DI PULAU DERAWAN
Oleh:
Yulianti Angelia
09.101020.004
SKRIPSI
Oleh:
Yulianti Angelia
09.101020.004
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mendapatkan Gelar Sarjana
pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Sea temperature rising is the main cause of coral bleaching massive. Coral
bleaching is a process of coral color saturation as the result of zooxanthellae stress,
aligns with sea temperature changes. The objective of this research was to determine
the coral reef’s health condition and to identify coral lifeform that inhabits Derawan
island, Berau Regency, East Kalimantan. This research was conducted in April 2013
using was Coralwatch methods. The observation was established toward each colony
of selected coral by comparing color level of colonies with color code available in
Coralwatch health table. The location was determined by using purposive sampling
method, while coral observation was conducted by random. The results of research
showed that coral Branching lifeform was dominated at Derawan island as 50 %.
The comparation by color saturnation level showed that zooxanthellae density is
rather low in coral reef cell. The Coral reef at Derawan island considered in healthy
state from the threat of massive bleaching phenomenon.
.
Kata kunci : suhu perairan laut, pemutihan karang, bentuk pertumbuhan, Pulau
Derawan
Puji syukur kepada Tuhan Yang Mahaesa atas rahmat dan berkat-Nya
penulis dapat menyusun tugas akhir yang berjudul Studi Status Kesehatan Karang
di Pulau Derawan. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan
gelar Sarjana Perikanan dan Ilmu Kelautan di Universitas Borneo Tarakan.
Penulis menyadari bahwa penelitian ini dapat berjalan baik atas dukungan
dan bantuan dari berbagai pihak selama proses tersebut berjalan. Sehubungan
dengan hal tersebut, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Bapak Amrullah Taqwa, ST., M.Si selaku Dekan Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan serta sebagai Dosen pembimbing utama.
2. Bapak Muhammad Roem, S.Kel., MSi selaku Dosen pengajar Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan dan pembimbing penelitian di lapangan
3. Bapak Encik Weliyadi, SPi., MSc selaku Kepala Laboratorium Kualitas Air
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan yang telah membantu membimbing
selama penyusunan skripsi.
4. Bapak Ratno Achyani, SPi., MSi selaku Ketua Program Studi Manajemen
Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
5. Seluruh dosen dan staf di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas
Borneo Tarakan.
6. Bapak Hairun dan Bapak Setiono beserta keluarga yang juga telah
membantu penulis selama di Pulau Derawan.
7. Kedua orang tua beserta keluarga besar yang selalu mendukung.
8. Saudara Herlintos, saudari Rina dan Indra yang telah membantu pengamatan
di lapangan, juga kepada saudara Rifal, Yeni Wahyuni dan Henry yang telah
memberikan dukungan semangat selama proses perbaikan skripsi ini.
9. Rekan seangkatan 2009 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Penulis menyadari bahwa meskipun tulisan ini telah disusun dengan usaha
yang maksimal, namun mungkin terdapat berbagai kekurangan. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan penulis terima dengan kerendahan hati
demi kesempurnaan tulisan ini. Semoga karya ini dapat memberikan manfaat bagi
kita semua.
Penulis
Halaman
Tabel Halaman
1. Titik koordinat lokasi penelitian ............................................................. 10
2. Tabel alat dan bahan untuk penelitian ..................................................... 10
3. Kategori warna pada karang .................................................................... 11
4. Suhu permukaan laut selama penelitian .................................................. 18
5. Lifeform karang dengan metode CoralWatch ......................................... 21
Gambar Halaman
1. Bentuk pertumbuhan karang ............................................................... 6
2. Peta lokasi penelitian ........................................................................... 10
3. Panduan tabel kesehatan karang CoralWatch ..................................... 13
4. Skor warna karang sehat dan karang bleaching ................................... 14
5. Grafik persentase frekuensi score kesehatan terumbu dari 4 titik
pengamatan di Pulau Derawan. Sumbu y menyatakan nilai persentase
15
(%) frekuensi dari nilai gradasi warna (1-6) pada sumbu x .................
6. Grafik persentase lifeform karang dari 4 titik pengamatan kesehatan
22
karang di Pulau Derawan .....................................................................
Lampiran Halaman
A. Latar Belakang
B. Tujuan
C. Manfaat
B. Terumbu karang
1. Bercabang
Koloni ini tumbuh ke arah vertikal maupun horisontal, dengan arah vertikal
lebih dominan. Percabangan dapat memanjang atau melebar, sementara bentuk
cabang dapat halus atau tebal. Karang bercabang memiliki tingkat pertumbuhan yang
paling cepat, yaitu bisa mencapai 20 cm/tahun. Bentuk koloni seperti ini, banyak
terdapat di sepanjang tepi terumbu dan bagian atas lereng, terutama yang terlindungi
atau setengah terbuka.
2. Padat
3. Lembaran
4. Seperti meja
Bentuk bercabang dengan arah mendatar dan rata seperti meja. Karang ini
ditopang dengan batang yang berpusat atau bertumpu pada satu sisi membentuk sudut
atau datar.
(Johannes, 1975), oleh karena itu dapat dinyatakan bahwa hewan karang relatif
sempit toleransinya terhadap suhu. Peningkatan suhu hanya beberapa derajat sedikit
di atas ambang batas (≈ 2-3o C) dapat mengurangi laju pertumbuhan atau kematian
yang luas pada spesies-spesies karang secara umum (Neudecker, 1987; Jokiel dan
Coles, 1990 dalam Chair Rani, 2008). Kisaran suhu permukaan air laut yang ada di
Kepulauan Derawan berkisar antara 29,5-30,5o C (Suhendra, 2006).
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2013 di perairan Pulau Derawan
Kecamatan Derawan Kabupaten Berau (gambar 2).
C. Prosedur Penelitian
2. Pengambilan Data
menggunakan kamera bawah air . Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi
lifeform, warna karang (gambar.3) dan suhu perairan. Pengamatan dilakukan pada
kedalaman 2-5 m. Pada lokasi titik sampling data yang diambil menggunakan survei
acak (CoralWatch, 2011) dimana pada saat melakukan snorkling pada daerah yang
sudah dipilih yang kemudian memilih karang secara acak. Adapun prosedur kerja
penelitian ini sebagai berikut:
a. Pengambilan data dilakukan pada pukul 8 pagi sampai 4 sore baik pada saat
pasang maupun surut.
b. Pengamatan dilakukan terhadap setiap koloni dari karang terpilih dengan
mencocokkan intensitas pewarnaan koloni dengan kode warna dari tabel
kesehatan karang CoralWatch.
c. Pencatatan dilakukan dengan melihat warna terpudar dan warna tergelap dari
koloni yang sama. Pada tabel 2, kesehatan karang setiap koloni diberi kode huruf
yang sama untuk mewakili warna yang sama dan diberi kode angka berbeda
untuk menunjukkan intensitas kecerahan warna yang berbeda (Gambar 3).
D. Analisa Data
%= x 100%
Keterangan :
% = persentase frekuensi x
x = jumlah koloni pada tingkat warna (1-6)
n = total koloni karang
60 1
50
2
40
30 3
20 4
10
5
0
6
1 2 3 4 5 6
Karang sehat dan karang yang memutih berhubungan dengan jumlah alga
simbiotik yang hidup dalam jaringan karang, yang secara langsung menunjukkan
kesehatan karang (CoralWatch, 2011). Nilai ini merupakan pendekatan kualitatif
untuk kuantifikasi densitas zooxanthellae mengingat tingginya tingkat kesulitan yang
dihadapi bagi kebanyakan peneliti untuk menentukan secara akurat densitas
zooxanthellae. Zooxanthellae merupakan istilah untuk kelompok alga simbiotik yang
hidup bersimbiosis dengan hewan khususnya karang dan kima (Roem dan Weliyadi,
2013). Zooxanthellae merupakan anggota kelas Dinoflagellata dari genus
Symbiodinium, seperti misalnya Symbiondium microadriaticum. Selain klorofil a dan
c, zooxanthellae juga memiliki pigmen lainnya semisal diadinoxanthine dan piridin
yang berguna dalam proses fotosintesis. Zooxanthellae umumnya berwarna cokelat
atau merah kecoklatan sehingga karang pada umumnya terlihat berwarna cokelat
(Brikeland, 1998).
Hubungan simbiosis yang terjadi antara karang dengan zooxanthellae adalah
simbiosis mutualisme atau hubungan yang saling menguntungkan untuk keduanya.
Zooxanthellae mendapatkan beberapa keuntungan dari hubungan ini, terutama tempat
hidup dan perlindungan (jaringan karang). Selain itu zooxanthellae juga mendapatkan
jaminan suplai nutrien dasar yang berkelanjutan (PO4 dan NH3) serta produk
metabolisme lainnya (Urea dan Asam Amino) hasil ekskresi hewan karang. Polip
karang juga mensuplai zooxanthellae dengan CO2 sebagai hasil dari produk respirasi
yang dimanfaatkan oleh zooxanthellae pada proses fotosintesis (Tomascik et al.
1997). Sebaliknya, O2 yang merupakan hasil fotosintesis zooxanthellae dapat secara
langsung digunakan oleh polip karang. Hal ini juga yang menjadikan ekosistem
terumbu karang menjadi ekosistem yang paling efisien dalam aliran energi dan siklus
materi (Roem dan Weliyadi, 2013).
Status kesehatan karang tercermin secara langsung pada intensitas kecerahan
warna dari koloninya. Semakin pudar warna koloni menunjukkan densitas
zooxanthellae yang rendah, sebaliknya semakin gelap warna koloni menunjukkan
tingginya densitas zooxanthellae. Hewan karang dapat hidup pada suhu perairan
diatas 18o C dengan suhu optimal antara 23-25o C. Karang merupakan organisme
stenohaline atau hanya dapat mentoleransi kisaran salinitas yang sempit yaitu antara
32-35 ppt (NyBakken,1988). Pada kondisi lingkungan yang tidak normal misalnya
terjadi peningkatan gradient suhu, zooxanthellae dapat mengalami ekspulsi (keluar
dari jaringan karang) sebagai indikator stress pada karang yang nampak dengan
memudarnya warna koloni (Roem dan Weliyadi, 2013). Peristiwa pemutihan karang
(bleaching) sebagai konsekuensi keluarnya zooxanthellae dari jaringan polip karang
selain oleh suhu juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti perubahan
salinitas, limbah panas, masukan lumpur, polusi minyak (Brown dan Howard, 1985),
serta sedimentasi.
Menurut Prof Ambo (2011) Masuknya sedimen ke ekosistem karang dapat
menyebabkan tertutupinya permukaan polip karang sehingga menganggu proses
fotosintesa zooxanthella. Masuknya sedimen tersuspensi akan menyebabkan
kekeruhan meningkat sehingga menghalangi masuknya cahaya matahari ke dalam
perairan. Quod(2003) dalam Prof Ambo (2011) mengemukakan bleaching dapat
terjadi pada karang yang hidup di daerah dangkal hingga kedalaman 40m. fenomena
bleaching mungkin merupakan suatu mekanisme pemberian kesempatan bagi coral
dewasa untuk menukar zooxanthella dengan yang ada di perairan, sebab bleaching
terjadi secara berkelanjutan dan relative teratur. Belaching memungkikan terjadinya
TOTAL 334
8%
13%
Branching
Boulder
54% Plate
25% Soft
Hal ini sejalan dengan pendapat Rani dan Budimawan (2006) yang
menyatakan bahwa karang yang hidup pada lingkungan yang sering mengalami
gangguan fisik harus memiliki salah satu strategi dari dua pilihan strategi yang
mungkin yaitu (1) tahan terhadap kekuatan yang merusak (memiliki rangka yang
padat/masif atau rangka yang hidrodinamik) atau (2) dapat dengan cepat
mengkolonisasi habitat yang baru mengalami gangguan.
Lifeform atau bentuk pertumbuhan dari karang umumnya merupakan refleksi
dari kondisi lingkungan di habitatnya. Sifat morfological plasticity memberikan
kesempatan bagi terumbu karang untuk beradaptasi secara lokal contohnya, spesies
karang dengan bentuk percabangan yang ramping umumnya terdapat pada area
dengan energi gelombang yang rendah, koloni karang di daerah dengan konsentrasi
cahaya rendah umumnya sprawl atau berbentuk seperti tabung, dan banyak terumbu
karang pada daerah keruh memiliki bentuk pertumbuhan yang lebih vertikal (ke atas)
dibanding bentuk pertumbuhan yang datar atau flat (Riegl, 1996).
A. Kesimpulan
1. Terumbu karang Pulau Derawan berada pada kondisi cukup sehat terhadap
ancaman fenomena pemutihan massal.
2. Lifeform karang yang mendominasi terumbu karang di Pulau Derawan adalah
Branching dengan persentase diatas 50%.
B. Saran
Brown BE, Le Tissier MDA, Dunne RP, 1994. Tissue retraction in the scleractinian
coral Coeloseris mayeri, its effect upon pigmentation, and preliminary
implications for heat balance. Mar Ecol Prog Ser 105:209–218
Burke, L., E. Selig and M. Spalding. 2002. Terumbu karang yang terancam di Asia
Tenggara. Penerbit WRI, USA.
CoralWatch, 2011. Do It Yourself Kit. Information leaflet, Coral Health Chart and
CoralWatch Datasheet. The University of Queensland, Australia.
www.coralwatch.org
Johannes, RE. 1975. Pollution and Degradation of Coral Reef Communities. Pp.13-
51 in Tropical Marine Pollution (EJF Wood, and RE Johannes, eds.). Elsevier,
Amsterdam.
Harriott dan Fisk 1988 dalam Syarifuddin, 2011. Studi Kelangsungan Hidup Dan
Pertumbuhan Karang Acropora Formosa (Veron & Terrence, 1979)
Menggunakan Teknologi Biorock Di Pulau Barrang Lompo Kota Makassar
Hoegh-Guldberg O., 1999. Climate change, coral bleaching and the future of the
world's coral reefs. Marine and Freshwater Research 50:839–866
Marshall J.N, Diana A.K, Angela J.D, 2012. CoralWatch: education, monitoring,
and sustainability through citizen science. Citizen Science. The Ecological
Society of America
Nybakken, J.W., 1992. Biologi Laut : Suatu Pendekatan Ekologi. Terjemahan oleh
Eidman, M., D. G. Bengen, Koesoebiono, M. Hutomo dan Sukristijono. PT.
Gramedia Jakarta. 459 p.
Nybakken JW. 1993. Marine Biology An Ecological Approach. Third Edition. Harper
Collins College Publisher. USA.
Roem, M , 2012. Kajian Ekosistem Padang Lamun Sebagai Habitat Penyu di Pulau
Derawan. Tesis. Universitas Hasanuddin.
Salm, R.V. and S.L. Coles 2001. Coral Bleaching and Marine Protected Areas
Proceedings on the workshop on Mitigating Coral Bleaching Impact Through
MPA Design, Bishop Museum, Honolulu, Hawaii, The Nature Conservancy,
Honolulu, Hawaii : 118 pp.
Sumich, J.L 1999. An introduction to the biology of Marine Life. WCB McGraw-Hill
Publication.:484 p.
Tomascik T, Mah AJ, Nontji A, Moosa MK. 1997. The Ecology of the Indonesian
Seas: Part One. Periplus Edition (HK) Ltd. Singapore.
Trenberth, K.E. 1997. The use and abuse of climate models. Nature 386: 131- 133.
Wallace D. 1998. Coral reef and their management. www.cep.unep.org (13 Maret
2003).
Wiryawan B, Stanley SA, Yulianto I, Susanto HA. 2004. Profil Kepulauan Derawan,
Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Kerjasama The Nature Conservancy dan
Pemerintah Kabupaten Berau, Tanjung Redeb- Kalimantan Timur. Indonesia.
71 pp.
Column
Mean 30.42857143
Standard Error 0.751415897
Median 31
Mode 31
Standard Deviation 1.988059595
Sample Variance 3.952380952
Kurtosis 0.757816809
Skewness 0.770867294
Range 6
Minimum 28
Maximum 34
Sum 213
Count 7
Largest(1) 34
Smallest(1) 28
Confidence Level(95.0%) 1.83864846