut. Hama tikus dapat menyebabkan penyusutan kualitatif, karena kotoran, rambut, dan urine tikus merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroba serta menimbulkan bau yang tidak enak.3 Berbagai jenis kutu banyak menyerang produk bahan pangan tepung-tepungan, seperti tepung beras, tepung terigu, dan sebagainya. Proses fisiologis dari berbagai hasil pertanian dapat menyebabkan kerusakan kualitatif dan kuantitatif. Secara kuantitatif, kerusakan fisiologis karena respirasi dapat dinyatakan dengan susut bahan kering. Kerusakan jenis ini sangat erat hubungannya dengan kondisi lingkungan seperti suhu, kelembaban, dan tekanan udara. Komposisi atmosfer pun akan mempengaruhi kerusakan bahan pangan.3

2.2 Macam-macam Penyebab Kerusakan Biologi Makhluk hidup yang dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan biologi disebut sebagai biodeteriogen. Hewan-hewan, para serangga, dan tanaman tingkat tinggi dapat dengan mudah diidentifikasi dengan observasi penglihatan dan diperiksa ciri-ciri morfologi dan fisiologinya.1

2.2.1

Tanaman tingkat tinggi

Tanaman tingkat tinggi adalah organisme fotoautotrof dengan jaringan khusus dan organ yang mempunyai spesialisasi fungsional.1

2.2.2

Serangga Serangga termasuk ke kelompok besar organisme heterotrof aerobik. Mereka memakan bahan organik, tetapi sebagai kelompok yang beragam dalam apa yang mereka dapat konsumsi. Mereka dapat memakan semua makanan mereka baik yang diproses maupun tidak terproses, seperti halnya bahan bukan makanan seperti bahan pengikat dan perekat. Karena beberapa serangga tertarik pada tempat penyimpanan yang biasanya sempit dan gelap, sedangkan makanan dan bahan pangan yang disimpan tidak sering terurus, serangga

berkemungkinan dapat melakukan kerusakan yang signifikan sebelum serangga tesebut diketahui keberadaanya.1 Beberapa contoh hama serangga adalah kegat, kecoak, kumbang penggerek, kumbang, dan ngengat.1 Serangga dapat diinfeksi dengan organisme-organisme penyebab penyakit seperti bakteri, virus, dan jamur. Selain mengakibatkan kerusakan biologi yang signifikan, serangga juga dapat mengontaminasi makanan atau bahan organik lainnya. 1 Daya rusak atau kemampuan merusak serangga pada tanaman pangan umumnya dilakukan dengan tiga cara, yaitu:4 a. Menggerigiti bagian-bagian tanaman dari akar sampai kepada kuntum bunga tanaman; b. Menggerek dan merusak titik tumbuh tanaman (pucuk); c. Menghisap bagian-bagian tanaman yang masih sangat muda.

Perkembangan serangga menurut siklus hidupnya ada yang melalui proses metamorphosa dan siklus hidupnya tidak mengalami metamorphosa. Pada proses metamorphosa terdapat fase peletakkan telur, penetasan telur dan menjadi sejenis ulat, selanjutnya menampakkan pembentukan kepompong, dan

terakhir perwujudan sebagai kupu-kupu atau sejenis kumbang. Sedangkan pada yang tidak mengalami proses metamorphosa mengalami fase peletakkan telur, yang selanjutnua melahirkan larva (serangga/sejenis kumbang yang belum sempurna),

kemudian larva yang telah mengalami pergantian kulit berarti telah menunjukkan kedewasaannya.4 Ada berbagai macam jenis hama untuk tanaman pangan tertentu. Pada tanaman padi ada Scirpophaga innonatata (ulat penggerek), Schunobius bipunctifer (ulat penggerek), ulat/kupukupu Nyimphula depunctalis, homoptera jenis Nilapervata lugens, Nephotettix virescens (wereng hijau), Leptocorixa acuta (walang sangit), Nezara viridula (lembing hijau), Pachydiplosis oryzae (hama ganjur), dan lain-lain. Sebuah jurnal5 mengadakan analisis warp relatif dari variasi bentuk kepala pada serangga Nephotettix virescens (Distant) (Homoptera: Cicadellidae) yang memangsa jenis padi dengan gen yang berbeda untuk ketahanan.

Gambar 1. Wereng hijau6 Perbedaan bentuk kepala diperiksa pada kedua jenis kelamin dari wereng hijau Nephotettix virescens (Distant) yang menerang jenis rentan TN1, dan beras varietas dengan gen tertentu untuk ketahanan TAPL (Glh6), Ptb8 (Glh4), MK (Glh7), dan IR8 (Glh3). Perbedaan dalam bentuk kepala dikualifikasi menggunakan kemajuan dalam analisis citra dan analisis morfometrik geometris. Sebanyak 18 penunjuk homolog dan 2 penunjuk tidak nyata didigitalkan dari gambar bagian kepala yang telah dibedah dari sampel yang ada menggunakan perangkat lunak ScionImage. Kemudian, koordinat x dan y dari penunjuk telah diuji dengan menggunakan analisis warp relatif dan analisis komponen utama. Hasil dari uji Kruskal-Wallis (non-parametrik ANOVA) dari deskriptor bentuk kepala menunjukkan dengan jelas perbedaan pada bentuk kepala beberapa wereng hijau yang menyerang jenis padi yang bersifat tahan (P <0,001). Dalam konteks evolusi, observasi tersebut menunjukkan bahwa

perbedaan ekologi mengikuti pergeseran tanaman inang juga dapat menjadi faktor penting dalam diversifikasi garis keturunan serangga herbivora. Sehingga ras tanaman inang juga dapat menjadi model untuk mengetes hipotesis tentang spesialisasi lokal

faktor yang kemudian dapat mengarah pada isolasi reproduktif dan spesiasi. Dapat disimpulkan dari penelitian ini bahwa hasil analisis citra kepala wereng hijau N. virescens yang beragam baik di dalam maupun antarpopulasi dapat dideskripsikan. Morfometrik geometris adalah alat yang efektif dalam menggambarkan variasi bentuk pada wereng hijau. Demikian juga, penjelasan lebih detail pada penelitian ini menunjukkan bahwa tanaman inang adalah salah satu faktor penting yang mempengaruhi perbedaan morfologis pada populasi ini hama serangga. 2.2.3 Burung, mamalia, dan reptil Burung, mamalia, dan bangsa reptil adalah organisme heterotrof aerobik yang mempunyai kebutuhan makanan yang cukup besar. Mereka dapat bersifat sangat memaksa dalam usaha memperoleh makanan dan dapat mengakibatkan

kerusakan fisik yang fatal. Hasil buangan mereka juga dapat sebagai sumber nutrisi bagi biodeteriogen yang lain dan dapat bersifat korosif.1 Untuk golongan mamalia, biasanya kelompok tikus. Di Indonesia terdapat beberapa jenis tikus, yaitu:4 a. Rattus-rattus brevicaudatus atau tikus sawah; b. Rattus-rattus diardii atau tikus rumah; c. Rattus-rattus concolor ephipium atau tikus huma; dan d. Bandicota indica atau tikus wirok. Yang dimaksud dengan Bandicota indica atau tikus wirok adalah sejenis tikus yang besar (besarnya dapat sebanding dengan anak kucing atau kucing), banyak terdapat di daerah pelabuhan. Tikus ini berwarna hitam, berbulu kasar, sedangkan suaranya seperti suara kalku. Umumnya tikus jenis ini tidak takut

pada kucing atau anjing, mereka bahkan sering menyerang anak ayam.4

Gambar 2. Bandicota indica atau tikus wirok7 R.r. diardii atau tikus rumah merupakan tikus yang banyak melakukan perusakan pada baik barang-barang dan bahan pangan yang ada di rumah maupun bahan pangan yang ada di gudang.4

Gambar 3. R.r. diardii atau tikus rumah8 R.r. concolor ephipium (tikus huma) dan R.r.

brevicaudatus (tikus sawah) adalah jenis tikus yang sering merusak tanaman pangan sejak baik di huma maupun di sawah. Tikus-tikus ini membuat gua atau terowongan di dalam tanah. Mereka menyenangi lapangan terbuka yang basah (sawah), semak-semak di sekitar paya-paya, pematang, tanggul sungai dan lain sebagainya. Mereka hidup bergerombol dalam jarak yang tidak berjauhan sehingga pada waktu melakukan serangan semua tikus dewasa melakukan serangan sekaligus yang mampu menghabiskan berhektar-hektar tanaman padi sejak bunting hingga yang butir-butir padinya hampir matang.4

Gambar 4. R.r. concolor ephipium (tikus huma)9

Gambar 5. R.r. brevicaudatus (tikus sawah)10 Burung juga dapat menjadi penyebab kerusakan biologi pada pangan. Burung dapat merusak tanaman tebu, padi, jagung, dan sorghum. Berikut adalah beberapa contoh burung yang biasanya merusak tanaman pangan.4 a. Burung manyar dapat merusak daun tebu dan juga merusak tanaman padi yang sedang menguning. Daun tebu ternyata sangat disukai burung ini untuk membuat sarang.

10

Gambar 6. Burung manyar11 b. Burung manyar, burung gelatik, dan burung bondol hidupnya bergerombol dalam jumlah besar. Mereka menyerang secara bergelombang terhadap tanaman padi yang menguning dan dapat meninggalkan sawah tanpa hasil bagi para petani.

Gambar 7. Burung gelatik12 c. Serangan burung betet juga secara bergelmbang terhadap tanaman jagung dan sorghum yang tengah berbuah. Sama seperti serangan burung-burung di atas, para petani mungkin hanya mendapatkan sisa-sisa tanaman tanpa buah lagi.

11

Gambar 8. Burung betet13 d. Jenis kalong dan kelelawar banyak merusak buah pada pohon-pohonan, terutama pada buah yang matang.

Gambar 9. Kelelawar14 e. Passer montanus malaccensis Dubois atau burung-burung gereja dan merpati. Burung-burung gereja dalam jumlah banyak dapat memekan sebagian besar gabah, padi, jagung, dan sebagainya baik yang sedang dijemur maupun disimpan dalam gudang, terutama apabila gudang tidak dilengkapi kawat kassa. Sedangkan burung merpati sebenarnya burung peliharaan, tetapi pada batas-batas tertentu dapat menjadi hama. Misalnya ila burung merpati dalam jumlah besar menyerang sawah yang tengah menguning di dekat

12

perkampungan atau memakan sejumlah gabah, padi, jagung, atau sorghum yang sedang dijemur.

Gambar 10. Burung gereja15

Gambar 11. Burung merpati16

2.3 Pencegahan dan Cara Mengatasi Penyebab Kerusakan Biologi Karena hama tanaman itu ternyata sangat merugikan manusia, yang kadang-kadang sangat menggangu kehidupan manusia, terjadinya kekurangan pangan, kelaparan, timbulnya berbagai penyakit, kerusakan pangan, dan lain sebagainya, maka dapat dikatakan bahwa

13

hama itu merupakan musuh manusia. Berbagai cara sudah dilakukan manusia, terutama para petani dan pemerintah dalam menggalakkan usaha untuk membasmi hama tanamam menggunakan cara-cara berikut.4 2.3.1 Cara mekanis Cara ini merupakan cara yang paling sederhana, tapi tetap membutuhkan ketelitian dan ketekunan dari yang

menggunakannya. a. Memeriksa atau mengawasi tanaman yang sedang tumbuh dengan aktif, melakukan usaha pencarian hama penyebab, melakukan pembunuhan terhadap berbagai ulat, larva

serangga, telur serangga, kumbang, dan kupu-kupu yang menjadi hama penyebab. b. Apabila hama penyebabnya tikus, lakukan cara preventif dengan menjaga agar serangan lebih lanjut tidak terjadi, member umpan dan melakukan pembunuhan di tempat. Selanjutnya lakukan cara kuratif dengan cara pembasmian missal tikus. c. Jika diperlukan, lakukan pengeringan atau penggenangan petakan-petakan sawah atau lahan-lahan lainnya. 2.3.2 Mengatur dan memperbaiki pengolahan tanah danpengelolaan tanaman. 2.3.3 Cara biologis Cara ini dilakukan dengan mengembangbiakkan musuh-musuh dari hama (parasit atau predator). Pengembangbiakan predator dapat dilakukan di laboratorium yang selanjutnya disebarkan di daerah yang terserang hama atau dengan cara menjaga predator yang berkembangbiak secara alami untuk tidak ikut terbunuh pada waktu penyemprotan insektisida. 2.3.4 2.3.5 Penggunaan bahan kimia Melalui karantina

14

Sebuah jurnal juga mempublikasikan tentang mengatasi hama dengan cara biologi. Jurnal tersebut17 meneliti tentang aktivitas insektisida dari minyak daun Aegle marmelos untuk mengontrol penyerangan serangga pada biji gandum yang disimpan dari jenis Callosobruchus chinensis (L.) (Bruchidae) dan serangga tepung dari Rhyzopertha dominica (F.) (Bostrychidae), Sitophilus oryzae (L.) (Curculionidae) serta Tribolium castaneum (Herbst) (Tenebrionidae). Setelah melakukan uji serangga, sampel biji gandum dan tepung gandum difumigasi dengan minyak esensial dari Aegle marmelos pada 500 ug/mL (ppm). Minyak ini secara signifikan meningkatkan pencegahan makan pada serangga dan mengurangi kerusakan biji serta penurunan berat badan dalam gram pada sampel biji gandum dan tepung gandum yang difumigasi kecuali pada serangga T. castaneum. Minyak esensial pada dosis yang berbeda secara signifikan mengurangi oviposisi dan kemunculan dari dewasa C. chinensis dalam biji kacang tunggak. Minyak dilindungi disimpan gram dari C. chinensis dan gandum dari R. dominica dan S. oryzae selama dua tahun. Limonene (88%) ditemukan sebagai komponen utama dalam minyak melalui analisis GC-MS. Regresi analisis data pada individu dalam kacang tunggak diperlakukan menegaskan bahwa penurunan yang signifikan dari oviposisi dan kemunculan dewasa C. chinensis menurun dengan peningkatan dosis. Hasil temuan menekankan efektivitas minyak A. marmelos sebagai fumigan terhadap infestasi serangga biji-bijian disimpan dan memperkuat kemungkinan menggunakannya sebagai alternatif untuk bahan kimia sintetis untuk melestarikan biji-bijian disimpan. Analisis GC-MS minyak A. marmelos menunjukkan adanya senyawa berikut. pinene (0,28%), sabinene (0,14%), limonene (88,57%), ocimene (2,29%) dan p kariofilen (0,06%). Limonene ditemukan menjadi komponen utama dalam minyak Aegle. Minyak secara signifikan melindungi biji gandum yang disimpan dari C. chinensis dan sampel gandum dari R. dominica dan S. oryzae untuk dua tahun pertama. Ada 100% gandum kerusakan pada T. castaneum sementara 7,0, 3,67 dan 1,67% kerusakan gabah ditemukan di chinensis C.. R. oryzae dan S. 15

dominica biji-bijian penuh masing-masing. Namun, penurunan yang signifikan dalam penurunan berat badan ditemukan dalam biji gandum yang difumigasi dan tepung terhadap tes serangga kecuali tes T. castaneum. Efek minyak Aegle pada kematian lebih lanjut dan oviposisi dewasa C. chinensis dalam sampel kacang tunggak. C. chinensis menunjukkan mortalitas 71,41% pada dosis 100 ml minyak. Oviposisi jera aktivitas minyak untuk chinensis C. ditingkatkan dengan dosis. Oviposisi berkurang menjadi 56,25% pada dosis 100 ml minyak. Pengurangan menetas juga berbanding lurus dengan dosis minyak. Minyak Aegle diperiksa lebih dari 70% dari munculnya dewasa chinensis C pada dosis yang berbeda. Jurnal lain menunjukkan penggunaan tanaman tingkat tinggi sebagai pestisida biologi.18 Perhatian yang meningkat atas tingkat residu pestisida dalam makanan telah mendorong peneliti untuk mencari alternatif pestisida sintetis. Mereka penggunaan sembarangan telah menyebabkan perkembangan strain resisten hama serta berbagai masalah kesehatan lingkungan dan manusia. Baru-baru ini di berbagai belahan dunia, perhatian telah dibayarkan terhadap eksploitasi produk tanaman yang lebih tinggi sebagai chemotherapeutants novel dalam perlindungan tanaman. Karena rokok, systemicity biodegradabilitas fitotoksisitas, mudah dan sifat stimulasi metabolisme host, produk tanaman memiliki potensi dalam pengelolaan hama. Digunakan secara luas sampai 1940-an, pestisida alami ini terlantar akibat pestisida sintetis modern yang pada saat itu tampaknya lebih murah, lebih mudah dan tahan lama. Popularitas pestisida botani sekali lagi meningkatkan dan beberapa produk tanaman yang digunakan secara global sebagai pestisida hijau. Tubuh literatur ilmiah mendokumentasikan bioaktivitas derivatif tanaman terhadap hama yang berbeda terus berkembang, namun hanya beberapa tumbuhan yang saat ini digunakan dalam pertanian. Piretroid dan produk nimba mapan secara komersial sebagai pestisida

16

botani dan baru-baru beberapa minyak esensial dari tumbuhan tingkat tinggi juga telah digunakan sebagai antimikroba terhadap hama penyimpanan karena status mereka relatif aman dan diterima secara luas oleh konsumen. Beberapa minyak atsiri, yang sering mengandung aromatik pokok dan komponen bumbu bumbu dan rempah-rempah, telah direkomendasikan sebagai antimikroba nabati untuk menghambat

kontaminasi mikroba dan pengurangan pembusukan komoditas pangan. Selain itu, beberapa produk tanaman antimikroba juga memiliki aktivitas antioksidan yang kuat yang sifat yang menguntungkan untuk memerangi dimediasi organoleptik kerusakan radikal bebas komoditas tanaman dan meningkatkan kehidupan rak mereka. Dalam konteks pengelolaan hama pertanian, pestisida botani yang paling cocok untuk digunakan dalam produksi pangan organik di negara-negara industri tetapi dapat

memainkan peran lebih besar dalam produksi dan perlindungan pasca panen produk makanan di negara berkembang. Memburuknya dalam komoditas pangan yang disimpan terutama disebabkan oleh lembaga yaitu tiga. jamur, serangga dan tikus di bawah kondisi yang berbeda dari penyimpanan. Kacang-kacangan merupakan sumber penting protein bagi populasi vegetarian. Buncis (Cicer arietinum L.), umumnya dikenal sebagai gram, merupakan tanaman pulsa penting. Di India, ia tumbuh dalam 7,29 m ha dengan produktivitas rata-rata 792 kg ha-1 meliputi 75% dari areal dunia (Anonim, 2004). Ini adalah tanaman daerah tropis dan beriklim sedang. Secara umum, perkiraan kehilangan hasil oleh serangga dan berbagai penyakit dari 5 sampai 10% di daerah beriklim sedang dan 50-100% di daerah tropis (Van Emden et al, 1988.). Hama serangga menyebabkan kerugian besar untuk biji-bijian yang disimpan termasuk pulsa, terutama di daerah lembab dan hangat dunia. Produksi mikotoksin oleh beberapa jamur telah

menambahkan dimensi baru pada gravitasi dari masalah. Jamur adalah kapal perusak signifikan bahan makanan selama penyimpanan, membuat mereka tidak layak untuk dikonsumsi manusia dengan memperlambat nilai gizi mereka dan kadang-kadang dengan produksi mikotoksin. Menurut

17

perkiraan FAO, 25% dari tanaman pangan dunia dipengaruhi oleh mikotoksin setiap tahun. Mereka menimbulkan risiko kesehatan kronis: kontak yang terlalu lama melalui diet telah dikaitkan dengan kanker dan ginjal, hati, dan sistem kekebalan penyakit. Mikotoksin terjadi lebih sering dalam kondisi tropis dan diet di banyak negara berkembang yang lebih terkonsentrasi pada tanaman rentan terhadap mikotoksin. Umumnya, kondisi tropis seperti suhu tinggi dan kelembaban, musim hujan, hujan pada musimnya pada saat panen, dan flash memimpin banjir proliferasi jamur dan mikotoksin. Praktek pemanenan yang buruk, penyimpanan yang tidak tepat, dan kondisi yang optimal sub selama transportasi dan pemasaran juga dapat memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan jamur dan proliferasi mikotoksin. Selain itu jurnal lain juga tetap membahas mengenai penggunaan pestisida biologi.19 Penggunaan tumbuhan sekarang muncul sebagai salah satu sarana penting untuk digunakan dalam perlindungan hasil tanaman dan lingkungan dari pencemaran pestisida, yang

merupakan masalah global. Dalam bab ini, dfokus pada masa depan pestisida botani dengan referensi khusus untuk pertanian. Dua aspek utama pestisida botani, satu pencarian dan eksploitasi tumbuhan baru sebagai pestisida termasuk isolasi, identifikasi dan evaluasi komponen aktif dan lain penggunaan tumbuhan dalam bidang pertanian dalam berbagai bentuk seperti aplikasi semprot langsung dari berbagai bahan tanaman, perubahan tanah untuk berbagai bagian tanaman, tumpang sari tanaman biologis aktif dengan tanaman utama, protectants gandum botani, penggunaan pestisida botani formulasi berbasis sintetis dan juga penggunaan tumbuhan sebagai synergists/pengikat untuk pestisida sintetis. Dalam jurnal ini membhasa berbagai macam pestisida biologi yang dapat digunakan unutk membasmi berbagai hama. Sedang jurnal yang satu ini membahas tentang penggunaan racun dari suatu bakteri unutk membunuh hama serangga pada padi. 20 Tanaman transgenik untuk mengendalikan hama penggerek batang

18

kerusakan sedang dalam pengembangan di Cina. Untuk menilai potensi Bacillus thuringiensis (Bt) transgen dalam pengendalian penggerek batang, toksisitas lima protoxins Bt (Cry1Aa, Cry1Ab, Cry1Ac, Cry1Ba dan Cry1Ca) terhadap dua penggerek batang padi, Sesamia inferens (pink penggerek batang) dan Chilo suppressalis (penggerek batang bergaris), dievaluasi di laboratorium dengan memberi makan larva neonates pada pakan buatan yang mengandung protoxins Bt. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa Cry1Ca dipamerkan tingkat tertinggi toksisitas baik penggerek batang, dengan LC50 0,24 dan 0,30 lg / g untuk C. suppressalis dan S. inferens, masing-masing. Namun, S. inferens adalah 4 kali lipat lebih rendah dalam kerentanan terhadap Cry1Aa, dan 6 - dan 47-kali lipat kurang rentan untuk Cry1Ab dan Cry1Ba, masing-masing, dibandingkan dengan C. suppressalis. Untuk mengevaluasi interaksi antara Bt protoxins pada larva penggerek batang, tes toksisitas dilakukan dengan campuran Cry1Aa/Cry1Ab, Cry1Aa / Cry1Ca, Cry1Ac/Cry1Ca, Cry1Ac/Cry1Ba, Cry1Ab/Cry1Ac, Cry1Ab/Cry1Ba, dan Cry1Ab/Cry1Ca di 1:1 (b / b) rasio. Semua campuran protoxin menunjukkan aktivitas toksisitas yang signifikan sinergis terhadap C. suppressalis, dengan nilai 1.6 sampai 11 kali lipat toksisitas lebih tinggi dari efek aditif teoritis. Anehnya, semua kecuali salah satu campuran protoxin Bt adalah antagonis dalam toksisitas pada inferens S.. Dalam kematian-waktu respon percobaan, S. inferens menunjukkan toleransi meningkat menjadi Cry1Ab dan Cry1Ac dibandingkan dengan C. suppressalis ketika diobati dengan konsentrasi protoxin rendah atau tinggi. Data menunjukkan kegunaan protoxin Cry1Ca dan campuran Cry1Ac/Cry1Ca untuk

mengendalikan populasi hama penggerek batang kedua.

19

BAB III PENUTUP

3.1 Simpulan Kerusakan biologi pada pangan merupakan kerusakan yang diakibatkan oleh organisme tingkat tinggi yang menyebabkan pangan menjadi kekurangan atau bahkan kehilangan kualitas dan kuantitasnya sebagai bahan pangan. Penyebab dari kerusakan biologi ini dapat diakibatkan tanaman tingkat tinggi, serangga, mamalia (biasanya tikus), burung, dan reptil. Pencegahan akan kerusakan biologi ini dapat dilakukan pada saat penanaman, panen, atau penyimpanan bahan pangan.

3.2 Saran Untuk menjaga bahan pangan, kita dapat melakukan berbagai upaya yang telah dijelaskan di atas. Dengan menjaga bahan pangan kita secara langsung mengurangi kelaparan dan menjaga ketersediaan pangan unutk masa depan.

20

DAFTAR ISI

1. Tucker, S. Gary, editor. 2008. Food Biodeterioration and Preservation. London: Blackwell Publishing. 2. Winarni, Kusumastuti, E. 2010. Bahan Ajar Kimia Bahan Pangan. Semarang: Universitas Negeri Semarang. 3. Syarief R, Halid H. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Jakarta: Arcan. 4. Kartasapoetra, A.G. 1993. Hama Tanaman Pangan dan Perkebunan. Jakarta: Radar Jaya Offset. 5. Ascao C P, Torres M A J. Relative warp analysis of head shape variations in Nephotettix virescens (Distant) (Homoptera: Cicadellidae) infesting rice types with different genes for resistance. Journal of Biological Science. 2010 June 29; 3(1): 199-206. 6. Wereng Hijau Green Leafhopper. Tersedia dari http://cybex.deptan.go.id/penyuluhan/wereng-hijau-green-leafhopper (diakses pada 26 Juni 2012) 7. Greater bandicoot rat (Bandicota indica). Tersedia dari http://www.plantwise.org/?dsid=8439&loadmodule=plantwisedatasheet&pag e=4270&site=234 (diakses pada 26 Juni 2012) 8. Malaysian house rat (Rattus rattus diardii). Tersedia dari http://www.plantwise.org/?dsid=46828&loadmodule=plantwisedatasheet&pa ge=4270&site=234 (diakses pada 26 Juni 2012) 9. Tikus yang sering dijumpai di kebun sawit. Tersedia dari http://science.lintas.me/article/duniakebun.blogspot.com/tikus-yang-seringdi-jumpai-di-kebun-sawit/ (diakses pada 26 Juni 2012) 10. Pengendalian Tikus Sawah Dengan Sistem Bubu Perangkap. Tersedia dari http://www.penyuluhpertanian.com/pengendalian-tikus-pada-padi-sawah (diakses pada 26 Juni 2012) 11. Gambar Burung. Tersedia dari http://smartmastering.com/gambarburung.html (diakses pada 26 Juni 2012)

21

12. Pleci, Cucak Jenggot, Kolibri, dan Gelatik. Tersedia dari http://www.infoburung.com/2010/06/pleci-cucak-jenggot-kolibri-dangelatik_6023.html (diakses pada 26 Juni 2012) 13. Bayan. Tersedia dari http://id.wikipedia.org/wiki/Bayan_(burung) (diakses pada 26 Juni 2012) 14. Tersedia dari http://www.caves.org/WNS/ (diakses pada 26 Juni 2012) 15. Burung Gereja Erasia. Tersedia dari http://www.bio.undip.ac.id/sbw/spesies/sp_burung_gereja_erasia.htm (diakses pada 26 Juni 2012) 16. Domestic Pigeons (Rock Doves). Tersedia dari http://wdfw.wa.gov/living/pigeons.html (diakses pada 26 Juni 2012) 17. Kumar, Rajesh et al. Insecticidal Activity Aegle marmelos (L.) Correa Essential Oil Against Four Stored Grain Insect Pests. Internet Journal of Food Safety. 2008. Vol.10, p.39-49 18. N. K. Dubey, et al. Current Status of Plant Products as Botanical Pesticides in storage pest management. Journal of Biopesticides. 2008. 1(2):182186 19. Anand Prakash, et al. Future of Botanical Pesticides in rice, wheat, pulses and vegetables pest management. Journal of Biopesticides. 2008. 1(2):154169 20. Yulin Gao, et al. Screen of Bacillus thuringiensis toxins for transgenic rice to control Sesamia inferens and Chilo suppressalis. Journal of Invertebrate Pathology. 2010. 105; 1115

22

Anda mungkin juga menyukai