KROMATOGRAFI GAS
Kelompok :1
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
Kromatografi Gas (GC) merupakan suatu metode analisis yang digunakan untuk pemisaha
dan pengidentifikasian senyawa-senyawa yang digunakan mudah menguap dalam suatu
campuran. Kromatografi Gas memiliki kegunaan untuk melakukan pemisahan yang
dinamis dan pengidentifikasian semua jenis senyawa organic yang mudah menguap, dan juga
melakukan analisis kualitatif dan kuantitatif senyawa dalam suatu campuran (Rahman, Abdul,
2017).
Kromatografi Gas (GC) merupakan suatu metode analisis yang digunakan untuk
pemisahan dan pengidentifikasian senyawa-senyawa yang digunakan mudah menguap dalam
suatu campuran. Kromatografi Gas memiliki kegunaan untuk melakukan pemisahan yang
dinamis dan pengidentifikasian semua jenis senyawa organic yang mudah menguap, dan juga
melakukan analisis kualitatif dan kuantitatif senyawa dalam suatu campuran (Rahman, Abdul,
2017).
Kromatografi Gas (GC) merupakan suatu metode analisis yang digunakan untuk
pemisaha dan pengidentifikasian senyawa-senyawa yang digunakan mudah menguap dalam
suatu campuran. Kromatografi Gas memiliki kegunaan untuk melakukan pemisahan yang
dinamis dan pengidentifikasian semua jenis senyawa organic yang mudah menguap, dan juga
melakukan analisis kualitatif dan kuantitatif senyawa dalam suatu campuran. Kromatografi
Gas biasa digunakan sebagai alat untuk mengidentifikasi suatu senyawa yang terdapat dalam
campuran suatu gas dan memiliki peranan penting dalam mengestimasi konseentrasi senyawa
dalam fasa gas. Suatu data yang dihasilkan dari detector, pada kromatografi gas merupakan
kromatogram yang pembacanya memiliki fungsi tertentu tiap spesifikasinya. Dalam
kromatografi gas, fase geraknya gas dan zat terlarut terpisah sebagai uap. Pemisahan tercapai
dengan prastisi sampel antara fasa-fasa gerak dan fase diam berupa cairan dan titik didih tinggi
(tidak mudah menguap) yang terlihat pada zat padat digunakan suatu zat padat (Rahman,
Abdul, 2017).
Prinsip kerja kromatografi gas yaitu sampel diinjeksikan ke dalam aliran fase gerak,
kemudian akan dibawa oleh fase gerak yang berupa gas inert ke dalam kolom untuk dilakukan
pemisahan komponen sampel berdasarkan kemampuan interaksi diantara fase gerak dan fase
diam. Pemisahan tercapai dengan partisi sampel antara fase gas bergerak dan fase diam berupa
cairan dengan titik didih tinggi yang terikat pada zat penunjangnya (Khopkar, 2007). Pada
kromatografi gas sampel diuapkan dan diinjeksikan ke dalam kolom. Elusi berjalan karena
aliran gas inert sebagai fase geraknya. Fase gerak tidak berinteraksi dengan molekul dari analit,
hanya berfungsi sebagai pembawa analit ke dalam kolom. Ada dua macam kromatografi gas,
yaitu:
1) Kromatografi gas-cair
Fase diam cair adalah zat cair sebagai lapisan tipis yang tetap pada penyangga padat
inert, fase gerak berupa gas inert.
2) Kromatografi gas-padat
Fase diam merupakan butiran-butiran adsorben padat. Fase gerak berupa gas (Musir,
Akhmad., et al, 2014)
1) Kromatografi gas-cair Fase diam cair adalah zat cair sebagai lapisan tipis yang tetap
pada penyangga padat inert, fase gerak berupa gas inert.
2) Kromatografi gas-padat Fase diam merupakan butiran-butiran adsorben padat. Fase
gerak berupa gas (Musir, Akhmad., et al, 2014)
Analisis pada kromatografi gas ada dua yaitu analisis kualitatif dan analisis kuantitatif:
a) Pendekatan peak tinggi Tinggi peak kromatografi diperoleh dengan membuat base line
pada suatu peak dan mengukur tinggi garis tegak lurus yang menghubungkan base line
dengan peak. Pendekatan ini dilakukan jika lebar peak standard dan analit tidak jauh.
b) Pendekatan area peak Dapat dilakukan dengan memperhitungkan lebar peak sehingga
yang berbeda antara standard analit tidak masalah. Pendekatan ini lebih baik dari
pendekatan tinggi peak, dengan % kesalahan 0,44-2,6%. Rumus:
𝐴𝑛
𝑄𝑛 =
𝐴 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
c) Metode kalibrasi
Mempersiapkan larutan standard, kemudian setiap larutan standard diukur dengan
kromatografi. Area peak/ tinggi peak diplot terhadap konsentrasi hingga diperoleh
persamaan garis, kemudian kita bisa menentukan konsentrasi sampel. Rumus:
𝑓𝑛 × 𝐴𝑛
𝑄𝑛 =
𝑓𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 × 𝐴 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
Keterangan:
A total = jumlah luas permukaan kromatografi
An = luas kromatografi komponen n
Qn = konsentrasi komponen n
d) Metode normalisasi area
Metode ini bertujuan untuk mengurangi kesalahan yang berhubungan dengan injeksi
cuplikan. Dengan metode ini dapat diperlukan elusi yang sempurna semua komponen
campuran harus keluar dari kolom. Area peak yang muncul dihitung. Kemudian area
peak-peak tersebut dikoreksi terhadap respon detector untuk jenis senyawa yang
berbeda. Selanjutnya konsentrasi analit ditentukan dengan membandingkan area peak
terhadap total semua komponen (Anonim, 2012).
BAB III
METODE PERCOBAAN
3.1 Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu perangkat elektroforesis, alat-alat
gelas dan UV transilluminator.
3.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini yaitu agarosa, tris HCl, asam borat,
EDTA, loading dye, DNA marker, Peq Dye dan 1 kb DNA ladder.
3.3 Prosedur Percobaan
Langkah berikutnya yaitu dengan dilakukan pembilasan pada jarum suntik mikro
dengan menggunakan aseton sebanyak 3 kali, lalu ditarik secara perlahan sebanyak 1,0
mikroliter. Jika terdapat gelembung udara maka segera keluarkan dengan cepat. Dan untuk
menghilangkan gelembung udara, ditarik kembali plunger. Sedangkan untuk mencegah
penguapan dengan menarik 1,0 mikroliter lebih jauh kedalam jarum suntik. Kemudian
dimasukkan secara perlahan ke dalam port injeksi sample dan otomatis kromatogram akan
merekam. Satu menit setelah puncak sebelumnya, injeksikan lagi 1 mikroliter aseton dan
setelah mencapai puncak ditunggu 1 menit dan diinjeksikan lagi 1 mikroliter aseton. 1 menit
setelah akhir puncak sebelumnya, puncak telah terbentuk sempurna dan kromatogram berhenti.
Sehingga didapatkan data gambar dibawah ini :
kolom sebesar 23 mL/min dengan tekanan 93,2 kPa. Penentuan laju alir penggunaan HETP
Setelah dilakukan proses kromatografi, maka terdapat hanya 1 peak pada flow rate 23
mL/min, yang dimana HETP-nya 15,44 dan waktu retensinya 4,483, dan dilakukan lagi untuk
pada flow rate 6 mL/min, yang dimana terdapat hanya 1 peak, HETP-nya 43,27 dan waktu
retensinya 12,559. Dari data ini dapat disimpulkan bahwa semakin kecil laju alirannya, maka
waktu retensinya besar.
Pada tahap terakhir yaitu kromatografi sampel C yang terdiri dari campuran pelarut
organik yang belum diketahui, mula-mula sama seperti tahap sebelumnya yaitu dibersihkan
dengan aseton selama 3 kali, kemudian ditarik sampel C sebanyak 0,1 mikroliter, setelah itu
dimasukkan ke dalam port untuk melakukan proses kromatografi gas yang direkam oleh
kromatogram pada software.
Dari grafik di atas terdapat 4 peak yang terekam pada kromatogram, dan laju alirannya
sekitar 17 mL/menit, pada peak pertama waktu retensinya 2,068 dan HETP-nya 9,55, dan
senyawanya merupakan aseton. Pada peak kedua waktu retensinya 3,070 dan HETP-nya 11,43,
dan senyawanya merupakan aseton. Pada peak ketiga waktu retensinya 4,857 dan HETP-nya
15,54, dan senyawanya merupakan etilbenzena, dan pada peak terakhir waktu retensinya 7,919
dan HETP-nya 22,72.
Dari sampel C dapat disimpulkan bahwa senyawa yang terdapat pada sampel C terdiri
dari aseton dan etilbenzena, yang menguap lebih dulu adalah aseton jika dilihat berdasarkan
HETP pada grafik dan titik didih literaturnya yaitu 56 o C, dan yang menguap terakhir adalah
etilbenzen jika dilihat berdasarkan HETP pada grafik dan titik didih literaturnya yaitu 136 o C.
BAB V
KESIMPULAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil percobaan kromatografi gas diperoleh hasil perhitungan nilai resolusi
pada puncak 2-3 sebesar 0,095, puncak 3-5 sebesar 0,132, dan puncak 5-7 sebesar
0,160. Kemudian didapatkan nilai plat teoritis sebesar 0,750; 1,154; 1,562; 1,943.
DAFTAR PUSTAKA
• Perhitungan
Diketahui :
Waktu retensi puncak 2 = 2,068
Waktu retensi puncak 3 = 3,070
Waktu retensi puncak 5 = 4,857
Waktu retensi puncak 7 = 7,919
Lebar alas puncak 2 = 9,55
Lebar alas puncak 3 = 11,43
Lebar alas puncak 5 = 15,54
Lebar alas puncak 7 = 22,72
Ditanya : Nilai resolusi (R) dan nilai plat teoritis (N)?
Jawab :
∆𝑡𝑅 3,070
➢ Rs23 = 2 (𝑊1+𝑊2 ) N3 = 16 (11,43 )2
1,002
Rs23 = 2 (9,55+11,43 ) N3 = 1,154
Rs23 = 0,095
𝑡𝑅
➢ N5 = 16 ( )2
𝑊
∆𝑡𝑅 4,857 2
➢ Rs35 = 2 (𝑊3+𝑊5 ) N5 = 16 ( )
15,54
1,787 N5 = 1,562
Rs35 = 2 ( )
11,43 + 15 ,54
Rs35 = 0,132
𝑡𝑅
➢ N7 = 16 ( )2
𝑊
7,919
➢ R57 = 2 (𝑊5+𝑊7 )
∆𝑡𝑅 N7 = 16 (22,72 )2
3,067 N7 = 1,943
R57 = 2 ( )
15,54 + 22,72
R57 = 0,16
𝑡𝑅
➢ N 2 = 16 ( )2
𝑊
2,068
N 2 = 16 ( 9,55 )2
N 2 = 0,75
𝑡𝑅
➢ N 3 = 16 ( 𝑊 )2
• Material Safety Data Sheet (MSDS)
1. Aseton
Sifat Fisika dan Kimia
Bentuk : Cairan yang tidak berwarna
Bau : Seperti buah
pH : 5-6 pada 395 g/l 20℃
Titik Didih : 56,2℃ pada 1.013 hPa
Titik Lebur : - 95,4℃
Titik Nyala : < -20℃
Bahaya : Cairan dan uap amat mudah menyala. Pendedahan berulang-ulang dapat
menyebabkan kulit kering atau pecah-pecah. Menyebabkan iritasi mata yang serius.
Dapat menyebabkan mengantuk dan pusing
Pertolongan Pertama : Bilas secara menyeluruh dengan air yang banyak setidaknya
selama minimal 15 menit. Pindahkan korban ke udara segar (hirup udara segar ).
Segera mendapatkan bantuan medis.
4. Gelatin
Sifat Fisika dan Kimia
Keadaan fisik : Padat
Warna : Tidak berwarna
Bahaya : Zat/campuran ini tidak mengandung satu komponen pun yang dianggap baik
persisten, bioakumulatif, dan beracun (PBT) maupun sangat persisten dan sangat
bioakumulatif (vPvB) pada kadar 0,1% atau lebih.
Pertolongan Pertama : Hirup udara segar. Bilaslah dengan air. Beri air minum kepada
korban (paling banyak dua gelas). Konsultasi kepada dokter jika merasa tidak sehat.