Anda di halaman 1dari 6

A.

JUDUL PERCOBAAN
Penentuan Koefisien Distribusi
B. TUJUAN PERCOBAAN
Pada akhir percobaan, mahasiswa diharapkan mampu menentukan
koefisien distribusi I2 dalam sistem air-kloroform.
C. LANDASAN TEORI
Diantara berbagai jenis metode pemisahan, ekstraksi pelarut atau disebut
juga ekstraksi air merupakan metode pemisahan yang paling baik dan
populer. Prinsip metode ini didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan
perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak saling bercampur,
misalnya kloroform. Menurut distribusi Nernst, Jika [X 1] adalah konsentrasi
zat terlarut dalam fase I dan [X 2] adalah konsentrasi zat terlarut dalam fase 2,
maka pada kesetimbangan:
[ X 2]
KD ¿
[ X 1]
Dimana KD merupakan koefisien partisi atau koefisien distribusi yang tidak
tergantung pada konsentrasi total zat terlarut pada kedua fase tersebut. Pada
persamaan diatas, kita tidak menuliskan koefisien aktivitas zat pada fase
organik maupun fase air. Perbandingan distribusi dinyatakan sebagai berikut:
konsentrasi total zat pada fase organik
KD=
konsentrasi total zat pada fase cair
(Khopkar, 1990: 90-91).
Bila suatu zat terlarut membagi diri antara dua cairan yang tak-dapat
campur, ada suatu hubungan yang pasti antara konsentrasi zat terlarut dalam
dua fase pada kesetimbangan. Pada tahun 1891, Nernst pertama kalinya
memberikan pernyataan yang jelas mengenai hukum distribusi. Ia
menunjukkan bahwa suatu zat terlarut akan membagi dirinya antara dua
cairan yang tak-dapat campur sedemikian rupa sehingga angka banding
konsentrasi pada keseimbangan adalah konstanta pada suatu temperatur
tertentu:
[ A]1
= tetapan
[ A]2
[A]1, menyatakan konsentrasi zat terlarut A dalam fase cair 1. Meskipun
hubungan ini berlaku cukup baik dalam kasus-kasus tertentu, namun pada
kenyataannya hubungan ini tidaklah eksak. Yang benar, dalam pengertian
termodinamika, angka banding aktivitas bukannya rasio konsentrasi yang
seharusnya konstan (Day dan Underwood, 2002: 457-458).
Hukum distribusi atau partisi dapat dirumuskan “bila suatu zat terlarut
terdistribusi antara dua pelarut yang tak-dapat campur, maka pada suatu
temperatur yang konstan antara kedua pelarut itu, dan angkabanding
distribusi ini tak bergantung pada spesi molekul lain apapun yang mungkin
ada. Harga angkabanding berubah dengan sifat dasar kedua pelarut, sifat
dasar zat terlarut, dan temperatur. Ekstraksi (dengan) pelarut yaitu mengambil
suatu zat terlarut dari dalam larutan air oleh suatu pelarut yang tak-dapat-
campur dengan air (Svehla, 1985: 140).
Kedua pelarut yang dimaksud pada hukum distribusi Nernst umumnya
pelarut organik dan air. Dalam praktek solut akan terdistribusi dengan
sendirinya ke dalam dua pelarut tersebut setelah dikocok dan dibiarkan
terpisah. Perbandingan konsetrasi solut di dalam kedua pelarut tersebut tetap,
dan merupakan suatu tetapan pada suhu tetap. Tetapan tersebut disebut
tetapan distribusi atau koefisien distribusi. Koefisien distribusi dinyatakan
C2 C0
dengan: KD = atau KD = dengan KD = koefisien distribusi dan C1, C2,
C1 Ca
C0, dan Ca masing-masing adalah konsentrasi solut pada pelarut 1,2, organik
dan air. Sesuai kesepakatan, konsentrasi solut dalam pelarut organik
dituliskan diatas dan konsentrasi solut dalam pelarut air dituliskan di bawah.
Dari rumus tersebut jika harga K D besar, solut secara kuantitatif akan
cenderung terdistribusi lebih banyak ke dalam pelarut organik begitu pula
sebaliknya. Rumus koefisien distribusi tersebut hanya berlaku bila: (a) solut
tidak terionisasi dalam salah satu pelarut; (b) solut tidak berasosiasi dalam
salah satu pelarut; (c) Zat terlarut tidak dapat bereaksi dengan salah satu
pelarut atau adanya reaksi lain (Soebagio, dkk., 2002: 34-35).
Jika ke dalam sistem dua fasa cair yang tak dapat saling bercampur
ditambahkan zat ketiga yang dapat melarut pada keduanya maka zat ketiga
akan terdistribusi diantara kedua fasa tadi dalam jumlah tertentu. Bila larutan
jenuh I2 dalam CHCl3 dikocok dengan air yang tidak larut dalam CHCl 3, maka
I2 akan terbagi dalam air dan dalam CHCl3. Setelah tercapai kesetimbangan
perbandingan konsentrasi I2 dalam air dan CHCl3 pada temperatur tetap juga
tetap (Tim Dosen Kimia Fisik I, 2021:17).
Hubungan antara perbandingan volume fasa air dengan fasa organik
terhadap persen ekstraksi dapat dilihat pada Gambar I:

Gambar I. Grafik pengaruh perbandingan volume fasa organik dan fasa air
terhadap persen ekstraksi logam perak

Berdasarkan grafik diatas, menunjukkan bahwa semakin besar volume fasa


air yang ditambahkan dengan volume fasa organik yang dibuat tetap yaitu 10
mL, diperoleh persen ekstraksi semakin menurun. Hubungan antara persen
ektraksi dengan volume fasa organik dan volume fasa air serta angka banding
distribusi (D) dapat dituliskan dalam persamaan :
100 D
%E=
Va
D+
Vo
Keterangan :
% E = persen ekstraksi
D = angka banding distribusi
Va = volume fasa air
Vo = volume fasa organik
Dari persamaan tersebut, dapat dilihat bahwa Volume fasa air berbanding
terbalik dengan persen ekstraksi, semakin besar volume fasa air maka persen
ekstraksi akan semakin kecil (Minasari, dkk., 2016: 44-45).
Pembentukan kompleks tidak bermuatan adalah tahapan yang sangat
penting dalam proses ekstraksi. Apabila kompleks memiliki muatan, maka
senyawa tersebut tidak dapat terdistribusi ke fase organik sehingga tidak
dapat terekstrak. Perlakuan ekstraksi dengan variasi pH dilakukan untuk
mengetahui pengaruh pH terhadap terjadinya pembentukan kompleks karena
salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan kompleks adalah
kondisi pH selain dipengaruhi oleh muatan logam dan ligan. Dari hasil
analisis yang dilakukan dapat dihitung konsentrasi ion logam pada fase air
dan fase organik. Dari data intensitas, selanjutnya juga dapat ditentukan nilai
rasio distribusi dan efisiensi ekstraksi untuk masing-masing ion logam hasil
ekstraksi. Syarat untuk suatu logam dapat dipisahkan dari campurannya
menggunakan metode ekstraksi pelarut yaitu jika nilai faktor pemisahan
kurang dari atau lebih dari satu (a>1<a). Jika koefisien distribusi yang
diperoleh nilainya kecil, hal ini menunjukkan bahwa jumlah logam yang
terdistribusi ke fase organik sangat sedikit. Sehingga menunjukkan bahwa
sistem campuran belum terpisah (Sofyatin, 2016: 49-51).
Tidak adanya korelasi antara KD dari setiap logam dan SS tidak
mendukung teori PCE. Untuk interpretasinya adalah kisaran konsentrasi SS
yang sangat rendah. Hal ini menunjukkan bahwa, materi koloid memiliki
kesempatan lebih sedikit untuk meningkatkan fraksi zat terlarut (penyaluran
filter), yang menghambat penurunan suhu pada K D dan teori PCE. Hal ini
sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa, semakin sering penggunaan K D
dalam pemodelan dapat menutupi informasi sebenarnya tentang perilaku
partisi logam (Gallagher, dkk., 2015: 11).
Reagen untuk titrasi iodometri iodat tidak dapat disimpan bersama pada
substrat kertas. Pada pH asam, iodida lebih mudah teroksidasi menjadi
yodium oleh udara, dan idikator pati terdegradasi oleh asam dan yodium.
Reaksi ini terjadi baik dalam larutan maupun dalam reagen yang dikeringkan
pada kertas saring. Suatu reaksi tidak memberikan warna pada saat titrasi
kecuali jumlah iodat dalam larutan melebihi jumlah tiosulfat dalam larutan
yang direaksikan. Penambahan iodat ke dalam larutan menyebabkan
perubahan warna pada indikator (Myers, dkk., 2015: 2).
Natrium tiosulfat umumnya dibeli sebagai pentahidrat, Na 2S2O3.5H2O
dan larutan-larutannya distandarisasi terhadap sebuah standar primer. Iodin
mengoksidasi tisulfat menjadi ion tetrationat:
I2 + 2S2O32- → 2 I- + S4O62-
Reaksinya berjalan cepat dan tidak ada reaksi sampingan. Berat ekivalen
Na2S2O3.5H2O adalah berat molekulnya, 248,17. Dalam larutan netral atau
sedikit alkalin, oksidasi menjadi sulfat tidak muncul, terutama jika iodin
digunakan sebagai titran (Day dan Underwood, 2002: 298).
DAFTAR PUSTAKA

Day, R.A dan A.L. Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif (Edisi Keenam).
Jakarta: Erlangga.

Gallagher, Aine Marie Gormley; Richard William Douglas And Brian Rippey.
2015. The Applicability Of The Distribution Coefficient, K D, Based on
Non-Aggregated Particulate Samples from Lakes with Low Suspended
Solids Concentrations. Plos One. DOI:10.1371/Journal.Pone.0133069.

Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas


Indonesia.

Minasari; Yeti Kurniasih dan Ahmadi. 2016. Pangaruh Perbandingan Volume


Fasa Air dengan Organik dan Konsentrasi Ag dalam Fasa Air pada
Ekstraksi Perak dari Limbah Foto Roentgen. Jurnal Ilmiah Pendidikan
Kimia “Hydrogen”. Volume 4. No. 1. ISSN: 2338-6480.

Myers, Nicholas M.; Emalee N. Kernisan and Marya Lieberman. 2015. Lab on
Paper: Iodometric Titration on a Printed Card. Analytical chemistry.
DOI:10.1021/ac504269q.

Soebagio; Endang Budiasih; M. Sodiq Ibnu; Hayuni Retno Widarti dan Munzil.
2002. Common Textbook Kimia Analitik II. Malang: JICA.

Sofyatin, Titin; Nunik Nurlina; Anni Anggraeni dan Husein H. Bahti. 2016.
Penentuan Koefisien Distribusi, Efisiensi Ekstraksi dan Faktor Pemisahan
pada Ekstraksi Gadolinium dan Samarium dengan Ligan Dibutilditiofosfat.
Chimica et Natura Acta. Volume 4. No.1.

Svehla. 1985. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimakro.
Jakarta: PT. Kalman Media Pusaka.

Tim Dosen Kimia Fisik I. 2021. Penuntun Praktikum Kimia Fisik I. Makassar:
Universitas Negeri Makassar.

Anda mungkin juga menyukai