Ruyl yang disiapkan di bumi Nusantara ini telah menjadi awal yang tidak terduga.
Hasil jerih payah Ruyl (1629) yang langka ini sekarang disimpan di
Wurttembergische Landesbibliothek di Stuttgart, Jerman, dan di British Museum di
London, Inggris. Pada bagian akhir dari terbitan ini dimuat juga Sepuluh Perintah
Allah, Nyanyian Zakharia, Nyanyian Malaikat, Nyanyian Maria, Nyanyian Simeon,
pengakuan Imam Rasuli, beberapa petikan Mazmur, Doa Bapa Kami, dan beberapa
doa lain.
Agar kita dapat mengikuti dan membandingkan perkembangan penerjemahan dari
masa ke masa, marilah kita menyimak bagaimana "Doa Bapa Kami" (Matius 6:9-13)
diterjemahkan dalam bahasa Melayu/Indonesia sejak 1629 hingga kini :
(1)
"Bappa kita, jang berdudok kadalam surga:
bermumin mendjadi akan namma-mu.
Radjat-mu mendatang
kahendak-mu mendjadi
di atas bumi seperti di dalam surga.
Berila kita makannanku sedekala hari.
Makka ber-ampunla pada-kita doosa kita,
seperti kita ber-ampun akan siapa ber-sala kapada kita.
D'jang-an hentar kita kapada setana seitan,
tetapi muhoon-la kita dari pada iblis."
(Het H. Euangelium Beschreven door Mattheum - Euangelium Ulkadus bersuratnja
kapada Mattheum -- dicetak oleh Jan Jacobsz Palestein di Enkhuizen, 1629 terjemahan A.C Ruyl).
Terjemahan Ruyl berikutnya adalah Buku Markus yang diterbitkan bersama Buku
Matius pada tahun 1638, juga dalam bentuk dwibahasa Belanda dan Melayu.
Seorang pegawai Kompeni lainnya bernama Jan van Hasel menerjemahkan Buku
Lukas dan Buku Yohanes ke dalam bahasa Melayu, sedangkan Kisah Rasul-rasul
diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu oleh Justus Heurnius seorang pendeta di
Batavia. Matius dan Markus terjemahan Ruyl, beserta Lukas dan Yohanes
terjemahan van Hasel kemudian direvisi oleh Pdt. Heurnius berdasarkan naskah
bahasa Yunaninya. Lalu ke-4 Injil itu digabung dengan Kisah Rasul-rasul
terjemahannya sendiri dan dicetak di Amsterdam sebagai "4 Injil dan Kisah Rasulrasul" di Amsterdam pada tahun 1651, juga dalam bentuk dwibahasa Belanda dan
Melayu. Buku 4 Injil dan Kisah Rasul-rasul (1651) ini sekarang disimpan antara lain
di Perpustakaan Universitas Amsterdam Di Amsterdam, Belanda, dan di
Perpustakaan Universitas Cambdrige di Cambridge, Inggris. Perpustakaan
Universitas Amsterdam juga menyimpan Matius dan Markus terbitan tahun 1638.
Selain menerjemahankan Buku Lukas, Yohanes dan Kisah Rasul-rasul di atas, Jan
van Hasel dan Justru Heurnius juga menerjemahkan Buku Mazmur yang diterbitkan
pada tahun 1652.
daerah lain, (c) pemakaian bahasa yang tidak seragam (agaknya terjemahan itu
bukanlah hasil karyanya sendiri, tetapi naskah terjemahan yang diperolehnya dari
Pdt. Simon de lange yang meninggal dunia di Banda pada tahun 1677).
Setelah Pdt. Valentyn meninggal dunia pada tahun 1727, naskah terjemahan Dr.
Leijdecker diteliti oleh suatu team yang terdiri dari Pdt. Pieter van der Vorm dari
Batavia, Gerorge Henric Werndly dari Makassar (sekarang Ujung Pandang),
Engelbertus Cornelis Ninaber dari Ambon, Arnoldus Brants dari Batavia, dan pakarpakar bahasa Melayu setempat. Terjemahan itu dibandingkan dengan naskah
bahasa-bahasa asli Alkitab dan dengan terjemahan Alkitab dalam bahasa Arab,
Aram (Siria), Latin, Inggris, Jerman, Perancis dan Spanyol. Kemudian diterbitkanlah
Perjanjian baru pada tahun 1731 dan Alkitab lengkap pada tahun 1733. Selain edisi
huruf Latin yang dicetak di Amsterdam (1733) juga dicetak Alkitab Leijdecker edisi
huruf Arab di Batavia pada tahun 1758, karena pada masa itu bahasa Melayu lazim
ditulis dengan aksara Arab (di Semenanjung Malaka disebut aksara Jawi) - bahkan di
beberapa tempat aksara Arab ini lebih dikenal dari pada aksara Latin. Edisi huruf
Arab ini terdiri dari 5 jilid (volume).
Walau terjemahan ini sukar dimengerti sebab menggunakan bahasa Melayu tinggi
dan banyak kata-kata pinjaman dari bahasa Arab dan Persia, terjemahan Leijdecker
telah dipakai di Indonesia dan di semenanjung Malaka selama hampir dua abad. Di
Semenanjung Malaka terjemahan ini terus dipakai sampai tahun 1853. Di Indonesia,
terjemahan Leijdecker masih dicetak ulang pada tahun 1905, 1911, 1916, yaitu atas
permintaan masyarakat Kristen di Maluku.
Inilah "Doa Bapa Kami" dalam terjemahan Leijdecker:
(3)
"Bapa kamij jang ada disawrga,
namamu depersutjilah kiranya.
Karadjaanmu datanglah.
Kahendakhmu djadilah,
seperti didalam sawrga, demikijenlah diatas bumi.
Rawtij kamij saharij berilah akan kamij pada harij ini.
Dan amponilah pada kamij segala salah kamij,
seperti lagi kamij ini mengamponij
pada awrang jang bersalah kapada kamij.
Dan djanganlah membawa kamij kapada pertjawbaan,
hanja lepaskanlah kamij deri pada jang djahat."
('Indjil Mataj -- 'Elkitab, ija-itu, segala surat Perjanjian Lama dan Baharuw 'atas titah
segala Tuwan Pemarentah Kompanija tersalin kapada bahasa Malajuw, Amsterdam
1731,1733 - terjemahan M.Leijdecker).
seperti "Kerajaan Syurga", "Anak Allah", "Mulut Allah", (Sabda/Firman Allah), "Bapaku yang ada di Syurga" dan sebagainya.
Sementara itu di Pulau Jawa, Perjanjian Baru dalam bahasa Melayu rendah dialek
Surabaya dikerjakan oleh seorang tukang reparasi jam yang bernama Johannes
Emde beserta kawan-kawannya. Emde yang beristrikan seorang Jawa adalah
pemimpin awam dari suatu Kumpulan Kristiani di Surabaya. Ia rajin menginjil, tetapi
prihatin akan sukarnya terjemahan Leijdecker dipahami. Emde dan temantemannya mulai merevisi dan naskahnya diperiksa oleh seorang pendeta Belanda
yang bernama D. Lenting dan penginjil Inggris yang bernama Walter Henry
Medhurst. Hasil jerih payah mereka diterbitkan di Batavia pada tahun 1835 dan
biayanya ditanggung oleh anggota Kumpulan Kristiani di Surabaya tersebut.
Kelompok ini juga menyiapkan Buku Mazmur.
Inilah "Doa Bapa Kami" dalam terjemahan Emde dkk:
(4)
"Bapa kita, jang ada disorga!
namamoe depersoetjikan.
Karadjaanmoe dedatangkan:
kahendakmoe dedjadikan,
saperti didalam sorga, bagitoe lagi diatas boemi.
Reziki kita sahari-hari brilah akan kita pada hari ini.
Dan ampoenilah pada kita segala kasalahan kita,
saperti lagi kita ini mengampoeni
pada orang jang bersalah kapada kita.
Dan djanganlah membawa kita kapada pertjobaan,
hanya lepaskan kita deri pada jang djahat."
(Indjil Mattheus -- Batavia 1835 - terjemahan J. Emde dkk).
Usaha menyalin Alkitab dalam bahasa yang mudah dimengerti itu terus
dilaksanakan diberbagai tempat di Kepulauan Indonesia, antara lain C.T. Hermann
dari Minahasa menerbitkan Buku Matius pada tahun 1850. J.G. Bierhaus
menerbitkan Buku Markus pada tahun 1856. Nathaniel M. Ward dari Padang
menerbitkan Buku Kejadian pada tahun 1858. B. N. I. Roskott dari Ambon
mengerjakan seluruh Perjanjian Baru yang dicetak setelah ia meninggal dunia.
Sekembalinya Thomsen ke Inggris pada tahun 1832, usaha revisi di Semenanjung
Malaka tersendat-sendat sampai seorang utusan LMS yang bernama Benjamin
Keasberry melaksanakan tugas tersebut. Keasberry juga bekerja sama dengan guru
bahasanya Munsyi Abdullah. Pekerjaan revisi penerjemahan dan penerbitannya
didukung oleh Lembaga Alkitab Inggris (BFBS). Akhirnya Perjanjian Baru lengkap
dicetak di Singapura pada tahun 1852 menggunakan aksara Latin, dan pada tahun
1856 dicetaklah edisi aksara Arab (Jawi). Terbitlah ini disebarkan di Semenanjung
kahendakmoe berlakoelah
di-atas boemi ini saperti dalam sorga.
Berilah akan kami pada hari ini rezeki jang tjoekoep;
Dan ampoenilah segala salah kami,
saperti kami pon mengampoeni orang jang bersalah kapada kami.
Maka djangan bawa akan kami kadalam penggoda,
melainkan lepaskan kami daripada jang djahat."
(Indjiloe' Ikoedoes jang tersoerat oleh Matioes -- Kitaboe'koedoes i ja-itoe Segala
Wasiat jang lama dan wasiat jang beharoe tersalin kapada behasa Melajoe,
Nederlandsch Bijbelgenootschap, 1870, 1879, 1930 - terjemahan H. C. Klinkert
dalam bahasa Melayu tinggi).
Singapura yang kemudian menjadi Penerbit Metodis dan sekarang disebut Penerbit
Malaya. Bersama Uskup Hose dari Gereja Anglikan dan W.H. Gomes dari the Society
for the Propagation of the Gospel, ia ditunjuk untuk memulai terjemahan Alkitab ke
dalam bahasa Melayu. Buku Matius diselesaikan panitia ini dan dicetak pada tahun
1897. Pada tahun 1899 ia mendapat tugas dari lembaga Alkitab untuk menjadi
penerbitan utama Perjanjian Baru dalam bahasa Melayu. Untuk memperbaiki
bahasa Melayunya, Shellabear pindah ke Malaka. Yang membantu mengoreksi
pekerjaannya adalah Dr. H. L. E. Leuring dan Uskup Hose, dan dalam bidang
bahasa Melayu Shellabear sempat berkonsultasi dengan Datuk Dalam dari Johor
yang disebutnya sebagai salah seorang anak dari Munsyi Abdullah. Terjemahan
Perjanjian Baru diselesaikannya pada tahun 1904 dan dicetak pada tahun 1910.
Menanggapi Lembaga Alkitab untuk merevisi Perjanjian Lama terjemahan Klinkert,
Shellabear membuat terjemahan baru yang diselesaikannya pada tahun 1909 dan
diterbitkan dalam huruf Arab (Jawi) pada tahun 1912. Baru pada tahun 1927 - 1929,
dicetaklah edisi huruf Latin, satu berdasarkan ejaan bahasa Inggris untuk
disebarkan di Semenanjung Malaka, dan yang lain berdasarkan ejaan bahasa
Belanda untuk disebarkan di Kepulauan Indonesia. Walau terejmahan Shellabear
tidak banyak dipakai di Indonesia, terjemahan ini diterima baik dan merupakan
terjemahan yang umum di Semenanjung Malaka dan Singapura.
Sesuatu yang unik dalam terjemahan Shellabear adalah pemakaian kata Isa
Almasih untuk Yesus. Terjemahan-terjeahan terdahulu menggunakan Yesus, begitu
juga dengan terjemahan-terjemahan yang dikerjakan sesudah Perang Dunia II.
Dalam pemikiran Shellabear, Isa Almasih dianggap lebih menjembatani antara isi
berita dan kelompok pembacanya. Tetapi lembaga-lembaga Alkitab sepakat bahwa
Yesus lebih memberikan arti yang sebenarnya dalam konteks Injil, dan tidak
menimbulkan kesan dan pengertian yang keliru.
Berikut ini "Doa Bapa Kami" dalam terjemahan Shellabear :
(7)
"Ya Bapa kami jang di-shurga,
terhormat-lah kira-nya nama-mu.
Datang-lah keradjaan-mu.
Jadi-lah kehendak-mu :
di-atas bumi seperti di-shurga.
Beri-lah akan kami hari ini makan kami yang sa-hari-harian.
Maka ampunkan-lah hutang-hutang kami,
seperti kami sudah mengampuni orang yang berhutang pada kami.
Djangan-lah membawa kami masok penchobaan,
melainkan lepaskan-lah kami dari pada jang djahat."
(Matioes -- Kitab Perdjandjian Baharu, British and Foreigh Bible Society, 1910 terjemahan W. G. Shellabear).
(Injil Matius -- Kitab Perjanjian Bharu, Methodist Publishing House Singapura kerna
British and Foreign Bible Society, 1913 - terjemahan W. G. Shellabear dalam bahasa
Melayu Baba).
Minat Shellabear pada bahasa dan kesusastraan Melayu sangat mendalam, selain
menerjemahkan Alkitab, ia banyak menulis buku dan puisi dalam bahasa Melayu. Ia
juga menulis Sejarah Gerakan Metodis, dan menyadur Injil dalam bentuk syair.
Karena alasan kesehatan, ia terpaksa pindah ke Amerika Serikat pada tahun 1916.
Shellabear menjadi dosen di Universitas Drew, kemudian di Kennedy School of
Mission. Ia meninggal dunia pada tahun 1947.
menurut terjemahan Alkitab yang lebih memadai, yaitu lebih sesuai dengan
keadaan yang baru. Sebagai contoh, sebelum kemerdekaan kata jajahan berarti
daerah, wilayah ("...Betlehem, di jajahan Judea" - Lukas 2:4 Bode/Terjemahan
Lama), tetapi sekarang jajahan mempunyai konotasi negatif "negara yang dijajah
oleh penjajah". Perbedaan pemakaian istilah di Indonesia dan di Malaysia juga perlu
dipertimbangkan, contohnya "Karena dengan percuma kamu dapat, berikanlah juga
dengan percuma" - Matius 10:8 Bode/Terjemahan Lama. Dalam bahasa Malaysia
percuma sama artinya dengan cuma-Cuma; sedang dalam bahasa Indonesia kata
percuma artinya sia-sia, tidak berguna. Jadi, ayat tersebut dalam terjemahan Bode
masih dimengerti di Malaysia, tetapi di Indonesia justru menimbulkan salah
pengertian yang fatal.
Terjemahan yang baru jelas dibutuhkan, hal itu tidak dapat ditawar. Tetapi
sementara terjemahan yang baru diusahakan, bagaimanakah kebutuhan Alkitab
umat Kristiani yang hidup di negara yang baru merdeka itu dapat dipenuhi? Untuk
memenuhi kebutuhan sementara, Lembaga Alkitab Indonesia memutuskan untuk
menerbitkan terbitan darurat, yaitu gabungan Perjanjian Lama Klinkert (1879) dan
Perjanjian Baru Bode (1938). Alkitab yang dicetak pada tahun 1958 inilah yang
sekarang dikenal sebagai Terjemahan Lama. Jadi sebenarnya Terjemahan Lama ini
bukanlah terjemahan yang paling lama, paling tua atau paling asli, sebab baik
Perjanjian Lama Klinkert (1879) maupun Perjanjian Baru Bode (1938) sudah
merupakan usaha perbaikan/revisi yang kesekian kalinya.
Untuk keterangan selengkapnya, silahkan membaca lampiran surat pengantar pada
Alkitab Bahasa Indonesia (Terjemahan Lama) terbitan tahun 1958 dalam ejaan
aslinya:
Salam sedjahtera.
Dengan perasaan sjukur kepada Tuhan, kami menjampaikan kepada Saudara
sebuah Alkitab jang berisikan Perdjandjian Lama dan Perdjandjian Baharoe
bersama-sama.
Sajang sekali Perdjandjian Lama terbitan ini masih terdjemahan dahulu jaitu oleh Dr.
H.C. Klinkert pada tahun 1879, dan Perdjandjian Baharu terdjemahan Ds. W.A. Bode,
tahun 1938; dan bahagian ini sampai sekarang diterbitkan dalam dua buku oleh
karena bahasa jang satu berbeda lebih dari 50 tahun dari pada jang lain.
Apakah sebabnja sekarang Alkitab diterbitkan dalam bentuk sedemikian ini?
Alasan jang terutama ialah karena dewasa ini banjak orang sangat rindu memiliki
Alkitab seluruhnja, jang memuat baik Perdjandjian Lama jang lazim dipergunakan
ialah Perdjandjian Lama terdjemahan Klinkert dan Perdjandjian Baharu Bode, maka
untuk memenuhi permintaan banjak orang itu, diterbitkan Alkitab dalam bentuk ini.
Alasan jang kedua ialah karena terdjemahan Alkitab dalam Bahasa Indonesia
"modern" itu belum selesai. Seperti maklum, sedjak tahun 1952 suatu Komisi
Perterdjemahan telah mulai menterdjemahkan seluruh Alkitab kedalam Bahasa
Indonesia sekarang. Pekerdjaan ini memerlukan waktu kira-kira sepuluh tahun.
Mengingat akan alasan-alasan tersebut diatas ini, maka terpaksalah kami
menerbitkan Alkitab dalam bentuk jang kurang lazim ini. tidak perlu kami uraikan
pandjang lebar disini, bahwa penerbitan Alkitab ini bersifat darurat. Walaupun
demikian kami menaruh harap dengan penerbitan ini dapatlah dipenuhi kerinduan
mereka jang memerlukan terbitan Alkitab, jang memuat bahagian itu bersamasama.
Edjaan dalam terbitan ini telah disesuaikan dengan edjaan jang lazim sekarang.
Kami berharap semoga dengan pertolongan Tuhan pada waktuNja kami akan
menerbitkan pula seluruh Alkitab jang diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia jang
lebih baik dan sempurna.
Achirnya kami berdoa kiranja perdjalanan Alkitab dalam bentuk ini djuga akan
diberkati oleh Tuhan. Bapa kita dalam Jesus Kristus, serta akan senantiasa diiringi
oleh Roh Kudus.
Lamanya pada tahun 1974. Seperti telah disebutkan di atas, mendekati tahap
penyelesaian proyek penerjemahan ini, kerjasama yang ekumenis antara Gerejagereja Kristiani Protestan dan Gereja Roma Katolik terwujud melalui jalur
penerjemahan Alkitab. Sejak Konsultasi Pimpinan Gereja-gereja yang
diselenggarakan oleh LAI di Cipayung pada tahun 1968, Gereja Roma Katolik
mereka sendiri dan akan menggunakan Alkitab terbitan LAI sebagai Alkitab resmi
mereka. Jadi, inilah Alkitab bahasa Indonesia yang pertama dipakai oleh semua
umat Kristiani di Nusantara. Hal ini berlaku juga dengan terjemahan-terjemahan
Alkitab sesudah terjemahan Baru, baik dalam bahasa Indonesia maupun dalam
bahasa-bahasa daerah.
Berikut ini "Doa Bapa Kami" dalam Terjemahan Baru:
(11)
"Bapa kami jang disorga,
dikuduskanlah namaMu,
datanglah KeradjaanMu,
djadilah kehendakMu
dibumi seperti disorga.
Berilah kami pada hari ini makanan kami jang secukupnja
dan ampunilah kami akan kesalahan kami,
seperti kami djuga mengampuni orang jang bersalah kepada kami;
dan djangan membawa kami kedalam pentjobaan,
tetapi lepaskanlah kami dari pada jang djahat."
(Injil Matius -- Alkitab "Terjemahan Baru", LAI 1971, 1974 - ejaan lama).
Pada hakikatnya metode penerjemahan Alkitab yang dipakai hingga saat Alkitab
Terjemahan Baru dikerjakan adalah metode harfiah yang menekanka nagar bentuk
bahasa asli sedapat mungkin dipertahankan dalam bahasa sasaran. Walaupun kata
dan istilah yang dipakai dalam suatu terjemah adalah kosakata Indonesia yang
umum dan wajar bila bentuk dan susunan bahasa aslinya (Ibrani, Aram, dan
Yunani) dipertahankan, maka hasil terjemahannya dalam bahasa Indonesia akan
tetap sulit dipahami. Mari kita melihat satu contoh: "Dalam Dia ada hidup, dan
hidup itu adalah terang manusia" Yahya 1:4 TB. Terjemahan ini mengikuti struktur
kalimat dalam bahasa Yunani, walaupun kata-katanya sudah diganti kata-kata
Indonesia, artinya tetap belum jelas karena susunannya tidak sesuai dengan
struktur kalimat Indonesia. Kalau kata-kata tersebut disusun menurut struktur
kalimat Indonesia yang umum dan wajar, pasti akan lebih jelas maksudnya,
misalnya: "Dialah sumber hidup, dan hidup memberi terang kepada manusia".
Dari penelitian di bidang Ilmu Bahasa (Linguistik), kita mendapat metode
penerjemahan baru yang dapat mengatasi halangan-halangan yang ditemui bila
kita memakai cara harfiah dalam tugas menerjemahkan dari satu bahasa ke bahasa
yang lain. Metode ini dikembangkan dan diterapkan untuk penerjemahan Alkitab
oleh seorang professor Linguistik yang juga bergelar Dokter dalam bidang Biblika
yang bernama Dr. Eugene A. Nida. Metoda ini dikenal sebagai metode
penerjemahan Dinamis, kemudian juga disebut metode penerjemahan
Fungsioal.
Berbeda dari metode penerjemahan harfiah yang mementingkan bentuk bahasa
asli Alkitab sehingga arti yang dimaksudkan tersembunyi, metode
dinamis/fungsonal mementingkan arti dan fungsi yang dimaksudkan dalam naskah
asli Alkitab dan menyampaikannya dalam bentuk bahasa sasaran yang umum dan
wajar sesuai pemakaian masa kini. Yang ditekankan adalah bahasa yang umum
(sehari-hari)-jadi bukan bahasa sastra atau bahasa cerdik cendikia, juga bukan
bahasa pasaran. Tetapi bahasa yang tidak terlalu rendah bagi orang yang
berpendidikan tinggi dan tidak terlalu tinggi bagi orang sederhana, dengan kata lain
bahasa yang dapat dimengerti oleh semua lapisan masyarakat.
Lembaga Alkitab Amerika Serikat (ABS) menugaskan Dr. Robert Bratcher untuk
menyiapkan terjemahan Perjanjian Baru dalam bahasa Inggris menggunakan
metode dinamis/fungsional. sebenarnya terjemahan ini ditujukan kepada mereka
yang berbahasa Inggris bukan sebagai bahasa ibunya, tetapi sebagai bahasa kedua
atau bahasa asing yang dipelajari setelah dewasa. Memang upaya penerjemahan ini
merupakan tanggapan atas permintaan suatu badan misi untuk mengadakan satu
terjemahan Alkitab bagi orang asing yang berada di Amerika Serikat. Pertama kali
terjemahan ini diterbitkan pada tahun 1966 dengan judul "Good News for
Modern Man". Ternyata tanggapan pemakai terjemahan ini sangat positif, bahkan
penutur asli bahasa Inggris sagat menyukainya. Malahan sempat menjadi buku
yang paling laris (best seller) di negara Inggris. Dalam waktu singkat berjuta-juta
Parafrasa
Perlu dicatat bahwa dalam usaha membuat terjemahan Alkitab yang mudah
dipahami ada juga usaha yang hasilnya mudah dibaca, tetapi melihat cara
mencapai tujuan tersebut hanyalah dengan sekadar mempermudah bahasanya,
maka hasilnya tidaklah layak disebut terjemahan yang bertanggung jawab. Pada
tahun 1976, Penerbit Kalam Hidup mengeluarkan Perjanjian Baru Dalam
Bahasa Sehari-hari. Karena judulnya hampir sama dengan Alkitab Kabar Baik
Dalam bahasa Indonesia Sehari-hari terbitlah LAI, sering kali orang awam menjadi
bingung. Sebenarnya Firman Allah Yang Hidup ini merupakan terjemahan
langsung dari edisi bahasa Inggris The Living Bible karya Kenneth N. Taylor dari
Amerika Serikat. Living Bible adalah hasil saduran (parafrasa) atau pengungkapan
dengan kata-kata sendiri dari Alkitab the American Standard Version (1901) yang
merupakan revisi Alkitab bahasa Inggris the King James Version (1611). Taylor
menyederhanakan bahasa kuno the American Standard Bible ke dalam bahasa
Inggris sehari-hari. Oleh karena itu Firman Allah Yang Hidup ini tidak digolongkan
dalam terjemahan harfiah atau dinamis, tetapi digolongkan saduran (parafrasa).
Inilah saduran (parafrasa; Firman Allah yang Hidup) "Doa Bapa Kami" :
(16)
"Bapa kami yang di surga,
kami muliakan nama-Mu yang suci.
Kami mohon kiranya kehendak-Mu terlaksana di bumi ini sama
seperti di surga.
Berilah kami makanan untuk hari ini sebagaimana biasa,
dan ampunkanlah dosa kamu, seperti kami sudah mengampuni
mereka yang bersalah kepada kami.
Janganlah kami dibawa ke dalam cobaan, melainkan lepaskanlah
kami dari si Jahat."
(Matius: Riwayat Hidup Yesus Kristus -- Firman Allah yang Hidup: Perjanjian Baru
dalam Bahasa Sehari-hari, kalam Hidup 1976).
Kesimpulan
Patutlah kita mensyukuri berkat Tuhan yang ada pada kita yang merupakan warisan
rohani dari penerjemah-penerjemah yang telah mendahului kita. Tanpa jerih payah
hamba-hamba Tuhan yang pantang menyerah tersebut, pemakaian bahasa
Melayu/Indonesia tidak akan memiliki kekayaan terjemahan Alkitab dalam bahasa
kita sendiri. Semua usaha penerjemahan telah diusahakan semaksimal mungkin
sesuai dengan situasi dan kondisi zamannya masing-masing. Seperti kita lihat di
atas, zaman berubah, musim berganti, bahasa pun berkembang; demikianlah juga
kebutuhan akan terjemahan Alkitab yang memadai akan selalu dibutuhkan oleh
setiap generasi pengikut Kristus. Tugas penerjemahan Alkitab tidak akan pernah
selesai.
Mudah-mudahan setelah kita mengenai terjemahan-terjemahan Alkitab yang kita
miliki, kita makin menyanyangi dan menghargainya dengan rajin membacanya,
mempelajari dan mendalaminya, serta menghayatinya. Dan segala usaha kita yang
mendukung usaha penerjemahan, pencetakan dan penyebarluasan terjemahanterjemahan Alkitab merupakan perwujutan dari partisipasi kita dalam misi kudus
untuk memberitakan Kabar Kesukaan kepada segala bangsa dan bahasa! Sekaligus
kita melanjutkan sejarah yang telah dimulai oleh pendahulu-pendahulu kita. []