JURNAL
Oleh:
Nama Guru : ARMETA SEPTIAN WIDOWATI S.Pd
NIP : 198809102023212018
Tempat,tanggal lahir : Klaten, 10 September 1988
Golongan : IX
Jabatan : Ahli Pertama – Guru Matematika
Instansi : Pemerintah Provinsi Jawa Tengah
TAHUN 2023
RESUME MOOC PPPK 2022
AGENDA I
Wawasan Kebangsaan dan Nilai Nilai Bela Negara
Wawasan Kebangsaan dapat diartikan sebagai konsepsi cara pandang yang dilandasi
akan kesadaran diri sebagai warga dari suatu negara akan diri dan lingkungannya di dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Ada empat (4) konsensus dasar berbangsa dan bernegara
yakni :
1. Pancasila : sebagai landasan negara, ideologi nasional, pandangan hidup bangsa,
sebagai perekat atau pemersatu bangsa dan sebagai wawasan pokok bangsa Indonesia
dalam mencapai cita-cita nasional
2. UUD 1945: dasar hukum negara yang membatasi kekuasaan pemerintah sedemikian
rupa, sehingga penyelenggaraan kekuasaan tidak bersifat sewenang-wenang. Dengan
demikian diharapkan hakhak warga Negara terlindungi. Gagasan ini dinamakan
konstitusionalisme.
3. Bhineka tunggal Ika :sebagai semboyan negara yang berarti berbeda-beda tetapi pada
hakekatnya satu sebab meskipun secara keseluruhannya memiliki perbedaan tetapi
pada hakekatnya satu, satu bangsa dan negara Republik Indonesia
4. NKRI atau Negara Kesatuan Republik Indonesia
“Bendera Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Bendera Negara
adalah Sang Merah Putih”
“Bahasa Indonesia yang dinyatakan sebagai bahasa resmi negara dalam Pasal 36 Undang-
Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 bersumber dari bahasa yang
diikrarkan dalam Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928 sebagai bahasa persatuan yang
dikembangkan sesuai dengan dinamika peradaban Bangsa”
“Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia berbentuk Garuda Pancasila yang kepalanya
menoleh lurus ke sebelah kanan, perisai berupa jantung yang digantung dengan rantai pada
leher Garuda, dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh
Garuda”
“Lagu Kebangsaan adalah Indonesia Raya yang digubah oleh Wage Rudolf Supratman”.
BELA NEGARA
Bela Negara adalah tekad, sikap, dan perilaku serta tindakan warga negara, baik
secara perseorangan maupun kolektif dalam menjaga kedaulatan negara, keutuhan wilayah,
dan keselamatan bangsa dan negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa Indonesia dan Negara
dari berbagai Ancaman”
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber
Daya Nasional untuk Pertahanan Negara Pasal 7 Ayat (3), nilai dasar Bela Negara meliputi :
a) cinta tanah air;
b) sadar berbangsa dan bernegara;
c) setia pada Pancasila sebagai ideologi negara;
d) rela berkorban untuk bangsa dan negara; dan
e) kemampuan awal Bela Negara.
Menjadi ASN yang professional : Mengambil Tanggung Jawab, Menunjukkan Sikap Mental
Positif, Mengutamakan Keprimaan, Menunjukkan Kompetensi, Memegang Teguh Kode Etik.
Perubahan Lingkungan Strategis : Individual, family, community/culture, society, global.
Modal Insani Dalam Menghadapi Perubahan Lingkungan Strategis (Ancok, 2002) :
Modal Intelektual,
Modal Emosional,
Modal Sosial,
Modal ketabahan (adversity),
Modal etika/moral,
Modal Kesehatan (kekuatan) Fisik/Jasmani.
Cyber crime
Terdapat beberapa jenis cyber crime yang dapat kita golongkan berdasarkan aktivitas yang
dilakukannya:
Unauthorized Access,
Illegal Contents,
Penyebaran virus,
Cyber Espionage, Sabotage, and Extortion,
Carding,
Hacking dan Cracker,
Cybersquatting and Typosquatting,
Cyber Terorism
Hate speech atau ujaran kebencian dalam bentuk provokasi, hinaan atau hasutan yang
disampaikan oleh individu ataupun kelompok di muka umum atau di ruang publik.
Hoax
Hoax adalah berita atau pesan yang isinya tidak dapat dipertangung jawabkan atau bohong
atau palsu, baik dari segi sumber maupun isi. Berikut ini beberapa tips dalam menggunakan
media sosial agar terhindar dari risiko pelanggaran hukum:
Memahami regulasi yang ada,
Memahami regulasi atau UU yang terkait dengan IT,
Menegakan etika ber-media sosial,
Memasang identitas asli diri dengan benar,
Cek terlebih dahulu kebenaran informasi yang akan dibagikan (share) ke publik.
Lebih berhati-hati bila ingin memposting hal- hal atau data yang bersifat pribadi.
Dalam hal ini ASN sebagai perekat bangsa harus mampu mengoptimalkan komunikasi massa
baik melalui media massa maupun media sosial guna mengadvokasi nilai-nilai persatuan
yang saat ini menjadi salah satu isu kritikal dalam kehidupan generasi muda.Memahami Isu
Kritikal . Isu kritikal secara umum terbagi ke dalam tiga kelompok berbeda berdasarkan
tingkat urgensinya, yaitu:
Isu saat ini (current issue)
Isu berkembang (emerging issue), dan
Isu potensial
Teknik-Teknik Analisis Isu
Teknik Tapisan Isu
Beberapa alat bantu menganalisis isu disajikan sebagai berikut:
Mind Mapping
Fishbone Diagram
Analisis SWOT
Tahap pengumpulan data;
Tahap analisis
Tahap pengambilan keputusan
Analisis Kesenjangan atau Gap Analysis
AGENDA II
BERORIENTASI PELAYANAN
a. Konsep Pelayanan Publik
1. Pengertian
Definisi dari pelayanan publik sebagaimana tercantum dalam UU
Pelayanan Publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka
pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa,
dan/atau pelayanan administrative yang disediakan oleh penyelenggara
pelayanan public. Adapun penyelenggara pelayanan publik menurut
UU
Pelayanan Publik adalah setiap institusi penyelenggara negara,
korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan
undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan
hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan
publik. Dalam batasan pengertian tersebut, jelas bahwa Aparatur
Sipil Negara (ASN) adalah salah satu dari penyelenggara pelayanan
publik, yang kemudian dikuatkan kembali dalam UU Nomor 5
Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN), yang
menyatakan bahwa salah satu fungsi ASN adalah sebagai pelayan
publik.
Asas penyelenggaraan pelayanan publik seperti yang
tercantum dalam Pasal 4 UU Pelayanan Publik, yaitu:
a. kepentingan umum;
b. kepastian hukum;
c. kesamaan hak;
d. keseimbangan hak dan kewajiban;
e. keprofesionalan;
f. partisipatif;
g. persamaan perlakuan/tidak diskriminatif;
h. keterbukaan;
i. akuntabilitas;
j. fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan;
k. ketepatan waktu; dan
l. kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan.
Prinsip pelayanan publik
i) partisipatif
ii) transparan
iii) responsive
iv) tidak diskriminatif
v) mudah dan murah
vi) efektif dan efisien
vii) aksesibel
viii) akuntabel
ix) berkeadilan
Unsur penting dalam dalam pelayanan publik khususnya dalam konteks
ASN
i) penyelenggara pelayanan publik yaitu ASN/Birokrasi
ii) penerima layanan yaitu masyarakat, stakeholders, atau sektor privat
iii) kepuasan yang diberikan dan/atau diterima oleh penerima layanan
b. Berorientasi Pelayanan
Dalam penyelenggaraan pelayanan publik pemerintah wajib mendengar dan
memenuhi tuntutan kebutuhan warga negaranya. Tidak hanya terkait dengan
bentuk dan jenis pelayanan publik yang mereka butuhkan akan tetapi juga
terkait dengan mekanisme penyelenggaraan layanan, jam pelayanan, prosedur,
dan biay penyelenggaraan pelayanan. Sebagai klien masyarakat, birokrasi
wajib mendengarkan aspirasi dan keinginan masyarakat. ASN harus mampu
memelihara komunikasi dan interaksi yang baik dengan masyarakat, bersifat
kreatif, proaktif dan inovatif dalam memenuhi kebutuhan masyarakat yang
berbeda beda. Citra positif ASN sebagai pelayan publik terlihat dengan
perilaku melayani dengan senyum, menyapa dan memberi salam, serta
berpenampilan rapih; melayani dengan cepat dan tepat waktu; melayani
dengan memberikan kemudahan bagi Anda untuk memilih layanan yang
tersedia; serta melayani dengan dengan kemampuan, keinginan dan tekad
memberikan pelayanan yang prima.
Karakteristik dalam memberikan pelayanan prima ditunjukkan dengan upaya
perbaikan secara berkelanjutan melalui berbagai cara, antara lain: pendidikan,
pelatihan, pengembangan ide kreatif, kolaborasi, dan benchmark. Pemberian
layanan bermutu tidak boleh berhenti ketika kebutuhan masyarakat sudah
dapat terpenuhi, melainkan harus terus ditingkatkan dan diperbaiki agar mutu
layanan yang diberikan dapat melebihi harapan pengguna layanan. Layanan
hari ini harus lebih baik dari hari kemarin, dan layanan hari esok akan menjadi
lebih baik dari hari ini (doing something better and better).
AKUNTABEL
Peribahasa ‘Waktu Adalah Uang’ digunakan oleh banyak ‘oknum’ untuk memberikan
layanan spesial bagi mereka yang memerlukan waktu layanan yang lebih cepat dari
biasanya. Sayangnya, konsep ini sering bercampur dengan konsep sedekah dari sisi
penerima layanan yang sebenarnya tidak tepat. Waktu berlalu, semua pihak sepakat,
menjadi kebiasaan, dan dipahami oleh hampir semua pihak selama puluhan tahun.
Sehinga, di masyarakat muncul peribahasa baru, sebuah sarkasme, ‘kalau bisa
dipersulit, buat apa dipermudah’. Terminologi ‘oknum’ sering dijadikan kambing
hitam dalam buruknya layanan publik, namun, definisi ‘oknum’ itu seharunya bila
hanya dilakukan oleh segelintir personil saja, bila dilakukan oleh semua, berarti ada
yang salah dengan layanan publik di negeri ini.
Sejak diterbitkannya UU No.25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik, dampaknya
sudah mulai terasa di banyak layanan. Perbaikan layanan tersebut tidak lepas dari
upaya
lanjutan yang dilakukan pasca diterbitkannya aturan. Setidaknya, aturan tersebut tidak
lagi menjadi dokumen statis yang hanya bisa diunduh dan dibaca ketika diperlukan
untuk menulis. Hasil ini tidak lain merupakan hasil kerja dan komitmen semua pihak,
baik dari sisi penyelenggara pelayanan dan masyarakat penerima layanan. Namun,
komitmen ini bukan juga hal yang statis. Perlu upaya keras semua pihak untuk
menjaganya bahkan tantangan untuk meningkatkannya. Tantangan itu pun tidak statis,
godaan dan mental/pola pikir pihak-pihak yang dahulu menikmati keuntungan dari
lemahnya sektor pengawasan layanan selalu mencoba menarik kembali ke arah
berlawanan. Tugas kita sebagai ASN adalah ikut menjaga bahkan ikut berpartisipasi
dalam proses menjaga dan meningkatkan kualitas layanan tersebut. Karena, bisa jadi,
secara aturan dan payung hukum sudah memadai, namun, secara pola pikir dan
mental, harus diakui, masih butuh usaha keras dan komitment yang ekstra kuat.
Tantangan yang dihadapi bukan hanya di lingkungan ASN sebagai pemberi layanan,
namun juga dari masyarakat penerima layanan.
Dalam banyak hal, kata akuntabilitas sering disamakan dengan responsibilitas atau
tanggung jawab. Namun pada dasarnya, kedua konsep tersebut memiliki arti yang
berbeda. Responsibilitas adalah kewajiban untuk bertanggung jawab, sedangkan
akuntabilitas adalah kewajiban pertanggungjawaban yang harus dicapai.
Akuntabilitas merujuk pada kewajiban setiap individu, kelompok atau institusi untuk
memenuhi tanggung jawab dari amanah yang dipercayakan kepadanya. Amanah
seorang ASN menurut SE Meneteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Nomor 20 Tahun 2021 adalah menjamin terwujudnya perilaku yang sesuai
dengan Core Values ASN BerAKHLAK.
Dalam konteks Akuntabilitas, perilaku tersebut adalah:
Kemampuan melaksanaan tugas dengan jujur, bertanggung jawab, cermat,
disiplin dan berintegritas tinggi
Kemampuan menggunakan kekayaan dan barang milik negara secara
bertanggung jawab, efektif, dan efisien
Kemampuan menggunakan Kewenangan jabatannya dengan berintegritas tinggi
Akuntabilitas dan Integritas banyak dinyatakan oleh banyak ahli administrasi negara sebagai
dua aspek yang sangat mendasar harus dimiliki dari seorang pelayan publik. Namun,
integritas memiliki keutamaan sebagai dasar seorang pelayan publik untuk dapat berpikir
secara akuntabel. Kejujuran adalah nilai paling dasar dalam membangun kepercayaan publik
terhadap amanah yang diembankan kepada setiap pegawai atau pejabat negara.
Setiap organisasi memiliki mekanisme akuntabilitas tersendiri. Mekanisme ini dapat diartikan
secara berbedabeda dari setiap anggota organisasi hingga membentuk perilaku yang berbeda-
beda pula. Contoh mekanisme akuntabilitas organisasi, antara lain sistem penilaian kinerja,
sistem akuntansi, sistem akreditasi, dan sistem pengawasan (CCTV, finger prints, ataupun
software untuk memonitor pegawai menggunakan komputer atau website yang dikunjungi).
Untuk memenuhi terwujudnya organisasi sector publik yang akuntabel, maka mekanisme
akuntabilitas harus mengandung dimensi:
1. Akuntabilitas kejujuran dan hukum (accountability for probity and legality)
2. Akuntabilitas proses (process accountability)
3. Akuntabilitas program (program accountability)
4. Akuntabilitas kebijakan (policy accountability)
Alat akuntabilitas Indonesia
1. Perencanaan Strategis (Strategic Plans) yang berupa Rencana Pembangunan Jangka
Panjang (RPJP-D), Menengah (Rencana Pembangunan Jangka Menengah/RPJM-D), dan
Tahunan (Rencana Kerja Pemerintah/RKP-D), Rencana Strategis (Renstra) untuk setiap
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan Sasaran Kerja Pegawai (SKP) untuk setiap
PNS.
2. Kontrak Kinerja. Semua Pegawai Negeri Sipil (PNS) tanpa terkecuali mulai 1 Januari
2014 menerapkan adanya kontrak kerja pegawai. Kontrak kerja yang dibuat untuk tiap
tahun ini merupakan kesepakatan antara pegawai dengan atasan langsungnya. Kontrak
atau perjanjian kerja ini merupakan implementasi dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor
46 Tahun 2011 tentang Penilaian Prestasi Kerja PNS hingga Peraturan Pemerintah
terbaru Nomor 30 Tahun 2019 tentang Penilaian Prestasi Kerja PNS.
3. Laporan Kinerja yaitu berupa Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
(LAKIP) yang berisi perencanaan dan perjanjian kinerja pada tahun tertentu, pengukuran
dan analisis capaian kinerja, serta akuntabilitas keuangan.
Hal-hal yang penting diperhatikan dalam membangun lingkungan kerja yang akuntabel
adalah:
1. kepemimpinan,
2. transparansi,
3. integritas,
4. tanggung jawa (responsibilitas),
5. keadilan,
6. kepercayaan,
7. keseimbangan,
8. kejelasan,
9. konsistensi.
Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam menciptakan framework akuntabilitas
1. Menentukan tujuan yang ingin dicapai dan tanggungjawab yang harus dilakukan
2. Melakukan perencanaan atas apa yang perlu dilakukan untuk mencapai tujuan
3. Melakukan implementasi dan memantau kemajuan yang sudah dicapai
4. Memberikan laporan hasil secara lengkap, mudah dipahami dan tepat waktu
5. Melakukan evaluasi hasil dan menyediakan masukan atau feedback untuk memperbaiki
kinerja yang telah dilakukan melalui kegiatankegiatan yang bersifat korektif.
2 tipe konflik kepentingan
1. Keuangan
Penggunaan sumber daya lembaga (termasuk dana, peralatan atau sumber daya
aparatur) untuk keuntungan pribadi
2. Non keuangan
Penggunaan posisi atau wewenang untuk membantu diri sendiri dan / atau orang lain
Untuk memenuhi terwujudnya organisasi sektor publik yang akuntabel, maka mekanisme
akuntabilitas harus mengandung 3 dimensi yaitu
Akuntabilitas kejujuran dan hukum,
Akuntabilitas proses, Akuntabilitas program, dan
Akuntabilitas kebijakan.
Pengelolaan konflik kepentingan dan kebijakan gratifikasi dapat membantu pembangunan
budaya akuntabel dan integritas di lingkungan kerja. Akuntabilias dan integritas dapat
menjadi faktor yang kuat dalam membangun pola pikir dan budaya antikorupsi.
Seperti bunyi Pasal 3 UU Nomor 14 Tahun 2008 tercantum beberapa tujuan, sebagai berikut:
1. Menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik,
program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan
pengambilan suatu keputusan publik;
2. Mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik;
3. Meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan
pengelolaan Badan Publik yang baik;
4. Mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang transparan, efektif dan
efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan;
5. Mengetahui alasan kebijakan public yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak;
6. Mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa; dan/atau
7. Meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan Badan Publik
untuk menghasilkan layanan informasi
Prinsip keterbukaan informasi public
1. Maximum Access Limited Exemption (MALE). Pada prinsipnya semua informasi
bersifat terbuka dan bisa diakses masyarakat. Suatu informasi dapat dikecualikan
hanya karena apabila dibuka, informasi tersebut dapat merugikan kepentingan publik.
Pengecualian itu juga harus bersifat terbatas, dalam arti : (i) hanya informasi tertentu
yang dibatasi; dan (ii) pembatasan itu tidakberlaku permanen.
2. Permintaan Tidak Perlu Disertai Alasan Akses terhadap informasi merupakan hak
setiap orang. Konsekuensi dari rumusan ini adalah setiap orang bisa mengakses
informasi tanpa harus disertai alasan untuk apa informasi tersebut diperlukan. Seorang
pengacara public tidak perlu menjelaskan secara detail untuk apa ia membutuhkan
informasi tentang suatu putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Prinsip ini penting untuk menghindari munculnya penilaian subjektif pejabat publik
ketika memutuskan permintaan informasi tersebut. Pejabat publik bisa saja khawatir
informasi itu disalahgunakan. Argumentasi ini sebenarnya kurang kuat, karena
penyalahgunaan informasi tetap bisa dipidanakan.
3. Mekanisme yang Sederhana, Murah, dan Cepat Nilai dan daya guna suatu informasi
sangat ditentukan oleh konteks waktu. Seorang wartawan misalnya, terikat pada
deadline saat ia meminta informasi yang berkaitan dengan berita yang sedang dia
tulis. Dalam kasus lain, seorang penggiat hak asasi manusia membutuhkan informasi
yang cepat, murah, dan sederhana dalam aktivitasnya. Informasi bisa jadi tidak
berguna jika diperoleh dalam jangka waktu yang lama, karena bisa tertutup oleh
informasi yang lebih baru. Selain itu, mekanisme penyelesaian sengketa informasi
juga harus sederhana.
4. Informasi Harus Utuh dan Benar. Informasi yang diberikan kepada pemohon haruslah
informasi yang utuh dan benar. Jika informasi tersebut tidak benar dan tidak utuh,
dikhawatirkan menyesatkan pemohon. Dalam aktivitas pasar modal biasanya ada
ketentuan yang melarang pemberian informasi yang tidak benar dan menyesatkan
(misleading information). Seorang advokat atau akuntan publik biasanya
mencantumkan klausul disclaimer. Pendapat hukum dan pendapat akuntan dianggap
benar berdasarkan dokumen yang diberikan oleh pengguna jasa.
5. Informasi Proaktif. Badan publik dibebani kewajiban untuk menyampaikan jenis
informasi tertentu yang penting diketahui publik. Misalnya, informasi tentang bahaya
atau bencana alam wajib disampaikan secara proaktif oleh Badan Publik tanpa perlu
ditanyakan oleh masyarakat.
6. Perlindungan Pejabat yang Beritikad Baik. Perlu ada jaminan dalam undang-undang
bahwa pejabat yang beriktikad baik harus dilindungi. Pejabat publik yang
memberikan informasi kepada masyarakat harus dilindungi jika pemberian informasi
dilandasi itikad baik. Misalnya, pejabat yang memberikan bocoran dan dokumen
tentang praktik korupsi di instansinya.
Perilaku Berkaitan dengan Transparansi dan Akses Informasi (Transparency and Official
Information Access)
ASN tidak akan mengungkapkan informasi resmi atau dokumen yang diperoleh selain
seperti yang dipersyaratkan oleh hukum atau otorisas yang diberikan oleh institusi;
ASN tidak akan menyalahgunakan informasi resmi untuk keuntungan pribadi atau
komersial untuk diri mereka sendiri atau yang lain. Penyalahgunaan informasi resmi
termasuk spekulasi saham berdasarkan informasi rahasia dan mengungkapkan isi dari
surat-surat resmi untuk orang yang tidak berwenang;
ASN akan mematuhi persyaratan legislatif, kebijakan setiap instansi dan semua
arahan yang sah lainnya mengenai komunikasi dengan menteri, staf menteri, anggota
media dan masyarakat pada umumnya.
Pada umumnya fraud terjadi karena tiga hal yang dapat terjadi secara bersamaan, yaitu:
Insentif atau tekanan untuk melakukan fraud. Beberapa contoh pressure dapat timbul
karena masalah keuangan pribadi. Sifat-sifat buruk seperti berjudi, narkoba, berhutang
berlebihan dan tenggat waktu dan target kerja yang tidak realistis.
Sikap atau rasionalisasi untuk membenarkan tindakan fraud. Hal ini terjadi karena
seseorang mencari pembenaran atas aktifitasnya yang mengandung fraud. Pada
umumnya para pelaku fraud meyakini atau merasa bahwa tindakannya bukan
merupakan suatu kecurangan tetapi adalah suatu yang memang merupakan haknya,
bahkan kadang pelaku merasa telah berjasa karena telah berbuat banyak untuk
organisasi. Dalam beberapa kasus lainnya terdapat pula kondisi dimana pelaku
tergoda untuk melakukan fraud karena merasa rekan kerjanya juga melakukan hal
yang sama dan tidak menerima sanksi atas tindakan fraud tersebut.
Sikap atau rasionalisasi untuk membenarkan tindakan fraud. Hal ini terjadi karena
seseorang mencari pembenaran atas aktifitasnya yang mengandung fraud. Pada
umumnya para pelaku fraud meyakini atau merasa bahwa tindakannya bukan
merupakan suatu kecurangan tetapi adalah suatu yang memang merupakan haknya,
bahkan kadang pelaku merasa telah berjasa karena telah berbuat banyak untuk
organisasi. Dalam beberapa kasus lainnya terdapat pula kondisi dimana pelaku
tergoda untuk melakukan fraud karena merasa rekan kerjanya juga melakukan hal
yang sama dan tidak menerima sanksi atas tindakan fraud tersebut.
Perilaku berkaitan dengan menghindari perilaku yang curang dan koruptif (Fraudulent and
Corrupt Behaviour):
• ASN tidak akan terlibat dalam penipuan atau korupsi;
• ASN dilarang untuk melakukan penipuan yang menyebabkan kerugian keuangan aktual
atau potensial untuk setiap orang atau institusinya
• ASN dilarang berbuat curang dalam menggunakan posisi dan kewenangan mereka untuk
keuntungan pribadinya;
• ASN akan melaporkan setiap perilaku curang atau korup;
• ASN akan melaporkan setiap pelanggaran kode etik badan mereka;
• ASN akan memahami dan menerapkan kerangka akuntabilitas yang berlaku di sektor
publik.
Fasilitas publik dilarang pengunaannya untuk kepentingan pribadi, sebagai contoh motor atau
mobil dinas yang tidak boleh digunakan kepentingan pribadi. Hal-hal tersebut biasanya sudah
diatur secara resmi oleh berbagai aturan dan prosedur yang dikeluarkan pemerintah/instansi.
Setiap PNS harus memastikan bahwa:
• Penggunaannya diaturan sesuai dengan prosedur yang berlaku
• Penggunaannya dilaklukan secara bertanggung- jawab dan efisien
• Pemeliharaan fasilitas secara benar dan bertanggungjawab.
Mulgan (1997) mengidentifikasikan bahwa proses suatu organisasi akuntabel karena adanya
kewajiban untuk menyajikan dan melaporkan informasi dan data yang dibutuhkan oleh
masyarakat atau pembuat kebijakan atau pengguna informasi dan data pemerintah lainnya.
Informasi ini dapat berupa data maupun penyampaian/penjelasan terhadap apa yang sudah
terjadi, apa yang sedang dikerjakan, dan apa yang akan dilakukan. Informasi dan data yang
disimpan dan dikumpulkan serta dilaporkan tersebut harus relevant (relevan), reliable (dapat
dipercaya), understandable (dapat dimengerti), serta comparable (dapat diperbandingkan),
sehingga dapat digunakan sebagaimana mestinya oleh pengambil keputusan dan dapat
menunjukkan akuntabilitas public.
Perilaku berkaitan dengan Penyimpanan dan Penggunaan Data serta Informasi Pemerintah
(Record Keeping and Use of Government Information):
• ASN bertindak dan mengambil keputusan secara transparan;
• ASN menjamin penyimpanan informasi yang bersifat rahasia;
• ASN mematuhi perencanaan yang telah ditetapkan;
• ASN diperbolehkan berbagi informasi untuk mendorong efisiensi dan kreativitas;
• ASN menjaga kerahasiaan yang menyangkut kebijakan negara;
• ASN memberikan informasi secara benar dan tidak menyesatkan kepada pihak lain yang
memerlukan informasi terkait kepentingan kedinasan;
• ASN tidak menyalahgunakan informasi intern negara, tugas, status, kekuasaan, dan
jabatannya untuk mendapat atau mencari keuntungan atau manfaat bagi diri sendiri atau
untuk orang lain.
Ketersediaan informasi publik telah memberikan pengaruh yang besar pada berbagai sektor
dan urusan publik di Indonesia. Salah satu tema penting yang berkaitan dengan isu ini adalah
perwujudan transparansi tata kelola keterbukaan informasi publik, dengan diterbitkannya UU
Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (selanjutnya disingkat: KIP).
Aparat pemerintah dituntut untuk mampu menyelenggarakan pelayanan yang baik untuk
publik. Hal ini berkaitan dengan tuntutan untuk memenuhi etika birokrasi yang berfungsi
memberikan pelayanan kepada masyarakat. Etika pelayanan publik adalah suatu panduan
atau pegangan yang harus dipatuhi oleh para pelayan publik atau birokrat untuk
menyelenggarakan pelayanan yang baik untuk publik. Buruknya sikap aparat sangat
berkaitan dengan etika.
Ada 2 jenis umum konflik kepentingan yaitu keuangan (Penggunaan sumber daya lembaga
termasuk dana, peralatan atau sumber daya aparatur untuk keuntungan pribadi) dan non-
keuangan (Penggunaan posisi atau wewenang untuk membantu diri sendiri dan /atau orang
lain).
Untuk membangun budaya antikorupsi di organisasi pemerintahan, dapat mengadopsi
langkah-langkah yang diperlukan dalam penanganan Konflik Kepentingan:
• Penyusunan Kerangka Kebijakan,
• Identifikasi Situasi Konflik Kepentingan,
• Penyusunan Strategi Penangan Konflik Kepentingan, dan
• Penyiapan Serangkaian Tindakan Untuk Menangani Konflik Kepentingan.