Anda di halaman 1dari 7

TUGAS MAKALAH

MK KEBIJAKAN PANGAN DAN GIZI

TOPIK 10. LESSONS LEARNED PROGRAM SUPLEMENTASI DAN FORTIFIKASI MIKRONUTRIENT

Oleh:

SALSABILA PUTRI ARIADMA

205070301111012

PROGRAM STUDI SARJANA ILMU GIZI DEPARTEMEN GIZI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2023
REVIEW ARTIKEL PENELITIAN 1

EFEKTIVITAS KONSUMSI TABLET Fe SELAMA MENSTRUASI TERHADAP PENINGKATAN KADAR


HAEMOGLOBIN PADA SISWI SMAN 3 KOTA PALU

Luciana, Hasnidar, Maharani Farah Dhifa Dg. Masikki

Dari riset yang telah dilakukan sebelumnya, sekitar 2,15 milyar orang terdeteksi mengidap
anemia dengan presentase sebesar 48% untuk kelompok bayi dan anak usia < 2 tahun, 25% untuk
kelompok usia pra sekolah, serta 40% untuk kelompok anak usia sekolah. Sedangkan angka kejadian
anemia di Indonesia sendiri mencapai angka 21,7% secara keseluruhan berdasarkan klasifikasi tempat
tinggal. Adapun menurut kelompok jenis kelamin, anemia telah menyerang sekitar 18,4% laki-laki dan
23,9% perempuan Indonesia. Sedangkan dalam kelompok umur 5-14 tahun sebesar 26,4% dan 18,4%
kelompok individu usia 15-24 tahun diketahui tengah mengidap penyakit anemia (Riskesdas, 2018).

Anemia adalah kondisi dimana jumlah sel darah merah berada di bawah garis normal. Dalam
mengenali tanda-tanda anemia bisa ditemui melalui nilai konsentrasi haemoglobin yang rendah, nilai
hematokrit di atas batas normal, tingkat kerusakan eritrosit meningkat hingga menyebabkan
kehilangan darah berlebih (Saraswati, 2015). Dampak yang timbul akibat kesehatan yang memburuk
akibat timbulnya anemia adalah akan berdampak pada penurunan kemampuan terhadap
mempertahankan kosnentrasi belajar, turunnya daya tahan tubuh yang berdampak pada mudahnya
terjangkit penyakit lain, serta meningkatnya risiko akan infeksi. Adapun dampak dari anemia lainnya
seperti terhambatnya pertumbuhan fisik, mengganggu pertumbuhan sehingga upaya mencapai
pertumbuhan yang optimal menjadi terhambat, dan turunnya kecerdasan otak (Kemenkes RI, 2015).

Anemia terjadi dikarenakan banyak faktor pendukung, satu di antaranya adalah karena
konsumsi zat besi yang diperlukan tubuh justru kurang dari kebutuhan seharusnya tetapi keperluan
akan penggunaan zat besi berkorelasi negatif dengan asupan yang masuk, contohnya seperti kondisi
menstruasi yang meningkatkan pengeluaran zat besi dari tubuh (Kemenkes RI, 2015). Banyaknya darah
yang keluar saat menstruasi mengambil peran besar pada kondisi anemia. Hal ini dikarenakan saat
kejadian menstruasi dan individu wanita tidak memiliki persediaan akan zat besi yang cukup untuk
menggantikan zat besi yang terbuang. Oleh karena itu, dalam upaya mencegah kejadian anemia zat
besi, perlu upaya berupa pemberian tablet zat besi, memfortifikasi makanan pokok dengan zat besi,
serta pengawasan penyakit infeksi (Proverawati, 2015).

Suplementasi Fe adalah salah satu upaya yang dapat ditekankan untuk mencapai target
pencegahan permasalahan anemia tetapi hanya akan berhasil jika terjalin kerjasama yang baik dengan
individu terkait untuk patuh dalam anjuran konsumsi suplementasi zat besi (Proverawati, 2015). Cara
pemberian suplemen tablet besi yang dianjurkan adalah dua kali perminggu untuk mensubstitusi 25
ml eritrosit yang harus diganti secara rutin (Rinaldi, 2014). Menurut hasil riset yang dilakukan pada
tanggal 4 Februari 2019 di SMAN 3 Palu pada empat belas siswi, ditemukan sebanyak lima orang
memiliki kadar Hb yang kurang dari 12 gr/dl hingga dapat dikonklusikan sebagai kejadian anemia.

Metode yang diangkat untuk menggali lebih lanjut penelitian ini menggunakan ranah
kuantitatif dengan desain penelitiannya adalah Preexperimental pre test serta post test one group
desion. Pengambilan data penelitian dilakukan mulai 24 April 2019 hingga 3 Juni 2019 dengan target
subjek penelitian ini adalah seluruh siswi SMAN 3 Palu kelas 10 dan 11 sejumlah 606 orang. Dari
pengambilan data yang dilakukan, ditemukan bahwa sebesar 53 responden (86,89%) memiliki kadar
haemoglobin yang normal setelah mengonsumsi tablet suplemen besi. Dimana, nilai awal
haemoglobin siswi sebelum konsumsi tablet suplemen besi adalah 12,605 menjadi 12,835 dengan
konklusi terdapat peningkatan kadar haemoglobin siswi sebesar 0,23.
Pada kelompok siswi yang sebelum mendapat tablet suplemen besi tengah menderita anemia
ringan ada sejumlah 11 orang (18,03%). Dengan ini, diasumsikan bahwa kelompok siswi tersebut
menderita anemia ringan dikarenakan ketika menstruasi tidak ada asupan konsumsi tablet suplemen
besi sehingga berdampak pada anemia ringan. Lalu, ketika dilakukan intervensi berupa pemberian
tablet suplemen besi, prevalensi siswi yang menderita anemia ringan turun menjadi 8 orang (13,11%).
Dengan ini, diasumsikan bahwa responden yang masih memderita anemia setelah pemberian
suplemen besi memang telah menderita anemia ringan karena fase haid yang kurang teratur sehingga
darah yang keluar saat menstruasi jumlahnya juga tidak teratur.

Menilik dari hasil penelitian dinyatakan bahwa terdapat perbedaan secara besar terhadap
kadar haemoglobin sebelum serta setelah pemberian tablet suplemen besi selama menstruasi. Hasil
penelitian yang dilakukan juga didukung oleh data penelitian yang dilakukan sebelumnya Andiri (2012)
yang memperlihatkan selisih kadar haemoglobin sebelum dan setelah intervensi pemberian tablet
suplemen besi. Adapun data dukung lainnya yaitu penelitian Ummah (2009) mendapatkan hasil
statistik p = 0,0001 (p < 0,05) dengan konklusi terdapat perbedaan rerata kadar haemoglobin sebelum
dan setelah pemberian tablet suplemen besi.

Dapat dilihat bahwa penelitian yang dilakukan ini memperlihatkan hasil intervensi pemberian
tablet suplemen fe sangat membantu menanggulangi anemia zat besi. Hal ini didukung dari data hasil
penelitian yang menunjukkan kadar haemoglobin milik responden sebelum dan sesudah dilakukannya
intervensi. Faktor yang dapat mempengaruhi peningkatan kadar haemoglobin pada kelompok target
juga frekuensi menstruasi di samping rutinitas untuk mengonsumsi tablet suplemen besi. Asumsi ini
didukung oleh teori milik Supriasa (2012) yang menyebutkan jika pola nutrisi sehari-hari dijaga dengan
baik di samping rutin mengonsumsi tablet suplemen besi, maka kadar haemoglobin seseorang akan
terjadi peningkatan khususnya pada kelompok wanita yang tengah mengalami menstruasi dan rutin
beraktivitas fisik. Adapun faktor lainnya adalah motivasi tiap individunya untuk rutin mengonsumsi
tablet suplemen besi .

Dengan ini dapat disimpulkan bahwa eksekusi penelitian ini bertujuan untuk meninjau
efektivitas dari suplementasi tablet besi untuk penambahan kadar Hb pada kelompok remaja putri
SMAN 3 Palu. Hasil dari intervensi yang diberikan ditemukan bahwa adanya peningkatan kadar
haemoglobin setelah mengonsumsi tablet besi sehingga membantu untuk penanganan anemia zat
besi. Diharapkan intervensi ini dapat dilakukan berkelanjutan sehingga siswi SMAN 3 Palu dapat
menyadari tingginya nilai kebermanfaatan yang dirasakan dari rutinitas suplementasi tablet besi
khususnya saat mengalami menstruasi.
REVIEW ARTIKEL PENELITIAN 2

Status Kelayakan Fortifikasi Vitamin A Minyak Goreng Sawit Tahun 2016 – 2020 di Wilayah Stunting

Dinalia, Yayu Sulistia, Agustina Wanty Sumule, Annisa Dyah Lestari

Indonesia adalah negara yang mengalami masalah gizi ganda dengan prevalensi stunting
sebesar 37,2% pada tahun 2013 menjadi 30,8% di tahun 2018 menurut data yang dimiliki Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI. Kekurangan zat gizi mikro memiliki dampak terhadap
perubahan fisik berupa badan kurus atau pendek, tetapi berupa kasus hidden hunger. Fenomena ini
memberikan dampak besar terhadap sasaran utamanya yaitu ibu hamil dan anak balita dengan
terhambatnya tumbuh kembang janin, perkembangan kognitif, serta kualitas imun yang berkorelasi
dengan mudahnya terdampak akan infeksi. Dengan adanya defisiensi terhadap vitamin A juga dapat
menyebabkan proses remodelling pembentukan tulang terganggu dikarenakan produksi terhadap
matriks tulang osteoblast yang menurun (Brown, 2014).

Maka dari itu, diperlukan pemenuhan zat gizi melalui fortifikasi pangan (Siagian, 2003).
Fortifikasi pangan adalah proses penambahan satu atau lebih zat gizi di jumlah yang lebih tinggi
daripada jumlah awal yang tersedia pada produk pangan (Kanza & Umar, 2018). Salah satu contoh
fortifikasi pangan yaitu penambahan vitamin A di pangan minyak goreng. Perlakuan fortifikasi
menggunakan vitamin A pada produk minyak goreng bertujuan untuk menurunkan jumlah individu
yang menderita defisiensi vitamin A (Siswanto, 2015).

Dari hasil studi efektivitas fortifikasi vitamin A minyak goreng sawit, ditemukan bahwa jumlah
vitamin A hanya mengalami penyusutan jumlah saat proses distribusi pabrik bahkan hingga ada di
tangan konsumen, tetapi tidak hilang secara keseluruhan (Sandjaja et al., 2015). Selanjutnya,
diperlukan penelitian lebih lanjut terjadi efektivitas fortifikasi vitamin A pada minyak goreng sawit.
Dengan tujuan mengukur kelayakan jumlah vitamin A minyak goreng sawit pada wilayah rawan
stunting, seperti Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Selatan tahun
2016 – 2020.

Dalam mengeksekusi penelitian ini dilakukan menggunakan penelitian deskriptif pendekatan


kualitatif. Kriteria inklusi ditentukan oleh Bappenas menurut apa yang diedarkan pada kabupaten/kota.
Hasil uji penetapan jumlah vitamin A minyak goreng sawit 2016 – 2020 di Sulawesi Utara, Sulawesi
Tengah, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan secara berturut-turut berada dalam range 151,61
IU/g, 86,05 IU/g, 59,94 IU/g, dan 680,30 IU/g. Data ini menunjukkan bahwa sampel minyak goreng
yang beredar di wilayah rawan stunting masih banyak belum memenuhi syarat dengan konklusi sampel
yang memenuhi syarat untuk Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tdan Kalimantan Selatan
secara berturut-turut adalah 44%, 37%, 40%, dan 35%. Sedangkan untuk persentase minyak goreng
sawit yang memenuhi syarat adalah 56%, 63%, 60%, dan 65%.

Kelayakan fortifikasi untuk vitamin A pada minyak goreng sawit yang terdistribusi di wilayah
terdampak stunting memiliki hasil yang berbeda-beda sejak tahun 2016 hingga tahun 2020. Hal ini
berkorelasi dengan berbedanya merk minyak goreng sawit yang diedarkan di setiap kabupaten serta
jumlah sampel minyak goreng yang menjadi sample. Akan tetapi, banyaknya beredar minyak goreng
sawit tanpa fortifikasi vitamin A juga dipengaruhi SNI terkait dengan peraturan wajib minyak gorengan
yang baru berlaku sejak 1 Januari 2020.

Jumlah vitamin A yang rendah pada minyak goreng juga dipengaruhi oleh kestabilan vitamin
A yang mudah rusak akibat paparan suhu, waktu, dan cahaya ultraviolet (Hariyadi, 2002). Sedangkan
menurut hasil studi efektivitas fortifikasi vitamin A dalam minyak goreng sawit ternyata terjadi
penurunan dari segi jumlahnya yang pada kondisi segar sebesar 43,6 IU/g menjadi 11,7 IU/g setelah
penyimpanan dalam kurun waktu 6 hingga 21 bulan (Sandjaja, dkk., 2015). Minyak goreng sawit yang
terklaim tidak memenuhi syarat diasumsikan sampel yang digunakan telah lama ada di jalur distribusi
hingga sampai ke tangan konsumen.

Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa kadar vitamin A minyak goreng sawit akan berkurang
selama proses distribusi. Untuk beberapa wilayah stunting yang berada di Wilayah Indonesia Tengah
disimpulkan memiliki banyaknya minyak goreng tidak memenuhi syarat efektivitas fortifikasi vitamin A
masih sangat banyak karena nilainya yang berada di bawah batas minimum. Maka dari itu, sama-sama
diperlukan penanganan yang lebih baik dari sisi distribusi minyak goreng sawit untuk menjaga kualitas
dari hasil fortifikasi terhadap vitamin A untuk produk minyak goreng yang secara langsung juga dapat
menjaga kualitas minyak goreng sawit agar tidak mudah rusak karena paparan cahaya.
Lesson Learned (Pelajaran Yang Dapat Diambil) dari Artikel Penelitian yang dikaji

1. Artikel Penelitian 1
Penting sekali untuk konsumsi tablet suplemen besi khususnya pada remaja putri dalam
rangka menjaga stabilitas kebutuhan zat besi yang mudah hilang selama masa menstruasi. Hal
ini dikarenakan selama menstruasi perempuan rata-rata akan mengeluarkan darah sebanyak
60 ml setiap bulannya ekuivalen dengan 30 mg besi. Oleh karena itu, penting sekali untuk
mengganti zat besi yang hilang selama masa menstruasi dengan suplementasi tablet besi agar
kadar haemoglobin tubuh tetap pada kadar normal dan mencegah terjadinya anemia zat besi.
Dengan diberikannya suplementasi tablet Fe selain mengobati anemia, konsumsinya juga
mampu meningkatkan kualitas belajar serta status gizi kesehatan remaja. Adapun
rekomendasi konsumsi tablet Fe adalah dengan mengonsumsinya bersamaan dengan
makanan atau minuman sumber vitamin C sebagai upaya penyerapan zat besi.

2. Artikel Penelitian 2
Efektivitas fortifikasi vitamin A pada minyak goreng sawit untuk wilayah stunting terkhusus
Wilayah Indonesia Tengah masih di bawah standar yang telah ditetapkan sehingga kurang
efektif untuk menangani masalah stunting di wilayah tersebut. Padahal, fortifikasi vitamin A
pada minyak goreng sawit sangat penting untuk mencegah penurunan kualitas minyak goreng
sawit. Dengan adanya fortifikasi vitamin A, minyak goreng sawit terlindungi dari mudahnya
kerusakan akibat paparan cahaya yang sebagaimana kita tahu bahwa kemasan minyak goreng
kebanyakan adalah transparan. Sehingga, sangat disarankan untuk pemerintah segera
meregulasi peraturan kemasan minyak goreng demi mempertahankan kualitas minyak
goreng, serta edukasi penyimpanan selama proses distribusi agar kestabilan akan kualitas
minyak goreng masih sama baiknya hingga tiba di tangan konsumen.
DAFTAR REFERENSI

Luciana, L., Hasnidar, H., & Masikki, M. F. D. D., 2019. Efektivitas Konsumsi Tablet Fe Selama Menstruasi
terhadap Peningkatan Kadar Haemoglobinpada Siswi Sman 3 Kota Palu. CHMK Midwifery
Scientific Journal, 2(3), 50-57.

Sulistia, Y., Dinalia, D., Sumule, A. W., & Lestari, A. D., 2022. Status Kelayakan Fortifikasi Vitamin A
Minyak Goreng Sawit Tahun 2016-2020 di Wilayah Stunting. Eruditio: Indonesia Journal of Food and
Drug Safety, 3(1), 38-46.

Anda mungkin juga menyukai