Anda di halaman 1dari 34

SKRIPSI

PEMANFAATAN FASILITAS TAMAN KOTA SEBAGAI RUANG


PUBLIK KOTA LHOKSEUMAWE
(Studi Kasus: Taman Kota Lhokseumawe)

Disusun Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Prodi Arsitektur


Fakultas teknik Universitas Malikussaleh

DISUSUN OLEH

NAMA : AULIANDA PUTRA


NIM : 170160021
PRODI : ARSITEKTUR

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR


JURUSAN SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
LHOKSEUMAWE
2023
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ruang Terbuka Hijau (RTH) perkotaan adalah bagian dari ruang-ruang terbuka
(open spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuh-tumbuhan guna
mendukung manfaat ekologis, sosial-budaya dan arsitektural yang dapat memberikan
manfaat ekonomi (kesejahteraan) bagi masyarakatnya. Salah satu contoh ruang terbuka
hijau publik yang memiliki aktivitas cukup kompleks adalah taman pusat kota.
Menurut (Carr 1992: 19-20) ruang publik salah satunya taman kota dalam suatu
perkotaan yang berkualitas harus mencakup tiga hal yaitu: aspek kebutuhan (needs),
aspek hak (right), dan aspek makna (meanings). Kebutuhan artinya ruang publik harus
dapat digunakan untuk beragam kegiatan dan kepentingan yang luas. Hak artinya ruang
publik harus dapat digunakan oleh berbagai elemen masyarakat dari berbagai latar
belakang, baik sosial, ekonomi dan budaya serta bagi penyandang cacat. Makna berarti
ruang publik harus memiliki tautan dengan manusia, dunia luas dan konteks sosial.

Pemerintah dalam Undang-undang (UU) Nomor 26 tahun 2007 pasal 29


mewajibkan setiap kota dalam rencana tata ruang wilayahnya wajib mengalokasikan
sedikitnya 30% dari wilayahnya untuk ruang terbuka hijau (RTH). Sebesar 20% RTH
diperuntukkan bagi publik yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah kota untuk
kepentingan masyarakat secara umum. Pasal 29 ayat 1 dan 2 UU tersebut menyatakan
ruang terbuka hijau publik dimiliki dan dikelola pemerintah kota untuk kepentingan
masyarakat. Ruang terbuka hijau publik adalah taman kota, taman pemakaman umum,
dan jalur hijau sepanjang jalan, sungai, dan pantai. Ruang terbuka hijau privat adalah
kebun/halaman rumah/gedung milik masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan.

Taman kota merupakan salah satu dari elemen perkotaan yang memiliki peran
yang sangat penting pada suata kota, peran taman kota adalah sebagai pusat interaksi
dan komunikasi bagi masyarakat baik formal maupun informal, indifidu dan kelompok.
Menurut (Etiningsih, 2016: 4) Taman kota merupakan salah satu bentuk fasilitas yang
dikelola oleh pemerintah kota sehingga merupakan fasilitas publik yang harus
disediakan oleh pemerintah. Taman kota dapat diakses oleh semua masyarakat tanpa
adanya biaya apapun. Penyediaan fasilitas sosial berupa taman merupakan kebijakan
pemerintah sebagai bentuk kepedulian terhadap lingkungan. Melalui kebijakan
penyelenggaraan berupa taman kota, masyarakat sadar akan lingkungan yang asri dan
pentingnya taman sebagai paru-paru kota dan sarana rekreasi.

Kota Lhokseumawe adalah sebuah kota di Provinsi Aceh, Indonesia. Kota ini
berada tepat di tengah garis timur Sumatera. Terletak di antara Banda Aceh dan Medan,
kota ini merupakan jalur sirkulasi dan perdagangan yang penting bagi Aceh. Kota
Lhokseumawe memiliki beberapa taman kota yang difungsikan sebagai wadah
masyarakat melepas perasaan lelah baik secara fisik dan juga psikis setelah aktif
bekerja di hari-hari biasa. Dengan adanya taman di tengah kesibukan suasana kota
menjadikan masyarakat memiliki tempat untuk mengekspresikan suasana hati dan juga
pikiran mereka, yaitu dengan melakukan berbagai macam aktivitas, baik itu aktivitas
sosial, ekonomi, maupun pariwisata. Berdasarkan pengamatan peneliti, taman kota
yang ada di Lhokseumawe sering digunakan masyarakat untuk berkumpul/melakukan
sosialisasi, rekreasi, liburan keluarga/piknik, berolahraga, melakukan temu ramah antar
komunitas dan ada juga yang sekedar menjadikan taman sebagai sarana belajar
kelompok dan juga sekedar menikmati suasana taman tersebut.

Penggunaan lahan terbesar di kota Lhokseumawe ialah untuk pemukiman seuas


10,877 ha atau sekitar 60% dari luas yang ada kebutuhan yang menonjol adalah untuk
usaha kebun campuran 4.590 ha atau sekitar 25.35% untuk itu untuk luas persawahan
seluas 3.747 ha atau sekitar 21%, untuk kebuthan kebun rakyat telah dimanfaatkan
seluas 749 ha atau sekitar 4% dan untuk lain-lainnya.
Berdasarkan Undang-undang nomor 2 tahun 2001, tanggal 21 juni 2001
Lhokseumawe ditetapkan menjadi sebagai kota dengan batas rata-rata wilayah sebagai
berikut ini:

Utara Selat Malaka

Timur Kec. Syamtalira bayu, Kab. Aceh utara

Selatan Kec. Kuta makmur, Kab. Aceh utara

Barat Kec. Dewantara, Kab. Aceh utara

Tabel 1.1: Batas wilayah Kota Lhokseumawe


Sumber: UU No.2, 2001

Banyaknya fenomena atau permasalahan yang terjadi di ruang publik kota


Lhokseumawe salah satunya ialah permasalahan pada taman kotanya sendiri.
Kurangnya perhatian dan perawatan dari Pemerintah kota Lhokseumawe yang
membuat taman-taman yang ada di kota Lokseumawe ini mengalami kerusakan pada
taman khusunya terhadap fasilitasnya yang tidak lagi berfungsi dengan baik. Salah satu
taman yang kita ketahui taman Riyadhah ialah salah satu taman yang terletak di tengah-
tengah perkotaan yang secara tataan perkotaan taman ini sangat strategis dimana tata
letaknya berdekatan dengan perkantoran, masjid, dan juga pusat perdagangan yang ada
disekitannya. Namun terlepas dari itu semua untuk fasilitas pada taman Riyadah ini
sangat kurang dan sering disalah gunakan oleh masyarakat atau pengunjung sehingga
taman Riyadhah tidak berfungi dengan baik dan teratur.

Taman kota di Lhokseumawe terdapat beberapa taman diantaranya ialah, taman


Riyadhah, taman lapangan Iraq, taman waduk Pusong, taman waduk Jeulikat dan
taman-taman lainnya yang berada dikota Lhokseumawe. Dari banyaknya taman yang
ada di kota Lhokseumawe peneliti hanya menulis sebagian taman yang ada yaitu,
taman Riyadhah dan taman waduk pusong.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas yaitu merupakan
Pemanfaatan fasilitas taman kota yang terjadi pada taman kota Lhokseumawe sebagai
ruang publik. Maka dari itu rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini ialah,
bagaimana pemanfaatan fasilitas taman kota sebagai ruang publik pada kota
Lhokseumawe?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan penelitian ini berdasarkan perumusan masalah yang akan dibuat untuk
penelitian yaitu, untuk mengindentifikasi masalah pemanfaatan fasilitas taman kota
sebagai ruang publik pada taman kota Lhokseumawe, serta sebagai masukan bagi
Pemerintah kota Lhokseumawe untuk lebih mendata Taman kotanya dengan baik
sebagai ruang publik.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Secara Teoristis


Manfaat teoritis ini ialah bagi peneliti dan masyarakat yang dapat memberikan
pemikiran ilmiah untuk masyarakat agar taman kota bisa dimanfaatkan lebih baik lagi
sebagaimana fungsiny dan juga sebagai tempat interaksi sosial bagi pengunjung.

1.4.2 Manfaat Praktis


Manfaat praktis ini ditunjukan kepada instansi yang terkait, dalam hal ini ada
beberpa instansi yang terkait yaitu, Program Studi Arsitektur Universitas Malikussaleh
dan juga pemerintah kota Lhokseumawe. Hal ini dilakukan agar penelirian taman Kota
memiliki arsip pustaka bagi pemerintah kota maupun Universitas.

1.5 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian


Dikarenakn penelitian membutuhkan waktu dan tenaga maka penulis membatasi
ruang lingkup dalam meneliti pemanfaatan fasilitas taman kota sebagai ruang publik
agar penulis bisa objektif dalam penelitiannya.
1.5.1 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini dilakukan di taman kota yang ada di
Lhokseumawe bertujuan untuk mengatasi pemanfaatan fasilitas tamannya yang baik.

1.5.2 Batasan Penelitian


Batasan penelitian ini ialah dari beberapa titik atau disekitar area taman kota
yang ada di Lhokseumawe.

1.6 Sistematika Penelitian


Penelitian ini dibagi menjadi 5 bagian dengan sistematika penulisan sebagai
berikut:
a. Bab I Pendahuluan
Bab I menentukan urutan persoalan terkait penelitian yang dilakukan
diantaranya yaitu, latar belakang permasalahan, rumusan masalah yang
menimbulkan dilakukannya penelitian, tujuan penelitian, menentukan ruang
lingkup dan batasan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan
sistematika pembahasan terkait permasalahan pemanfaatan fasilitasnya.
b. Bab II Kajian pustaka
Bab II berisi pemaparan tentang teori-teori pendukung yang berkaitan dengan
ruang terbuka khususnya tanaman dan permasalahan tentang pemanfaatan
fasilits yang terjadi didalamnya, juga dihasilkan dari kegiatan pengunjung dan
fasilitas yang disediakan taman. Pada penelitian ini menggunakan teori Genius
Loci (Christian Norberg)-Schulz (1979) tentang ruang. Teori tersebut dijadikan
sebagai bahan acuan untuk melaksanakan penelitian.
c. Bab III Metode penelitian
Bab ini berisi pemaparan tentang metode atau langkah-langkah seperti apa yang
akan digunakan pada penelitian pada penelitian juga membahas tentang analisis
penelitian. Terdiri atas sumber data objek, variabel penelitian, lokasi penelitian
dan teknik pengumpulan data yang dilakukan. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini menggunakan metode kualitatif, yaitu metode dengan
menggunakan tahapan analisis deskriptif. Objek yang dipilih ialah beberapa
taman kota yang berada di kota Lhokseumawe.
d. Bab V Hasil pembahasan
Bab ini berisikan hasil dari penelitian yang telah dilakukan dan merupakan
bagian penting diisi dengan hasil analisis data setelah melakukan observasi
lapangan serta pembahasan harus sesuai serta sejalan dengan rumusan masalah
dan tujuan yang telah ditetapkan, kemudian hasil yang didapatkan ialah berupa
permasalahan yang ada pada taman kota tersebut yaitu tentang pemanfaatan
fasilitas pada taman kota.
e. Kesimpulan dan saran
Bab ini mengutarakan keseluruhan isi yang disimpulkan dalam penelitian.
Pemahaman tentang masalah yang terjadi dan yang diteliti. Kesimpulan yang
akan disajikan berisi terkait penemuan yang didapatkan selama observasi turun
ke lapangan dan hasil analisis yang sesuai dengan permasalahan juga tujuan
dari penelitian. Saran yang serupa pemecahan masalah dan rekomendasi desain
yang lebih baik sebagai solusi dari permasalahan yang diteliti juga untuk
sebagai bentuk penyempurnaan dari teori yang sudah ada.
1.7 Kerangka Pemikiran
Alur pemikiran untuk penelitian ini menggambarkan latar belakang, fokus
masalah, tujuan, metode penelitian, teori yang digunakan, dan lokasi penelitian, seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 1.1.

Latar Belakang

Kota Lhokseumawe memiliki beberapa taman kota yang difungsikan sebagai


wadah masyarakat melepas perasaan lelah baik secara fisik dan juga psikis
setelah aktif bekerja di hari-hari biasa.

Rumusan Masalah

Bagaimana pemanfaatan fasilitas taman kota sebagai ruang publik pada kota
Lhokseumawe?

Tujuan Penelitian

Mengindentifikasi masalah pemanfaatan fasilitas taman kota sebagai ruang


publik pada taman kota Lhokseumawe

Metode Penelitian
Survey Lapangan
1. Observasi
2. Kuisioner
3. Dokumentasi

Analisis
Pengaruh pengunjung Lokasi dan Objek
dalam memanfaatkan
fasilitas pada taman Taman Kota seumawe

Responden
Pengunjung/masyarakat

Kesimpulan dan
Saran
Diagram 1. 1 Skema Kerangka Pemikiran
Sumber: analisis, 2022
2 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ruang Publik

2.1.1 Pengertian Ruang Publik


Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05/PRT/M/2008, ruang
terbuka hijau (RTH) taman kota adalah taman yang melayani penduduk suatu kota atau
sebagian wilayah kota. Taman kota ini setidaknya dapat melayani 480.000 penduduk
dengan standar minimal 144.000 meter persegi. Taman kota ini merupakan kawasan
hijau yang dilengkapi dengan sarana rekreasi dan olahraga dengan luasan hijau
minimal 80% - 90%. Ruang terbuka taman kota dapat dimanfaatkan oleh penduduk
untuk melakukan berbagai kegiatan sosial di dalam kota atau sebagian kota, dilengkapi
dengan sarana olah raga, taman bermain untuk anak-anak dan balita, sarana rekreasi,
taman khusus lansia, taman, dll. Fasilitas ini terbuka untuk umum.

Darmawan, (2009, 48) berpendapat bahwa menurut skala pelayanannya taman


kota terdiri dari empat katagori yaitu, taman nasional, taman pusat kota, taman
lingkungan, taman kecil. Taman Kota adalah taman yang berada di lingkungan
perkotaan dalam skala yang luas dan dapat mengantisipasi dampak-dampak yang
ditimbulkan oleh perkembangan kota dan dapat dinikmati oleh seluruh warga kota.

Pemahaman mengenai kualitas taman sebagai ruang publik menurut Carr


(1992) dalam buku Public Space dimulai dari pemahaman terkait aspek yang menjadi
pembentuk kualitas ruang publik tersebut yang meliputi: aspek kebutuhan (needs),
aspek hak (right), dan aspek makna (meanings).

1. aspek kebutuhan (needs). Yang meliputi kenyamanan, relaksasi, keterlibatan


pasif, dan keterlibatan aktif. Kenyamanan, Relaksasi, Keterlibatan pasif,
Keterlibatan aktif.
2. aspek hak (right). Yang mencakup aksesibilitas dan kemudahan pencapaian,
kebebasan beraktifitas, aktivitas beragam dan klaim tempat.
3. aspek makna (meanings). Yaitu mudah dikenali (legibility), keterkaitan
(relevance), Hubungan individu, hubungan kelompok, hubungan dengan
lapisan masyarakat yang lebih luas

Menurut Frick dan Mulyani (2006), agar ruang terbuka publik memenuhi
tuntutannya sebagai tempat yang nyaman maka dibutuhkan ketersediaan sebagai
berikut:

1. Ketersediaan fasilitas, guna untuk menjadikan fungsi taman kota sebagai

fungsi sosial, budaya dan ekonomi.

2. Kondisi fasilitas, memfokuskan pada kondisi fasilitas yang tersedia, tingkat

keterawatan serta umur fasilitas.

3. Ketersediaan vegetasi, memfokuskan pada jenis vegetasi, jumlah vegetasi,

keterawatan vegetasi, penataan tanaman, ketersediaan tanaman perindang dan

kerapatan vegetasi.

4. Aksesibilitas, terdiri dari aksesibilitas internal dan eksternal.

2.1.2 Fungsi dan Pemanfaatan ruang terbuka publik pada kota


Merujuk pada Permen PU No 5 Tahun 2008 tentang Penyediaan dan
Pemanfaatan RTH fungsi ruang terbuka publik adalah sebagai berikut:
1. Fungsi utama (intrinsik) yaitu fungsi ekologis:

a. memberi jaminan pengadaan RTH menjadi bagian dari sistem sirkulasi udara
(paru-paru kota)
b. pengatur iklim mikro agar sistem sirkulasi udara dan air secara alami dapat
berlangsung lancar
c. sebagai peneduh

d. produsen oksigen

e. penyerap air hujan

f. penyedia habitat satwa

g. penyerap polutan media udara, air dan tanah, serta penahan angin.

2. Fungsi sosial dan budaya:

a. menggambarkan ekspresi budaya lokal

b. merupakan media komunikasi warga kota

c. tempat rekreasi

d. wadah dan objek pendidikan, penelitian, dan pelatihan dalam mempelajari alam.
3. Fungsi ekonomi:

a. sumber produk yang bisa dijual, seperti tanaman bunga, buah, daun, sayur mayur
b. bisa menjadi bagian dari usaha pertanian, perkebunan, kehutanan dan lainlain.

4. Fungsi estetika:

a. meningkatkan kenyamanan, memperindah lingkungan kota baik dari skala


mikro: halaman rumah, lingkungan permukimam, maupun makro: lansekap kota
secara keseluruhan
b. menstimulasi kreativitas dan produktivitas warga kota

c. pembentuk faktor keindahan arsitektural

d. menciptakan suasana serasi dan seimbang antara area terbangun dan tidak
terbangun.
Menurut Permen PU No. 5 Tahun 2008 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan
Ruang Terbuka Hijau, contoh taman kota yang lengkap adalah lapangan terbuka,
lapangan basket, lapangan voli, jalur jogging, toilet umum, tempat parkir, panggung
terbuka, tempat bermain anak. area, Reservoir dan fasilitas tempat duduk untuk shower
yang dikendalikan air.

2.1.3 Jenis-jenis ruang terbuka hijau


Menurut Irwan (2005), menurut bentuk dan strukturnya, ruang terbuka hijau
dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu:

1. Berkumpul atau berkelompok (Cluster), merupakan ruang terbuka hijau dengan


komunitas vegetasinya terkonsentrasi pada satu areal dengan jumlah vegetasi
minimal 100 pohon dengan jarak tanam rapat tidak beraturan.
2. Menyebar (Scattered), merupakan ruang terbuka hijau yang tidak mempunyai
pola tertentu, dengan komunitas vegetasinya tumbuh menyebar terpencar dalam
bentuk rumpun atau gerombol-gerombol kecil.
3. Jalur (Path), berbentuk jalur komunitas vegetasinya tumbuh pada lahan yang
berbentuk jalur lurus atau melengkung, mengikuti bentukan sungai, jalan,
pantai, saluran dan lainnya.

2.1.4 Peran dalam ruang publik


Menurut Carr (1992, dalam Darmawan, 2005) ruang publik dalam suatu
wilayah akan berperan baik apabila sebagai berikut:

1. Comfort, merupakan syarat penting bagi keberhasilan ruang publik. Lamanya


waktu seseorang berada di suatu ruang publik dapat dijadikan sebagai tolak
ukur kenyamanan suatu ruang publik. Dalam hal ini kenyamanan ruang publik
dipengaruhi oleh: Kenyamanan lingkungan, yaitu perlindungan atau pengaruh
alam, seperti angin, matahari. Kenyamanan fisik mengacu pada apakah terdapat
fasilitas pendukung seperti tempat duduk di ruang publik yang memadai.
2. Relaxation, merupakan kegiatan yang erat kaitannya dengan kenyamanan
psikologis. Suasana santai atau rileks mudah dicapai jika pikiran dan tubuh
dalam keadaan sehat dan bahagia. Kondisi tersebut dapat diciptakan dengan
memanfaatkan unsur-unsur dari alam (misalnya vegetasi/pohon, air) di lokasi
yang terpisah atau jauh dari kebisingan dan lalu lintas sekitar yang dapat
mengganggu suasana santai.
3. Passive engagement, disini aktivitas pasif dapat dilakukan dengan bersantai
atau hanya duduk dan mengamati aktivitas yang terjadi di lingkungan sekitar
atau melihat pemandangan berupa hiasan taman, air mancur dan karya seni atau
dekoratif lainnya.
4. Active engagement, subuah ruang publik dapat dikatakan berhasil ialah dapat
menampung kegiatan aktifitas kontak yang baik atau berinteraksi antar anggota
masyarakat (keluarga, teman atau orang asing).
5. Discovery, merupakan suatu proses dalam membuat ruang publik agar terdapat
kegiatan lain di dalamnya tidak terjadi suatu aktifitas yang monoton.

2.1.5 Tipologi ruang terbuka publik


Beberapa pembagian jenis RTH sesuai denagn tipologinya yang tercantum
dalam Menteri Pekerja Umum No.5 Tahun 2008 yaitu,

Gambar : Tipologi TRH


Sumber: Mentri Pekerja Umum
Adapun penjelasan dari gambar tersebut adalah sebagai berikut:

Berdasarkan fisik, ruang terbuka hijau dibagi menjadi RTH alami yang meliputi
habitat liar alami, kawasan lindung, dan taman-taman nasional dan RTH non alami
yang meliputi taman, lapangan olahraga, pemakaman, atau jalur-jalur hijau jalan.

1. Berdasarkan fungsinya, ruang terbuka hijau dibagi menjadi fungsi ekologis,


sosial budaya, ekonomi, dan estetika.
2. Berdasarkan struktur, ruang terbuka hijau dibedakan menjadi pola ekologis
(mengelompok, memanjang, tersebar) dan pola planologis yang mengikuti
hierarki dan struktur ruang perkotaan.
3. Berdasarkan dari sifat kepemilikan, ruang terbuka hijau dibedakan menjadi
RTH privat dan RTH publik.

2.1.6 Tujuan ruang publik


Ruang terbuka publik umumnya dirancang untuk tujuan tertentu, memiliki
beragam tujuan, dan di sesuaikan berdasarkan masing-masing tujuan. Menurut Carr et
al (1992) menyatakan bahwa tujuan dari ruang terbuka publik adalah sebagai berikut:
1. Kesejahteraan Masyarakat

Ambisi dasar untuk menciptakan ruang terbuka publik ialah untuk kesejahteraan
kehidupan penduduk sekitar. Kesejahteraan dapat diwujudkan dengan menciptakan
ruang yang dapat mendukung kegiatan dan pertemuan publik, dan wadah pusat
komunikasi dan rileksasi.

2. Pengembangan Lingkungan

Meningkatkan penghijauan pada ruang terbuka publik dapat mengoptimalkan


kualitas lingkungan untuk membawa kesegaran dan suasana alami di lingkungan
perkotaan.
3. Pengembangan Visual
Peranan ruang publik dapat juga membantu untuk meningkatkan nilai visual pada
suatu kawasan hampir secara keseluruhan, sehingga kawasan tersebut lebih indah
serta nyaman.
4. Pengembangan Ekonomi
Pengembangan ekonomi pada suatu daerah menjadi tujuan umum dalam
pengembangan sebuah ruang terbuka publik.
5. Image Enhancement
Menciptakan kesan positif pada sebuah kawasan yang memiliki ruang terbuka
publik.

2.2 Taman Kota


Menurut Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No. 05/PRT/M/2008, Ruang
Terbuka Hijau Taman Kota (RTH) adalah taman atau bagian kawasan perkotaan yang
melayani penduduk perkotaan. Taman kota ini dapat melayani setidaknya 480.000
penduduk dan setidaknya 144.000 m2. Taman kota ini merupakan lapangan hijau yang
dilengkapi dengan fasilitas rekreasi dan olahraga dengan kandungan hijau minimal 80-
90%. Areal terbuka taman kota dapat dimanfaatkan oleh penduduk untuk berbagai
kegiatan sosial di suatu kota atau kabupaten yang dilengkapi dengan sarana olah raga,
taman bermain anak dan balita, sarana rekreasi, taman khusus lansia, taman bunga dan
segala ruangnya. . terbuka untuk umum. Selain itu, taman di kawasan perkotaan dengan
luas minimal 24.000 m2 sudah dapat digolongkan sebagai taman kota yang dapat
mewadahi berbagai kegiatan baik di tingkat kota maupun kota. Di taman ini Anda dapat
mengatur segalanya mulai dari kegiatan olahraga hingga pertunjukan musik besar.

2.2.1 Fungsi taman kota


Menurut Irwan dalam Sasongko (200), fungsi taman kota dikelompokkan
menjadi tiga fungsi ialah sebagai berikut:
1. Fungsi Lanscape
a) Fungsi fisik, yaitu vegetasi berfungsi untuk melindungi dari kondisi fisik alami
seperti terhadap angin dan sinar matahari.
b) Fungsi sosial, penataan unsur-unsur yang berbeda seperti bangku, telepon, air
mancur dan patung ditata sedemikian rupa sehingga bisa memberikan tempat
interaksi sosial yang sangat produktif (Carmona, 2003). Taman kota dengan
aneka vegetasi memiliki nilai-nilai ilmiah sehingga dapat dijadikan sebagai
laboratorium hidup untuk sarana pendidikan dan penelitian
2. Fungsi pelestarian lingkungan
a) Menyegarkan udara atau sebagai paru-paru kota, yaitu dengan menyerap
Karbon Dioksida (CO2) dan mengeluarkan Oksigen (O2) dalam proses
fotosintesis.
b) Menurunkan suhu kota dan meningkatkan kelembaban, pepohonan mampu
memperbaiki suhu kota melalui evaporasi dan transpirasi (evapotranspirasi),
karena sebatang pohon secara soliter mampu menguapkan air rata-rata 400
liter/hari, jika air tanah cukup tersedia dalam kapasitas lapang.
c) Sebagai habitat satwa, vegetasi dapat menciptakan habitat bagi makhluk hidup
lainnya, misal burung. Burung sebagai komponen ekosistem mempunyai
peranan penting, di antaranya adalah pengontrol populasi serangga, membantu
penyerbukan bunga dan pemencaran biji .
d) Penyangga dan perlindungan permukaan air tanah dari erosi, sebagai
penyangga dan perlindungan tanah dari air hujan dan angin juga untuk
penyediaan air tanah dan pencegah erosi.
e) Pengendalian dan mengurangi polusi udara dan limbah, debu, atau partikel
yang terdiri dari beberapa komponen zat pencemar. Hasil penelitian Irwan
(1994), menunjukkan bahwa taman kota dengan luas minimal 0,2 ha dan
berstrata banyak rata-rata dapat menurunkan kadar debu sebesar 46,13% di
siang hari pada permulaan musim hujan
f) Tempat pelestarian plasma nutfah dan bioindikator. Taman kota juga berfungsi
sebagai tempat pelestarian plasma nutfah dan bioindikator dari timbulnya
masalah lingkungan karena tumbuhan tertentu akan memberikan reaksi tertentu
terhadap perubahan lingkungan yang terjadi di sekitarnya.
g) Menyuburkan tanah. Sisa-sisa tumbuhan akan dibusukkan oleh
mikroorganisme dalam tanah dan akhirnya terurai menjadi humus atau materi
yang merupakan sumber hara mineral bagi tumbuhan.

3. Fungsi Estetika
Estetika dapat dilihat dari penampilan vegetasi dalam taman kota secara
individu maupun dalam bentuk asosiasi. Vegetasi memberikan kesan alami, khususnya
lingkungan perkotaan, di mana vegetasi memberikan kesegaran visual terhadap
lingkungan yang serba keras.

2.3 Taman Kota Sebagai Ruang Publik


Di kawasan perkotaan, ruang ditata secara rasional dan fungsional, biasanya
dibagi menjadi kelompok-kelompok terpisah, yaitu hidup-kerja-hobi (Suryono, 2010).
Taman kota ditampilkan sebagai lokasi yang dapat digunakan oleh masyarakat untuk
kegiatan rekreasi atau hiburan pasif Keberadaan taman di dalam kota merupakan
jawaban langsung kebutuhan khusus masyarakat dan kota itu sendiri Pembangunan
Taman kota tidak dapat dipisahkan dari perkembangan perkotaan secara umum ukuran
Harga properti yang semakin tinggi dan ruang terbuka yang sempit 26 Jika Anda
tinggal di kota, suka atau tidak suka, Anda harus mencoba meningkatkan pengalaman
pengguna taman yang intens (Arifin, 1991).

Fugsi taman kota tidak hanya mengisi ruang kawasan perkotaan, tetapi taman
kota berperan dari segi lanskap, ekologi dan estetika. Selain itu, taman kota merupakan
kebutuhan bagi masyarakat. Manusia tidak hanya membutuhkan sandang, pangan, dan
papan, tetapi manusia juga membutuhkan ruang untuk relaksasi dan bersosialisasi,
seperti yang diilustrasikan oleh teori hierarki kebutuhan Abraham H. Maslow.
Tabel . Hirarki Kebutuhan Manusia Menurut Abraham H.Maslow
Hirarki Kebutuhan (Needs) Terapan
Makan, minum, perumahan, seks, istirahat
1 Phisiological
dan relaksasi, kontak sosial
2 Safety and Security Perlindungan, keamanan dan stabilitas
Cinta, persahabatan, perasaan memiliki dan
3 Social
diterima dalam kelompok, kekeluargaan
Status atau kedudukan, kepercayaan diri,
4 Esteem
pengakuan, reputasi dan prestasi, apresiasi
Penggunaan potensi diri, pertumbuhan,
5 Self-actualization
pengembangan diri
Tabel 2.1: Hirarki Kebutuhan Manusia Menurut Abraham H.Maslow
Sumber: Maslow, Abraham H, 1954

Hierarki dasar kebutuhan manusia adalah kebutuhan fisiologis. Orang selalu


ingin memenuhi kebutuhan dasarnya. Kebutuhan masyarakat akan ruang dan prasarana
kota tidak hanya berupa bangunan atau jalan, tetapi masyarakat juga membutuhkan
ruang terbuka berupa taman kota untuk memenuhi kebutuhan fisiologis.

2.3.1 Fasilitas Ruang Terbuka


Menurut Rubenstein (1992), mengemukakan bahwa fasilitas/ elemen
pendukung ruang terbuka adalah sebagai berikut:
1. Ground Cover, adalah elemen utama sebagai penutup tanah berupa tekstur,
material. Adapun dari segi material dibedakan atas 2 (dua),yakni:
2. Material Keras : batu-bata, paving, aspal
3. Material Lunak : rumput dan tanah liat
4. Bangku (tempat duduk), diperlukan untuk beristirahat atau bersantai menikmati
suasana taman. Bangku dapat dibuat dari besi, kayu, batu atau beton dan
memiliki sandaran. Umumnya bangku yang baik memiliki ketinggian 37,5 -
45cm.
5. Tanaman peneduh, berfungsi sebagai peneduh terhadap sinar matahari dan
hujan, mengurangi kebisingan, polusi kendaraan bermotor, dan memperindah
kawasan.
6. Tempat sampah, merupakan prasarana dalam menjaga kebersihan lingkungan
taman.
7. Jam, ditempatkan pada posisi yang tepat dapat menjadi landmark di taman.
8. Lampu, berfungsi sebagai penerangan bagi pengguna ruang terutama pada
malam hari.

Sculpture, berfungsi sebagai penambah estetika dan vocal point (menarik perhatian
mata). Contohnya: patung, air mancur.

2.3.2 Pola aktivitas taman kota


Ruang Terbuka Publik harus dapat diakses secara fisik maupun visual oleh
masyarakat. Rapoport (1977) menyatakan bahwa terjadinya aktivitas di suatu
lingkungan termasuk ruang publik dapat dianalisa dalam empat komponen:

1. Aktivitas sesungguhnya (makan, berbelanja, minum, berjalan).


2. Aktivitas spesifik untuk melakukannya (berbelanja di bazaar, minum di bar,
berjalan di jalan, duduk di lantai, makan bersama orang lain.
3. Aktivitas tambahan, berdampingan atau terasosiasi yang mana menjadi bagian
dari sistem aktivitas (berbelanja sambil bergosip, pacaran sambil jalan jalan).
4. Aktivitas simbolik (berbelanja sebagai konsumsi yang menyolok, memasak
sebagai religi, cara menegakkan identitas sosial).
Berdasarkan klasifikasi aktivitas di atas, Rapoport (1977) juga menyatakan
bahwa sebuah aktivitas dapat terdiri dari berbagai sub aktivitas yang berhubungan satu
sama lainnya, yang dikenal dengan istilah sistem aktivitas (system of activity). Sistem
aktivitas dalam sebuah ruang publik berkaitan erat dengan 3 elemen utama. Elemen
aktivitas tersebut terbagi atas:

1. Pedagang Kaki Lima (PKL) sebagai activity support kawasan.


2. Parkir
3. Pejalan kaki, berkaitan dengan pola pergerakan/sirkulasinya
Peran elemen arsitektural suatu ruang publik terhadap pola aktivitas tidak hanya
terjadi pada ruang publik itu sendiri, namun juga mempunyai pengaruh terhadap
lingkungan sekitar ruang publik tersebut, kaitannya dengan bangunan-bangunan yang
ada di sekitarnya (Septariani, 2010).

2.3.3 Elemen lanscape dan pendukung lanscape

Kehadiran dan penataan elemen-elemen dalam ruang publik, dalam hal ini
taman kota, turut mempengaruhi interaksi yang terjadi (Carmona, 2003). Misalnya, jika
tidak ada ruang di taman kota, hal ini mengurangi kesempatan untuk berinteraksi. Jika
penataan pedestrian atau jalur pejalan kaki taman kota menjadi melengkung, penataan
tersebut akan mempersulit pejalan kaki.

Elemen lansekap kawasan taman kota terdiri dari dua bagian yaitu hard element
dan soft element (Kustianingrum, 2013). Elemen keras, yaitu trotoar atau bangunan
dengan jalur pejalan kaki atau taman dan tangga. Kemudian unsur lunaknya adalah
tumbuh-tumbuhan. Elemen pendukung lanskap meliputi tempat duduk, toilet, tempat
sampah, papan nama, lampu taman, area bermain anak, dan patung.

2.3.4 Karakteristik Pengunjung Taman


Karakteristik Pengunjung Taman Secara umum karakteristik pengunjung
dikelompokkan kedalam tiga kategori (Young-Chang Lee, 2015) yaitu:

1. Sosio-demografi
Karakteristik pengunjung taman dalam kategori sosio-demografi dibagi
kedalam beberapa kelompok yaitu:
a. Gender, dibedakan berdasarkan jenis kelamin yaitu,
a) Laki-laki
b) Perempuan
b. Usia, kategori usia yang digunakan berdasarkan kategori Depkes RI tahun
2009 (RI, 2014), yaitu:
a) Kanak-kanak 8 – 11 tahun,
b) Remaja awal 12 – 16 tahun,
c) Remaja akhir 17 – 25 tahun,
d) Dewasa awal 26 – 35 tahun,
e) Dewasa akhir 36 – 45 tahun,
f) Lansia awal 46 – 55 tahun,
g) Lansia akhir > 56 tahun.
c. Tingkat pendidikan, akan berkaitan dengan kesempatan, frekuensi dan waktu
untuk mengunjungi taman
d. Kompanyon, melihat apakah pengunjung datang seorang diri atau berteman,
kategori ini dibagi menjadi 4 yaitu:
a) Sendiri
b) Berdua
c) Bersama teman-teman
d) Dengan keluarga
e. Tujuan berkunjung, memiliki keterkaitan dengan frekuensi kunjungan,
aktivitas dan ketersediaan komponen infrastruktur taman. Tujuan berkunjung
dapat dikategorikan kedalam 11 kelompok, yaitu:
a) Relaksasi
b) Jalan-jalan
c) Bertemu teman
d) Bermain
e) Berolahraga ringan
f) Menggunakan fasilitas kebugaran
g) Menikmati alam
h) Menghadiri acara komunitas atau pertemuan
i) Menghabiskan waktu dengan keluarga
j) Kegiatan pendidikan untuk anak-anak
k) Tidak ada tempat khusus untuk dituju kecuali taman ini.
2. Pola penggunaan taman
Karakteristik pengunjung taman dalam kategori pola penggunaan taman dibagi
kedalam beberapa kelompok yaitu:

a. Frekuensi berkunjung dibagi menjadi 5 tipe yaitu:


a) Hampir tiap hari
b) 3-4 kali seminggu
c) 1-2 kali seminggu
d) Sebulan sekali
e) Lebih dari sebulan sekali.
Digunakan untuk melihat tingkat ketertarikan masyarakat untuk mengunjungi
dan atau memanfaatkan taman, semakin tinggi frekuensi rata-rata kunjungan
mengindikasikan taman memiliki daya tarik bagi partisipan.
b. Lama kunjungan, dibagi menjadi 6 bagian yaitu:
a) < 15 menit
b) 16 – 30 menit
c) 31- 45 menit
d) 46 – 60 menit
e) 1 – 2 jam
f) 2 jam

Semakin lama waktu berkunjung maka dapat menunjukkan taman memiliki


daya tarik dan kualitas yang (Sebastian Dario Rossi, 2015).
c. Cara berkunjung, melihat cara pencapaian ke taman. Kategorinya dibagi
menjadi 6 tipe yaitu:
a) Berjalan kaki
b) Bersepeda
c) Motor pribadi
d) Mobil pribadi
e) Kendaraan umum
f) Bus pariwisata
d. Waktu berkunjung, dapat dibagi berdasarkan musim, bulanan, mingguan, hari
atau waktu.
3. Aktivitas di taman
Aktivitas umum yang ditunjukkan manusia di taman yaitu:
a) Berjalan
b) Duduk
c) Bermain
d) Bertemu teman/ berbincang
e) Piknik
f) Jogging
g) Latihan kebugaran
h) Permainan olahraga
i) Permainan kelompok
j) Berpacaran
k) Mengambil potret
l) Makan/minum bersama
m) Bekerja
n) Bermaian bersama anak-anak
o) Bermain bersama hewan peliharaan
Adapula aktivitas utama pada taman kota yang terdiri dari bermain, bolahraga,
mengasuh anak, makan, minum, membaca, dan berdiskusi. (Dyah Bayu Framesthi,
2006).
2.4 Penelitian Terdahulu
Peneletian terdahuu dapat memperkuat atau bisa mendukung adanya kekuatan penelitian yang akan dilakukan karena
sudah ada referensi ilmiah yang memiliki relavansi yang kuat dan akurat.

No Judul, nama, tahun Metode Variabel Kesimpilan

1 Fungsi Taman Sebagai Kualitatif Fenomenologis Fungsi ekonomi Taman Merdeka bisa terbukti
Ruang Publik, Eva dengan banyaknya pedagang yang menjual
Etiningsih, 2016 barang maupun jasa. Bagi mereka taman
adalah untuk mencari rupiah (nafkah). Taman
Merdeka yang bebas diakses oleh siapa saja
(mulai anak kecil hingga orang dewasa)
menjadikan lokasi ini ramai didatangi
pengunjung. Menghabiskan waktu bersama
keluarga atau teman dengan berbincang atau
makan bersama
2 Analisis Pemanfaatan Ruang Deskriptif Analisis Ruang terbuka publik taman Berlabuh
kuantitatif karakteristik mempunyai tingkat pemanfaatan yang cukup
Terbuka Publik (Studi
fisik, efektif sebagai ruang terbuka publik yang
Kasus: Taman Berlabuh berada di kota Tarakan, disebabkan oleh yang
aksesibilitas,
memliki multifungsi paling menonjol ialah
Kota Tarakan), Rahmad dan
ketersediaan variabel dari fungsi ruang publik pada Taman
Annisa, 2021 fasilitas Berlabuh, sedangkan pada variabel
ketersediaan fasilitas dan aksebilitas berada
pada level cukup efektif atau perlu
dilakukannya perbaikan.

3 Kajian Fasilitas Taman Kota Deskriptif Deskripsi data, Taman Srigunting merupakan taman kota
Srigunting, Winni Puspita, analisis data, berbasis wisata yang berada di Kota Semarang
Satriya Wahyu Firmandhani, yang memiliki fungsi utama sebagai taman
2020 wisata. Fasilitas yang ada pada Taman
Srigunting sudah dapat mendukung fungsi
Taman Srigunting itu sendiri sekaligus
memenuhi kebutuhan penggunanya.
4 Pemanfaatan Ruang Terbuka Eksploratif Aktivitas Jalur pejalan kaki berfungsi sebagai pelengkap
(Open Space) Untuk Tempat deskriptif penting dalam penghubung yang mudah selain
menggunakan moda lain diperkotaan, jalur
Berkumpul Di Jalur Pejalan
pejalan kaki di Jl. Jendral Soedirman, Kota
Kaki, Prasetyo, 2021 Yogyakarta yang berfungsi menjadi ruang
terbuka mengalami penataan yang tumpang
tindih dari fungsi aktivitas masyarakat, jalan
keluar yang bisa diambil ialah melakukan
pembatasan ataupun pembagian waktu
aktivitas.

5 Kebutuhan Pengembangan Kualitatif Pengelola data Hasil penelitian terhadap fasilitas taman di
Standar Nasional Indonesia primer dan Indonesia pada kawasan perkotaan
Deskriptif
Fasilitas Taman Kota, Ari skunder, disimpulkan bahwa standar fasilitas minimal
Wibowo dan Mangasa indentifikasi yang harus ada di taman kota adalah bangku
Ritonga, 2016 taman, tempat sampah, lampu taman
(penerangan), jalur pedestrian, tempat parkir,
plaza (arena serbaguna), toilet, gazebo, papan
informasi, instalasi listrik dan jaringan
drainase. Dalam rangka pengembangan
fasilitas dan SNI taman kota di Indonesia
diperlukan adanya penyempurnaan SNI 03-
1733-2004: Tata cara perencanaan lingkungan
perumahan di perkotaan dengan memasukkan
11 standar fasilitas taman., SNI 03-7013-2004:
Tata cara perencanaan fasilitas lingkungan
rumah susun sederhana dan SNI 03-6968-
2003: Spesifikasi Fasilitas Tempat Bermain di
Ruang Terbuka Lingkungan Rumah Susun
Sederhana. Pemeliharaan fasilitas taman
secara reguler pada fasilitas taman yang terkait
K3L dan peningkatan kerjasama antara Dinas
Pertamanan dengan masyarakat serta berbagai
stakeholder komunitas pengunjung taman
diharapkan dapat menciptakan sinergitas
untuk menjaga taman tetap bersih dan terawat
serta dapat meminimalisir resiko cedera
pengunjung karena masyarakat semakin peduli
terhadap taman.
2.5 Kerangka Teoristis

PEMANFAATAN FASILITAS TAMAN KOTA SEBAGAI


RUANG PUBLIK KOTA LHOKSEUMAWE

Untuk mengenal bagaimana pemanfaatan fasilitas taman kota yang baik sebagai
ruang publik di Kota Lhokseumawe.

Ruang Terbuka Publik

Genius Loci (Christian Norberg)-Schulz (1979)

Carr dkk. (1992)

- Tentang ruang

- Ruang Publik
3 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi Dan Waktu Penelitian
Obejek penelitian pada karya tulis ini yaitu taman yang berada disekitan
Kota Lhokseumawe.

a. Waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember sampai bulan Maret tahun
2023. Bertujuan untuk mengetahui responden pengunjung pada taman
tersebut.
b. Lokasi penelitian
Dalam pemanfaatan fasilitas pada taman ialah bagaimana reaksi atau respon
pengunjung dalam memperlakukan fasilitas tersebut dengan baik dan sesuai
fungsinya, lokasi yang diambil dalam penelitian ini ialah taman kota yang
berada dikota Lhokseumawe. Lhokseumawe adalah sebuah kota di Provinsi
Aceh, Indonesia. Kota ini berada tepat di tengah jalur timur menuju Pulau
Sumatera. Kota Lhokseumawe terbagi menjadi 4 kecamatan yaitu
Kecamatan Banda Sakti, Kecamatan Muara Dua, Kecamatan Muara Satu
dan Kecamatan Blang Mangat. (Gambar 3.1).

Gambar 3.1: Peta LhokSeumawe


Sumber: Bappeda Kota Lhokseumawe, 2018

3.2 Metode Penelitian


Dalam Penelitian ini, metode yang digunakan untuk pengambilan data
adalah melalui metode kualitatif, yang merupakan suatu metode yang bertujuan
guna memperoleh gambaran terkait studi kasus, juga berdasarkan fakta-fakta yang
terjadi di lokasi yang tampak. Metode kualitatif ini digunakan untuk mengamati
aktivitas terhadap interaksi yang terjadi antara masyarakat dengan ruang-ruang
yang ada didalam taman tersebut.

3.3 Metode Pengumpulan Data


Adapaun dalam penelitian ini memakai beberapa cara dalam metode
pengumpulan data ialah sebagai berikut:

3.3.1 Sumber Data


Dalam penelitian ini, terdapat dua jenis data yang dikumpulkan oleh
peneliti, yaitu berupa data primer dan juga data sekunder:

1. Dara Primer
Data primer merupakan data yang bersumber dari objek penelitian yang
dapat diamati secara langsung pada lokasi taman yang akan diteliti.

2. Data Skunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari teori-teori yang
bersumber dari literatur buku-buku, jurnal-jurnal, dan juga artikel lainnya yang
mendukung. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori ruang, yang
diambil dari buku Genius Loci oleh Christian Norberg-Schulz (1992).
3. Observasi
Observasi merupakan kegiatan pengamatan langsung yang dilakukan
dilapangan gimana mengevaluasi objek yang akan diteliti. Untuk
mengindentifikasi masalah pemanfaatan fasilitas taman kota sebagai ruang publik
pada taman kota Lhokseumawe, serta sebagai masukan bagi Pemerintah kota
Lhokseumawe untuk lebih mendata taman kotanya dengan baik sebagai ruang
publik. Tahapan analisis dilakukan sesuai dengan tahapan yang terdapat dalam
teori Genius Loci, Teori yang dikemukakan oleh Genius loci melandasi analisis
untuk dilaksanakan dengan pengamatan secara langsung yang dilakukan oleh
peneliti secara berulang kali terhadap hal-hal yang ada di dalam taman mulai dari
elemen, pengguna (manusia) Dan juga aktivitas-aktivitas yang terbentuk dari
keberadaan ketiga taman yang ada di kota Lhokseumawe tersebut.

4. Dokumentasi
Dokumentasi dilakukan sebagai bukti autentik yang akan digunakan sebagai
olahan data analisis nantinya. Dokumentasi juga digunakan untuk mengumpulkan
video dan foto-foto di lapangan yang kemudian dapat dijadikan bukti yang akurat
dari data yang didapat. Dokumentasi yang dilakukan akan ada pengambilan foto-
foto momen terbaik dari setiap fenomena yang sedang berlangsung di dalam taman
di waktu-waktu yang telah ditentukan seperti di atas mulai dari pagi hingga malam
hari didalam tiga taman objek penelitian.

3.3.2 Tahapan Penelitian


Dalam penelitian ini, dilakukan beberapa tahapan penelitian yang
memudahkan dalam menyusun suatu penelitian yang melewati berbagai tahapan-
tahapan, diantaranya:

1. Tahapan Persiapan
Pada tahap pertama-tama perlu dilakukan beberapa persiapan yang mencakup:
a) Menyiapkan peralatan yang dibutuhkan untuk penelitian, diantaranya: Alat
tulis, kamera, buku, pulpen dan peralatan lainnya untuk kebutuhan
dokumentasi dan juga catatan peneliti.
b) Melakukan tinjauan langsung ke lokasi penelitian guna untuk mendapatkan
gambaran situasi dan juga agar dapat mengamati secara langsung berbagai
macam fenomena yang terjadi di dalam objek penelitian.
c) Menyusun kerangka pemikiran untuk memudahkan dalam data literatur
yang dipakai.
d) Membuat variabel penelitian.
2. Tahapan pengumpulan data
Data merupakan bahan keterangan suatu objek penelitian yang diperoleh
selama melakukan penelitian.
3. Analisa

Anda mungkin juga menyukai