Anda di halaman 1dari 11

Eksegese Bapa-Bapa Gereja

Sebuah sintesis

“The study of early Christian biblical interpretation contributes to numerous fields of interest
for today, including biblical hermeneutics, church history, early Christian theology, ancient
literary criticism, and modern theological interpretation of Scripture.” 1

Konteks Eksegese Patristik


1. Para Bapa Gereja menggunakan teks Kitab Suci yang beragam. Selain menggunakan
Septuaginta untuk Bahasa Yunani dan Vulgata untuk Bahasa Latin, mereka juga
menggunakan versi lain, misalnya terjemahan Yunani Symmachus, Aquila dan
Theodosius, serta terjemahan latin Vetus Latina. Ketika mengutip suatu teks, mereka juga
tidak selalu mengutip secara persis tetapi dengan memodifikasi atau hanya berdasarkan
ingatan.
2. Sebelum penafsiran dari para Bapa Gereja, para rabi Yahudi dan beberapa tokoh Yahudi
Helenis telah menafsirkan Kitab Suci Perjanjian Lama. Penafsiran mereka, terutama dari
Philo, memberi pengaruh pada penafsiran para Bapa Gereja, entah digunakan atau
diteruskan entah dilawan atau ditentang.
3. Sebagian besar dari para Bapa Gereja adalah Uskup dan Imam. Oleh karena itu, sebagian
besar karya eksegesis mereka lahir dari kotbah-kotbah rutin dan bersifat pastoral. Mereka
menaruh perhatian pada usaha untuk mengajarkan dan mempertahankan doktrin kristiani,
menghayati ibadat yang benar, memelihara aturan dan disiplin hidup kristiani, serta
mendorong pembangunan spiritual umat.
4. Para Bapa Gereja juga memiliki latar belakang pendidikan klasik (filsafat, retorika,
bahasa) sehingga yang kuat sehingga mempengaruhi penafsiran mereka.
5. Eksegese para Bapa Gereja juga dipengaruhi oleh situasi dan dinamika sosial politik pada
waktu itu. Mereka berusaha mengaktualisasikan dan mengaplikasikan teks Kitab suci
dalam konteks kehidupan mereka.

Makna Literal dan Makna Spiritual

Makna teks Kitab Suci dapat dibedakan menjadi dua, yaitu makna literer/historis dan makna
spiritual. Namun, karena Kitab Suci adalah sabda Tuhan, di mana para penulisnya diinspirasi
oleh Roh Kudus, semua teks pasti memiliki makna spiritual tetapi tidak semua memiliki
makna literer/historis yang berguna atau relevan. Bahkan, tidak sedikit teks, yang kalau
dimaknai hanya secara literer/historis justru menimbulkan persoalan. Oleh karena itu, para
Bapa Gereja tidak hanya membedakan makna Kitab Suci, tetapi juga membedakan
level/tingkatan dari kedua makna tersebut: makna literer sebagai level 1 (superfisial) dan
makna spiritual sebagai level 2 (makna yang lebih mendalam).

Selain itu, para Bapa Gereja juga meyakini bahwa Kitab Suci Perjanjian Lama dan Perjanjian
Baru merupakan satu-kesatuan kitab. Keduanya merupakan satu-kesatuan rencana dan karya
keselamatan oleh satu Allah yang sama. Oleh karena itu, mereka selalu menghubungkan teks-
teks Perjanjian Lama dengan teks-teks Perjanjian Baru dengan melihat peristiwa dan tokoh-
tokoh Perjanjian Lama sebagai prefigurasi dan typos dari peristiwa dan pribadi Yesus.

Resume dari Eksegesis para Bapa Gereja


1
M. Graves, Biblical Interpretation in the Early Church, Minneapolis: Fortress Press 2017, xi.
Kita telah secara khusus mempelajari dan menganalisis beberapa tulisan dari para Bapa
Gereja tentang bagaimana mereka menafsirkan Kitab Suci. Beberapa Bapa Gereja yang telah
kita bahas adalah Surat Barnabas, Yustinus Martir, Irenaeus, Tertulianus, Origenes,
Gregorius Nyssa, Hieronimus, Theodorus Mopsuestia, Yohanes Krisostomus, Agustinus dan
Yohanes Cassianus. Marilah kita mengidentifikasi pokok-pokok eksegese mereka, kemudian
membuat resume dan sintesis dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini:

1. Dalam konteks apa mereka menginterpretasi Kitab Suci?


Konteks Bapa Gereja Tulisan
1. Apologi Irenaeus Against heresies
Tertulianus De praescriptione haereticorum
On baptism
Theodorus Mopsuestia Against the Allegorists
2. Dialog/diskusi Yustinus Martir Dialog with Trypho
Yohanes Kasianus The institutes
The conferences
3. Homili Origenes First Principles
Yohanes Krisostomus Homilies on Genesis
Homily on the Words of Paul
4. Komentar/risalah Surat Barnabas Epistle of Barnabas
Origenes Hexapla
Comentary on the epistle to the
Romans
Hieronimus Latter 21
Commentary on Jeremiah
Gregorius Nisa The Life of Moses
De Oppificio Hominis
Theodorus Mopsuestia Commentary on Joel
Commentary on Romans
Commentary on John’s Gospel
5. Pengajaran doktrin Origenes First Principles
Agustinus On Christian Teaching

2. Bagaimana pandangan mereka tentang Kitab Suci?


a. Apa itu Kitab Suci? Bapa Gereja siapa? Kutipan tulisan:
i. Tertulianus: Kitab Suci merupakan buku iman dan tidak semata-mata kisah
historis.2
ii. Gregorius Nisa: Kitab Suci merupakan penasihat bagi mereka yang sedang
terombang-ambing di lautan kehidupan tanpa dengan pikiran yang pergi
kemana-mana3 (Scripture as a counselor in this matter)
iii. Yohanes Krisostomus: Kitab Suci merupakan sarana Allah berkomunikasi
dengan manusia. Artinya, Allah rela merendahkan diri pada level manusia di
mana Allah berbicara kepada manusia menggunakan bahasa yang dapat
ditangkap manusia.
b. Siapa penulis Kitab Suci? Bapa Gereja siapa? Kutipan tulisan:

2
De praescriptione haereticorum 19,1 (M. Graves, 47).
3
The Life of Moses 1.11 (M. Graves, 147).
i. Origenes: Kitab Suci adalah karya Allah Tritunggal dan bukan melulu karya
manusia (The Sacred books are not the works of men, but that they were
composed and have come down to us as result of the inspiration of the Holy
Spirit by the will of the Father of the universe through Jesus Christ)4
ii. Yohanes Krisostomus: Kitab Suci memiliki satu penulis yakni Allah dan
manusia.5
c. Hubungan PL dan PB? Bapa Gereja siapa? Kutipan tulisan:
i. Yohanes Krisostomus: PL sebagai tipe (type), sedangkan PB adalah realita
(reality). You should understand the Old Testament and the New Testament:
you should not expect from the type all the precision of reality.6
ii. Surat Barnabas: Perjanjian Lama merupakan typos Perjanjian Baru.
iii. Yustinus Martir: Perjanjian Lama menyimbolkan (symbolized) Perjanjian
Baru.
iv. Irenaeus: PL dan PB merupakan satu kesatuan peristiwa penyelamatan oleh
satu Allah yang sama.

3. Bagaimana mereka menafsirkan Kitab Suci?


a. Surat Barnabas: Perjanjian Lama merupakan typos Perjanjian Baru
i. Teks:
- “The good Lord has revealed everything to us beforehand” (Epistle
of Barnabas 7,1);
- “Notice, how the type of Jesus is revealed” (Epistle of Barnabas
7,7);
ii. Contoh typos:
- Manusia: Isak adalah typos dari Yesus (Epistle of Barnabas 7,3)
- Binatang: goat is Jesus (Epistle of Barnabas 7,6)
- Benda: a piece of wood adalah salib (Epistle of Barnabas 8,1)
- Peristiwa: Abraham tidak jadi mengorbankan Ishak dan diganti
domba yang adalah tipologi Yesus sang anak domba Allah (Epistle
of Barnabas 7,1)
- Lain-lain: angka 318 adalah typos dari Yesus (Epistle of Barnabas
9,8)

b. Yustinus Martir: Perjanjian Lama menyimbolkan (symbolized) Perjanjian Baru


i. Teks:
- “His crucifixion was symbolized both by the tree of life and by
what was about to happen to all the just” (Dialog with Trypho
86,1)
- “In many Scriptural passages Christ is symbolically called a
’Stone’” (Dialog with Trypho 86,3)
ii. Contoh:
- Benda: kayu dari pohon yang diberikan Allah kepada Musa (untuk
membelah lautan- Kel 14:16, mengeluarkan air dari batu- Kel 17:5-
6, dan membuat air menjadi manis- Kel 15:23) sebagai simbolisasi
kemenangan Yesus (Dialog with Trypho 86,1)

4
First Principles 4.2,2 (M. Graves, 71).
5
Richard J. Perhai, Antiochene Theoria in the Writings of Theodore of Mopsuestia and Theodoret of Cyrus,
(Minneapolis: Minneapolis, 2015), 258.
6
Homily on the Words of Paul (M. Graves, 211).
- Orang: Yosua merupakan tipologi dari Yesus (Dialog with Trypho
90,4-5)

c. Irenaeus: Kriteria penafsiran yang benar


i. Kristologis: Kristus adalah harta terpendam dalam Kitab Suci. For Christ
is the treasure that was hid in the field … the treasure hid in the Scriptures
is Christ (Against Heresies 4.26.1)
ii. PL dan PB merupakan satu kesatuan peristiwa penyelamatan oleh satu
Allah yang sama: PL merupakan prefigurasi/persiapan PB. When the law
is read to the Jews, it is like a fable; for they do not posses the explanation
of all things pertaining to the advent of the Son of God, which took place
in human nature; but when the law is read by Christians, it is indeed a
treasure hidden in a field, which is brought to light by the cross of Christ
(Against Heresies 4.26.1)
iii. Harus dihindari: Pertama, penafsiran yang mengadaptasi teks untuk
kepentingan (jahat) pribadi/kelompok (They do violence to the good words
of Scripture in adapting them to their wicked fabrications7). Kedua,
memberikan penjelasan tidak biasa, melepas teks dari konteks, asal
mencomot teks dan melepas hubungan antar teks satu sama lain (They
disregard the order and the connection of the Scriptures 8). Ketiga,
mensejajarkan Kitab Suci dengan tulisan-tulisan profan (They act like
those who would propose themes which they chance upon and then try to
put them to verse using lines from Homeric poems9).

d. Tertulianus
i. KS hanya ditafsirkan benar oleh yang memilikinya secara sah yakni orang-
orang Kristiani yang setia berpegang teguh pada tradisi Kristiani yang
diturunkan dari para rasul (apostolik)10
ii. Pentingnya iman dalam menafsirkan KS. Tidak cukup hanya pengetahuan
bahasa/hermeneutik karena KS merupakan buku iman dan tidak semata-
mata kisah historis11
iii. Tipologi
- Benda: Air dalam PL merupakan tipologi dari pembaptisan12
- Orang: Yohanes merupakan tipologi dari malaikat13
- Penamaan: Imam Agung oleh Musa dipanggil Christ dari crism
yang berarti diurapi, seperti Anak yang diurapi dengan Roh oleh
Allah Bapa14
iv. Prefigurasi/antisipasi: tindakan pengurapan/pemberkatan seperti Yakub
yang memberkati cucu-cucunya, putra-putra Yusuf, Efraim dan Manasye,
dengan meletakkan tangannya secara bergantian di atas kepala mereka ,
membentuk X (Kristus)15
7
Against Heresies 1.3.6 (M. Graves, 29).
8
Against Heresies 1.8.1 (M. Graves, 30).
9
Against Heresies 1.9.4 (M. Graves, 31).
10
De praescriptione haereticorum 19,1 (M. Graves, 47).
11
De praescriptione haereticorum 19,1 (M. Graves, 47).
12
On Baptism 6,1 (M. Graves, 48).
13
On Baptism 6,1 (M. Graves, 48).
14
On Baptism 7,1 (M. Graves, 49).
15
On Baptism 8,1-2 (M. Graves, 50).
e. Origenes
i. Ia membuat hexapla: tabel yang terdiri dari 6 kolom untuk membandingkan
teks/ayat dari bahasa Ibrani maupun Yunani.
ii. Hal pertama yang dilakukan orang ketika hendak membaca Kitab Suci ialah
berdoa mohon rahmat.
iii. KS adalah satu kesatuan, ia menafsirkan Kitab Suci dengan menggunakan
ayat-ayat yang ada di Kitab Suci.16 Prinsip: menafsirkan yg spiritual dengan
yang spiritual, menafsirkan karya Roh Kudus dengan karya Roh Kudus (1 Kor
2:13).
iv. Kitab Suci itu multi makna ada makna literal/historis, moral, dan spiritual.
v. Prinsip ofeleia atau kegunaan, yakni mencari makna mana yang paling
berguna.

f. Gregorius Nyssa
i. Historia (pemahaman sejarah)
Contoh: Musa memimpin orang-orang keluar dari Mesir, dan setiap orang
yang mengikuti jejak Musa dengan cara ini membebaskan diri dari tirani
Mesir. Mereka yang mengikuti pemimpin untuk keutamaan, tidak harus
kekurangan akan kekayaan Mesir atau kehilangan harta dari orang asing,
tetapi setelah memperoleh semua milik musuh mereka, harus memilikinya
untuk dipergunakan sendiri.17
ii. Theoria (pemahaman spiritual)
Contoh: Memerintahkan mereka yang berpartisipasi melalui keutamaan
untuk melengkapi diri mereka dengan kekayaan dari apa yang dipelajari
penyembah berhala yang olehnya orang asing yang beriman
mempercantik diri. Penuntun kami dalam keutamaan memerintahkan
seseorang yang "meminjam" dari orang Mesir yang kaya untuk menerima
hal-hal seperti filsafat moral dan alam, geometri, astronomi, dialektika,
dan apa pun yang dicari oleh orang-orang di luar Gereja, karena hal-hal ini
akan berguna ketika saatnya nanti yang mana tempat perlindungan misteri
Ilahi harus diperindah dengan kekayaan berdasarkan akal.18

g. Hieronimus
i. Membanding-bandingkan teks dari bahasa Ibrani dan Yunani (Septuaginta,
Aquila, Symmachus, dan Theodosius) lalu menjelaskan arti versi terjemahan.
Contoh: dbr => dabar (word), deber (death), dan dabber (speak).19
ii. Menafsirkan berarti memilih makna yang paling sesuai. Ia mengutip apa yang
dipakai oleh tokoh sebelumnya misalnya Aquila dan Symmachus (for this
passage, all translated just as they did before20).
iii. Hieronimus eksplisit menunjukkan bagaimana teks harus dimaknai (this is the
sense21), namun ia terkadang juga memberikan beberapa alternatif pilihan
makna (is said should be understood in this way22).
16
First Principles 4.2,4 (M. Graves, 74).
17
The Life of Moses 2.112 (M. Graves, 157).
18
The Life of Moses 2.115 (M. Graves, 158).
19
Jerome (M. Graves, 172).
20
Jerome (M. Graves, 175).
21
Jerome (M. Graves, 172).
22
Jerome (M. Graves, 173).
iv. Prinsip non verba sed sensus yaitu mengutamakan makna daripada kata-kata.
v. Membuat komentar ayat per ayat atau beberapa ayat sekaligus.
vi. Ia menjelaskan KS dengan KS (the same issue is discussed). Contoh:
menjelaskan Luk 15:1-2 dengan teks Mat 9:10-13, Mrk 2:15-17.
vii. Mengaitkan pesan teks dengan isu-isu hangat pada zamannya => eksegese
menjadi lebih relevan.

h. Theodorus Mopsuestia
i. Menggunakan idiomatik untuk beberapa teks Kitab Suci yang sulit untuk
dijelaskan
- Kesejajaran (equivalent) dengan menggunakan kata kunci “he/ she/ it is
like”
Dia membuat lenganku seperti busur perunggu (He made my arms like a
bow of bronze).23 Faktanya tentu tidak (he did not in fact) demikian, namun
digambarkan (depicted) seperti sebuah busur (as being like a bow).
- Kemiripan (simile) dengan menggunakan kata kunci “as if”
Dalam Mazmur 57:3-4 berbunyi, “Allah mengirim kasih setia dan
kebenaran-Nya dan Dia melepaskan jiwaku dari tengah-tengah anak singa”
(dalam bahasa Yunani diartikan singa yang kuat). Seharusnya dituliskan,
“Tuhan mengirimkan rahmat dan kebenaran-Nya dan dia melepaskan
jiwaku seolah-olah (as if) dari tengah-tengah anak singa”. Tidak
menggunakan “as if” karena ancamannya lebih besar dibandingkan bila
menggunakan bentuk simile (kiasan)
ii. Pemahaman yang sulit di dalam sejarah PL (dengan pendengar masa itu)
dijelaskan ke dalam PB menggunakan kutipan
Dalam Yoel 2:28 yang tertulis “Aku mencurahkan Roh-Ku ke atas semua
manusia” oleh orang-orang PL tidak dapat dipahami sebagai Roh Kudus
yang merupakan satu kesatuan (adalah Allah sekaligus dari Allah).
Meskipun demikian, perikop tersebut digunakan oleh Petrus kepada orang-
orang Yahudi saat turunnya Roh Kudus.24
iii. Menjelaskan maksud dari setiap ungkapan (1 topik) dalam satu ayat terpilih
dalam konteks penjelasan dari penulis Injil atau surat itu sendiri
Dalam Rom 7:6 yang tertulis, “Tetapi sekarang kita telah dibebaskan dari
hukum Taurat, sebab kita telah mati bagi dia, yang mengurung kita,
sehingga kita sekarang melayani dalam keadaan baru menurut Roh dan
bukan dalam keadaan lama menurut huruf hukum Taurat”, orang Kristen
tidak membutuhkan Hukum dan Kitab Suci (Perjanjian Lama) untuk
mengajari mereka menghindari kejahatan, karena Hukum dan Kitab Suci
dapat berguna bagi orang Yahudi yang didirikan dalam kehidupan lama ini
tetapi tidak bagi mereka yang diperbarui dalam Roh dan telah menjadi
abadi. Lebih baik berutang kepada Kristus daripada di bawah pengawasan
Hukum.25

i. Yohanes Krisostomus
i. Memperhatikan pesan penulis kepada jemaat asli (keeping in view the biblical
writer's message to his original audience)26.
23
Against the Allegorists ...
24
Commentary on Joel ...
25
Commentary on Romans ...
26
John Chrysostom (M. Graves, 200).
ii. Menafsirkan Kitab Suci dengan tepat. Jeli dalam membaca dan
memperhatikan setiap frasa. His concern for "precision" and his belief in
God's "considerateness" (or "condescension") in communicating with
humanity through Scripture. Contoh: dia memberi perhatian pada kata hubung
(konjungsi) “for Adam, however”27.
iii. Menafsirkan KS berarti memberikan nasihat-nasihat praktis. The person who
listens with such relish would clearly be prepared for practice of good
works.28

j. Agustinus
i. Terkait tanda
- Tanda yang jelas maknanya
- Tanda yang tidak jelas maknanya
1) Unknown signs (signa ignota) - tanda-tanda yang tidak dapat diketahui
i. Propria (literal sense) - harus memiliki pengetahuan bahasa-bahasa
(tidak hanya Latin, namun juga Ibrani dan Yunani)
ii. Translata (metaphorical sense) - harus memahami realitas di balik
tanda. Maka penting untuk memahami liberal arts dan mengetahui
konteks seperti tempat, waktu, orang, praktis hidup, ajaran moral,
maupun kebiasaan.
2) Ambiguous signs (signa ambigua) - tanda-tanda yang ambigu (lebih
terkait pada tindakan)
i. Propria (literal sense) - diklarifikasi melalui grammatika dan jika
perlu dipandu oleh aturan Iman (Rule of Faith - Regula Fidei) atau
melalui iman. Kalau tidak sesuai dengan regula fidei, maka harus
ditafsirkan secara metaforis.
ii. Translata (metaphorical sense) - sebagai pintu gerbang ke kiasan
(makna teologis KS)

ii. Langkah-langkah mencari kehendak Allah dalam KS (2.9.14)


- Mengetahui KS : pengetahuan dasar (ex: KS ada PL dan PB, Injil ada 4)
- Membaca KS, tidak penting memahaminya atau tidak, yang terpenting
mengingat atau paling tidak menjadi familiar/ akrab
- Menemukan pesan/ makna yang mudah dan jelas: pernyataan iman dan
kehidupan moral (harapan dan kasih)
- Mengeksplorasi dan menganalisis teks yang sulit (tidak jelas) dengan
menggunakan teks yang jelas makna/pesannya. Maka mengingat itu penting
= menafsirkan KS dengan KS (3.27.38)

iii. Sikap yang dibutuhkan :


- Takut akan Allah (3.1.1)
- Kesucian hidup (3.1.1)

k. Yohanes Cassianus
i. Four sense of Scripture: sejarah, alegoris, anagogi, dan tropologi.
Contoh:

27
John Chrysostom (M. Graves, 203).
28
John Chrysostom (M. Graves, 201).
- Sejarah: pengetahuan pada masa lalu dan hal-hal yang terlihat. Abraham
memiliki dua anak dari dua perempuan, satu dari istri yang sah dan satunya
dari budaknya (Gal 4:22-23).
- Alegoris: alla + ago => membimbing ke yang lain, ingin melihat bentuk
misteri atau realitas lain. Abraham menggambarkan Allah sendiri sedangkan
istri yang sah adalah umat pilihan sementara budaknya ialah orang asing (Gal
4:24-25).
- Anagogi: ana + ago => membimbing ke yang lebih tinggi yaitu dari misteri
spiritual ke rahasia surgawi yang lebih agung dan suci. Orang-orang yang
telah mengimani Yesus tidak lagi berada di bawah perjanjian Musa (Taurat)
dan tidak lagi menjadi milik Yerusalem duniawi melainkan milik dunia yang
akan datang yaitu Yerusalem sorgawi (Gal 4:24-26).
- Tropologi: tropo => kebiasaan, direction, manner, cara hidup yaitu penjelasan
moral berkaitan dengan koreksi hidup dan instruksi praktis.29 Dengan iman
dan baptisan, kini orang telah dibebaskan dari Taurat, konsekuensinya adalah
para pengikut Kristus hendaknya mencari hal-hal yang di atas (Yerusalem
sorgawi: tempat di mana Allah berada dan manusia pergi menuju ke sana).

4. Metode penafsiran mana yang kebanyakan digunakan oleh para Bapa Gereja? Diurutkan
mulai yang paling banyak digunakan.
a. Historis/literer: Bapa Gereja siapa saja? Contohnya?
Diberi catatan untuk masing-masing Bapa Gereja:
- Hanya berhenti pada penafsiran historis/literer?
- Melangkah ke level berikutnya, yakni tipologis/alegoris?
1) Origenes: Pertama, makna literer atau makna historis (contoh teks:
peristiwa yang dialami Raja Daud, perebutan tanah Kanaan yang benar-
benar terjadi) merupakan daging dari Kitab Suci dan juga dianggap
sebagai tubuh manusia (σώμα) serta untuk orang-orang Kristiani yang
masih sangat sederhana (simpliciores). Kedua, makna moral (contoh teks:
tentang kolekte yang diberikan harus dibersihkan dari pikiran-pikiran
buruk manusia, tidak mencari pujian) merupakan jiwa dari Kitab Suci dan
juga dianggap sebagai jiwa manusia (ψυχή) serta untuk orang-orang
Kristiani yang sudah mengalami kemajuan (progredientes). Ketiga, makna
spiritual (contoh teks: peperangan melawan bangsa lain dalam Perjanjian
Lama diartikan sebagai peperangan melawan roh jahat atau kekuatan
jahat) merupakan hukum spiritual dalam Kitab Suci dan juga dianggap
sebagai roh manusia (πνεύμα) serta untuk orang-orang Kristiani yang
sudah sempurna (proficientes). Lalu yang terakhir ialah prinsip ofeleia
atau kegunaan, yakni makna mana yang paling berguna.
- Sudah menemukan makna spiritual dari penafsiran historis/literer?
1) Gregorius Nisa
Historia (sejarah):
Ada yang mengatakan bahwa manusia tidak akan kembali ke bentuk
kehidupan yang sama, yang dulunya perlu makan, sekarang akan terbebas.
Namun dalam KS sendiri, baik dari Kebijaksanaan 9:5, Yes 12:3, maupun
Amos 8:11 terkait makanan dengan Sabda dan Keagungan-Nya. Di sisi
lain, “setiap buah” di Eden atau Firdaus pun dapat dimakan dan menjadi
cara hidup di sana.30
29
Conferences 14.8.3 (M. Graves, 249).
30
De opificio Hominis 19.1-2 (Philip Schaff, 758)
Theoria (pemahaman spiritual):
Baik Daud maupun Salomo memahami anugerah ‘kesenangan’ untuk
menjadi satu (the grace of the permitted delight to be one) sebagai “setiap
kebaikan” yang diberikan Allah. Daud sendiri mengatakan, “Delight thou
in the Lord” dan Salomo ketika menamakan Kebijaksanaan (yang mana
adalah Allah) sebagai sebuah pohon kehidupan.31
b. Typologis: Bapa Gereja siapa saja? Contohnya?
i. Surat Barnabas. Contoh: Isak adalah typos dari Yesus (Epistle of Barnabas 7,3).
ii. Yustinus Martir. Contoh: Yosua merupakan tipologi dari Yesus (Dialog with
Trypho 90,4-5).
c. Alegoris: Bapa Gereja siapa saja? Contohnya?
i. Origenes: Contoh: Roma 15:26, “Sebab Makedonia dan Akhaya telah
mengambil keputusan untuk menyumbangkan sesuatu kepada orang-orang
miskin di antara orang-orang kudus di Yerusalem”. Setiap orang yang rohani,
yaitu, siapa pun yang melayani Tuhan dalam roh dan hidup bukan menurut
daging tetapi menurut Roh, dia ada di Yerusalem, yaitu, dia tinggal di tempat
damai dan berdiri dalam visi damai.
ii. Theodorus Mopsuestia. Contoh: Dalam Yoel 2:28 yang tertulis “Aku
mencurahkan Roh-Ku ke atas semua manusia” oleh orang-orang PL tidak
dapat dipahami sebagai Roh Kudus yang merupakan satu kesatuan (adalah
Allah sekaligus dari Allah). Meskipun demikian, perikop tersebut digunakan
oleh Petrus kepada orang-orang Yahudi saat turunnya Roh Kudus.32
iii. Yohanes Casianus. Contoh: Abraham memiliki dua anak dari dua perempuan,
satu dari istri yang sah dan satunya dari budaknya. Abraham menggambarkan
Allah sendiri sedangkan istri yang sah adalah umat pilihan sementara
budaknya ialah orang asing.
iv. Hieronimus. Contoh: Luk 15:23 tentang anak lembu yang harus disembelih
mengacu pada Yesus.
v. Yohanes Krisostomus. PL adalah typos dari realitas PB. Contoh: cerita
pembaptisan Musa (1 Kor 10:1-11). Dulu pembaptisan terjadi di Laut Merah
(pembebasan dari Mesir), kini pembaptisan terjadi di kolam pembaptisan dari
perbudakan dosa. Dulu, orang-orang Israel diselamatkan dari perbudakan
Mesir atau Firaun, kini orang-orang kristen diselamatkan dari perbudakan
setan.
d. Eksegese orante: menafsirkan KS dalam Doa: Bapa Gereja siapa saja?
Contohnya?
i. Origenes. Contoh: since it is an interpretation of the mind of Christ, demands
that grace that was given to him who said, “We have the mind of Christ, that
we nay know the things that were freely given to us by God. …”33
e. Menafsirkan Kitab Suci dengan Kitab Suci: Bapa Gereja siapa saja? Contohnya?
i. Hieronimus:menjelaskan Luk 15:1-2 dengan teks Mat 9:10-13, Mrk 2:15-17.
ii. Origenes: menafsirkan yg spiritual dengan yang spiritual, menafsirkan karya
RK dengan karya RK (KS dengan KS). Prinsip: 1 Kor 2:13.
iii. Gregorius Nisa: Terkait Kej 2:16, ada yang mengatakan bahwa manusia tidak
akan kembali ke bentuk kehidupan yang sama, yang dulunya perlu makan,
sekarang akan terbebas. Namun dalam KS sendiri, baik dari Kebijaksanaan
9:5, Yes 12:3, maupun Amos 8:11 terkait makanan dengan Sabda dan
31
De opificio Hominis 19.4 (Philip Schaff, 758-759)
32
Commentary on Joel ...
33
First Principles 4.2,3 (M. Graves, 73).
Keagungan-Nya. Di sisi lain, “setiap buah” di Eden atau Firdaus pun dapat
dimakan dan menjadi cara hidup di sana.34
iv. Teodorus Mopsuestia: Yoel 2:28 yang tertulis “Aku mencurahkan Roh-Ku ke
atas semua manusia” oleh orang-orang PL tidak dapat dipahami sebagai Roh
Kudus yang merupakan satu kesatuan (adalah Allah sekaligus dari Allah).
Meskipun demikian, perikop tersebut digunakan oleh Petrus kepada orang-
orang Yahudi saat turunnya Roh Kudus.

5. Aku belajar apa dari para Bapa Gereja berkaitan dengan penafsiran Kitab Suci.
PRIBADI.
Tanggal 15 Desember, FINAL 20 Desember.

Lilik:

Pada semester ini, saya mengambil salah satu matakuliah wajib Lisensiat yakni
“Eksegese Bapa-bapa Gereja”. Melalui perkuliahan ini, saya dikenalkan dengan tokoh-tokoh
patristik. Dari beberapa tokoh yang dipelajari, ada nama-nama yang memang tidak asing lagi
bagi saya seperti Agustinus, Hieronimus, Origenes, namun di samping itu ada juga nama
yang sama sekali terdengar baru yakni Theodorus Mopsuestia. Selain itu, ada pula istilah-
istilah baru yang rasanya kian menambah cakrawala pengetahuan saya, misalnya hexapla,
ofeleia, propria, translata, anagogi, dan lain sebagainya. Sekilas, tokoh-tokoh yang dipelajari
terasa usang karena tidak lebih dari tokoh masa lampau, akan tetapi ketika dilihat-lihat
kembali ternyata dengan mempelajari eksegese bapa-bapa Gereja, saya juga diajak untuk
menghargai karya-karya para pendahulu lebih-lebih dalam upaya menafsirkan Kitab Suci.
Tentunya, seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, metode-metode penafsiran
Kitab Suci juga mengalami perkembangan. Metode yang dibuat oleh para tokoh patristik ini
telah menunjukkan bagaimana upaya menafsirkan Kitab Suci mengalami perkembangan. Ada
yang literal, ada yang mencoba mengaitkan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, hingga
sampai pada penafsiran spiritual. Masing-masing tokoh memiliki metode yang khas sesuai
dengan kompetensinya maupun situasi latar belakang yang sedang dihadapi.

Menafsirkan Kitab Suci, Sabda Allah bukanlah perkara mudah. Dari perkuliahan
selama ini, saya pun belajar bagaimana memahami Kitab Suci dari sudut pandang yang
berbeda yakni melalui kacamata bapa-bapa Gereja. Beberapa metode yang telah dipelajari
memberi saya petunjuk bagaimana teks-teks Kitab Suci harus dipahami. Saya tertarik dengan
metode Hieronimus yang mencoba mengaitkan pesan teks Kitab Suci dengan isu-isu hangat
pada zamannya. Hal ini membuat penafsiran Kitab Suci menjadi lebih kontekstual dengan
dinamika umat ataupun kepada siapa penerima eksegese diberikan. Dalam hal ini, diandaikan
si penafsir tahu makna dari Kitab Suci lalu menariknya ke situasi saat ini; berbicara apa bagi
umat saat ini (?). Saya juga kagum pada usaha yang mencoba membanding-bandingkan versi
terjemahan teks Kitab Suci dalam bahasa Ibrani dan Yunani. Bagi saya, ini merupakan hal
yang luar biasa sekali di mana orang memiliki perhatian khusus untuk melihat, memetakan,
dan akhirnya menemukan makna yang paling sesuai.

34
De opificio Hominis 19.1-2 (Philip Schaff, 758)
Dari banyaknya usaha yang ditempuh oleh para bapa Gereja memberi saya keyakinan
bahwa makna Kitab Suci tidak pernah habis untuk digali. Metode yang telah
dirintis/diberikan oleh tokoh-tokoh patristik menunjukkan kecintaan mereka pada Kitab Suci.
Kitab Suci pun tidak hanya sekedar dibaca sambil lalu, tetapi juga direnungkan sungguh
Allah berbicara apa padaku.

Diky:
Sebelum dimulainya matakuliah Eksegese Bapa-Bapa Gereja, pandangan saya
terhadap penafsiran Kitab Suci yang dilakukan oleh abad-abad awal kekristenan adalah
penafsiran yang spekulatif dan cenderung fundamentalis. Hal ini mengingat bahwa pada saat
itu tentu belum ada metode-metode yang dikenal seperti pada zaman ini. Namun ternyata
pandangan saya salah. Para Bapa Gereja sejak semula telah menggunakan metode-metode
penafsiran yang tidak asal ambil (seperti yang dilakukan Kristen Protestan). Melalui
pembahasan dan bimbingan dari Romo Agus, pada mulanya para ekseget awal menggunakan
metode tipologi untuk menjelaskan keterkaitan antara Kitab Suci Yahudi (Perjanjian Lama)
dengan Kitab Suci Kristen (Perjanjian Baru) atau yang tertulis dalam Kitab Suci Yahudi
sebagai awal dari pemenuhan akan Yesus. Dalam perkembangan selanjutnya, penafsiran akan
Kitab Suci berkembang sebagai pembelaan maupun sanggahan terhadap aliran pagan maupun
aliran filsafat/ aliran dalam kelompok tertentu serta sebagai bimbingan bagi orang Kristen.
Penafsiran Kitab Suci dalam hal ini berkembang seturut dengan konteks tertentu. Meskipun
demikian, penafsiran yang semakin tertata mulai terjadi pada masa Origenes dan hal ini pun
yang mengubah metode penafsiran sehingga semakin luas. Metode-metode tersebut ada yang
dimulai dengan doa, kemudian dari segi histori menuju ke spiritual, analisis per kata, sampai
analisis seturut konteks di mana ayat tersebut berbunyi.
Dari sini saya mulai menyadari bahwa Kitab Suci sebagai Sabda Allah dalam
perjalanan waktu dapat semakin dipahami oleh manusia melalui berbagai metode-metode
yang dipakai oleh manusia itu sendiri. Meskipun memang metode tersebut bukanlah metode
yang sahih seratus persen karena masing-masing metode memiliki kelebihan dan
kekurangannya, namun metode tersebut digunakan oleh Gereja dalam berbagai tradisi untuk
semakin memahami bagaimana Allah berbicara kepada manusia. Di sisi lain, saya pun juga
semakin yakin bahwa penafsiran fundamentalis bukanlah penafsiran yang baik untuk
digunakan oleh para ekseget dalam menyampaikan Sabda Allah kepada umat mengingat
tidak menggunakan kaidah-kadiah penafsiran yang berlaku mulai dari Bapa-Bapa Gereja
sampai pada saat ini. Maka, memang diperlukan hati dan pikiran yang cermat untuk mau
melihat, mendengarkan, merasakan, dan mempelajari Sabda Tuhan sebagai cara untuk
semakin mengarahkan diri kepada-Nya dan sesama.

Anda mungkin juga menyukai