Anda di halaman 1dari 8

Media Litbang Sulteng 2 (1) : 21 ± 28 , Oktober 2009 ISSN : 1979 - 5971

RESPON MASYARAKAT DALAM MENGEMBANGKAN USAHA PETERNAKAN


SAPI DI SULAWESI TENGAH

Oleh

Rusdin , Moh. Ismail, dan Ridwan 1)

ABSTRACT

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sampai sejauh mana respon masyarakat dalam mengembangkan usaha peternakan sapi dan
faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Parigi-Moutong Kabupaten Donggala dan Kota Palu
selama 8 (delapan) bulan, terhitung mulai 1 April sampai 30 November 2008.
Penelitian ini mengunakan Metode deskriptif dan eksploratif terhadap masyarakat peternak sapi dan masyarakat yang bukan berstatus sebagai
peternak. Metode ini dilakukan dalam pengumpulan data untuk menganalisis permasalahan yang berhubungan dengan faktor-faktor yang
mempengaruhi tingkat respon masyarakat dalam beternak sapi.
Gambaran respons masyarakat berusaha ternak sapi potong, secara keseluruhan masih rendah, terbukti dari sistem pemeliharaan
terutama pada masyarakat lokal. Berdasarkan skala usaha, kondisi peternak dan tujuan pemeliharaan sapi yang dilakukan oleh peternak, masih
sangat sulit untuk ditingkatkan sebagai usaha utama dan atau penerapan usaha agribisnis sapi potong.

dan keadaan wilayahnya serta karakteristik


I. PENDAHULUAN masyarakatnya sangat mendukung.
Besarnya peran komoditi ternak sapi
Sub sektor peternakan hingga saat ini
tercermin dari adanya upaya masyarakat untuk
masih merupakan salah satu prioritas kegiatan mengembangkannya. Hal ini didasarkan pada
dalam pengembangan usaha peternakan, karena
potensi wilayah di Sulawesi Tengah karena
dengan penggalakan usaha ini akan dapat dipandang strategis untuk mendukung
mengatasi kekurangan kebutuhan protein pengembangannya. Selain itu yang juga menjadi
hewani. Peningkatan kualitas sumber daya
unsur kekuatan dalam program pengembangan
manusia Indonesia, yang mampu berpikir sapi adalah bangsa dan jenis sapi yang dipelihara
berkreasi dalam berkarya, hanya akan dapat
masyarakat telah lama beradaptasi di wilayah
dicapai bila masyarakat kita telah dipenuhinya
Sulawesi Tengah, sehingga menarik perhatian
kebutuhan protein. Dengan demikian, baik
untuk dilakukan studi tentang respons
seluruh masyarakat sebagai peternak, para masyarakat dalam mengembangkan usaha
investor dan terutama bagi pemerintah daerah
peternakan sapi pada salah satu wilayah
sebagai penentu kebijakan dalam pembangunan,
pengembangannya yang bertujuan untuk
harus berbuat bersama untuk kesejahteraan mengetahui sampai sejauh mana respon
bangsanya.
masyarakat dalam mengembangkan usaha
Salah satu upaya yang harus dilakukan, peternakan sapi dan faktor-faktor apa saja yang
yaitu mengembangkan jenis ternak yang mempengaruhinya.
disesuaikan dengan potensi masyarakat dan
Untuk mendukung upaya pengembangan
wilayahnya. Bentuk upaya pengembangan ternak usaha peternakan, sangat diperlukan data base
sapi, dipandang sangat tepat pada daerah di tentang eksistensi ternak sapi dan potensi
wilayah Sulawesi Tengah, karena merupakan wilayah pengembangannya, sehingga dapat
salah satu komoditi potensial daerah. Hal ini dijadikan dasar dalam menentukan model untuk
dimungkinkan, karena melihat potensi pengembangan usaha komoditi ternak dimaksud.
1)
Namun secara bertahap akan diawali dengan
Staf Pengajar pada Program Studi Produksi Ternak Fakultas melakukan studi untuk mengetahui respons
Peternakan Universitas Tadulako Palu

21
masyarakat dalam melakukan kegiatan beternak Sulawesi Tengah (khususnya di Kabupaten
sapi. Hal ini dipandang perlu, karena akan Parigi Moutong, Kabupaten Donggala, dan Kota
dijadikan sebagai dasar rekomendasi yang Palu) ; (b) data primer, yaitu data aktual yang
sistimatis dalam arah kebijakan pengembangan diperoleh secara langsung dari objek penelitian,
oleh pemerintah daerah. Karena hal ini cukup baik menyangkut gambaran deskriptif
dipandang ironis jika tidak dilakukan, sebab peternakan sapi, maupun data kuantitatif dan
basis pengembangan peternakan sapi jika tidak kualitatif berdasarkan hasil wawancara dan
didukung oleh kebijakan tata ruang perwilayahan observasi langsung.
pengembangan, kemungkinan akan tergeser dan
WHUDQFDP ROHK VHNWRU ODLQ 0DGD¶DOL Teknik Penarikan Sampel
Besarnya sampel dalam penelitian ditentukan
II. METODE PENELITIAN berdasarkan metode Cluster Random Sampling,
yaitu metode penarikan sampel dari populasi
Lokasi dan Waktu Pelaksanaan Penelitian dengan penarikan bertingkat sebesar minimal
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten 10%.
Parigi-Moutong Kabupaten Donggala dan
Kota Palu selama 8 (delapan) bulan, terhitung Metode Analisis
mulai 1 April sampai 30 November 2008. Analisis Kualitatif, yaitu data dianalisis melalui
tiga pendekatan ;
Objek Penelitian (1) Deskriptif, yaitu menjelaskan berbagai
Sebagai objek penelitian setiap desa masing- gambaran umum tentang kondisi dan
masing 30 orang yang terdiri dari 15 orang eksistensi (potensi) peternakan sapi di
berstatus sebagai peternak, 15 orang bukan wilayah Sulawesi Tengah, khususnya di
peternak yang tersebar pada wilayah Kabupaten Kabupaten Parigi Moutong, Kabupaten
Parigi Moutong (Desa Toribulu Kecamatan Donggala, dan Kota Palu.
Toribulu dan Desa Margapura Kecamatan (2) Verifikatif, yaitu melakukan berbagai usaha
Lambunu), Kabupaten Donggala (Desa Malonas verifikasi terhadap data dan pihak-pihak
Kecamatan Dampleas dan Kelurahan Sumari yang terkait dengan peternakan sapi.
Kecamatan Sindue), Kota Palu (Kelurahan
Tondo Kecamatan Palu Timur dan Kelurahan Metodologi Pendekatan
Baiya Kecamatan Palu Utara) yang potensial Kegiatan ini menggunakan pendekatan
untuk pengembangan ternak sapi. pemahaman pedesaan secara partisifatif atau
participatory rural appraisal (PRA) dengan
Metode Penelitian langkah-langkah sebagai berikut :
Metode yang digunakan dalam kegiatan
penelitian ini adalah Metode deskriptif dan 1. Masyarakat peternak respondens yang
eksploratif (pengisian questioer, wawancara, mewakili setiap desa sampel yang
dan survei), yaitu terhadap masyarakat peternak ditentukan dalam setiap kecamatan
sapi dan masyarakat yang bukan peternak. di dasarkan pada jumlah populasi
Metode ini dilakukan terhadap pengumpulan sampel.
data untuk menganalisis permasalahan yang 2. Sebelum penggalian materi dan variabel
berhubungan dengan faktor-faktor yang untuk menjawab tujuan, terlebih dahulu
mempengaruhi tingkat respons masyarakat dilakukan transect untuk mengetahui
dalam beternak sapi (Nasution, S., 1982). sumber daya pertanian terutama peternakan
sapi di desa yang bersangkutan sehingga
Jenis dan Sumber Data diskusi menjadi terfokus.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini 3. Materi atau variabel yang telah digali
adalah (a) data sekunder, yaitu data yang disiapkan oleh tim pengkaji berupa pointer-
tersimpan di instansi terkait yang berhubungan pointer yang tercantum dalam daftar isian
dengan eksistensi (potensi) ternak sapi yang quesioner (Singarimbun, M dan Sofyan
dikembangkan oleh peternak di wilayah Effendi., 1989).

22
III. HASIL DAN PEMBAHASAN dan penghasilan dapat di kemukakan
sebagai berikut :
3.1. Kondisi Ekonomi Rumah Tangga 1. Status rumah tinggal yang ditempati 85%
Peternak Sapi merupakan rumah milik sendiri dan 15%
Berdasarkan survei dan wawancara yang rumah orangtua/mertua.
dilakukan kepada peternak responden yang 2. Status pemilikan lahan pertanian adalah
dijadikan sampel pada tiga wilayah penelitian 75% milik sendiri dan 25% responden
(Kabupaten Parigi-Moutong, Kabupaten hanya sebagai penggarap. Luas pemilikan
Donggala, Kota Palu), dapat dikemukakan lahan antara 0 ± 3 Ha (pemilikan lahan
masing-masing sebagai berikut : sawah 0,5 ± 3 Ha sebanyak 60%; 30%
a. Peternak di kabupaten Parigi-Moutong ; sebagai pemilik lahan sawah dan kebun
masyarakat peternak didaerah ini umumnya dengan luas lahan 0,25 ± 2 Ha; dan
berada pada status ekonomi lemah. Dari dua responden yang hanya sebagai pemilik
desa (desa Margapura Kecamatan Lambunu kebun sebanyak 30% dengan luas lahan 0,5
dan desa Toribulu Kecamatan Toribulu), ± 3 Ha).
yang didasarkan analisis di masing-masing 3. Kondisi rumah tinggal dari semua
lokasi penelitian terhadap kondisi rumah responden adalah 40% non permanen dan
tinggal, pemilikan sarana dan prasarana 50% semi permanen serta 10% Permanen.
pertanian, dan penghasilan dapat di 4. Penghasilan rata-rata dari semua responden
kemukakan sebagai berikut : berada pada kisaran Rp. 250.000 ±
1. Status rumah tinggal yang ditempati 95% Rp. 2.000.000/bulan. Namun responden
merupakan rumah milikj sendiri dan 5% berpenghasilan rendah yaitu antara Rp.
rumah orangtua/mertua 250.000 ± Rp. 500.000/bulan adalah
2. Status pemilikan lahan pertanian adalah sebanyak 60%.
80% milik sendiri dan 20% responden
hanya sebagai penggarap. Luas pemilikan c. Peternak di Kota Palu; masyarakat peternak
lahan antara 0 ± 3 Ha (pemilikan lahan responden pada daerah ini umumnya juga
sawah 1 ± 2 Ha sebanyak 40% ; 30% berada pada status ekonomi lemah. Dari dua
sebagai pemilik lahan sawah dan kebun kelurahan (Tondo Kecamatan Palu Timur
dengan luas lahan 1 ± 3 Ha ; dan responden dan Baiya Kecamatan Palu Utara), yang
yang hanya sebagai pemilik kebun sebanyak didasarkan analisis dimasing-masinglokasi
30% dengan luas lahan 1 ± 2 Ha). penelitian terhadap kondisi rumah tinggal,
3. Kondisi rumah tinggal dari semua pemilikan sarana dan prasarana pertanian,
responden adalah 85% non permanen dan dan penghasilan dapat di kemukakan
15% semi permanen sebagai berikut :
4. Penghasilan rata-rata dari semua responden 1. Status rumah tinggal yang ditempati 90%
berada pada kisaran Rp. 250.000 - merupakan rumah milik sendiri dan 10%
Rp. 1.000.000/bulan. Namun responden rumah orang tua/mertua.
berpenghasilan rendah yaitu antara Rp. 2. Status pemilikan lahan pertanian adalah
250.000 ± Rp. 500.000/bulan adalah 85% milik sendiri dan 15% responden
sebanyak 80%. hanya sebagai penggarap. Luas pemilikan
lahan antara 0 ± 2 Ha (pemilikan lahan
b. Peternak di Kabupaten Donggala ; sawah 0,5 ± 1 Ha sebanyak 20%; 20%
masyarakat peternak responden pada daerah sebagai pemilik lahan sawah dan kebun
ini umumnya juga berada pada status dengan luas lahan 0,25 ± 1 Ha; dan
ekonomi lemah. Dari dua desa (desa responden yang hanya sebagai pemilik
Malonas Kecamatan Dampelas dan desa kebun sebanyak 60% dengan luas lahan 0,5
Sumari Kecamatan Sindue), yang ± 2 Ha).
didasarkan analisis di masing-masing lokasi 3. Kondisi rumah tinggal dari semua
penelitian terhadap kondisi rumah tinggal, responden adalah 30% non permanen dan
pemilikan sarana dan prasarana pertanian, 65% semi permanen serta 5% Permanen.

23
4. Penghasilan rata-rata dari semua responden atau sekolah lapang. Hal ini lebih diperparah lagi
berada pada kisaran Rp. 550.000 ± Rp. dengan kurangnya dan nyaris dipastikan tenaga
1.500.000/bulan. Namun responden penyuluh khusus bidang peternakan belum ada.
berpenghasilan rendah yaitu antara Rp. Selain itu hambatan lain, yaitu kepedulian dan
550.000 ± Rp. 750.000/bulan adalah motivasi diri masing-masing peternak dalam
sebanyak 80%. mengembangkan usahanya masih sangat rendah,
terutama peternak dari kalangan penduduk asli.
Berdasarkan data rata-rata penghasilan Kenyataan tersebut di atas, bahwa
setiap bulan dari seluruh responden, bahwa yang suksesnya usaha peternakan sangat tergantung
pemenuhan kebutuhan hanya untuk tujuan hidup pada sumberdaya peternak itu sendiri. Dampak
pokok saja. Hasil wawancara terfokus yang yang terjadi sehubungan dengan kualitas
dilakukan, bahwa umumnya peternak sapi sumberdaya peternak yang rendah, dapat
responden tidak punya modal yang cukup untuk dikemukakan melalui serangkaian contoh
mengembangkan usahanya. Kondisi tersebut kegiatan yaitu; pemenuhan kebutuhan zat-zat
merupakan faktor penyebab utama sehingga makanan, kesehatan hewan (sapi peliharaan),
kegiatan usaha beternak sapi tidak berkembang. pengawasan mutu bibit ternak yang tidak
terlaksana dengan baik sehingga menyebabkan
3.2. Tingkat Pendidikan Sumberdaya mutu genetik menurun, selanjutnya pencatatan
Peternak (Responden) perkembangan produksi bibit dan berbagai
Tingkat pendidikan masyarakat peternak kegiatan yang berhubungan dengan benih dan
dari 6 desa (6 Kecamatan) yang dijadikan bibit ternak sapi belum dilaksanakan secara
responden dalam penelitian ini, diperlihatkan optimal.
pada Tabel berikut : Hingga saat ini secara umum sumberdaya
manusia di bidang peternakan dan kesehatan
Tabel 3. Tingkat Pendidikan Peternak Sapi (Responden) (%) hewan masih tertinggal baik jumlah maupun
Tingkat Pendidikan
No Desa/Kec/Ka Putus
mutunya, sebagai contoh untuk pengawasan
b/(Kota) Sekolah SD SM SM P mutu bibit ternak, pencatatan perkembangan
P A T
--------------------------- % ---------------
produksi bibit dan berbagai kegiatan yang
----- berhubungan dengan benih dan bibit ternak sapi
1. Margapura/L 12 40 35 13 0 belum dilaksanakan secara optimal disebabkan
ambunu/Pari
mo 20 55 15 10 0
oleh rendahnya SDM.
2. Toribulu/Tori
bulu/Parimo 5 35 35 25 0 3.3. Bangsa Sapi dan Sistem Pemeliharaan
3. Sumari/Sindu
e/Donggala 15 40 30 15 0 3.3.1. Bangsa Sapi yang dipelihara
4. Malonas/Dam Bangsa sapi yang dipelihara oleh
pelas/Dongga 10 37 40 13 0 masyarakat pada daerah penelitian yaitu; sapi
la
5. Tondo/Palu 15 30 45 10 0 bali, sapi lokal (bangsa sapi yang idak jelas asal
Timur/Palu usulnya), sapi peranakan ongole (PO), dan sapi
6. Baiya/Palu
Utara/Palu
brahman cross. Sapi Bali dan brahman cross,
umumnya dipelihara oleh warga masyarakat eks
Berdasarkan data pada Tabel diatas, bahwa transmigran (asal Pulau Jawa dan Pulau Bali),
tingkat pendidikan peternak yang dijadikan yaitu pada desa Margapura Kecamatan Lambunu
sampel dari semua daerah penelitian berada pada dan masyarakat di desa Malonas Kecamatan
kategori level rendah, yaitu jenjang pendidikan Dampelas. Sedangkan pada desa/kelurahan yang
SD (30% - 55%), SMP (15% - 45%), SMA (10% berpenghuni masyarakat lokal (Desa Toribulu
- 25%), dan putus sekolah (5% - 20%). Dapat Kecamatan Toribulu, desa Sumari Kecamatan
dijelaskan bahwa kemampuan daya serap Sindue, Kelurahan Baiya Kecamatan Palu Barat,
pengetahuan (adopsi) dan tingkat pemahaman dan Kelurahan Tondo Kecamatan Palu Timur)
mengembangkan usaha beternak sapi akan umumnya memelihara sapi lokal dan PO.
sangat sulit, walaupun akan diadakan pelatihan Adapun jumlah sapi yang dipelihara oleh

24
masing-masing responden pada semua lokasi Kabupaten Parigi-Moutong, desa Sumari
penelitian, disajikan pada Tabel 4. Kecamatan Sindue Kabupaten Donggala,
Tabel 4. Jumlah Sapi yang dimiliki Responden pada Semua Lokasi
Kelurahan Baiya dan Kelurahan Tondo
Penelitian Kecamatan Palu Timur Kota Palu, sistem
Kisaran Jumlah pemeliharaan sapi dilakukan secara ekstensif.
No. Desa (Kelurahan) / Kabupaten/Kota Sapi yang
Kecamatan dimiliki Sistem pemeliharaan semi intensif, peternak
masing-masing responden mengadakan bangunan kandang yang
responden terletak di halaman belakang rumah dnegan
(ekor)
1. Margapura/Lambunu Parigi-Moutong 0± 6 ukuran 1,5 m x 3 m dan 1,5 m x 4 m. Bangunan
2. Toribulu/Toribulu Parigi-Moutong 0±5 kandang terbuat dari kayu balok dan kayu bulat
3. Malonas/Dampelas Donggala 0±7
4. Sumari/Sindue Donggala 0-5
yang diperoleh dari hutan sekitar desa. Lantai
5. Tondo/Palu Timur Palu 0-10 kandang terbuat coran semen, atapnya dari
6. Baiya/Palu Timur Palu 0-4 rumbia atau seng bekas. Tempat pakan terbuat
Berdasarkan jumlah ternak yang dimiliki dari papan yang didesain menyerupai box
oleh masing-masing responden seperti pada (bentuk persegi panjang) berukuran 0,5 m x 2 m
Tabel 4, semuanya masih digolongkan peternak yang ditempatkan disisi depan kandang,
dalam skala kecil dan umumnya secara sedangkan tempat air minum terbuat dari bak
tradisional. Dapat dijelaskan pula bahwa semen dan ban mobil bekas yang didesain seperti
kemampuan memelihara sapi oleh masing- baskom plastik. Pada sisi belakang kandang
masing responden sangat berbeda pula, hal ini dibuat bak tempat penampungan kotoran sapi
sangat ditentukan oleh ketersediaan lahan dan (feses), yang sewaktu-waktu dimanfaatkan
potensi ketersediaan hijauan (rumput lapangan) peternak sebagai pupuk kandang yang
tempat menambatkan atau merumputkan sapi diperuntukan untuk pupuk tanaman pekarangan
secara bebas (ekstensif). Masalah yang dirasa (tanaman hias dan hortikultura).
berat oleh responden yang memelihara sapi Pada sistem semi intensif, cara
dikandang (semi intensif), seperti yang pemenuhan pakan (hijauan), peternak
dilakukan oleh responden pada desa Margapura mengambil dengan cara menyabit rumput
Kecamatan Lambunu Kabupaten Parigi- lapangan (pagi dan terutama sore) yang dibawah
Moutong dan Desa Malonas Kecamatan langsung ke kandang masing-masing. Pada siang
Dampelas Kabupaten Donggala, karena cara hari, sapi ditambat pada tegalan dan lahan
pemeliharaan sapi sangat berbeda dengan cara kosong pinggir sawah atau kebun dan atau
ekstensif. Salah satu yang dilakukan oleh digembalakan pada persawahan saat pasca
peternak (responden) adalah melayani sapi panen, sedangkan pada malam harinya peternak
seperti memberi perhatian kepada anggota responden mengandangkan sapi dan memberi
keluarga. Hal ini dilakukan karena usaha makanan tambahan (sabitan rumput lapangan
peternakan sapi, sudah dianggap sebagai salah dan konsentrat). Namun bila dilihat dari
satu sumber penemuan kebutuhan vital keluarga. pemenuhan kebutuhan zat-zat makanan yang
(Djaenuddin, D dkk., 2000). dikonsumsi sapi, belum menjadi perhatian. Hal
ini disebabkan oleh ketidaktahuan peternak
3.3.2. Cara Pemeliharaan Sapi menghitung kebutuhan sapi (untuk hidup pokok,
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan produksi, dan reproduksi). Dampak yang timbul
pada semua lokasi penelitian, terdapat dua sistem yaitu pertambahan bobot badan ternak
pemeliharaan yang dilakukan oleh peternak berlangsung lambat, kinerja reproduksi
responden yaitu secara semiintensif dan (fertilitas) sapi rendah baik jantan maupun
ekstensif. Pemeliharaan sapi secara semi intensif betina.
dilakukan oleh peternak (responden) yang berada Lain halnya dengan sistem pemeliharaan
pada 2 (dua) desa yaitu desa eks transmigran sapi secara ekstensif, peternak responden hanya
(desa Margapura kecamatan Lambunu dan desa membiarkan ternak hidup dilapangan terbuka
Malonas kecamatan Dampelas), sedangkan pada atau ditambat, dengan tanpa memberikan
4 desa (desa Toribulu Kecamatan Toribulu perhatian cukup terutama pemberian pakan dan
pengawasan penyakit serta sistem perkawinan.

25
Kondisi pengembangan ternak yang paling ternak sapi bila diolah menggunakan metode
memprihatinkan terjadi di Kelurahan Tondo amoniasi, akan dapat ditingkatkan nilai gizi dan
Kecamatan Palu Timur, ternak sapi dibiarkan palatabilitasnya (daya konsumsi ternak).
berkeliaran dipemukiman dan wilayah kampus Demikian pula halnya dengan limbah
Universitas Tadulako. perkebunan (seperti kulit buah kakao) yang
Kegiatan yang tidak dilakukan oleh dapat diolah menjadi pakan ternak sapi melalui
peternak responden pada semua lokasi penelitian proses fermentasi. Daya dukung lainnya adalah
adalah pengaturan sistem perkawinan sapi yang tersedianya padang penggembalaan yang sangat
dilakukan semuanya dikawinkan secara alami. potensial yang terdapat di wilayah Kabupaten
Cara perkawinan sapi dibiarkan terjadi dengan Donggala seluas 20.007 Ha dan di Kabupaten
sendirinya, tanpa harus diketahui dahulu oleh Parigi-Moutong seluas 11.908 Hya, sedangkan
pemilik sapi apakah sapi induk sedang berahi Kota Palu hanya 754 Ha (0DGD¶DOL )
atau tidak, sehingga perkembangan sapi Berdasarkan daya dukung potensi yang
termasuk lambat. Selama ini program kawin ada, maka pegembangan sapi di wilayah
buatan (inseminasi buatan/IB) belum pernah Kabupaten Parigi-Moutong dan Kabupaten
dilakukan, sehingga untuk mempercepat Donggala, sangat memenuhi syarat, bila semua
peningkatan populasi sapi perlu program ini potensi tersebut dioptimalkan pemanfaatannya.
dilaksanakan. Namun lain halnya dengan Khusus untuk kawasan Kota Palu, bila dilihat
penanganan dan pencegahan penyakit sapi dari potensi lahannya tidak mendukung untuk
selama ini hanya dilakukan oleh peternak dengan pengembangan ternak sapi, karena kondisi
biaya ditanggung masing-masing. Bila ternak lahannya yang secara umum kering.
sapi peliharaan ada yang sakit atau terganggu
kesehataanya, maka langsung menghubungi 3.5. Sistem Pemasaran
petugas (relawan) yang menanganinya walaupun Pemasaran sapi dilakukan oleh masing-
disinyalir bukan bidangnya, sehingga hal ini masing pemilik ternak sapi dnegan pembeli yang
sering terjadi penanggulangan penyakit tidak langsung datang peternak. Pembeli umumnya
tepat. dari Propinsi Gorontalo dan pedagang yang
Pola dan model pengembangan usaha langsung dari Palu dengan daerah sasaran utama
peternakan sapi berbasis ekonomi kerakyatan Kabupaten Parigi-Moutong, sedangkan
dapat dijadikan sebagai suatu modal pendekatan pedagang pengumpul yang membeli sapi pada
sesuai dengan periodisasi pembangunan sub peternak pada Kabupaten lainnya umumnya
sektor peternakan yang dapat dilaksanakan berasal dari Kota Palu. Adapun harga jual sapi
melalui 3 (Tiga) pendekatan, yakni : penedakatn yang terjadi pada peternak, seperti pada Tabel 5.
teknis, pendekatan terpadu, dan pendekatan
agribisnis. (Azis, 1993). Tabel 5. Harga Jual Sapi Peternak pada Setiap Kabupaten
Harga Jual Sapi (Juta)
Lokasi Penelitian Jantan Betina Jantan Betina
3.4. Potensi Pendukung Pengembangan Sapi Dewasa Induk Muda Muda
Daya dukung sarana seperti panggilingan Kabupaten Parimo
1. Desa Margapura 6±7 4±6 2±3 2±3
padi yang salah satu hasil ikutannya berupa Kec. Lambunu **
limbah pertanian (dedak padi) yang dapat 2. Desa Toribulu Kec. 6±7 4-6 2-3 1-2
digunakan sebagai bahan pakan ternak (bahan Toribulu **
Kab. Donggala
konsentrat/makanan tambahan), jumlah mesin 1. Desa Malonas Kec. 5±6 4±5 2±3 3±4
penggilingan padi yang hanya terdapat diluar Dampelas *
Kota Palu, yaitu di Desa Martapura sebanyak 7 2. Desa Sumari Kec.
Sindue ** 6±7 4-6 2-3 2-3
unit, desa Sumari 1 unit, dan di desa Toribulu Kota Palu
sebanyak 6 unit. Selain itu, daya dukungan lain 1. Kel. Tondo Kec. 7±8 5±6 2±4 2±3
adalah limbah pertanian sawah seperti jerami Palu Timur **
2. Kel. Baiya Kec.
padi yang sangat banyak. Sesuai informasi dan Palu Timur ** 7±8 5-6 2-4 2-3
pengamatan langsung belum pernah Keterangan : * Desa Malonas, sapi yang diternakan adalah
Sapi Bali
dimanfaatkan sebagai pakan ternak sapi. ** Desa lainnya, sapi yang diternakan adalah
Berdasarkan nilai sumbangsi jerami untuk pakan Sapi Lokal dan PO

26
Berdasarkan data dalam Tabel 5, dapat Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 6,
dijelaskan bahwa harga jual sapi dari masing- terlihat peternak sapi hanya memperoleh
masing responden umumnya berbeda pada setiap sumbangsih kegiatan beternak berada pada
wilayah (Kabupaten/Kota). Salah satu kisaran 0 ± 75%. Rataan pada masing-masing
penyebabnya adalah bangsa sapi yang dipelihara Kabupaten yang terbanyak pada kisaran 25 ±
serta besar ukuran tubuh atau bobot hidup setiap 50%, kemudian diikuti 0 ± 25% dan 50 ± 75%.
sapi, serta tujuan peruntukan sapi (misalnya Hal ini berarti kegiatan beternak yang dilakukan
untuk type pekerja atau untuk potong, dan atau belum dikategorikan sebagai usaha utama.
untuk bibit). Selanjutnya bahwa walaupun harga
jual sapi dari peternak kepada pedagang relatif
tinggi, namun tidak dapat dijadikan sebagai IV. KESIMPULAN DAN SARAN
pembangkit utama minat masyarakat untuk
beternak sapi. (Saragih, B., 2000). Pertimbangan 4.1. Kesimpulan
utama masyarakat enggan beternak adalah 1. Gambaran respons masyarakat berusaha
kekurangan modal, karena umumnya masyarakat ternak sapi potong, secara keseluruhan
sebagai peternak berpenghasilan rendah. Harga masih rendah, terbukti dari sistem
jual sangat ditentukan oleh desakan kebutuhan pemeliharaan terutama pada masyarakat
peternak. lokal.

3.6. Sumbangsih Kegiatan Beternak Sapi 2. Berdasarkan skala usaha, kondisi peternak
dalam Pemenuhan Kebutuhan. dan tujuan pemeliharaan sapi yang
Telah diketahui bersama, bahwa tujuan dilakukan oleh peternak, masih sangat sulit
berusaha adalah untuk memenuhi kebutuhan untuk ditingkatkan sebagai usaha utama dan
hidup (terutama ekonomi keluarga). Seperti atau penerapan usaha agribisnis sapi
halnya terhadap peternak sapi, namun dengan potong.
pola pemeliharaan umumnya yang masih
tradisional serta menganggap bahwa tujuan
memelihara sapi bukan usaha utama, maka 4.2. Saran.
sangat berpengaruh terhadap penghasilan dari 1. Minimal pada setiap wilayah kecamatan
kegiatan beternak. Adapun besaran sumbangsih harus ada petugas penyuluh khusus bidang
penghasilan dari kegiatan beternak sapi, tertera peternakan dan petugas kesehatan hewan
pada Tabel 6.
Tabel 6. Sumbangsih Penghasilan dari Kegiatan Beternak Sapi 2. Perlu dilakukan kegiatan sekolah lapang
Setiap Kabupaten terhadap peternak sapi, agar dapat
Sumbangsih
Lokasi 0± 25- 50 ± 75 ± memahami cara dan manfaat berusaha
25% 50% 75% 100% ternak sapi potong dengan baik dan benar.
Kab. Parimo
Margapura (%) 31,82 59,09 9,09 -
Toribulu (%) - 52,17 47,83 - 3. Diperlukan perhatian serius dari pengambil
Rataan (%) 15,91 55,63 28,46 - kebijakan (terutama instansi teknis) pada
Kab. Donggala setiap Kabupaten/Kota, agar merencanakan
Malonas (%) 10,00 83,33 6,67 -
Sumari (%) 21,74 65,22 13,04 - dan melaksanakan program pemberdayaan
Rataan (%) 15,87 74,28 9,86 - masyarakat beternak, terutama dalam
Kota Palu rangka mengajar peningkatan populasi sapi
Tondo (%) 20,00 50,00 30,00 - yang menurun untuk memenuhi target
Baiya (%) 30,00 40,00 30,00 -
program swasembada daging sapi nasional
Rataan (%) 25,00 45,00 30,00 -
(P2SDS) 2010.

27
DAFTAR PUSTAKA

Azis, M. Amin., 1993. Agroindustri Sapi. Pusat Pengembangan Angribisnis, Jakarta

Djaenuddin, D., H. Subagyo, dan Sarifuddin, K., 2000. Kesesuaian Lahan Untuk Pengembangan Peternakan di Beberapa Propinsi di
Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Jilid 1. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Departemen Pertanian, Jakarta.

0DGD¶DOL +DOLP Menyahuti Pencapaian Percepatan Swasembada Daging Sapi 2010 Provinsi Sulawesi Tengah. Makalah.
Disampaikan pada kegiatan Bulan Bakti Peternakan Propinsi Sulawesi Tengah di Kabupaten Morowali.

Nasution, S., 1982. Metode Research. Jemmars, Bandung.

Saragih, B., 2000. Kumpulan Pemikiran Agribisnis Berbasis Peternakan. Pustaka Wirausaha Muda, Bogor.

Singarimbun, M dan Sofyan Effendi., 1989. Metode Penelitian Survay. LP3ES, Jakarta.

28

Anda mungkin juga menyukai