Anda di halaman 1dari 66

STUDI STATUS KESEHATAN TERUMBU KARANG

DI PULAU DERAWAN

Oleh:
Yulianti Angelia
09.101020.004

SKRIPSI

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN
2013

Borneo University Library


STUDI STATUS KESEHATAN TERUMBU KARANG
DI PULAU DERAWAN

Oleh:
Yulianti Angelia
09.101020.004

SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mendapatkan Gelar Sarjana
pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN
2013

Borneo University Library


Borneo University Library
Borneo University Library
ABSTRACT

Sea temperature rising is the main cause of coral bleaching massive. Coral
bleaching is a process of coral color saturation as the result of zooxanthellae stress,
aligns with sea temperature changes. The objective of this research was to determine
the coral reef’s health condition and to identify coral lifeform that inhabits Derawan
island, Berau Regency, East Kalimantan. This research was conducted in April 2013
using was Coralwatch methods. The observation was established toward each colony
of selected coral by comparing color level of colonies with color code available in
Coralwatch health table. The location was determined by using purposive sampling
method, while coral observation was conducted by random. The results of research
showed that coral Branching lifeform was dominated at Derawan island as 50 %.
The comparation by color saturnation level showed that zooxanthellae density is
rather low in coral reef cell. The Coral reef at Derawan island considered in healthy
state from the threat of massive bleaching phenomenon.
.

Keyword: sea temperature, coral bleaching, lifeform, Derawan Island

Borneo University Library


ABSTRAK

Kenaikan suhu perairan laut merupakan penyebab utama terjadinya pemutihan


karang masal. Coral bleaching adalah proses pemutihan karang yang disebabkan oleh
suatu tekanan/stressnya zooxanthellae terhadap perubahan suhu air laut. Tujuan dari
penelitian ini untuk mengetahui kondisi kesehatan terumbu karang dan untuk
mengetahui lifeform karang yang terdapat di Pulau Derawan, Kabupaten Berau
Kalimantan Timur. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2013. Dalam
penelitian ini menggunakan metode CoralWatch . Pengamatan dilakukan terhadap
setiap koloni dari karang terpilih dengan mencocokkan intensitas pewarnaan koloni
dengan kode warna dari tabel kesehatan karang CoralWatch. Penentuan titik lokasi
menggunakan metode purposive sampling sedangkan pengamatan karang dilakukan
dengan survei acak. Hasil dari pengamatan menunjukkan bahwa lifeform karang yang
mendominasi terumbu karang di Pulau Derawan adalah Branching dengan persentase
diatas 50%. Berdasarkan tingkatan warna yang pudar pada tabel kesehatan karang
menunjukkan kepadatan zooxanthellae tidak terlalu padat pada jaringan karang.
Terumbu karang di Pulau Derawan berada pada kondisi cukup sehat terhadap
ancaman fenomena pemutihan massal.

Kata kunci : suhu perairan laut, pemutihan karang, bentuk pertumbuhan, Pulau
Derawan

Borneo University Library


RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tanjung Selor pada tanggal 2 Juli 1991


sebagai anak kedua dari lima bersaudara dari pasangan
Weliyanto dan Meike Mawuntu. Pendidikan penulis diawali
dengan bersekolah di TK Bhayangkari pada tahun 1996 dan
kemudian dilanjutkan di Sekolah Dasar Negeri Utama 1
Tarakan (1997-2003), Pada tahun 2003-2006 penulis
menempuh pendidikan lanjutan pertama di Sekolah
Menengah Pertama Katolik W.Poerwadarminta Tarakan dan pada tahun 2006-
2009 dilanjutkan di Sekolah Menengah Atas Katolik W. Poerwadarminta Tarakan.
Penulis diterima di Universitas Borneo Tarakan melalui jalur Penerimaan
Bibit Unggul Daerah atau dikenal dengan PBUD dan memilih program studi
Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Selama menjalani dunia kemasiswaan, penulis pernah menjadi asisten
laboratorium pada mata kuliah biologi umum. Pada tahun 2012 penulis
melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Beringin Kabupaten Nunukan
dan pada tahun yang sama penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang (PKL) di
Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau (BPPBAP) Kabupaten
Maros, Sulawesi Selatan dengan Judul “Pengaruh Gracilaria Verrucosa Terhadap
Peningkatan pH Dan DO Pada Air Limbah Tambak Intensif”.
Untuk menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
penulis melaksanakan penelitian yang berjudul “Studi Status Kesehatan
Terumbu Karang di Pulau Derawan”. Penulis dinyatakan lulus ujian skripsi
pada tanggal 21 Agustus 2013.

Borneo University Library


KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Mahaesa atas rahmat dan berkat-Nya
penulis dapat menyusun tugas akhir yang berjudul Studi Status Kesehatan Karang
di Pulau Derawan. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan
gelar Sarjana Perikanan dan Ilmu Kelautan di Universitas Borneo Tarakan.
Penulis menyadari bahwa penelitian ini dapat berjalan baik atas dukungan
dan bantuan dari berbagai pihak selama proses tersebut berjalan. Sehubungan
dengan hal tersebut, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Bapak Amrullah Taqwa, ST., M.Si selaku Dekan Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan serta sebagai Dosen pembimbing utama.
2. Bapak Muhammad Roem, S.Kel., MSi selaku Dosen pengajar Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan dan pembimbing penelitian di lapangan
3. Bapak Encik Weliyadi, SPi., MSc selaku Kepala Laboratorium Kualitas Air
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan yang telah membantu membimbing
selama penyusunan skripsi.
4. Bapak Ratno Achyani, SPi., MSi selaku Ketua Program Studi Manajemen
Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
5. Seluruh dosen dan staf di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas
Borneo Tarakan.
6. Bapak Hairun dan Bapak Setiono beserta keluarga yang juga telah
membantu penulis selama di Pulau Derawan.
7. Kedua orang tua beserta keluarga besar yang selalu mendukung.
8. Saudara Herlintos, saudari Rina dan Indra yang telah membantu pengamatan
di lapangan, juga kepada saudara Rifal, Yeni Wahyuni dan Henry yang telah
memberikan dukungan semangat selama proses perbaikan skripsi ini.
9. Rekan seangkatan 2009 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Penulis menyadari bahwa meskipun tulisan ini telah disusun dengan usaha
yang maksimal, namun mungkin terdapat berbagai kekurangan. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan penulis terima dengan kerendahan hati
demi kesempurnaan tulisan ini. Semoga karya ini dapat memberikan manfaat bagi
kita semua.

Tarakan, 21 Agustus 2013

Penulis

Borneo University Library


DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR .................................................................................. i


DAFTAR ISI ................................................................................................. ii
DAFTAR TABEL ........................................................................................ iv
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ vi
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................................ 1
B. Tujuan ..................................................................................................... 2
C. Manfaat Penelitian .................................................................................. 2
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Deskripsi Lokasi Penelitian .................................................................... 3
B. Terumbu Karang ..................................................................................... 4
C. Bentuk-bentuk Pertumbuhan Karang ..................................................... 5
D. Pengaruh Suhu Terhadap Kehidupan Terumbu Karang ........................ 7
III. METODOLOGI
A. Waktu dan Lokasi Penelitian .................................................................. 10
B. Alat dan Bahan ....................................................................................... 10
C. Prosedur Penelitian ................................................................................. 11
D. Analisa Data ........................................................................................... 13
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kondisi Kesehatan Terumbu .................................................................. 15
B. Disribusi Lifeform Karang ..................................................................... 20
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ............................................................................................. 24
B. Saran ....................................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 25
LAMPIRAN ................................................................................................... 28

Borneo University Library


DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
1. Titik koordinat lokasi penelitian ............................................................. 10
2. Tabel alat dan bahan untuk penelitian ..................................................... 10
3. Kategori warna pada karang .................................................................... 11
4. Suhu permukaan laut selama penelitian .................................................. 18
5. Lifeform karang dengan metode CoralWatch ......................................... 21

Borneo University Library


DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1. Bentuk pertumbuhan karang ............................................................... 6
2. Peta lokasi penelitian ........................................................................... 10
3. Panduan tabel kesehatan karang CoralWatch ..................................... 13
4. Skor warna karang sehat dan karang bleaching ................................... 14
5. Grafik persentase frekuensi score kesehatan terumbu dari 4 titik
pengamatan di Pulau Derawan. Sumbu y menyatakan nilai persentase
15
(%) frekuensi dari nilai gradasi warna (1-6) pada sumbu x .................
6. Grafik persentase lifeform karang dari 4 titik pengamatan kesehatan
22
karang di Pulau Derawan .....................................................................

Borneo University Library


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Data karang branching di Titik 1 ........................................................ 29


2. Data karang boulder di Titik 1 ............................................................. 30
3. Data karang plate di Titik 1 .................................................................. 31
4. Data karang Soft di Titik 1 .................................................................. 32
5. Data karang branching di Titik 2 ......................................................... 33
6. Data karang boulder di Titik 2 ............................................................. 34
7. Data karang plate di Titik 2 .................................................................. 35
8. Data karang Soft di Titik 2 ................................................................... 36
9. Data karang branching di Titik 3 ......................................................... 37
10. Data karang boulder di Titik 3 ............................................................. 38
11. Data karang plate di Titik 3 .................................................................. 39
12. Data karang Soft di Titik 3 ................................................................... 40
13. Data karang branching di Titik 4 ........................................................ 41
14. Data karang boulder di Titik 4 ............................................................. 42
15. Data karang plate di Titik 4 .................................................................. 43
16. Data karang Soft di Titik 4 .................................................................. 44
17. Frekuensi tingkat kecerahan karang di Titik 1 ...................................... 45
18. Frekuensi tingkat kecerahan karang di Titik 2 ...................................... 46
19. Frekuensi tingkat kecerahan karang di Titik 3 ...................................... 47
20. Frekuensi tingkat kecerahan karang di Titik 4 ...................................... 48
21. Data summary bentuk pertumbuhan karang di Titik 1 ......................... 49
22. Data summary bentuk pertumbuhan karang di Titik 2 ......................... 50
23. Data summary bentuk pertumbuhan karang di Titik 3 ......................... 51
24. Data summary bentuk pertumbuhan karang di Titik 4 ......................... 52
25. Data suhu ............................................................................................. 53
26. Dokumentasi ........................................................................................ 54

Borneo University Library


I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peningkatan sea surface temperature (SST) atau suhu permukaan laut


merupakan akibat dari perubahan iklim global yang memberikan efek secara
langsung terhadap peristiwa coral bleaching. Coral bleaching adalah proses
pemutihan karang yang disebabkan oleh suatu tekanan/stressnya zooxanthellae
terhadap perubahan suhu air laut. Pada koloni karang yang sehat, zooxanthellae
merupakan pemberi warna utama. Oleh karena itu, kehilangan zooxantellae akan
membuat warnanya memucat, sampai pada akhirnya jaringan karang menjadi
transparan, memperlihatkan warna putih kerangka kapur di bawahnya. Bila kondisi
berlangsung lama atau dengan kata lain melampaui kapasitas resistensi dan resiliensi
karang, maka hal ini akan menyebabkan kematian karang.
Penelitian ini melibatkan pengembangan salah satu metode terbaru tabel
kesehatan karang yang dirilis oleh Universitas Queensland Australia dan sangat
membantu dalam pemahaman perubahan kondisi terumbu karang yang terjadi pada
skala global. Sebagaimana didefinisikan karang sehat memiliki kepadatan simbion
alga/klorofil a, dengan menggunakan tingkat warna dari cerah ke warna gelap yang
dilakukan untuk mengamati kesehatan koloni karang tersebut. Semakin padat
zooxanthellae pada suatu jaringan polip karang, maka semakin padat pola pewarnaan
yang ditunjukkan koloni karang tersebut. Selain itu juga pengaplikasian metode
CoralWatch menggunakan empat tipe klasifikasi (lifeform) karang. Branching
menggambarkan karang yang bercabang, misalnya spesies Acropora. Boulder
merupakan karang batu yang besar dan bulat, misalnya beberapa spesies Platygyra
dan Porites. Plate merupakan karang yang membentuk lempeng/ piring, misalnya
spesies Acropora yang berbentuk tabular/meja, sementara Soft merupakan karang
yang tidak memiliki kerangka yang keras, misalnya spesies Xenia.
Terumbu karang di Pulau Derawan yang terletak di Kabupaten Berau Provinsi
Kalimantan Timur memiliki gugus terumbu karang dangkal dengan tingkat

Borneo University Library


keanekaragaman hayati yang tinggi. Biasanya karang yang terletak pada daerah
dangkal memiliki tingkat kerentanan yang tinggi. Kenaikan suhu perairan merupakan
penyebab utama terjadinya pemutihan karang masal. Oleh karena itu, diduga kondisi
karang di Pulau Derawan semakin tidak sehat. Perlu dilakukan penelitian untuk
melihat kondisi terkini dari terumbu karang di pulau derawan dengan menggunakan
metode sederhana CoralWatch.

B. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:


1. Untuk mengetahui kondisi kesehatan terumbu karang di Pulau Derawan.
2. Untuk mengetahui lifeform karang yang terdapat di Pulau Derawan.

C. Manfaat

Kondisi kesehatan Terumbu Pulau Derawan dapat menjadi indikator awal


akan adanya ancaman pemutihan dalam rentang waktu yang lebih lama mengingat
trend suhu permukaan laut di Pulau Derawan yang tinggi selama waktu
pengambilan data.

Borneo University Library


II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Lokasi Penelitian

Kepulauan Derawan terletak di Kabupaten Berau Provinsi Kalimantan Timur,


Indonesia. Terletak antara 02o 25’ 45” – 02o 03’ 49” LU dan 118o 09’ 53” - 118o 46’
28” BT. Derawan terletak antara 2 sistem berbeda. Pertama, dangkalan terumbu yang
membentuk barrier reef. Kedua, atoll yang mengalami uplift/terangkat oleh aktifitas
tektonik.
Pulau Derawan terletak pada koordinat 118o 14’ 12” - 118o 15’ 37” BT dan 2o
16’ 37” - 2o 17’ 42” LU atau sekitar 17 km sebelah timur dari muara Sungai Berau di
daratan utama Kalimantan. Aspek hidro oseanografi Pulau Derawan dapat dibagi
kedalam dua area berdasarkan kecenderungan pengaruh yakni : 1) Area bagian barat
yang banyak mendapatkan pengaruh massa air yang berasal dari Sungai Berau dan 2)
Area bagian timur yang banyak mendapat pengaruh dari lautan lepas.
Pulau Derawan merupakan pulau dengan topografi datar dengan luas 48.70
Ha dan garis pantai sepanjang 2,7 Km. Daerah intertidal dan subtidal sekeliling Pulau
Derawan ditumbuhi oleh padang lamun dan terumbu karang. Padang lamun yang
mendominasi adalah Halodule uninervis yang tumbuh pada substrat karbonat (Roem,
2012). Substrat karbonat berupa pasir halus (45,7%) tersebut merupakan sedimen
biogeneus karbonat atau merupakan bentukan sedimen yang dihasilkan oleh pecahan
karang mati dari terumbu karang sekitar Pulau Derawan.
Tipe terumbu karang yang terdapat di Kepulauan Derawan adalah: fringing
reef (terumbu karang tepi) dan patch reef (gusung terumbu karang). Gusung terumbu
karang yang terkenal di daerah ini meliputi gusung Pulau Panjang, gusung
Masimbung, gusung Buliulin, gusung Pinaka, dan gusung Tababinga. Pulau Derawan
sendiri dikelilingi terumbu karang tepi berupa hamparan terumbu datar yang dangkal
(reef flat).

Borneo University Library


4

B. Terumbu karang

Karang merupakan penamaan umum untuk spesies dari kelompok Cnidaria,


yang merupakan penyusun utama terumbu karang, khususnya spesies yang memiliki
rangka yang terbuat dari Calsium Carbonat. Spesies yang memiliki kerangka keras
dikenal dengan nama karang batu (hard coral) yang merupakan anggota dari kelas
Anthozoa. Semua spesies dari kelas Anthozoa bersifat radial simetri, dimana secara
morfologi terkondisikan sebagai hewan yang hidup menetap di dasar perairan. Kelas
Anthozoa dibagi menjadi dua sub kelas yaitu Alcyonaria yang merupakan kelompok
karang lunak yang dicirikan dengan delapan buah tentakel (Octocorallia), sedangkan
sub kelas Zoantharia dicirikan dengan enam buah tentakel (Hexacorallia)yang
merupakan kelompok karang keras (Veron, 1993). Komponen terpenting terumbu
karang adalah karang keras. Karang berbentuk tabung dengan mulut berada di atas
yang juga berfungsi sebagai anus (Suharsono, 1996). Daerah datar yang berada
sekitar mulut disebut oral disc. Mulut karang dikelilingi oleh rangkaian tentakel-
tentakel berkapsul yang dapat melukai (nematokis) dan berfungsi sebagai penangkap
makanan berupa plankton (Nybakken, 1993). Mulut dan rongga perut dihubungkan
oleh tenggorokan yang pendek. Rongga perut berisi semacam usus disebut filamen
mesentari yang berfungsi sebagai alat pencernaan (Suharsono, 1996). Untuk tegaknya
seluruh jaringan, polip didukung oleh kerangka kapur sebagai penyangga. Kerangka
kapur ini berupa lempengan-lempengan yang tersusun secara radial dan berdiri tegak
yang disebut septa, septa tersusun dari bahan organik dan kapur yang merupakan
hasil sekresi dari polip karang.
Secara umum hewan karang hidup berkoloni dalam kerangka yang terbuat
dari kapur yang disebut Corralite serta eksoskeleton yang diproduksi oleh jaringan
epitel. Masing-masing polip yang hidup dalam satu kerangka dihubungkan oleh
jaringan tipis yang disebut Cenosark. Untuk jenis karang yang bersifat hermatipik,
pembuatan kerangka dibantu oleh simbion yang hidup di dalam jaringan karang yang
dikenal dengan Zooxanthella yang merupakan kelompok mikroalga. Spesies yang
umum ditemukan dalam jaringan karang adalah Sybiodinium Microadriaticum dari
kelompok Dinophyta. Bentuk simbiosis yang terjadi adalah simbiosis mutualisme

Borneo University Library


5

dimana Zooxanthella membantu dalam pembuatan kerangka, sedangkan karang


memberikan nutrien yang dibutuhkan oleh Zooxanthella untuk kehidupannya (Veron
1993). Menurut Sumich (1999) dan Burke et al. (2002) bahwa Zooxanthellae dalam
simbiosis dengan hewan karang menghasilkan oksigen dan senyawa organik melalui
fotosintesis yang akan dimanfaatkan oleh karang, sedangkan karang menghasilkan
komponen inorganik berupa nitrat, fosfat dan karbon dioksida untuk keperluan hidup
Zooxanthellae.
Pada kondisi lingkungan yang tidak normal, Zooxanthellae dapat mengalami
ekspulsi (keluar dari jaringan karang) sebagai indikator stress pada karang. Penelitian
mengenai hilangnya Zooxanthellae dari jaringan polip karang telah banyak
dilaporkan oleh beberapa author. Peristiwa pemutihan karang (bleaching) sebagai
konsekuensi keluarnya Zooxanthellae dari jaringan polip karang disebabkan oleh
beberapa faktor seperti perubahan suhu (Brown dan Howard, 1985 dalam Suhendra,
2006).

C. Bentuk-Bentuk Pertumbuhan Karang

Karang memiliki variasi bentuk pertumbuhan koloni yang berkaitan dengan


kondisi lingkungan perairan. Berbagai jenis bentuk pertumbuhan karang dipengaruhi
oleh intensitas cahaya matahari, gelombang dan arus, ketersediaan bahan makanan,
sedimen, subareal exposure dan faktor genetik.
Bentuk pertumbuhan karang batu umumnya merupakan refleksi dari kondisi
lingkungan di sekitarnya, morfological plasticity memberikan kesempatan bagi
terumbu karang untuk beradaptasi secara lokal. Contohnya spesies karang dengan
bentuk percabangan yang ramping umumnya terdapat pada area dengan energi
gelombang yang rendah, koloni karang di daerah dengan konsentrasi cahaya rendah
umumnya sprawl atau berbentuk seperti tabung, dan banyak terumbu karang pada
daerah keruh memiliki bentuk pertumbuhan yang lebih vertikal (ke atas) dibanding
bentuk pertumbuhan yang datar atau flat (Riegl, 1996). Variasi bentuk koloni dari
spesies karang yang sama sangat tergantung dari kondisi lingkungan perairannya.
Veron (1995) mememperlihatkan keragaman bentuk dan morfologi jenis karang

Borneo University Library


6

Pocillopora damicornis. Di Great Barier Reef, karang jenis Pocillopora damicornis


memiliki morfologi dan bentuk pertumbuhan yang berbeda antara daerah karang
depan mangrove, laguna, reef flat hingga karang bagian dalam. Karang di daerah
yang keruh seperti laguna dan mangrove bentuk percabangan lebih ramping sebagai
adaptasi terhadap sedimen. Di daerah reef flat dengan adanya energi gelombang,
bentuk koloni lebih padat dan kokoh. Dan di daerah slope bagian dalam percabangan
kembali ramping, tetapi tidak seramping daerah yang keruh di bagian darat.
Bentuk-bentuk pertumbuhan karang menurut Timotius, 2003 adalah
branching, massive, foliose dan tabulate. Bentuk-bentuk pertumbuhan dapat dilihat
pada Gambar 1.

Gambar 1. Bentuk Pertumbuhan Karang

1. Bercabang

Koloni ini tumbuh ke arah vertikal maupun horisontal, dengan arah vertikal
lebih dominan. Percabangan dapat memanjang atau melebar, sementara bentuk
cabang dapat halus atau tebal. Karang bercabang memiliki tingkat pertumbuhan yang
paling cepat, yaitu bisa mencapai 20 cm/tahun. Bentuk koloni seperti ini, banyak
terdapat di sepanjang tepi terumbu dan bagian atas lereng, terutama yang terlindungi
atau setengah terbuka.

Borneo University Library


7

2. Padat

Pertumbuhan koloni lebih dominan ke arah horisontal daripada vertikal.


Karang ini memiliki permukaan yang halus dan padat; bentuk yang bervariasi, seperti
setengah bola, bongkahan batu, dan lainnya; dengan ukuran yang juga beragam.
Dengan pertumbuhan < 1 cm/tahun, koloni tergolong paling lambat tumbuh. Meski
demikian, di alam banyak dijumpai karang ini dengan ukuran yang sangat besar.
Umumnya ditemukan di sepanjang tepi terumbu karang dan bagian atas lereng
terumbu.

3. Lembaran

Pertumbuhan koloni terutama ke arah horisontal, dengan bentuk lembaran


yang pipih. Umumnya terdapat di lereng terumbu dan daerah terlindung.

4. Seperti meja

Bentuk bercabang dengan arah mendatar dan rata seperti meja. Karang ini
ditopang dengan batang yang berpusat atau bertumpu pada satu sisi membentuk sudut
atau datar.

D. Pengaruh Suhu terhadap Kehidupan Terumbu Karang

Pemanasan global (Global Warming) adalah kejadian meningkatnya


temperatur rata-rata atmosfer, laut dan daratan bumi. Temperatur rata-rata global
pada permukaan bumi telah meningkat 0.18° C selama seratus tahun terakhir.
Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa,
“sebagian besar peningkatan temperatur rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20
kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca
akibat aktivitas manusia melalui efek rumah kaca (Muhi, 2011). Selanjutnya,
berbagai literatur menunjukkan kenaikan temperatur global – termasuk Indonesia –
yang terjadi pada kisaran 1,5-40o C pada akhir abad 21. Peningkatan suhu permukaan
air laut tercatat dalam satuan ‘degree heating weeks’ (DHW). Hal ini akan

Borneo University Library


8

menyebabkan stress pada binatang karang sehingga mengeluarkan simbion


Zooxanthellae dari dalam tubuhnya. Tanpa Zooxanthellae, binatang karang menjadi
transparan, sehingga dalam skala luas hanya tampak karangka kapur yang berwarna
putih. Peristiwa ini disebut dengan bleaching atau pemutihan karang (Hoegh-
Guldberg, 1999; Salm & Coles, 2001)
Veron (1995) dan Wallace (1998) mengemukakan bahwa ekosistem terumbu
karang adalah unik karena umumnya hanya terdapat di perairan tropis, sangat
sensitive terhadap perubahan lingkungan hidupnya terutama suhu, salinitas,
sedimentasi, eutrofikasi dan memerlukan kualitas perairan alami (pristine). Meskipun
beberapa karang dapat dijumpai dari lautan subtropis tetapi spesies yang membentuk
karang hanya terdapat di daerah tropis. Kehidupan karang di lautan dibatasi oleh
kedalaman yang biasanya kurang dari 25 m dan oleh area yang mempunyai suhu rata-
rata minimum dalam setahun sebesar 10 o C. Pertumbuhan maksimum terumbu karang
terjadi pada kedalaman kurang dari 10 m dan suhu sekitar 25-29o C. Karena sifat
hidup inilah maka terumbu karang banyak dijumpai di Indonesia (Hutabarat dan
Evans, 1984).
Demikian halnya dengan perubahan suhu lingkungan akibat pemanasan global
yang melanda perairan tropis di tahun 1998 telah menyebabkan pemutihan karang
(coral bleaching) yang diikuti dengan kematian massal mencapai 90-95 %.
Suharsono (1999) mencatat selama peristiwa pemutihan tersebut, rata-rata suhu
permukaan air di perairan Indonesia adalah 2-3o C di atas suhu normal. Menurut
Nybakken (1992), pertumbuhan karang mencapai maksimum pada suhu optimum 25-
29° C dan bertahan hidup sampai suhu minimum 15° C dan maksimum 36° C.
Pertumbuhan optimal terjadi di perairan yang memiliki rata-rata suhu tahunan 23-25°
C. Dampak perubahan iklim global pada lingkungan pesisir dan laut mengakibatkan
kerusakan pada terumbu karang (coral bleaching dan melemahnya struktur aragonite
karang) (Muhammad et al, 2009).
Meskipun batas toleransi karang terhadap suhu bervariasi antarspesies atau
antardaerah pada spesies yang sama, tetapi dapat dinyatakan bahwa karang dan
organisme-organisme terumbu hidup pada suhu dekat dengan batas atas toleransinya

Borneo University Library


9

(Johannes, 1975), oleh karena itu dapat dinyatakan bahwa hewan karang relatif
sempit toleransinya terhadap suhu. Peningkatan suhu hanya beberapa derajat sedikit
di atas ambang batas (≈ 2-3o C) dapat mengurangi laju pertumbuhan atau kematian
yang luas pada spesies-spesies karang secara umum (Neudecker, 1987; Jokiel dan
Coles, 1990 dalam Chair Rani, 2008). Kisaran suhu permukaan air laut yang ada di
Kepulauan Derawan berkisar antara 29,5-30,5o C (Suhendra, 2006).

Borneo University Library


III. METODOLOGI

A. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2013 di perairan Pulau Derawan
Kecamatan Derawan Kabupaten Berau (gambar 2).

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian

Adapun titik koordinat lokasi penelitian tersaji pada tabel 1.


Tabel 1. Titik koordinat lokasi penelitian
Titik Sampling Titik Koordinat
1 118⁰ 14’ 50.1” LU dan 2⁰ 16’ 51.384” LS
2 118⁰ 15’ 26.748” LU dan 2⁰ 16’ 51.132” LS
3 118⁰ 15’ 47.556” LU dan 2⁰ 17’ 27.708” LS
4 118⁰ 14’ 32.532” LU dan 2⁰ 17’ 25.296” LS

Borneo University Library


11

B. Alat dan Bahan

Terumbu karang yang diamati menggunakan metode Coral Watch. Adapun


alat dan bahan yang digunakan selama penelitian adalah sebagai berikut:

Tabel 2. Tabel alat dan bahan untuk penelitian

No Alat dan Bahan Kegunaan


1. Snorkle dan mask Alat bantu pernapasan bawah air.
2. Kamera bawah air Dokumentasi.
3. GPS Untuk mengetahui titik koordinat
4. Tabel kesehatan karang Pemantauan kesehatan terumbu karang.
5. CoralWatch Panduan survei karang.
6. Termometer batang Untuk mengukur suhu perairan
7. Alat tulis Menulis data dalam air

C. Prosedur Penelitian

1. Penentuan Titik Sampling Penelitian

Penentuan titik sampling dilakukan menggunakan metode purposive


sampling. Menurut Djarwanto (1998) Purposive sampling adalah metode
pengambilan sampel yang dipilih dengan cermat sehingga relevan dengan struktur
penelitian, dimana pengambilan sampel dengan mengambil sample orang-orang yang
dipilih oleh penulis menurut ciri-ciri spesifik dan karakteristik tertentu. yang
didasarkan pada pertimbangan bahwa lokasi stasiun yang dipilih mewakili perairan
kawasan pulau Derawan secara keseluruhan. Pengambilan data dilakukan secara
purposive sebanyak 4 titik.

2. Pengambilan Data

Teknik pengambilan data kondisi terumbu karang dan distribusi karang


dilakukan dengan mengamati warna karang dan melakukan dokumentasi

Borneo University Library


12

menggunakan kamera bawah air . Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi
lifeform, warna karang (gambar.3) dan suhu perairan. Pengamatan dilakukan pada
kedalaman 2-5 m. Pada lokasi titik sampling data yang diambil menggunakan survei
acak (CoralWatch, 2011) dimana pada saat melakukan snorkling pada daerah yang
sudah dipilih yang kemudian memilih karang secara acak. Adapun prosedur kerja
penelitian ini sebagai berikut:
a. Pengambilan data dilakukan pada pukul 8 pagi sampai 4 sore baik pada saat
pasang maupun surut.
b. Pengamatan dilakukan terhadap setiap koloni dari karang terpilih dengan
mencocokkan intensitas pewarnaan koloni dengan kode warna dari tabel
kesehatan karang CoralWatch.
c. Pencatatan dilakukan dengan melihat warna terpudar dan warna tergelap dari
koloni yang sama. Pada tabel 2, kesehatan karang setiap koloni diberi kode huruf
yang sama untuk mewakili warna yang sama dan diberi kode angka berbeda
untuk menunjukkan intensitas kecerahan warna yang berbeda (Gambar 3).

Tabel 3. Kategori warna pada karang


Tingkat
Keterangan
Warna
1 Koloni karang sangat bening atau transparan (pigmen warna kurang)
2 Koloni karang berwarna pudar
3 Koloni karang kurang berwarna
4 Koloni karang memiliki warna yang optimum
5 Koloni karang berwarna gelap
6 Koloni karang berwarna sangat gelap

d. Setelah itu pengamatan dilakukan dengan melihat bentuk pertumbuhan (lifeform)


karang dalam hal ini metode CoralWatch hanya menampilkan empat tipe
lifeform karang yang paling mendasar dan mudah dikenali. Lifeform yang
tersedia pada program CoralWatch hanya 4 yaitu : Branching/BR (karang

Borneo University Library


13

bercabang), misalnya spesies Acropora, Boulder/BO (karang batu) misalnya


beberapa spesies Platygyra dan Porites, Plate/PL (karang) lempeng/piring
misalnya Acropora yang berbentuk tabular/meja sementara Soft/SO merupakan
karang yang tidak memiliki kerangka yang keras, misalnya spesiess Xenia.
e. Untuk karang bercabang, pengamatan tidak dilakukan pada pucuk karang muda,
selain itu pengamatan juga tidak dilakukan pada jenis-jenis karang biru.

Gambar 2. Panduan Tabel Kesehatan Karang Coral Watch

D. Analisa Data

Analisis kesehatan karang di perairan Pulau Derawan menggunakan data


intensitas warna dan lifeform yang diolah dengan menggunakan program
CoralWatch. Persentase kesehatan karang dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut (CoralWatch, 2011):

Borneo University Library


14

%= x 100%

Keterangan :
% = persentase frekuensi x
x = jumlah koloni pada tingkat warna (1-6)
n = total koloni karang

Dari hasil program CoralWatch selanjutnya akan di analisis secara deskriptif.


Batang pada grafik (gambar,4) menjelaskan sebaran skor warna yang dicatat dari
suatu terumbu karang, dan memberi gambaran tentang status kesehatan terumbu
karang. Terumbu karang yang sehat memiliki skor lebih dari 3 sedangkan karang
bleaching memiliki skor tertinggi di tingkat 1.

Skor Warna Karang Sehat Skor Warna Karang


Bleaching
50 1
80 1
40 2
30 60 2
3
20 40 3
4
10 20 4
5
0 0 5
1 2 3 4 5 6 6 1 2 3 4 5 6 6

Gambar 4. Skor warna karang sehat dan karang bleaching

Borneo University Library


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kondisi Kesehatan Terumbu

Berdasarkan analisis menggunakan program CoralWatch ( 2011) terhadap


frekuensi kemunculan skor warna dari keseluruhan titik pengamatan, diketahui bahwa
skor gradasi warna 3 merupakan skor dengan frekuensi kemunculan tertinggi. Skor
warna 3 mendominasi data dengan rata-rata persentase frekuensi sebesar 55 % diikuti
nilai warna 4 dengan rata-rata persentase frekuensi mencapai 24 %. Skor warna 2 dan
5 memberikan kontribusi setelah kedua skor sebelumnya dengan rata-rata persentase
frekuensi masing-masing sebesar 18 %, dan 3 %. (gambar.5)

Skor Warna Karang Sehat Skor Warna Karang


Bleaching
50
1
40 80 1
2
30 60 2
3
20 40 3
4
10 20 4
5
0 0 5
6
1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 6

Skor Warna Karang di


Perairan Pulau Derawan

60 1
50
2
40
30 3
20 4
10
5
0
6
1 2 3 4 5 6

Gambar 5. Grafik persentase frekuensi score kesehatan terumbu dari 4 titik


pengamatan di Pulau Derawan. Sumbu y menyatakan nilai persentase
(%) frekuensi dari nilai gradasi warna (1-6) pada sumbu x.

Borneo University Library


16

Berdasarkan data pengamatan diketahui bahwa kondisi terumbu karang di


sekitar pulau derawan secara umum berada dalam kondisi yang cukup sehat. Hal
tersebut ditunjukkan oleh tingginya persentase nilai warna 3 dari seluruh titik
pengamatan. Nilai warna 3 mengindikasikan kepadatan zooxanthellae yang tidak
terlalu padat pada jaringan karang. Meski demikian kondisi ini merupakan peringatan
awal akan kemungkinan adanya ancaman pemutihan yang lebih serius. Menurut
kriteria basis data CoralWatch, koloni karang yang berada dalam kategori sehat
memiliki sekitar 50 % frekuensi data pada nilai 4 dan setidaknya 20 % masing-
masing pada nilai 3 dan 5. Sebaliknya koloni karang yang berada dalam kategori
memutih memiliki sekitar 65 % frekuensi data pada nilai 1, lalu 25 % frekuensi data
pada nilai 2, dan 10 % frekuensi data pada nilai 3.

Karang sehat dan karang yang memutih berhubungan dengan jumlah alga
simbiotik yang hidup dalam jaringan karang, yang secara langsung menunjukkan
kesehatan karang (CoralWatch, 2011). Nilai ini merupakan pendekatan kualitatif
untuk kuantifikasi densitas zooxanthellae mengingat tingginya tingkat kesulitan yang
dihadapi bagi kebanyakan peneliti untuk menentukan secara akurat densitas
zooxanthellae. Zooxanthellae merupakan istilah untuk kelompok alga simbiotik yang
hidup bersimbiosis dengan hewan khususnya karang dan kima (Roem dan Weliyadi,
2013). Zooxanthellae merupakan anggota kelas Dinoflagellata dari genus
Symbiodinium, seperti misalnya Symbiondium microadriaticum. Selain klorofil a dan
c, zooxanthellae juga memiliki pigmen lainnya semisal diadinoxanthine dan piridin
yang berguna dalam proses fotosintesis. Zooxanthellae umumnya berwarna cokelat
atau merah kecoklatan sehingga karang pada umumnya terlihat berwarna cokelat
(Brikeland, 1998).
Hubungan simbiosis yang terjadi antara karang dengan zooxanthellae adalah
simbiosis mutualisme atau hubungan yang saling menguntungkan untuk keduanya.
Zooxanthellae mendapatkan beberapa keuntungan dari hubungan ini, terutama tempat
hidup dan perlindungan (jaringan karang). Selain itu zooxanthellae juga mendapatkan
jaminan suplai nutrien dasar yang berkelanjutan (PO4 dan NH3) serta produk
metabolisme lainnya (Urea dan Asam Amino) hasil ekskresi hewan karang. Polip

Borneo University Library


17

karang juga mensuplai zooxanthellae dengan CO2 sebagai hasil dari produk respirasi
yang dimanfaatkan oleh zooxanthellae pada proses fotosintesis (Tomascik et al.
1997). Sebaliknya, O2 yang merupakan hasil fotosintesis zooxanthellae dapat secara
langsung digunakan oleh polip karang. Hal ini juga yang menjadikan ekosistem
terumbu karang menjadi ekosistem yang paling efisien dalam aliran energi dan siklus
materi (Roem dan Weliyadi, 2013).
Status kesehatan karang tercermin secara langsung pada intensitas kecerahan
warna dari koloninya. Semakin pudar warna koloni menunjukkan densitas
zooxanthellae yang rendah, sebaliknya semakin gelap warna koloni menunjukkan
tingginya densitas zooxanthellae. Hewan karang dapat hidup pada suhu perairan
diatas 18o C dengan suhu optimal antara 23-25o C. Karang merupakan organisme
stenohaline atau hanya dapat mentoleransi kisaran salinitas yang sempit yaitu antara
32-35 ppt (NyBakken,1988). Pada kondisi lingkungan yang tidak normal misalnya
terjadi peningkatan gradient suhu, zooxanthellae dapat mengalami ekspulsi (keluar
dari jaringan karang) sebagai indikator stress pada karang yang nampak dengan
memudarnya warna koloni (Roem dan Weliyadi, 2013). Peristiwa pemutihan karang
(bleaching) sebagai konsekuensi keluarnya zooxanthellae dari jaringan polip karang
selain oleh suhu juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti perubahan
salinitas, limbah panas, masukan lumpur, polusi minyak (Brown dan Howard, 1985),
serta sedimentasi.
Menurut Prof Ambo (2011) Masuknya sedimen ke ekosistem karang dapat
menyebabkan tertutupinya permukaan polip karang sehingga menganggu proses
fotosintesa zooxanthella. Masuknya sedimen tersuspensi akan menyebabkan
kekeruhan meningkat sehingga menghalangi masuknya cahaya matahari ke dalam
perairan. Quod(2003) dalam Prof Ambo (2011) mengemukakan bleaching dapat
terjadi pada karang yang hidup di daerah dangkal hingga kedalaman 40m. fenomena
bleaching mungkin merupakan suatu mekanisme pemberian kesempatan bagi coral
dewasa untuk menukar zooxanthella dengan yang ada di perairan, sebab bleaching
terjadi secara berkelanjutan dan relative teratur. Belaching memungkikan terjadinya

Borneo University Library


18

pergantian zooxanthella secra berkelanjutan pada karang. Perubahan iklim dapat


berdampak buruk pada ekosistem karang.
Akhir Februari merupakan awal dari musim kemarau yang berlangsung
hingga Agustus di Kabupaten Berau pada umumnya dan Pulau Derawan Pada
Khususnya.. Bulan-bulan diantara februari dan Agustus merupakan periode cuaca
panas di Pulau Derawan. Temperatur udara tertinggi terjadi pada bulan Mei dan April
yaitu sebesar 33,1 oC dan 32,7 oC yang merupakan puncak musim kemarau (BPS
Berau, 2012). Sedangkan musim penghujan terjadi pada bulan Desember hingga
Februari, hal ini disebabkan karena angin melewati tempat yang luas, seperti samudra
pasifik. Angin Musim Barat menyebabkan Indonesia mengalami musim hujan atau
pada daerah Kalimantan dinamakan musim Utara (Pratama, 2012).
Pengambilan data dilakukan pada Bulan April 2013 dengan asumsi bahwa
pada saat pengambilan data suhu permukaan laut (SPL) di lokasi penelitian
memberikan nilai yang relatif tinggi untuk memicu proses ekspulsi zooxanthellae
keluar dari karang yang menyebabkan pemudaran warna karang. Data tersaji pada
tabel 3.

Tabel 3. Suhu Permukaan Laut Selama Penelitian

Hari ke Waktu Suhu ⁰C Cuaca


1 14.00 31 cerah
2 14.00 34 cerah
3 14.00 28 cerah
4 14.00 29 cerah
5 14.00 31 cerah
6 14.00 31 cerah
7 14.00 29 cerah

Rata-rata 30.4 ± 1.9

Berdasarkan hasil pengambilan data dilapangan yang dilakukan secara


konsisten tujuh hari berturut-turut dan pada waktu yang sama, Pulau Derawan

Borneo University Library


19

mempunyai kisaran suhu perairan 28-34⁰ C. Sehingga, suhu rata-ratanya merupakan


keadaan yang kurang baik bagi terumbu karang.
Terumbu karang terbatas hanya pada perairan tropis dan sub tropis, dengan
suhu permukaan perairan tidak berada di bawah 18o C. Walaupun kisaran toleransi
karang terhadap suhu bervariasi antarspesies atau antardaerah pada spesies yang
sama, tetapi dapat dinyatakan bahwa karang dan organisme-organisme terumbu hidup
pada suhu dekat dengan batas atas toleransinya (Johannes, 1975), oleh karena itu
dapat dinyatakan bahwa hewan karang relatif sempit toleransinya terhadap suhu.
Peningkatan suhu hanya beberapa derajat sedikit di atas ambang batas (≈ 2-3o C)
dapat mengurangi laju pertumbuhan atau kematian yang luas pada spesies-spesies
karang secara umum (Neudecker, 1987; Jokiel dan Coles, 1990). Fenomena ini
dikenal dengan nama pemutihan karang (coral bleaching), yaitu keluarnya alga
simbiotik/zooxanthellae dari jaringan hewan karang sehingga warna karang menjadi
putih (Jokiel dan Coles, 1974; Glynn, 1993).
Pemutihan merupakan bentuk respon fisiologis karang terhadap cekaman
(stress) sewaktu terjadi perubahan besar dalam organisasi jaringan dan sitokimia pada
polip (Hayes dan Goreau, 1992). Beberapa contoh pemutihan terutama berhubungan
dengan terdegradasinya pigmen-pigmen klorofil dari zooxanthellae, yang disebabkan
oleh pecahnya atau terjadinya foto-oksidasi klorofil (Asada dan Takahashi, 1987).
Fenomena pemutihan karang merupakan indikator akan adanya tekanan
lingkungan yang disebabkan oleh proses-proses alami seperti peningkatan suhu
permukaan selama El Niño atau oleh pengaruh aktivitas manusia seperti limbah panas
dari buangan pabrik atau karena tekanan-tekanan lainnya (Tomascik, et al., 1997).
Suhu permukaan laut yang tinggi memberi efek lokal terhadap struktur komunitas
pada setiap mintakat di terumbu karang, dan terkait dengan kematian karang secara
intensif. Demikian pula organisme terumbu karang lainnya yang memiliki
fotosimbiotik juga mengalami pemutihan sebagai respons terhadap tingginya suhu
permukaan atau karena goncangan suhu yang umumnya terkait dengan tekanan
sementara oleh panas atau dingin. Hasil pengamatan di Laut Pasifik oleh Brown dan
Ogden (1993) pada tahun 1982-1983, memperlihatkan adanya peningkatan suhu

Borneo University Library


20

permukaan laut yang mengakibatkan keluarnya alga yang bersimbiosis dengan


hewan-hewan terumbu. Hewan karang yang kehilangan simbionnya ini kemudian
mati dan diperkirakan terjadi penurunan kondisi terumbu karang antara 70 % dan 95
%.
Koloni karang yang mengalami peristiwa pemutihan dapat kembali pulih
apabila intensitas dan durasi pemaparan dari peningkatan suhu yang dialami oleh
karang masih berada dalam wilayah toleransi koloni tersebut (Roem dan Weliyadi,
unpublished). Lebih lanjut Szmant and Gassman (1990), Brown et al. (1995)
melaporkan bahwa karang dapat kehilangan zooxanthellae dalam kuantitas yang
signifikan tanpa mengalami pemutihan. Beberapa variabilitas intraspesifik dalam
respon pemutihan pada karang dapat disebabkan oleh tingginya level zooxanthellae
yang hilang dari koloni yang mengalami pemutihan. Jones (1997) menyatakan
bahwa jumlah kehilangan zooxanthellae yang dibutuhkan agar koloni memutih
adalah >50% dari kepadatan zooxanthellae saat normal.
Variabilitas intraspesifik dalam respon pemutihan pada karang juga
disebabkan adanya perbedaan signifikan pada morfologi, biokimia, fisiologi, dan
genetik pada zooxanthellae dari inang yang berbeda (Schoenberg dan Trench 1980a,
b, Rowan dan Powers 1991, Banaszak et al. 1993). Hasil penelitian Jones (1997)
menunjukkan bahwa kehilangan zooxanthellae dapat terjadi tanpa penurunan
konsentrasi zooxanthellarchlorophyll pada Acropora formosa selama periode
pemutihan oleh peningkatan suhu air laut.

B. Distribusi Lifeform Karang

Pengamatan kondisi kesehatan karang dilakukan berdasarkan pengamatan


koloni karang. Total koloni yang diamati adalah 334 koloni karang. Keseluruhan
koloni dikelompokkan kedalam 4 kategori lifeform sederhana sesuai metode
CoralWatch (2011) yaitu:

Borneo University Library


21

Tabel 4. Lifeform Karang Dengan Metode CoralWatch

No Lifeform Spesies Koloni

1. Branching Acropora rosaria, A. formossa, A. Suharsonoi, 180


Pocillophora damicornis, Seriotopora hystrix

2. Boulder Coleoseris mayeri,Porites lutea, Porites lobata, 84


Platygyra spp, Turbinaria mesenteria

3. Plate Acropora clatrata, A. nastata, Montipora 43


foliosa, Leptoseris foliosa, Pachyseris speciosa

4. Soft Sinularia flexibilis, Sinularia variabilis, 27


Sarcophyton sp, Lobiphytum strictum,
Litophyton sp, Xenia sp

TOTAL 334

Berdasarkan hasil pengamatan data di lapangan diketahui bahwa branching


merupakan lifeform yang mendominasi pada terumbu karang di sekitar Pulau
Derawan. Sementara soft coral memberikan kontribusi paling rendah terhadap
persentase lifeform karang di lokasi penelitian. Secara berurutan persentase lifeform
branching berkontribusi 54 %, boulder 25 %, plate 13 %, dan Soft coral 8 %
(Gambar 6).

Pada umumnya jenis-jenis karang dengan bentuk pertumbuhan branching


merupakan kelompok yang mendominasi terumbu perairan dangkal khususnya pada
daerah reef flat (Roem dan Weliyadi, 2013). Kelompok lifeform lain yang juga
banyak mendominasi daerah reef flat adalah boulder atau karang berbentuk
bongkahan khususnya yang berukuran kecil sampai sedang (sub-massive). Kedua
kelompok lifeform tersebut mendominasi daerah reef flat dangkal dikarenakan
kemampuannya bertahan pada kondisi habitat dengan hidro dinamika yang tinggi dan
secara kualitatif keadaan tersebut dirasakan oleh pengamat pada saat pengambilan
data di lapangan. Habitat reef flat di sekitar Pulau Derawan memiliki hidro dinamika
yang terbilang tinggi.

Borneo University Library


22

8%

13%
Branching
Boulder

54% Plate

25% Soft

Gambar 6. Grafik Persentase Lifeform Karang Dari 4 Titik


Pengamatan Kesehatan Karang di Pulau Derawan.

Menurut Wiryawan et al. (2005) juga mengemukakan bahwa kondisi


oseanografi laut Berau dipengaruhi oleh arus musiman dan Arus Lintas Indonesia
(Arlindo). Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh TNC secara umum pergerakan
arus Laut Sulawesi yang melintasi perairan Kepulauan Derawan memiliki
kecenderungan menuju ke bagian selatan. Perubahan elevasi muka air laut secara
periodis yang memicu perubahan suhu, salinitas bahkan input bahan pencemar dari
daratan menuntut daya tahan dan adaptasi yang tinggi dari karang di perairan
dangkal.
Karang branching memiliki struktur skeleton yang sangat rapuh sehingga
rentan terhadap gangguan fisik. Meski demikian laju pertumbuhannya yang relatif
lebih tinggi dibanding lifeform lainnya. Jenis karang dari lifeform branching dengan
kecepatan pertumbuhan yang tinggi misalnya dari genus Acropora dan Montipora
(Suharsono, 1991). Pertumbuhan karang bercabang seperti Acropora mempunyai
kecepatan tumbuh antara 10-15 cm per tahun (Suharsono, 1984). Kemampuan
rekolonisasi yang tinggi dari jenis lifeform ini menyebabkannya sering ditemukan
mendominasi substrat pada daerah yang dangkal.

Borneo University Library


23

Hal ini sejalan dengan pendapat Rani dan Budimawan (2006) yang
menyatakan bahwa karang yang hidup pada lingkungan yang sering mengalami
gangguan fisik harus memiliki salah satu strategi dari dua pilihan strategi yang
mungkin yaitu (1) tahan terhadap kekuatan yang merusak (memiliki rangka yang
padat/masif atau rangka yang hidrodinamik) atau (2) dapat dengan cepat
mengkolonisasi habitat yang baru mengalami gangguan.
Lifeform atau bentuk pertumbuhan dari karang umumnya merupakan refleksi
dari kondisi lingkungan di habitatnya. Sifat morfological plasticity memberikan
kesempatan bagi terumbu karang untuk beradaptasi secara lokal contohnya, spesies
karang dengan bentuk percabangan yang ramping umumnya terdapat pada area
dengan energi gelombang yang rendah, koloni karang di daerah dengan konsentrasi
cahaya rendah umumnya sprawl atau berbentuk seperti tabung, dan banyak terumbu
karang pada daerah keruh memiliki bentuk pertumbuhan yang lebih vertikal (ke atas)
dibanding bentuk pertumbuhan yang datar atau flat (Riegl, 1996).

Borneo University Library


V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian di lapangan terdapat beberapa kesimpulan antara


lain :

1. Terumbu karang Pulau Derawan berada pada kondisi cukup sehat terhadap
ancaman fenomena pemutihan massal.
2. Lifeform karang yang mendominasi terumbu karang di Pulau Derawan adalah
Branching dengan persentase diatas 50%.

B. Saran

Diperlukan penelitian lanjutan guna memonitoring status kesehatan karang


Pulau Derawan khususnya setelah melewati periode musim panas saat pengambilan
data.

Borneo University Library


DAFTAR PUSTAKA

Asada K, Takahash~M , 1987. Production and scavenging of active oxygen in


photosynthesis. In: Kyle DJ, Osmond CB. Arntzen CJ (eds) Photoinhibition.
Elsevier, Amsterdam, p 228-287

Brown BE, Le Tissier MDA, Dunne RP, 1994. Tissue retraction in the scleractinian
coral Coeloseris mayeri, its effect upon pigmentation, and preliminary
implications for heat balance. Mar Ecol Prog Ser 105:209–218

Burke, L., E. Selig and M. Spalding. 2002. Terumbu karang yang terancam di Asia
Tenggara. Penerbit WRI, USA.

CoralWatch, 2011. Do It Yourself Kit. Information leaflet, Coral Health Chart and
CoralWatch Datasheet. The University of Queensland, Australia.
www.coralwatch.org

Djarwanto, PS. 1998, “Statistik Sosial Ekonomi”, Yogyakarta : BPFE.

Johannes, RE. 1975. Pollution and Degradation of Coral Reef Communities. Pp.13-
51 in Tropical Marine Pollution (EJF Wood, and RE Johannes, eds.). Elsevier,
Amsterdam.

Harriott dan Fisk 1988 dalam Syarifuddin, 2011. Studi Kelangsungan Hidup Dan
Pertumbuhan Karang Acropora Formosa (Veron & Terrence, 1979)
Menggunakan Teknologi Biorock Di Pulau Barrang Lompo Kota Makassar

Hoegh-Guldberg O., 1999. Climate change, coral bleaching and the future of the
world's coral reefs. Marine and Freshwater Research 50:839–866

Marshall J.N, Diana A.K, Angela J.D, 2012. CoralWatch: education, monitoring,
and sustainability through citizen science. Citizen Science. The Ecological
Society of America

Muhammad S., D. Gede R. Wiadnya, Darmawan O. Sutjipto, 2009. Adaptasi


Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Kelautan Terhadap Dampak Perubahan
Iklim Global.

Muhi, 2011. Pemanasan Global. Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN),


Jatinangor, Jawa Barat

Borneo University Library


26

Nybakken, J.W., 1992. Biologi Laut : Suatu Pendekatan Ekologi. Terjemahan oleh
Eidman, M., D. G. Bengen, Koesoebiono, M. Hutomo dan Sukristijono. PT.
Gramedia Jakarta. 459 p.
Nybakken JW. 1993. Marine Biology An Ecological Approach. Third Edition. Harper
Collins College Publisher. USA.

Pratama, 2012. http://blogs.unpad.ac.id/median/.

Riegl, B, C Heine, GM Branch. 1996. Function Of Funnel-shaped Coral Growth In A


High Sedimentation Environment. Marine Ecology Progress Series (145): 87 –
93.

Rani, C dan Budimawan, 2006. Status Pengetahuan Reproduksi Seksual Karang


Acropora Nobilis Dan Pocillopora Verrucosa Dari Perairan Indonesia. Torani,
Vol. 16(6) Edisi Suplemen: Desember 2006: 450 – 459

Rani, 2008. Perubahan Iklim Kaitannya dengan Terumbu Karang. Universitas


Hasanuddin

Roem,M dan Weliyadi,E. 2013. Laporan Hibah Penelitian Dosen Pemula.


Universitas Borneo Tarakan.

Roem, M , 2012. Kajian Ekosistem Padang Lamun Sebagai Habitat Penyu di Pulau
Derawan. Tesis. Universitas Hasanuddin.

Salm, R.V. and S.L. Coles 2001. Coral Bleaching and Marine Protected Areas
Proceedings on the workshop on Mitigating Coral Bleaching Impact Through
MPA Design, Bishop Museum, Honolulu, Hawaii, The Nature Conservancy,
Honolulu, Hawaii : 118 pp.

Syahailatua, 2008. Dampak Perubahan Iklim Terhadap Perikanan. Oseanografi.


XXXIII Nomor 2. 25-32.

Suhendra, 2006. Pengaruh Sedimen Terhadap Komunitas Karang Batu (Scleractinian


Corals) Di Kepulauan Derawan, Kalimantan Timur. Tesis. Institut Pertanian
Bogor.

Sugiyono. 2004, “Metode Penelitian Bisnis”, Bandung: Alfabeta.

Suharsono. 1996. Jenis-jenis Karang yang Umum Dijumpai di Perairan Indonesia.


P3O- LIPI. Jakarta. p. 2-13.

Borneo University Library


27

Sumich, J.L 1999. An introduction to the biology of Marine Life. WCB McGraw-Hill
Publication.:484 p.

Timotius, 2003. Biologi Terumbu Karang. Yayasan Terumbu Karang Indonesia


(TERANGI).

Tuwo, 2011. Pengelolaan Ekowisata Pesisir dan Laut. Brilian Internasional.


Surabaya.

Tomascik T, Mah AJ, Nontji A, Moosa MK. 1997. The Ecology of the Indonesian
Seas: Part One. Periplus Edition (HK) Ltd. Singapore.

Trenberth, K.E. 1997. The use and abuse of climate models. Nature 386: 131- 133.

Veron, J.E.N 1993. Corals of Australia and the Indo-Facific. Honolulu:University of


Hawaii Press.

Wallace D. 1998. Coral reef and their management. www.cep.unep.org (13 Maret
2003).

Wiryawan B, Stanley SA, Yulianto I, Susanto HA. 2004. Profil Kepulauan Derawan,
Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Kerjasama The Nature Conservancy dan
Pemerintah Kabupaten Berau, Tanjung Redeb- Kalimantan Timur. Indonesia.
71 pp.

Wilkinson,1993 dalam Sunarto,2006. Keanekaragaman Hayati Dan Degradasi


Ekosistem Terumbu Karang. Karya Ilmiah. Universitas Padjadjaran.

Borneo University Library


LAMPIRAN

Borneo University Library


29

Lampiran 1. Data karang branching di Titik 1

Coral brightest area darkest area


samples letter number letter number
1 E 1 E 4
2 E 1 E 4
3 D 1 D 3
4 E 2 E 4 Temperature
5 E 1 E 3 31
6 E 1 E 4
7 E 2 E 4
8 E 2 E 5 Data count
9 D 1 D 2 50
10 E 2 E 4
11 E 1 E 3 %Staghorn Coral
12 E 2 E 4 64.93506494
13 E 2 E 5
14 C 1 C 2
15 D 2 D 5
16 E 2 E 3
17 E 2 E 3
18 E 1 E 4
19 E 3 E 5
20 E 4 E 5
21 D 1 D 3
22 E 1 E 4
23 C 1 C 2
24 E 2 E 4
25 E 2 E 3
26 D 2 D 3
27 E 1 E 4
28 E 1 E 3
29 E 1 E 3
30 E 1 E 3
31 E 1 E 4
32 E 1 E 3
33 E 2 E 5
34 D 2 D 3
35 E 1 E 5
36 D 2 D 4
37 D 2 D 3
38 D 2 D 4
39 D 2 D 3
40 E 1 E 4
41 E 1 E 5
42 D 2 D 4
43 E 2 E 4
44 E 2 E 4
45 E 1 E 2
46 D 1 D 3
47 E 1 E 5
48 D 2 D 4
49 E 1 E 4
50 E 3 E 6

Borneo University Library


30

Lampiran 2. Data karang boulder di Titik 1


Coral brightest area darkest area
samples letter number letter number
1 E 2 E 3
2 E 2 E 4
3 E 2 E 4
4 E 2 E 3 Temperature
5 B 2 B 4 31
6 D 2 D 5
7 E 2 E 3
8 E 2 E 4 Data count
9 E 1 E 2 14
10 C 2 C 3
11 E 2 E 4 %Brain Coral
12 E 2 E 4 18.18181818
13 E 2 E 4
14 E 1 E 5

Borneo University Library


31

Lampiran 3. Data karang plate di Titik 1.

Coral brightest area darkest area


samples letter number letter number
1 E 2 E 4 Temperature
2 E 2 E 4 31
3 E 3 E 5
4 D 2 D 4 Data count
5 E 1 E 3 7
6 D 2 D 4 %Plate Coral
7 E 1 E 5 9.090909091

Borneo University Library


32

Lampiran 4. Data karang soft di Titik 1.

Coral brightest area darkest area


samples letter number letter number
1 D 1 D 2 Temperature
2 D 1 D 2 31
3 E 1 E 3 Data Count
4 D 1 D 2 6
5 C 2 C 5 %Soft Coral
6 E 2 E 4 7.792207792

Borneo University Library


33

Lampiran 5. Data branching di Titik 2.

Coral brightest area darkest area


samples letter number letter number
1 E 2 E 5
2 E 3 E 5
3 E 1 E 4
4 D 2 D 3 Temperature
5 E 3 E 4 34
6 D 2 D 3
7 E 3 E 5
8 E 3 E 4 Data count
9 D 2 D 3 43
10 E 1 E 3
11 E 1 E 3 %Staghorn Coral
12 E 2 E 4 50.58823529
13 E 1 E 4
14 D 2 D 3
15 D 2 D 3
16 E 1 E 2
17 D 2 D 3
18 E 2 E 4
19 E 1 E 4
20 E 3 E 4
21 D 2 D 4
22 E 1 E 5
23 E 1 E 4
24 D 2 D 4
25 E 1 E 3
26 E 1 E 3
27 E 1 E 3
28 D 2 D 3
29 E 3 E 5
30 E 2 E 4
31 D 1 D 3
32 E 1 E 5
33 D 1 D 2
34 E 2 E 4
35 E 3 E 4
36 D 1 D 3
37 E 3 E 4
38 E 2 E 4
39 E 2 E 3
40 D 2 D 3
41 D 1 D 2
42 E 1 E 3
43 E 3 E 4

Borneo University Library


34

Lampiran 6. Data boulder di Titik 2.

Coral brightest area darkest area


samples letter number letter number
1 E 2 E 5
2 E 2 E 4
3 B 2 B 4
4 E 3 E 4 Temperature
5 B 2 B 3 34
6 C 2 C 5
7 C 2 C 4
8 E 2 E 4 Data count
9 C 2 C 5 25
10 E 1 E 3
11 C 2 C 5 %Brain Coral
12 C 2 C 5 29.41176471
13 E 3 E 5
14 E 2 E 3
15 C 2 C 5
16 E 2 E 4
17 C 2 C 5
18 E 1 E 3
19 E 1 E 4
20 E 1 E 4
21 E 3 E 4
22 E 1 E 3
23 C 2 C 4
24 E 3 E 4
25 E 3 E 4

Borneo University Library


35

Lampiran 7. Data plate di Titik 2.

Coral brightest area darkest area


samples letter number letter number
1 E 3 E 6
2 E 3 E 6
3 E 2 E 5
4 E 2 E 3 Temperature
5 E 4 E 5 34
6 E 1 E 3
7 E 2 E 5
8 E 3 E 6 Data count
9 E 1 E 4 12
10 E 1 E 4
11 E 2 E 4 %Plate Coral
12 E 1 E 5 14.11764706

Borneo University Library


36

Lampiran 8. Data soft di Titik 2.

Coral brightest area darkest area


samples letter number letter number
1 D 2 D 3 Temperature
2 D 2 D 3 34
3 E 2 E 3
4 E 2 E 3 Data Count
5 E 2 E 3 5
6 %Soft Coral
7 5.882352941

Borneo University Library


37

Lampiran 9. Data branching di Titik 3.

Coral brightest area darkest area


samples letter number letter number
1 E 3 E 4
2 D 2 D 3
3 E 2 E 3
4 D 1 D 2 Temperature
5 E 2 E 4 28
6 E 2 E 3
7 D 2 D 3
8 E 3 E 4 Data count
9 E 2 E 4 43
10 E 1 E 3
11 D 2 D 4 %Staghorn Coral
12 D 2 D 3 53.75
13 E 2 E 3
14 E 1 E 3
15 E 1 E 4
16 D 1 D 2
17 D 2 D 3
18 E 2 E 3
19 E 3 E 4
20 E 2 E 5
21 E 2 E 4
22 D 1 D 3
23 E 1 E 3
24 D 2 D 3
25 E 3 E 4
26 E 1 E 3
27 E 2 E 4
28 E 1 E 3
29 D 2 D 3
30 E 1 E 4
31 D 2 D 3
32 E 3 E 5
33 E 1 E 4
34 D 1 D 2
35 D 2 D 4
36 E 3 E 5
37 E 2 E 4
38 E 1 E 5
39 D 1 D 2
40 E 4 E 6
41 E 2 E 3
42 D 1 D 3
43 D 2 D 3

Borneo University Library


38

Lampiran 10. Data boulder di Titik 3.

Coral brightest area darkest area


samples letter number letter number
1 C 2 C 5
2 C 2 C 5
3 E 3 E 4
4 E 4 E 6 Temperature
5 C 2 C 5 28
6 E 4 E 6
7 E 2 E 4
8 E 3 E 5 Data count
9 E 3 E 4 22
10 C 2 C 5
11 E 3 E 5 %Brain Coral
12 E 3 E 5 27.5
13 C 2 C 5
14 E 2 E 3
15 E 2 E 4
16 B 2 B 4
17 B 3 B 4
18 D 2 D 4
19 E 2 E 4
20 E 3 E 5
21 C 2 C 5
22 E 2 E 3

Borneo University Library


39

Lampiran 11. Data plate di Titik 3.

Coral brightest area darkest area


samples letter number letter number
1 E 2 E 4 Temperature
2 E 2 E 5 28
3 E 3 E 4
4 E 1 E 5 Data count
5 E 2 E 3 10
6 E 2 E 4
7 E 2 E 4 %Plate Coral
8 B 2 B 4 12.5
9 E 1 E 3
10 E 2 E 4

Borneo University Library


40

Lampiran 12. Data soft di Titik 3.

Coral brightest area darkest area


samples letter number letter number
1 E 2 E 3 Temperature
2 E 2 E 3 28
3 E 2 E 3 Data Count
4 C 1 C 2 5
5 B 2 B 4 %Soft Coral
6.25

Borneo University Library


41

Lampiran 13. Data branching di Titik 4.

Coral brightest area darkest area


samples letter number letter number
1 D 1 D 3
2 E 2 E 3
3 E 2 E 4
4 E 3 E 4 Temperature
5 E 3 E 5 29
6 E 1 E 4
7 E 1 E 3
8 D 2 D 4 Data count
9 D 1 D 4 44
10 E 2 E 4
11 E 3 E 5 %Staghorn Coral
12 D 2 D 3 47.82608696
13 E 2 E 3
14 D 2 D 3
15 D 2 D 4
16 E 3 E 5
17 D 2 D 3
18 E 2 E 5
19 E 3 E 4
20 E 2 E 3
21 E 2 E 5
22 E 1 E 4
23 E 2 E 5
24 E 2 E 4
25 E 1 E 3
26 E 3 E 4
27 D 2 D 4
28 E 2 E 3
29 E 3 E 4
30 D 2 D 3
31 E 3 E 4
32 D 2 D 4
33 E 3 D 4
34 D 2 D 4
35 E 2 E 4
36 E 2 E 4
37 E 1 E 3
38 E 2 E 4
39 E 2 E 3
40 E 1 E 4
41 D 2 D 3
42 E 1 E 4
43 E 2 E 3
44 D 2 D 3

Borneo University Library


42

Lampiran 14. Data boulder di Titik 4.

Coral brightest area darkest area


samples letter number letter number
1 C 2 C 5
2 E 1 E 4
3 C 2 C 5
4 E 3 E 4 Temperature
5 C 2 C 5 29
6 E 2 E 3
7 E 3 E 5
8 C 2 C 5 Data count
9 E 1 E 4 23
10 D 2 D 3
11 E 3 E 4 %Brain Coral
12 D 1 D 3 25
13 E 3 E 5
14 E 2 E 4
15 E 4 E 6
16 B 2 B 3
17 E 1 E 3
18 B 1 B 3
19 D 1 D 3
20 E 1 E 3
21 E 3 E 4
22 E 1 E 3
23 B 1 B 3

Borneo University Library


43

Lampiran 15. Data plate di Titik 4.

Coral brightest area darkest area


samples letter number letter number
1 E 1 E 5
2 D 2 D 4
3 E 2 E 4
4 E 2 E 5 Temperature
5 E 2 E 4 29
6 E 1 E 2
7 E 2 E 5
8 E 2 E 3 Data count
9 D 2 D 4 14
10 E 3 E 5
11 E 2 E 4 %Plate Coral
12 E 3 E 4 15.2173913
13 E 3 E 4
14 E 2 E 3

Borneo University Library


44

Lampiran 16. Data soft di Titik 4.

Coral brightest area darkest area


samples letter number letter number
1 D 2 D 3 Temperature
2 E 2 E 4 29
3 E 2 E 3
4 E 2 E 3 Data Count
5 D 1 D 2 11
6 E 2 E 3
7 E 1 E 3 %Soft Coral
8 D 2 D 3 11.95652174
9 E 2 E 3
10 E 2 E 3
11 E 2 E 3

Borneo University Library


45

Lampiran 17. Frekuensi tingkat kecerahan karang di Titik 1.

Coral Colour Scores % Frequency


1 0
2 24.67532468
3 62.33766234
4 10.38961039
5 2.597402597
6 0
Total 100

Borneo University Library


46

Lampiran 18. Frekuensi tingkat kecerahan karang di Titik 2

Coral Colour Scores % Frequency


1 0
2 17.64705882
3 49.41176471
4 28.23529412
5 4.705882353
6 0
Total 100
.

Borneo University Library


47

Lampiran 19. Frekuensi tingkat kecerahan karang di Titik 3.

Coral Colour Scores % Frequency


1 0
2 16.25
3 52.5
4 27.5
5 3.75
6 0
Total 100

Borneo University Library


48

Lampiran 20. Frekuensi tingkat kecerahan karang di Titik 4.

Coral Colour Scores % Frequency


1 0
2 15.2173913
3 55.43478261
4 28.26086957
5 1.086956522
6 0
Total 100

Borneo University Library


49

Lampiran 21. Data summary bentuk pertumbuhan karang di Titik 1.

Coral Number of Number of Number of Number


Colour Branching Boulder Plate Colonies of Soft
Colonies Colonies Colonies
1 0 0 0 0
2 13 1 1 4
3 30 12 5 1
4 5 1 1 1
5 2 0 0 0
6 0 0 0 0
Totals 50 14 7 6

Borneo University Library


50

Lampiran 22. Data summary bentuk pertumbuhan karang di Titik 2.

Coral Number of Number of Number of Number


Colour Branching Boulder Plate Colonies of Soft
Colonies Colonies Colonies
1 0 0 0 0
2 11 3 1 0
3 22 10 5 5
4 10 12 2 0
5 0 0 4 0
6 0 0 0 0
Totals 43 25 12 5

Borneo University Library


51

Lampiran 23. Data summary bentuk pertumbuhan karang di Titik 3.

Coral Number of Number of Number of Number


Colour Branching Boulder Plate Colonies of Soft
Colonies Colonies Colonies
1 0 0 0 0
2 4 7 1 2
3 28 6 8 9
4 12 9 5 0
5 0 1 0 0
6 0 0 0 0
Totals 44 23 14 11

Borneo University Library


52

Lampiran 24. Data summary bentuk pertumbuhan karang di Titik 4.

Coral Number of Number of Number of Number


Colour Branching Boulder Plate Colonies of Soft
Colonies Colonies Colonies
1 0 0 0 0
2 11 0 1 1
3 24 7 7 4
4 7 13 2 0
5 1 2 0 0
6 0 0 0 0
Totals 43 22 10 5

Borneo University Library


53

Lampiran 25. Data suhu


Hari ke Waktu Suhu ⁰C Cuaca
1 14.00 31 cerah
2 14.00 34 cerah
3 14.00 28 cerah
4 14.00 29 cerah
5 14.00 31 cerah
6 14.00 31 cerah
7 14.00 29 cerah
Rata-rata 30.4 ± 1.9

Column

Mean 30.42857143
Standard Error 0.751415897
Median 31
Mode 31
Standard Deviation 1.988059595
Sample Variance 3.952380952
Kurtosis 0.757816809
Skewness 0.770867294
Range 6
Minimum 28
Maximum 34
Sum 213
Count 7
Largest(1) 34
Smallest(1) 28
Confidence Level(95.0%) 1.83864846

Borneo University Library


54

Lampiran 26. Dokumentasi

Borneo University Library

Anda mungkin juga menyukai