Anda di halaman 1dari 14

HIDROLOGI – WATERLOSS – RUNOFF - PRECIPITATION

Rangkuman Hidrologi
Kelompok 2

Fenia Eva Saputri


Fitria Istiqomah Rizki
Jupriadi
RANGKUMAN HIDROLOGI

1.1 Waterloss
Macam waterloss
(i) Kehilangan intersepsi karena vegetasi permukaan daun tanaman.
(ii) Evaporasi:
1. Dari permukaan air, yaitu waduk, danau, kolam, saluran sungai, dll.
2. Dari permukaan tanah, yaitu air yang berada di permukaan tanah. Misalnya
genangan, lumpur dll.
(iii) Transpirasi dari daun tanaman .
(iv) Evapotranspirasi gabungan evaporasi dan transpirasi tumbuhan yang hidup di
permukaan bumi. Air yang diuapkan oleh tanaman dilepas ke atmosfer. Evaporasi
merupakan pergerakan air ke udara dari berbagai sumber seperti tanah, atap, dan
badan air. Transpirasi merupakan pergerakan air di dalam tumbuhan yang hilang
melalui stomata akibat diuapkan oleh daun.
(v) Infiltrasi aliran air ke dalam tanah melalui permukaan tanah itu sendiri.
(vi) Kebocoran daerah di aliran sungai dan pergerakan air tanah dari satu cekungan ke
cekungan lainnya atau ke laut.

Berbagai kehilangan air dibahas di bawah ini:

1. Intersepsi yaitu proses ketika air hujan jatuh pada permukaan vegetasi di atas permukaan
tanah, tertahan beberapa saat untuk kemudian diuapkan kembali ke atmosfer atau diserap
oleh vegetasi yang bersangkutan. Proses intersepsi terjadi selama berlangsungnya curah hujan
dan setelah hujan berhenti.
Hujan efektif = Curah hujan - Kehilangan intersepsi

Gambar 1.1 Intersepsi

Proses intersepsi terhadap curah hujan dari tutupan vegetasi adalah sebagai salah satu
proses dalam siklus hidrologi dalam hutan. Air hujan yang jatuh menembus tajuk vegetasi dan
menyentuh tanah akan menjadi bagian air tanah. Besarnya intersepsi tidak dapat dihitung
secara langsung karena morfologi tajuk tanaman yang beragam sehingga sulit untuk dilakukan
pengukuran, namun nilai intersepsi pada ekosistem hutan dapat dihitung dengan mengukur
besarnya curahan tajuk dan aliran batang pada vegetasi. Intersepsi dapat diketahui jika kedua
nilai tersebut diperoleh, nilai intersepsi merupakan perbedaan dari besarnya presipitasi total
(Pg) dengan presipitasi bersih (Pn).
2. Evaporasi
Evaporasi adalah proses perubahan molekul air menjadi uap air. Jadi evaporasi ini juga
dikenal dengan istilah penguapan. Proses evaporasi selalu terjadi setiap harinya. Dari air di
sungai, danau, genangan air, tetesan air, air laut dan lainnya.
Penguapan dari permukaan air (Penguapan Danau)
Faktor-faktor yang mempengaruhi penguapan adalah suhu udara dan air, kelembaban relatif,
kecepatan angin, luas permukaan (terbuka), tekanan barometrik dan salinitas air, yang terakhir.
dua memiliki efek kecil. Laju penguapan adalah fungsi dari perbedaan tekanan uap di
permukaan air dan di atmosfer, dan hukum penguapan Dalton.
E = K (ew - ea) ... (3.2)
100

kurva berarti
90

80

70
loss Interception (%)

60

50

40

30

20

10

0
0 2.557.51012.51517.520

Badai curah hujan (mm)

Gambar. 1.2 Interception loss (Horton)

Dimana E = penguapan harian


Ew = Tekanan uap jenuh pada suhu air
Ea = Tekanan uap udara (sekitar 2 m di atas)
K = Konstan.
yaitu, hukum Dalton menyatakan bahwa penguapan sebanding dengan perbedaan tekanan uap
ew dan ea. Bentuk yang lebih umum dari Persamaan. (3.2) diberikan oleh:

E = K (ew - eSebuah) (A + bV) ... (3.3)


Dimana K, a, b = konstanta dan V = angin kecepatan.
Contoh data penguapan bulanan dari waduk Krishnarajasagara (dekat Mysore, India
Selatan) diberikan di bawah ini:

Penguapan Bulan Penguapan


Bulan
(cm) (cm)

Januari 11,9 Juli 11,9


Februari 10.2 Agustus 11,9
Maret 12,7 September 11,9
April 17,8 Oktober 15.1
Mungkin 20,3 November 11,9
Juni 15.1 Desember 11,9

Metode Estimasi Penguapan Danau


Penguapan dari permukaan air dapat ditentukan dari metode berikut:
(i) Persamaan penyimpanan.

P + I ± Og = E + O ± S ... (3.4)

Dimana:
P = Curah hujan
I = Permukaan inflow dan out flow
E = Penguapan
O = Outflow permukaan
S = Perubahan penyimpanan air permukaan

(ii) Panci bantu seperti panci tanah, panci apung, panci cekung colarado, dll.
(iii) Formula penguapan hukum Dalton.
(iv) Gradien kelembaban dan kecepatan angin.
(v) Energi anggaran-metode ini melibatkan terlalu banyak faktor hidrometeorologi
(variabel) dengan terlalu banyak instrumentasi dan karenanya itu sebuah
pendekatan spesialis.
(vi) Anggaran air mirip dengan ( i ).
(vii) Kombinasi dari aerodinamis dan energi keseimbangan persamaan-Persamaan
ini persamaan (volves in terlalu banyak variabel).
Langkah-langkah untuk Mengurangi Penguapan Danau
Berikut ini adalah beberapa langkah yang direkomendasikan untuk mengurangi penguapan dari
permukaan air:
(i) Waduk penyimpanan lebih dalam dan lebih sedikit luas permukaan, yaitu, dengan memilih
penampang waduk seperti ngarai sehingga air permukaan terkena tem-perature gradien yang lebih
dalam dari perairan yang dingin.
Gambar 1.3 Reservor in a deep gorge

(ii) Penambahan pohon di sekitar waduk yang bertindak sebagai pemutus angin .
(iii) Menyemprotkan bahan kimia tertentu atau asam lemak dan pembentukan film. Dengan
menyebarkan manomolecular lapisan dari asetil alkohol (hexadecanol) C 16 H 33 OH
lebih dalam waduk permukaan (dari kapal) Film -a terbentuk pada permukaan yang hanya 0,015 mikron
(approx.) Ketebalan. Ini adalah polar senyawa dan itu memiliki besar afinitas untuk air
di satu sisi (hidrofilik) dan repels air di sisi lain (hidrofobik).
Film ini hanya akan memungkinkan presipitasi dari atas ke dalamnya tetapi
akan tidak memungkinkan air molekul untuk melarikan diri dari itu. Metode ini efektif ketika kecepatan
angin rendah. Jika yang angin bergerak dengan kecepatan
lebih, itu akan menyapu para Film off the air permukaan dan menyimpannya di tempat
penyimpanan. Namun film ini tembus terhadap O 2 dan CO 2 . Sekitar 2,2 kg (22 N) dari asetil alkohol
yang diperlukan untuk menutupi suatu daerah dari 1 ha dari waduk permukaan. Ini adalah yang
terbaik cocok untuk ukuran kecil dan menengah waduk.

3. Transpirasi

Gambar 1.4 Transpirasi tumbuhan

Transpiration adalah proses hilangnya air dalam bentuk uap air dari jaringan hidup tanaman yang
terletak di atas permukaan tanah melewati stomata, lubang kutikula, dan lentisel. Selain itu transpirasi
juga terjadi melalui luka dan jaringan epidermis pada daun, batang, cabang, ranting, bunga, buah dan
akar. Berbagai metode yang dirancang oleh ahli botani untuk para pengukuran transpirasi adalah dengan
phytometer. Terdiri dari tangki kedap air tertutup dengan tanah yang cukup untuk pertumbuhan tanaman
dengan hanya tanaman yang terpapar. Air diaplikasikan secara artifisial sampai pertumbuhan tanaman
selesai. Peralatan yang ditimbang di awal ( W 1 ) dan di akhir percobaan ( W 2 ). Air yang
diterapkan selama pertumbuhan ( w ) dapat mengukur ured dan air yang dikonsumsi oleh transpirasi
( W t ) diperoleh sebagai:
W t = ( W 1 + w ) - W 2 ... (3.8)

4. Evapotranspirasi
Evapotranspirasi ( E t ) atau penggunaan konsumtif ( U ) adalah total air yang hilang dari
cropped (atau irri- gated) tanah karena penguapan dari tanah dan transpirasi oleh tanaman.
Evapotranspirasi ( E pt ) adalah yang evapotranspirasi pendek dari tanaman hijau.

Gambar 1.5 evapotranspirasi


Evapotranspirasi Potensial (ETo) dapat dihitung secara empirik menggunakan data
agroklimatologi atau disebut Metode Blaney-Criddle. Kebutuhan air tanaman (ETcrop) dapat dihitung
bila diketahui Kc (koefisien tanaman) nya.

Dari persamaan di atas dapat dilihat bahwa faktor-faktor berikut mempengaruhi evapotranspirasi:
1. Faktor-faktor iklim seperti persentase jam sinar matahari, kecepatan angin, rata-
rata suhu dan kelembaban bulanan .
2. Faktor tanaman seperti jenis tanaman dan persentase musim tanam .
3. Tingkat kelembaban di tanah.
5. Inviltrasi
Air yang masuk ke dalam tanah disebut infiltrasi. Air tanah/ genangan yang bergerak ke bawah
oleh gaya gravitasi disebut rembesan perkolasi. Tingkat maksimum di mana tanah di
diberikan kondisi mampu dari menyerap air yang disebut nya infiltrasi ( f p ). Infiltrasi
(f) sering dimulai pada suatu tinggi tingkat (20 ke 25 cm/jam) dan menurun ke cukup stabil negara
tingkat ( f c ) sebagai hujan terus, ultimate f p (= 1,25 ke 2.0 cm/hr). Infiltras tingkat ( f ) pada
waktu t diberikan persamaan. (oleh Horton)
f = f c + ( f o - f c ) e –kt ... (3.13)
f o−f c
k=
Fc
Dimana :
f 0 = tingkat awal kapasitas infiltrasi
f c = laju konstan akhir infiltrasi di saturasi
k = konstanta tergantung terutama pada tanah dan vegetasi
e = dasar logaritma Napierian
F c = area yang diarsir pada diagram
t = waktu sejak awal badai

Gambar 1.6 Kurva Infiltrasi Menurut Horton


Penentuan laju infiltrasi dengan Model Horton memerlukan data inflitrasi tanah setempat rinci,
dari waktu ke waktu dalam interval waktu yang cukup pendek, misal 10 atau 15 menitan, sampai
mendapatkan laju infiltrasi yang tetap / konstan. Curah hujan netto dihitung dengan mengurangkan
curah hujan total dengan laju infiltrasinya.
Perhitungan laju infiltrasi dengan metode Horton tidak biasa digunakan untuk perhitungan banjir
desain bendungan. Dalam perhitungan banjirdesain bendungan, secara konservatif, digunakan asumsi
bahwa pada saat curah hujan desain yang diperhitungkan terjadi, kondisi lengas tanah DTA sudah cukup
jenuh sehingga laju konsentrasinya cukup kecil atau bahkan mendekati tidak ada (nol).
Laju infiltrasi tipikal setelah satu jam untuk berbagai jenis tanah berpenutup rumput seperti pada
tabel berikut (ASCE Manual of Engineering Practice, No 28).

Tabel Laju infiltrasi tipikal kelompok tanah setelah 1 jam


Kelompok Laju infiltrasi setelah 1 jam, mm/jam
Tinggi (tanah berpasir) 12,50 – 25,00
Menengah (banyak geluh, lempung, lumpur) 2,50 – 12,50
Rendah (banyak lempung, geluh lempung) 0,25 – 2,50

Tabel Perkiraan parameter untuk Rumus Horton

1.2 Runoff
Limpasan Permukaan (Runoff)

Gambar 2.1 Runoff


Limpasan permukaan terjadi ketika jumlah curah hujan melampaui laju infiltrasi. Setelah laju
infiltrasi terpenuhi, air mulai mengisi cekungan atau depresi pada permukaan tanah. Setelah pengisian
selesai maka air akan mengalir dengan bebas di permukaan tanah. Faktor-faktor yang mempengaruhi
limpasan permukaan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu elemen meteorologi dan elemen sifat fisik
daerah pengaliran (Sosrodarsono & Takeda, 1978:135). Elemen meteorologi meliputi jenis presipitasi,
intensitas hujan, durasi hujan, dan distribusi hujan dalam daerah pengaliran, sedangkan elemen sifat fisik
daerah pengaliran meliputi tata guna lahan (land use), jenis tanah, dan kondisi topografi daerah pengaliran
(catchment). Elemen sifat fisik dapat dikategorikan sebagai aspek statis sedangkan elemen meteorologi
merupakan aspek dinamis yang dapat berubah terhadap waktu. Ada banyak metode yang dapat dipakai
untuk menganalisa dan memprediksi besaran limpasan permukaan, beberapa diantaranya adalah sebagai
berikut:
1. Metode Rasional
2. Metode Melchoir
3. Metode Weduwen
4. Metode Haspers
5. Metode SCS (Soil Conservation Service).

A. Model KINEROS
KINEROS (Kinematic Runoff and Erosion Model) merupakan model yang berorientasi pada
kejadian, yang dipakai untuk menjelaskan proses intersepsi, infiltrasi, limpasan permukaan, dan erosi
untuk DAS dengan skala kecil. Model ini dikembangkan oleh USDA ARS (United State Department of
Agricultural - Agricultural Research Services), Southwest Watershed Research Centre bekerja sama
dengan US EPA Office of Research and Development. Pengembangan model ini didasarkan pada sistem
informasi geografis (SIG). Hasil dari pengembangan tersebut berupa program AGWA (Automated
Geospatial Watershed Assessment) yang merupakan pengembangan dari perangkat lunak ESRI ArcView
SIG, yang menggunakan data geospasial. Model KINEROS, adalah bagian dari program AGWA yang
merupakan alat untuk menganalisis fenomena hidrologi untuk penelitian tentang daerah pengaliran
sungai.
Model ini dirancang untuk mensimulasikan proses infiltrasi, kedalaman limpasan permukaan
dan erosi yang terjadi pada suatu DAS dengan skala yang relatif kecil yaitu ≤ 100 km2 (AGWA
theoritical documentation, 2000).
Dasar pemikiran dari model KINEROS adalah, apabila suatu lahan menerima hujan dengan
intensitas tertentu, maka air yang jatuh ke permukaan tanah sebagian akan terinfiltrasi ke dalam tanah
sampai batas kejenuhan tertentu, sedangkan sebagian lagi akan melimpas di atas permukaan tanah atau
menggenang, keadaan ini tergantung dari kemampuan tanah dalam menyerap air berdasarkan berbagai
faktor yang mempengaruhinya, antara lain kemiringan dari suatu lahan, komponenkomponen penyusun
tanah dan sifat-sifat fisik tanah. Dengan memasukkan semua parameter yang diperlukan untuk
menjalankan model KINEROS, maka akan diperoleh nilai dari infiltrasi dan limpasan permukaan yang
berupa kedalaman infiltrasi dan kedalaman limpasan permukaan yang terjadi.
B. Prosedur Model KINEROS

Prosedur model KINEROS terdiri dari beberapa tahapan sebagai berikut:


1. Digital Elevation Model (DEM) Model Permukaan Digital (Digital Elevation Model atau
juga biasa disebut sebagai Digital Terrain Model) adalah salah satu metode pendekatan yang bisa dipakai
untuk memodelkan relief permukaan bumi dalam bentuk tiga dimensi. Hasil akhir yang diperoleh dari
proses ini adalah berupa gambar DAS beserta batas-batas DAS, sub DAS dan jaringan sungai sintetik.
2. Pengolahan peta penggunaan lahan Pada tahap pengolahan peta penggunaan lahan ini,
analisis yang dilakukan adalah sebagai berikut: - Klasifikasi poligon penggunaan lahan; dan - Pencatatan
data dasar peta penggunaan lahan. Hasil akhir dari tahap analisis ini adalah diperoleh data dasar peta
penggunaan lahan untuk tahap pengerjaan model KINEROS selanjutnya, yaitu berupa catatan data
karakteristik DAS dan sub DAS berdasarkan jenis penggunaan lahan yang ada di DAS serta peta
penyebaran jenis tanah DAS lokasi studi.
3. Pengolahan peta jenis tanah dan pendefinisian tekstur tanah Pemasukan data yang
berhubungan dengan tekstur tanah dan nilai-nilai parameter hidrologi dapat diubah oleh pemakai model
KINEROS jika dianggap perlu. Untuk membuat hubungan tersebut, nilai-nilai dari parameter yang
berhubungan dengan masing-masing tekstur tanah tersebut disajikan dalam bentuk tabel, yaitu sebagai
look up tabel untuk menjalankan model KINEROS. Tabel tersebut berisi data propertis tanah untuk
masing-masing elemen model.
Setiap satu luasan poligon tekstur tanah, memiliki kandungan beberapa komponen tanah yang
berbeda. Komponen tersebut dicatat pada suatu bentuk tabel yang diberi nama Comp.dbf. Selanjutnya
untuk setiap komponen tersebut memiliki komponen tanah yang berbeda tiap kedalamannya dan dicatat
pada suatu bentuk tabel yang dinamakan Layer.dbf. Analisis peta jenis tanah ini, secara umum terdiri dari
tahapan pengolahan peta jenis tanah dan pendefinisian tekstur tanah. Perincian tahapan-tahapan tersebut
adalah sebagai berikut:
a. Klasifikasi poligon tekstur tanah
b. Pendefinisian tekstur tanah
c. Pencatatan data dasar peta tekstur tanah
d. Parameterisasi tekstur tanah dan penutup lahan
Dua proses pencatatan data dasar di atas (penggunaan lahan dan tekstur tanah), secara khusus
dalam model KINEROS disebut parameterisasi jenis tanah dan penutup lahan (landcover). Parameterisasi
tekstur tanah dan penutup lahan di sini merupakan hasil tumpang susun (overlay) dari peta penggunaan
lahan dengan peta tekstur tanah hasil dari pencatatan data dasar peta tekstur tanah di atas.
4. Pengolahan data hidrologi
Pengolahan data hidrologi merupakan proses yang mendasar dalam model KINEROS. Data
masukan parameter hujan yang diperlukan dalam model ini adalah ketinggian hujan (mm) atau intensitas
hujan (mm jam-1) selama durasi waktu puncak banjir setiap kala ulang.
C. Hasil model KINEROS
Hasil model KINEROS adalah tampilan berupa peta zoning dari parameter yang dikehendaki yaitu
infiltrasi (mm), limpasan (mm), hasil sedimentasi (kg/ha), aliran puncak atau peakflow (m3 /dt) dan hasil
sedimentasi puncak atau peak sediment discharge (kg/s), sedangkan hasil keluaran yang dipakai dalam
studi ini adalah tinggi limpasan permukaan (mm) untuk tiaptiap sub das, sehingga dapat diketahui
perubahan limpasan permukaan akibat perubahan penggunaan lahan. Selain itu juga dipakai output berupa
debit puncak pada outlet daerah aliran sungai untuk keperluan kalibrasi model.

1.3 Presipitasi
1. Pengertian
Presipitasi adalah peristiwa jatuhnya cairan (dapat berbentuk cair atau beku) dari
atmosphere ke permukaan bumi dan jatuh dalam bentuk yang berbeda, yaitu curah hujan di daerah troppis
dan curah hujan serta salju di daerah beriklim sedang.Presipitasi cair dapat berupa hujan dan embun
dan presipitasi beku dapat berupa salju dan hujan es. Presipitasi adalah peristiwa klimatik yang bersifat
alamiah yaitu perubahan bentuk dari uap air di atmosfer menjadi curah hujan sebagai akibat dari proses
kondensasi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya presipitasi diantara lain berupa :
- Adanya uap air di atmosphere
- Faktor-faktor meteorologis
- Lokasi daerah
- Adanya rintangan (misal adanya gunung).
Presipitasi merupakan faktor pengontrol keadaan daerah yang relatif mudah diamati. Namun, perlu
juga mempertimbangkan bahwa prakondisi untuk berlangsungnya hujan melibatkan tingkat
kelembapan udara dan faktor lain-lain yaitu :
a. Kelembapan udara
Fungsi kelembapan udara yaitu sebagai lapisan pelindung permukaan bumi. Kelembapan
udara juga membantu menahan keluarnya radiasi matahari gelombang panjang dari
permukaan bumi pada waktu siang dan malam hari.
b. Energi matahari
Energi matahri merupakan “mesin” yang mempertahankan barlangsungnya daur hidrologi.
Energi matahari mempengaruhi terjadinya perubahan iklim, besarnya energi matahari bersih
yang diterima permukaan bumi bervariasi tergantung pada letak geograafis dan kondisi
permukaan bumi.
c. Angin
Angin adalah pergerakan masa udara, yaitu gerakan atmosfer atau udara nisbi terhadap
permukaan bumi. Kecepatan dan arah mata angin dapat berubah-ubah, perubahan ini
seringkali disebabkan oleh adanya beda suhu antara daratan dan lautan. Angin umumnya
bertiup dari bidang permukaan dingin ke bidang permukaan yang lebih hangat.
d. Suhu udara
Suhu mempengaruhi besarnya curah hujan, Suhu dianggap salah satu faktor yang dapat
memprakirakandan menjalaskan kejadian dan penyebaran air dimuka bumi.
2. Mekanisme Prespitasi
Proses terjadinya presipitasi diawali ketika sejumlah uap air di atmosfer bergerak ketempat yang
lebih tinggi oleh adanya beda tekanan uap air. Uap air bergerak dari tempat dengan tekanan uap air
lebih besar ke tempat dengan tekanan uap air lebih kecil. Uap air
yang bergerak ke tempat yang lebih tinggi (dengan suhu udara menjadi lebih rendah) tersebut pada
ketinggian tertentu akan mengalami penjenuhan dan apabila hal ini diikuti dengan terjadinya
kondensasi maka uap air tersebut akan berubah bentuk menjadi butiran-butiran air hujan. Mekanisme
berlangsungnya hujan melibatkan 3 faktor utama, dengan kata lain akan terjadi hujan apabila
berlangsung 3 kejadian sebgai berikut :
a. Kenaikan massa uap ke tempat yang lebih tinggi sampai saatnya atmosfer menjadi jenuh.
b. Terjadinya kondensasi atas partikel-partikel uap air di atmosfer.
c. Partikel-partikel uap air tersebut bertambah besar sejalan dengan waktu untuk kemudian jatuh
ke bumi dan permukaan laut (sebagai hujan) karena gaya gravitasi.
Hujan juga dapat terjadi oleh pertemuan antara dua massa air basah dan panas. Tiga tipe hujan
yang umum dijumpai di daerah tropis dapat disebutkan sebagai berikut :
a. Hujan konvektif (Covectional stroms), tipe hujan ini disebabkan oleh adanya beda panas yang
diterima permukaan tanah dengan panas yang diterima oleh lapisan udara di atas permukaan
tanah tersebut.
b. Hujan frontal (Frontal/cyclonic storms), ipe hujan yang umumnya disebabkan oleh
bergulungnya dua massa udara yang berbeda suhu dan kelembaban. Pada tipe hujan ini, massa
udara lembab yang hangat dipaksa bergerak ke tempat yang lebih
tinggi (suhu lebih rendah dengan kerapatan udara dingin lebih besar). Hujan frontal dibedakan
menjadi hujan frontal dingin dan hangat.
c. Hujan orografik (Orographic storms), jenis hujan yang umum terjadi di daerah pegunungan,
yaitu ketika massa udara bergerak ke tempat yang lebih tinggi mengikuti bentang lahan
pegunungan sampai saatnya terjadi proses kondensasi. Ketika massa udara melewati daerah
bergunung, pada lereng dimana angin berhembus (windward side) terjadi hujan orografik.

3. Jaringan Pengukur Hujan


Sistem jaringan kerja alat pengukur hujan harus direncanakan sesuai dengan keperluan
pemanfaatan data cura hujan yang akan dikumpulkan. Tingkat ketelitian hasil pengukuran curah hujan
dalam suatu sistem jaringan kerja tergantung tidak hanya pada keseluruhan kerapatan alat-alat
pengukur hujan tetapi juga pada penyebaran alat pengukur hujan. Alat pengukur hujan ada 2 macam
yaitu alat pengukur hujan manual dan alat pengukur hujan otomatik. Dua jenis alat pengukur hujan
yang sering digunakan adalah weighing bucket raingauge dan tipping bucket raingauge. Dalam
melakukan pengukuran presipitasi, sekurang kurangnya ada dua masalah dasar yang selalu timbul,
yaitu :
a. Bagaimana merancang suatu alat pengukur hujan yang secara tepat dapat mengukur presipitasi
untuk suatu tempat/daerah.
b. Bagaimana menentukan lokasi jaringan kerja alat penakar tersebut agar dapat mewakili daerah
yang kita kehendaki.

4. Pengukuran Presipitasi
Para pakar hidrologi dalam melaksanakan pekerjaannya seringali memerlukan informasi besarnya
volume presipitasi ratarata untuk suatu daerah tangkapan air arau daerah aliran sungai. Untuk
mendapatkan data curah hujan yang dapat mewakili daerah
tangkapan air tersebut diperlukan alat pengukur hujan yang dapat mewakili daerah tangkapan air
tersebut diperlukan alat pengukur hujan dalam jumlah yang cukup. Hasil pengukuran data hujan dari
masing-masing alat pengukuran hujan adalah merupakan data hujan suatu titik (point rainfall). Padahal
untuk kepentingan analisis yang diperlukan adalah data hujan suatu wilayah (areal rainfall). Ada
beberapa cara untuk mendapatkan data hujan wilayah yaitu :
a. Cara rata-rata aljabar
Cara ini merupakan cara yang paling sederhana yaitu hanya dengan membagi rata
pengukuran pada semua stasiun hujan dengan jumlah stasiun dalam wilayah tersebut. Sesuai
dengan kesederhanaannya maka cara ini hanya disarankan digunakan untuk wilayah yang
relatif mendatar dan memiliki sifat hujan yang relatif homogen dan tidak terlalu kasar.

Metode rata-rata aljabar

b. Cara Poligon Thiessen


Teknik polygon dilakukan dengan cara menghubungkan satu alat pengukur hujan dengan
cara menghubungkan satu alat pengukur hujan dengan lainnya menggunakan garis lurus. Pada
peta daerah tangkapan air untuk masing-masing alat pengukur hujan, daerah tersebut dibagi
menjadi beberapa polygon (jarak garis pemabagi dua pengukur hujan yang berdekatan lebih
kurang sama).

Metode poligin thiessen

c. Cara Isohiet
Isohiet adalah garis yang menghubungkan tempat-tempat yang mempunyai tinggi hujan
yang sama. Metode ini menggunakan isohiet sebagai garis-garis yang membagi daerah aliran
sungai menjadi daerah-daerah yang diwakili oleh stasiun-stasiun yang bersangkutan, yang
luasnya dipakai sebagai faktor koreksi dalam perhitungan hujan rata-rata.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa cara isohiet lebih teliti, tetapi cara
perhitungannya memerlukan banyak waktu karena garis-garis isohiet yang baru perlu
ditentukan untuk setiap curah hujan. Metoda isohiet terutama berguna untuk mempelajari
pengaruh curah hujan terhadap perilaku aliran air sungai terutama di
daerah dengan tipe curah orografik.
Metode isohiet

5. Intensitas dan Lama Waktu Hujan


Intensitas hujan adalah jumlah hujan per satuan waktu. Untuk mendapatkan nilai intensitas hujan
di suatu tempat maka alat pengukur hujan yang digunakan harus mampu mencatat besarnya volume
hujan dan waktu mulai berlangsungnya hujan sampai hujan
tersebut berhenti. Dalam hal ini, alat pengukur hujan yang dapat dimanfaatkan adalah alat pengukur
hujan yang otomatis. Alat pengukur hujan standar juga dapat digunakan asal waktu selama hujan
tersebut berlangsung diketahui (dapat dilakukan dengan menandai waktu berlangsungn dan
berakhirnya hujan dengan jam dinding misalnya).
Lama waktu hujan adalah lama waktu berlangsungnya hujan, dalam hal ini dapat mewakili total
curah hujan atau periode hujan yang singkat dari curah hujan yang relative seragam. Selain intensitas
dan lama waktu hujan, informasi tentang kecepatan jatuhnya hujan penting untuk diketahui. Kecepatan
curah hujan dapat diartikan sebagai kecepatan jatuhnya air hujan dan dalam hal ini dipengaruhi oleh
besarnya intensitas hujan. Informasi
tentang kecepatan air hujan untuk mencapai permukaan tanah adalah penting dalam proses erosi dan
sedimentasi. Kecepatan tergantung pada bentuk dan ukuran diameter air hujan. Ketika kecepatan
menjadi cukup besar, air hujan akan pecah membentuk tetesan air yang lebih kecil dengan kecepatan
jatuh lebih lambat.

6. Analisis Data Presipitasi


Ada beberapa aspek data presipitasi yang menjadi perhatian khusus para ahli hidrologi. Data
presipitasi yang umum menjadi kajian adalah :
a. Jumlah hujan tahunan total untuk luas wilayah tertentu.
b. Variasi curah hujan musiman dan tahunan serta reliabilitas hujan musiman.
c. Prakiraan Besarnya curah hujan (presipitasi) rata-rata untuk luas wilayah tertentu atau
penentuan pola spasial dan perubahan kejadian hujan tunggal.
d. Frekuensi kejadian hujan untuk besaran yang berbeda dan untuk mempelajari karakteristik
statistic data presipitasi.
e. Prakiraan besarnya kejadian hujan terbesar untuk suatu wilayah tertentu. Hal terakhir inilah
dalam bidang hidrologi, sering dikenal dengan istilah kemungkinan prespitasi maksimum
(Probable Maximum Precipitation, PMP).
Cara untuk memprakirakan besarnya presipitasi suatu daerah tangkapan telah banyak
dikembangkan. Untuk menentukan teknik prakiraan mana yang dianggap paling memadai untuk daerah
kajian tertentu akan tergantung pada beberapa factor, terutama tersedianya tenaga ahli (teknisi yang
handal) dan waktu yang tersedia, kerapatan dan sebaran alat pengukur hujan di lapangan, dan informasi
tentang variabilitas (spasial) curah hujan di
daerah kajian tersebut. Secara umum, ketelitian hasil prakiraan besarnya presipitasi seperti
dikemukakan diatas akan meningkat dengan :
a. Kerapatan alat ukur hujan yang digunakan
b. Lama waktu pegukuran
c. Ukuran tau luas daerah tangkapan air yang dikaji
Contoh gambar alat pengukur hujan yaitu :

Pengukur hujan manual Pengukur hujan otomatik

Anda mungkin juga menyukai