Anda di halaman 1dari 7

KIMIA ANALITIK INSTRUMENT

Oleh :
Nama :
Kelas : 2KB
NIM :
Dosen Pengampu : Anerasari M. B.Eng,. M.Si

Jurusan Teknik Kimia


Program Studi D-III Teknik Kimia
Politeknik Negeri Sriwijaya
2019/202
1. Menjelaskan Pemisahan Yang dapat Dilakukan dengan Metode Kromatografi Gas
1
Kromatografi gas merupakan teknik pemisahan komponen-komponen dalam suatu
sampel berdasarkan perbedaan distribusi komponen-komponen tersebut ke dalam 2 fasa, yaitu
fasa gerak berupa gas dan fasa diam bisa cairan atau padatan. Selain pemisahan, kromatografi
gas juga dapat melakukan pengukuran kadar komponen- komponen dalam sampel. Pengukuran
analit dalam kromatografi gas berdasarkan perbedaan tinggi atau luas puncak sebagai akibat
perbedaan konsentrasi analit. Anda dapat membedakan kromatografi gas berdasarkan fasa
diamnya ke dalam dua bagian, yaitu: kromatografi gas cair (KGC) dan kromatografi gas
padat(KGP).

Pada KGC fasa diamnya berupa cairan yang sukar menguap dan melekat pada padatan
pendukung berupa butiran halus yang inert. Secara lebih spesifik, proses pemisahan pada KGC
terjadi akibat perbedaan partisi komponen-komponen dalam sampel di antara fasa diam dan fasa
gerak. Fasa diam pada KGP berupa padatan seperti karbon, zeolit dan silika gel. Dalam hal ini,
proses pemisahan terjadi akibat perbedaan adsorpsi fasa diam terhadap komponen-komponen
dalam sampel. Koefisien distribusi umumnya jauh lebih besar daripada KGC, sehingga KGP
banyak digunakan untuk pemisahan spesi yang tidak ditahan oleh kolom gas-cair, seperti
komponen udara, hidrogen sulfida, karbon disulfida, nitrogen oksida, karbon monoksida, dan
karbon dioksida. Ada beberapa kendala pada KGP yaitu adsorbsi fasa diam terhadap komponen-
komponen sampel bersifat semi permanen terutama terhadap molekul yang aktif atau molekul
yang polar. Disamping itu KGP seringkali memberikan bentuk kromatografi yang berekor.
Kendala lain dari KGP adalah efektifitas pemisahan komponen sangat dipengaruhi oleh massa
molekul relatif (Mr). KGP lebih efektif untuk pemisahan komponen-komponen dengan Mr
rendah.

Kromatografi gas merupakan teknik yang secara luas digunakan untuk analisis kualitatif
dan kuantitatif. Kromatografi gas dapat digunakan untuk memisahkan dan mengukur senyawa-
senyawa organik yang mudah menguap dan stabil pada temperatur pengujian, yaitu antara 50 oC-
300oC. Senyawa yang sukar menguap atau tidak stabil juga dapat diukur tetapi harus melalui
proses derivatisasi terlebih dahulu. Senyawa-senyawa yang memiliki gugus fungsi atom
hidrogen aktif, seperti –COOH, -OH, -NH, dan –SH dapat mengalami ikatan hidrogen sehingga
senyawanya sukar menguap. Derivatisasi dapat dilakukan melalui reaksi sililasi, alkilasi atau
asilasi. Pada reaksi sililasi terjadi penggantian atom hidrogen aktif oleh gugus trimetilsilil.
Dalam reaksi alkilasi, atom hidrogen aktif pada gugus karboksilat dan alkohol digantikan oleh
gugus alifatik/non alifatik menjadi ester. Sedangkan asilasi adalah reaksi yang mengubah
senyawa yang memiliki atom H aktif menjadi ester, tioester dan amida. Senyawa hasil
derivatisasi akan lebih volatil dibandingkan senyawa sebelumnya sehingga dapat dipisahkan
menggunakan teknik kromatografi gas. Sebagai contoh, lemak tidak bisa dianalisis secara
langsung dengan instrumen kromatografi gas. Oleh karena itu, lemak harus dihidrolisis menjadi
asam lemak lalu asam lemak diesterifikasi dengan pelarut etanol/metanol dan katalis BF 3
sehingga membentuk ester yang mudah menguap.

A. Analisis Kualitatif

Tujuan utama kromatografi adalah memisahkan komponen- komponen yang terdapat


2
dalam suatu sampel. Dengan demikian, jumlah puncak yang terdapat dalam kromatogram
menunjukkan jumlah komponen yang terdapat dalam suatu sampel. Selain digunakan untuk
keperluan pemisahan, kromatografi juga sering kali digunakan dalam analisis kualitatif
senyawa-senyawa yang mudah menguap. Untuk mengidentifikasi tiap puncak dalam
kromatogram dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, antara lain:

a. Membandingkan waktu retensi analit dengan waktu retensi standar.


Waktu retensi suatu komponen pada suatu kolom dan kondisi kromatografi tertentu
bersifat karakteristik bagi komponen tersebut.Jika waktu retensi suatu zat standar sama
dengan waktu retensi suatu komponen tertentu maka dapat diduga bahwa kedua senyawa
tersebut adalah sama. Oleh karena itu identifikasi suatu komponen dalam sampel dapat
dilakukan dengan cara membandingkan waktu retensi komponen yang dianalisis dengan
waktu retensi zat standar yang diinjeksikan ke dalam kolom dibawah kondisi kromatografi
yang sama. Sebagai contoh, Anda perhatikan gambar 24, dengan membandingkan
kromatogram sampel dan standar bisa diidentifikasi komponen- komponen dalam sampel
karena waktu retensi sangat karakteristik. Karena tiga komponen yang terdeteksi pada
sampel memiliki waktu retensi yang sama dengan komponen-komponen dalam kromatogram
larutan standar, maka dapat diduga bahwa sampel mengandung komponen yang sama dengan
komponen pada larutan standar.

Gambar 24. Perbandingan Spektrum Sampel dengan Spektrum Standar

b. Melakukanko-kromatografi
Analisa kualitatif berdasarkan perbandingan waktu retensi bukan merupakan analisa
kualitatif yang baik, karena pada kromatografi gas, waktu retensi untuk satu komponen di
dalam satu sampel saja, sangat sulit untuk mendapatkan waktu retensi yang sama persis pada
pengulangan berikutnya. Hal inilah yang menjadikan waktu retensi tidak bisa dijadikan
sebagai dasar yang baik dari analisa kualitatif pada kromatografi gas. Cara yang lebih teliti
dengan melakukan ko-kromatografi. Standar ditambahkan pada sampel kemudian dilakukan
pengukuran dengan kromatografi gas. Bila ada luas atau tinggi salah satu puncak bertambah
maka analit yang mengalami pertambahan luasnya identik dengan standar.

c. Menghubungkan kromatografi gas dengan detektor spektrometer massa atau IR.


Metode spektrometri dapat digunakan untuk mengidentifikasi puncak kromatografi
3
gas. Spektrometer massa atau spektrometer infra merah dapat langsung disambungkan ke
kolom kromatografi gas. Ketika analit memasuki spektrometer massa maka molekul senyawa
tersebut ditembaki dengan elektron berenergi tinggi. Molekul tersebut pecah menjadi
molekul-molekul yang lebih kecil dan terdeteksi berdasarkan massanya yang digambarkan
sebagai spektra massa. Spektra analit yang tidak diketahui dapat dibandingkan dengan
spektra yang ada di database komputer atau diinterpretasi sendiri. Cara ini dapat dilakukan
untuk analit yang belum ada standarnya.

d. Menghubungkan kromatografi gas dengan detektorNMR.


Setiap komponen yang telah keluar dari kolom kemudian dikondensasikan dan
selanjutnya dilakukan analisis lebih lanjut dengan menggunakan spektrometri NMR. Cara ini
dapat dilakukan apabila detektor yang digunakan pada kromatografi gas tidak bersifat
dekstruktif, misalnyaTCD.

B. Analisis Kuantitatif.

Analisis kuantitatif dengan kromatografi gas dapat didasarkan pada salah satu pendekatan,
tinggi puncak atau luas puncak analit dan standar. Tinggi dan luas puncak berbanding lurus
dengan konsentrasi analit yang diinjeksikan. Penggunaan tinggi puncak lebih mudah diukur
dan lebih teliti dibandingkan luas puncak. Tinggi puncak kromatogram diperoleh dengan
membuat base line pada suatu puncak kemudian mengukur tingginya. Biasanya,
kromatografi gas modern telah dilengkapi dengan piranti untuk menghitung luas area peak
secara otomatis. Pendekatan ini hanya berlaku jika lebar puncak standar dan analit tidak
berbeda, dengan kata lain variasi kondisi kolom tidak boleh menyebabkan perubahan lebar
puncak. Oleh karena itu, beberapa variabel harus dikontrol, seperti kolom, laju alir fasa gerak
serta kecepatan dan volume injeksi sampel sehingga efisiensi kolom dapat dipertahankan
konstan. Kesalahan dengan pendekatan ini berkisar antara 5% sampai 10%. Apabila hal ini
tidak terjaga maka variasi tinggi puncak dapat menurunkan keakuratan dan ketepatan analisis
kuantitatif. Penggunaan tinggi puncak biasanya dilakukan jika ukuran sampel kurang dari 10
µg untuk kolom kemasan dan kurang dari 0,1 µg untuk kolom kapiler. Pilihan yang lain
adalah menggunakan luas puncak. Penghitungan luas puncak otomatis memperhitungkan
lebar puncak sehingga perbedaan lebar puncak antara standar dan analit tidak menjadi
sumber permasalahan. Namun tingkat ketelitian dan keakuratannya masih lebih rendah
dibandingkan tinggi puncak.

Ada tiga metode analisis kuantitatif kromatografi gas yaitu, metode standar kalibrasi,
metode standar internal, dan metode normalisasi area.

a. Metode standarkalibrasi.
Analisis kuantitatif dengan metode kalibrasi dilakukan dengan cara mempersiapkan
sederet larutan standar yang komposisinya sama dengan analit kemudian tiap larutan standar
diukur dengan kromatografi gas sehingga diperoleh kromatogram untuk tiap larutan standar.
Selanjutnya diplot luas atau tinggi puncak sebagai fungsi konsentrasi larutan standar. Plot
data harus diperoleh garis lurus yang memotong titik nol. Selanjutnya tinggi atau luas puncak
yang didapatkan dari pengukuran sampel diplotkan dalam kurva kalibrasi sehingga
4
ditemukan konsentrasi analit dalam sampel. Kelemahan metode kalibrasi adalah kesulitan
dalam mempertahankan volume injeksi sehingga identik untuk setiap standar dan sampel.
Namun di bawah kondisi terbaik saja, seseorang akan memiliki perbedaan sekitar 5% dan
bahkan seringkali jauh lebihburuk.

b. Metode standarinternal.
Metode standar internal atau standar dalam digunakan apabila tinggi dan luas puncak
kromatogram tidak hanya dipengaruhi oleh banyaknya sampel, tetapi juga oleh fluktuasi laju
aliran gas pembawa, suhu kolom dan detektor, dan sebagainya, yang mempengaruhi
kepekaan dan respon detektor. Efek tersebut dapat dihilangkan dengan metode standar
internal yang diketahui dari zat pembanding ditambah sampel yang akan dianalisis.

c. Metode normalisasiarea.
Metode normalisasi area yaitu cara kuantitatif tanpa menggunakan larutan standar
untuk menghitung konsentrasi komponen-komponen dalam sampel dalam % dengan cara
mengukur luas puncak setiap komponen dan membaginya dengan luas puncak total seluruh
komponen. Metode normalisasi area dimaksudkan untuk mengurangi kesalahan yang
berhubungan dengan injeksi sampel. Dengan metode ini diperlukan elusi yang sempurna dan
seluruh puncak yang dihasilkan terukur. Semua komponen campuran harus keluar dari
kolom. Namun respon detektor terhadap setiap komponen seringkali berbeda. Untuk
mengatasi hal ini, dapat ditambahkan faktor koreksi detektor. Luas puncak setiap komponen
yang muncul dihitung kemudian luas puncak tersebut dikoreksi dengan cara mengalikan
terhadap respon detektor. Selanjutnya konsentrasi analit ditentukan dengan membandingkan
luas suatu puncak yang sudah terkoreksi terhadap total luas semua komponen. Keuntungan
penggunaan metode normalisasi luas puncak adalah tidak memerlukan kalibrasi, perhitungan
cepat dan sederhana, serta ukuran sampel yang diinjeksikan tidak perlu tepat sekali.

1) Aplikasi Kromatografi Gas dalam Biokimia Klinis

Nafas manusia, cairan tubuh, air kencing dan air liur terdiri dari berbagai senyawa
organik volatil yang mengandung nutrisi penting, zat antara metabolisme dan produk
samping, kontaminan lingkungan, serta zat dengan berat molekul rendah yang terlibat dalam
berbagai proses metabolisme. Pengetahuan tentang komposisi campuran kompleks ini
memberikan potensi yang cukup besar untuk pengenalan karakteristik sidik jari biokimia dari
etiologi, patogenesis atau diagnosis penyakit. Kromatografi gas terutama yang
dikombinasikan dengan spektrometri massa dapat digunakan secara efektif untuk analisis
tersebut. Penggunaan kromatografi gas dalam analisis biokimia klinis sangat banyak,
diantaranya analisis alkana dalam sistem pernafasan manusia; metabolit volatile dalam
plasma; asam organik dalam feses atau urin; serta asam amino, amina, gula, kolesterol, dan
asam empedu dalam cairan tubuh. Kromatografi gas juga dapat digunakan untuk
menentukan kandungan kolesterol dalam cairan tubuh mengidentifikasi kandungan asam
empedu dalam cairan tubuh. Gambar 26 menunjukkan hasil analisis kandungan alkohol
dalam darah.
5
Gambar 26. Hasil analisis kandungan alkohol dalam darah.

2) Aplikasi Kromatografi Gas dalam Analisis Toksikologi.

Salah satu contoh analisis toksikologi yang banyak dilakukan adalah screening obat.
Dalam screening obat, diperlukan teknik yang mampu mendeteksi analit sebanyak mungkin
pada sampel yang sangat kecil, seperti plasma, serum, darah secara utuh, urin, vitreous
humour, atau jaringan dengan sensitivitas yang tinggi. Penggunaan kromatografi gas dalam
analisis screening obat sangat banyak, diantaranya analisis amphetamine, anticholinergic,
anticonvulsant, antihistamine, barbiturate, benzodiazepine, cannabinoid, monoamine
oxidase inhibitors (MAOIs), narcotic analgesic, paracetamol, antidepressant, dan pesticides
(organochlorine, organophosphate, dan carbamate). Dalam screening obat, fasa diam
dengan berbagai tingkat polaritas dapat digunakan.

3). Aplikasi Kromatografi Gas dalam Analisis Lingkungan.


Sampel lingkungan yang biasa dianalisis meliputi: air (air sungai, air laut, air minum),
limbah (limbah industri, limbah rumah tangga), sedimen (air tawar, air laut), jaringan
biologis (berbagai organisme seperti ikan invertebrata, burung), gas (emisi industry, emisi
rumah tangga, emisi lingkungan) dan minyak (tumpahan). Selain itu juga pestisida, pelarut,
hidrokarbon poliaromatik (PAHs), dan polychlorinated biphenyls (PCBs). Pestisida dapat
berupa insektisida atau herbisida (organoklor, organofosfor atau organonitrogen). Gambar 27
menunjukkan kromatogram hasil analisis kandungan pestisida dalam airminum.

6
Gambar 27. Kromatogram hasil analisis pestisida dalam air minum

2. Contoh soal Pemisahan analit dalam suatu sampel dengan menggunakan


Kromatografi Gas

Anda mungkin juga menyukai