Di tahun 1653, Ia masuk dinas militer Belanda sebagai serdadu Vereenigde Oost Indische
Compagnie (VOC) dan diberangkatkan ke Batavia untuk kemudian ditugaskan di Ambon.
Keindahaan alam tropis Ambon rupanya menyedot perhatian Rumphius muda. Ia pun
menikah dengan wanita lokal yang bernama Susanna dan mulai mempelajari kehidupan flora
dan fauna di sekitarnya. VOC yang melihat bakat terpendam ini kemudian
membebastugaskan Rumphius dari dinas kemiliteran –saat itu Rumphius telah berhasil
menjabat sebagai opperkoopman (juru dagang Senior di Ambon)- dan sekaligus memulai
kiprahnya sebagai peneliti dan ilmuwan. Ia kelak akan dikenal sebagai pakar botani, penulis
Herbarium Amboinense atau Kitab Jamu-jamuan Ambon (1741) dan D'Amboinsche
Rariteitkamer alias Kotak Keajaiban Pulau Ambon (1705). Kedua mahakaryanya itu
dilengkapi dengan ilustrasi yang indah disertai detail yang sangat akurat bahkan ditulis dalam
bahasa Latin dan bahasa Belanda, dan hingga kini pun mahakaryanya itu banyak menjadi
sumber rujukan.
Kemalangan seolah benar menghantui hidup Rumphius, selanjutnya pada 17 Februari 1674
bencana gempa bumi dahsyat disertai tsunami melanda Ambon dan menewaskan lebih dari
2.200 orang termasuk isteri dan salah satu anaknya. Tiga belas tahun berselang musibah besar
kembali terjadi. Kebakaran hebat membuat ratusan lembar kertas berisi catatan dan gambar-
gambar yang ia kerjakan selama bertahun-tahun musnah dilalap api. Pelan-pelan, dengan
bantuan juru tulis dan juru gambar yang digaji VOC, Rumphius mengerjakan ulang naskah-
naskahnya yang terbakar.
Karya Pertamanya berhasil diselesaikan pada tahun 1690 yakni manuskrip herbarium yang
kemudian dikirim ke Belanda namun tak pernah sampai karena ditenggelamkan angkatan laut
Perancis. Butuh bertahun-tahun hingga akhirnya semua naskah berhasil terkumpul dan
sayangnya VOC tidak langsung menerbitkannya karena alasan ‘keamanan’. Hingga akhirnya
pada 1741 seorang botanis Belanda Johannes Burmann menyunting dan menerbitkan
Herbarium Amboinense dalam enam jilid, 40 tahun setelah meninggalnya Rumphius di tanah
Ambon pada 15 Juni 1702. Sayang sekali hingga akhir hayatnya, Ia tidak pernah melihat dan
menyentuh buku-buku hasil kerja keras seumur hidupnya. Hanya satu buku yang berhasil
diterbitkan saat ia masih hidup, yakni laporannya yang berjudul “Waerachtigh Verhael van
der Schierlijke Aerdbevinge” (Kisah Nyata tentang Gempa Bumi yang Dahsyat), yang
dicetak tahun 1675. Nama Rumphius memang tidak setenar ilmuwan asing lainnya, namun
karyanya banyak digunakan oleh para pakar tanaman dan hewan setelahnya sebagai acuan
dan rujukan, secara tidak langsung ia merupakan pionir riset botani di Nusantara.