Anda di halaman 1dari 45

PETUNJUK TEKNIS

PENGELOLAAN PEMBERIAN
PKMK, PDK DAN TELUR BAGI
BALITA BERMASALAH GIZI
DI PROVINSI DKI JAKARTA

DINAS KESEHATAN
PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
TAHUN 2023
DAFTAR ISI

Kata Pengantar................................................................................................................ii
Daftar Isi.........................................................................................................................iii
Daftar Lampiran.............................................................................................................iv
Daftar Singkatan..............................................................................................................v

BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................................1
B. Tujuan.....................................................................................................................2
C. Sasaran....................................................................................................................2
D. Dasar Hukum..........................................................................................................2
E. Definisi Operasional...............................................................................................3

BAB II PENANGGULANGAN MASALAH GIZI PADA BALITA..........................5


A. Deteksi Dini dan Penemuan Kasus.........................................................................5
B. Penanganan Kasus dan Sistem Rujukan.................................................................8
1. Puskemas...........................................................................................................8
2. Rumah Sakit....................................................................................................11

BAB III PANGAN OLAHAN UNTUK KEPERLUAN GIZI KHUSUS (PKGK) DAN
TELUR...........................................................................................................................14
A. Persyaratan dan Komposisi...................................................................................14
B. Prinsip Umum.......................................................................................................16
C. Penggunaan...........................................................................................................17

BAB IV PENGELOLAAN PANGAN OLAHAN UNTUK KEPERLUAN GIZI


KHUSUS (PKGK) DAN TELUR.................................................................................20
A. Perencanaan..........................................................................................................20
B. Pengadaan.............................................................................................................21
C. Penerimaan............................................................................................................21
D. Penyimpanan.........................................................................................................21
E. Distribusi...............................................................................................................22
F. Pemusnahan...........................................................................................................23

BAB V PEMANTAUAN DAN EVALUASI................................................................24


A. Pencatatan dan Pelaporan.....................................................................................24
B. Pembinaan dan Pengawasan.................................................................................28

BAB VI PENUTUP........................................................................................................30

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................31

LAMPIRAN...................................................................................................................32

iii
DAFTAR LAMPIRAN

Form Pemantauan PDK..................................................................................................32


Form Pemantauan Telur.................................................................................................33
Form Pemantauan PKMK..............................................................................................34
Form Pengawasan Pengelolaan PDK dan Telur.............................................................35
Form Pengawasan Pengelolaan PKMK..........................................................................38

iv
DAFTAR SINGKATAN

AKG : Angka Kecukupan Gizi


Balita : Bawah Lima Tahun
BB : Berat Badan
BBLR : Bayi Berat Lahir Sangat Rendah BPOM :
Badan Pengawas Obat dan Makanan DPJP: Dokter
Penanggung Jawab Pelayanan F 100 : Formula 100
F 75 : Formula 75
FKTP : Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
HMF : Human Milk Fortifier
KMB : Kelainan Metabolisme Bawaan
LiLA : Lingkar Lengan Atas
MTBS : Manajemen Terpadu Balita Sakit
ONS : Oral Nutrition Supplement
PB : Panjang Badan
Permenkes : Peraturan Menteri Kesehatan PDK
: Pangan Olahan untuk Diet Khusus
PKGK : Pangan Olahan untuk Keperluan Gizi Khusus
PKMK : Pangan Olahan untuk Keperluan Medis Khusus TB
: Tinggi Badan

v
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Peningkatan pelayanan kesehatan dan gizi masyarakat merupakan salah satu
program prioritas nasional, mengingat kontribusinya terhadap pembangunan sumber
daya manusia yang berkualitas. Kondisi status kesehatan dan gizi di Indonesia saat ini
telah memperlihatkan perbaikan, salah satunya ditunjukkan dengan penurunan stunting
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar dari 37,2% tahun 2013 menjadi 30,8% tahun
2018, dan 21,6% berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022.
Sedangkan wasting mengalami penurunan dari 12,1% (5,3% gizi buruk dan 6,8% gizi
kurang) pada tahun 2013 menjadi 10,2% (3,5% gizi buruk
dan 6,7% gizi kurang) pada tahun 2018, dan 7,7% berdasarkan SSGI tahun 2022.
Meskipun tren permasalahan gizi mengalami perbaikan, namun kondisi ini masih
menjadi masalah kesehatan masyarakat.
Pencegahan masalah gizi termasuk stunting menitikberatkan pada penanganan
penyebab masalah gizi. Faktor yang berhubungan langsung adalah asupan gizi dan
penyakit infeksi. Penyebab lainnya yang berkontribusi secara tidak langsung adalah
akses terhadap pangan, lingkungan sosial yang terkait dengan praktik pemberian
makanan bayi dan anak, akses terhadap pelayanan kesehatan, serta kesehatan
lingkungan.
Penanggulangan masalah gizi bagi anak akibat penyakit secara terpadu dan
berkesinambungan merupakan tanggung jawab pemerintah Pusat dan Daerah
sebagaimana amanat Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 29 Tahun 2019 tentang
Penanggulangan Masalah Gizi Bagi Anak Akibat Penyakit. Upaya penanggulangan
masalah gizi yang disebabkan oleh penyakit maupun kurangnya asupan gizi sangat
penting mengingat kondisi ini dapat memicu kejadian berisiko gagal tumbuh, gizi kurang
dan gizi buruk, yang jika terjadi secara kronis dapat meningkatkan risiko stunting.
Implementasi kegiatan meliputi surveilans gizi dan penemuan kasus untuk deteksi
dini masalah gizi, serta penanganan kasus di Puskesmas dan rumah sakit. Kegiatan ini
dilaksanakan untuk meminimalisir risiko stunting dan dampak jangka panjangnya
termasuk beban biaya kesehatan. Selain itu, upaya ini juga dilaksanakan untuk
memenuhi komitmen Universal Health Coverage dalam memberikan perlindungan
bagi semua masyarakat, terutama pada kelompok miskin dan rentan.
Pemberian Pangan Olahan untuk Keperluan Gizi Khusus (PKGK) yang terdiri dari
Pangan Olahan untuk Diet Khusus (PDK) yang ditambah dengan telur serta Pangan
Olahan untuk Keperluan Medis Khusus (PKMK) merupakan bagian dari penanganan
kasus balita bermasalah gizi mulai dari Puskesmas sampai dengan di rumah sakit dan
hanya diberikan berdasarkan indikasi medis dengan

1
resep dan pengawasan dari dokter umum Puskesmas dan dokter spesialis anak rumah
sakit. Hal ini dimaksudkan agar PKGK diberikan tepat sasaran, tepat guna dan tepat
pembiayaan. Mempertimbangkan tingginya prevalensi masalah anak berisiko gagal
tumbuh, berat badan kurang, gizi kurang, gizi buruk dan stunting di masyarakat, maka
pembahasan pada petunjuk teknis ini lebih fokus pada kelima permasalahan tersebut.

B. Tujuan
Memberikan acuan bagi tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan dan pemangku kebijakan
terkait dalam penggunaan PKGK dan telur bagi balita dengan masalah gizi.

C. Sasaran
1. Tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan.
2. Penanggung jawab/pengelola program gizi di Dinas Kesehatan Provinsi dan
Kabupaten/Kota.
3. Pemangku kepentingan terkait.

D. Dasar Hukum
1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan
2. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
4. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2020 tentang Standar Pelayanan Minimal
5. Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan
Perbaikan Gizi
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1 Tahun 2012 tentang Sistem Rujukan Yankes
Perorangan
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 78 tahun 2013 tentang Pedoman Pelayanan Gizi
Rumah Sakit
8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 23 Tahun 2014 tentang Upaya Perbaikan Gizi
9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 25 Tahun 2014 tentang Upaya Kesehatan Anak
10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 41 Tahun 2014 tentang Pedoman Gizi Seimbang
11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 66 Tahun 2014 tentang Tumbuh Kembang dan
Gangguan Tumbuh Kembang Anak
12. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/1186/2022 tentang Panduan
Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama
13. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK. 01.07/MENKES/1928/2022 tentang
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) Tata Laksana Stunting.

2
14. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 64 Tahun 2016 tentang Perubahan atas
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 52 Tahun 2016 tentang Standar Tarif Pelayanan
Kesehatan dalam Program Jaminan Kesehatan
15. Peraturan Badan POM Nomor 1 Tahun 2018 tentang Pengawasan Pangan Olahan
untuk Keperluan Gizi Khusus sebagaimana diubah dengan Peraturan Badan POM
Nomor 24 tahun 2019 dan Peraturan Badan POM Nomor 24 tahun 2020.
16. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 4 Tahun 2019 tentang Standar Teknis
Pemenuhan Mutu Pelayanan Dasar pada Standar Pelayanan Minimal Bidang
Kesehatan
17. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2019 tentang Angka Kecukupan Gizi
yang Dianjurkan untuk Masyarakat Indonesia
18. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 29 Tahun 2019 tentang Penanggulangan
Masalah Gizi Bagi Anak Akibat Penyakit
19. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 Tahun 2019 tentang Puskesmas
20. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2 Tahun 2020 tentang Standar Antropometri
Anak
21. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 5 Tahun 2022 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Kesehatan

E. Definisi Operasional
1. Balita adalah singkatan dari bawah lima tahun yang merupakan anak dengan
kelompok usia 0 - 59 bulan.
2. Bayi Sangat Prematur adalah bayi yang lahir sebelum usia kehamilan mencapai
genap 32 minggu.
3. Bayi Berat Lahir Sangat Rendah adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 1500
gram.
4. Berisiko gagal tumbuh (weight faltering atau at risk of failure to thrive) adalah
suatu keadaan terjadinya keterlambatan pertumbuhan fisik pada bayi dan anak usia
bawah dua tahun yang ditandai dengan kenaikan berat badan di bawah persentil 5
dari standar tabel kenaikan berat badan menurut Permenkes No 2 Tahun 2020 tentang
Standar Antropometri Anak.
5. Gizi Kurang (wasting) adalah keadaan gizi balita yang ditandai oleh satu atau lebih
tanda berikut: 1) BB/PB atau BB/TB berada pada -3 sampai dengan kurang dari -2
standar deviasi (-3 SD sd < -2 SD); 2) Lingkar Lengan Atas (LiLA) kurang dari 12,5
cm sampai dengan 11,5 cm pada balita usia 6-59 bulan.
6. Gizi buruk (severe wasting) adalah keadaan gizi balita yang ditandai oleh satu atau
lebih tanda berikut: 1) pitting edema bilateral, minimal pada kedua punggung kaki; 2)
BB/PB atau BB/TB kurang dari -3 standar deviasi (< -3 SD);
3) LiLA < 11,5 cm pada balita usia 6-59 bulan.
7. Stunting adalah keadaan panjang atau tinggi badan seorang anak pada usia tertentu
berada dibawah -2 standar deviasi (< -2 SD) dari standar pertumbuhan WHO, yang
merefleksikan proses kegagalan mencapai potensi pertumbuhan

3
linear akibat dari kondisi kesehatan atau gizi yang suboptimal (WHO
Conceptual Framework, 2013)
8. Alergi Protein Susu Sapi adalah suatu reaksi yang tidak diinginkan yang diperantarai
secara imunologis terhadap protein susu sapi.
9. Kelainan Metabolisme Bawaan (KMB) adalah kelainan gen tunggal yang
menyebabkan defisiensi atau disfungsi protein yang berfungsi sebagai enzim atau
protein transpor yang diperlukan sebagai katalisator metabolisme.
10. Pangan Olahan untuk Keperluan Gizi Khusus, yang selanjutnya disingkat PKGK,
adalah Pangan Olahan yang diproses atau diformulasi secara khusus untuk memenuhi
kebutuhan gizi tertentu karena kondisi fisik/fisiologis dan penyakit/ gangguan
tertentu.
11. PDK adalah Pangan Olahan untuk Diet Khusus, yang selanjutnya disingkat PDK,
adalah Pangan Olahan yang diproses atau diformulasi secara khusus untuk memenuhi
kebutuhan gizi tertentu karena kondisi fisik atau fisiologis tertentu.
12. Pangan Olahan untuk Keperluan Medis Khusus yang selanjutnya disingkat PKMK
adalah pangan olahan yang diproses atau diformulasi secara khusus untuk manajemen
medis yang dapat sekaligus sebagai manajemen diet bagi anak dengan penyakit
tertentu.
13. Surveilans Gizi adalah kegiatan pengamatan yang sistematis dan terus menerus
terhadap masalah gizi masyarakat dan faktor-faktor yang mempengaruhinya sebagai
dasar bagi pengambil keputusan untuk perumusan kebijakan, perencanaan program,
penentuan tindakan dan pelaksanaan intervensi serta evaluasi terhadap pengelolaan
program gizi.
14. Pemeriksaan Antropometri adalah penimbangan berat badan, pengukuran panjang
atau tinggi badan, dan pengukuran lingkar lengan atas, untuk menilai status gizi anak.

4
BAB II
PENANGGULANGAN MASALAH GIZI PADA ANAK

A. Deteksi Dini dan Penemuan Kasus


Pencegahan terjadinya masalah gizi pada anak, khususnya berisiko gagal tumbuh, gizi
kurang dan gizi buruk dimulai dengan menjaga kesehatan dan status gizi calon ibu sebelum dan
selama kehamilan, dilanjutkan dengan setelah melahirkan dan masa menyusui. Pencegahan
jangka pendek dengan melakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD), memberikan ASI Eksklusif,
dilanjutkan pemberian Makanan Pendamping ASI yang adekuat serta pemantauan pertumbuhan
dan perkembangan secara rutin, pemeriksaan neonatal esensial dengan pendekatan Manajemen
Terpadu Balita Sakit (MTBS) menggunakan formulir pencatatan bayi muda umur kurang dari 2
bulan dan untuk usia diatas 2 bulan menggunakan formulir pencatatan balita umur 2 bulan
sampai 5 tahun.

Gambar 2.1. Alur Penanganan Gagal Tumbuh, Gizi Kurang dan Gizi Buruk Gambar 2.1

menunjukkan alur penanganan gagal tumbuh, gizi kurang dan gizi


buruk pada balita yang dimulai sejak dari keluarga melalui intervensi spesifik dan sensitif untuk
mencegah terjadinya masalah gizi, pemantauan pertumbuhan di Posyandu, hingga rujukan kasus
ke Puskesmas dan Rumah Sakit. Upaya pencegahan masalah gizi bagi anak akibat penyakit
dilaksanakan melalui deteksi dini dilanjutkan dengan tata laksana dan rujukan kasus. Deteksi
dini melibatkan tenaga kesehatan maupun anggota masyarakat dan merupakan salah satu bagian
dari mobilisasi masyarakat. Komponen

5
masyarakat yang dapat dilatih dan berperan aktif dalam deteksi dini contohnya: kader Posyandu,
kader dasawisma, guru PAUD, anggota karang taruna, guru kelas pengajian/guru sekolah
minggu dan anggota masyarakat lain yang berpotensi.

Tenaga kesehatan dapat melibatkan masyarakat dalam :


- Melakukan pemantauan pertumbuhan dan deteksi dini gangguan tumbuh kembang anak di
Posyandu/PAUD. Kader dan masyarakat dilatih mengenali tanda-tanda risiko berisiko
gagal tumbuh, kasus gizi kurang dan gizi buruk serta perawakan pendek pada anak.
- Upaya penjaringan balita berisiko gagal tumbuh, gizi kurang dan gizi buruk serta
perawakan pendek. Masyarakat dapat melaporkan kepada petugas kesehatan jika
menemukan anak dengan tanda-tanda hambatan pertumbuhan dan perkembangan di
desanya.
- Membantu dan memantau keluarga yang mempunyai balita sakit dan mengingatkan waktu
berkunjung ke pelayanan kesehatan.
- Melakukan koordinasi dengan lintas sektor dan pemangku kepentingan terkait dalam
intervensi gizi.
- Melaporkan hasil kegiatan pemantauan pertumbuhan dan merujuk ke Puskesmas bila
ditemukan balita dengan masalah kesehatan dan atau masalah gizi.

Setiap kasus yang ditemukan perlu ditindaklanjuti dengan rujukan ataupun tata laksana
yang sesuai. Deteksi dini untuk menemukan kasus dapat dilakukan secara aktif dan pasif.
1. Secara aktif, dilaksanakan sweeping dan monitoring kasus melalui kunjungan rumah oleh
kader dan anggota masyarakat yang terlatih didampingi petugas kesehatan untuk balita
berisiko termasuk balita yang tidak datang ke Posyandu. Deteksi dini dilakukan dengan
pengukuran antropometri yaitu menimbang Berat Badan (BB), mengukur Panjang/Tinggi
Badan (PB atau TB), mengukur Lingkar Lengan Atas atau LiLA (balita 6-59 bulan), dan
mengidentifikasi tanda dan gejala klinis masalah gizi antara lain: tampak kurus, perawakan
pendek, edema pada tungkai, lemah, kesulitan menyusu, dll.

Balita yang harus dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan:


- Bayi berat lahir rendah dan prematur.
- Balita yang terindikasi mengalami hambatan pertumbuhan (berisiko gagal tumbuh,
gizi kurang, gizi buruk dan perawakan pendek).
- Balita (6-59 bulan) dengan LiLA di warna kuning (LiLA 11,5 cm - < 12,5 cm) atau
warna merah (<11,5 cm).
- Balita (6-59 bulan) dengan LiLA di warna hijau namun terlihat sangat kurus.
- Balita yang teridentifikasi adanya piting edema bilateral.
- Bayi < 6 bulan yang terlalu lemah atau sulit menyusu.

6
2. Secara pasif, melalui:
a. Pemantauan pertumbuhan di Posyandu atau PAUD. Deteksi dini dilakukan dengan
mengidentifikasi balita yang mengalami hambatan pertumbuhan pada grafik
pertumbuhan anak pada KMS di Buku KIA, mengukur LiLA balita, edema pada
tungkai, lemah, kesulitan menyusu, dll.

Balita yang harus dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan:


- Balita terindikasi mengalami hambatan pertumbuhan berdasarkan Grafik
Pertumbuhan Anak (GPA) di Kartu Menuju Sehat (KMS) dalam Buku Kesehatan Ibu
dan Anak (KIA): garis pertumbuhan memotong salah satu garis Z-score, meningkat
atau menurun secara tajam, atau terus mendatar; balita yang satu kali tidak naik (1T);
berada di Bawah Garis Merah (BGM); perawakan pendek; balita sakit; dan check-list
perkembangan tidak sesuai.
- Balita 6-59 bulan dengan LiLA di warna kuning) LiLA 11,5 cm - 12,5 cm) atau warna
merah (<11,5 cm).
- Balita 6-59 bulan dengan LiLA di warna hijau namun terlihat sangat kurus.
- Balita yang teridentifikasi adanya pitting edema bilateral.
- Bayi < 6 bulan yang terlalu lemas atau sulit menyusu.

b. Kunjungan balita ke fasyankes (Puskesmas, rumah sakit atau fasyankes lainnya),


misalnya pada saat berobat atau imunisasi, didapatkan hasil pengukuran antropometri
balita mengalami masalah pertumbuhan.

Di Posyandu atau PAUD, hasil penimbangan BB diplot pada KMS dalam buku KIA agar
dapat diketahui status pertumbuhannya. Orangtua, kader atau guru melakukan stimulasi dan
pemantauan perkembangan anak dengan mengisi check-list perkembangan sesuai umur dalam
buku KIA. Selain itu buku KIA juga digunakan sebagai media informasi kesehatan untuk
keluarga/masyarakat. Anak yang ditemukan mengalami risiko gagal tumbuh, gizi kurang dan
gizi buruk dirujuk ke tenaga kesehatan di Puskesmas. Alur deteksi dini dan tata laksana masalah
gizi sebagaimana Permenkes Nomor 2 Tahun 2020 tentang Standar Antropometri Anak,
tercantum pada Gambar 2.2.

7
Gambar 2.2 Alur Deteksi Dini dan Tata Laksana Masalah Gizi

B. Penanganan Kasus dan Sistem Rujukan


Penanganan kasus masalah gizi pada anak di Puskesmas dan rumah sakit sesuai dengan
kompetensi dan kewenangannya. Jika permasalahan gagal tumbuh, gizi kurang dan gizi buruk
tidak mampu ditangani di Puskesmas, tidak ada kemajuan atau perbaikan, dilakukan rujukan
berjenjang ke rumah sakit sesuai dengan mekanisme rujukan.

1. Puskesmas
Anak yang mempunyai risiko masalah gizi dirujuk dari Posyandu ke Puskesmas,
untuk mendapat pelayanan secara komprehensif yaitu dilakukan konfirmasi ulang status gizi
mengacu pada 4 (empat) indikator antropometri, penilaian tren pertumbuhan (weight
increment dan height increment) dan status kesehatan dengan pendekatan MTBS.
Mengingat kemungkinan adanya keterlambatan perkembangan pada anak dengan risiko
gagal tumbuh, gizi kurang dan gizi buruk, maka anak juga harus dilakukan penilaian dengan
menggunakan Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP). Apabila diperoleh hasil
meragukan atau menyimpang maka anak perlu segera dirujuk ke rumah sakit. Penanganan
masalah gizi akibat penyakit di Puskesmas dilakukan terhadap anak berisiko gagal tumbuh,
gizi kurang dan gizi buruk, dengan mencari tanda bahaya (red flag) dan mengacu pedoman
Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita dan pedoman SDIDTK.

8
Gambar 2.3 Red Flag atau Tanda Bahaya

Bila tidak ditemukan red flag, maka kasus gagal tumbuh, gizi kurang dan gizi
buruk dapat ditangani di Puskesmas. Anak harus diberikan asupan gizi yang
memenuhi kebutuhannya berdasarkan umur menurut panjang/tinggi badan (Height-
Age) untuk mencapai target berat badan ideal. Apabila ditemukan tanda bahaya,
Puskesmas harus segera merujuk ke rumah sakit untuk mendapat penanganan secara
komprehensif oleh dokter spesialis anak.

Kasus gagal tumbuh, gizi kurang dan gizi buruk yang terdapat tanda bahaya (red
flag) berikut ini perlu segera dirujuk ke rumah sakit, diantaranya:
- Kelainan struktural misalnya, kelainan di area mulut, gigi, dan kerongkongan.
- Kelainan neurodevelopmental, misalnya kelainan kongenital dan
keterlambatan perkembangan.
- Tanda dan gejala yang mengindikasikan adanya masalah medis misalnya
gastroesophageal reflux ditandai muntah berulang, diare berulang, BBLR,
prematur, dan infeksi saluran napas berulang.

Gambar 2.4 Algoritme pencegahan dan penanganan stunting (KMK 1928/2022)

9
Pencegahan Primer (Promotif)
Pencegahan primer dilakukan mulai dari tingkat kader di posyandu. Kader melakukan
pemantauan pertumbuhan, pengukuran Panjang Badan atau Tinggi Badan (PB atau TB) dan
Berat Badan (BB) menggunakan alat dan metode pengukuran standar, serta memberikan
edukasi kepada orang tua/pengasuh mengenai pemberian ASI eksklusif dan MPASI dengan
kandungan gizi lengkap terutama protein hewani. Saat pelaksanaan posyandu, diusahakan
Pemberian Makanan Tambahan (PMT) yang mengandung protein hewani seperti telur, ayam,
ikan, daging, susu dan produk olahan susu. Jika didapatkan anak dengan PB atau TB
berdasarkan usia dan jenis kelamin <-2 SD, BB/U <- 2 SD, atau weight faltering (kenaikan
berat tidak memadai) dan growth deceleration (perlambatan pertumbuhan linier), maka
anak tersebut harus dirujuk ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) atau puskesmas.
Penimbangan berat badan, dan pengukuran panjang badan di posyandu harus dilakukan setiap
bulan untuk deteksi dini weight faltering.

Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder dilakukan oleh dokter di fasilitas kesehatan tingkat pertama.
Dokter melakukan konfirmasi pengukuran antropometrik sebelumnya dan penelusuran
penyebab potensial stunting. Anak dengan berat badan rendah, weight faltering atau gizi
kurang namun tidak berperawakan pendek (PB/U atau TB/U ≥-2 SD) dapat diberikan Pangan
untuk Keperluan Diet Khusus (PDK) sesuai indikasi dan/atau pangan padat energi yang
mempunyai komposisi gizi yang memenuhi persyaratan PDK serta terbukti secara ilmiah
mengatasi gizi kurang secara efektif. Tindakan ini juga bertujuan untuk mencegah agar anak-
anak dengan gangguan gizi tersebut tidak berlanjut menjadi stunting. Pangan olahan yang
termasuk dalam PKGK adalah susu formula standar untuk usia 0-12 bulan dan susu
pertumbuhan untuk usia 1-3 tahun. Pemberian PDK diresepkan dan dipantau penggunaannya
oleh dokter di FKTP.
Dasar pemberian PDK adalah dikarenakan kebutuhan energi pada anak-anak dengan
gizi kurang yang meningkat sesuai dengan laju pertambahan berat badan selama masa kejar
tumbuh (catch-up growth). Oleh karena itu, kecukupan nutrisi harus sekurang kurangnya
terdiri dari 30% lemak dan 10-15% protein. Selain itu, 4.5% dari total kebutuhan energi anak
gizi kurang harus mengandung n-6 polyunsaturated fatty acids (PUFAs) dan 0.5% dari n-3
PUFAs, dengan rasio asam linoleic/alpha- linolenic berkisar antara 5-15. Pada FKTP dapat
dilakukan pemeriksaan penunjang dasar yang tersedia seperti pemeriksaan darah rutin,
urinalysis, feses rutin dan tes Mantoux untuk kemungkinan infeksi tuberkulosis. Jika
teridentifikasi ada penyebab medis atau komplikasi yang mendasari misalnya penyakit
jantung bawaan, dan tata laksana dengan PKGK tidak menunjukkan respon yang adekuat
selama 1 minggu, maka anak dirujuk ke dokter spesialis anak di Fasilitas Kesehatan Rujukan
Tingkat Lanjut (FKRTL). Pada kasus-kasus gizi buruk tanpa komplikasi dapat diberikan
formula F-75 dan F-100 yang berbahan dasar susu, gula, minyak dan mineral mix. Jika
terdapat komplikasi medis dan/atau hasil evaluasi tidak sesuai target yang diharapkan atau
tidak terdapat perbaikan kondisi klinis dalam satu minggu maka dirujuk ke dokter spesialis
anak di FKRTL. Anak yang terkonfirmasi perawakan

10
pendek (PB/U atau TB/U <-2 SD) baik dengan/tanpa penyebab potensial yang mendasari
harus dirujuk ke dokter spesialis anak di FKRTL. Dokter dan petugas gizi lapangan di
puskesmas tetap memberikan konseling dan edukasi kepada orang tua. Konseling dilakukan
untuk menyampaikan informasi kepada orang tua/pengasuh tentang hasil penilaian
pertumbuhan anak dan alasan rujukan ke rumah sakit. Edukasi meliputi anjuran cara
pemberian makan sesuai usia dan kondisi anak, cara menyiapkan formula, petunjuk memilih
jenis bahan makanan dan pelaksanaan aturan makan (feeding rules).

Pencegahan Tersier (Tata Laksana Stunting dan Risiko Stunting)


Pencegahan tersier dilakukan oleh dokter spesialis anak di FKRTL. Dokter spesialis
anak melakukan konfirmasi diagnosis stunting.

2. Rumah Sakit
Rumah sakit menerima rujukan anak bermasalah gizi dari Puskesmas yang
memerlukan penanganan lebih lanjut sesuai kondisi medis dan penyakit di luar kompetensi
dan kewenangan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP). Balita gagal tumbuh, gizi
kurang, gizi buruk dan BBLR yang dirujuk ke rumah sakit akan mendapat penanganan dan
tata laksana lebih lanjut sesuai dengan rekomendasi dokter spesialis anak.
Penanganan di rumah sakit diawali dengan penilaian status gizi, untuk selanjutnya
dokter spesialis anak melakukan deteksi penyakit penyerta, pemeriksaan penunjang dan
pencarian penyebab penyakit/diagnosis banding sesuai dengan standar pelayanan kedokteran
yang diatur dalam Panduan Praktik Klinis di rumah sakit.
Tata laksana kasus bagi anak dengan masalah gizi akibat penyakit, pada saat rawat
inap maupun rawat jalan di rumah sakit, dilaksanakan dengan melibatkan tim asuhan gizi
anak (dokter spesialis anak, perawat/bidan, dietisien dan farmasi). Dokter spesialis anak
sebagai koordinator yang bertanggungjawab untuk menentukan diagnosa dan intervensi
yang sesuai dengan kondisi medis anak. Anggota tim asuhan gizi anak bersama-sama
mengimplementasikan intervensi gizi dan mendukung keberhasilan intervensi gizi yang
diberikan kepada pasien sesuai kompetensi dan kewenangannya masing-masing.
Gambar 2.5 menunjukkan alur penanganan kasus di rumah sakit. Anak yang datang
atau dirujuk ke rumah sakit dengan masalah gizi (berisiko gagal tumbuh, gizi kurang, gizi
buruk, dan stunted) dilakukan pengkajian untuk mengetahui penyebab yang mendasari
permasalahan tersebut. Selanjutnya, anak yang telah diidentifikasi penyebab masalah gizi
dan ditetapkan diagnosa diberikan tata laksana kasus sesuai Panduan Praktik Klinis di rumah
sakit oleh dokter spesialis anak selaku Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP).
Pada pelayanan rawat inap maupun rawat jalan, dokter spesialis anak selaku DPJP
menentukan apakah anak memerlukan PKMK sesuai indikasi medis atau terapi gizi antara
lain gizi parenteral, gizi enteral buatan rumah sakit lainnya seperti F-75, F-100, dan
makanan diet. Berdasarkan rekomendasi WHO balita gizi buruk

11
perlu diberikan F-75 dan F-100, namun jika tidak mengalami perbaikan atau kenaikan berat
badan karena adanya penyakit penyerta dengan pertimbangan medis dokter spesialis anak
dapat memberikan PKMK. PKMK merupakan produk untuk manajemen medis dan
manajemen diet bagi anak dengan penyakit tertentu, sehingga penggunaan harus berdasarkan
indikasi medis dan dengan resep dokter spesialis anak.

Gambar 2.5 Alur Penanganan Kasus di Rumah Sakit

Kondisi gagal tumbuh, gizi kurang dan gizi buruk yang terindikasi memerlukan
PKMK ditentukan oleh dokter spesialis anak selaku DPJP dengan mempertimbangkan antara
lain: anak dengan kelainan jantung, gangguan absorpsi, atau jika telah memperoleh intervensi
gizi sebelumnya yang sesuai tata laksana standar namun belum ada perbaikan.
Peresepan awal PKMK oleh dokter spesialis anak selaku DPJP untuk jangka waktu
paling lama 2 (dua) minggu. Monitoring (kontrol ulang) pemberian PKMK setiap 2 minggu
untuk memantau daya terima dan toleransi. Jika kondisi anak membaik, pemantauan
dilakukan setiap 2 - 4 minggu sekali. Dokter spesialis anak selaku DPJP juga
mempertimbangkan penghentian penggunaan PKMK bila sudah tidak diperlukan lagi. Jumlah
dan lama pemberian PKMK berdasarkan pertimbangan dokter spesialis anak selaku DPJP
sesuai kondisi medis anak.
Apabila kenaikan berat badan anak sudah memenuhi target dan kriteria sembuh serta
status gizinya membaik, maka pemberian PKMK dihentikan. Hal ini bertujuan agar
pemberian PKMK tidak terjadi over-used yang akan berdampak negatif. Penggunaan
PKMK dapat dikurangi bertahap melalui penilaian status gizi

12
anak berdasarkan indikator BB/PB atau BB/TB dan PB/U atau TB/U menjadi dalam batas
normal. Anak mendapat kombinasi PKMK dan makanan padat sampai tercapai pola makan
normal yang terdiri dari 3 kali makanan padat dan 2 kali makanan selingan serta 3 kali
pemberian PKMK. Jika kondisi terus membalik maka PKMK dapat dihentikan dan diganti
dengan sumber protein hewani lainnya.
Setiap kasus yang sudah ditangani di rumah sakit dan sembuh serta tidak memerlukan
PKMK, dapat dirujuk balik ke Puskesmas. Puskesmas mengidentifikasi kasus tersebut untuk
dapat melanjutkan pemantauan pertumbuhan rutin di Posyandu agar status gizi dan kesehatan
terjaga dengan baik.
Pada anak stunting dengan gizi kurang atau gizi buruk yang disertai red flags, atau
anak tidak memungkinkan mengonsumsi ASI atau MPASI dan memiliki faktor risiko seperti
Berat Badan Lahir Sangat Rendah (BBLSR), lahir sangat prematur, alergi protein susu sapi
dan kelainan metabolisme bawaan, perlu diberikan PKMK yang meliputi:
1. Oral nutrition supplement (ONS) dengan kandungan energi lebih dari 0.9 kkal/mL.
2. Untuk bayi sangat prematur (masa gestasi <32 minggu) dan bayi berat lahir sangat
rendah (< 1500 gram) berupa:
a. Formula prematur dengan ketentuan kandungan energi minimal 24 kkal/30 ml.
b. Pelengkap gizi air susu ibu (Human Milk Fortifier/HMF).
3. Formula berbasis susu sapi dengan protein terhidrolisat ekstensif atau asam amino
bebas untuk alergi protein susu sapi.
4. Formula dengan komposisi makronutrien dan mikronutrien spesifik untuk kelainan
metabolisme bawaan tertentu.

13
BAB III
PANGAN OLAHAN UNTUK KEPERLUAN GIZI KHUSUS (PKGK)
DAN TELUR

Pangan Olahan untuk Keperluan Gizi Khusus selanjutnya disingkat PKGK adalah
pangan olahan yang diproses atau diformulasi secara khusus untuk manajemen medis
sekaligus sebagai manajemen diet bagi balita dengan masalah gizi dan atau penyakit tertentu.
Telur adalah salah satu jenis protein hewani yang memiliki kandungan gizi yang cukup baik
dan bioavailabilitas yang tinggi sehingga mudah dimetabolisme dan diserap hampir sempurna
oleh tubuh dalam membantu tahapan pertumbuhan balita. PKGK dan telur wajib memenuhi
persyaratan, komposisi, prinsip umum serta aturan penggunaan sebagaimana berikut :
A. Persyaratan serta Komposisi PKGK dan Telur
1. Persyaratan
a. PDK
1. Mempunyai ijin edar di BPOM sebagai susu bayi, formula lanjutan untuk
usia 6 - 12 bulan atau formula pertumbuhan untuk usia > 1 tahun (daftar
yang memiliki edar dapat dilihat di situs https://cekbpom.pom.go.id/
2. Berbasis protein hewani
3. Memiliki PER > 10%
4. Diresepkan dan dipantau oleh dokter

b. PKMK
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah mengatur
produk PKMK untuk kelompok bayi dan anak pada Peraturan BPOM Nomor
1 Tahun 2018 tentang Pengawasan Pangan Olahan untuk Keperluan Gizi
Khusus sebagaimana diubah dengan Peraturan Badan POM Nomor 24 Tahun
2019 dan Peraturan Badan POM Nomor 24 Tahun 2020. PKMK wajib
memenuhi persyaratan keamanan, mutu, gizi dan label pangan serta memiliki
izin edar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. PKMK juga
tidak bisa dibeli bebas melalui penjualan ritel.

c. Telur
Telur ayam adalah salah satu sumber protein hewani yang
berkualitas tinggi dan mengandung asam amino esensial yang lengkap
dibutuhkan balita dalam masa pertumbuhan. Selain itu telur juga mengandung
sumber vitamin dan mineral penting, Telur ayam adalah sumber vitamin A
yang baik, yang bermanfaat untuk kesehatan mata. Kekurangan vitamin A
dapat menyebabkan berbagai masalah mata, termasuk rabun senja dan
xeroftalmia.

14
Kualitas mutu telur dapat dinilai dengan cara visual secara langsung
melihat penampakan kerabang (kulit telur) dan dengan cara peneropongan.
Dengan cara melihat visual penampakan kerabang dapat dinilai warna
kerabang telur seragam, cerah dan sesuai dengan jenis unggas, bentuk telur
normal dan permukaan halus, mengkilap, tidak ada kotoran serta permukaan
telur tidak retak. Sedangkan menurut SNI No 3926:2008 prinsip melakukan
peneropongan adalah dengan meneropong telur ke arah sinar yang lebih kuat
sehingga dapat terlihat bagian dalam dan luar telur seperti keretakan kerabang,
kantung udara (makin tua telur maka kantung udara akan tampak lebih besar),
kuning telur, bercak-bercak darah dan pertumbuhan embrio. Kantung udara
menjadi salah satu penentu kesegaran telur karena selama penyimpanan telur
akan mengalami penguapan air dan gas melalui pori- pori kerabang telur.
Penguapan air ini menyebabkan air telur menurun sehingga isi telur
mengalami penyusutan dan ruang kosong dalam telur akan digantikan oleh
udara. Sehingga semakin tua usia telur maka penguapan air dan gas semakin
banyak sehingga kantung udara akan menjadi semakin besar.

2. Komposisi
a. PDK
 PDK merupakan bagian dari tatalaksana untuk balita dengan weight
faltering, underweight, gizi kurang dan gizi buruk dan setara dengan
F100.
 Kandungan energinya tidak kurang dari 60 kkal dan tidak lebih dari 85
kkal per 100 ml produk.
 Kandungan protein minimal 10 - 15% dari total energi.
 Kandungan lemak minimal 30% dari total energi.
 Kandungan n-6 polyunsaturated fatty acids (PUFAs) 4,5% dari total
kebutuhan energi anak gizi kurang dan 0,5% dari n-3 PUFAs, dengan rasio
asam linoleic/alpha-linolenic berkisar antara 5-15%.

b. PKMK
Berdasarkan komposisi zat gizi, PKMK dikelompokkan sebagai berikut:
● Sole source of nutrition, artinya komposisi PKMK disusun sedemikan
rupa sehingga dapat digunakan sebagai satu satunya sumber zat gizi
untuk seorang individu.
● Partial source of nutrition, artinya komposisi PKMK disusun
sedemikian rupa untuk dikonsumsi bersama dengan sole source of
nutrition sehingga kebutuhan gizi seorang individu terpenuhi. PKMK ini
dapat berupa sediaan asam amino tunggal dan campuran beberapa asam
amino, vitamin, dan senyawa lain yang dibutuhkan

15
untuk menggantikan zat gizi yang kurang akibat penyakitnya atau
meningkatkan aktivitas enzim. Kebutuhan vitamin tersebut dapat
melebihi Dietary Reference Intake (DRI), bergantung pada jenis
penyakit dan aktivitas enzim yang tersisa.
c. Telur
Telur ayam mengandung air sekitar 74%, protein 13%, lemak 12%,
karbohidrat 1,0%, dan mineral 0,8%. Selain itu semua jenis asam amino
esensial yang dibutuhkan manusia terkandung dalam telur ayam. Satu telur
ayam mengandung kira-kira 70 kalori dengan beragam nutrisi diantaranya
adalah 5 gram lemak, 6 gram protein, 60 mg Natrium, 25 mg kalsium, 60 mg
kalium dan 140 mg kolin. Telur juga mengandung berbagai vitamin dan
mineral, termasuk vitamin A, riboflavin, asam folat, vitamin B6, vitamin B12,
zat besi dan fosfor.

B. Prinsip Umum
1. PDK
a. Persyaratan keamanan, mutu, gizi dan label pangan olahan untuk diet
khusus tercantum dalam Peraturan Badan Pengawasan Obat dan
Makanan Nomor 1 Tahun 2018 tentang Pengawasan Pangan Olahan
untuk Keperluan Gizi Khusus.
b. Pemberian PDK pada baduta harus terus diiringi dengan pemberian
ASI dan makanan pendamping ASI (MP ASI) sesuai usia.

2. PKMK
Prinsip umum PKMK berdasarkan CODEX STAN 180-1991 (Codex
Standard For The Labelling of And Claims For Foods For Special
Medical Purposes) adalah sebagai berikut:
a. Formulasi PKMK harus didasarkan pada literatur ilmiah.
b. Keamanan dan manfaat PKMK harus terbukti berdasarkan bukti
ilmiah.
c. Pelabelan, leaflet penyerta dan iklan semua jenis PKMK harus dapat
memberikan informasi yang cukup mengenai karakteristik produk
PKMK tersebut dan tujuan/sasaran penggunaan serta instruksi detil
penggunaan dan kewaspadaan (precaution), diantaranya:
- kandungan zat gizi yang dikurangi, ditingkatkan atau
dimodifikasi, serta
- efek samping, kontraindikasi, interaksi obat
- cara penggunaan yaitu hanya digunakan dibawah pengawasan
medis
- peringatan bahwa jika PKMK dapat menimbulkan masalah
kesehatan jika dikonsumsi oleh individu yang tidak

16
memiliki penyakit, kelainan atau kondisi medis tertentu sesuai
tujuan PKMK tersebut.
- bukan untuk penggunaan secara parenteral
- pengiklanan produk PKMK untuk publik/awam dilarang atau
tidak diperbolehkan
3. Telur
Telur merupakan bahan pangan hasil ternak unggas yang memiliki sumber
protein hewani yang memiliki rasa lezat, mudah dicerna dan bergizi tinggi
Irwansyah dkk. (2009). Telur memiliki nilai gizi yang tinggi serta harganya
yang relatif murah bila dibandingkan dengan harga daging atau sumber protein
lainnya, sehingga telur dapat dikonsumsi oleh semua kalangan masyarakat
kalangan atas maupun bawah (Agustin, 2008). Telur bagi unggas atau hewan
yang menghasilkannya merupakan alat yang digunakan untuk
berkembangbiak. Telur mengandung protein bermutu tinggi karena
mengandung asam amino esensial lengkap sehingga telur dijadikan patokan
dalam menentukan mutu protein berbagai bahan pangan (Indrawan, 2012).
Telur juga merupakan salah satu bahan makanan asal hewan yang bernilai gizi
tinggi karena mengandung zat-zat makanan yang dibutuhkan oleh tubuh
seperti protein, mineral dan vitamin serta memiliki daya cerna yang tinggi
(Suprapti, 2002). Untuk menjaga kualitas telur termasuk memastikan tidak ada
telur yang retak diperlukan kemasan yang aman dimana dapat melindungi
telur agar tidak mudah retak ataupun pecah.

C. Penggunaan
1. PDK
○ Aturan makan balita yang mendapatkan PDK diatur dalam Buku
Protokol Tatalaksana Pemberian Pangan Olahan Diet Khusus (PDK).

Aturan makan balita 6-11 bulan weight faltering, BB kurang, gizi kurang yang mendapat
terapi gizi PDK.
Jenis makanan dan
Jam Aktivitas Catatan
minuman
Jam ASI langsung (min. 15 menit: maks. 30
PDK < 1 tahun
06 menit) atau ASI perah 150 ml
Jam + ikan/ ayam/ daging/
Makan pagi 1-2 telur
08 telur ayam
Jam
PDK 5 takar (150 ml) PDK PER >10%
10
Jam + ikan/ ayam/ daging/
Makan siang 1 hati ayam
12 telur ayam
Jam ASI perah 150 ml atau PDK 5 takar (150
14 ml)
Jam
PDK 5 takar (150 ml) PDK PER >10%
16

17
Jam + ikan/ ayam/ daging/ 2-3 sdm daging
Makan malam
18 telur ayam sapi/ikan/ayam
*sesuaikan
Jam ASI langsung (min. 15 menit: maks. 30
pengaturan makan
20 menit) atau ASI perah 150 ml dengan klinis bayi

Aturan makan balita > 1 tahun weight faltering, BB kurang, gizi kurang yang mendapat
terapi gizi PDK.
Jenis makanan dan
Jam Aktivitas Catatan
minuman
Jam PDK > 1 tahun (Grow Up
Susu 5 takar (150 ml) PDK PER >10%
06 Milk)
Jam + ikan/ ayam/ daging/ telur
Makan pagi 1-2 telur
08 ayam
Jam
Snack
10
Jam + ikan/ ayam/ daging/ telur
Makan siang 1 hati ayam
12 ayam
Jam
Susu 5 takar (150 ml) PDK PER >10%
14
Jam
Snack
16
Jam + ikan/ ayam/ daging/ telur 2-3 sdm daging sapi/ikan/ayam
Makan malam
18 ayam
Jam *sesuaikan pengaturan makan
Susu 5 takar (150 ml) PDK PER >10%
20 dengan klinis bayi
Damayanti Rus E Sjarif (2022)

○ Pemberian disesuaikan dengan kelompok umur, 6 - 11 bulan dan >


1 tahun.
○ Pemberian berdasarkan terapi dokter penanggungjawab.

2. PKMK Penentuan jenis makanan pada stunting dengan berbagai jenis status gizi
diberikan PKMK secara penuh atau sebagian beserta makanan dengan komposisi
seimbang yang mengutamakan sumber protein hewani.
- Pemberian PKMK harus berdasarkan indikasi dan diresepkan oleh dokter
spesialis anak.
- Penggunaannya juga harus berada di bawah pengawasan dokter spesialis
anak.
- Persyaratan mutu PKMK untuk dukungan gizi bagi berisiko gagal tumbuh,
gizi kurang atau gizi buruk sesuai dengan peraturan BPOM dan produk
harus memiliki izin edar.
- Kandungan gizi dengan densitas energi produk siap konsumsi tidak kurang
dari 0,9 kkal/ml.
- Jika Sukrosa ditambahkan, maka tidak boleh lebih dari 10% dari total
kalori.

18
- Kandungan serat pangan (tidak termasuk oligosakarida), tidak boleh lebih
dari 5 g/hari (0,58 g/100 kkal) untuk produk yang diperuntukkan bagi usia
kurang dari 1 tahun, dan tidak boleh lebih dari 16 g/hari (1,45 g/100 kkal)
untuk produk yang diperuntukkan bagi usia lebih dari 1 tahun.
- Flour tidak boleh ditambahkan, jika fluor terdapat secara alami dalam
bahan baku, kandungan fluor tidak boleh lebih dari 100 mcg/100 kkal.
- Kandungan zat gizi makro dan mikro tidak boleh melebihi batas aman
untuk dikonsumsi (Upper Safe Level) sesuai ketentuan peraturan
perundang undangan.
- Dalam hal batas aman untuk dikonsumsi belum ditetapkan, dapat
menggunakan acuan lain yang diakui secara nasional, bilateral, regional,
atau internasional.

3. Telur Berdasarkan petunjuk teknis Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Berbahan


Pangan Lokal untuk Balita dan Ibu Hamil tahun 2023, telur merupakan salah
satu lauk hewani yang digunakan dalam standar bahan makanan tambahan
lokal bagi balita (6-59 bulan) yang disiapkan untuk 1 kali makan. Makanan
tambahan ini diperuntukkan bagi balita dengan weight faltering,
underweight dan gizi kurang.

19
BAB IV
PENGELOLAAN PANGAN UNTUK KEPERLUAN GIZI KHUSUS
(PKGK) DAN TELUR

Petunjuk Teknis Penggunaan Pangan Olahan untuk Keperluan Gizi Khusus (PKGK)
dan telur bagi Balita Bermasalah Gizi mengacu pada Permenkes Nomor 29 Tahun 2019 dan
KMK no. HK. 01.07/MENKES/1928/2022 tentang Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran
(PNPK) Tata Laksana Stunting. Juknis ini memberikan acuan pengelolaan PKGK untuk
kasus risiko gagal tumbuh, berat badan kurang dan sangat kurang, gizi kurang, gizi buruk
serta stunting yang penyediaannya dapat dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah. Sedangkan penyakit lainnya mengacu kepada sistem pembiayaan yang
tersedia baik APBN, APBD atau melalui Jaminan Kesehatan Nasional.
Dinas Kesehatan Provinsi dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota bersama puskesmas
dan rumah sakit merencanakan kebutuhan dan mengusulkan penyelenggaraan PKGK.
Puskesmas melakukan tatalaksana untuk balita weight faltering, underweight, gizi kurang
dan gizi buruk tanpa komplikasi. Selanjutnya puskesmas melakukan rujukan ke rumah sakit
untuk balita stunting dan masalah gizi buruk akibat penyakit yang tidak dapat ditangani di
Puskesmas serta menerima rujukan balik dari rumah sakit setelah anak tidak memerlukan
PKMK (sehat) untuk dapat dilakukan pemantauan pertumbuhan dan tatalaksana sesuai
dengan kondisi pasca rujuk balik apabila diperlukan sesuai kondisinya.
Gambar 4.1 menunjukkan alur pengelolaan PKGK, yang terdiri dari perencanaan, pengadaan,
penerimaan, penyimpanan, distribusi dan pemusnahan.

Gambar 4.1 Alur Pengelolaan PKGK

A. Perencanaan

20
Perencanaan PKGK dan telur dilakukan secara terpadu oleh Puskesmas, Suku Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota dan Dinas Kesehatan Provinsi dengan menghitung jumlah kasus
riil sebagai acuan proyeksi kasus yang ada di wilayah masing-masing. Perencanaan PMT di
Puskesmas diperuntukkan bagi balita weight faltering, underweight, gizi kurang dan gizi
buruk. Balita dengan status gizi weight faltering dan underweight direncanakan untuk
mendapatkan PMT selama 14 hari, balita dengan status gizi kurang direncanakan
mendapatkan PMT selama 56 hari dan balita dengan status gizi buruk direncanakan
mendapatkan PMT selama 90 hari.
Balita dengan status gizi stunting keseluruhannya dirujuk ke RS sehingga perencanaan
alokasi PKMK mengikuti jumlah kasus proyeksi yang dibuat oleh Puskesmas. Perencanaan
pemberian PKMK bagi balita stunting adalah selama 90 hari.

B. Pengadaan
Pengadaan PKGK dan telur dilakukan berdasarkan usulan perencanaan dari Puskesmas
setempat sesuai besaran masalah anak berisiko gagal tumbuh, berat badan kurang, gizi
kurang, gizi buruk dan stunting. Pengadaan PKGK dan telur dilakukan di masing-masing
UKPD melalui jalur resmi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dan ketentuan
alokasi anggaran.

C. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis, spesifikasi, jumlah, mutu,
waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam surat pesanan dengan kondisi fisik yang
diterima. Tim pengadaan dan pemeriksa di Puskesmas dan rumah sakit melakukan kegiatan
penerimaan serta pemeriksaan PKGK dan telur sesuai dengan jumlah, jenis, spesifikasi, mutu
dan waktu pengiriman yang telah disepakati sebelumnya yang dibuktikan dengan berita
acara.

D. Penyimpanan
Berdasarkan Permenkes Nomor 29 Tahun 2019 dan KMK no. HK.
01.07/MENKES/1928/2022 tentang Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) Tata
Laksana Stunting, PDK dan PKMK perlu diresepkan oleh dokter umum dan dokter spesialis
anak. PDK dan telur tersedia di Puskesmas dan PKMK tersedia di rumah sakit. Puskesmas
dan Rumah sakit perlu menyiapkan tempat penyimpanan yang memenuhi syarat, agar
kualitas dan keamanan PKGK dapat tetap terjaga hingga sampai kepada sasaran. Adapun
persyaratan tempat penyimpanan PKGK adalah sebagai berikut:
a. Tempat penyimpanan harus selalu higienis, tidak berdebu dan bebas dari tikus, kecoa
dan binatang pengerat lainnya.
b. Ruangan tidak bocor dan lembab, mempunyai ventilasi dan pencahayaan yang baik.
c. Bangunan dan pekarangan sekitar ruangan harus selalu bersih, bebas kotoran dan
sampah.

21
d. Pintu ruangan dapat dibuka dan ditutup dengan rapat pada saat keluar masuk produk
PKGK dan telur.
e. Penyusunan karton PKGK dalam ruangan diletakkan di alas/rak/palet yang kuat, 15 cm
dari dinding dan 50 cm dari atap, dan dilarang menginjak tumpukan karton.
f. Penyusunan peletakan/ penumpukan karton PKGK sedemikian rupa sehingga barang
tetap dalam kondisi baik.
g. Sistem penyimpanan menggunakan prinsip First Expired First Out (FEFO).
h. Penyimpanan produk PKGK dan telur tidak dicampur dengan bahan berbahaya.
i. Produk PKGK dan telur yang rusak selama penyimpanan diambil dan dipisahkan dari
produk yang masih baik.
j. Produk PKGK dan telur yang telah dinyatakan rusak perlu dilaporkan kepada
pihak/manajemen yang berwenang.
k. Produk PKGK dan telur dinyatakan rusak apabila kemasan penyok, robek, pecah, dan isi
produk berubah bentuk, warna dan rasa.
l. Pada saat melakukan bongkar muat produk PKGK dan telur dilarang menggunakan
ganco atau dibanting.
m. Suhu ruangan selalu terjaga dan terpantau sesuai dengan bentuk sediaan dan suhu
penyimpanan yang tertera pada label produk.
n. Penyimpanan PKGK dan telur terlindung dari dampak yang tidak diinginkan akibat
paparan cahaya matahari, suhu, kelembaban, dan atau faktor eksternal lain.
o. Melakukan stok opname secara berkala dan pencatatan setiap ada pengambilan atau
barang masuk.
p. PKGK serta telur yang rusak dan atau kedaluwarsa yang menunggu waktu pemusnahan
diberikan penandaan khusus dan atau dilakukan penyimpanan terpisah dengan
pemberian batas yang jelas.

E. Distribusi
1. PDK
a. Petugas gizi di Puskesmas melakukan pemeriksaan terhadap kemasan susu (PDK)
yang dikeluarkan dari tempat penyimpanan (contoh: gudang farmasi Puskesmas).
b. Petugas gizi memberikan PDK kepada sasaran berdasarkan resep dari dokter di
Puskesmas sesuai dengan jadwal pemberian.
c. Petugas gizi melakukan pencatatan kegiatan distribusi PDK sampai ke sasaran
menggunakan formulir yang sesuai.
d. Petugas gizi melakukan penginputan distribusi PDK di dalam aplikasi pencatatan dan
pelaporan PMT.
2. PKMK
a. Petugas gizi di RSUD melakukan pemeriksaan terhadap kemasan susu (PKMK) yang
dikeluarkan dari tempat penyimpanan (contoh: gudang farmasi RSUD).
b. Petugas gizi memberikan PKMK kepada sasaran berdasarkan resep dari dokter
spesialis anak di RSUD sesuai dengan jadwal pemberian.

22
c. Petugas gizi melakukan pencatatan kegiatan distribusi PKMK sampai ke sasaran
menggunakan formulir yang sesuai.

3. Telur
a. Petugas kesehatan di Puskesmas melakukan pemeriksaan terhadap kondisi telur
apakah terdapat kerusakan berupa retak ataupun pecah yang diterima dari distributor
sesuai dengan kesepakatan.
b. Petugas gizi memberikan telur kepada sasaran sesuai dengan jadwal pemberian.
c. Petugas gizi melakukan pencatatan kegiatan distribusi telur sampai ke sasaran
menggunakan formulir yang sesuai
d. Petugas gizi melakukan penginputan distribusi telur di dalam aplikasi pencatatan dan
pelaporan PMT.

F. Pemusnahan
1. PKGK
PKGK yang kadaluarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5
(lima) tahun dapat dimusnahkan yang dibuktikan dengan berita acara pemusnahan.
2. Telur
Telur yang rusak atau pecah segera dilaporkan kepada penyedia untuk diganti dengan
yang baru tanpa harus disimpan terlebih dahulu

23
BAB V
PEMANTAUAN DAN EVALUASI

A. Pencatatan dan Pelaporan


Pencatatan dan pelaporan bertujuan mencatat dan melaporkan hasil pelaksanaan
kegiatan intervensi program melalui pendataan, penapisan, tata laksana, dan analisa data
hasil kegiatan. Puskesmas dan Rumah sakit mencatat dan melaporkan penggunaan PKGK
dan telur terkait jumlah kasus balita berisiko gagal tumbuh, berat badan kurang dan sangat
kurang, gizi kurang, gizi buruk serta stunting, jenis dan jumlah PKGK yang diberikan,
masalah/kendala yang dihadapi, jumlah kasus sembuh/dirujuk balik, jumlah drop out, balita
pindah dan meninggal.
1. Pencatatan
a. PDK
Petugas Puskesmas melakukan pencatatan pemberian PDK untuk penanggulangan
masalah gizi bagi balita berisiko gagal tumbuh, berat badan kurang dan sangat
kurang, gizi kurang dan gizi buruk tanpa komplikasi, menggunakan modul ePPGBM
dalam aplikasi sigiziterpadu melalui website https://sigiziterpadu.kemkes.go.id.

Untuk memulai input data sasaran balita bermasalah gizi yang mendapatkan PMT
dilakukan melalui menu Daftar Balita fitur ikon PMT.

24
Untuk pencatatan pemantauan pemberian PMT dilakukan di modul PMT dalam
aplikasi sigiziterpadu.

Jika penginputan secara online menemui kendala baik jaringan ataupun error
aplikasi, petugas puskesmas bisa mengunggah data balita penerima manfaat dan
pemantauannya dengan memanfaatkan formulir offline yang tersedia dalam menu
Import di sigiziterpadu.

25
Pencatatan tersebut meliputi formulir tentang jumlah balita bermasalah gizi
penerima manfaat dan pemantauan jenis dan jumlah PDK yang diterima sasaran
secara berkala (sesuai periode intervensi).

Pencatatan tersebut digunakan sebagai dasar perencanaan kebutuhan PDK, yang


selanjutnya rekapitulasi perencanaan kebutuhan dan penggunaan PDK selama
setahun dibuat oleh Puskesmas diajukan ke Kepala Puskesmas secara berkala untuk
dianggarkan dalam APBD ataupun BLUD.

b. PKMK
Pencatatan penanggulangan masalah gizi bagi balita stunting dengan red flags atau
tanpa red flags, menggunakan formulir yang tersedia yang dibuat oleh Dinas
Kesehatan Provinsi DKI Jakarta. Pencatatan tersebut meliputi

26
formulir tentang jumlah pasien yang di rawat inap maupun rawat jalan, jumlah
kebutuhan dan jenis PKMK yang digunakan, tanda terima sasaran, pemantauan
pemberian PKMK baik dirawat inap atau rawat jalan. Pencatatan tersebut digunakan
sebagai dasar perencanaan kebutuhan PKMK. Rekapitulasi perencanaan kebutuhan
dan penggunaan PKMK selama setahun dibuat oleh rumah sakit dan diajukan ke
Direktur Rumah Sakit secara berkala untuk dianggarkan dalam APBD ataupun
BLUD.

c. Telur
Petugas Puskesmas melakukan pencatatan pemberian telur untuk penanggulangan
masalah gizi bagi balita berisiko gagal tumbuh, berat badan kurang dan sangat
kurang, gizi kurang dan gizi buruk tanpa komplikasi, menggunakan modul
pemantauan PMT dalam aplikasi sigiziterpadu melalui website
https://sigiziterpadu.kemkes.go.id. Selain itu input data sasaran balita bermasalah
gizi dilakukan melalui modul e-PPGBM dalam aplikasi sigiziterpadu melalui fitur
Daftar Balita (ikon PMT).

Jika penginputan secara online menemui kendala baik jaringan ataupun error
aplikasi, petugas puskesmas bisa mengunggah data balita penerima manfaat dan
pemantauannya dengan memanfaatkan formulir offline yang tersedia dalam menu
Import di sigiziterpadu. Pencatatan tersebut meliputi formulir tentang jumlah balita
bermasalah gizi penerima manfaat dan pemantauan jenis dan jumlah telur yang
diterima sasaran secara berkala (sesuai periode intervensi) Pencatatan tersebut
digunakan sebagai dasar perencanaan kebutuhan telur, yang selanjutnya rekapitulasi
perencanaan kebutuhan dan penggunaan telur selama setahun dibuat oleh
Puskesmas selanjutnya diajukan ke Kepala Puskesmas secara berkala untuk
dianggarkan dalam APBD ataupun BLUD.

27
2. Pelaporan
Puskesmas wajib melakukan pencatatan hasil pemantauan pertumbuhan dan
melaporkan kasus balita bermasalah gizi di wilayah kerja sebagai sasaran penerima
manfaat PDK dan telur setiap bulan melalui modul e-PPGBM dan modul pemantauan
PMT di website https://sigiziterpadu.kemkes.go.id secara rutin setiap bulan. Suku Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota dan Dinas Kesehatan Provinsi melakukan umpan balik
secara berkala setiap tanggal 5, 10 dan 15 setiap bulan berikutnya.
Rumah sakit wajib melakukan pencatatan setiap kejadian masalah gizi bagi anak
akibat penyakit yang menggunakan PKMK melalui formulir standar untuk data sasaran
penerima dan pemantauan pemberian PKMK. Selanjutnya rumah sakit wajib melaporkan
kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Dinas Kesehatan Provinsi secara
berjenjang yang dilakukan secara berkala setiap 1 (satu) bulan sekali.

B. Pembinaan dan Pengawasan


Pemerintah Daerah bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan penanggulangan
masalah gizi bagi balita balita bermasalah gizi secara terpadu dan berkesinambungan.
Pengawasan oleh Pemerintah Daerah yang dilakukan secara berkala meliputi kesesuaian
penggunaan PDK dan telur bagi balita dengan berisiko gagal tumbuh, berat badan kurang
dan sangat kurang, gizi kurang dan gizi buruk tanpa komplikasi, pengelolaan PDK dan telur
serta evaluasi terhadap hambatan yang ditemukan. Pengawasan pemberian PKMK bagi
balita stunting meliputi pemberian pada rawat jalan dan rawat inap, pengelolaan PKMK, dan
evaluasi terhadap hambatan yang ditemukan.
Badan Pengawasan Obat dan Makanan sebagai instansi pemerintah mempunyai
kewenangan dalam pengawasan pangan olahan yang termasuk PDK dan PKMK.
Pengawasan dilakukan berupa pengawasan sebelum beredar berupa pemberian nomor izin
edar dan pengawasan setelah beredar melalui sampling, pengujian, dan penegakan
hukum. Pengawasan juga dilakukan dengan

28
memperhatikan aspek pemenuhan terhadap persyaratan keamanan mutu label dan iklan PDK
dan PKMK. Produk PDK dan PKMK yang tidak memenuhi persyaratan dikenakan sanksi
administratif dan/atau pidana sesuai ketentuan perundang- undangan.

29
BAB VI
PENUTUP

Penanggulangan masalah gizi pada anak akibat penyakit bertujuan untuk memenuhi
komitmen Universal Health Coverage. Kegiatan dilaksanakan melalui deteksi dini kasus
masalah gizi pada anak akibat penyakit serta memberikan penanganan yang sesuai dengan
indikasi medis dan berbasis bukti.

Penanganan yang tepat dilaksanakan untuk mencegah kekurangan gizi dan dampak
lanjut yang dapat mengakibatkan kekurangan gizi kronis serta dapat berkontribusi pada
kejadian stunting dan kematian. Pelaksanaan penanggulangan masalah gizi bagi anak akibat
penyakit memerlukan dukungan semua pihak, dan harus disertai edukasi untuk
keberhasilannya.

30
DAFTAR PUSTAKA

Kualitas telur ayam ras yang dijual di pasar tradisional dan pasar modern Kota Manado P.
Worang, E.H.B. Sondakh*, C.K.M. Palar, D.B.J. Rumondor, I. Wahyuni Fakultas Peternakan
Universitas Sam Ratulangi Manado, 95115 *Korespondensi (corresponding author):
erwin_sondakh@yahoo.com; Zootec Vol. 42 No. 1 : 138 – 143
(Januari 2022) pISSN 0852 – 2626 eISSN 2615 – 8698
file:///Users/sulistiyawatimurdiningrum/Documents/41479-90389-1-SM.pdf

BPOM. 2018. Peraturan Badan POM Nomor 1 Tahun 2018 tentang Pengawasan Pangan
Olahan untuk Keperluan Gizi Khusus.

BPOM. 2019. Peraturan Badan POM Nomor 24 tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan
Badan POM Nomor 1 Tahun 2018 tentang Pengawasan Pangan Olahan untuk Keperluan Gizi
Khusus.

BPOM. 2020. Peraturan Badan POM Nomor 24 tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas
Peraturan Badan POM Nomor 1 Tahun 2018 tentang Pengawasan Pangan Olahan untuk
Keperluan Gizi Khusus.

Kemenkes RI. 2019. Pedoman Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita.
Kemenkes RI. 2019. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 29 tahun 2019 tentang
Penanggulangan Masalah Gizi Bagi Anak Akibat Penyakit.

Kemenkes RI. 2020. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2 Tahun 2020 tentang Standar
Antropometri Anak.

Kemenkes RI.2020. Petunjuk Teknis Penggunaan Pangan Olahan Untuk Keperluan Medis
Khusus Bagi Anak Bermasalah Gizi.

Sjarif DR. 2017. Panduan untuk Tenaga Kesehatan. Pencegahan Masalah Gizi pada 1000
Hari Pertama Kehidupan: Deteksi Dini Risiko Malnutrisi dan Panduan Pemberian Makan
Bayi dan Batita yang Benar. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.

31
Lampiran 1
Form Pemantauan PDK

No NIK pemberian_tgl tanggal_monitor pemberian_ke pdk_diminum jumlah_diminum_ke1 alasan_tidak_diminum1 alasan_tidak_diminum1_lainnya jumlah_diminum_ke2


1 7304304110160120 2022-11-07 2022-11-07 2 1 2 2 Sebutkan Alasannya... 2
2 7304304110160320 2022-11-07 2022-11-07 3 1 2 2 Sebutkan Alasannya... 2
3 7304304110160330 2022-11-07 2022-11-07 1 2 4 3 Sebutkan Alasannya... 4
1 ya 1) 1/4 porsi 1 tidak suka 1) 1/4 porsi
2 tidak 2) 1/2 porsi 2 tidak nafsu makan 2) 1/2 porsi
3) 3/4 porsi 3 sudah kenyang 3) 3/4 porsi
4) 1 porsi/dihabiskan 4 sedang sakit 4) 1 porsi/dihabiskan
5 habis

alasan_tidak_diminum2 alasan_tidak_diminum2_lainnya jumlah_diminum_ke3 alasan_tidak_diminum3 alasan_tidak_diminum3_lainnya penyakit_diare penyakit_batuk penyakit_pilek penyakit_demam penyakit_lainnya
2 Sebutkan Alasannya... 2 2 Sebutkan Alasannya... 2 1 1 1
2 Sebutkan Alasannya... 2 2 Sebutkan Alasannya... 1 2 2 2
3 Sebutkan Alasannya... 4 3 Sebutkan Alasannya... 2 1 1 1
1 tidak suka 1) 1/4 porsi 1 tidak suka 1 ya 1 ya 1 ya 1 ya
2 tidak nafsu makan 2) 1/2 porsi 2 tidak nafsu makan 2 tidak 2 tidak 2 tidak 2 tidak
3 sudah kenyang 3) 3/4 porsi 3 sudah kenyang
4 sedang sakit 4) 1 porsi/dihabiskan 4 sedang sakit
5 habis 5 habis

edukasi materi_edukasi_tumbang materi_edukasi_giziseimbang materi_edukasi_pmba materi_edukasi_sakit materi_edukasi_hygiene materi_edukasi_lainnya demo_masak edukasi_petugas BERAT TINGGI LILA
1 2 2 2 2 2 2 5
1 1 1 1 1 1 1 5
2 2 2 2 2 2 2 5
1 penyuluhan 1 ya 1 ya 1 ya 1 ya 1 ya 1 ya 1 dokter
2 konseling 2 tidak 2 tidak 2 tidak 2 tidak 2 tidak 2 tidak 2 tpg
3 tidak 3 bidan
4 kader
5 pkk
6 tidak ada

32
Lampiran 2
Form Pemantauan Telur

No NIK NAMA pemberian_tgl pemberian_pertama_ke jenis_pmt pemberian_jumlah tahun_produksi alasan_pemberian sumber_anggaran


1 7304304110160123 BUDI (CONTOH) 2018-12-07 2 1 84 2018 1 1
2 7304304110160321 BETI (CONTOH) 2019-01-07 3 2 2 2
3 7304304110160333 ANDI (CONTOH) 2020-01-07 1 2 74 2018 3 3

33
Lampiran 3
Form Pemantauan PKMK

No NIK pemberian_tgl tanggal_monitor pemberian_ke pkmk_diminum jumlah_diminum_ke1 alasan_tidak_diminum1 alasan_tidak_diminum1_lainnya jumlah_diminum_ke2


1 7304304110160120 2022-11-07 2022-11-07 2 1 2 2 Sebutkan Alasannya... 2
2 7304304110160320 2022-11-07 2022-11-07 3 1 2 2 Sebutkan Alasannya... 2
3 7304304110160330 2022-11-07 2022-11-07 1 2 4 3 Sebutkan Alasannya... 4
1 ya 1) 1/4 porsi 1 tidak suka 1) 1/4 porsi
2 tidak 2) 1/2 porsi 2 tidak nafsu makan 2) 1/2 porsi
3) 3/4 porsi 3 sudah kenyang 3) 3/4 porsi
4) 1 porsi/dihabiskan 4 sedang sakit 4) 1 porsi/dihabiskan
5 habis

alasan_tidak_diminum2 alasan_tidak_diminum2_lainnya jumlah_diminum_ke3 alasan_tidak_diminum3 alasan_tidak_diminum3_lainnya penyakit_diare penyakit_batuk penyakit_pilek penyakit_demam penyakit_lainnya
2 Sebutkan Alasannya... 2 2 Sebutkan Alasannya... 2 1 1 1
2 Sebutkan Alasannya... 2 2 Sebutkan Alasannya... 1 2 2 2
3 Sebutkan Alasannya... 4 3 Sebutkan Alasannya... 2 1 1 1
1 tidak suka 1) 1/4 porsi 1 tidak suka 1 ya 1 ya 1 ya 1 ya
2 tidak nafsu makan 2) 1/2 porsi 2 tidak nafsu makan 2 tidak 2 tidak 2 tidak 2 tidak
3 sudah kenyang 3) 3/4 porsi 3 sudah kenyang
4 sedang sakit 4) 1 porsi/dihabiskan 4 sedang sakit
5 habis 5 habis

edukasi materi_edukasi_tumbang materi_edukasi_giziseimbang materi_edukasi_pmba materi_edukasi_sakit materi_edukasi_hygiene materi_edukasi_lainnya demo_masak edukasi_petugas BERAT TINGGI LILA
1 2 2 2 2 2 2 5
1 1 1 1 1 1 1 5
2 2 2 2 2 2 2 5
1 penyuluhan 1 ya 1 ya 1 ya 1 ya 1 ya 1 ya 1 dokter
2 konseling 2 tidak 2 tidak 2 tidak 2 tidak 2 tidak 2 tidak 2 tpg
3 tidak 3 bidan
4 kader
5 pkk
6 tidak ada

34
Lampiran 4
Form Pengawasan Pengelolaan PDK dan Telur

Form Supervisi Pengelolaan PDK dan Telur


Tanggal :
Nama Faskes :
Petugas supervisi :
Petugas pelaksana :

No. Kegiatan Ya Tidak Keterangan


1. Dokumen perencanaan
Data balita weightfaltering
Data balita underweight
Data balita gizi kurang
Data balita gizi buruk
2. Dokumen Pengadaan
3. Penerimaan
Dokumen penerimaan yang berisi kesesuaian jenis, spesifikasi,
jumlah, mutu, waktu penyerahan sesuai dengan kondisi fisik
yang diterima

4. Penyimpanan
Tempat higienis, tidak berdebu dan bebas dari tikus, kecoa dan
binatang pengerat lainnya.
Ruangan tidak bocor dan lembab, mempunyai ventilasi dan
pencahayaan yang baik.
Bangunan dan pekarangan sekitar ruangan harus selalu bersih,
bebas kotoran dan sampah.
Pintu ruangan dapat dibuka dan ditutup dengan rapat pada saat
keluar masuk produk PKGK dan telur.
Penyusunan karton PKGK dalam ruangan diletakkan di
alas/rak/palet yang kuat, 15 cm dari dinding dan 50 cm dari
atap, dan dilarang menginjak tumpukan karton.

Penyusunan peletakan/ penumpukan karton PKGK


sedemikian rupa sehingga barang tetap dalam kondisi baik.

Sistem penyimpanan menggunakan prinsip First Expired First


Out (FEFO).
Penyimpanan produk PKGK dan telur tidak dicampur dengan
bahan berbahaya.
Produk PKGK dan telur yang rusak selama penyimpanan diambil
dan dipisahkan dari produk yang masih baik.

Produk PKGK dan telur yang telah dinyatakan rusak perlu


dilaporkan kepada pihak/manajemen yang berwenang.

35
Produk PKGK dan telur dinyatakan rusak apabila kemasan
penyok, robek, pecah, dan isi produk berubah bentuk, warna dan
rasa.

36
Pada saat melakukan bongkar muat produk PKGK dan telur
dilarang menggunakan ganco atau dibanting.
Suhu ruangan selalu terjaga dan terpantau sesuai dengan bentuk
sediaan dan suhu penyimpanan yang tertera pada label produk

Penyimpanan PKGK dan telur terlindung dari dampak yang


tidak diinginkan akibat paparan cahaya matahari, suhu,
kelembaban, dan atau faktor eksternal lain

Melakukan stok opname secara berkala dan pencatatan setiap


ada pengambilan atau barang masuk.

PKGK serta telur yang rusak dan atau kedaluwarsa yang


menunggu waktu pemusnahan diberikan penandaan khusus dan
atau dilakukan penyimpanan terpisah dengan pemberian batas
yang jelas.

5. Distribusi
PDK
Petugas gizi di Puskesmas melakukan pemeriksaan terhadap
kemasan susu (PDK) yang dikeluarkan dari tempat penyimpanan
(contoh: gudang farmasi Puskesmas)

Petugas gizi memberikan PDK kepada sasaran berdasarkan


resep dari dokter di Puskesmas sesuai dengan jadwal pemberian.

Petugas gizi melakukan pencatatan kegiatan distribusi PDK


sampai ke sasaran menggunakan formulir yang
sesuai
Petugas gizi melakukan penginputan distribusi PDK di dalam
aplikasi pencatatan dan pelaporan PMT.
Telur
Petugas kesehatan di Puskesmas melakukan pemeriksaan
terhadap kondisi telur apakah terdapat kerusakan berupa retak
ataupun pecah yang diterima dari distributor sesuai dengan
kesepakatan.

Petugas gizi memberikan telur kepada sasaran sesuai dengan


jadwal pemberian.
6. Pencatatan dan Pelaporan
Petugas gizi melakukan pencatatan kegiatan distribusi telur sampai
ke sasaran menggunakan formulir yang sesuai

Petugas gizi melakukan penginputan distribusi telur di dalam


aplikasi pencatatan dan pelaporan PMT.
7. Pemusnahan
PKGK

PKGK yang kadaluarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai


dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

37
Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima)
tahun dapat dimusnahkan yang dibuktikan dengan berita acara
pemusnahan.

Telur
Telur yang rusak atau pecah segera dilaporkan kepada penyedia
untuk diganti dengan yang baru tanpa harus disimpan terlebih
dahulu.

Petugas supervisi Petugas pelaksana

….......................... …............................

38
Lampiran 5
Form Pengawasan Pengelolaan PKMK

Form Pengawasan Pengelolaan PKMK

Tanggal :
Nama Faskes :
Petugas supervisi :
Petugas pelaksana :

No. Kegiatan Ya Tidak Keterangan


1. Dokumen perencanaan
Data balita stunting
2. Pengadaan
3. Penerimaan
Dokumen penerimaan yang berisi kesesuaian jenis, spesifikasi,
jumlah, mutu, waktu penyerahan sesuai dengan kondisi fisik
yang diterima
4. Penyimpanan
Tempat higienis, tidak berdebu dan bebas dari tikus, kecoa dan
binatang pengerat lainnya.
Ruangan tidak bocor dan lembab, mempunyai ventilasi dan
pencahayaan yang baik.
Bangunan dan pekarangan sekitar ruangan harus selalu bersih,
bebas kotoran dan sampah.
Pintu ruangan dapat dibuka dan ditutup dengan rapat pada saat
keluar masuk produk PKMK
Penyusunan karton PKMK dalam ruangan diletakkan di
alas/rak/palet yang kuat, 15 cm dari dinding dan 50 cm dari atap,
dan dilarang menginjak tumpukan karton.
Penyusunan peletakan/ penumpukan karton PKMK
sedemikian rupa sehingga barang tetap dalam kondisi baik.

Sistem penyimpanan menggunakan prinsip First Expired First


Out (FEFO).
Penyimpanan produk PKMK tidak dicampur dengan bahan
berbahaya.
Produk PKMK yang rusak selama penyimpanan diambil dan
dipisahkan dari produk yang masih baik.
Produk PKMK yang telah dinyatakan rusak perlu dilaporkan
kepada pihak/manajemen yang berwenang.
Produk PKMK dinyatakan rusak apabila kemasan penyok, robek
dan isi produk berubah bentuk, warna dan rasa.
Pada saat melakukan bongkar muat produk PKMK dilarang
menggunakan ganco atau dibanting.
Suhu ruangan selalu terjaga dan terpantau sesuai dengan bentuk
sediaan dan suhu penyimpanan yang tertera pada label produk

Penyimpanan PKMK terlindung dari dampak yang tidak


diinginkan akibat paparan cahaya matahari, suhu, kelembaban,
dan atau faktor eksternal lain
39
Melakukan stok opname secara berkala dan pencatatan setiap
ada pengambilan atau barang masuk.
PKMK yang rusak dan atau kedaluwarsa yang menunggu waktu
pemusnahan diberikan penandaan khusus dan atau dilakukan
penyimpanan terpisah dengan pemberian batas yang jelas.

5. Distribusi
Petugas gizi di RSUD melakukan pemeriksaan terhadap kemasan
susu (PKMK) yang dikeluarkan dari tempat penyimpanan
(contoh: gudang farmasi RSUD).
Petugas gizi memberikan PKMK kepada sasaran berdasarkan
resep dari dokter spesialis anak di RSUD sesuai dengan jadwal
pemberian.
6. Pencatatan dan Pelaporan
Petugas gizi melakukan pencatatan kegiatan distribusi PKMK
sampai ke sasaran menggunakan formulir yang sesuai

7. Pemusnahan
PKMK yang kadaluarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun
dapat dimusnahkan yang dibuktikan dengan berita acara
pemusnahan.

Petugas supervisi Petugas pelaksana

….......................... …............................

40

Anda mungkin juga menyukai