Disusun oleh :
Kelompok 6
Yuga Pratama
Miftahul Khairi
Putri Rosaliana
M Farhan
Alhamdulliah, kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya sehingga makalah yang berjudul “PEMBELAJARAN PENDIDIKAN
JASMANI” dapat terselesaikan dengan baik, makalah ini disusun guna memenuhi tugas.
Pembuatan makalah sebagai bahan untuk presentasi. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi pembaca pada umumnya. Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan,
oleh karena itu kami menerima masukan dan kritikan demi kesempurnaan makalah ini.
Terima kasih
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UUSPN
No. 20 tahun 2003, dalam Sagala.S. 2008). Pembelajaran ialah membelajarkan siswa
menggunakan asas Pendidikan maupun teori belajar merupakan penentu utama keberhasilan
Pendidikan. Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh
pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik atau murid .
Pendidikan jasmani di sekolah merupakan sebuah kegiatan yang tidak terpisahkan dari
kegiatan Pendidikan secara keseluruhan. Pendidikan jasmani merupakan instrument yang
efektif untuk mendidik siswa, baik secara fisik, emosional, sosial dan intelektual. Pendidikan
jasmani diakui sebuah komponen kunci untuk meraih Pendidikan bermutu dan menjadi
bagian yang tak terpisahkan dari belajar disepanjang hayat. Pendidikan jasmani juga
menyumbangkan kepada perolehan dan penghayatan nilai-nilai etika dan mendorong
pelaksanaan fair play dalam sebuah fase kehidupan.
2. Bagaimana cara membuat pembelajaran pendidikan jasmani yang efektif dan berkualitas?
PEMBAHASAN
Pendidikan jasmani adalah suatu proses pembelajaran melalui aktivitas jasmani yang
didesain untuk meningkatkan kebugaran jasmani, mengembangkan keterampilan motorik,
pengetahuan dan perilaku hidup sehat dan aktif, sikap sportif, dan kecerdasan emosi.
Lingkungan belajar diatur secara seksama untuk meningkatkan pertumbuhan dan
perkembangan seluruh ranah, yaitu jasmani, psikomotor, kognitif dan afektif.
Penyusunan suatu strategi merupakan kegiatan awal dari keseluruhan proses belajar-
mengajar. Strategi mempunyai pengaruh yang besar terhadap hasil belajar siswa yang
bersangkutan, bahkan sangat menentukan. Oleh sebab itu seorang guru jika ingin tercapai
tujuan pembelajarannya, maka dituntut untuk memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam
menyusun strategi belajar mengajar. Memberikan pembelajaran sejumlah kegiatan belajar
merupakan upaya pokok dalam mewujudkan pendidikan jasmani untuk mencapai tujuannya.
Menurut Jesse Feiring Williams (1999; dalam Freeman, 2001), pendidikan jasmani
adalah sejumlah aktivitas jasmani manusiawi yang terpilih sehingga dilaksanakan untuk
mendapatkan hasil yang diinginkan. Pendidikan jasmani sering kali di sebut sebagai
pendidikan melalui fisikal, maksudnya adalah pendidikan melalui aktivitas fisikal (aktivitas
jasmani), tujuannya mencakup semua aspek perkembangan kependidikan, termasuk
pertumbuhan mental dan sosial para siswa. Pendapat lain juga mengungkapkan hal yang
senada, seperti yang diungkapkan. Barrow (2001; dalam Freeman, 2001) bahwa pendidikan
jasmani dapat didefinisikan sebagai pendidikan tentang dan melalui gerak insani, ketika
tujuan kependidikan dicapai melalui media aktivitas otot-otot, termasuk: olahraga (sport),
permainan, senam, dan latihan jasmani (exercise). Hasil yang ingin dicapai adalah individu
yang terdidik secara fisik. Nilai ini menjadi salah satu bagian nilai individu yang terdidik, dan
bermakna hanya ketika berhubungan dengan sisi kehidupan individu.
Pendidikan jasmani memusatkan diri pada semua bentuk kegiatan aktivitas jasmani
yang mengaktifkan otot-otot besar (gross motorik), memusatkan diri pada gerak fisikal dalam
permainan, olahraga, dan fungsi dasar tubuh manusia. Dengan demikian, Freeman (2001:5)
menyatakan pendidikan jasmani dapat dikategorikan ke dalam tiga kelompok bagian, yaitu:
2. Aktivitas jasmani meskipun tidak selalu, tetapi secara umum mencakup berbagai
aktivitas gross motorik dan keterampilan yang tidak selalu harus didapat perbedaan
yang mencolok.
3. Meskipun para siswa mendapat keuntungan dari proses aktivitas fisikal ini, tetapi
keuntungan bagi siswa tidak selalu harus berupa fisikal, nonfisikal pun bisa diraih
seperti: perkembangan intelektual, sosial, dan estetika, seperti juga perkembangan
kognitif dan afektif.
Pendidikan jasmani dapat berkualitas apabila kemampuan seorang guru dalam mengelola
kegiatan belajar haarus efektif dan efisien dan penuh dengan inovasi serta keterlibatan guru
dalam proses belajar mengajar. Guru yang efektif dan efisien ialah guru yang mempunyai
kejelasan dalam menerapkan dan memberikan tugas, variasi dalam penggunaan metode
tekanan pada penyelesaian suatu tugas belajar bersama penyesuaian diri dengan keadaan
komentar yang membangun (Winkell, WS, 1993).
Untuk meningkatkan kualitas Pendidikan jasmani dan olahraga sekolah sangat perlu
diadakan atas suatu landasan prinsip, landasan prinsip tersebut menurut KOMNAS Penjasor,
(2009) adalah:
Ada beberapa inovasi yang harus diperhatikan oleh seorang guru pendidikan jasmani agar
proses belajar mengajar yang berkualitas menuru Sudijandoko, A, (2008) antara lain:
Pada akhirnya siswa dapat menerima pesan tau instruksi dari guru dengan baik dan
dapat melakukan aktivitas secara independent dalam mempelajari sesuatu sesuai dengan
tujuan pembelajarannya. Siswa juga dapat menerima pesan atau instruksi dari guru dengan
baik dan dapat melakukan aktivitas secara independent dalam mempelajari sesuatu sesuai
dengan tujuan pembelajaran.
a. Model Hellison
Model Helison ini sering digunakan untuk membina disiplin siswa (selfresponsibility)
untuk itu model ini sering digunakan pada sekolah-sekolah yang bermasalah dengan
disiplin siswanya. Hellison mempunyai pandangan bahwa: perubahan perasaan, sikap,
emosional, dan tanggung jawab sangat mungkin terjadi melalui penjas. Oleh karena itu
pada dasarnya model Hellison ini dibuat untuk membantu siswa mengerti dan berlatih
rasa tanggung jawab pribadi (self-responsibility) melalui pendidikan jasmani.
Terdapat 10 Rasa tanggung jawab pribadi yang dikembangkan dalam model ini terdiri
dari lima tingkatan, yaitu level 0, 1, 2, 3, dan level 4.
a) Level 0: Irresponsibility
Pada level ini anak tidak mampu bertanggung jawab atas perilaku yang
diperbuatnya dan biasanya anak suka mengganggu orang lain dengan mengejek,
menekan orang lain, dan mengganggu orang lain secara fisik.
b) Level 1: Self-Control
Pada level ini anak terlibat dalam aktivitas belajar tetapi sangat minim sekali,
mereka akan melakukan apa-apa yang disuruh guru tanpa mengganggu yang lain,
serta terlihat hanya melakukan aktivitas tanpa usaha yang sungguh-sungguh.
c) Level 2: Involvement
Patda level ini peserta didik secara aktif terlibat dalam belajar. Mereka bekerja
keras, menghindari bentrokan dengan orang lain, dan secara sadar tertarik untuk
belajar untuk meningkatkan kemampuannya.
d) Level 3: Self-responsibility
Pada level ini anak didik didorong untuk mulai bertanggung jawab atas
belajarnya. Ini mengandung arti bahwa siswa belajar tanpa harus diawasi langsung
oleh gurunya dan siswa mampu membuat keputusan secara independen tentang
apa yang harus dipelajari dan bagaimana mempelajarinya.
e) Level 4: Caring.
Anak didik pada level ini tidak hanya bekerja sama dengan temannya, tetapi
mereka tertarik ingin mendorong dan membantu temannya belajar. Anak didik
pada level ini akan sadar dengan sendirinya menjadi sukarelawan (volunteer)
misalnya menjadi partner teman yang tidak terkenal di kelas itu, tanpa harus
disuruh oleh gurunya untuk melakukan itu.
Model ini lebih menekankan untuk membimbing siswa pada program kegiatan
kesegaran jasmani, mengajar keterampilan dalam pengelolaan dan pembuatan keputusan,
menanamkan komitmen terhadap gaya hidup yang aktif, dan mengadministrasi program
asesmen kesegaran jasmani individu siswa. Mengingat kritik yang mengatakan bahwa
ruang lingkup dari program ini sangat terbatas pada aktivitas kebugaran saja, maka
program ini berisikan pengembangan berbagai variasi keterampilan dan pengalaman yang
memungkinkan siswa dapat berpartisipasi dalam aneka ragam olahraga dan aktivitas fisik.
Jenis materi pelajaran disesuaikan dengan jenis mata pelajaran yang tercantum
dalam kurikulum
Jumlah jam pelajaran wajib/intra perminggu sebagaimana tertera dalam
kurikulum (misal 3 x 45 menit) selanjutnya dibagi ke dalam
pertemuanpertemuan yang jumlahnya di atur oleh sekolah.
Jumlah pertemuan penjas per minggu termasuk ekstra kurikuler biasanya
minimal tiga sampai empat pertemuan.
Pemberian materi teori ditekankan agar disampaikan secara terintegrasi dalam
bentuk praktek langsung
Pendekatan pembelajaran lebih cenderung menganut teori belajar
konstruktivisme melalui pemberian berbagai pengalaman gerak yang dapat
menggiring siswa ke arah pembentukan konsep yang diperlukan untuk
penanaman, peningkatan, dan pemeliharaan kemampuan olahraga, fitness, dan
gaya hidup aktif dan sehat
Orientasi pembelajaran terfokus pada sasaran program yang sudah ditetapkan
pada produk program pada setiap tahun ajarannya
Ada banyak pendapat jika di tanya apa tujuan dari pembelajaran pendidikan jasmani,
namun yang paling tepat tujuan pembelajaran pendidikan jasmani bersifat menyeluruh.
Secara sederhana, pendidikan jasmani memberikan kesempatan kepada siswa untuk:
Maka tujuan pembelajaran pendidikan jasmani itu harus mencakup tujuan dalam
domain psikomotorik, domain kognitif, dan tak kalah pentingnya dalam domain afektif.
Domain kognitif mencakup pengetahuan tentang fakta, konsep, dan lebih penting lagi adalah
penalaran dan kemampuan memecahkan masalah. Aspek kognitif dalam pendidikan jasmani,
tidak saja menyangkut penguasaan pengetahuan faktual semata-mata, tetapi meliputi pula
pemahaman terhadap gejala gerak dan prinsipnya, termasuk yang berkaitan dengan landasan
ilmiah pendidikan jasmani dan olahraga serta manfaat pengisian waktu luang.
Domain afektif mencakup sifat-sifat psikologis yang menjadi unsur kepribadian yang
kukuh. Tidak hanya tentang sikap sebagai kesiapan berbuat yang perlu dikembangkan, tetapi
yang lebih penting adalah konsep diri dan komponen kepribadian lainnya, seperti intelegensia
emosional dan watak. Konsep diri menyangkut persepsi diri atau penilaian seseorang tentang
kelebihannya. Konsep diri merupakan fondasi kepribadian anak dan sangat diyakini ada
kaitannya dengan pertumbuhan dan perkembangan mereka setelah dewasa kelak. Intelegensia
emosional mencakup beberapa sifat penting, yakni pengendalian diri, kemampuan
memotivasi diri, ketekunan, dan kemampuan untuk berempati. Pengendalian diri merupakan
kualitas pribadi yang mampu menyelaraskan pertimbangan akal dan emosi yang menjadi sifat
penting dalam kehidupan sosial dan pencapaiannya
BAB III
PENUTUP